You are on page 1of 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang sangat penting dalam
dunia pendidikan. Melalui pelajaran matematika diharapkan siswa semakin
mampu berhitung, menganalisa, berpikir kritis, serta menerapkan matematika
dalam kehidupan sehari - hari.
Matematika sebagai salah satu pengetahuan mendasar yang sangat
penting dan sangat dibutuhkan dalam perkembangan teknologi saat ini, dimana
tujuan pembelajaran matematika yang dikemukakan Sihombing (2006:16-17)
yaitu:
1. Melatih cara berpikir dalam bernalar atau menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistens, dan inkonsistens.
2. Mengembangkan aktifitas yang menyebabkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan, mengembangkan pemikiran divergen orisinal, rasa ingin
tahu, membuat prediksi, dan dugaan sementara serta mencobacoba.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan.

Namun kenyataannya, masih banyak siswa lemah dalam pelajaran
matematika. Ini dapat dilihat dari pencapaian nilai rata-rata hasil belajar Tes
diagnostik matematika siswa pada materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel (SPLDV) di kelas X Akuntansi 1 SMK-BM Raksana Medan Tahun
Ajaran 2010/2011 adalah 46,93 dengan populasi 27 orang siswa dan persentase
ketuntasan klasikal 22,22% dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) adalah
65.
Banyaknya siswa yang lemah dalam pelajaran matematika di kelas X
Akuntansi 1 SMK-BM Raksana Medan pada Tahun Ajaran 2010/2011 sangat
memprihatinkan. Menurut Trianto (2009: 5) menyatakan bahwa: Masalah utama
dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih
rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta
2
didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya
merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak
menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya
belajar itu. Dalam arti, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih
memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk
berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya.
Dari permasalahan di atas, perlu diterapkan suatu model pembelajaran
matematika yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model
pembelajaran kooperatif dapat dijadikan model alternatif yang diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Menurut Johnson & Johnson (dalam Trianto, 2009: 57) menyatakan bahwa
tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun
secara kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai
tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan balajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya.
Numbered Head Together ( NHT ) atau penomoran berpikir bersama
adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan alternatif terhadap struktur kelas
tradisional serta melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang
tercakup dalam suatu pelajaran.
Menurut Pakpahan, dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa:
Terdapat peningkatan hasil belajar siswa kelas VII SMP N 2
Pangaribuan T. A 2008/2009 dengan Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together). Diperoleh nilai
rata-rata untuk tes awal 33,7 untuk tes akhir pembelajarannya di
siklus I adalah 43. Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada
siklus I sebesar 29%. Tes awal untuk siklus II diperoleh nilai rata-
rata 43,3 dan untuk tes akhir pembelajarannya sebesar 76. Untuk
3
siklus II peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 76%.
Setelah di Uji dengan Uji signifikan t berpasangan maka hasilnya
menunjukkan bahwa secara umum terjadi perubahan signifikan.

Dari penelitian di atas terlihat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil
belajar matematika siswa. Oleh sebab itu, peranan guru dan siswa dalam proses
belajar dan mengajar sangat penting agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih model pembelajaran kooperatif
tipe NHT karena jenis pembelajaran kooperatif dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan alternatif terhadap struktur kelas tradisional serta
melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan peneliti memilih topik sistem persamaan kuadrat dua variabel
(SPLDV) yang diajarkan pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk
meningkatkan hasil belajar siswa di kelas X SMK-BM Raksana Medan karena
hasil tes diagnostik pada materi pokok sistem persamaan linear dua variabel
(SPLDV) masih rendah yaitu nilai rata-rata kelas adalah 46,93 dengan populasi 27
orang siswa dan persentase ketuntasan klasikal 22,22% dengan KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimum) adalah 65.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul: Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
(SPLDV) di kelas X SMK-BM Raksana Medan Tahun Ajaran 2010/2011.

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
masalah yang timbul sebagai berikut :
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah. (Ini dapat dilihat dari
pencapaian nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa di kelas di
kelas X Akuntansi 1 SMK-BM Raksana Medan Tahun Ajaran
4
2010/2011 adalah 46,93 dengan populasi 27 orang siswa dan
persentase ketuntasan klasikal 22,22%).
2. Siswa kesulitan memahami materi dan menyelesaikan soal-soal sistem
persamaan linear dua variabel.
3. Perlu adanya Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Head Together) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di kelas
X SMK-BM Raksana Medan Tahun Ajaran 2010/2011.

1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan dalam identifikasi
masalah, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel di kelas X SMK-BM Raksana Medan Tahun Ajaran
2010/2011.

1.4. Rumusan Masalah
Dengan pembatasan masalah di atas yang menjadi rumusan masalah
adalah: Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) pada
Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di kelas X SMK-BM
Raksana Medan Tahun Ajaran 2010/2011 ?.

1.5. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) pada Pokok Bahasan Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel di kelas X SMK-BM Raksana Medan Tahun
Ajaran 2010/2011.

5
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
masukan yang berarti terhadap peningkatan kualitas pendidikan, terutama:
1. Untuk guru diharapkan bermanfaat dalam upaya meningkatkan
kualitas pembelajaran khususnya dalam pelajaran matematika di
SMK-BM Raksana Medan khususnya pada kelas X
2. Untuk siswa, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya
meningkatkan hasil belajar sehingga kompetensi dalam mata palajaran
matematika dapat tercapai secara optimal.
3. Untuk komponen terkait yakni Komite Sekolah dan Dewan
Pendidikan hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai
masukan dalam menyusun program peningkatan kualitas sekolah.
4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang sejenis.


















6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan hal yang tidak akan pernah dipisahkan dari kehidupan
kita, belajar pada diri manusia terjadi dari ia lahir hingga ia meninggalkan dunia
ini. Banyak para ahli mendefinikan tentang belajar, diantaranya :
Menurut Slameto (2003:2) menyatakan bahwa: Belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sabagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. sedangkan Menurut Gagne (dalam Slameto,
2003: 13) menyatakan bahwa: Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh
motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
Kemudian Menurut Hamalik (2008: 37) menyatakan bahwa: Belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Selain itu Menurut Usman (2004: 5) menyatakan bahwa: belajar adalah sebagai
proses tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan
individu dengan lingkungannya. Hal ini Senada dengan Menurut Syah (1995: 92)
menyatakan bahwa: Belajar adalah tahapan perubahan tingkah laku individu
yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan
tingkah laku tersebut meliputi perubahan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan
perubahan lainnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan manjadi sopan.
Kriteria keberhasilan dalam belajar ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah
laku pada diri individu yang belajar. Sedangkan belajar matematika menurut
Nurhadi (2004: 203) adalah belajar ilmu pasti. Belajar ilmu pasti berarti belajar
6
7
bernalar. Jadi, belajar matematika berarti berhubungan dengan penalaran. Selain
itu, manfaat belajar matematika adalah mengembangkan kemampuan menghitung,
mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Teori-teori Belajar Modern yang melandasi Model Pembelajaran
Kooperatif Numbered Head Together.

1. Teori Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di
dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,
dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-
ide mereka sendiri.
2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan
interaksi anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget
yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan
penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa
interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan
berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat
pemikiran itu menjadi lebih logis.
3. Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky
Teori Vygotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari
pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi
jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun
tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka. Vygotsky yakin
bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam
percakapan dan kerja sama antar-individu sebelum fungsi mental yang lebih
tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

8
2.1.3. Teori-teori Peningkatan Hasil Belajar
Hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi
kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan
belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat
menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk
keseluruhan kelas maupun individu.
(http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pengertian-hasil-belajar.html)
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2000: 250-251), hasil belajar
merupakan hasil proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Pelaku
aktif pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Hasil
belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah dan tingkat nasional.
Dengan ukuran-ukuran tersebut, seorang siswa yang keluar dapat digolongkan
lulus atau tidak lulus.
Menurut Hamalik (2008: 159), evalusi hasil belajar adalah keseluruhan
kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran
dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar dalam
upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar
menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan
indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar itu
merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah dan
tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut, seorang siswa yang keluar dapat
digolongkan lulus atau tidak lulus. Hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar,
9
sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan
tingkah laku siswa. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan
pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

2.2. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa lebih mudah
memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.
Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan
masalah-masalah yang kompleks.
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,
kemampuan, jenis kelamin, suku/ ras, dan satu sama lain saling membantu.
Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan
kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan
kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok
adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling
membantu teman kelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. (Trianto,
2009: 56)
Menurut Johnson & Johnson dan Sutton (dalam Trianto) , terdapat lima
unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:
1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam belajar
kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai
satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses
kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa
dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil
terhadap suksesnya kelompok.
2. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan
meningkatkan interaksi siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan
membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling
memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan
seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk
10
mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan
dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif
adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari
bersama.
3. Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam belajar
kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu siswa
yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekadar
membonceng pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman
sekelompoknya.
4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif,
selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa
dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam
kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan
menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.
5. Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses
kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan
bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat
hubungan kerja dengan baik.
Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang
membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar
kooperatif menurut Slavin (dalam Trianto), adalah sebagai berikut:
1. Penghargaan Kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai
kriteria yang ditentukan.
2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok
tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung
jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan
setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang
lain.
3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu
kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini
11
memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-
sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua
anggota kelompok sangat bernilai.

2.2.1. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Johnson & Johnson (dalam Trianto) menyatakan bahwa tujuan pokok
belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan
prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.
Sedangkan Zamroni (dalam Trianto) mengemukakan bahwa manfaat penerapan
balajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya
dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat
mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif,
diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik
yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran
yang melibatkan siswa bekerja secara berkalaborasi untuk mencapai tujuan
bersama (Eggen and Kauchak, 1996:279 dalam Trianto). Pembelajaran kooperatif
disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan pada siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi,
pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun guru.
Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat
memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok
atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. (Trianto, 2009:
59).


12
Menurut Nurhadi (2004, 116), ada banyak alasan mengapa pembelajaran
kooperatif dikembangkan. Berikut beberapa keuntungannya.
1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan
komitmen.
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan egois.
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
7. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai
perspektif.
10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan
lebih baik.
11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama,
dan orientasi tugas.











13

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran kooperatif.
Langkah-langkah itu ditunjukkan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
Siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi
kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan ajar.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan
Belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
Fase-5
Evaluasi


Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan
kelompok.

2.2.2. Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen
(1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut.
14
Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan
struktur empat fase sebagai sintaks NHT:
a. Fase 1: Penomoran
Dalam fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan
kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5
b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat Tanya.
c. Fase 3: Berpikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
d. Fase 4: Menjawab
Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya
sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas.

Kelebihan Numbered Head Together
(dalam http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/14/numbered-heads-together/)
adalah:
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

2.2.3. Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together Dalam
Matematika
Pembelajaran kooperatif dalam matematika akan dapat membantu para
siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika. Para siswa secara
individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya menyelesaikan
masalah-masalah matematika yang banyak dialami para siswa. Adapun langkah-
langkah model Numbered Head Together dalam matematika dapat dirumuskan
sebagai berikut:
15
Langkah-1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru
menyampaikan indikator pembelajaran yang ingin dicapai.
Langkah-2 : Menyajikan Informasi. Guru memberikan informasi kepada siswa
bagaimana prosedur model Numbered Head Together.
Langkah-3 : Penomoran (Numbering). Guru membagi siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 3-5 orang dan tiap
kelompok heterogen yaitu, kelompok yang dibentuk terdiri dari
tingkat kemapuan akademis tinggi, sedang, dan rendah. Dan kepada
setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5 sebagai pengganti
identitas.
Langkah-4 : Mengajukan Pertanyaan/ Pemberian Tugas. Guru memberikan
lembar berisi soal-soal latihan yang harus didiskusikan bersama
kepada setiap anggota kelompok dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
Langkah-5 : Berpikir Bersama (Head Together). Setiap anggota kelompok
berpikir, berdiskusi, saling bertukar ide, bertukar pengetahuan dan
pengalaman untuk menyesuaikan tugas yang diberikan secara
bersama-sama. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap
paling benar dan memastikan tiap anggota kelompok mengetahui
jawaban itu. Pada saat diskusi kelompok sedang berlangsung, guru
memantau dan mengarahkan keterampilan bekerjasama, mendorong
siswa untuk berdialog dan berdiskusi antar teman dalam satu
kelompok, dan membimbing siswa untuk memahami pertanyaan atau
soal yang diberikan.
Langkah-6 : Pemberian Jawaban. Guru memanggil salah satu nomor, kemudian
siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
Guru meminta tanggapan dari siswa yang lain, kemudian guru
menunjuk nomor yang lain.
Langkah-7 : Penghargaan. Guru memberikan penilaian terhadap hasil belajar
masing-masing kelompok dan memberikan penghargaan kepada
kelompok dengan hasil yang terbaik.
16

2.2.4. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
2.2.4.1. Pengertian Persamaan Linear Dua Variabel
Bentuk umum persamaan linear dua variabel (PLDV) dengan variabel x
dan y dapat dinyatakan sebagai berikut.
c by ax = + dengan a, b, dan R c e

DEFINISI
Sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) adalah sistem persamaan
yang mempunyai bentuk sebagai berikut.

= +
= +
2 2 2
1 1 1
c y b x a
c y b x a

. , , , ,
2 1 2 1 2 1
real bilangan adalah c c dan b b a a dengan
2.2.4.2. Penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel
Pasangan nilai x dan y yang memenuhi persamaan c by ax = + dinamakan
sebagai penyelesaian dari persamaan tersebut. Untuk menentukan himpunan
penyelesaian dari sistem persamaan linear dapat digunakan cara berikut.
a. Metode grafik
b. Metode eliminasi
c. Metode substitusi
d. Metode campuran (eliminasi dan substitusi)
a. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode
Grafik
Lankah-langkah Untuk menentukan penyelesaian sistem persamaan linear
dua variabel dengan memakai metode grafik adalah sebagai berikut.
Langkah 1:
Gambarkan grafik dari masing-masing persamaan pada sebuah bidang Cartesius.
Langkah 2:
a. Jika kedua garis berpotongan pada satu titik, maka himpunan
penyelesaiannya tepat memiliki satu anggota.
17
b. Jika kedua garis sejajar, maka himpunan penyelesaiannya tidak memiliki
anggota. Dikatakan himpunan penyelesaiannya adalah himpunan kosong.
c. Jika kedua garis itu berimpit, maka himpunan penyelesaiannya memiliki
anggota yang tak hingga banyaknya.
Contoh: 1. Tentukan himpunan penyelesaian persamaan 2x + 3y = 6 dan
2x + y = -2 dengan metode grafik!
Jawab : Pada persamaan 2x + 3y = 6
Untuk 2 0 = = y x
3 0 = = x y
Jadi, grafik 2x + 3y = 6 melalui titik (0, 2) dan (3, 0).
Pada persamaan 2x + y = -2
Untuk 2 0 = = y x
1 0 = = x y
Jadi, grafik 2x + y = -2 melalui titik (0, -2) dan (-1, 0).




(-3, 4) 4
2
-3 -1 3
-2




Jika kita perhatikan grafik di atas, kedua garis lurus dari kedua persamaan
berpotongan di satu titik, yaitu (-3, 4). Dengan demikian diperoleh
himpunan penyelesaiannya adalah {(-3, 4)}.

18
b. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode
Eliminasi
Untuk menentukan penyelesaian sistem persamaan eliminasi digunakan
langkah-langkah sebagai berikut.
1) Menyamakan koefisien dari variabel yang akan dihilangkan dengan cara
mengalikan kedua sistem persamaan dengan bilangan yang sesuai.
2) Melakukan operasi penjumlahan atau pengurangan untuk menghilangkan
salah satu variabel.
Contoh. Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear

=
= +
9 4 2
1 3
y x
y x
dengan metode eliminasi!
Jawab:
4
28 7
27 3 6 3 9 2
1 3 1 1 3
=
=
+ = =
= + = +
x
x
y x x y x
y x x y x

1
7 7
_ 9 2 1 9 2
2 6 2 2 1 3
=
=
= =
= + = +
y
y
y x x y x
y x x y x

Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {(4, -1)}

c. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode
Substitusi
Metode substitusi berarti menggantikan atau menyatakan salah satu
variabel dalam variabel lain. Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dua
variabel dengan metode substitusi digunakan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Mengubah salah satu variabel menjadi fungsi terhadap variabel lainnya pada
salah satu persamaan.
2) Variabel yang sudah menjadi fungsi disubstitusikan ke persamaan lainnya.
Contoh: Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear

= +
= +
8 2 3
2
y x
y x
dengan metode substitusi!


19
Jawab:
Dari x y y x = = + 2 2
Persamaan y = 2 x, disubstitusikan ke persamaan:
4
8 2 4 3
8 ) 2 ( 2 3 8 2 3
=
= +
= + = +
x
x x
x x y x

Nilai x = 4 disubstitusikan ke persamaan:
2
4 2 2
=
= =
y
y x y

Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah ={(4, -2)}.

d. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan metode
Gabungan Eliminasi dan Substitusi
Metode ini dilakukan dengan cara mengeliminasikan salah satu variabel
kemudian dilanjutkan dengan mensubstitusikan hasil dari eliminasi tersebut.
Metode ini dipandang sebagai metode yang paling efektif digunakan dalam
penyelesaian sistem persamaan linear.
Contoh: Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear

=
= +
5 3
1 7 3
y x
y x
dengan metode gabungan eliminasi dan substitusi!
Jawab:
1
16 16
_ 15 9 3 3 5 3
1 7 3 1 1 7 3
=
=
= =
= + = +
y
y
y x x y x
y x x y x


Substitusikan nilai y = -1 ke dalam x 3y = 5, sehingga
( )
2
5 3
5 1 3
=
= +
=
x
x
x

Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {(2, -1)}.
20
2.2.4.3. Aplikasi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Banyak permasalahan dalam keseharian yang dapat diselesaikan dengan
menggunakan bentuk sistem persamaan linear. Dalam hal ini, kita dituntut untuk
dapat menerjemahkan soal-soal berupa cerita atau informasi ilmiah ke dalam
model matematika yang berbentuk sistem persamaan linear dua variabel.
Contoh:
Pak Yudi membeli tiket masuk tempat rekreasi sebanyak 2 lembar untuk dewasa
dan 3 lembar untuk anak-anak dengan harga Rp10.250,00. joko membeli tiket 3
lembar untuk dewasa dan 1 lembar untuk anak-anak dengan harga Rp9.250,00.
jika Andhika membeli tiket 1 lembar untuk dewasa dan 1 lembar untuk anak-anak
dengan menggunakan selembar uang Rp10.000,00, berapakah uang kembalian
yang diterima Andhika?
Jawab: Misalnya, harga 1 tiket untuk dewasa = x rupiah
harga 1 tiket untuk anak-anak = y rupiah
maka diperoleh sistem persamaan
2x + 3y = Rp10.250,00(1)
3x + y = Rp9.250,00(2)
Eliminasi persamaan (1) dan (2), sehingga diperoleh
) 3 ...( 750 . 1
250 . 12 7
_ 500 . 18 2 6 2 250 . 9 3
750 . 30 9 6 3 250 . 10 3 2
=
=
= + = +
= + = +
y
y
y x x y x
y x x y x

Substitusikan persamaan (3) ke persamaan (1), sehingga diperoleh
( )
500 . 2
000 . 5 2
250 . 10 750 . 1 3 2
250 . 10 3 2
=
=
= +
= +
x
x
x
y x

Jadi, uang kembalian yang diterima Andhika adalah
= Rp10.000,00 (x + y)
= Rp10.000,00 2.500 1.750
= Rp5.750,00
21
2.3. Kerangka Konseptual
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together)
bertujuan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head
Together), siswa dibagi dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 3
5 orang untuk mempelajari pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel. Model ini juga mengajak setiap siswa untuk lebih aktif dan
bekerjasama, dimana setiap siswa dalam kelompok diberikan nomor yang
berbeda-beda. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa dan setiap siswa
dalam kelompok menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban itu. Guru
memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai
mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk
seluruh kelas.
Dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together),
siswa dapat bekerjasama dan belajar dalam Menyelesaikan Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel dengan metode Grafik, metode Eliminasi, metode substitusi,
metode Gabungan Eliminasi dan Substitusi, dan Aplikasi Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

2.4 Hipotesis Tindakan
Terdapat peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah menerapkan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) pada
Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di kelas X SMK-BM
Raksana Medan Tahun Ajaran 2010/2011.


22

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas X SMK-BM Raksana Medan yang
beralamatkan di jalan Gajah Mada No. 20 Medan.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di semester ganjil di kelas X SMK-BM
Raksana Medan Tahun Ajaran 2010/2011.
3.2. Subjek dan Objek Penelitian
3.2.1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Akuntansi 1 SMK-BM
Raksana Medan Tahun Ajaran 2010/2011 yang berjumlah 27 orang siswa.
3.2.2. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV).
3.3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action
research) dengan menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT yang
dilakukan dengan tujuan meningkatkan hasil belajar siswa di kelas. Penelitian ini
bertujuan untuk mengungkap kendala dan kesulitan yang dialami siswa dalam
menyelesaikan permasalahan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dan
menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel .
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Pendekatan kualitatif berguna untuk menemukan data yang berbentuk kata-kata
seperti hasil observasi. Sedangkan pendekatan kuantitatif berguna untuk
menemukan data hasil belajar siswa yang berbentuk angka yaitu dari tes hasil
belajar siswa.
22
23

3.4. Variabel Penelitian
Definisi variabel penelitian adalah gejala yang bervariasi dan merupakan
objek penelitian.
- Variabel bebas : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Head Together).
- Variabel terikat : Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok
Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di kelas X
SMK-BM Raksana Medan Tahun Ajaran 2010/2011.

3.5. Prosedur Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan
kelas, maka penelitian ini memiliki beberapa tahapan yang berupa siklus. Tiap
siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang akan dicapai. Pada penelitian
ini jika siklus I tidak berhasil yaitu hasil belajar siswa belum mencapai
ketuntasan, maka dilaksanakan siklus II. Siklus akan berhenti jika hasil belajar
siswa mencapai ketuntasan secara klasikal. Dalam penelitian ini direncanakan
hanya sampai 2 siklus.

SIKLUS I
1. Permasalahan
Dalam siklus ini permasalahan diperoleh dari data tes diagnostik yang
diberikan kepada siswa dan hasil wawancara dengan guru yang memperoleh nilai
di bawah 65 atau tidak tuntas. Tes diagnostik yang diberikan berupa soal-soal
materi prasyarat untuk mempelajari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel,
sehingga dari hasil tes diagnostik peneliti dapat menduga kesulitan yang dialami
siswa dalam memahami Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Bila belum mencapai kriteria ketuntasan belajar dari setiap siklus maka
diperlukan suatu cara untuk mengatasi kesulitan ini, antara lain dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif.

24

2. Tahap Perencanaan Tindakan I
Pada tahap perencanaan tindakan ini, hal-hal yang dilakukan adalah :
a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berisikan langkah-
langkah kegiatan dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together).
b. Mempersiapkan sarana pendukung pembelajaran yang mendukung
pelaksanaan tindakan, yaitu : (1) buku ajar untuk siswa, (2) buku untuk
peneliti yang berisi skenario pembelajaran.
c. Mempersiapkan instrumen penelitian, yaitu : (1) lembar observasi untuk
mengamati kegiatan belajar-mengajar.

3. Pelaksanaan Tindakan I
Setelah tahap perencanaan tindakan I disusun, maka tahap selanjutnya
adalah pelaksanaan tindakan I, yaitu sebagai berikut:
a. Melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together). Dalam hal ini, peneliti
bertindak sebagai guru, sedangkan guru mata pelajaran matematika kelas X
SMK BM Raksana bertindak sebagai pengamat yang akan memberi
masukan selama pembelajaran sedang berlangsung.
b. Guru menjelaskan materi pembelajaran dengan strategi NHT dengan terlebih
dahulu menjelaskan langkah kerja model pembelajaran dengan strategi NHT.
c.. Pada akhir tindakan, diberikan tes hasil belajar kepada siswa untuk melihat
letak kesulitan belajar siswa dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa atau ketuntasan hasil belajar siswa.

4. Observasi I
Observasi dilakukan secara bersamaan pada saat pelaksanaan
tindakan pembelajaran. Pada tahap ini, guru bidang studi matematika kelas X
SMK-BM Raksana Medan mengamati perilaku peneliti yang bertindak sebagai
guru selama proses belajar-mengajar berlangsung, yaitu untuk mengetahui apakah
25
peneliti telah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah
dirancang dan untuk melihat kesesuaian tahapan Numbered Head Together dalam
pembelajaran tersebut.
Setelah selesai observasi, dilanjutkan dengan diskusi antar guru dengan
peneliti untuk memperoleh balikan. Balikan ini sangat diperlukan untuk
memperbaiki proses penyelenggaraan tindakan. Observasi hanya 2 pertemuan
karena yang pertama untuk melihat kegiatan mengajar peneliti dan yang kedua
adalah untuk melihat kegiatan belajar siswa.

5. Analisis Data I
Analisis data dilakukan melalui tiga tahap yaitu reduksi data, paparan
data dan membuat kesimpulan.
- Reduksi Data
data yang diperoleh direduksi agar data itu lebih sederhana dengan
cara menyeleksinya dengan mengelompokkan data-data dalam
beberapa kategori kemudian mengorganisasikannya sehingga
diperoleh informasi yang bermakna. Kegiatan ini bertujuan untuk
melihat kelemahan siswa selama dalam pembelajaran dan tindakan apa
yang dilakukan untuk memperbaiki kelemahan tersebut.
- Paparan Data
setelah data direduksi, maka data tersebut dipaparkan dalam bentuk
naratif agar data tersebut lebih jelas dan mudah dipahami.
- Membuat Kesimpulan
Dalam kegiatan ini ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan.

6. Refleksi I
Tahap ini dilakukan untuk mengambil keputusan perencanaan tindakan
selanjutnya berdasarkan hasil analisis data dari pemberian tindakan pada siklus I
yang mencakup :
26
- Kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal mengenai Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV).
- Hasil belajar siswa dalam menguasai materi Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel (SPLDV) yang dilihat dari ketuntasan belajar siswa.
- Menentukan tindakan yang harus diambil guna memperbaiki segala kekurangan
yang terjadi sehingga pembelajaran berikutnya menjadi lebih baik.
Kesimpulan yang diambil kemudian digunakan sebagai dasar untuk
tahap perencanaan pada siklus II.

SIKLUS II
Bila hasil perbaikan yang diharapkan belum tercapai pada siklus I, maka
tindakan masih perlu dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus II diadakan
perencanaan kembali dengan mengacu pada hasil refleksi pada siklus I. Siklus II
merupakan hasil kesatuan dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi , analisis, serta refleksi seperti yang dilakukan pada siklus I. Secara
lebih rinci, prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas (Tim Pelatih Proyek
PGSM:27), dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

3.5. Alat Pengumpul Data
SIKLUS I
Permasalahan Alternatif Pemecahan
(Rencana tindakan I
Pelaksanaan tindakan I
Observasi I Analisis data I Refleksi I Terselesaikan
SIKLUS II
Belum
Terselesaikan
Alternatif Pemecahan
(Rencana tindakan II)
Pelaksanaan tindakan
II
Observasi II Analisis data II Refleksi II Terselesaikan
Belum Terselesaikan Siklus Selanjutnya
27
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau sebagai alat ukur
penilaian hasil belajar dalam penelitian ini adalah tes dan observasi.
3.5.1. Tes Hasil Belajar
Tes sebagai alat ukur penilaian hasil belajar dilakukan pada setiap akhir
siklus. Tes diberikan kepada siswa. Tes diberikan untuk melihat hasil belajar
siswa. Tes yang pertama disebut tes hasil belajar pertama sedang pada akhir siklus
II disebut tes hasil belajar kedua. Tes yang diberikan berbentuk tes uraian (essay
tes). Sebelum digunakan terlebih dahulu peneliti memvalidkan berdasarkan
pendapat para ahli sebagai validator.
3.5.2. Lembar Observasi
Observasi sebagai alat ukur penilaian hasil belajar dilakukan secara
bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan pembelajaran. Pada tahap ini, guru
bidang studi matematika kelas X SMK-BM Raksana Medan mengamati perilaku
peneliti yang bertindak sebagai guru selama proses belajar-mengajar berlangsung,
yaitu untuk mengetahui apakah peneliti telah melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan skenario yang telah dirancang dan untuk melihat kesesuaian tahapan
Numbered Head Together dalam pembelajaran tersebut.

3.6. Analisis Data
3.6.1. Reduksi Data
Setelah tes mengenai penyajian data diberikan, selanjutnya dikoreksi hasil
pekerjaan siswa, dipelajari dan ditelaah untuk menggolongkan dan
mengorganisasikan jawaban-jawaban siswa.

3.6.2. Menyajikan Data
kegiatan analisis berikutnya adalah penyajian data yang diartikan sebagai
kumpulan data yang terorganisasikan, sehingga memungkinkan adanya
kesimpulan.
a). Tingkat Penguasaan Siswa
Menurut Nurkancana (dalam Sidabariba, 2010: 32) kategori penguasaan
siswa adalah sebagai berikut:
28



Tabel 2.2 Tingkat Penguasaan Siswa
Tingkat Penguasaan Kategori
90% - 100%
80% - 89%
65% - 79%
55% - 64%
0% - 54%
Kemampuan Sangat Tinggi
Kemampuan Tinggi
Kemampuan Sedang
Kemampuan Rendah
Kemampuan Sangat Rendah
Dikatakan mencapai tingkat penguasaan siswa baik apabila mencapai
kriteria paling sedikit kemampuan sedang.
b). Ketuntasan hasil belajar Siswa
Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan
sistem persamaan linear dua variabel telah meningkat atau tidak dapat dilihat dari
hasil tes yang mereka peroleh setiap siklusnya. Dimana setiap skor masing-
masing tes yang diberikan akan dilihat ketuntasannya baik secara perorangan
maupun secara klasikal dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Menurut Usman (Andiny, 2010: 36)
i) . Daya serap perorangan
% 100 x
Q
P
DSP =
Keterangan:
DSP : Daya Serap Perorangan
P : Skor yang diperoleh siswa
Q : Skor maksimal
Dengan Kriteria Peningkatan Hasil Belajar sebagai berikut:
% 65 % 0 < s DSP siswa tidak tuntas dalam belajar
% 100 % 65 < s DSP siswa sudah tuntas dalam belajar
Secara individu seorang siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika DSP
siswa tersebut telah mencapai paling sedikit 65%.
29
ii). Daya serap klasikal
% 100 x
N
M
DSK =
Keterangan:
DSK : Daya Serap Klasikal
M : Banyak siswa yang telah tuntas belajar
N : Banyak siswa seluruhnya
Dengan Kriteria Peningkatan Hasil Belajar sebagai berikut:
% 85 % 0 < s DSK Kelas belum tuntas dalam belajar
% 100 % 85 < s DSK Kelas sudah tuntas dalam belajar
Suatu kelas dikatakan tuntas dalam belajar, jika DSK telah mencapai paling
sedikit 85%. Apabila paling sedikit 85% siswa telah mencapai daya serap klasikal,
berarti hasil belajar matematika siswa telah meningkat, maka tujuan penelitian
telah tercapai dan siklus tidak perlu dilanjutkan. Untuk mengetahui ada tidaknya
peningkatan siswa dengan menggunakan model numbered head together dapat
dilihat dari deskriptif skor tes hasil belajar. Setiap skor tes akhir tersebut akan
dibandingkan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar. Hasil belajar dikatakan
meningkat apabila DSP dan DSK meningkat dari pembelajaran sebelumnya.
Usman (2004: 26) mengemukakan tentang ketuntasan belajar siswa secara
individual dan klasikal yaitu:
1. Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar jika siswa tersebut telah
mencapai skor paling sedikitnya 65% dari total skor.
2. Suatu kelas dikatakan telah tuntas belajar jika dalam kelas tersebut telah
mencapai skor paling sedikitnya 85% dari jumlah siswa seluruhnya yang
telah mencapai skor 65%.
c). Observasi
Menurut Soogito (Limbong, 2009: 33), perhitungan nilai akhir setiap
observasi ditentukan berdasarkan:
i
a
B
S
N = , dimana:
a
N = Nilai Akhir
S = Skor yang diperoleh
30

i
B = Banyak item


pedoman untuk melihat aktivitas guru dapat dilihat dari:
Tabel 2.3 Pedoman untuk melihat Aktivitas Guru
Tingkat Kategori
1,0 1,5 Sangat Kurang
1,6 2,5 Kurang
2,6 3,5 Baik
3,6 4,0 Sangat Baik
Penilaian hasil belajar setiap siswa mengacu pada ketuntasan hasil belajar
yang ditetapkan yaitu paling sedikit siswa memperoleh nilai 65, maka dikatakan
siswa tersebut tuntas dalam belajar. Untuk melihat peningkatan hasil belajar
siswa, yaitu dengan membandingkan ketuntasan belajar siswa dari tiap siklus.

3.6.3. Indikator Alat Ukur Tentang Peningkatan Hasil Belajar
1. Seorang siswa dikatakan tuntas dalam belajar, jika DSP (Daya Serap
Perorangan) siswa tersebut telah mencapai paling sedikit 65%.
2. Suatu kelas dikatakan tuntas dalam belajar, jika DSK (Daya Serap
Klasikal) telah mencapai paling sedikit 85%.
3. Tingkat penguasaan siswa baik apabila mencapai kriteria paling sedikit
kemampuan sedang.

3.6.4. Kriteria keberlanjutan siklus materi
1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas dikatakan berhenti jika:
a. Seorang siswa telah tuntas belajar dan mencapai skor paling
sedikitnya 65% dari total skor.
b. Suatu kelas telah tuntas belajar dan mencapai skor paling
sedikitnya 85% dari jumlah siswa seluruhnya yang telah mencapai
skor 65%.
2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas dikatakan belum berhenti jika:
31
a. Seorang siswa belum tuntas belajar dan belum mencapai skor
paling sedikitnya 65% dari total skor.
b. Suatu kelas belum tuntas belajar dan belum mencapai skor paling
sedikitnya 85% dari jumlah siswa seluruhnya yang telah mencapai
skor 65%.
3.6.5. Pengujian Hipotesis
Untuk melihat adanya perbedaan nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada
tes diagnostik dan tes hasil belajar I (siklus I) atau melihat adanya perbedaan nilai
rata-rata yang diperoleh siswa pada siklus I dan siklus II atau terjadi peningkatan
nilai rata-rata yang diperoleh siswa maka digunakan uji-t.
menguji hipotesis digunakan uji t dengan rumus :
2 1
1 2
1 1
n n
S
X X
t
hitung
+

=
Dengan :
( ) ( )
( ) 2
1 1
2 1
2
2 2
2
1 1 2
+
+
=
n n
S n S n
S
Dimana :
n
1
= jumlah sampel pada siklus I
n
2
= jumlah sampel pada siklus II

1
X = skor rata-rata pada siklus I

2
X = skor rata-rata pada siklus II
S = simpangan baku gabungan
S
1
= simpangan baku pada siklus I
S
2
= simpangan baku pada siklus II
Dengan H
o
= hasil belajar siklus II tidak lebih baik dari siklus I
H
1
= hasil belajar siklus II lebih baik dari siklus I
Kriteria pengujiannya adalah H
o
diterima jika
tabel hitung
t t < dan tolak H
o
atau
terima H
1
jika t memiliki harga lain. Derajat kebebasasn untuk distribusi t adalah
dk = (n
1
+ n
2
-2) dengan taraf signifikan 05 , 0 = o .

You might also like