You are on page 1of 11

Respon Bawaan Terinduksi Terhadap Infeksi

Respon bawaan terhadap infeksi akibat induksi tergantung pada sitokin dan kemokin yang diproduksi sebagai respon terhadap pengenalan patogen. Kemokin adalah sekelompok molekul chemoattractant yang berperan utama dalam migrasi leukosit. Molekul adhesi juga berperan utama pada proses ini. Kemokin dan sitokin yang diturunkan dari makrofag memulai respon fagosit melalui penarikan dan produksi fagosit baru, dan produksi molekul opsonisasi tambahan melalui reaksi fase akut. Sitokin yang dikenal dengan interferon yang diinduksi oleh infeksi virus dan sel NK (Natural Killer) semacam sel limfoid diaktivasi oleh interferon dengan kontribusinya dalam pertahanan tubuh bawaan melawan virus dan patogen intraseluler lainnya. Innate-like lymphocites (ILLs) berkontribusi dalam respon cepat terhadap infeksi dengan bereaksi awal dan menggunakan segmen gen antigen-reseptor yang terbatas untuk membuat reseptor imunoglobulin dan reseptor sel T. Respon bawaan akibat induksi dapat membersihkan infeksi dengan tuntas atau menahan infeksi tersebut sementara respon adaptatif berkembang. Respon imunitas adaptatif menggunakan banyak mekanisme efektor yang sama dengan yang digunakan oleh sistem imunitas bawaan, tapi imunitas adaptatif dapat mengontrol mekanisme tersebut dengan lebih baik. Karena itu, sel T antigen spesifik mengaktivasi sifat mikrobisid dan sitokin-secreting dari makrofag, antibodi mengaktivasi komplemen, beraksi sebagai opsonin langsung untuk fagosit dan menstimulasi sel NK untuk mematikan sel yang terinfeksi. Sebagai tambahan, respon imun adaptatif menggunakan sitokin dan kemokin dalam cara yang serupa dengan respon bawaan, untuk menginduksi respon inflamasi yang menyebabkan influks antibodi dan efektor limfosit ke daerah infeksi.

2-23. Makrofag yang teraktivasi mensekresi sekelompok sitokin yang memiliki efek lokal dan efek jauh yang bervariasi. Sitokin adalah protein kecil (kurang lebih 25 kDa) yang dilepaskan oleh berbagai sel dalam tubuh, biasanya akibat respon terhadap stimulus, dan mereka menginduksi respon dengan berikatan dengan resptor spesifik. Mereka dapat beraksi dalam sifat autokrin, mempengaruhi sel yang melepaskan sitokin; dalam sifat parakrin, mempengaruhi sel-sel di dekatnya; dan beberapa sitokin cukup stabil untuk berperan dalam sifat endokrin, yang dapat mempengaruhi sel-sel yang letaknya jauh, meskipun hal ini tergantung pada kemampuan mereka untuk masuk dalam sirkulasi dan waktu paruh mereka dalam darah. Sitokin yang disekresi oleh makrofag sebagai respon terhadap patogen adalah sekelompok molekul dengan struktur yang bervariasi, termasuk di antaranya interleukin-1 (IL-1), IL-6, IL-12, TNF-, dan kemokin CXCL8 (dulu dikenal sebagai IL-8). Nama interleukin (IL) diikuti oleh angka, dilakukan untuk menetapkan standar nomenklatur untuk molekul yang disekresi dan yang beraksi pada leukosit.

Ada dua kelompok struktural utama sitokin: kelompok hematopoietin, yang meliputi hormon pertumbuhan dan juga banyak interleukin yang berperan dalam imunitas bawaan dan adaptatif, dan kelompok TNF, dengan prototipe TNF-, yang juga berperan dalam imunitas bawaan dan adaptatif serta memiliki membran (membran-bound). Dari interleukin yang diturunkan dari makrofag, IL-6 termasuk dalam kelompok hematopoietin, TNF- adalah bagian dari kelompok TNF, dan IL-1 dan IL-12 memiliki struktur yang berbeda. Semuanya memiliki efek lokal dan sistemik yang penting yang berkontribusi dalam imunitas bawaan dan adaptatif.

Gambar 2.44. Sitokin penting yang disekresi makrofag dalam respon terhadap produk bakteri termasuk IL-1, IL-6, CXCL8, , IL-12, dan TNF-

Pengenalan berbagai kelas patogen oleh fagosit dan sel dendritik melibatkan signaling melalui berbagai reseptor, dan menghasilkan beberapa variasi dari sitokin yang terinduksi. Dengan cara ini, respon yang tepat dapat diaktivasi secara selektif saat sitokin yang dilepaskan memulai fase lanjut dari pertahanan tubuh.

2-24. Kemokin yang dilepaskan oleh fagosit dan sel dendritik menarik sel ke daerah infeksi Di antara sitokin yang dilepaskan jaringan pada fase awal infeksi adalah kelompok sitokin chemoattractant yang dikenal dengan nama kemokin. Protein kecil yang baru-baru saja ditemukan, berfungsi untuk menginduksi kemotaksis langsung pada sel responsif yang

dekat. Dulu dinamakan interleukin, di mana interleukin-8 (sekarang dikenal sebagai CXCL8) adalah kemokin pertama yang dikenali dan merupakan tipikal dari kelompok ini. Semua kemokin berhubungan dengan sekuens asam amino, dan reseptor mereka adalah protein transmembran seven-span yang memberikan sinyal melalui protein G berpasangan. Struktur atom dari reseptor kemokin belum dapat dideterminasi, tetapi mereka serupa dengan protein G berpasangan seven-span lain seperti rhodopsin dan reseptor asetilkolin muskarinik.

Gambar 2.45. Kemokin adalah kelompok protein dengan struktur serupa yang terikat pada reseptor kemokin. Gambar atas adalah CXCL8. Reseptor untuk kemokin adalah kelompok reseptor seven-span, termasuk di antaranya protein fotoreseptor rhodopsin dan reseptor lainnya. Gambar bawah adalah protein bakteri bacteriorhodopsin.

Fungsi kemokin terutama sebagai chemoattractant untuk leukosit, menarik monosit, netrofil, dan sel efektor lain dari darah ke daerah infeksi. Mereka dapat dilepaskan oleh berbagai tipe sel yang berbeda dan berperan dalam mengawal sel-sel yang terlibat dalam imunitas bawaan ke daerah infeksi. Mereka juga mengawal limfosit pada imunitas adaptatif. Beberapa kemokin juga berfungsi dalam perkembangan dan migrasi limfosit, serta dalam angiogenesis (pertumbuhan pembuluh darah baru).

Gambar 2.46. Karakter beberapa kemokin

Anggota dari kelompok kemokin umunya terbagi dalam 2 kelompok kemokin CC dengan dua sistein di dekat terminus amino, dan kemokin CXC, dimana residu dua sistein yang ekuivalen dipisahkan oleh asam amino tunggal. Dua kelompok kemokin beraksi pada set reseptor yang berbeda. Kemokin CC terikat pada reseptor kemokin CC yang berjumlah sembilan, yaitu CCR1-9. Kemokin CXC terikat pada reseptor CXC, yaitu CXCR1-6. Reseptor-reseptor ini diekpresikan pada tipe sel yang berbeda-beda, yang ditarik oleh kemokin yang berbeda-beda pula. Secara umum, kemokin CXC dengan motif tripeptida GluLeu-Arg muncul, segera sebelum sistein pertama memulai migrasi netrofil. CXCL8 adalah contoh dari tipe kemokin ini. CXC kemokin lain yang tidak memiliki motif ini, seperti kemokin limfosit B, mengawal limfosit ke tujuannya pada daerah sel B di limpa, nodus limfatikus, dan usus. Kemokin CC memicu migrasi monosit, limfosit, dan tipe sel lain. Contohnya adalah CCL2. CXCL8 dan CCL2 memiliki fungsi yang serupa namun saling melengkapi: CXCL8 menginduksi netrofil untuk meninggalkan aliran darah dan bermigrasi ke jaringan sekitarnya; CCL2, kebalikannya, bertindak pada monosit, menginduksi migrasi mereka dari aliran darah untuk menjadi makrofag jaringan. Kemokin CC lain seperti CCL5 dapat memicu terjadinya infiltrasi leukost ke jaringan, termasuk sel T efektor. Satu-satunya kemokin dengan hanya satu sistein (XCL1) awalnya disebut limfotaktin, dulu dianggap berfungsi untuk menarik prekursor sel T ke timus dengan berikatan pada XCR1. Kemokin seperti CXCL8 dam CCL2 berperan ganda pada penarikan sel. Pertama, mereka berperan pada leukosit ketika berputar sepanjang sel endotel pada daerah inflamasi, mengubah perputarannya menjadi ikatan yang stabil dengan memicu perubahan konformasi pada molekul adhesi yang dikenal sebagai integrin leukosit. Hal ini membuat leukosit dapat menyeberangi dinding pembuluh darah dengan proses ekstravasasi. Kedua, kemokin memimpin migrasi leukosit sepanjang gradien molekul kemokin yang terikat pada matriks ekstraseluler dan permukaan sel endotel. Gradien ini meningkat konsentrasinya pada daerah infeksi. Kemokin dapat diproduksi oleh berbagai tipe sel dalam respon terhadap produk bakteri, virus, dan agen-agen yang dapat menyebabkan kerusakan fisik, seperti silica, alum, atau kristal urat. Karena itu, infeksi atau kerusakan fisik pada jaringan akan menyebabkan produksi gradien kemokin yang mengarahkan fagosit ke tempat yang dibutuhkan. Sebagai tambahan, peptida yang bertindak sebagai chemoattractant untuk netrofil dibuat oleh bakteri sendiri. Peptida fMLP yang diproduksi oleh bakteri adalah faktor kemotatik poten untuk selsel inflamasi, terutama netrofil. Reseptor fMLP juga merupakan reseptor protein G berpasangan, seperti reseptor pada kemokin dan fragmen komplemen C5a, C3a, C4a. Karena itulah dikatakan ada mekanisme yang serupa dalam menarik netrofil, baik dengan fragmen komplemen, kemokin, atau peptida bakteri. Netrofil adalah sel-sel pertama yang sampai ke daerah infeksi dalam jumlah besar, dengan monosit dan sel dendritik muda ditarik kemudian. Komplemen peptida C5a dan kemokin CXCL8 dan CCL2 juga mengaktivasi sel target mereka masing-masing, jadi bukan hanya netrofil dan makrofag dibawa ke daerah potensi infeksi, tapi dalam prosesnya, mereka dipersenjatai untuk dapat melawan patogen yang akan mereka temui disana. Secara khusus, netrofil yang terekspos pada CXCL8 dan

sitokin TNF- diaktivasi untuk menghasilkan radikal oksigen dan oksida nitrit serta untuk melepaskan lisosom, sehingga berkontribusi dalam pertahanan tubuh dan detruksi jaringan serta pembentukan pus pada daerah lokal, terutama yang terinfeksi dengan bakteri pyogen. Kemokin tidak bertindak sendiri dalam penarikan sel. Kemokin juga membutuhkan aksi dari mediator vasoaktif untuk membawa leukosit ke dekat endotel pembuluh darah dan sitokin seperti TNF- untuk menginduksi molekul adhesi yang diperlukan pada endotel.

2-25. Molekul adhesi sel mengatur interaksi antara leukosit dan sel endotel selama respon inflamasi. Penarikan fagosit yang teraktivasi ke daerah infeksi adalah salah satu fungsi utama dari imunitas bawaan. Penarikan terjadi sebagai bagian dari proses inflamasi dan diperantarai oleh molekul adhesi sel yang diinduksi pada permukaan endotel pembuluh darah lokal. Kebanyakan molekul adhesi terutama pada leukosit, dinamai berdasarkan efek antibodi monoklonal spesifik yang diarahkan terhadap mereka, yang nantinya akan dikarakterisasi berdasarkan klon gennya. Karena itu, nama molekul adhesi ini tidak berhubungan dengan struktur mereka. Misalnya, leukosit functional antigens LFA-1, LFA-2, dan LFA-3 sebenarnya adalah anggota dari dua keluarga protein yang berbeda.

Gambar 2.47. Molekul-molekul adhesi yang terlibat dalam interaksi leukosit

Pada gambar 2.47, molekul adhesi dikelompokkan berdasarkan struktur molekulernya. Ada tiga kelompok molekul adhesi yang penting untuk penarikan leukosit. Selectins adalah glikoprotein membran dengan domain lectin-like distal yang mengikat kelompok karbohidrat spesifik. Anggota kelompok ini diinduksi endotel yang teraktivasi dan menginisiasi interaksi leukosit-endotel dengan berikatan pada ligan oligosakarida fukosilat leukosit. Tahap selanjutnya pada penarikan leukosit tergantung pada adhesi yang lebih erat, yang disebabkan oleh pengikatan molekul adhesi interseluler (ICAMs) endotel pada protein heterodinamik dari kelompol integrin leukosit. Integrin leukosit yang berperan pada ekstravasasi adalah LFA-1 (juga dikenal sebagai CD11a:CD18) dan CR3 (reseptor komplemen tipe 3, CD11b:CD18), dan keduanya berikatan pada ICAM-1 dan ICAM-2 (fig 2.48). Adhesi kuat antara leukosit dan sel endotel dipicu oleh induksi ICAM-1 pada endotel yang terinflamasi dan aktivasi perubahan konformasi LFA-1 dan CR3 yang terjadi akibat respon pengikatan kemokin oleh leukosit. Aktivasi endotel dipengaruhi oleh interaksi dengan sitokin makrofag, khususnya TNF-, yang menginduksi eksternalisasi cepat dari granuler yang disebut Weibel-Palade Bodies dalam sel endotel. Granul ini mengandung P-selectin, yang dihasilkan oleh permukaan endotel lokal setelah produksi TNF- oleh makrofag. Segera setelah P-selectin muncul di permukaan sel, mRNA encoding E-selectin disintesa dan dalam 2 jam, sel endotel terutama mengekspresikan E-selectin. Endotel memiliki ICAM-2 level rendah pada semua bed vaskulernya. Ini digunakan oleh monosit yang bersirkulasi untuk keluar dari pembuluh dan ke jaringan. Migrasi monosit terjadi terus-menerus. Namun, saat eksposur pada TNF-, ekpresi lokal dari ICAM-1 diinduksi pada endotel pembuluh kecil di dekat atau dalam fokus infeksi. ICAM-1 kemudian terikat pada LFA-1 atau CR3 pada monosit dan PMN yang bersirkulasi, khususnya netrofil.

Gambar 2.48. Adhesi fagosit pada endotel vaskuler diperantarai oleh integrin

2-26 Netrofil membuat gelombang sel pertama yang menyeberangi dinding pembuluh darah untuk memasuki daerah inflamasi Dalam kondisi normal, leukosit berada di tengah pembuluh darah kecil, dimana aliran darah paling cepat. Pada daerah inflamasi, pembuluh berdilatasi dan aliran darah yang lebih lambat membuat leukosit dapat keluar dari pusat pembuluh darah dan berinteraksi dengan endotel vaskuler. Bahkan tanpa adanya infeksi, monosit bermigrasi terus-menerus ke dalam jaringan, dimana mereka berdiferensiasi menjadi makrofag. Selama respon inflamasi, induksi molekul adhesi pada sel endotel oleh fokus infeksi, menarik sejumlah besar leukosit yang bersirkulasi, awalnya netrofil dan kemudian monosit, ke dalam daerah infeksi. Migrasi leukosit keluar dari pembuluh darah disebut ekstravasasi, terjadi dalam 4 tahap.

Gambar 2.49. Netrofil meninggalkan darah dan bermigrasi ke daerah infeksi dalam sebuah proses yang melibatkan interaksi adhesi yang diatur oleh sitokin turunan makrofag dan kemokin.

Tahap pertama melibatkan selectin. P-selectin muncul pada permukaan sel endotel dalam beberapa menit eksposur leukotriene B4, fragmen komplemen C5a, atau histamin, yang dilepaskan oleh sel mast sebagai respon terhadap C5a. Adanya P-selectin juga dapat diinduksi oleh eksposur TNF- atau LPS, dan keduanya memiliki efek tambahan dalam

menginduksi sintesis dari selectin kedua, E-selectin, yang akan muncul pada permukaan endotel sel beberapa jam setelahnya. Interaksi dari P-selectin dan E-selectin dengan glikoprotein leukosit membuat monosit dan netrofil menempel ke dinding pembuluh sehingga leukosit yang bersirkulasi dapat terlihat berputar sepanjang endotel yang telah terkena sitokin. Interaksi adhesi ini membuat interaksi yang lebih kuat pada tahap selanjutnya dalam migrasi leukosit. Tahap kedua ini bergantung kepada interaksi antara integrin leukosit LFA-1 dan CR3 dengan molekul pada endotel seperti ICAM-1, yang juga dapat diinduksi pada sel endotel oleh TNF-, dan ICAM-2 (Gambar 2.49). LFA-1 dan CR3 biasanya menempel dengan lemah, tapi CXCL8 atau kemokin lain yang terikat pada proteoglikan pada permukaan sel endotel, terikat pada reseptor kemokin spesifik pada leukosit dan memberi sinyal pada sel untuk memicu perubahan konformasi LFA-1 dan CR3 pada leukosit yang berputar, yang meningkatkan sifat adhesi netrofil. Hasilnya leukosit menempel kuat pada endotel dan perputarannya berhenti. Pada tahap ketiga leukosit berekstravasasi atau menyeberang dinding endotel. Tahap ini melibatkan LFA-1 dan CR3, begitu pula interaksi adhesi lebih lanjut yang melibatkan molekul immunoglobulin-related yang disebut PECAM atau CD31, yang ada pada leukosit dan pada intercelluler junction sel endotel. Interaksi ini membuat fagosit dapat menyelip di antara sel endotel. Fagosit kemudian berpenetrasi ke membran dasar dengan bantuan enzim yang menghancurkan matriks protein ekstraseluler dari membran dasar. Pergerakan melalui membran dasar disebut diapedesis dan diapedesis ini mengakibatkan fagosit dapat masuk ke jaringan jaringan subendotelial. Tahap keempat dan terakhir dari ekstravasaisi adalah migrasi leukosit melalui jaringan dibawah pengaruh kemokin. Kemokin seperti CXCL8 dan CCL2 diproduksi pada daerah infeksi dan terikat pada proteoglikan dalam maktriks ekstraseluler dan pada molekul yang sama pada permukaan sel endotel, yang kemudian membentuk gradien kemokin matrixassociated pada permukaan solid dimana leukosit dapat bermigrasi ke fokus infeksi (Gambar 2.49). CXCL8 dilepaskan oleh makrofag yang pertama menghadapi patogen dan menarik netrofil, yang masuk ke jaringan terinfeksi dalam jumlah besar pada tahap pertama dari respon induksi. Influksnya biasanya memuncak dalam 6 jam pertama respon inflamasi, dimana nantinya monosit akan ditarik melalui aksi kemokin seperti CCL2. Saat sampai di daerah inflamasi, netrofil dapat mengeliminasi banyak patogen melalui fagositosis. Netrofil bertindak sebagai efektor fagositik pada respon imun bawaan melalui reseptor yang mengopsonisasi atau menangkap agen infeksius dan komponen turunannya melalui pengenalan imun bawaan dan dengan pengenalan patogen secara langsung.

2-27 TNF- adalah sitokin yang penting dalam memicu penahanan lokal infeksi tapi dapat menginduksi syok jika dilepaskan secara sistemik Mediator inflamasi juga menstimulasi sel endotel untuk menghasilkan protein yang memicu terjadinya pembekuan darah pada pembuluh kecil lokal, menutup dan memotong

aliran darah. Hal ini penting dalam mencegah patogen masuk ke aliran darah dan menyebar melalui darah ke seluruh organ tubuh. Sebaliknya, cairan yang telah bocor ke dalam jaringan pada fase awal infeksi membawa patogen, biasanya di dalam sel dendritik, via limfe ke nodus limfatik regional, dimana respon imun adaptatif dapat diinisiasi. Sekali infeksi menyebar ke aliran darah, mekanisme yang sama dimana TNF- dapat secara efektif menahan infeksi lokal kemudian akan menjadi katastrofik (gambar 2.50), terutama dengan adanya infeksi pada aliran darah, atau sepsis, serta adanya pelepasan TNF- oleh makrofag di hati, limpa, dan daerah sistemik lain. Pelepasan sistemik TNF- menyebabkan vasodilatasi, yang menyebabkan turunnya tekanan darah dan meningkatnya permeabilitas vaskuler, sehingga volume plasma menurun dan akhirnya terjadi syok.

Gambar 2.50. Pelepasan TNF- oleh makrofag menginduksi efek protektif lokal, namun dapat mengakibatkan efek merusak yang besar jika dilepaskan secara sistemik.

You might also like