You are on page 1of 8

Menyajikan Informasi Secara Verbal atau dalam Bentuk Teks.

Guru dari anak-anak SD tahu bahwa mengandalkan teks untuk menyampaikan isi melibatkan membantu anak-anak untuk belajar membaca dan memahami materi yang diberikan. Asumsi ini sering keliru. Bila cooperative learning menuntut siswa untuk membaca teks, maka para guru efektif, terlepas dari umur siswa atau subjek yang diajarkannya, bertanggung jawab untuk membantu siswa agar dapat menjadi pembaca yang lebih baik. Mengorganisasikan Siswa dalam Tim-Tim Belajar. Proses memasukkan siswa ke dalam tim-tim belajar dan membuat mereka mulai mengerjakan tugasnya barangkali merupakan salah satu langkah peling sulit bagi guru yang menggunakan cooperative learning. Fase dalam cooperative learning inilah yang dapat mengalami kekacauan bila transisinya tidak direncanakan dan dikelola secara cermat. Hal lain yang perlu dipertimbangkan guru ketika mereka mengorganisasikan siswa ke tim-tim belajar adalah perlu atau tidak perlu memberikan peran tertentu kepada siswa-siswa tertentu. Sebagian guru lebih suka membuat siswanya bekerja dalam kelompok-kelompok tanpa pemberian peran tertentu, percaya bahwa sebaiknya membiarkan masing-masing siswa menjadi dirinya sendiri. Beberapa penelitian (Palincsar & Herrenkogl, 2002) mendukung pemberian peran dan mengajarkan tata cara menjalankan berbagai peran yang dituntut oleh pelajaran yang menggunakan model cooperative learning. Guru yang memberikan berbagai peran akan menemukan kegunaan daftar yang diadaptasi dari Kagan (1994) di bawah. Peran-peran berorientasi-tugas Taskmaster menjaga agar para anggota kelompok tetap pada tugasnya. Material monitor mengambil dan mengembalikan bahan-bahan. Coach atau content helper membantu para anggota dalam hal isi pelajaran. Recorder mencatat ide-ide, rencana-rencana, dan lain-lain. Gatekeeper membantu para anggota berbagi; menyetarakan partisispasi. Encourager mendorong para anggota yang tampak enggan untuk berpartisipasi; memberikan pujian dan apresiasi untuk setiap penyelesaian. Checker membantu para anggota memeriksa pemahaman. Reflector/ timekeeper mengingatkan para anggota tentang kemajuan yang sudah atau belum dapat dicapai.

Peran-peran berorientasi-proses

Membantu Kerja Tim dan Belajar. Kegiatan cooperative learning yang tidak terlalu rumit memungkinkan siswa untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan interupsi atau bantuan minimum dari guru. Untuk kegiatan-kegiatan lain, guru mungkin perlu mendampingi tim-tim belajar itu, mengingatkan tentang tugas-tugas yang akan mereka kerjakan dan waktu yang dialokasikan untuk setiap langkahnya. Terlalu banyak interfensi dan bantuan tanpa diminta dari guru dapat mengganggu siswa. Hal itu juga merenggut kesempatan inisiatif dan selfdirection siswa.

Mengadaptasikan Cooperative Learning untuk Siswa-Siswa yang Beragam


Seperti pendekatan-pendekatan pengajaran lainnya, guru yang menggunakan cooperative learning harus menemukan cara untuk mengadaptasikan berbagai pelajaran agar dapat memenuhi kebutuhan kelompok siswa yang beragam. Kesempatan terpenting yang melekat pada cooperative learning adalah peluang bagi siswa dengan berbagai kebutuhan khusus dan dari beragam latar belakang untuk bekerja bersama-sama dalam kelompok kooperatif di proyek-proyek khusus. Cooperative learning merupakan salah satu cara yag penting bagi siswa-siswa dengan berbagai disabilitas untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan kelas. Akan tetapi, guru harus mengadaptasikan pelajaran dengan cooperative learning untuk memenuhi kebutuhan semua siswa. Beberapa adaptasi yang baik itu termasuk: Ingat bahwa sebelum siswa dapat bekerja secara efektif dalam kelompok belajar kooperatif, mereka harus saling belajar satu sama lain dan menghormati perbedaan individual. Menyediakan banyak alat bantu dan penjelasan visual untuk siswa-siswa dengan disabilitas untuk membantu mereka melakukan transisi dari kerja seluruh-kelompok ke kerja kelompok-kecil. Siap memberikan bantuan dan umpan-balik suportif kepada siswa-siswa yang mungkin mengalami kesulitan, tetapi sudah berada pada jalur yang tepat. Membantu siswa-siswa reguler untuk memahami bagaimana teman-temannya yang memiliki disabilitas berbeda dengan dirinya dan sesuatu yang dapat mereka harapkan ketika bekerja bersama-sama dalam kelompok belajar. Membantu semua siswa memahami norma kultural berbagai kelompok etnis dan rasial dan bagaimana hal itu mungkin memengaruhi interaksi dan kerja sama kelompok.

Membantu semua siswa untuk menjadi familier dengan berbagai alat bantu yang digunakan oleh siswa-siswa dengan disabilitas tertentu.

Mengelola Lingkungan Belajar


Cooperative learning adalah pendekatan pengajaran yang diarahkan oleh siswa, dan lingkungan cooperative learning membutuhkan perhatian pada sejumlah tugas manajemen unik yang agak sulit. Sebagai contoh, mendeskripsikan kepada siswa tentang cara menyelesaikan sebuah proyek kelompok yang kompleks jauh lebih sulit dibanding memberikan soal pada akhr bab sebuah buku teks. Ketika menggunakan model pengajaran apa pun, penting untuk memiliki beberapa aturan dan rutinitas yang mengatur pembicaraan dan gerakan anak, menjaga agar pelajaran berjalan lancar, menjaga kepantasan di kelas, dan memungkinkan guru untuk mengatasi perilaku buruk siswa dengan cepat dan tegas bila hal itu terjadi. Tugas-tugas manajemen yang unik untuk cooperative learning membantu siswa dalam melakukan transisi dari seluruh-kelas ke kelompok cooperative learning, membantu siswa selama mereka bekerja sama dalam kelompok, dan mengajarkan berbagai keterampilan sosial dan perilaku kooperatif kepada anak.

Membantu Transisi
Proses membawa siswa masuk ke kelompok-kelompok belajar dan membuat mereka memulai kerja adalah proses yang sulit. Beberapa strategi sederhana, namun penting dapat digunakan oleh guru untuk membuat transisi berjalan lancar: 1. Menuliskan langkah-langkah kuncinya di papan tulis atau dalam bentuk bagan. Petunjuk visual membantu sekelompok besar siswa ketika mereka pindah dari suatu tempat ke tempat lain di kelas. 2. Memberikan pengarahan dengan jelas dan minta dua atau tiga orang siswa untuk memparafrasekan pengarahan itu. Meminta beberapa orang siswa untuk mengulangi pengarahan akan membantu semua orang memperhatikan dan juga memberikan umpan balik kepada guru apakah pengarahannya dimengerti. 3. Mengidentifikasi dan memberikan tanda yang jelas pada lokasi setiap tim belajar. Agar kerja kelompok kecil efektif, guru harus menunjukkan dengan jelas bagian kelas mana yang diperuntukkan bagi masing-masing tim dan mengharuskan timtim itu untuk pergi ke lokasi yang sudah ditetapkan.

Mengajarkan Kerja Sama


Untuk membantu siswa bekerja sama dibutuhkan perhatian pada jenis tugas yang diberikan kepada kelompok-kelompok kecil. Selain itu juga, dituntut agar guru mengajarkan berbagai keterampilan sosial dan kelompok. Seperti di bawah ini. Interdependesi. Seperti dideskripsikan sebelumnya, cooperative learning menuntut agar struktur tugasnya bersifat interdependen dan bukan independen. Salah satu contoh independent task (tugas independen) adalah ketika guru memberikan worksheet matematika kepada siswa, membagi siswa menjadi kelompok-kelompok, memberi tahu mereka bahwa mereka dapat saling membantu, tapi setelah itu mengharuskan setiap siswa untuk menyelesaikan worksheet-nya masing-masing, yang akan diberi nilai secara individual. Meskipun siswa mungkin salin membantu, tetapi mereka tidak independen dalam menyelesaikan tugasnya. Tugas yang sama akan menjadi interdependent task (tugas interdependen) bila guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dan mengharuskan masing-masing kelompok untuk

mengerjakan sebuah worksheet matematika dengan nama semua anggota di atasnya. Banyak guru yang menggunakan cooperative learning untuk pertama kalinya gagal untuk menstruktursasikan tugasnya sedemikian rupa sehingga menjadi tugas yang interdependen, dan mereka menjadi frutasi ketika siswanya tidak bekerja sama atau memilih untuk bekerja sendiri. Keterampilan Sosial. Agar cooperative learning bekerja, guru mungkin perlu mengajarkan berbagai keterampilan sosial dan kelompok. Keterampilan sosial adalah perilaku-perilaku yang mendukung kesuksesan hubungan sosial dan memungkinkan individu untuk bekerja bersama orang lain secara efektif. Anak-anak dapat belajar keterampilan sosial dari individu-individu yang berbeda: orangtua, petugas di penitipan anak, tetangga, dan guru. Keterampilan Berbagi. Banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk berbagi waktu dan bahan-bahan. Komplikasi ini dapat memunculkan berbagai masalah serius selama pelajaran dengan cooperative learning. Siswa-siswa perlu belajar tentang nilai berbagi dan tata cara mengekang perilaku dominatifnya. Dua contoh pelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan keterampilan berbagi adalah sebagai berikut: 1. Round Robin. Round Robin adalah kegiatan yang mengajari siswa untuk bergiiran ketika bekerja dalam kelompok.

2. Pair Checks. Salah satu cara untuk membantu siswa-siswa yang mendominasi untuk belajar keterampilan berbagi adalah mengharuskan mereka untuk bekerja berpasangan dan menerapkan struktur pair checks mereka. Versi pair check yang dideskripsikan di sini meliputi delapan langkah yang direkomendasikan oleh Kagan (1997): Langkah 1 Pair work: Tim-tim dibagi menjadi pasangan-pasangan. Salah seorang diantara masing-masing pasangan yang mengerjakan worksheet atau soal sementara pasangannya membantu dan bertindak sebagai coach (pelatih). Langkah 2 coach checks: Siswa yang bertindak sebagai coach memeriksa pekerjaan pasangannya. Bila coach dan pekerja tidak sepakat tentang jawaban atau idenya, mereka meminta nasihat dari pasangan lain. Langkah 3 Coach praises: Bila pasangan sepakat, coach memberi pujian. Langkah 4 sampai 6 partners switch roles: Pasangan itu berganti peran. Ulangi langkah 1 sampai 3. Langkah 7 Pairs check: Seluruh pasangan berkumpul lagi dan membandingkan jawaban-jawaban mereka. Langkah 8 Teams celebrate: Bila semua setuju jawabannya, para anggota tim saling bersalam-salaman atau bersorak. Keterampilan Partisipasi. Sementara sebagian siswa mendominasi kegiatan kelompok, sebagian lainnya mungkin justru tidak mau atau tidak mampu berpartisipasi. Kadang-kadang siswa menghindari kerja kelompok karena pemalu. Time tokens dan high talker tap out adalah kegiatan-kegiatan khusus yang mengajarkan keterampilan partisipasi. 1. Time tokens. Time tokens dapat membantu mendistribusikan partisipasi dengan lebih merata. Masing-masing siswa diberi beberapa token yang berharga sepuluh atau lima belas detik waktu bicara. Seorang siswa memantau interaksinya dan meminta si pembicara untuk menyerahkan sekeping token bila melewati batas waktu yang ditetapkan. Bila siswa menghabiskan seluruh token-nya, maka ia tidak boleh berbicara lagi. Hal ini mengharuskan mereka yang masih memegang tokens untuk bergabung dalam diskusi. 2. High talker tap out. Salah satu cara untuk menghasilkan partisipasi yang lebih berimbang adalah menugaskan salah seorang anak untuk mengikuti partisipasi masing-masing anak. Bila si pemantau melihat siswa tertentu berbicara berulang

kali, ia dapat memberikan catatan yang meminta anak itu untuk menahan komentarnya. Keterampilan Komunikasi. Kelompok cooperative learning tidak dapat berfungsi dengan sangat efektif bila pekerjaan kelompok ditandai oleh miskomunikasi. Salah satu cara untuk mendengarkan secara aktif selama beberapa diskusi kelas (diskusi yang tujuan utamanya adalah belajar mendengarkan) adalah dengan bersikeras bahwa sebelum seorang siswa boleh berbicara, ia mula-mla harus memparafrasekan sesuatu yang dikatakan oleh siswa yang baru saja selesai berbicara. Keterampilan Berkelompok. Kebanyakan orang pernah memiliki pengalaman bekerja dalam kelompok yang individu-individu anggotanya adalah orang-orang yang menyenagkan dan memiliki keterampilan sosial yang baik, tetapi kelompoknya tidak berjalan baik. Sebelum siswa dapat bekerja secara efektif dalam kelompok-kelompok cooperative learning, mereka juga harus belajar saling mengenal dan menghormati perbedaan satu sama lain. Membangun Tim. Membantu membangun identitas tim dan peduli pada anggota lain adalah salah satu tugas penting guru yang menggunakan kelompok-kelompok cooperative learning. Berikut ini adalah tiga kegiatan yang juga dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan kelompok da membangun identitas tim yang positif: 1. Team interviews. Prosedurnya adalah memerintahkan masing-masing siswa untuk mewawancarai salah seorang siswa di timnya (atau di kelas) dan kemudian menyiapkan introduksi untuk orang itu, lalu mempresentasikannya ke seluruh kelompok atau kelas. 2. Team murals. Guru dapat memerintahkan siswa untuk menggunakan beragam bahan seperti marker, krayon, kapur tulis, cat, dan gambar-gambar dari majalah untuk membuat mural yang mengilustrasikan kerja sama tim yang seperti apa yang mereka inginkan. 3. Magic Number 11. Spencer Kagan (1998) mendeskripsikan sebuah proyek tim yang siswa-siswanya duduk dalam lingkaran dengan sebelah tangan mengepal. Pada hitungan ketiga, setiap siswa mengulurkan jari-jarinya. Tujuannya adalah membuat jari-jari terulur sampai berjumlah 11. Tidak ada yang boleh berbicara. Setelah berhasil, semua tim bersorak. Mengajarkan Keterampilan Sosial dan Kelompok. Mengajarkan keterampilan sosial dan kelompok tertentu tidak berbeda dengan mengajarkan keterampilan

spesifik-isi. Secara umum, inilah model yang seharusnya digunakan guru ketika mengajarkan berbagai keterampilan sosial dan kelompok.

Asesmen dan Evaluasi


Untuk masing-masing model pengajaran yang dideskripsikan sebelumnya, kami menekankan pentingnya menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan sasaran dan tujuan pelajaran tertentu dan dengan kerangka kerja teoritis model itu secara keseluruhan. Menguji Pembelajaran Akademis. Untuk STAD dan beberapa versi Jigsaw, guru mengharuskan siswa untuk mengerjakan kuis-kuis tentang materi belajar. Soal-soal tes dalam kuis-kuis ini harus bertipe objektif, sehingga dapat segera diskor. Tidak ada sistem skoring khusus untuk pendekatan Group Investigation (GI). Laporan atau presentasi kelompok berfungsi sebagai salah satu basis untuk evaluasi, dan siswa-siswanya seharusnya diberi reward atas produk individual maupun kolektifnya. Mengakses Kerja Sama Sebelumnya bahwa salah satu tujuan utama cooperative learning adalah pengembangan keterampilan sosial, khususnya keterampilan-keterampilan yang memfasilitasi kerja sama dan kolaborasi. Keterampian-keterampilan ini tidak dapat diakses dengan semudah keterampilan akademis< tetapi siswa tidak akan menganggap dirinya penting, kecuali jika ia menjadi bagian sistem asesmen gurunya. Memberi Nilai pada Cooperative Learning Dalam cooperative learning, guru harus berhati-hati tentang struktur reward-nya. Penting bagi guru untuk memberi reward pada produk kelompok baik hasil akhir maupun perilaku kooperatif yang menghasilkannya. Memberi Pengakuan Pada Usaha Kooperatif Tugas pasca-pengajaran penting lain yang unik untuk cooperative learning adalah penekanan yang diberikan pada pemberian pengakuan pada usaha dan prestasi siswa. Para pengembang pendekatan GI memberi pengakuan pada usaha tim dengan menekankan presentasi kelompok dan dengan mempertontonkan hasil-hasil investigasi kelompok secara mencolok di kelas.

Cooperative Learning: Sebuah Pemikiran Akhir


Cooperative learning seharusnya menjadi bagian repertoar setiap guru pemula. Karya kelompok developmental dan penelitian empiris yang seksama telah menghasilkan sebuah model yang membantu meningkatkan toleransi yang lebih besar terhadap perbedaan, untuk mengajarkan berbagai keterampilan sosial dan kelompok, dan untuk meningkatkan prestasi akademis. Seagian pendidik mempunyai ekspektasi yang tinggi atas cooperative learning sebagai cara untuk meningkatkan perilaku sosial siswa yang positif dan mengoreksi banyak ketidakadilan sosial yang ada di masyarakat kita. Model ini telah menunjukkan kesuksesan dalam memenuhi tujuan-tujuan semacam ini. Akan tetapi, para pendidik seharusnya berhati-hati untuk tidak terlalu menekankan manfaat model ini dan mendidik para warga masyarakat untuk menyadari bahwa tidak ada pendekatan pengajaran yang dapat mengatasi berbagai masalah sosial yang sudah berlangsung lama dalam waktu semalam saja.

You might also like