You are on page 1of 20

PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN TUJUAN SERTA KEGUNAAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Ilmu Pendidikan Islam tidak mungkin terlepas dari obyek yang menjadi sasarannya, yaitu manusia, secara filosofis Ilmu Pendidikan Islam harus mengikutsertakan obyek utamanya, yaitu manusia dalam pandangan Islam. Sebagai petunjuk Ilahi, Islam mengandung implikasi kependidikan (paedagogis) yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin, muslim, muhsin, dan muttaqin melalui proses tahap demi tahap.

Manusia selain diciptakan sebagai makhluk Allah yang paling mulia, ia juga diciptakan sebagai khalifah di muka bumi dan berfungsi sebagai makhluk paedagogik, yaitu makhluk Allah yang dilahirkan dengan membawa potensi yang dapat dididik dan mendidik. Apabila potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan (proses pendidikan). Pendidikan Islam berarti pembentukan pribadi Muslim, yang berisi pengamalan sepenuhnya akan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, pribadi Muslim itu tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan pengajaran dan pendidikan Islam. Untuk mengetahui lebih jelas tentang definisi ilmu pendidikan Islam, ruang lingkup, tujuan dan kegunaannya, berikut akan dipaparkan pembahasannya satu persatu.

A. Pengertian Ilmu Pendidikan Islam Secara definitif, ilmu sebagaimana dikemukakan oleh Al-Jurjani dalam bukunya AlTarifat, adalah sebagai berikut: 1. Ilmu merupakan kesimpulan yang pasti yang sesuai dengan keadaan sesuatu. 2. Ilmu adalah menetapnya ide (gambaran) tentang sesuatu dalam jiwa atau akal seseorang.

3. Ilmu adalah sampainya jiwa kepada hakekat sesuatu.1 Kata ilmu berasal dari kata dasar Alima - Yalamu yang berarti mengerti atau memberi tanda (mengetahui). Sehingga ilmu dapat juga dikatakan sebagai kesimpulan sesuatu yang didapatkan seseorang melalui panca indera, baik dengan melihat, mendengar, mengucap, menyentuh, mencium, merasa, dan sebagainya. Selanjutnya istilah pendidikan menurut tinjauan psikologi pada umumnya berasal dari kata didik dengan memberinya awalan pe dan akhiran an, mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan Education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan Tarbiyah yang berarti pendidikan. Dalam perkembangan istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Perkembangan selanjutnya pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.2 Istilah pendidikan dalam konteks Islam lebih banyak dikenal dengan term AlTarbiyah, Al-Talim, dan Al-Tadib. Setiap term tersebut mempunyai makna yang berbeda karena perbedaan teks dan konteks kalimatnya, walaupun dalam hal-hal tertentu term-term tersebut mempunyai kesamaan makna. Kata pendidikan yang umum digunakan sekarang dalam bahasa Arabnya adalah Tarbiyah dengan kata kerja rabba. Sedangkan pendidikan Islam bahasa Arabnya adalah Tarbiyah Islamiyah. Dalam ayat Al-Quran kata ini digunakan dalam susunan sebagai berikut:

Artinya: ..Ya Tuhan, sayangilah keduanya (ibu bapakku) sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidikku) sejak kecil. (QS. Al-Isra: 24)

Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini digunakan juga untuk Tuhan, mungkin karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara, bahkan mencipta. Kata lain yang mengandung arti pendidikan adalah Tadib seperti dalam sabda Rasulullah:

Artinya: Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku.3 Kata Talim berasal dari kata kerja allama yang berarti pengajaran. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah Tarbiyah wa Talim. Dari segi bahasa, perbedaan arti dari kedua kata itu cukup jelas, namun yang lebih banyak digunakan dalam Al-Quran, Hadis, atau pemakaian sehari-hari adalah kata Talim daripada kata Tarbiyah. Firman Allah:

Artinya: Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya.. (QS. Al-Baqarah: 31) Firman Allah:

Artinya: Berkata (Sulaiman): Wahai manusia, telah diajarkan kepada kami pengertian bunyi burung. (QS. Al-Naml: 16) Kata allama pada kedua ayat di atas mengandung pengertian sekadar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung pembinaan kepribadian. Lain halnya dengan kata rabba, addaba dan sejenisnya. Di dalam kata tersebut jelas mengandung pengertian pembinaan, pimpinan, pemeliharaan, dan sebagainya.4 Kemudian di sini juga akan diungkapkan pengertian pendidikan Islam menurut beberapa ahli, di antaranya:

1.

Muhammad Athiyah Al-Abrasy memberikan pengertian bahwa Pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pikirannya, halus perasaannya, cakap dalam pekerjaannya dan manis tutur katanya.

2.

Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.5 Dengan memperhatikan kedua definisi di atas, maka berarti pendidikan Islam adalah

suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian. Islam adalah agama wahyu yang berlandaskan kepada Al-Quran dan Hadis yang disampaikan kepada umat Islam melalui Rasulullah SAW. Oleh karena itu, pendidikan Islam tidak boleh dilepaskan begitu saja dari ajaran Islam yang tertuang dalam kedua sumber tersebut yang merupakan pedoman otentik dalam penggalian khazanah keilmuan apapun. berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat diberikan pengertian bahwa ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang teori-teori atau usaha membimbing dan membina jasmani dan rohani anak didik oleh orang dewasa sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Hadis.

B. Ruang Lingkup Ilmu Pendidikan Islam 1. Anak Didik Pendidikan ibarat uang logam, selalu memiliki dua sisi yang bisa dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan. Satu sisi ada yang bertugas sebagai pendidik, di sisi lain ada yang bertugas sebagai peserta/anak didik. Proses pendidikan berarti terjadinya aktivitas antara pemberi dan penerima.

Anak didik merupakan salah satu dari dua sisi tersebut yang memiliki tugas menerima konsep pendidikan agar dirinya terbentuk sebagai insan muslim yang kenal dan tahu akan Tuhan dan agamanya, memiliki akhlak Al-Quran, bersikap, bersifat, dan bertindak sesuai dengan kaidah Al-Quran, berpikir dan berbuat demi kepentingan umat serta selalu turut ambil bagian dalam kegiatan pembangunan manusia seutuhnya. Dalam membicarakan anak didik, ada dua hal penting yang harus diperhatikan oleh pendidik, yaitu: 1. Hakikat Anak Didik

Membicarakan anak didik sesungguhnya kita membicarakan hakikat manusia yang memerlukan bimbingan. Para ahli psikologi mempunyai pandangan yang berbeda terhadap manusia. Aliran psikoanalis beranggapaan bahwa tingkah laku manusia pada dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam yang mengontrol kekuatan psikologis yang sejak semula ada dalam diri individu. Aliran humanistik mengatakan bahwa manusia senantiasa dalam proses untuk wujud (becoming) namun tak pernah selesai dan tidak pernah sempurna. Tingkah laku manusia digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial dan kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Sementara aliran behaviorisme beranggapan bahwa tingkah laku manusia merupakan reaksi dari rangsangan yang datang dari luar dirinya. Manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan karena proses interaksi terus menerus antar individu dengan lingkungannya. Islam menempatkan manusia sebagai makhluk yang termulia dari semua makhluk Tuhan lainnya dan memberikan kepadanya amanah sebagai khalifah di jagad raya ini. Firman Allah:

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi . (QS. Al-Baqarah: 30)

2. Kebutuhan Anak Didik Al-Qussy membagi kebutuhan manusia ke dalam dua kebutuhan pokok, yaitu: a) kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makan, minum, seks, dan sebagainya. b) kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah. Selanjutnya ia membagi kebutuhan rohaniah kepada 6 (enam) macam, yaitu kebutuhan kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, rasa bebas, sukses dan kebutuhan akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri manusia seperti pengetahuan. Kemudian Law Head, membagi kebutuhan manusia kepada: kebutuhan jasmani dan rohani, seperti istirahat, rekreasi, dan lain-lain, kebutuhan sosial serta kebutuhan agama.6 Di kalangan ahli pendidikan timbul suatu problem tentang apakah benar anak itu dapat dibimbing melalui jalur pendidikan? Maka seiring dengan itu terdapat tiga aliran yaitu: 1) Aliran Nativisme, yang berpendapat bahwa sejak lahir anak telah mempunyai pembawaaan yang kuat, sehingga tidak dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Baik buruknya seorang anak sangat ditentukan oleh pembawaan yang dimilikinya. Aliran ini dikemukakan oleh Schopenhauer dari Jerman. 2) Aliran Empirisme, yang dipelopori oleh John Locke yang mengemukakan pendapatnya dengan teori tabula rasa. Ia mengatakan bahwa pendidikan sangat mampu memberikan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan anak. Baik buruknya seorang anak tergantung kepada pendidikan yang ia terima dari lingkungan sekitarnya. 3) Aliran Konvergensi, yang dianggap sebagai perpaduan dari kedua aliran sebelumnya. Aliran ini dipelopori oleh William Stern, yang berpendapat bahwa perkembangan jiwa anak dipengaruhi oleh pembawaan yang dimilikinya di samping lingkungan yang ada di sekitarnya, atau dengan kata lain, bahwa perkembangan anak itu tergantung pada pembawaan dan pendidikan.7 Dari ketiga aliran tersebut di atas, aliran konvergensi dinilai memiliki persamaan dengan konsep ajaran Islam. Menurut konsep ajaran Islam, bahwa setiap anak mempunyai pembawaan (kecenderungan) untuk beragama yang dikenal dengan istilah fitrah. Namun fitrah (potensi dasar) tersebut dapat berkembang ke arah yang lebih positif apabila memperoleh pendidikan/bimbingan yang baik dari lingkungan sekitarnya dan sebaliknya, fitrah (potensi

dasar) tersebut dapat berkembang ke arah yang lebih negatif apabila memperoleh pendidikan/bimbingan yang buruk dari lingkungan sekitarnya.

2. Pendidik Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik sering disebut dengan murabbi, muallim, dan muaddib. Ketiga term tersebut mempunyai semantis masing-masing sesuai dengan penggunaannya dalam konteks pendidikan Islam. Di samping itu istilah pendidik juga disebut dengan istilah/panggilan Al-Ustadz dan Al-Syaikh. Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik.8 Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat

kedewasaan, mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah SWT serta mampu mewujudkan dirinya sebagai makhluk sosial (Zoon Politicon) dan sebagai makhluk individu yang mandiri. Pendidik yang utama dan pertama adalah orang tua (ayah dan ibu). Mereka bertanggung jawab penuh atas perkembangan anak-anaknya sejak dalam kandungan sampai mereka beranjak dewasa. Oleh karena itu kesuksesan anak dalam mewujudkan dirinya sebagai khalifah Allah juga merupakan kesuksesan orang tua sebagai pendidiknya. Allah SWT berfirman:

Artinya: ..Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. Al-Tahrim: 6)

3. Kurikulum Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu Curir yang artinya pelari dan Curere yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum ternyata berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.9 Dalam bahasa Arab, kata kurikulum agaknya dapat diterjemahkan dengan istilah manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Secara terminologi, istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai satu tingkatan atau ijazah. Pengertian kurikulum dalam bidang pendidikan terdapat banyak rumusan dari para ahli, yaitu: 1. William B. Ragan mengatakan bahwa kurikulum adalah seluruh usaha sekolah untuk merangsang anak belajar, baik di kelas maupun di luar kelas. 2. Addamardasy Sarham dan Munir Kamil mendefinisikan kurikulum sebagai sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, sosial, olah raga, dan seni yang disediakan oleh sekolah bagi muridnya, baik di dalam maupun di luar sekolah dengan maksud membantunya untuk berkembang dalam segala segi dan untuk mengubah tingkah laku mereka ke arah yang sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.

4. Metode Metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata Metha dan Hodos. Metha berarti melalui atau melewati. Sementara Hodos berarti jalan atau cara. Oleh karena

itu, metode berarti jalan/cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu, dalam bahasa Arab disebut dengan Thariqah. Dalam konsep pendidikan, kata metode sering digandengkan dengan kata mengajar atau yang lebih dikenal dengan istilah metodologi pengajaran. Mengajar berarti menyajikan atau menyampaikan sesuatu (sejumlah bahan pelajaran) kepada anak didik10. Jadi metode pengajaran adalah suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.11 Metode pengajaran yang umum dikenal dalam dunia pendidikan terdiri dari : metode ceramah, metode diskusi, metode eksperimen, metode demonstrasi, metode pemberian tugas, metode sosiodrama, metode drill, metode kerja kelompok, metode tanya jawab, metode simulasi, metode karya wisata, dan sebagainya.

5. Evaluasi Evaluasi berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai. Kata nilai menurut filosofi pengertiannya ialah idea of worth. Menurut Edwin dan Gerald Brown, evaluasi (penilaian dalam pendidikan) berarti seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan.12 Penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan nilainilai yang Islami, sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai. Penilaian dan pengukuran dalam pendidikan Islam akan objektif bila didasarkan pada Al-Quran dan Hadis.

6. Lingkungan Dalam arti yang luas lingkungan mencakup iklim, geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam.13 Dengan kata lain lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam kehidupan yang senantiasa berkembang.14 Lingkungan adalah

seluruh yang ada, baik manusia, maupun benda buatan manusia, atau alam yang bergerak atau tidak, kejadian-kejadian, atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengan seseorang. Sejauh mana seseorang berhubungan dengan lingkungannya, sejauh itu pula keterbukaan/peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya.

7. Alat Pendidikan Untuk mencapai tujuan, pendidikan memerlukan berbagai alat yang dikenal dengan istilah media pendidikan, audio visual, alat peraga, sarana dan prasarana pendidikan, dan sebagainya. Media pendidikan meliputi segala sesuatu yang dapat membantu proses pencapaian tujuan pendidikan.15 Oleh karena pendidikan Islam mengutamakan pengajaran ilmu dan pembentukan akhlak, maka media untuk mencapai ilmu adalah media pendidikan ilmu, sedangkan media untuk pembentukan akhlak adalah pergaulan.

C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam 1. Dasar Pendidikan Islam Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu.16 Dasar pendidikan di suatu negara disesuaikan dengan dasar filsafat negaranya. Oleh karena itu, pendidikan Islam di Indonesia selain berdasarkan kepada dasar-dasar yang berlaku secara umum yaitu Al-Quran, As-Sunnah, dan ijtihad harus pula berdasarkan filasafat hidup bangsa Indonesia dan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia. Dasar-dasar tersebut adalah sebagai berikut:

(1). Dasar Ideal Dasar ideal adalah dasar dari falsafah negara yaitu Pancasila, dengan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau tegasnya harus beragama. Proses pendidikan untuk mencetak manusia-manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa diperlukan adanya pendidikan agama yang dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan formal, nonformal, dan informal.

(2). Dasar Struktural Dasar struktural adalah UUD 1945, dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: 1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

(3). Dasar Operasional Dasar operasioanal adalah dasar yang mengatur secara langsung pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pendidikan agama mulai dimasukkan ke dalam sekolah-sekolah di Indonesia. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang bersidang tahun 1960 mengeluarkan ketetapan N0. II/MPRS/1960 yang dalam Bab

II pasal 2 ayat (2) menyatakan: Pendidikan agama menjadi pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai universitas negeri, dengan pengertian bahwa murid-murid berhak untuk tidak ikut serta jika wali murid atau murid yang sudah dewasa menyatakan keberatan.17 Ketetapan MPRS tanggal 5 Juli 1966 No. XXVII/MPRS/1966 pasal 1 yang berbunyi: Mengubah diktum ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 Bab II pasal 2 ayat (2) dengan menghapus kata dengan pengertian bahwa murid-murid berhak untuk tidak ikut serta jika wali murid atau murid yang sudah dewasa menyatakan keberatan. Sehingga kalimatnya berbunyi: Menetapkan pendidikan agama menjadi pelajaran di sekolah-sekolah dari Sekolah Dasar sampai Universitas.

2. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha dan kegiatan selesai. Oleh karena itu, pendidikan sebagai usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, maka tujuannya pun harus bertahap dan bertingkat. Kalau melihat kembali pengertian pendidikan Islam maka akan tergambar dengan jelas sesuatu yang diharapkan dapat terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu terwujudnya pribadi-pribadi insan kamil/manusia seutuhnya; sehat jasmani dan rohani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal dan bertaqwa kepada Allah SWT. Berikut ini akan dijelaskan berbagai tujuan ideal pendidikan, antara lain:

(1) Tujuan Umum

Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dari semua kegiatan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Sementara cara atau alat yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan adalah pengajaran. Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tersebut.

(2) Tujuan Akhir Pendidikan Islam itu berlangsung sepanjang usia (long life education) maka tujuan akhirnya harus tercapai sewaktu hidup di dunia ini berakhir. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dari Firman Allah SWT:

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenarbenarnya taqwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (menurut ajaran Islam). (QS. Ali Imran: 102)

(3). Tujuan Sementara Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.

(4) Tujuan Operasional Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam pendidikan formal tujuan operasional ini disebut juga dengan tujuan instruksional yang selanjutnya dikembangkan menjadi tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.18 Selain tujuan-tujuan tersebut di atas, para filosof juga mempunyai rumusan yang berbeda tentang tujuan pendidikan: 1. Aristoteles, mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mempersiapkan akal untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebagaimana bumi disiapkan untuk tumbuh-tumbuhan dan hewan. 2. Immanuel Kant, mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengangkat manusia kepada kesempurnaan yang mungkin dicapai. 3. Herbert Spencer (filosof Inggris) mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mempersiapkan manusia supaya dapat hidup dengan kehidupan yang sempurna.19 Perbedaan rumusan mereka tentang tujuan pendidikan disebabkan berbedanya pandangan hidup masing-masing filosof tersebut. Berikut ini akan diuraikan contoh tentang perbedaan tujuan pada beberapa bangsa/negara yang disesuaikan dengan falsafah masing-masing. (1) Sparta Tujuan pendidikan di Sparta adalah mempersiapkan laki-laki yang kuat jasmaninya dalam peperangan dan fasih pembicaraannya. (2) Athena Tujuan pendidikan di Athena adalah mempersiapkan individu-individu supaya menjadi individu yang utuh (The excellence man of man). Maksudnya ialah supaya seseorang itu

mampu berdikari sendiri dan harmonis dalam tingkah lakunya dan seimbang pula antara kekuatan jasmani dan rohaninya serta baik akhlaknya, perkataannya, dan perbuatannya. (3) Jepang Modern Tujuan pendidikan di Jepang adalah menghasilkan pegawai-pegawai yang ikhlas dan setia kepada kerajaan dan mempergunakan ilmu pengetahuan yang diperolehnya untuk kepentingan kerajaan.20 Pendidikan Islam juga mempunyai tujuan tersendiri sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup yang digariskan Al-Quran. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam mempunyai dua tujuan, yaitu: 1. Tujuan keagamaan, maksudnya adalah beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan atasnya. 2. Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk kehidupan. Al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling utama adalah beribadah dan taqarrub kepada Allah dan kesempurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan dunia dan akhirat.21 Selain dari pandangan tersebut, terdapat para cendikiawan muslim dan ahli-ahli pendidikan Islam lain yang membuat rumusan mereka masing-masing tentang tujuan pendidikan Islam, antara lain: (1) Prof. Soleh Abdul Azis dan Dr. Abdul Azis Abdul Majid mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam ialah untuk mendapatkan keridhaan Allah dan mengusahakan penghidupan. (2) Mustafa Amin mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam ialah mempersiapkan amalan seseorang untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. (3) Abdullah Fayad mengatakan bahwa pendidikan Islam mengarah kepada dua tujuan:

a. Persiapan untuk kehidupan akhirat b. Membentuk seseorang dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang kesuksesannya hidup di dunia. Sesuai dengan Firman Allah:

Artinya: Dan carilah apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari (kenikmatan) duniawi. (QS. Al-Qashas: 77) Namun selanjutnya, karena pendidikan Islam yang dimaksud di sini adalah pendidikan Islam yang berlaku di Indonesia, maka haruslah berorientasi kepada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional dirumuskan dengan mendasarkan kepada pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila. Sehingga diharapkan lembaga pendidikan Islam di Indonesia dapat melahirkan manusia muslim yang Pancasilais. Tujuan pendidikan di Indonesia telah digariskan dalam UU No. 12 tahun 1945 dan UU No. 4 tahun 1950. Dalam pasal 3 dari Undang-undang tersebut dirumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut: Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.22 Sejalan dengan perkembangan sejarah dan perubahan sosial, maka rumusan tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU No. 12 tahun 1945 dan UU No. 4 tahun 1950 mengalami perubahan untuk lebih disempurnakan. Di dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional tujuan pendidikan dinyatakan sebagai berikut: Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.23

Selanjutnya dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 tujuan pendidikan dinyatakan bahwa: Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.24 Di dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut jelas bahwa dalam rangka pembinaan manusia seutuhnya, unsur iman dan taqwa menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan. Adapun tujuan akhir pendidikan Islam pada hakikatnya adalah realisasi dari ajaran Islam itu sendiri yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah, lahir dan bathin, di dunia dan akhirat.

D. Kegunaan Ilmu Pendidikan Islam Setelah memperhatikan dasar-dasar dan tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang telah disebutkan, maka berikut ini akan diungkapkan kegunaan ilmu pendidikan Islam: 1. Untuk mengembangkan potensi yang ada pada anak didik Muslim sebagai makhluk yang dapat dididik. 2. Untuk mewariskan nilai-nilai budaya Islam kepada anak didik sebagai generasi penerus/calon pemimpin umat. 3. Karena ilmu pendidikan Islam berlandaskan Al-Quran dan Hadis yang keduanya menggunakan bahasa Arab, dengan demikian dapat melatih dan mempraktikkan bahasa tersebut kepada anak didik Muslim. 4. Untuk memberikan pengertian kepada anak didik bahwa dirinya bukan hanya sebagai seorang Muslim yang berpedoman kepada Al-Quran dan Hadis, tetapi ia juga seorang warga negara Indonesia yang memiliki falsafah hidup bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945.

E. Kesimpulan Ilmu Pendidikan Islam adalah ilmu yang mempelajari teori-teori sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Quran dan Hadis. Ruang lingkup ilmu pendidikan Islam meliputi: anak didik, pendidik, lingkungan, kurikulum, metode, alat pendidikan, evaluasi, serta dasar-dasar dan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya pribadi-pribadi insan kamil/manusia seutuhnya; sehat jasmani dan rohani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal dan bertaqwa kepada Allah SWT. Kegunaan ilmu pendidikan Islam di antaranya adalah untuk mengembangkan potensi yang ada pada anak didik sebagai generasi penerus bangsa, untuk memperluas pengetahuan kebahasaan, khususnya bahasa Arab, sebagai bahasa Al-Quran dan Hadis, juga untuk memberikan pengertian kepada anak didik bahwa di samping ia sebagai muslim yang memiliki pedoman hidup Al-Quran dan Hadis, ia juga sebagai warga negara Indonesia yang memiliki falsafah hidup bangsa, yaitu Pancasila dan UUD 1945. atau usaha

membimbing dan membina jasmani dan rohani anak didik yang dilakukan oleh orang dewasa

(Endnotes)
1

Tim Dosen Sunan Ampel Malang, Dasar-dasar Kependidikan Islam, (Surabaya: Karya Aditama, 1996), Cet. I, h. 16 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. I, h.1 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. Ke-2, h. 2526 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, h. 27 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 3-4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 48-55 Zuhairini, et.al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: PT Usaha Nasioanal, 1983), Cet. Ke-8, h. 29-30 Muhaimin dan Abdul Majid, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: PT Trigenda Karya, 1993), Cet. I, h. 4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 61 Bandingkan dengan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Edisi Ke-2, Cet. Ke-5, h.14 Ibid, h. 77-78 Ibid., h. 97 Bandingkan dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit., h. 595 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. Ke-2, h. 63 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, h. 80

2 3

4 5 6 7

10

11 12 13 14 15

16 17 18 19 20 21 22 23

Bandingkan dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit., h. 211 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 18-20 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, h. 29-32 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 25 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 24 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 25-26 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 31

Undang-undang RI No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2003), h. 75 Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2003), h. 7

24

You might also like