You are on page 1of 24

Askep Impetigo

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Penyakit kulit karena infeksi bakteri yang sering diterdapat pada bayi disebut pioderma. Pioderma disebabkan oleh bakteri gram positif staphyllococcus, terutama S. aureus dan streptococcus atau keduanya. Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan atau kanker dan sebagainya atau adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit terganggu. Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Sebenarnya infeksi kulit, selain disebabkan oleh bakteri gram positif seperti pada pioderma, dapat pula disebabkan oleh bakteri gram negatif, misalnya Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, E. coli dan klebsiella. Seperti yang dijelaskan sebelumnya Penyebab yang umum ialah bakteri gram positif, yakni streptokokus dan stafilokokus. Terdapat beberapa jenis pioderma salah satunyayaitu impetigo. Impetigo, yaitu merupakan salah satu bentuk pioderma yang paling sering menyerang anak-anak, terutama yang kebersihan badannya kurang dan bisa muncul di bagian tubuh manapun setelah terjadi cidera pada kulit, seperti luka maupun pada infeksi virus herpes simpleks. Paling sering ditemukan di wajah, lengan dan tungkai. Pada dewasa, impetigo bisa terjadi setelah penyakit kulit lainnya. Impetigo bisa juga terjadi setelah suatu infeksi saluran pernafasan atas (misalnya flu atau infeksi virus lainnya). B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mngetahui konsep dasar dari asuhan keperawatan untuk penyakit pada system integumen, khusunya untuk kelompok kami membahas asuhan keperawatan pada impetigo. Kemudian, tujuan yang lebih khusunya adalah untuk melatih kita dalam menyusun atau membuat asuhan keperawatan dari pengkajian sampai pada evaluasi. C. Masalah

Masalah yang muncul adalah, apa yang dimaksud dengan pioderma, etiologi, gejala, manifestasi klinik, penatalksanaannya serta bagaimana asuhan keperawatannya?

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN IMPETIGO

KONSEP DASAR A. Definisi

Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda, 56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007). Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau cacar monyet (Djuanda, 56-57:2005). B. Klasifikasi

Jenis impetigo yaitu : 1. Impetigo contagiosa (tanpa gelembung cairan, dengan krusta/keropeng/koreng)

Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering muncul di muka, yaitu di sekitar hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya. Jenis ini biasanya berawal dari luka warna merah pada wajah anak, dan paling sering di sekitar hidung dan mulut. Luka ini cepat pecah, berair dan bernanah, yang akhirnya membentuk kulit kering berwarna kecoklatan. Bekas impetigo ini bisa hilang dan tak menyebabkan kulit seperti parut. Luka ini bisa saja terasa gatal tapi tak terasa sakit. Impetigo jenis ini juga jarang menimbulkan demam pada anak, tapi ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening pada area yang terinfeksi. Dan karena impetigo sangat mudah menular, makanya jangan menyentuh atau menggaruk luka karena dapat menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya. 2. Bullous impetigo (dengan gelembung berisi cairan)

Impetigo jenis ini utamanya menyerang bayi dan anak di bawah usia 2 tahun. Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Impetigo bulosa terdapat pada anak dan juga pada orang dewasa, paling sering muncul di ketiak, dada, dan punggung. Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula. Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel atau bula telah pecah. Impetigo ini meski tak terasa sakit, tapi menyebabkan kulit melepuh berisi cairan. Bagian tubuh yang diserang seringkali badan, lengan dan kaki. Kulit di sekitar luka biasanya berwarna merah dan gatal tapi tak terasa sakit. Luka akibat infeksi ini dapat berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih lama ketimbang serangan impetigo jenis lain

C.

Etiologi

Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007). Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 m, berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. (Brooks, 317:2005). Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin (Brooks, 332:2005). D. Patofisologi

Infeksi Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus dimana kita ketahui bakteribakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. Bakteri staph menghasilkan racun yang dapat menyebabkan impetigo menyebar ke area lainnya. Toxin ini menyerang protein yang membantu mengikat sel-sel kulit. Ketika protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat menyebar. Enzim yang dikeluarkan oleh Stap akan merusak struktur kulit dan adnya rasa gatal dapat menyebabkan terbentuknya lesi pada kulit. Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm, kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah. Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor),

bervariasi dari miliar sampai lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis. E. Epidemiologi

Impetigo terjadi di seluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak atau juga pada tempat dengan hygiene buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk (Cole, 1:2007). F. Faktor Predisposisi

Adapun factor predisposisi dari impetigo yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Kontak langsung dengan pasien impetigo Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik

(Sumber Beheshta, 2:2007). G. 1. Manifestasi Klinik Impetigo Krustosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005). Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus. Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu

(honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005). 2. Impetigo Bulos

Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersamasama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008). Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008). Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008). H. Pemeriksaan Penunjang

Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negative. Bisa dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara Staphylococcus dan Streptococcus (Brooks, 332:2005). I. Diagnosis Banding

1. Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama (kronik) dan kulit kering; penebalan pada lipatan kulit terutama pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah atau tangan bagian dalam. 2. Candidiasis (infeksi jamur candida): papul merah, basah; umumnya di daerah selaput lender atau daerah lipatan. 3. 4. Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitive yang kontak dengan zat-zat yang mengiritasi. Diskoid lupus eritematus: lesi datar(plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut.

5. Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis). 6. Herpes simpleks: vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi lecet tertutupi oleh krusta, biasanya pada bibir dan kulit.

7.

Gigitan serangga: Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.

8. Skabies: Papula yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada malam hari. 9. Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke tangan, kaki, dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama (Cole, 3:2007). J. Komplikasi

Sebenarnya impetigo tidaklah berbahaya, tapi kadang infeksi ini menyebabkan komplikasi serius meski jarang terjadi, Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal/ Poststreptococcal glomerulonephritis (PSGN) pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008). Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis (merupakan infeksi serius yang menyerang jaringan di bawah kulit dan dapat menyebar ke kelenjar getah bening serta memasuki aliran darah, Jika tak ditangani, cellulitis dapat mengancam jiwa), psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008) serta Infeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), kulit parut berubah warna terang atau gelap. K. Penatalaksanaan

Penanganan dini yang dapat dilakukan oleh ibu jika mendapati anaknya dengan tanda dan gejala impetigo yaitu : 1. Rendam bagian kulit yang sakit dalam air sabun selama 15-20 menit. Lakukan 2-3 kali sehari untuk melunturkan kerak pada kulit. 2. Gunakan sabun obat seperti Betadin. Anda dapat membelinya di apotek. Gosoklah kulit sakit yang mengering. 3. Oleskan salep obat seperti polysporin pada kulit yang sakit. Lakukan 2-3 kali sehari setelah kerak pada kulit hilang. Anda dapat membeli polysporin di apotek. 4. Tutup kulit yang sakit dengan perban yang bersih. Jangan biarkan anak menyentuh atau menggaruknya. 5. Lakukan beberapa hal berikut iniuntuk menghentikan penyebaran impetigo.

a. Cuci tangan Anda dengan sabun setelah menyentuh kulit anak Anda yang sakit atau pakaian maupun handuknya. b. c. Cuci tangan anak Anda sampai bersih. Potong pendek kuku tangan anak Anda. Jaga agar tangan anak Anda tidak menyentuh hidungnya.

d. Simpan pakaian, handuk, dan barang-barang anak Anda terpisah dengan anggota keluarga yang lain. Cucilah dengan sabun dan air panas. 6. a. b. c. d. e. Segera hubungi dokter jika: Menurut Anda anak Anda terjangkit ipetigo. Kulit yang sakit semakin meluas. Kulit yang sakit menjalar ke bagian tubuh yang lain. Anak Anda tampak sakit. Anak Anda mengalami pembengkakan atau sakit pada persendian, termasuk siku dan lutut.

Ada pun terapi yang dapat diberikan dari segi perawtan yaitu : 1. Terapi nonmedikamentosa

a. Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah b. Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak c. Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh

d. Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk mencegah penyebaran local e. f. 2. a. Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo krustosa. Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di bawah Terapi medikamentosa Terapi topikal

Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap antibiotik (Djuanda, 57:2005).

1)

Antiseptik

Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan menggunakan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30, 60, 90, dan 120 adalah sebanyak 0 koloni (Suswati, 6:2003). Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus (Suswati, 6:2003). 2) a) Antibiotik Topikal Mupirocin

Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan mupirocin topikal yang dibandingkan dengan pemberian eritromisin oral pada pasien impetigo yang dilakukan di Ohio didapatkan hasil sebagai berikut: Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan mupirocin topikal jauh lebih unggul dalam mempercepat penyembuhan pasien impetigo, meskipun pada awal kunjungan diketahui lebih baik penggunaan eritromisin oral, namun pada akhir terapi dan pada evaluasi diketahui jauh lebih baik mupirocin topikal dibandingkan dengan eritromisin oral dan penggunaan mupirocin topikal memiliki sedikit failure (Goldfarb, 1-3). b) Fusidic Acid

Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang dibandingkan dengan plasebo pada praktek dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo. dapat dilihat bahwa penggunaan plasebo jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan fassidic acid. c) Ratapamulin

Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun vankomisin resisten. Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri (Buck, 1:2007). Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien tersebut didapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada pasien-pasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan

mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya 52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan plasebo (Buck, 1:2007). d) Dicloxacillin

Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin sebagai terapi topical pada impetigo sebagai berikut: (Sumber: Primary Clinical Care Manual 2007) b. Terapi sistemik

1) Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu) a) Penicillin G procaine injeksi

Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari b) Ampicillin

Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac c) Amoksicillin

Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac d) Cloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin)

Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac e) Phenoxymethyl penicillin (penicillin V)

Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac 2) Eritromisin (bila alergi penisilin)

Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc 3) Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna) Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari 4) Penggunaan terapi antibiotik sistemik lainnya Pada penggunaan sistemik antibiotik lainnya yang dapat dipertimbangkan adalah, sebagai berikut: L. Pencegahan

Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya : 1. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan pasien, terutama apabila terkena luka. 2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita

3. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien 4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif) 5. 6. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih Jauhkan diri dari orang dengan impetigo

7. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan. 8. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu. (Sumber: Northern Kentucky Health Department, 1:2005). Prognosis Pada umumnya baik.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian

1. Identitas Penderita Dan Identita Orang Tua (Mencakup: Nama, Jenis Kelamin, Umur, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat) 2. Keluhan Utama. Misalnya Luka garukan di regio lumbal posterior dekstra

3. Riwayat Penyakit Sekarang. Misalnya : Menurut Ibu pasien mulai 10 hari yang lalu pasien mengeluhkan gatal pada regio lumbal posterior dekstra, tanpa adanya keluhan gatal di daerah lain. Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu digaruk oleh pasien kemudian vesikel pecah dan menimbulkan kerak. Vesikel-vesikel semakin lama semakin bertambah banyak dan menyebar. Pasien sudah dibawa berobat ke dokter, diberi salep dan tablet namun keluhan tidak berkurang. Akhirnya pasien berobat ke RSUD. 4. Riwayat Penyakit Dahulu. Misalnya : Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. 5. Riwayat Penyakit Keluarga. Ada atau tidak yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

6. Riwayat Pengobatan. Tanyakan, apakah Pernah berobat ke dokter umum? Apakah keluhan berkurang setelah diberi obat?. 7. 8. a. Riwayat Alergi. Kaji apakah ada riwayat alergi makanan atau obat atau jenis alergi lainnya. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis

Kesadaran: komposmentis Keadaan Umum: baik Kepala/Leher: dalam batas normal Thorak Cor : S1S2 tunggal, lain-lain dalam batas normal Pulmo: Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, lain-lain dalam batas normal Abdomen: Soepel, bising usus (+), lain-lain dalam batas normal Ekstremitas: dalam batas normal Genitalia: dalam batas normal b. Status Lokalis

Lokasi : regio lumbal dekstra bagian posterior

Efloresensi : Pada pemeriksaan didapatkan lesi kulit berupa papula berisi cairan keruh, tidak dikelilingi daerah eritematus, selain itu juga ditemukan bekas bula yang pecah berupa kulit yang eritematus dengan krusta tipis kecoklatan pada bagian tepi. B. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnose keperawatan yang dapat jita angkat adalah : 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik (garukan pada kulit yang gatal) 2. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan Daya tahan tubuh menurun, malnutrisi, proses inflamasi, dan prosedur infasif 3. 4. 5. C. 1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Kurang Pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan. Rencana Tindakan Dx.I

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Selama .x 24 jam diharapkan lapisan kulit klien terlihat normal, dengan KH : a. b. c. d. Integritas kulit yang bak dapat dipetahankan (sensasi, elastisitas, temperatur) Tidak ada luka atau lesi pada kulit Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit serta perawatan alami Perfusi jaringan baik

Rencana Tindakan a. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar

R : Baju yang longgar akan mengurangi gesekan baju pada kulit yang mengalami lesi e. Potong kuku dan jaga kebersihan tangan klien

R : kuku yang pendek akan mengurangi garukan pada impetigo dan menghindari keparahan terjadinya lesi f. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

R : kulit yang bersih dan kering akan mengurangi penyebaran atau perkembangbiakan dari bakteri

g.

Monitor kulit akan adanya kemerahan

R : untuk mengetahui perkembangan penyakit dan keefektifan tindakan yang telah dilakukan h. Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun (antiseptic)

R : air hangat akan mengurangi ruam dan membunuh bakteri. Sabun anti septic dapat mengurangi atau membunuh bakteri pada kulit. i. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic topical pada klien

R : antibiotic topical dapat memtus atau menghambat dari pertumbuhan bakteri stap dan kolaborasi dapat mmempercepat proses pemulihan j. Berikan pengetahuan pada klien agar jangan menggaruk lukanya

R : pengetahuan pasien pada proses pengobatan dapat mempercepat keberhasilan proses keperawatan 2. Dx.2

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . X24jam diharapkan klien tidak terjadi resiko infeksi dengan KH : a. b. c. d. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Menunjukkan perilaku hidup sehat Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan

Rencana Tindakan a. b. c. Monitor tanda dan gejala infeksi Monitor kerentanan terhadap infeksi Batasi pengunjung bila perlu

d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah meninggalkan pasien e. f. g. h. Pertahankan lingkngan aseptic selama pengobatan berlangsung Berikan perawatan kulit pada area epidema Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan,panas Inspeksi kondisi luka

i. j. 3.

Berikan terapi anibiotik bila perlu Ajarkan cara menghindari infeksi Dx. 3

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . X24jam diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri dengan KH : a. b. mengungkapan penerimaan atas penyakit yang di alaminya mengakui dan memantapkan kembali system dukungan yang ada

Rencana Tindakan a. Dorong individu untuk mengekspresian perasaan khususnya mengenai

pikiran, pandangan dirinya c. 4. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan kesehatan Dx. 4

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . X24jam diharapkan klien tidak cemas lagi dengan KH : a. b. c. Klien tidak resah Klien tampak tenang dan mampu menerima kenyaataan KLien mampu mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas

d. Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan bekurangnya kecemasan Rencana Tindakan a. b. c. d. e. f. 5. Identifiasi kecemasan Gunakan pendekatan yang menenangan Temani pasien untuk memberian keamanan dan mengurangi takut Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Berikan informasi faktual tentang diagnosis, tindakan prognosis Berikan obat untuk mengurangi kecamasan Dx. 5

Pasien menunjukkan pemahaman akan proses penyakit dan prosedur perawatan dengan Kriteria: Dapat menjelaskan status penyakit, pengobatan, paham akan perawatan yang dilakukan. a. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Ajarkan Tentang Proses Penyakit Tentukan tingkat pengetahuan pasien dan keluarga yang berhubungan dengan proses penyakit. Jelaskan patofisiologi penyakit dan hubungankan dengan anatomi dan fisiologi. Gambarkan tanda dan gejala penyakit. Gambarkan proses penyakit. Identifikasi penyebab yang mungkin. Sediakan informasi tentang kondisi pasien Berikan informasi tentang tindakan diagnostik. Gambarkan rasionalitas dari terapi/perawatan yang diberikan. Gambarkan komplikasi.

10) Diskusikan tentang perubahan gaya hidup pada pasien yang mungkin dibutuhkan. 11) Diskusikan tentang pilihan terapi/perawatan. 12) Sediakan waktu untuk mengeksplorasi pendapat kedua 13) Galisumber daya pendukung. 14) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenali tanda gejala dan melaporkannya. 15) Klarifikasi informasi yang diberikan oleh tim kesehatan lain sebelum informasi diberikan. Rasional : Untuk memfasilitasi daerah klien dan penggunaan layanan kesehatan yang tepat

Membantu klien dalam memahami informasi yang berhubungan dengan proses timbulnya penyakit secara khusus D. Agar klien mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan Agar klien memahami terhadap penanganan yang dilakukan / dianjurkan Agar klien mengalami aktivitas apa yang harus dilakukan Implementasi

Menurut Doenges (2000) implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensi-intervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Menurut Allen (1998) komponen dalam tahap implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan respon pasien terhadap asuhan keperawatan. E. Evaluasi

Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang ditetapkan yaitu meliputi ; kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan. Ibu dan keluarga akan mengembangkan koping yang efektif. Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin bahwa perawatan berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara efektif, dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan dan perkembangan yang sehat BAB III KESIMPULAN

1. Impetigo adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Stafilokokus aureus, Streptokokus grup A, atau kombinasi keduanya. 2. 3. Ada 2 jenis impetigo yaitu impetigo bulosa dan impetigo non-bulosa. Pengobatan impetigo adalah dengan antibiotik (dapat berupa salep atau antibiotik oral).

4. Menjaga kebersihan tubuh merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya impetigo pada anak.

I. Definisi

Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda, 56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007).

II. Sinonim Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau cacar monyet (Djuanda, 5657:2005).

III. Etiologi Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007). Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 m, berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. (Brooks, 317:2005). Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin (Brooks, 332:2005).

IV. Epidemologi

Impetigo terjadi di seluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak atau juga pada tempat dengan hygiene buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk (Cole, 1:2007).

V. Faktor Predisposisi o Kontak langsung dengan pasien impetigo o Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo o Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab o Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat o Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik (Sumber Beheshta, 2:2007).

VI. Manifestasi Klinis 1). Impetigo Krustosa Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005). Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus. Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).

2). Impetigo Bulosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersamasama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008). Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008). Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).

VI. Pemeriksaan Penunjang Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negative. Bisa dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara Staphylococcus dan Streptococcus (Brooks, 332:2005)

VII. Diagnosa Banding 1. Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama (kronik) dan kulit kering; penebalan pada lipatan kulit terutama pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah atau tangan bagian dalam. 2. Candidiasis (infeksi jamur candida): papul merah, basah; umumnya di daerah selaput lender atau daerah lipatan.

3. Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitive yang kontak dengan zat-zat yang mengiritasi. 4. Diskoid lupus eritematus: lesi datar(plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut. 5. Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis). 6. Herpes simpleks: vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi lecet tertutupi oleh krusta, biasanya pada bibir dan kulit. 7. Gigitan serangga: Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri. 8. Skabies: Papula yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada malam hari. 9. Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke tangan, kaki, dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama (Cole, 3:2007).

IX. Komplikasi Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna the. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008). Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).

X.Penatalaksanaan 1.Terapi nonmedikamentosa Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh

Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk mencegah penyebaran local Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo krustosa. Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di bawah

2.Terapi medikamentosa a. Terapi topikal Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap antibiotik (Djuanda, 57:2005). 1). Antiseptik Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan menggunakan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30, 60, 90, dan 120 adalah sebanyak 0 koloni (Suswati, 6:2003). Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus (Suswati, 6:2003). 2). Antibiotik Topikal Mupirocin Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan mupirocin topikal yang dibandingkan dengan pemberian eritromisin oral pada pasien impetigo yang dilakukan di Ohio didapatkan hasil sebagai berikut: Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan mupirocin topikal jauh lebih unggul dalam mempercepat penyembuhan pasien impetigo, meskipun pada awal kunjungan diketahui lebih baik penggunaan eritromisin oral, namun pada akhir terapi dan pada evaluasi diketahui jauh lebih baik mupirocin topikal dibandingkan dengan eritromisin oral dan penggunaan mupirocin topikal memiliki sedikit failure (Goldfarb, 1-3). Untuk penggunaan mupirocin topikal dapat dilihat pada tabel berikut: Fusidic Acid

Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang dibandingkan dengan plasebo pada praktek dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo dan didapatkan hasil sebagai berikut: Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan plasebo jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan fassidic acid. Ratapamulin Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun vankomisin resisten. Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri (Buck, 1:2007). Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien tersebut didapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada pasien-pasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya 52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan plasebo (Buck, 1:2007). Dicloxacillin Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin sebagai terapi topical pada impetigo sebagai berikut: (Sumber: Primary Clinical Care Manual 2007)

b.Terapi sistemik 1). Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu) a.Penicillin G procaine injeksi Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari b.Ampicillin Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari

Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac c.Amoksicillin Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac d.Cloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin) Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac e.Phenoxymethyl penicillin (penicillin V) Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac 2). Eritromisin (bila alergi penisilin) Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc 3). Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna) Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari 4). Penggunaan terapi antibiotik sistemik lainnya

XI.Pencegahan Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya : 1. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan pasien, terutama apabila terkena luka. 2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita 3. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien 4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)

5. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih 6. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo 7. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan. 8. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.

Sumber Referensi : - Northern Kentucky Health Department, 1:2005 - http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/asuhan-keperawatanpada-anakdengan.html

You might also like