Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
MIA DWIANNA W. (17022008-0005)
TITA FEBRIANI (17022008-0011)
ELIZABETH S.A. HAURISSA (17022008-0017)
Kampung Naga yang terletak di wilayah Jawa Barat ini merupakan satu dari
sejumlah kampung adat yang ada di Indonesia. Keteguhan dalam memegang adat istiadat
wisatawan atau penelitian sejumlah peneliti. Kehidupan modern memang tidak bisa lepas
dari masyarakat kampung adat, namun mereka tetap hidup pada suatu tatanan dalam
masyarakat yang sangat kuat memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya. Secara
Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari
jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung Naga
- Di sebelah Barat adalah hutan keramat (yang di dalamnya terdapat makam leluhur
- Di sebelah Utara dan Timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber airnya
Jarak tempuh dari Kota Tasikmalaya ke Kampung Naga + 30 KM, sedangkan dari
Kota Garut jaraknya + 26 KM. Untuk mencapai perkampungan ini tidaklah terlalu sulit,
2
karena dijangkau oleh kendaraan umum bus. Anda yang berangkat dari Bandung tinggal
datang ke terminal Cicaheum dan memilih bus jurusan Tasikmalaya via Garut. Dan
menjelang perbatasan, anda turun dan tiba di bagian luar dari Kampung Naga.
Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus
menuruni tangga yang sudah ditembok sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan
kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter (ada lebih dari 310
tangga). Kemudian penduduk atau pengunjung harus melalui jalan setapak yang
Di dalam Kampung Naga yang luasnya sekitar 1,5 Hektar ini, terdapat 112
bangunan (awalnya 111 kemudian ditambah 1 bangunan lagi karena ada warga yang
tadinya tinggal di luar, kembali lagi dan menetap di kampung ini), dengan rincian 3
Menurut Ketua RT Kampung Naga, Mang Risman, penduduk yang menghuni kampung
ini sekarang berjumlah 314 orang yang terbagi dalam 109 Kepala Keluarga (KK).
Pekerjaan pokok masyarakat Kampung Naga adalah sebagai petani, baik sebagai
petani pemilik, petani penggarap, maupun buruh tani. Masyarakat Kampung Naga ini
mempunyai mata pencaharian sampingan, yakni membuat kerajinan tangan atau barang
3
anyaman dari bambu. Dengan semakin seringnya wisatawan berkunjung ke kampung ini,
penduduk juga mulai berjualan makanan ringan dan minuman di depan rumah mereka.
Latar belakang pendidikan warga kampung naga adalah Sekolah Dasar. Menurut
Mang Risman, sangat jarang warga yang melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi karena keterbatasan biaya. Sedangkan agama yang mereka anut adalah agama
Sistem Kepemimpinan
Kampung Naga sebagai salah satu Kampung Adat yang ada di Jawa Barat
dasar pemilihan rakyat dan mendapat legitimasi dari pemerintah. Kepemimpinan formal
di Kampung Naga dipegang oleh Ketua RW bernama Bapak Okim dan ketua RT, Mang
Risman ditambah dengan seorang Kepala Dusun (Kadus). Kepemimpinan formal ini
kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Berkaitan
dengan maraknya Pemilu di Indonesia, penduduk Kampung Naga juga mengikuti pemilu
menurut ketentuan adat. Kepemimpinan non formal terdiri dari seorang kuncen yang
merupakan pemimpin adat. Kuncen adalah kepala ada yang dipilih menurut adat dan
berlaku secara turun temurun, dan hanya boleh dijabat oleh seorang laki-laki. Saat ini
yang menjabat sebagai kuncen ialah Ade Suherlin. Tugas seorang kuncen antara lain
4
sebagai pemangku adat dan pemimpin dalam upacara-upacara adat yang diselenggarakan
oleh masyarakat Kampung Naga. Sebagai seoarang yang dituakan, perkataan kuncen
sangat didengar dan dipatuhi oleh masyarakat Kampung Adat. Kuncen memiliki hak
khusus dalam menerima tamu dan memberi petunjuk-petunjuk khusus dalam kehidupan
Dalam melaksanakan tugasnya, kuncen dibantu oleh seorang punduh (yang saat
ini dipegang oleh Bapak Maun) atau tua kampung yang mempunyai tugas sebagai
penghubung antara kuncen dan masyarakat. Tugas seorang punduh juga mengayomi
warga terutama dalam pekerjaan-pekerjaan umum atau membuat jalan, dsb. Jadi jika
Selain kuncen dan punduh, dalam sistem kepemimpinan non formal terdapat seorang
lebe, yang tugasnya membantu kuncen dalam bidang keagamaan, dan kematian.
Penduduk Kampung Naga masih sangat taat memegang adat istiadat dan
menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau
karuhun. Salah satunya adalah percaya terhadap tempat-tempat suci seperti Bumi
Ageung.
Bumi Ageung merupakan satu dari 112 bangunan yang menjadi perhatian
masyarakat Kampung Naga dan wisatawan. Bumi Ageung ini berupa sebuah bangunan
yang terletak di atas bukit, di tingkat paling tinggi dalam pola permukiman penduduk.
5
rumah mereka terletak di lereng tanah yang tidak sama ketinggiannya. Lereng bukit yang
menjadi letak rumah-rumah terdiri dari empat tingkatan. Pada setiap tingkatan areal tanah
yang diratakan luasnya berbeda. Semakin tua usia warga, maka akan semakin tinggi
Bangunan Bumi Ageung terletak di tingkat paling atas dalam pola permukiman
ini, diapit oleh dua buah rumah dan dengan batas sebelah barat sebuah bukit, serta
dilindungi oleh pagar jaga. Letak Bumi Ageung sejajar dengan masjid yang berada di
sebelah barat. Bumi Ageung adalah sebuah bangunan rumah di Kampung Naga yang
oleh masyarakat Kampung Naga dianggap suci. Bentuk dan bahan bangunan Bumi
Ageung hampir sama dengan rumah-rumah yang dihuni penduduk. Bedanya, Bumi
Ageung tidak berjendela dan diberi pagar bambu setinggi 2 meter yang berasal dari
bambu utuh, dengan ukuran pagar 17 x 24 m. Walaupun tidak berjendela, Bumi Ageung
tetap memiliki pintu yang letaknya di sebelah selatan. Lahan yang digunakan untuk Bumi
Ageung cukup lulas, karena terdapat halaman di bagian depan, samping kiri dan kanan,
dan juga bagian belakang Bumi Ageung. Tinggi bangunan kira-kira mencapai 7-8 meter
Bentuk Bumi Ageung tidak jauh berbeda dengan bentuk rumah masyarakat di
Kampung Naga, yaitu jenis rumah panggung, dengan ketinggian kolong kira-kiran 50 –
60 meter. Tiang-tiang bangunan tersebut di bagian bawahnya diberi alas batu yang
disebut tatapakan. Lantainya menggunakan papan atau palupuh, sedangkan lantai rumah
terbuat dari papan atau bambu. Atapnya menggunakan gaya suhunan julang ngapak, yaitu
bentuk atap panjang yang kedua sisinya diperpanjang atau ditambah, sehingga
menyurupai rentangan sayap burung. Bidang atap tambahan yang melandai ini disebut
6
leang-leang. Dengan atap yang bila dilihat dari arah muka dan belakang tampak seperti
bentuk segitiga, yang merupakan pertemuan keduasisi atap empat persegi panjang.
Pada pertemuan kedua belah atap bagian ujung merupakan titik pertemuan yang
membentuk sudut puncak bagian muka dan belakang, dan biasanya dipasang gelang-
gelang yang terbuat dari bamboo membentuk setengah lingkaran atau lurus menyerupai
tanduk lengkung atau tanduk lurus. Bagian yang seperti tanduk ini disebut “cagak
gunting atau capit hurang”. Bahan ataap rumah pada umumnya menggunakan bahan daun
kelapa, daun tepus, dan ijuk. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu bilik. Corak
anyaman bilik adalah corak sasag dan tidak dicat putih seperti kebanyakan rumah di
Kampung Naga. Pintu Bumi Ageung juga terbuat dari bilik yang berbentuk persegi
Bumi Ageung merupakan rumah yang dianggap suci dan keramat, sesuai dengan
asal katanya Bumi berarti rumah, dan Ageung berarti agung atau suci dan besar.
Bangunan ini dikeramatkan sebagai bangunan suci karena konon dahulunya Bumi
Ageung dipakai sebagai surau atau langgar oleh leluhur Kampung naga.Tidak sembarang
orang boleh masuk ke halaman dan ke dalam rumah. Hanya Patunggon (orang yang
diangkat kuncen untuk menjaga Bumi Ageung) yang boleh masuk untuk menjaga dan
tersebut pada hari-hari tertentu saja dengan diantar patunggon atas seijin kuncen
Kampung Naga. Karena dianggap suci dan keramat ini, pengunjung atau wisatawan
tidak boleh mengambil gambar bangunan ini dari jarak dekat. Para wisatawan yang ingin
memotret atau merekam Bumi Ageung ini, hanya bisa mengambil gambar dari jarak
maksimal 15 meter dari bangunan tersebut. Ada titik-titik tertentu yang menjadi batas
7
untuk memotret atau merekam Bumi Ageung dan tidak ada seorang pun yang berani
melanggar.
bercerita tentang bangunan ini, kendati mereka mengetahuinya. Bila ada wisatawan yang
ingin mengetahui sejarah dan kondisi Bumi Ageung, yang boleh bercerita atau berbicara
ialah kuncen atau sesepuh Kampung Naga. Bahkan seorang ketua RT seperti Mang
tombak, golok dan barang-barang berharga. Ketika terjadi pemberontakan DI/TII pada
tahun 1956, kawasan Kampung Naga dipakai sebagai tempat pertahanan dan akhirnya
Bumi Ageung yang ada sekarang ini merupakan hasil “renovasi” warga pada
tahun 1987, dan fungsinya pun sedikit berubah. Menurut sesepuh Kampung Naga
Suharyo, Kini Bumi Ageung menjadi sealing menjadi tempat menyimpan benda-benda
leluhur yang masih tersisa, bangunan ini juga berfungsi sebagai tempat menyimpan
perlengkapan adat seperti sajen, suguhan, bahan mentah, beras, lauk dan juga harta benda
berharga.
dihormati, dan dianggap memiliki nilai sakral, juga memiliki fungsi-gungsi yang melekat
pada adapt dan tradisi masyarakat setempat. Tidak seperti masjid dan leuit yang hanya
8
dibersikan sesekali saja, Bumi Ageung mendapat pemeliharaan yang intensif. Perawatan
Bumi Ageung beserta isinya dilakukan Patunggon, yang memang berhak keluar masuk
halaman Bumi Ageung. Dengan begitu, kesucian Bumi Ageung tetap terjaga.