You are on page 1of 10

Berdasarkan hasil analisis dari data-data yang ada bisa ditentukan diagnosis kerjanya bahwa sang pasien di diagnosis

neonatal jaundice.

METABOLISME BILIRUBIN

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :


1. Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirect. Bilirubin indirect yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi Hymans van den Borgh) yang bersifat larut dalam lemak. 2. Transportasi Bilirubin indirect kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkim hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin dan sebagian kecil pada glutation S transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagain besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Perberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin. 3. Konjugasi Dalam sel hepar, bilirubion kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah

bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin digluronide. Pertama-tama ialah uridin difosfat glukoronidase transferase (UPDG :T) yang mengkatalisa pemebentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke empedu tanpa konjugasi miusalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto). 4. Ekskresi Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direct yang larut dalam air dan dieksresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin ini tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin direct dihidrolisis menjadi bilirubin indirect dan direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatik. Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak diubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dengan terabsorbsi sehingga sirkulasi enterohepatik pun meningkat.

5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus Pada likuor amnii yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehami1an 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh., kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningktan bilirubin amnii juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnii betum diketabui dengan jetas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besamya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkutasi sangat terbatas. Demikian kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah mclalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi kumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin haI ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus haI ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus.

Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar betum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. lnilah yang menjadi dasar pencegahan 'kernicterus' dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal tetah tercapai.

Gambar : metabolisme bilirubin pada neonates

JAUNDICE PADA BAYI Jaundice pada bayi ditemukan bila terjadi gangguan pada proses normal sintesis dan metabolisme bilirubin yang telah diuraikan sebelumnya. Jaundice pada bayi bisa dibagi dalam dua kelompok utama yaitu:

1. Non-cholestatic jaundice: merupakan jaundice yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia indirek atau peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah

2. Cholestatic jaundice: merupakan jaundice yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia

direk atau peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah (melebihi 2 mg/dL) Selain itu, etiologi jaundice dapat diperkirakan dari onset jaundice pada bayi yang menderitanya: Jaundice muncul pada 24 jam pertama: mempunyai etiologi yang patologik; bisa disebabkan oleh eritroblastosis fetalis, hemorrhage, sepsis, atau infeksi congenital oleh TORCH

Jaundice muncul pada hari ke2 dan ke3: merupakan jaundice yang fisiologik; juga bisa disebabkan oleh proses patologik seperti pada Crigler-Najjar Syndrome

Jaundice muncul setelah hari ke 3 (pada minggu pertama): jaundice yang disebabkan oleh sepsis atau infeksi traktus urinarius

Jaundice muncul setelah minggu pertama: mempunyai kemungkinan etiologi yang banyak antara lain adalah breast-milk jaundice, septicemia, atresia biliaris, hepatitis, galaktosemia, hipotiroidism, dan anemia hemolytic yang kongenital

NON-CHOLESTATIC JAUNDICE. Hiperbilirubinemia indirek dapat terjadi bila: 1. Terjadi peningkatan produksi bilirubin indirek akibat katabolisme heme yang berlebihan 2. Bilirubin indirek yang dibawa ke hepatosit melawati plasma berkurang 3. Bilirubin yang diangkut masuk ke dalam hepatosit berkurang 4. Bilirubin yang disimpan dalam sitosol hepatosit berkurang akibat ligandin dan protein Y yang berkurang 5. Bilirubin yang mengalami konjugasi berkurang 6. Bilirubin yang mengalami resirkulasi lewat siklus enterohepatik meningkat Penyebab hiperbilirubinemia indirek dapat fisiologik (pada icterus neonatorum dan breastfeeding jaundice) maupun patologik. Pada non-cholestatic jaundice, bayi terlihat berwarna kuning terang sampai orange. Jaundice biasa ditemukan pertama kali di daerah muka dan selanjutnya mengalami penyebaran secara sefalocaudal dengan meningkatnya kadar bilirubin

dalam serum (5 mg/dL jaundice terlihat pada muka; 15 mg/dL jaundice terlihat pada bagian tengan abdomen; dan 20 mg/dL jaundice terlihat pada telapak kaki). Ikterus neonatorum. Pada bayi yang baru lahir, metabolisme bilirubin tengah mengalami transisi dari fase fetal dimana bilirubin indirek dieliminasi melalui plasenta ke fase dewasa dimana bilirubin indirek mengalami ekskresi melalui sistem biliaris dan traktus gastrointestinal. Dalam keadaan fisiologik, kadar bilirubin indirek dalam plasma darah tali pusat adalah 1-3 mg/dL dan meningkat dengan laju <5 mg/dL setiap 24 jam. Jaundice terlihat pada hari ke2 dan ke3, mengalami puncaknya diantara hari ke2 dan hari ke4 (kadar serum 5-6 mg/dL untuk bayi berkulit putih dan hitam; 10-14 mg/dL pada bayi oriental). Kadar bilirubin kemudian mengalami penurunan secara bertahap mencapai 2 mg/ dL diantara hari ke5 dan ke7. Pada hari ke10 sampai hari ke14, kadar bilirubin indirek sudah mencapai 1 mg/dL. Pada bayi prematur, jaundice ditemukan lebih awal dan kadar bilirubin mengalami peningkatan/penurunan yang membutuhkan waktu lebih lama.3 Ikterus neonatorum terjadi karena: 1. Sintesis bilirubin indirek yang berlebih akibat pemecahan eritrosit fetus yang mempunyai massa yang lebih besar serta masa hidup yang lebih singkat
2. Hepar bayi masih immatur sehingga uptake menurun, konjugasi tidak maksimal

(retikulum endoplasma dalam hepatosit belum matang), dan sekresi terhambat 3. Resirkulasi melalui siklus enterohepatik meningkat pada bayi Hiperbilirubinemia yang persisten sampai lebih dari 2 minggu menandakan adanya hemolisis, defisiensi enzim glucoronyl transferase, breast-milk jaundice, hipotiroidisme, dan obstruksi intestinal. Jaundice yang patologik harus dicurigai bila: Jaundice muncul pada 24-36 jam pertama Kadar bilirubin meningkat dengan laju lebih dari 5 mg/dL dalam 24 jam Kadar bilirubin melebihi 12 mg/dL pada bayi baru lahir dan 10-14 mg/dL pada bayi prematur

Jaundice persisten setelah hari ke10-14 Kadar bilirubin direk lebih dari 2 mg/dL

Hiperbilirubinemia patologik. Hiperbilirubinemia indirek selain disebabkan oleh proses fisiologis, juga dapat disebabkan oleh proses patologik, antara lain adalah:

Anemia hemolytic: Anemia hemolytic dapat menyebabkan hiperbilirubinemia indirek karena katabolisme heme yang berlebihan. Namun kadar bilirubin indirek dalam plasma tidak meningkat lebih dari 4 mg/dL karena kemampuan hepar yang sehat untuk mengatasi peningkatan sintesis bilirubin.

Crigler-Najjar syndrome tipe I: Penyakit ini merupakan kelainan autosom resesif yang disebabkan mutasi gen pengkode enzim glucoronyl-transferase pada kromosom 2. Akibat mutasi gen ini, terjadi gangguan pada konjugasi bilirubin. Kelainan ini ditandai oleh jaundice yang parah dengan kadar bilirubin melebihi 20 mg/dL, dan biasanya fatal dalam 15 bulan pertama.

Crigler-Najjar syndrome tipe II: Penyakit ini juga merupakan kelainan yang disebabkan oleh mutasi gen pengkode enzim glucoronyl-transferase. Namun pada Crigler-Najjar syndrome tipe II, sebagian aktivitas enzim masi dipertahankan sehingga perjalanan penyakitnya lebih ringan daripada yang tipe I. Kadar bilirubin biasanya tidak melebihi 20 mg/dL.

Gilbert syndrome: Kelainan yang cukap prevalen ini juga disebabkan oleh mutasi pada gen pengkode glucoronyl-transferase. Gilbert syndrome lebih sering ditemukan pada laki-laki. Sekitar 30% dari fungsi enzim tersebut dipertahankan sehingga kelainan ini tidak menimbulkan bahaya.

Breast-milk jaundice. Diperkirakan, 2% bayi yang minum ASI mengalami peningkatan kadar bilirubin pada hari ke-7 atau akhir minggu pertama dimana ikterus neonatorum seharusnya mengalami penurunan. Konsentrasi bilirubin indirek dapat mencapai kadar maksimal 10-30 mg/dL pada minggu kedua dan ketiga. Bila pemberian ASI diteruskan, kadar bilirubin menurun secara lambat namun tetap tinggi sampai minggu ke3-10. Bila pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin menurun secara cepat, mencapai kadar normal hanya dalam beberapa hari. Etiologi dari breast-milk jaundice belum diketahui namun diduga karena: meningkatnya sirkulasi bilirubin melalui siklus enterohepatik; kadar asam lemak dan metabolit progesterone yang tinggi dalam ASI yang bisa menghambat enzim glucoronyl transferase; terdapat glucoronidase dalam ASI.

KOMPLIKASI dari hiperbilirubinemia indirek pada non-cholestatic jaundice adalah kernicterus. Kernicterus atau bilirubin encephalopathy adalah kelainan neurologis yang timbul akibat deposisi bilirubin indirek pada ganglia basalis dan nucleus batang otak. Bilirubin indirek bersifat neurotoksik karena merupakan bilirubin yang lipofilik sehingga dapat menembus sawar darah otak atau blood brain barrier. Bilirubin diduga merusak membran sel saraf pada otak, menganggu utilisasi oksigen dengan jaringan cerebral. Kadar bilirubin indirek yang dapat menimbulkan kernicterus belum diketahui secara pasti, namun kernicterus ditemukan pada kadar bilirubin 21-50 mg/dL (lebih sering pada kadar bilirubin yang melebihi 30 mg/dL). CHOLESTATIC JAUNDICE. Cholestatic jaundice merupakan jaundice yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia direk. Hiperbilirubinemia direk merupakan akibat dari proses patologis yang tejadi pada hepar dan sistem biliaris, dan sering disamakan dengan cholestasis. Cholestasis merupakan kondisi patologis dimana terjadi penurunan sintesis cairan empedu, penurunan aliran cairan empedu, dan elevasi kadar bilirudin direk dalam serum yang berlangsung lebih lama dari 14 hari atau 2 minggu. Cholestasis terjadi karena adanya obstruksi mekanik aliran cairan empedu (bila terbentuk striktur atau ada atresia biliaris) atau karena gangguan fungsional sekresi cairan empedu oleh hepar akibat infeksi, gangguan genetik, atau gangguan metabolik. Cholestasis dibagi menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik.

Bayi yang menderita cholestatic jaundice terlihat berwarna kuning kehijauan (greenish or muddy yellow). Selain itu manifestasi klinis dari cholestatic jaundice adalah urin berwarna gelap, tinja berwarna pucat atau terang (acholic stools), dan hepatomegali. Neonatal hepatitis. Hepatitis pada neonatus merupakan suatu cholestasis intrahepatik. Berdasarkan etiologi, hepatitis bisa dibagi menjadi:

1. Idiopathic neonatal hepatitis: merupakan radang hati dengan etiologi yang tidak jelas yang terjadi segera setelah lahir dan ditandai dengan jaundice yang menetap, berkepanjangan, dan mengakibatkan sirosis. 2. Infectious neonatal hepatitis: merupakan radang hati yang disebabkan oleh infeksi. Hepatitis pada neonatus biasa disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis A, B, dan C; herpes simpleks; enterovirus; dan cytomegalovirus (CMV). Hepatitis juga bisa disebabkan oleh infeksi parasit, bakteri, dan jamur. Atresia biliaris. Atresia biliaris atau progressive obliterative cholangiopathy merupakan obliterasi atau hipoplasia satu komponen atau lebih dari duktus biliaris akibat berhentinya perkembangan janin, dan mengakibatkan jaundice yang persisten. Abnormalitas struktur anatomis dari duktus biliaris bervariasi, namun yang paling sering didapatkan (85% dari semua kasus atresia biliaris) adalah obliterasi dari seluruh duktus biliaris ekstrahepatik distal dari porta hepatis. Pada pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG), tidak terlihat vesica fellea atau terlihat vesica fellea yang berukuran sangat kecil (microgallbladder). Selain itu, terdapat triangular cord (TC) sign yaitu masa fibrotik berbentuk cone yang merupakan sisa ductus hepaticus yang terdapat di porta hepatis. Allagille syndrome. Merupakan cholestasis intrahepatik yang ditandai oleh penurunan atau hilangnya duktus biliaris yang normalnya terdapat di area portal dan merupakan bagian dari portal triad. Biopsi pada awal kehidupan menunjukan tanda-tanda inflammasi duktus biliaris diikuti oleh penurunan jumlah dan mengecilnya diameter duktus biliaris interlobularis. Manifestasi klinis sindrom Allagille nonspesifik yang mencakup karakteristik muka yang khas, abnormalitas pada mata, abnormalitas pada jantung, gangguan pertumbuhan, serta defek pada spermatogenesis. Dubin-Johnson syndrome. Dubin-Johnson syndrome merupakan kelainan autosom resesif dengan gejala hiperbilirubinemia direk pada masa anak-anak dan dewasa. Hiperbilirubinemia disebabkan oleh mutasi pada gen yang mengkode pembentukan MRP-2, protein yang terlibat dalam proses sekresi bilirubin ke dalam cairan empedu. Pada bagian tengah hepatosit, terdapat pigmen abnormal berwarna hitam yang berasal dari epinefrin. PENATALAKSANAAN pada jaundice dan hiperbilirubinemia bervariasi tergantung dari etiologinya.

Pada non-cholestatic jaundice, dilakukan fototerapi dan exchange transfusion yang dapat menurunkan kadar bilirubin indirek dalam plasma. Pada bayi yang tidak lahir secara prematur, fototerapi dilakukan bila kadar bilirubin melebihi 15 mg/dL pada 48 jam pertama, 18 mg/dL pada 48-72 jam, dana 20 mg/dL bila sudah lebih dari 3 hari. Pada fototerapi, bayi menerima pajanan sinar berintensitas tinggi yang merupakan bagian dari spektrum cahaya terlihat. Sinar dengan panjang gelombang 420-470 nm yang berwarna biru diserap oleh bilirubin secara maksimal dan terjadi suatu reaksi fotokimia. Bilirubin pada kulit mengalami reaksi fotoisomerasi dan terkonversi dari bentuk toksik native unconjugated 4Z, 15Z-bilirubin menjadi bentuk yang dapat diekskresi ke dalam cairan empedu tanpa harus melalui proses konjugasi, yaitu bentuk unconjugated configurational isomer 4Z, 15E-bilirubin. Selain itu juga terbentuk lumirubin, merupakan isomer dari bilirubin, yang dapat diekskresi oleh ginjal dalam keadaan tidak terkonjugasi. Mata bayi harus ditutupi secara adekuat sebelum fototerapi dilakukan untuk mencegah kerusakan kornea yang dapat terjadi jika terpajan oleh sinar fototerapi. Foto terapi harus dihentikan bila kadar bilirubin indirek telah turun mencapai nilai normal (perlu diketahui bahwa warna kulit tidak dapat digunakan untuk evaluasi efektivitas dari fototerapi). Kontraindikasi untuk fototerapi adalah porfiria. Bila fototerapi digunakan untuk hiperbilirubinemia direk, maka dapat terjadi baby bronze syndrome dimana kulit bayi berubah warna menjadi coklat- abu abu. Bila fototerapi tidak dapat menjaga kadar bilirubin di bawah 25 mg/dL, maka dilakukan exchange transfusion. Fototerapi dan exchange transfusion dilakukan untuk mencegah efek neurotoksik dari bilirubin indirek yang dapat menembus blood brain barrier dan menyebabkan kernicterus. Bayi yang menderita cholestatic jaundice, harus segera dibawa ke spesialis dokter anak yang berkecimpung dalam bidang gastroenterologi untuk dapat ditegakan diagnosis yang tepat. Pada atresia biliaris koreksi dilakukan dengan tindakan bedah yaitu prosedur Kasai. Tingkat keberhasilan Kasai portoenterostomi lebih besar bila prosedur dilakukan sedini mungkin.

You might also like