You are on page 1of 12

TINJAUAN TEORI

a. Pengertian Diabetes adalah suatu kondisi yang ditandai meningkatnya Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa (hyperglycemia) sehingga menimbulkan risiko kerusakan microvascular (retinopathy, nephropathy dan sakit saraf). Dan macrovascular (stroke, tekanan darah tinggi dan kelainan jantung) Jenis Diabetes Mellitus Ada 2 Tipe 1 Diabetes mellitus tipe 1 dulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, "diabetes yang bergantung pada insulin"), atau diabetes anak-anak, dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Tipe 2 Diabetes mellitus tipe 2 dulu disebut non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") terjadi karena kombinasi dari "kecacatan dalam produksi insulin" dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap insulin"(adanya defek respon jaringan terhadap insulin)yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. 4. Gejala-Gejala Diabetes Mellitus Polyuria Polydipsia

Polyphagia Terapi : Strategi terapi (penatalaksanaan terapi) untuk penderita diabetes mellitus secara non farmakologi dan farmakologi. a. Non Farmakologi 1. Pendidikan pada Pasien Agar pengobatan diabetes mellitus dapat optimum pasien perlu diberikan pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan diabetes mellitus. Tetapi tidak hanya untuk pasien juga untuk keluarganya harus mendapat pengetahuan yang cukup mendalam mengenai peyebab dan strategi terapi diabetes mellitus. Pengobatan akan diperudah bia pasien mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam perawatan penyakitnya sehari-hari. Pemberian pengetahuan secara dini hendaklah menekankan pentingnya segi-segi praktis pengobatan penyakit, yang meliputi perencanaan diet dan tekhnik pemantauan glukosa dan keton-keton. Perlu disampaikan kepada pasien kaitan-kaitan yang ada antara diet, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan.dukungan dari dokter (pemberi diagnosis/sebagai pemberi instruksi), apoteker (pemberi obat dan informasi), dan ahli gizi serta perawat (untuk membantu perawatan) merupakan hal penting dalam mencapai sasaran pemberian pengetahuan. Pemberian pengetahuan dan pengobatan akan paling efektif bila semua unsur profesional tersebut saling berkomunikasi mengenai pasiennya secara perorangan.

2. Diet Diet merupakan hal penting pada semua jenis diabetes mellitus dan juga bermanfaat bagi pasien yang menderita gangguan toleransi glukosa. Tujuan terapi diet hendaknya diberitahukan kepada pasien dan ahli gizi yang merawat dan sasaran pemberian diet supaya ditelaah ulang secara teratur. Rencana makanan harus dibuat dengan mempertimbangkan kesukaan, penghasilan dan kebutuhan masing-masing pasien 3. Olah Raga Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar glukosa darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat tetapi olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olah raga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur). Disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Ctoh olah raga yang disarankan seperti jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang dll. b. Farmakologi Terapi pada penderita dibetes mellitus di bagi 2 yaitu : 1. Oral Terapi obat dengan obat antidiabetik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes mellitus tipe II. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antidiabetik oral terbagi menjadi 5 golongan. Salah satu terapi obat antidiabetik oral adalah golongan sulfonilurea.

2. Terapi injeksi 1. Terapi Insulin Untuk penderita DMT1 insulin segera diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Sementara untuk DMT2, terapi insulin dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1c>7,5 % atau kadar glukosa darah puasa >250 mg/ dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun. Menurut Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien DM yang disusun oleh Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) 2007, pada pasien DMT1, pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi harian multipel dengan tujuan mencapai kendali kadar glukosa darah yang baik. (Selain itu, pemberian dapat juga dilakukan dengan menggunakan pompa insulin (continous subcutaneous insulin infusion [CSII]). Sedangkan untuk DMT 2, ada beberapa cara untuk memulai dan penyesuaian dosis insulin. Tapi sebagai pegangan, jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A1C > 6.5%) dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin.Pada keadaan tertentu, di mana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi katabolisme, seperti kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL, kadar glukosa darah acak menetap >300 mg/dL, A1C >10%, atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan dengan intervensi pola

hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat langsung diberikan pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2 dengan defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan penggunaan insulin dapat dihentikan. Untuk mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan insulin dengan karakteristik menyerupai orang sehat, yeitu kadar insulin yang sesuai dengan kebutuhan basal dan prandial. Pemberian insulin basal, selain insulin prandial, merupakan salah satu strategi pengobatan untuk memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh karena glukosa darah setelah makan merupakan keadaan yang dipengaruhi oleh kadar glukosa darah puasa, maka diharapkan dengan menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar glukosa darah setelah makan juga ikut turun. Cara pemberian insulin basal dapat dilakukan dengan pemberian insulin kerja cepat drip intravena (hanya dilakukan pada pasien rawat inap), atau dengan pemberian insulin kerja panjang secara subkutan. Jenis insulin kerja panjang yang tersedia di Indonesia saat ini adalah insulin NPH, insulin detemir dan insulin glargine. Idealnya, sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untok kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.

ntuk penderita DMT1 tidak dianjurkan memberikan terapi insulin dengan dua kali suntikan karena sangat sulit mencapai kendali glukosa darah yang baik. Pada penderita DMT2 rejimen seperti pada penderita DMT1 juga dapat digunakan, namun karena pada penderita DMT2 tidak ditemukan kekurangan insulin yang mutlak dan untuk meningkatkan kenyamanan penderita, pemberian insulin dapat dimodifikasi. Misalnya untuk penderita DMT2 masih bisa menggunakan rejimen dua kali suntikan sehari dengan insulin campuran/kombinasi yang diberikan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam. Atau hanya diberikan satu kali sehari dengan insulin basal yang diberikan pada malam hari dengan kombinasi obat oral. Misalnya, metformin yang diberikan sebagai tambahan terapi insulin dapat memperbaiki glukosa darah dan lipid serum lebih baik dibandingkan hanya meningkatkan dosis insulin. Demikian juga efek sampingnya seperti hipoglikemia dan penambahan berat badan menjadi berkurang. 3. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Insulin Pengertian yang lebih mendalam mengenai fisiologi pelepasan insulin serta di temukannya struktur molekul insulin memungkinkan kita mengarahkan penelitian guna menemukan insulin yang lebih mendekati pola kerja insulin faali (insulin analog). Efek farmakodinamik insulin yang utama adalah pada metabolisme

karbohidrat/mengatur kadar gula darah, disamping beberapa fungsi lain pada lipid, protein, dll. Sedangkan profil farmakokinetiknya terkait erat dengan jenis insulin yang dibicarakan (kerja singkat/cepat, menengah atau panjang). Meskipun diketahui bahwa insulin merupakan zat berkhasiat hipoglikemik yang paling poten dan terpecaya, penggunaan insulin dalam mencapai target kontrol gula darah yang ideal masih sangat rendah, terutama pada pengelolaan diabetes tipe 2. Berbagai faktor penyebab diantaranya adalah takut kepada suntikan (cara pemberian), takut akan efek samping terutama hipoglikemia (antara lain

disebabkan oleh faktor puncak dan lama kerja insulin), disamping berbagai alasan lain. Untuk mengatasi berbagai hambatan ini, disamping edukasi pasien yang merupakan hal utama, kemajuan dalan hal menemukan insulin yang bersifat lebih fisiologik seperti tersebut diatas serta berbagai cara penggunaan insulin yang lebih nyaman terus dikembangkan.12

BENOFOMIN 500 MG

KOMPOSISI :

Benofomin 500 Tablet, tiap tablet mengandung : Metformin HCI500 mg.

Benofomin 850 Kaplet, tiap kaplet mengandung : Metformin HCI850 mg.

FARMAKOLOGI :

Farmakodinamik :

Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Secara kimia atau farmakologi, Metformin berbeda dengan Sulfonylurea. Metformin memperbaiki toleransi glukosa pada penderita diabetes tipe 2, menurunkan glukosa darah baik di basal maupun postprandial. Mekanisme kerja Metformin berbeda dengan Sulfonylurea. Metformin menurunkan produksi glukosa oleh hati, menurunkan penyerapan glukosa di usus dan memperbaiki sensitivitas insulin (meningkatkan pengambilan dan penggunaan glukosa di

perifer). Tidak seperti Sulfonylurea, Metformin tidak mengakibatkan hipoglikemia (kecuali pada keadaan tertentu; lihat Peringatan) dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia.

Farmakokinetik:

-Absorpsi

Bioavailabilitas absolut setelah pemberian Metformin 500 mg pada kondisi puasa sekitar 50-60 %. Adanya makanan mengurangi tingkat

absorbsl dan sedikit memperiambat absorbs! Metformin.

-Distribusi

Metformin sangat sedikit terikat pada protein plasma, sangat berbeda dengan Sulfonylurea dimana 90% terikat pada protein plasma.

-Metabolisme

Metformin praktis tidak dimetabolisme di hati (tidak ditemukan metabolit pada manusia) maupun pada ekskresi empedu,

-Ekskresi

Metformin diekskresikan dalam bentuk utuh (tidak berubah) lewat urine.

INDIKASI :

-Diebetes tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes) dengan kelebihan berat badan maupun dengan berat badan normal dan apabila diet tidak berhasil.

-Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabtes); terapi bersamaan dengan insulin.

-Sebagai obat pembantu pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin dengan maksud agar dapal mengurangi dosis insulin yang dibutuhkan.

-Sebagai obat tunggal dalam hal pemakaian Sulfonylurea primer atau skunder tidak berhasil.

-Sebagai obat kombinasi dengan Sulfonylurea.

PEMBERIAN

-Dewasa:

Benofomin 500 mg: 3 x sehari 1 tablet 500 mg pada saat makan atau sesudah makan.

Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan bertahap sampai maksimum 3 gram sehari.

Benofomin 850 mg: 2 x sehari 1 kaplat 850 mg pada saat makan atau sesudah makan.

KONTRAINDIKASI :

-Gagal ginjal

-Penyakit hati kronis yang memerlukan terapi farmakologi.

-Hipersensitif terhadap metformin.

-Metabolit asidosis akut dan kronis, lermasuk diabetes ketoasidosis, dengan atau tanpa koma.

PERINGATAN DAN PERHATIAN :

-Perhatian khusus perlu diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal.

-Meskipun tidak ada kasus anemia pada penggunaan Metformin > 15 tahun, sebaiknya pada pasien yang diberikan terapi Metformin jangka lama dilakukan evaluasi secara teratur terhadap kadar B12 serum sebagai profilaksis.

-Karena kemungkinan terjadi hipoglikemia pada terapi kombinasi dengan Sulfonylurea atau insulin, sebaiknya dilakukan monitoring kadar gula darah.

-Penggunaan Metformin pada wanita hamil tidak dianjurkan meskipun penelitian klinis menunjukkan tidak ada efek teratogenik dari Metformin.

-Hati - hati pemberian Metformin pada pasien usia lanjut. pasien dengan infeksi serius dan kondisi trauma.

-Keamanan penggunaan Metformin pada anak - anak masih belum terbukti.

INTERAKSI OBAT:

Penelitian terakhir mengindikasikan adanya kemungkinan interaksi antara Metformin dengan beberapa antikoagulan.

Kemungkinan terjadi hipoglikemia pada penggunaan bersama dengan Sulfonylurea dan insulin.

Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terjadinya asidosis laktat.

Metformin dapat menurunkan penyerapan vitamin B12.

Pemberian bersama dengan Cimelidine dapat menurunkan klirens ginjal.

EFEK SAMPING :

Gejala - gejala saluran pencemaan (seperti diare, mual, muntah, perut kembung, anoreksia) adalah reaksi yang umum terjadi setelah

pemakaian Metformin.

Pasien mungkin mengeluhkan rasa tidak enak dan rasa logam pada mulut.

Asidosis laktat.

KEMASAN :

Benofomin Tablet 500 mg : Dus, 10 strip @ 10 tablet No. Reg DKL9402319410A1

Benofomin Kaplet 850 mg : Dus, 10strip 10 kaplet No. Reg DKL9502320404A1

SIMPAN PADA SUHU KAMAR (25-30)C DAN TEMPAT KERING

You might also like