You are on page 1of 27

Definisi Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak ditemukan.

OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas dibandingkan OA pada sendi lain. Penderita OA mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas penderita. Prevalensi OA pada sendi meningkat secara progresif dengan meningkatnya usia yang merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA. Wanita 2 kali lebih banyak menderita OA dibandingkan pria, dimana wanita kulit hitam dengan OA lebih banyak 2 kali dibandingkan wanita kulit putih. Pada usia lebih dari 65 tahun, baik secara klinik maupun radiologi didapatkan peningkatan jumlah kasus OA lutut. Menurut The Framingham Osteoarthritis Study gambaran radiologik OA lutut yang berat (grade III dan IV menurut kriteria Kellgreen-Lawrence) makin meningkat dengan bertambahnya umur, yaitu 11,5% pada usia kurang dari 70 tahun, 17,8% pada umur 70-79 tahun dan 19,4% pada usia lebih dari 80 tahun. Wanita yang mempunyai gambaran radiologik osteoarthritis berat adalah 10,6% pada umur kurang dari 70 tahun, 17,6% pada umur 70-79 tahun dan 21,1% pada umur lebih dari 80 tahun; sedangkan pada laki-laki 12,8% pada umur kurang dari 70 tahun, 18,2% pada umur 70-79 tahun dan 17,9% pada umur lebih dari 80 tahun. Prevalensi radiologik OA akan meningkat sesuai dengan umur. Pada umur di bawah 45 tahun jarang didapatkan gambaran radiologik yang berat. Pada usia tua gambaran radiologik OA lutut yang berat mencapai 20%. Dari aspek rehabilitasi medik, penyakit sendi degeneratif, dapat menimbulkan kecacatan fisik dalam beberapa tingkat, yaitu, tingkat impairmen (kerusakan sendi, terutama yang menyebabkan keluhan nyeri), tingkat disabilitas (adanya kecacatan fisik, sehingga terganggunyaactivity of daily living), dan handikap (tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, akibat hambatan psikologis, sosial, dan vokasional oleh karena kecacatan fisik yang dideritanya). Sebagian besar manajemen OA bertujuan untuk mengurangi nyeri secara farmakologis. Pemberian latihan juga sudah umum diberikan pada pasien OA, tetapi masih banyak difokuskan hanya pada impairmen lokal di sekitar sendi yang terkena seperti kelemahan otot, keterbatasan luas gerak sendi, dan nyeri. Padahal manajemen yang efektif seharusnya juga memperhatikan keterbatasan fungsional dan disabilitas sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA. A. Osteoarthritis Lutut

Definisi osteoarthritis menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah sekelompok kondisi heterogen yang menyebabkan timbulnya gejala dan tanda pada lutut yang berhubungan dengan defek integritas kartilgo, dan perubahan pada tulang di bawahnya dan pada batas sendi. Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif pada kartilago sendi dengan perubahan reaktif pada batas-batas sendi, seperti pembentukan osteofit, perubahan tulang subkondral, perubahan sumsum tulang, reaksi fibrous pada sinovium, dan penebalan kapsul sendi.Sendi yang bisa terkena OA adalah sendi-sendi benar (true joint atau diarthrosis), yaitu sendi-sendi yang mempunyai kapsul sendi, membran sinovialis, cairan sinovialis, dan kartilago sendi. Anatomi Sendi lutut terdiri dari sendi tibiofemoral dan patelofemoral yang disusun oleh tulang tibia, femur dan patella. Permukaan distal kondilus medialis dan lateralis femur tidak kongruen dengan permukaan proksimal tibia. Hal ini dikompensasi oleh meniskus medialis dan lateralis yang merupakan jaringan kartilago berbentuk semilunar. Sendi lutut diperkuat ligamentum kolateral medialis, ligamentum kolateral lateralis, ligamentum krusiatum anterior, ligamentum krusiatum posterior, dan otot otot sekitar lutut. Patogenesis OA dapat terjadi berdasarkan 2 mekanisme berikut, yaitu (1) Beban yang berlebihan pada komponen material kartilago sendi dan tulang subkondral yang normal, sehingga terjadi kerusakan/kegagalan jaringan, dan (2) kualitas komponen material kartilago yang jelek sehingga dengan beban yang normal pun tetap terjadi kerusakan. Perubahan yang terjadi pada OA adalah ketidakrataan rawan sendi disusul ulserasi dan hilangnya rawan sendi sehingga terjadi kontak tulang dengan tulang dalam sendi disusul dengan terbentuknya kista subkondral, osteofit pada tepi tulang, dan reaksi radang pada membrane sinovial. Pembengkakan sendi, penebalan membran sinovial dan kapsul sendi, serta teregangnya ligament menyebabkan ketidakstabilan dan deformitas. Otot di sekitar sendi menjadi lemah karena efusi sinovial dan disuse atrophy pada satu sisi dan spasme otot pada sisi lain. Perubahan biomekanik ini disertai dengan perubahan biokimia dimana terjadi gangguan metabolisme kondrosit, gangguan biokimia matrik akibat terbentuknya enzim metalloproteinase yang memecah proteoglikan dan kolagen.

B.

Diagnosis

Diagnosis OA lutut dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada penderita penyakit sendi degeneratif yang menyebabkan penderita datang berobat. Nyeri dipicu oleh pergerakan, dan berkurang dengan istirahat, kecuali pada tahap lanjut, rasa nyeri tetap terasa pada saat tidur. Tahap dini pada umumnya tidak terasa nyeri, oleh karena rawan sendi adalah aneural. Nyeri timbul dari mikrofraktur tulang subkhondral dan inflamasi pada membran sinovium. Struktur artikuler yang sensitif terhadap nyeri adalah kapsul sendi, bantalan lemak sendi, dan tulang subkhondral, sedangkan dari struktur ekstra artikuler adalah ligamen, tendon, dan bursa. Pada tahap lanjut, pada umumnya nyeri disebabkan oleh karena fibrosis kapsuler, kontraktur sendi, dan kelelahan otot. Kekakuan sendi (stiffness), sering timbul pagi hari, dan keluhan dapat hilang dalam 15 menit. Kekakuan dapat berubah permanen, yang diduga disebabkan oleh karena terjadinya kerusakan permukaan sendi dan fibrosis kapsul. Edema persendian dapat berasal dari efusi cairan sinovial serta dapat disertai dengan eritema ringan. Pemeriksaan penunjang rutin yang dilakukan untuk evaluasi OA lutut adalah pemeriksaan rontgen konvensional. Gambaran khas pada OA lutut adalah adanya osteofit dan penyempitan celah sendi. Berdasarkan pemeriksaan radiologi, Kellgren & Lawrence menyusun gradasi OA lutut menjadi :

Grade 0 : tidak ada OA Grade 1 : sendi dalam batas normal dengan osteofit meragukan Grade 2 : terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik dan tak nampak deformitas tulang. Grade 3 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan penyempitan celah sendi. Grade 4 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan disertai hilangnya celah sendi

The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis OA lutut idiopatik berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut : Klinis dan laboratorium Klinis dan radiologis Klinis

Nyeri lutut + minimal 5 Nyeri lutut + minimal 1 Nyeri lutut + minimal

dari 9 berikut : - umur > 50 tahun - stiffness < 30 menit - krepitasi - nyeri pada tulang - pelebaran tulang - tidak hangat pada perabaan - LED < 40mm/jam - Rheumatoid factor <1:40 - Cairan sinovial : jernih, viscous,Lekosit <2000/mm3 92% sensitif 75%spesifik C. Penatalaksanaan

dari 3 berikut : - umur > 50 tahun - stiffness < 30 menit - krepitasi + osteofit

3 dari 6 berikut : - umur > 50 tahun - stiffness < 30 menit - krepitasi - nyeri pada tulang - pelebaran tulang - tidak hangat pada perabaan

91 % sensitive 86% spesifik

95 % sensitif 69 spesifik

Penatalaksanaan OA lutut terdiri dari terapi farmakologik dan non farmakologik. Terapi farmakologik dapat berupa analgesik baik dari golongan non steroid (NSAID) maupun golongan steroid, dapat diberikan oral maupun injeksi intraartikular. Suplemen glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat sebagai bahan dasar tulang rawan sendi juga sering digunakan sebagai terapi OA. Mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti, tetapi dikatakan bermanfaat dalam metabolisme kartilago sendi dan mempunyai efek anti inflamasi. Injeksi intraartikular dengan asam hyaluronat sebagai viscosuplement dikatakan juga dapat memperbaiki kekentalan dan elastisitas cairan sinovial, efek anti inflamasi dan anti nosiseptif, menghambat degradasi enzim kartilago sendi, spons mekanik (absorbsi mediator inflamasi), umpan balik positif untuk sintesis asam hyaluronat endogen, dan merangsang sintesis matriks tulang sendi. Terapi non farmakologis terdiri dari edukasi pada penderita, terapi modalitas, latihan, dan pemberian alat bantu/ortesa. Terapi modalitas bisa berupa terapi panas (Short wave diathermy, micro wave diathermy, ultrasound diathermy), terapi dingin, TENS, dan terapi laser. Pemakaian terapi panas bertujuan mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas tendon. Kompres dingin pada sendi OA akan menghambat aktivitas kolagenase di dalam sinovium. Kompres dingin juga mengurangi spasme otot. Terapi listrik TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) digunakan untuk mengurangi nyeri melalui kerjanya menaikkan ambang rangsang nyeri. Terapi laser pada dekade terakhir ini mulai populer digunakan pada OA untuk mengurangi nyeri. Ortosis atau alat bantu pada OA lutut diberikan untuk mengurangi beban sendi, menstabilkan

sendi, mengurangi gerakan sendi, memelihara sendi pada posisi fungsi maksimal, dan mencegah deformitas. Terapi bedah (arthroscopy, osteotomy, atrhroplasty) diindikasikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi konservatif. Stimulasi Listrik pada Penderita OA Lutut. Sebelum membahas lebih lanjut, kita harus lebih dulu mengetahui prinsipprinsip stimulasi listrik untuk pengurangan nyeri. Di rumah sakit banyak dijumpai peralatan maupun meode stimulasi elektris guna mengatasi nyeri. Secara umum prinsip dasarnya adalah sama dan yang berbeda hanyalah parameter dan metode aplikasi. 1. Indikasi stimulasi elektris a. b. c. d. e.
f.

Trauma musculoskeletal baik akut maupun kronik Nyeri kepala Nyeri pasca operasi Nyeri pasca melahirkan Nyeri miofasial Nyeri visceral Nyeri yang berhubungan dengan sindroma deprivasi sensorik : Neuralgia Kausalgia Nyeri phantom

g.

h.
i.

Sindroma komprei neurovaskuler Nyeri psikogenik

Sedangkan Johnson Mark (2001) mengemukakan tentang penggunaan TENS dalam berbagai kondisi yaitu : Efek analgetik a. Pada kondisi akut 1) 2) Nyeri pasca operasi Nyeri sewaktu melahirkan

3) 4) 5) b.

Dismenorrhea Nyeri musculoskeletal Nyeri akibat patah tulang

Nyeri yang berhubungan penanganan kasus gigi c. Nyeri pada kodisi kronik 1) Nyeri bawah punggung 2) Arthritis 3) Nyeri punting dan nyeri phantom 4) Neuralgia pasca herpetic 5) Neuralgia trigeminal d. Injury saraf tepi e. Angina pectoris f. Nyeri fasial g. Nyeri tulang akibat proses metastase

1. Kontraindikasi stimulasi listrik (Rennie S, 1988, Johnson M, 2001)

Arus TENS, Interferensi dan diadinamik tidak direkomendasikan pada kondisi sebagai berikut : a. Penyakit vaskuler (arteri maupun vena)
b. Adanya kecenderungan pendarahan (pada area yang diterapi)

c. Keganasan (pada daerah/ area yang diterapi) d. Pasien beralat pacu jantung (meski penelitian terbatas menunjukkan bahwa stimulasi listrik tidak mempengaruhi alat pacu jantung) e. Kehamilan (bila terapi diberikan pada daerah abdomen atau panggul) f. Luka terbuka yang sangat lebar g. Kondisi infeksi

h. Pasien yang mengalami hambatan komunikasi (terlalu tua, gangguan bicara, kofusi mental)
i.

Kondisi dermatologi (pada area yang diterapi)

j. Hilangnya sensasi sentuh dan tusuk (pada area yang diterapi)

1. TENS (Transcutaneus Electrical Stimulation) Secara umu karakteristik keluaran arus dari TENS standar adalah sebagai berikut : Gambar karakteristik arus TENS Spesifikasi (Johnson M,2001) Konvensional 1. Target arus : mengaktivasi saraf berdiameter besar

2. Serabut yang teraktivasi: A beta, mekanoreseptor

3. Sensasi yang timbul 4. Karakteristik

: parestesia yang kuat sedikit kontraksi : frekuensi tinggi, intensitas rendah pola kontinyu Durasi = 100 200 mikrodetik Frekuensi = 10 100 pps

5. Posisi elektrode

: pada titik nyeri dermatom

6. Profil analgetik : terasa < 30 menit setelah dinyalakan dan menghilang < 30 menit setelah alat dipadamkan 7. Durasi terapi : secara terus menerus saat nyeri terjadi

8. Mekanisme analgetik : tingkat segmental Gambar mekanisme pengaruh Konvensional TENS terhadap jaringan tubuh 2. AL TENS (Acupuncture like TENS)
1. Target arus

: aktivasi motorik untuk menimbulkan kontraksi otot-

otot fasik

yang berakhir pada aktivasi saraf berdiameter kecil non noksius


2. Serabut yang teraktivasi: G III, A delta ergoseptor

3. Sensasi yang timbul 4. Karakteristik

: kontraksi otot fasik yang kuat tetapi sedikit nyaman : frekuensi rendah, intensitas tinggi Durasi = 100 200 mikrodetik Frekuensi s/d 100 pps Pola Burst

5. Posisi elektrode 6. Profil analgetik

: pada motor point atau nyeri myotom : terasa > 30 menit setelah dinyalakan dan baru setelah mesin dipadamkan

hilang > 1 jam

7. Durasi terapi

: 30 menit setiap kali terapi

8. Mekanisme analgetik : ektrasegmental/ supraspinal ataupun segmental Proses aktivasi jaringan AL-TENS 3. Intense TENS
1. Target arus

Intense TENS

: mengaktivasi serbut saraf berdiameter

2. Jaringan yang teraktivasi: nosiseptor 3. Sensasi yang timbul

: intensitas tertinggi yang masih tertoleranpasien dengan sedikit kontraksi otot : frekuensi tinggi 200 pps Durasi > 1000 mikrodetik Intensitas tertinggi yang masih tertolerir Pola arus kontinyu

4. Fisika dasar

5. Penempatan elektrode : pada daerah nyeri atau di sebelah proksimal titik

nyeri pada

cabang utama saraf yang bersangkutan


6. Profil analgetik

: > 30 menit setelah terapi dimulai, pengaruh bertahan > 1 jam, bisa terjadi hipoastesia

analgetik bisa

7. Durasi terapi

: 30 menit setiap kali terapi

8. Mekanisme analgetik : peripheral, ektrasegmental serta segmental

Kebermanfaatan TENS terhadap seorang pasien dapat dinilai dengan indicator sbb : (1) berkurangnya neri selama 3 jam atau lebih sesudah penggunaan TENS , (2) berkurangnya penggunaan obat analgetika, (3) perbaikan pola tidur (4) kemajuan fungsional (peningkatan ROM , kekuatan dan ketahanan) (Fried) T dkk, 1984). Teknik terapi dengan menggunakan TENS Aplikasi klinis TENS sangat variabel oleh karena peredaan dalam pendekatan maupun sudut pandang khususnya dalam hubungannya dengan teknik aplikasi yang paling efektif serta parameter-parameter yang mempengaruhi. Di bawah ini akan dibahas bebeapa teknik aplikasi dan parameternya. Prosedur pemilihan dan penggunaan TENS (Rennie,1991) 1. Jelaskan kepada pasien tentang : Nama terapi Mengapa terapi tersebut terpilih? Apa yang diarapkan sebelum, selama, dan sesudah terapi? Apa yang harus dan tidak boleh dilakukan saat dan seusai terapi? Efek terapi? 2.

Terapi Latihan pada Penderita OA Lutut.

Latihan merupakan bagian penting dalam manajemen pasien dengan OA lutut. Menurut Minor, tujuan program latihan pada pasien OA adalah: 1. Mengurangi impairmen dan memperbaiki fungsi. Misalnya mengurangi nyeri sendi, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan luas gerak sendi, menormalkan pola jalan, dan memperbaiki kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut dengan cara mengurangi stress pada sendi, mengurangi joint forces, dan memperbaiki biomekanik sendi. Mencegah disabilitas dan menurunnya kesehatan yang terjadi sekunder karena inaktivitas dengan meningkatkan level aktifitas fisik sehari-hari dan memperbaiki daya tahan fisik.

2.
3.

Program latihan pada pasien OA harus disusun secara individual sesuai keadaan pasien. Pada pasien dengan kelemahan otot yang signifikan dan berkurangnya gerakan sendi, tujuan awal dari latihan adalah mengurangi impairmen, memperbaiki fungsi, dan persiapan untuk aktivitas fisik.Pada pasien OA dengan kekuatan otot dan luas gerak sendi (LGS) yang baik maka program latihan difokuskan pada perlindungan sendi dan general conditioning. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menyusun program latihan untuk penderita OA lutut, yaitu : 1. Derajat penyakit dan alignment sendi

Derajat OA bisa mempengaruhi respon penderitanya terhadap latihan. Penelitian Fransen dkk menunjukkan bahwa pasien dengan celah sendi lutut sisi medial yang lebih sempit berespon kurang baik dibandingkan dengan pasien yang celah sendinya lebih lebar. Pada pasien OA dengan genu varus maka akan terjadi peningkatan beban di sisi medial lutut saat jalan cepat. Oleh karena itu perlu dgunakan ortosis misalnya dengan lateral wedge, atau knee brace. Selain itu pada kondisi inflamasi akut atau udema sendi yang signifikan, latihan harus ditunda sampai inflamasi berkurang. 2. Nyeri

Nyeri merupakan gejala utama pada pasien OA yang sering menyebabkan pasien membatasi aktivitasnya. Latihan penguatan dapat mengurangi keluhan nyeri pada pasien OA. Pada tahap awal digunakan latihan penguatan otot isometrik karena gerak sendi yang terbatas sehingga tidak menimbulkan nyeri. Selain itu sebelum melakukan latihan aerobik harus dilakukan latihan pemanasan muskuloskletal dan kardiovaskular serta latihan fleksibilitas. Latihan dilakukan

sebatas gerakan bebas nyeri serta harus menghindari postur dan gerakan yang meningkatkan nyeri dan menibulkan udema. Pasien juga diajari untuk memonitor sendiri latihannya untuk menghindari nyeri dan delayed onset muscle soreness. 3. Usia

Usia bukan merupakan kontraindikasi melakukan latihan. Guide line latihan sama bisa diterapkan pada penderita usia lanjut dengan memperhatikan adanya resiko fraktur dan ganguan keseimbangan. 4. Obesitas

Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya OA. Menurunkan berat badan diketahui menurunkan gejala OA dan resiko terjadinya OA. Program penurunan berat badan harus termasuk dalam program latihan pasien OA dengan obesitas. Berjalan dengan kecepatan sedang, bersepeda, dan latihan di air merupakan latihan yang aman dan bermanfaat untuk pasien OA lutut dan hip, termasuk pasien yang obesitas/overweight. a. Latihan untuk pasien OA lutut

Belum ada formula latihan yang pasti untuk pasien OA lutut. Walaupun demikian prinsip yang umum digunakan dalam program rehabilitasi medik untuk pasien OA terdiri dari beberapa komponen seperti pada tabel berikut. Tabel 3.1. Program rehabilitasi untuk OA7

3.1.1. Latihan luas gerak sendi (LGS)/fleksibilitas dan peregangan/stretching Pada saat gerakan sendi terjadi kompresi dan dekompresi kartilago sendi yang penting untuk nutrisi adekuat dan keseimbangan aktivitas anabolik dan katabolik di kartilago sendi. Imobilisasi dan joint loading yang tidak adekuat menyebabkan atrophy kartilago. Inaktivitas juga menyebabkan berkurangnya fleksibilitas dan berkurangnya compliance kapsul sendi, ligamen, dan sinovium. Prinsip umum latihan LGS adalah bahwa sendi terutama sendi lutut digerakkan pada luas gerak sendi penuh untuk mencegah motion loss yang sering terjadi pada sendi OA. Latihan LGS aktif diberikan apabila pasien mempunyai LGS penuh dan kekuatan otot yang cukup untuk dapat menggerakkan ototnya sendiri. Latihan LGS aktif assistif diberikan jika kekuatan otot pasien tidak cukup kuat untuk dapat menggerakkan sendinya sendiri. Latihan LGS dilakukan pada sendi lutut dan sendi lain yang berdekatan serta sendi-sendi kontralateral. Berkurangnya LGS merupakan sekuele yang sering terjadi pada penderita OA. Pada OA lutut umumnya terjadi berkurangnya ekstensi (lag extension), tetapi fleksi lutut pun sering berkurang. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan berkurangnya LGS pada OA, antara lain perubahan pada sendi, pemendekan struktur myotendinosus di sekitar sendi karena nyeri dan kelemahan. Otot yang lebih pendek dari panjang idealnya menyebabkan kerugian secara biomekanik saat ia bekerja. Oleh karena itu latihan peregangan harus diberikan sejak awal.

Latihan fleksibilitas dimulai dengan pasien menggerakkan sendinya pada seluruh luas gerak sendi yang ada untuk mencegah berkurangnya luas gerak sendi. Selanjutnya ditambahkan latihan peregangan yang dilakukan dengan pelan, gentle, dan sustained stretching. Sustained stretching adalah menahan peregangan selama 20-40 detik, atau lebih, kemudian relaks, dan mengulangi peregangan lagi. Peregangan yang tiba-tiba, kasar, atau ballistic stretching harus dihindari karena bisa menimbulkan eksaserbasi OA. Untuk pasien OA hip dan lutut otot yang penting untuk diregangkan adalah otot quadrisep dan hamstring. Luas gerak sendi yang cukup, kekuatan otot, dan daya tahan sangat penting untuk aktivitas berjalan, keseimbangan, naik-turun tangga, dan bangkit dari kursi. Tabel berikut menunjukkan LGS ekstremitas bawah yang diperlukan untuk beberapa aktivitas Tabel 3.2. LGS fungsional untuk ekstremitas bawah4 Sendi Gerakan Luas gerak sendi (o) Berjalan di Naik tangga tempat datar Panggul Ekstensi Fleksi Abduksi Adduksi Rotasi interna 15 37 7 5 4 7 67 8 10 0 83 15 10 Bangkit dari kursi 0 112 20 17 0 93 15 -

Rotasi eksterna 9 Lutut Ekstensi Fleksi Pergelangan kaki Dorsofleksi Plantarfleksi 0 70 10 15

Latihan ROM rutin setiap hari dengan periode weight bearing dan non weight bearingpenting untuk menjaga kesehatan sendi. Pada individu tertentu diperlukan latihan yang didesain khusus sesuai impaiment dan pathologi sendinya. Umumnya petunjuk untuk latihan fleksibilitas menurut American College of Sports Medicine

(ACSM) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) adalah sebagai berikut. Tabel 3.3. Rekomendasi untuk latihan fleksibilitas5

3.1.2. Latihan Penguatan Kelemahan otot, terutama otot quadrisep, telah diketahui sangat berhubungan dengan OA lutut. Kelemahan quadrisep pada OA lutut disebabkan oleh inhibisi neuromuskuler yang terjadi karena nyeri dan efusi, dan disuse atrophy karena inaktivitas. Penelitian menunjukkan bahwa kelemahan otot quadrisep juga bisa terjadi sebelum OA dan menjadi faktor resiko terjadinya OA lutut. Oleh karena itu penguatan otot quadrisep menjadi fokus dalam latihan penguatan untuk pasien OA lutut. Latihan penguatan bisa dibedakan menjadi isometrik, isotonik, dan isokinetik. Latihan penguatan isometrik adalah bentuk latihan statik dimana otot berkontraksi dan menghasilkan forcetanpa perubahan panjang otot dan sedikit/tanpa gerakan sendi. Latihan isometrik digunakan jika pasien tidak dapat mentoleransi gerakan sendi berulang, misalnya pada sendi yang nyeri atau inflamasi. Latihan isometrik mudah dipelajari dan bisa meningkatkan kekuatan otot dengan cepat, tetapi manfaat fungsionalnya terbatas. Latihan penguatan isotonik adalah latihan penguatan dinamik dengan beban konstan dimana otot berkontraksi memanjang (eksentrik) atau memendek (konsentrik) di sepanjang luas gerak sendinya. Kontraksi eksentrik menyebabkan stress yang lebih besar tetapi menghasilkan kekuatan otot yang lebih besar pula. Latihan isotonik bemanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot, daya tahan, dan power. Latihan isokinetik adalah latihan dengan gerak terkendali sehingga gerakan terjadi melalui suatu rentang sendi pada kecepatan angular yang konstan selama otot memendek atau memanjang dengan beban dapat bervariasi. Menurut deLisa latihan ini jarang digunakan karena memerlukan peralatan isokinetik untuk latihan dan hubungannya dengan aktivitas fungsional masih belum jelas. Walaupun

demikian, beberapa penulis mengatakan bahwa latihan isokinetik dapat menguatkan otot lebih efisien dibandingkan latihan isotonik. Latihan penguatan juga bisa dibedakan menjadi latihan closed kinetic chain (bagian distal ekstremitas terfiksasi) dan open kinetic chain (bagian distal ekstremitas bebas). Latihan open kinetic chain memungkinkan penderita melakukan penguatan secara spesifik pada satu gerakan/otot pada satu sendi, misalnya penguatan ekstensor lutut, tetapi latihan ini meningkatkanshear forces pada sendi sehingga bisa menimbulkan eksaserbasi OA lutut. Quadricep setting, SLR, dan PRE dengan quadriceps bench adalah contoh latihan open kinetic chain. Latihan closed kinetic chain menyebabkan shear forces yang lebih kecil dan lebih menyerupai aktivitas sinergis dan firing pattern untuk aktivitas sehari-hari. Contoh latihan closed kinetic chain untuk OA lutut antara lain partial/mini squat, wall slides, dan lunge. Latihan penguatan dimulai dengan latihan penguatan isometrik (brief isometric exercise) karena latihan ini tidak melibatkan gerakan sendi dan tidak memperberat gejala OA lutut. Sendi lutut diposisikan pada posisi yang nyaman (biasanya posisi ekstensi) dan kemudian otot quadrisep dikontraksikan maksimal selama minimal 6 detik, minimal dilakukan 2 kali sehari.Sambil melakukan kontraksi otot pasien diminta untuk menghitung dengan suara keras untuk menghindari manuver Valsava. Penggunaan elastic belt atau rubber loop yang terbuat dari tire inner tube ( ban dalam) merupakan cara praktis untuk mendapat feedback proprioseptif saat otot berkontraksi isometrik melawan tahanan. (gambar3.1).

Gambar 3.1. Latihan isometric counterrresistance antara otot quadrisep dengan gluteal dan hamstring kontralateral menggunakan elastic band atau belt loop di pergelangan kaki.

Kontraksi isometrik harus ditahan minimal 6 detik untuk memungkinkan tercapainya puncak tegangan otot dan perubahan metabolik di otot, dan tidak boleh lebih dari 10 detik karena akan menyebabkan otot cepat kelelahan/fatique.

Latihan quadricep setting adalah contoh latihan penguatan isometrik otot quadrisep dengan fokus pada kontraksi vastus medialis obliq. Latihan dilakukan dengan pasien posisi supine atau duduk dan lutut posisi ekstensi dan pergelangan kaki dorsifleksi. Pasien diberi perintah tekan lutut anda ke bawah, dan kencangkan otot paha. Kontraksi ditahan selama 10 detik, istirahat beberapa detik, dan kemudian kontraksi lagi. Latihan dilakukan 8-12 kali repetisi, diulang beberapa kali sehari. Jika pasien merasa kurang nyaman, bisa ditambahkan gulungan handuk di bawah lutut.

Gambar 3.2. Latihan quadrisep setting15 Latihan stright leg rising (SLR) adalah latihan penguatan isometrik otot quadrisep dengan fokus pada otot rectus femoris. Latihan ini juga melibatkan kontraksi dinamik otot fleksor hip. Posisi pasien supine dengan lutut ekstensi. Untuk menstanbilkan pelvis dan punggung bawah, hip dan lutut kontra lateral diposisikan fleksi, kaki diletakkan netral di alas latihan. Pasien diperintahkan untuk mengkontraksikan quadrisep, kemudian tungkai diangkat sekitar 45o fleksi hip sambil lutut tetap ekstensi. Tungkai ditahan pada posisi tersebut selama 10 hitungan kemudian tungkai diturunkan. Sesuai dengan kemampuan pasien, tungkai bisa diturunkan 30o atau 15o fleksi hip untuk menambah beban pada quadrisep, atau dengan menambahkan beban di pergelangan kaki.

Gambar3.3. Latihan straight leg rising (tanpa beban dan dengan beban). Untuk menghindari cedera pada otot, berikan tahanan secara bertahap, serta turunan kontraksi otot secara bertahap pula. Hal ini membantu peningkatan tegangan/tension otot secara bertahap, menjamin kontraksi otot yang bebas nyeri, dan menghindari resiko gerakan sendi yang tidak terkontrol. Menahan nafas (valsava manuver) sering terjadi saat penderita melakukan latihan isometrik. Hal ini harus dihindari karena bisa meningkatkan tekanan darah dengan cepat. Rhytmic breathing dengan penekanan pada ekspirasi saat melakukan kontraksi otot, harus dilakukan saat melakukan latihan isometrik untuk mengurangi resiko tersebut. Latihan isometrik dengan intensitas tinggi merupakan kontra indikasi bagi penderita dengan gangguan jantung dan vaskuler. Progressive resistance exercise (PRE) adalah latihan penguatan isotonik dinamik dengan beban yang ditingkatkan secara bertahap. Latihan penguatan dengan PRE lebih baik untuk menjaga dan meningkatkan fungsi otot, mengurangi nyeri sendi, dan meningkatkan fungsi pasien OA lutut. Salah satu metode untuk PRE adalah metode DeLorme-Watkins yang terdiri dari serial kontraksi otot dengan beban meningkat sehingga pada akhir latihan otot mengangkat beban yang maksimal. Latihan ini bisa dilakukan dengan NK table/quadirceps bench. Caranya adalah sebagai berikut :

a.

Tentukan beban maksimal 10 kali repetisi (10 repetition maximal resistance/ 10 RM), yaitu beban maksimal yang bisa diangkat oleh otot 10 kali pada luas gerak sendi penuh . Pasien kemudian diminta melakukan latihan : 10 kali repetisi dengan beban dari 10 RM 10 kali repetisi dengan beban dari 10 RM 10 kali repetisi dengan beban 10 RM penuh

b.

c. d.
e.

pasien beristirahat sebentar ( 5 menit) diantara bout latihan pada prosedur ini sudah termasuk latihan pemanasan karena awalnya pasien mengangkat beban hanya dan RM nilai 10 RM ditingkatkan setiap minggu sesuai dengan peningkatan kekuatan otot.

Gambar 3.4. Latihan penguatan quadrisep dengan quadrisep bench/NK table. Wall slides adalah salah satu latihan penguatan closed kinetik chain untuk otot quadrisep. Caranya, penderita berdiri bersandar pada dinding dengan jarak antara kaki dengan dinding sekitar 1 kaki(32cm), kemudian punggung digeser ke bawah samapi lutut fleksi sekitar 20-30o. Jika ditambahkan kontraksi quadrisep sebelah medial dengan menjepit bola diantara kedua lutut maka penguatan terutama ditujukan untuk otot vastus medialis. Kontraksi ditahan selama 10 detik, kemudian penderita menaikkan kembali badannya. Latihan diulang 8-12 kali dengan istirahat diantara kontraksi. Otot vastus medialis merupakan otot yang paling sering mengalami kelemahan diantara kelompok otot quadrisep dan bisa menyebabkan gerakan patella yang tidak normal.

Gambar 3.5 . Wall slides15 Latihan penguatan otot sangat penting untuk pasien OA lutut karena otot yang lemah bisa menambah disfungsi/kerusakan/gangguan pada sendi dan otot yang kuat akan melindungi sendi. Walaupun demikian harus dihindari latihan penguatan yang menyebabkan bertambanya kerusakan dan nyeri sendi. Caranya dengan melakukan latihan isometrik pada posisi-posisi yang bebas nyeri (multiple angle isometric in pain free positions), melakukan latihan beban pada luas gerak sendi yang tidak nyeri, dan latihan di kolam. Latihan dengan beban pada luas gerak sendi 4590o fleksi cenderung menimbulkan nyeri patelofemoral karena gaya kompresi pada patella. 3.1.3. Latihan Aerobik Latihan aerobik penting untuk penderita OA lutut karena pada penderita OA lutut sering terjadi penurunan kapasitas aerobik sebagai akibat kurangnya aktivitas. Manfaat latihan aerobik antara lain meningkatkan kapasitas aerobik, kekuatan otot, daya tahan, serta pengurangan berat badan. Selain itu latihan aerobik juga dapat menyebabkan pelepasan opioid endogen, serta memperbaiki gejala depresi dan kecemasan. Latihan aerobik bisa dilakukan di darat dan di air (aquaterapi). Bentuk latihan aerobik yang dianjurkan adalah berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobik, dan senam aerobik di kolam. Berenang dan latihan di kolam menimbulkan stress sendi yang lebih ringan dibandingkan bentuk latihan aerobik yang lain. Setiap sesion latihan aerobik harus diawali oleh latihan pemanasan yang terdiri dari latihan ROM dan diikuti oleh pendinginan dan peregangan.

Jika latihan jalan kaki atau jogging menyebabkan gejala yang dikeluhkan pasien bertambah berat, intensitas latihan harus dikurangi atau bentuk latihan dirubah. Alas kaki yang baik sangat penting dan latihan lebih baik dilakukan di permukaan yang lunak. Untuk dapat meningkatkan kapasitas aerobik heart rate yang harus dicapai adalah 60-80% dari target heart rateuntuk latihan selama 2030 menit, 3-4 kali seminggu. Naik turun tangga juga merupakan bentuk latihan aerobik yang baik, tapi menyebabkan joint loading yang maksimal pada hip dan lutut sehingga tidak dianjurkan untuk pasien OA lutut dan hip. Latihan dengan sepeda statik dilakukan dengan setting lutut ekstensi saat pedal sepeda berada di bawah. 13,16 Tingkat beban diatur bertahap mulai dari minimal sampai sedang. Latihan dilakukan 5 menit dengan beban ringan selama 2 hari, kemudian beban dinaikkan dan waktu ditambah 5 menit. Setiap peningkatan level dilatih selama 3 hari sampai waktu latihan 20-30 menit.

Gambar 3.6. Latihan dengan sepeda statik16 Berikut adalah rekomendasi petunjuk latihan daya tahan kardiovaskular dan muskuloskletal untuk pasien OA lutut dan hip dengan awal latihan menggunakan intensitas dan durasi yang paling rendah, kemudian secara bertahap ditingkatkan. Tabel 3.4. Petunjuk latihan daya tahan kardiovaskuler dan daya tahan otot5

3.1.4. Latihan Fungsional Pasien OA lutut sering mengalami gangguan aktivitas seperti naik turun tangga, duduk dan bangkit dari kursi atau toilet, atau mengambil benda dari lantai. Perlu dilakukan latihan yang bertujuan mengatasi gangguan fungsional khusus yang dialami pasien. Latihan ini berupa latihan penguatan dengan modifikasi aktivitas sehari-hari. Contohnya adalah sebagai berikut:
-

Latihan step-up dan step down : latihan naik dan turun tangga. Wall slides dan mini squat sampai 90o atau sebatas toleransi: bertujuan melatih aktivitas duduk dan berdiri dari duduk dengan bantuan lengan, serta menentukan perlu tidaknya adaptasi tinggi kursi untuk fungsi yang lebih aman.

Gambar 3.7. Mini squat dan wall slide15


-

Partial lunge : bertujuan melatih mekanika tubuh yang efektif untuk mengambil benda di lantai dengan konsentrasi pada kontrol otot trunk saat melakukan gerakan. Pasien diajarkan untuk mengkontraksikan otot abdomen untuk menstabilkan pelvis saat melakukan gerakan lunge.

Gambar 3.8. Lunge


-

Latihan keseimbangan dan proprioseptif, dimulai bila pasien mempunyai kemampuan kontrol yang baik, misalnya dengan berjalan sepanjang garis sempit, latihan dengan bola Swiss, atau latihan keseimbangan dengan wobble board. Latihan Tai Chi juga efektif untuk memperbaiki keseimbangan pada penderita OA. Menurut deLisa belum ada metode paling baik untuk mengoptimalkan keseimbangan pada penderita OA, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa latihan penguatan dan latihan aerobik dengan berjalan memperbaiki stabilitas postural penderita OA 12

Gambar 3.9. Latihan dengan bola Swiss17


-

Latihan ambulasi : penggunaan alat bantu jalan dikurangi ketika kekutan otot quadrisep membaik ( MMT 4/5) atau nyeri berkurang. Latihan ambulasi dilakukan pada permukaan yang bervariasi, naik turun ramp, pertama dengan bantuan kemudian mandiri.

3.2. Edukasi dan Home Exercise Program

Edukasi dan program latihan di rumah merupakan hal yang penting bagi penderita OA. Edukasi yang diberikan terutama tentang penyakit OA, prinsip perlidungan sendi, bagaimana manajemen gejala OA, dan program latihan di rumah. Program yang diberikan adalah latihan yang aman dilakukan di rumah berupa latihan penguatan otot, latihan luas gerak sendi, dan latihan enduran/daya tahan. Pasien dengan berat badan lebih dianjurkan untuk mengurangi berat badannya. Proteksi dan pemeliharaan sendi lutut antara lain dengan menghindari gerakan fleksi yang berlebihan, menghindari memposisikan sendi pada satu posisi dalam waktu yang lama, menghindari overuse, mengontrol berat badan, mengurangi beban pada sendi yang nyeri, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, mendistribusikan tekanan, menggunakan otot dan sendi yang paling kuat, dan menggunakan gerakan dengan biomekanik yang baik. Home exercise program atau program latihan di rumah sangat penting bagi pasien OA lutut. Kepatuhan jangka panjang untuk melakukan latihan di rumah merupakan tujuan yang utama karena sangat berhubungan dengan perbaikan fungsi fisik penderita OA. Berikut contoh leaflet latihan di rumah untuk pasien OA.

Gambar 3.6. Latihan untuk OA10

BAB 4 PENUTUP

Osteoarthritis adalah penyakit sendi degeneratif yang mengenai kartilago sendi yang sangat sering terjadi. Terjadinya penyakit ini dipengaruhi oleh genetik, usia, metabolisme, dan gerakan-gerakan pada sendi. OA pada lutut sering terjadi karena lutut merupakan sendi penyangga berat tubuh yang utama. Impairmen yang sering timbul pada OA antara lain nyeri yang sering muncul karena stress mekanik atau aktivitas di lutut yang berlebihan, nyeri waktu istirahat pada OA stadium lanjut, stiffness sendi, keterbatasan luas gerak sendi, kelemahan otot (terutama otot quadrisep), gangguan proprioseptif dan keseimbangan, serta gangguan aktivitas sehari-hari. Jika tidak diatasi bisa timbul disabilitas sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA. Latihan merupakan bagian penting dalam manajemen pasien dengan OA lutut. Tujuan program latihan pada pasien OA adalah mengurangi impairmen dan memperbaiki fungsi, melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut, serta mencegah disabilitas dan menurunnya kesehatan yang terjadi sekunder karena inaktivitas dengan meningkatkan level aktifitas fisik sehari-hari dan memperbaiki daya tahan fisik.

Penelitian menunjukkan bahwa latihan pada OA relatif aman tetapi harus disusun secara individual dengan mempertimbangkan usia, faktor komorbid, dan mobilitas pasien secara umum.Cochrane Database of Systematic Review dan Philadelpia Panel Evidence-Based Clinical Practice Guidelines menyimpulkan bahwa latihan penguatan. peregangan, latihan aerobik dan latihan fungsional terbukti mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi fisik pada penderita OA.13 Latihan juga dapat meningkatkan fleksibilitas, memperbaiki aliran darah dan kerja jantung, menjaga/menurunkan berat badan, memperbaiki mood, dan meningkatkan daya tahan tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schumacher Jr, H; Ralph, MD; Klippel, John H, MD; Koopman, William J, MD. Osteoarthritis : Epidemiology, Pathology, and Pathogenesis. In : Primer on the Rheumatic Diseases. 10th ed. Arthritis Foundation. Atlanta, 1993. p.184-190 2. Herry Isbagio, Bambang SH . Masalah dan Penanganan Osteoarthritis Sendi lutut. Cermin Dunia Kedokteran. 1995. hal 8-11 3. Reni H. Masduchi. Rehabilitasi Nyeri pada Sendi Degeneratif. SMF/Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSU dr.Soetomo/FK UNAIR. PKB Rehabilitasi Medik, Surabaya, 2005. 4. Brandt KD. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoatrhritis. 2nd ed. Professional Communications Inc. Caddo, 2000. p 53-65, 117-135 5. Brandt KD, Doherty M, Lohmander LS. Osteoarthritis. 2nd ed. Oxford University Press. New York, 2003. p 1-7, 299-308 6. Cailliet R. Knee Pain and Disability. F.A Davis Company. Philadelpia, 1980. p1-3, 97 7. Moskowitz RW, Altman RD, et al. Osteoarthritis Diagnosis and Medical/Surgical Management. 4th ed. Lippincot Williams-Wilkins. 2007. p28, 258-263 8. Elyas E. Pendekatan Terapi Fisik pada Osteoarthritis. Pertemuan Ilmiah Tahunan PERDOSRI 2002. Bidang Pendidikan da LAtihan Pengurus Besar PERDOSRI. Jakarta, 2002. hal 53-63

9. Tulaar ABM. Peran Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik pada Tatalaksana Osteoarthritis. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest. Februari 2006. hal 46-54 10. The National Institute of Health. Osteoarthritis Symptoms and Treatments. (online). Available from : http//www.heartspring.net 11. Angela BMT. Rehabilitasi Medik pada Osteoarthrits. Cermin Dunia Kedokteran. 1995. hal 32-34 12. Stitik TP, Foye PM, et al . Osteoarthritis. In : DeLisa J, editor. Physical Medicine & Rehabilitation Principles and Practice. 4th ed. Lippincot WilliamsWilkins, 2005. p 765-785 13. Kisner C, Cosby LA. Therapeutic Exercise Foundation and Technique. 5th ed. F.A. Davis Company. Philadelpia, 2007.p 149-222, 314-316, 744-751, 14. Swezey LS. Rehabilitation of Arthritis and Allied Condition. In : Krusens Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation. WB Saunders. Philadelpia, 1990. p 679-700. 15. Erstad S. Patellar tracking disorders : Exercises. (Online). Available from :http//www. Cigna.com 16. Pain exercises. Painexercise.net Knee Pain Exercise. (online). Available from:http//

17. OToole FW. Exercise in the treatment of musculoskeletal disease . In : Exercise Therapy Prevention and Treatment of Disease. Blackwell Publishing. Oxford, 2005. http://fisioterapishartanto.blogspot.com/2011/11/osteoarthritis-oa.html

You might also like