You are on page 1of 14

UKURAN-UKURAN KEBENARAN PENGETAHUAN MANUSIA

Oleh : Kelompok 6
Koordinator Anggota : Luki Agung P. : Ahmad Sofyan Hadi Yohanes Christian Mariy Muslih Yunanda Anggi P. Kelas : B (111910101013) (111910101024) (111910101025) (111910101026) (111910101088)

FILSAFAT ILMU DAN ETIKA AKADEMIK PROGRAM STUDI STRATA 1 TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makalah Ilmu pengetahuan (science) mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan (knowledge atau dapat juga disebut common sense). Orang awam tidak memahami atau tidak menyadari bahwa ilmu itu berbeda dengan pengetahuan. Bahkan mugkin mereka menyamakan dua pengertian tersebut. Tentang perbedaan antara ilmu dan pengetahuan akan dicoba dibahas disini. Mempelajari apa itu ilmu pengetahuan itu berarti mempelajari atau membahas esensi atau hakekat ilmu pengetahuan. Demikian pula membahas pengetahuan itu juga berarti membahas hakekat pengetahuan. Untuk itu kita perlu memahami sedikit Filsafat Ilmu Pengetahuan. Dengan mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan di samping akan diketahui hakekat ilmu pengetahuan dan hakekat pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam suatu ilmu yang spesifik sehingga makin menyempit dan eksklusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan) yang luas, sehingga kita dapat menghargai ilmuilmu lain, dapat berkomunikasi dengan ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner. Sebelum kita membahas hakekat ilmu pengetahuan dan perbedaannya dengan pengetahuan, terlebih dahulu akan dikemukakan serba sedikit tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. B. Rumusan Masalah a. Apa saja jenis-jenis dari pengetahuan manusia? b. Apa Perbedaan antara Pengetahuan dengan Ilmu? c. Apa yang dimaksud dengan kebenaran Pengetahuan manusia? d. Bagaimana cara untuk mengukur kebenaran Pengetahuan manusia?

C. Tujuan Penulisan a. Agar penulis serta pembaca mengerti tentang jenis-jenis pengetahuan. b. Untuk meningkatkan pemahaman tentang perbedaan antara pengetahuan dengan ilmu. c. Untuk mengetahui maksud dari kebenaran pengetahuan manusia. d. Untuk mengetahui cara-cara untuk mengukur kebenaran pengetahuan mnausia.

BAB 2 PEMBAHASAN A. Jenis-jenis Pengetahuan Manusia Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (Knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) didalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusuri yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif. Adapun jenis-jenis dari pengetahuan itu sendiri yaitu sebagai beriku : Pertama, pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan common sens, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu merah karena memang itu merah, dan juga benda itu panas kerana memang dirasakan panas, dan sebagainya. Kedua, pengetahuan ilmiah, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secar objektif, tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia factual, pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan,netral dalam artian tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat subjektif, karena dimulai dari fakta. Ilmu merupakan milik manusia yang komprehensif. Ilmu merupakan lukisan dari keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati panca indera manusia. Ketiga, Pengetahuan Filsafat, yaitu pengetahuan yang diperleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang

reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longer kembali. Keempat, pengetahuan Agama, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat RasulNya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini mengandung hal-hal yang pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan dan cara berhubungan dengan sesama manusia. Dan yang lebih penting dari pengetahuan ini disamping informasi tentang Tuhan, juga informasi tentang hari Akhir. B. Perbedaan Antara Pengetahuan Dengan Ilmu Dari jumlah pengertian yang ada, sering ditemukan kerancauan antara pengertian pengetahuan dan ilmu. Kedua kata tersebut dianggap memiliki persamaan arti, bahkan ilmu dan pengetahuan terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang mengandung arti sendiri. Hal ini sering kita jumpai dalam berbagai karangan yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan. Namun jika kedua kata tersebut berdiri sendiri, akan tampak perbedaan antara keduanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan. Dari asal katanya kita dapat ketahui bahwa pengetahuan diambil dari kata dalam bahasa Inggris yaitu Knowledge, sedangkan ilmu diambil dari kata science dan peralihan dari kata Arab 'Ilm. Seiring dengan difinisi yang telah disebutkan sebelumnya, maka difinisi berikutpun tidak jauh berbeda. Pengetahuan merepakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-brang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbenbentuk ideal yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan. Untuk memperjelas pemahamann kita perlu juga dibedakan antara pengetahuan yang bersiafat prailmiah dengan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan yang bersifat prailmiah ialah pengetahuan yang belum memenuhi syarat-syarat ilmiah pada umumnya. Sebaliknya pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang harus memenuhi syarat-syarat ilmiah.

Adapun syarat-syarat yang dimiliki oleh pengetahuan ilmiah adalah harus memiliki objek tertentu (formal dam material)dan harus bersistem (harus runtut). Disamping itu pengetahuan ilmiah harus memiliki metode tertentu dengan sifatnya yang umum. Metode itu meliputi metode deduksi, induksi, dan analisis. The Liang Gie mengutip Paul Freedman dari buku The Principle of sciencitific Research memberi batasan ilmu sebagai berikut: Ilmu adalah suatu bentuk aktiva manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam dimasa lampau, sekarang dan kemmudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya pada dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri. Rumusan lain datang dari Carles Siregar yang menyatakan: ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan. Dalam arti umum, ilmu sering dijadikan pembeda, umpamanya untuk membedakan antara disiplin Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) denga Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sementara itu Jujun S. Suriasumatri dalam buku Ilmu dalam Prespektif menulis "Ilmu lebih bersifat merupakan kegiatan dari pada sekedar produk yang siap dikonsumsikan. Menurut The Liang Gie dalam bukunya mengatakan bahwa "dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas, dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan. Diantara para filusuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahawa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan. Perbedaan antara ilmu dan pengartahuan dapat ditelusuri dengan melihat perbedaan ciri-cirinya. Herbert L. Searles memperlihatkanciri-ciri tersebut sebagai berikut: "Kalau ilmu berbeda denagn filsafat bedasarkan empiris, maka itu berbeda dari pengetahuan biasa karena ciri sistematisnya. Dengan demikian dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam bahasa, pengetahuan dengan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material, keduanya mempunyai perbedaan.

C. Kebenaran Pengetahuan Manusia Kata "kebenaran" dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang kongkret maupun abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proposal yang benar. Proposal maksudnya adalah makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Kebenaran pengetahuan adalah persesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Yang terpenting untuk diketahui adalah bahwa persesuaian yang dimaksud sebagai kebenaran adalah merupakan pengertian kebenaran yang immanen yakni kebenaran yang tetap tingal didalam jiwa. Maka pengertian kebenaran yang melampaui batas-batas jiwa kita dinamakan pengertian kebenaran yang transenden artinya batas-batas kemampuan rasio dan jiwa manusia. Rene Descartes, seorang filosof prancis berpendapat bahwa ilmu dalam jalan pikirannya mencapai kebenaran amat banyak berdasarkan axioma dan kebesaran yang sudah tak dapat di ganggu gugat lagi. Kebenaran itu kerapkali berasal dari agama. Dalam agama kebenaran yang demikia itu disebut "dogma". Menurut Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya Ilmu, Filsafat dan Agama menulis bahwa agama dapat diibaratkan sebagi suatu gedung besar perpustakaan kebenaran. Di dalam pembicaraan mengenai "kepercayaan" dapat kita simpulkan bahwa sumber kebenaran adalah Tuhan. Kita tidak dapat hidup dengan benar hanya dengan kebenaran-kebnaran pengetahuan, ilmu dan filsafat, tanpa kebenaran agama. Sebagaiamana kita juga tidak dapat hidup dengan wajar semata-mata hanya dengan kebenaran agama yang mutlak itu, kebenaran-kebenaran lainnya yang relative yang walaupun tidak mutlakitu. Atau barangkali lebih tepat bila kita katakana: kita dapat hidup dengan benar dan wajar dengan mengikuti kebenaran yang mutlak, yang juga mengakui eksistensi dan fungsi kebenaran-kebenaran yang lainnya, yang bersesuaian atau tidak betentangan dengan agama. Adapun kebenaran pengetahuan terbagi menjadi beberapa kategori yaitu: Kebenaran yang pertama berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya ialah bahwa setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui suatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya

pengetahuan itu meliputi: pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan agama. Kebenaran penegtahuan yang kedua berkaitan dengan sifat atau karakteristik dari bagaiman cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya itu. Apakah ia membangunnya dengan penginderaan atau akal pikirnya, atau rasio, intuisi, atau keyakinan. Kebenaran pengetahuan yang ketiga adalah nilai kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantunan terjadinya pengetahuan itu. Artinya bagaimana relasi atau hubungan antar subjek dan objek. Jika subjek yang berperan maka jenis pengetahuan itu mengandung kebenaran yang sifatnya subjektif, sedangkan jika objek amat berperan maka sifatnya objektif, seperti pengetahuan tentang alam. D. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Manusia Pengetahuan yang jelas dari suatu obyek materi yang dicapai menurut obyek forma (cara pandang) tertentu dengan metode yang sesuai dan ditunjang oleh suatu sistem yang relevan merupakan cara pandang, metode dan sistem yang dipakai yang bersifat empiris dan rasional secara silih berganti. Kebenaran yang disimpulkan dari hasil pengamatan empiris hanya berdasarkan kesimpulan logis berarti hanya berdasarkan kesimpulan akal sehat. Apabila kesimpulan tersebut hanya merupakan akal sehat, walaupun itu berdasarkan pengamatan empiris, tetap belum dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan tetapi masih pada taraf pengetahuan. Ilmu pengetahuan bukanlah hasil dari kesimpulan logis dari hasil pengamatan, namun haruslah merupakan kerangka konseptual atau teori yang memberi tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian diterima secara universal. Ini berarti terdapat adanya kesepakatan di antara para ahli terhadap kerangka konseptual yang telah dikaji dan diuji secara kritis atau telah dilakukan penelitian atau percobaan terhadap kerangka konseptual tersebut. Berdasarkan pemahaman tersebut maka pandangan yang bersifat statis ekstrim, maupun yang bersifat dinamis ekstrim harus kita tolak. Pandangan yang bersifat statis ekstrim menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan cara menjelaskan alam semesta di mana kita hidup. Ini berarti ilmu pengetahuan dianggap sebagai pabrik

pengetahuan. Sementara pandangan yang bersifat dinamis ekstrim menyatakan ilmu pengetahuan merupakan kegiatan yang menjadi dasar munculnya kegiatan lebih lanjut. Jadi ilmu pengetahuan dapat diibaratkan dengan suatu laboratorium. Bila kedua pandangan ekstrim tersebut diterima, maka ilmu pengetahuan akan hilang musnah, ketika pabrik dan laboratorium tersebut ditutup. Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi merupakan teori, prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut: Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995). Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen). Menurut Michael Williams ada lima teori kebenaran yaitu Kebenaran Koherensi, Kebenaran Korespondensi, Kebenaran Performatif, Kebenaran Pragmatik, dan Kebenaran Proposisi. 1. Kebenaran Koherensi Sesuatu yang koheren dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini dapat berupa skema, sisitem, atau nilai. Koheren tersebut mungkin saja tetap pada dataran sensual rasional, tetapi mungkin pula menjangkau dataran transenden. Teori ini sering disebut dengan teori konsistensi, karena menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada adanya saling hubungan diantara ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang sebelumnya telah diterima oleh kebenaran. Teori ini kebanyakan dianut oleh para penganut paham idealism. Ahli pikir Britania, F.H. Bradley (1846-1924), mengatakan bahwa suatu proposisi itu cenderung benar jika koheren dengan proposisi benar yang lain, atau jika arti yang dikandungnya itu koheren dengan pengalaman kita.

Menghadapi teori koherensi ini, orang mudah untuk menerima begitu saja, karena memang logis dan dapat diterima oleh akal sehat serta tidak bertentangan. Tetapi, saling hubungan diantara ide-ide itu secara logis bisa mengenai hal-hal yang palsu dan bohong. Maka perlu kita sangsikan kemampuan implikasi fakta itu sendiri. 2. Kebenaran Korespondensi Berfikir benar korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positifisme), antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik. Kalau teori koheren diterima oleh kebanyakan kaum idealis, maka teori koresponden ini lebih bisa diterima oleh kaum realis. Teori koresponden ini mengatkan bahwa seluruh pendapat mengenai suatu fakta itu benar jika pendapat itu sendiri disebut fakta yang dimaksud. Dengan kata lain, kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri. Kalau teori pertama (koheren) menekankan adanya saling hubungan di antara ide-ide secara tepat, logis dan sistematis, maka teori koresponden menekankan apakah ide-ide itu merupakan fakta itu sendiri atau bukan. K. Rogers, seorang realis Amerika, mengatakan bahwa kebenaran itu terletak antara kesesuaian antara esensi yang terkandung di dalam diri hal atau obyek itu sendiri. Bertrand Russell memperjelasnya dengan mengatakan bahwa kebenaran adalah persesuaian diantara arti yang terkandung dalam perkataan-perkataan yang telahh ditentukan, dan kesesuaiannya itu berupa identiknya arti-arti tersebut. 3. Kebenaran Performatif Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan actual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoritik, maupun yang filosofik. Orang yang mengetengahkan kebenaran tampilan actual yang disebut dengan kebenaran performatif tokoh penganut ini antara lain Strawson (1950) dan Geach (1960) sesuatu sebagai benar biladapat diaktualkan dalam tindakan.

4. Kebenaran Pragmatik Perintis teori ini adalah Charles S. Pierce. Yang benar adalah yang konkret, yang individual, dan yang spesifik, demikian John Dewey lebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara ide denga fakta, dan arti korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis. William James mengatakan bahwa Tuhan itu ada adalah benar bagi seseorang yang hidupnya mengalami perubahan. Kepercayaan yang kuat terhadap adanya Tuhan itu dapat memberikan kesejukan hati, sehingga ada kemampuan batin untuk menerima segala bentuk perubahan. Jadi, kebenaran menurut pragmatism ini bergantung kepada kondisi-kondisi yang berupa manfaat (utility), kemungkinan dapat dikerjakan (workability) dan konsekuensi yang memuaskan (satisfactory results). 5. Kebenaran Proposisi Sesuatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi- proposisinya benar dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai denganpersyaratan formal suatu proposisi. Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks. Kelima teori kebenaran tersebut kelihatannya tidak bisa dipakai sebagai pedoman untuk mengukur kebenaran realitas sebagai obyek materi dan pada filsafat ilmu pengetahuan. Karena masing-masing memiliki titik kelemahan. Namun, secara ontologis dan epistemologis tampaknya bisa memberikan jalan keluar bagi pemecahan persoalan yang muncul dalam realitas itu sendiri. Tetapi, karena ilmu pengetahuan itu mempunyai aspek yang etis, maka teori koheren, koresponden, perfomatif, pragmatis dan proposisi perlu dipertimbangkan secara berturut-turut dan bersamaan. Descartes merumuskan pedoman penyelidikan supaya orang jangan tersesat dalam usahanya mencapai kebenaran sebagai berikut: Pertama, janganlah sekali-kali mnerima sebagai kebenaran, jika tidak ternyata kebenarannyadengan terang benderang, hauslah kita membuang segala

prasangka dan janganlah campurkan apapun juga yang tak nampak sejeas-jelasnya kepada kita, hinga tak ada dasar sedikitpun juga untuk sanksi. Kedua, rincilah tiap kesulitan sesempurna-sempurnanya dan carilah jawaban secukupnya. Ketiga, aturlah pikiran dan pengetahuan kita sedemikian rupa, sehingga kita mulai dari yamng paling rendah dan sederhana, kemudian meningkat dari sedikit, setapak demi setapak untuk mencapai pengetahauan yang lebih sukar dan lebih ruwet. Keempat, buatlah pengumpulan fakta sebanyak-banyaknya dan selengkaplengkapnya dan seumum-umumnya hingga menyeluruh, sampai kita tidak khawatir kalau-kalau ada yang kelewatan.

BAB 3 PENUTUP Kesimpulan Dalam filsafat terdapat beberapa keterngan tentang ilmu, pengetahuan, dan kebenaran. Setelah menguraikannya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu, pengetahuan dan kebenaran mempunyai keterkaitan dan saling berhubungan dan tidak dapat dipisahakan. Ilmu dan pengetahuan yang di dapat hanya untuk mencari sebuah kebenaran, dan kebenaran yang mutlak itu hanya dari tuhan yang harus kita yakini.

DAFTAR PUSTAKA

Suhartono, Suparlan, Dasar-dasar Filsafat, Jogjakarta: Ar-ruzz Media,2007. Dardiri,H.A., Humaniora: Filsafat dan Logika, Jakarta: C.V. Rajawali, 1986. Drijarkara,N., Filsafat Manusia, Jogjakarta: Yayasan Kanisius,1969. Mulder,D.C., Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Jakarta: Badan Penerbit Kristen,1966. Emg-mjk.blogspot.com

You might also like