You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Penyelenggaraan sistem jaminan sosial telah menjadi agenda nasional di negara- negara berkembang yang didasari oleh kesadaran untuk mewujudkan keadilan sosial dan terpenuhinya agenda pembangunan sosial ekonomi. Kompetisi global semakin memperkuat keyakinan pemerintah di negara-negara berkembang untuk mempercepat proses pembangunan sistem jaminan sosial yang kuat, ter padu dan ter integrasi dengan berbagai agenda reformasi pembangunan terutama di bidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Dalam konteks negara modern, pelayanan publik telah menjadi lembaga dan profesi yang semakin penting. Ia tidak lagi merupakan aktivitas sambilan, tanpa payung hukum, gaji dan jaminan sosial yang memadai, sebagaimana terjadi di banyak Negara berkembang pada masa lalu. Pembangunan ekonomi yang telah kita laksanakan selama 32 tahun lebih, dilihat dari satu aspek memang menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik. Walaupun dalam periode tersebut, kita menghadapi 2 kali krisis ekonomi (yaitu krisis hutang Pertamina dan krisis karena anjloknya harga minyak), tetapi rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional masih di atas 13 persen pertahun. Pendapatan perkapita atau GDP perkapita juga meningkat tajam dari Rp. 23,9 juta pada tahun 2009 menjadi Rp. 27 juta pada tahun 2010. Walaupun berbagai program penanggulangan kemiskinan telah kita dilaksanakan, pr ogram 8 jalur pemerataan telah kita canangkan, tetapi ternyata semuanya tidak mampu memecahkan masalah-masalah dimaksud. Oleh sebab itu, yang kita butuhkan saat ini sebenarnya bukan program penanggulangan kemiskinan, tetapi merumuskan kembali strategi pembangunan yang cocok untuk Indonesia. Kalau strategi pembangunan ekonomi yang kita tempuh benar, maka

sebenarnya semua program pembangunan adalah sekaligus menjadi program penanggulangan kemiskinan. Sebagai sebuah daerah, Malang seharusnya bisa menjamin keberlangsungan kesejahteraan masyarakatnya yang terlibat dalam pertumbuhan dan pengelolaan sumber daya yang berasal dari dan untuk kepentingan publik. Sebagai sebuah daerah yang berpijak pada prinsip-prinsip profesionalisme dan etika seperti akuntabilitas, efektifitas, efisiensi, integritas, netralitas, dan keadilan bagi semua masyarakat. Dengan melihat dari sisi daerah berkembang di Negara Indonesia salah satunya adalah Malang, percapaian pembangunan manusia di Malang masih lebih maju dibandingkan dengan daerah - daerah yang ada di Indonesia, dan berada pada tingkat menengah dalam pembangunan manusia global (medium human development). Daerah Malang yang pada saat ini masih berada pada tahap pemulihan r estrukturisasi di bidang ekonomi dan juga per ubahan-perubahan di bidang sosial politik. Dalam proses ini tidak dapat dihindari semakin meluasnya kesenjangan antar kelompok, juga antara daerah yang kaya dan daerah yang miskin, terutama kesenjangan index pembangunan manusia (IPM) yang mencakup tentang masalah kemiskinan (www.wikipedia. com) Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat gar is besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dar i publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam Negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang maupun jasa publik yang pada prinsipnya

menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak (Wikipedia, 2008). Dalam pelaksanaannya, kebijakan publik ini harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Untuk mewujudkan keinginan tersebut dan menjadikan kebijakan tersebut efektif, maka diperlukan sedikitnya tiga hal: 1. Adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan; 2. Kebijakan ini har us jelas struktur pelaksana dan pembiayaannya; dan 3. Adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak (Wikipedia, 2008). Dalam masyarakat otoriter kebijakan dan pelayanan publik seringkali hanya berdasarkan keinginan penguasa semata. Sehingga penjabaran tiga hal di atas tidak berjalan. Tetapi dalam masyarakat demokratis, yang kerap menjadi persoalan adalah bagaimana menyerap opini publik dan membangun suatu kebijakan yang mendapat dukungan publik. Kemampuan para pemimpin politik berkomunikasi dengan masyarakat guna menampung keinginan mereka adalah penting. Tetapi sama pentingnya adalah kemampuan para pemimpin untuk menjelaskan pada masyarakat kenapa suatu keinginan tidak bisa dipenuhi. Adalah naif untuk mengharapkan bahwa ada pemerintahan yang bisa memuaskan seluruh masyarakat setiap saat. Namun, adalah otoriter suatu pemerintahan yang tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi dan berusaha mengkomunikasikan kebijakan yang berjalan maupun yang akan dijalankannya.

Pemenuhan hak dasar khususnya pelayanan kesehatan merupakan salah satu kebijakan yang diluncurkan oleh Pemerintah daerah Malang yang ter cakup dalam strategi nasional penaggulangan kemiskinan. Saat ini keluarga miskin di daerah Malang menjadi sasaran program kesehatan yang utama, apalagi dengan keadaan ekonomi yang memburuk jumlah keluarga miskin atau kurang mampu makin meningkat. Keadaan tersebut ternyata juga mengakibatkan penur unan frekuensi konsumsi pangan, barang dan jasa termasuk didalamnya kesehatan. Penurunan tersebut mencakup kualitas dan kunjungan ke rumah sakit, Puskesmas dan bidan di daerah Malang. Krisis ekonomi memang telah banyak menimbulkan dampak ter hadap pembangunan Kesehatan ter masuk pelayanan Kesehatan masyarakat. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan sebagai langkah awal pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional ( SJSN) maka sejak Januari tahun 2005 Departemen Kesehatan meluncurkan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin yang telah berlangsung sebelumnnya seperti Jaring Pengaman Sosial bidang Kesehatan (JPSBK) dan Program Dampak Pengurangan Subsisi Ener gi (PDPSE) atau Bahan Bakar Minyak yakni Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPSBBM). Menguatnya embusan globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi membawa peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi masyarakat di daerah Malang, Pemerintah saat ini sedang berusaha memperbaiki layanan publik, khususnya dalam pelayanan sosial bagi masyarakat dengan kebutuhan khusus maupun umum. Dengan memfokuskan pada masyarakat kalangan bawah yang kekurangan fasilitas kesehatan, makalah ini membahas bagaimana pemerintah melalui departemen sosial menerapkan kebijakan pelayanan sosial ter hadap kelompok yang kurang beruntung ini.

1.2 Perumusan Masalah Bagaimana implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di daerah Malang serta Hubungannya dengan ekonomi publik? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ) di daerah Malang serta hubungannya dengan ekonomi publik. 1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi mahasiswa : 1. Dapat memberikan wawasan atau pengetahuan mengenai Jaminan Kesehatan Masyarakat di daerah Malang serta memperoleh kesempatan untuk menerapkan pengetahuan teoritis yang diperoleh diperkuliahan dalam berbagai kasus riil di dunia kerja. 2. Bagi Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis. Agar makalah ini dapat diter ima sebagai masukkan baru dalam mempelajar i dunia ekonomi. b. Bagi Penulis. Untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan secara nyata sehingga dapat dijadikan bahan refer ensi yang ber harga bagi penulis.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Tantangan global Saat ini tantangan utama negara-bangsa di seluruh dunia bukan lagi isu perang dingin. Melainkan meningkatnya kompleksitas kemiskinan, konflik etnis, penguatan demokrasi dengan segala resikonya, serta globalisasi ekonomi ter masuk perubahan peran dan interaksi antara negara, pasar, dan masyarakat madani. Selain itu, aspirasi dan tuntutan masyarakat juga semakin meningkat akibat semakin terbukanya infor masi dan meningkatnya kesadaran hak-hak warga negara. Perubahan global ini telah mengubah lingkungan dimana pemerintahan beroperasi, menantang peran tradisional negara, dan memperkenalkan aktor-aktor baru pada proses pembangunan dan kepemerintahan (governance). Transfor masi global ini juga menuntut reformulasi peran dan tanggung jawab para pegawai negeri sebagai pengelola sumber-sumber publik dan penjaga mandat kepercayaan masyarakat. Pigou berpendapat bahwa barang publik harus disediakan sampai suatu tingkat dimana kepuasan marginal (marginal disutility) akan pajak yang dipungut untuk membiayai program-program pemerintah atau untuk menyediakan barang publik. (Guritno, 2001) Rendahnya kualitas dan efektifitas pelayanan publik telah melahirkan dampak multidimensional. Secara sosial-politik, buruknya pelayanan publik menimbulkan erosi kepercayaan dan sinisme warga terhadap pemerintah yang pada gilirannya meruntuhkan ketertiban dan kedamaian pada masyarakat. Secara ekonomi, korupsi dan r endahnya akuntabilitas institusi publik bukan saja telah mengurangi anggaran pelayanan bagi rakyat banyak. Melainkan pula telah menghambat perekonomian. Bukti-bukti empiris di banyak negara

memperlihatkan bahwa korupsi memiliki dampak negatif yang signifikan dan luas terhadap investasi dan per dagangan. Sebaliknya, korupsi yang rendah memacu investasi dan pertumbuhan ekonomi. (Edi, 2008) 2.2. Pergeseran paradigma Sebagai bagian dari respon terhadap tantangan global di atas, telah terjadi pergeseran paradigma dalam pelayanan publik. Tiga pergeseran di bawah ini penting dicatat. 1. Dari problems-based ser vices ke rights-based services. Pelayanan sosial yang dahulunya diberikan sekadar untuk merespon masalah atau kebutuhan masyarakat, kini diselenggarakan guna memenuhi hak-hak sosial masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi nasional dan konvensi internasional. 2. Dari rules-based approaches ke outcome-oriented approaches. Pendekatan pelayanan publik cenderung bergeser dari yang semata didasari peraturan normatif menjadi pendekatan yang berorientasi kepada hasil. Akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi menjadi kata kunci yang semakin penting. 3. Dari public management ke public governance. Menurut Bovaird dan Loffler (2003), dalam konsep manajemen publik, masyarakat dianggap sebagai klien, pelanggan atau sekadar pengguna layanan sehingga mer upakan bagian dari market contract. Sedangkan dalam konsep kepemerintahan publik, masyarakat dipandang sebagai warga negara yang mer upakan bagian dari social contract. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa paradigma baru menafikan sama sekali paradigma lama. Meski paradigma baru cenderung semakin menguat, diantara keduanya senantiasa ada persinggungan dan kadang saling mendukung.

2.3. Situasi Daerah Malang Malang sebagai daer ah berkembang masih dihadapkan pada masalah r endahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Hingga saat ini berbagai upaya telah dikembangkan seperti program kesehatan masyarakat, peningkatan investasi pada pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan, desentralisasi sistem kesehatan, namun akses masyarakat pada pelayanan kesehatan tetap menjadi masalah utama bahkan berkontribusi pada kemiskinan. Penyebab utama seluruh permasalahan ini terletak pada terbatasnya akses masyarakat terhadap sistem jaminan sosial yang akuat. Pemahaman bahwa kesehatan dan jaminan sosial adalah alat dan prasyarat utama untuk mengatasi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan masih belum sepenuhnya dipahami dan diselenggarakan dalam kebijakan yang koheren dan ef ektif. Pelayanan Publik di Malang cenderung memiliki beberapa permasalahan yang mendasar. Selain ef ektifitas pengor ganisasian dan partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan masih relatif rendah, pelayanan publik juga belum memiliki mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa. Akibatnya, kualitas produk layanan juga belum memuaskan para penggunanya. Selain itu, pelayanan publik di Malang juga belum responsif terhadap masyarakat dengan kebutuhan khusus, ter masuk terhadap kelompok rentan, penyandang cacat, lanjut usia dan komunitas adat terpencil. Sebagai contoh, Untuk Program Kredit Usaha Rakyat di daerah Malang masih tidak seutuhnya bisa dirasakan Pengusaha Kecil. Rata-rata Bank mendanai program KUR hanya untuk pengusaha yang jelas-jelas sudah sukses. Prosesnya pun sangat sulit dan ruwet. Terkait dengan jaminan, dijelaskan bahwa dengan pinjaman 20 juta tidak membutuhkan jaminan, namun masih banyak Bank yang masih pilih-pilih jaminan, walau hanya pinjam dibawah 20 juta. Tim Survei pun masih milih-milih Peminjam, orang yang lebih dekat lebih gampang & mudah prosesnya. Jadi dapat dikatakan, Program KUR belum berjalan baik di tataran
8

bawah, jadi pemerintah harus mengevaluasi lagi di pelaksananya.(Suara Pembaruan, 2011) Pemerintah Malang membuat enam program untuk rakyat miskin yaitu rumah sangat murah, kendaraan angkutan umum dan listrik murah, air bersih, peningkatan kehidupan nelayan, dan masyarakat pinggir perkotaan. Siaran pers Seskab baru-baru ini menyebutkan, enam program yang disebut Program Klaster 4 tersebut merupakan pelengkap program lain dalam upaya pemerintah mengurangi kemiskinan. Pemerintah sebelumnya telah membuat program sejenis yang masuk dalam klaster 1-3. Klaster 1 bersifat bantuan yang antara lain berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Beras bersubsidi atau beras untuk rumah tangga miskin (Raskin) 10 kg/RTS/bulan dengan harga Rp1.500/kg, pr ogram keluarga harapan (PKH) yang diberikan kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yaitu setiap RTSM mendapat Rp 400.000 - 2 juta. Selain itu program klaster 1 yang terkait dengan klaster 4 adalah jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) untuk berobat gratis di Puskesmas dan rumah sakit kelas III milik pemerintah. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk mendukung operasionalisasi fasilitas pelayanan kesehatan sebesar Rp 100 juta/Puskesmas/tahun, bantuan sosial bagi pengungsi/korban bencana, bantuan penyandang cacat sebesar Rp 300 ribu/bulan; dan bantuan untuk lanjut usia (lansia) telantar Rp 300 ribu/bulan. Sedangkan klaster 2 berisikan pr ogram pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat secara ekonomi. Klaster ini diibaratkan sebagai kail karena bersifat memberikan peluang kepada masyarakat miskin berdasarkan potensi dan kemampuan yang mereka miliki. Dalam klaster 2, pemerintah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini dilaksanakan oleh 13 Kementerian dan 1 lembaga. Melalui anggaran ini, setiap kecamatan akan memperoleh dana hingga sekitar Rp3 milliar yang r encananya akan dialokasikan di 6.622 kecamatan.

Dengan demikian total anggaran PNPM tahun 2011 mencapai sekitar Rp 10,3 triliun. Dalam program itu, masyarakat miskin akan menentukan, mengusulkan, dan melaksanakan sendiri proyek-proyek yang dipandang penting dan krusial bagi upaya pengentasan kemiskinan di wilayah mereka. Salah satu komponen terpenting dalam program ini adalah adanya dana bergulir untuk kegiatan usaha. Program peningkatan keberdayaan ekonomi ini kemudian diperkuat dengan diluncurkannya program kr edit usaha rakyat (KUR) yang tergabung dalam klaster 3. Dalam program KUR, pemerintah Malang menempatkan dana pada PT Asuransi Kr edit Indonesia (Askrindo) sebagai dana penjaminan untuk memper mudah penyaluran kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan penempatan dana itu, maka UMKM dapat memperoleh KUR dari perbankan hingga sebesar Rp20 juta per debitur tanpa harus memberikan agunan kepada pihak perbankan. Disalurkan KUR Program KUR disalurkan melalui BRI, BNI, Bank Mandir i, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank BTN, dan bank-bank pembangunan daerah yang meliputi Bank DKI, Bank Nagari, Bank Jabar-Banten, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank NT B, Bank Kalbar, BPD Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku, dan Bank Papua. Program KUR juga dikucurkan untuk para TKI dengan kr edit maksimal Rp60 juta dan disalurkan juga untuk sektor perkebunan dengan masa kr edit hingga 13 tahun. Sejak pertama kali diluncurkan pada akhir 2007 hingga April 2011, realisasi penyaluran KUR telah mencapai Rp 43,3 triliun untuk sekitar 4,4 juta debitur. Progr am klaster 4 merupakan pelengkap dan penguat ber bagai program pengurangan kemiskinan yang merupakan program prioritas pemerintah. Melalui program klaster 4, beban pengeluaran masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah, transportasi, dan energi akan berkurang.

10

Dengan demikian daya beli mereka akan terangkat dan memberikan mereka peluang yang lebih baik dalam mengakses berbagai peluang ekonomi yang ter sedia agar dapat lepas dari jeratan kemiskinan. Komitmen pemerintah Malang yang besar dalam mengurangi kemiskinan ini merupakan penjabaran dar i strategi pemerintah untuk menghasilkan pertumbuhan yang "inclusive," yang berarti pertumbuhan untuk semua secara adil dan merata. Sejak awal kemerdekaan Bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat adil dan makmur, sebagaimana termuat dalam alinea ke empat Undang Undang Dasar 1945. Program program yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar pada upaya pengentasan kemiskinan, karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan. Untuk mengurangi dampak dampak kemiskinan. Ada beberapa program program pengentasan kemiskinan yang dilakukan Pemerintah Malang yaitu : (1). Program Impres Desa Tertinggal yaitu suatu program yang dilakukan dengan cara member i bantuan kepada masyarakat miskin yang tidak memiliki modal awal untuk mengembangkan usaha yang berlokasi di desa tertinggal, (2). Program Taksra dan Kukesra yaitu program yang diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak berlokasi di desa tertinggal, bantuan yang diberikan sifatnya hanya merangsang masyarakat miskin untuk menabung dan selanjutnya melakukan usaha, bantuan yang diberikanpun berupa tabungan dan pinjaman., (3) Progr am Jaringan Pengaman Sosial yaitu program yang dilakukan dalam rangka menyelamatkan rakyat dari deraan krisis, sifatnya darurat dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan, menciptakan lapangan pekerjaan, mengembangkan usaha kecil dan menengah, dan melindungi sosial masyarakat dalam pelayanan dasar khususnya kesehatan dan pendidikan (Sulistiyani,2004).

11

Dampak kemiskinan dapat dikaitkan dengan bermacam macam hal yaitu salah satunya adalah kesehatan dan penyakit. Kesehatan dan penyakit adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dar i permasalahan kemiskinan, kecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena mereka mengalami gangguan seperti menderita gizi bur uk, pengetahuan kesehatan berkurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman yang buruk, biaya kesehatan tidak tersedia. Sebaliknya kesehatan juga mempengaruhi kemiskinan, masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi tingkat pendidikan yang maju, stabilitas ekonomi mantap, investasi dan tabungan memadai sehingga orang yang sehat dapat menekan pengeluaran untuk berobat. ( www.jpkm-online.net) Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat ber hak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan pemerintah daerah Malang bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya ter masuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Malang, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per kelahiran hidup dan AKI sebesar 24,8 per 100.000 kelahiran hidup serat Umur Harapan Hidup 70, 5 Tahun. (BPS 2010) Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya askes dalam pelayanan kesehatan. Kesulitan askes pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikar enakan biaya kesehatan memang mahal. Seperti yang telah dijelaskan diatas, terdapat beberapa contoh program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah bertujuan untuk member i perlindungan sosial masyarakat dalam pelayanan dasar khusunya kesehatan dan
12

pendidikan, sehubungan dengan hal itu maka untuk menjamin askes penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar 1945, sejak tahun 2005 telah diupayakan untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Misakin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004, tentang penugasaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini terus diupayakan untuk ditingkatkan melalui perubahan perubahan setiap tahun. Perubahan mekanisme yang paling mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pember i Pelayanan Kesehatan (PPK) dar i Kas Negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit, penempatan pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim Koordinasi tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero) dalam manajemen kepesertaan, untuk menghindari kesalah pahaman dalam penjaminan kesehatan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin, pr ogram Askeskin berganti nama menjadi JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT yang selanjutnya disebut JAMKESMAS dengan tidak ada per ubahan jumlah sasaran yang telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. (www. jpkmonline.net) Jaminan Kesehatan Masyarakat ini sendiri dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Jamkesmas Kuota yaitu yang sudah ditetapkan oleh Menteri yaitu untuk wilayah Malang sebesar 458.662 jiwa, dalam pelaksanaannya masyarakat miskin yang sudah terdata oleh Pemerintah akan mendapatkan kartu Jamkesmas yang dapat digunakan di Puskesmas atau rumah Sakit yang telah di tunjuk oleh Pemerintah. Sedangkan untuk Jamkesmas non kuota dapat digunakan oleh masyarakat miskin yang tidak terdaftar oleh Pemerintah Malang dalam Jamkesmas Kuota yang sudah
13

memiliki Surat Keterangan Miskin (SKM) yang harus diterbitkan oleh lurah sesuai dengan wilayah tinggal masing masing. Kepala seksi Jaminan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Malang, menegaskan bahwa Surat Keterangan Miskin merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan Jamkesmas Non Kuota. Kemudian juga harus melampirakan fotokopi KTP atau KSK dan rujukan dari Puskesmas yang berisi diagnosa dokter, tanggal, nama Puskesmas dan nama dokter.(www.surabayaehealth.org). Namun dalam pelaksanaannya Jamkesmas yang telah dijalankan sejak tanggal 1 Juli 2008 dikhawatirkan akan menimbulkan beberapa permasalahan sosial karena Jamkesmas berbeda dengan Askeskin. Pada saat program Askeskin segala bentuk identitas Gakin seperti kartu PKPS-BBM, kartu JPS, kartu sehat, Kartu Identitas Keluar ga Miskin (KIKM) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) masih dapat digunakan untuk mendapat pelayanan kesehatan di RS milik Pemerintah dengan biaya dari Pemerintah pusat. Tetapi dalam pelaksanaan Jamkesmas, hanya Gakin yang masuk dalam daftar Jamkesmas yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit milik Pemer intah. Meskipun program program kemiskinan telah dilaksanakan , pada kenyataannya di lapangan program program tersebut banyak mengalami kendala. Ini berkaitan dengan sulitnya menghapus garis kemiskinan penduduk, sehingga banyak jumlah masyarakat yang tergolong miskin. Salah satu prasyarat keberhasilan program program sangat tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target gr oup dan target area. (Faisal Basri, 1995) Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ini bersifat ber jenjang dan Nasional, berjenjang berarti pelayananya berjenjang mulai Puskesmas, Rumah Sakit tipe B/C, kemudian Rumah Sakit tipe A, namun untuk pasien yang sifatnya emergenci bisa dirujuk langsung ke Rumah Sakit tipe A. Sedangkan Nasional berarti bagi masyarakat pemegang kartu Jamkesmas dapat digunakan dimana saja, tidak terbatas pada wilayah ia tinggal saja. Namun ternyata dalam pelaksaanaan
14

pelayanannya masih menimbulkan beberapa kendala di lapangan. Masyarakat miskin yang termasuk dalam database BPS (Badan Pusat Statistik) akan mendapatkan kartu Jamkesmas yang telah tercantum nama dan alamat pemegang kartu (by name by addres). Dengan kartu tersebut, pasien yang akan berobat seluruh biaya pengobatannya akan ditanggung oleh negara, tetapi pengobatannya harus dilaksanakan ber jenjang mulai dari Puskesmas, RS tipe C / B kemudian di RS tipe A. 2.4 Hubungan Jaminan Kesehatan dengan Ekonomi Publik Saat ini pelayanan kesehatan di Malang diselenggarakan mengikuti berbagai model penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan. Model dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Malang adalah model Semashko. Pada model ini, penyelenggaraan pelayanan kesehatan dibiayai sepenuhnya dar i anggaran Pemerintah, diselenggarakan oleh pelayanan kesehatan milik Pemerintah dan dilayani oleh Pegawai Kesehatan Pemerintah serta seluruh tingkatan pemerintahan bertanggung jawab untuk perencanaan, pengalokasian anggaran dan pengelolaan pengeluaran. Namun, ketidakcukupan dana dan penerapan berbagai inovasi dan intervensi kebijakan pembiyaan kesehatan menyebabkan model ini diselenggarakan bersamaan dengan model-model pembiayaan lainnya. Sehingga menjadi satu kejadian yang lumrah yang dijumpai di seluruh hirarki pelayanan kesehatan publik, mulai dari tingkat puskesmas hingga rumah sakit rujukan pusat nasional, pasien masih dibebani berbagai jenis biaya. Begitu pula bagi peserta asuransi kesehatan, mereka masih dibebani iuran biaya walaupun menggunakan fasilitas kesehatan publik. Model Semashko diperkenalkan di negara-negara sosialis setelah perang dunia kedua usai dan sudah ditinggalkan sejak awal tahun 1990. Negara-negara penganut model ini telah beralih ke jaminan kesehatan sosial. Model Semashko sangat sesuai untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan di era 1970an -1980an di saat pelayanan dan teknologi kesehatan masih sederhana dan murah.
15

Peran pemerintah malang masih sangat sederhana pula dan sangat sentralistik. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang semakin kompleks menuntut kapasitas pengelolaan yang adekuat. Pemer intah sudah tidak sanggup lagi menjalankan berbagai fungsi sekaligus dalam satu kesempatan, baik sebagai r egulator, pembayar (payer), penyelenggara (provider), pengawas (controller ) bahkan sebagai pendidik (edukator). Sistem pelayanan kesehatan yang padat teknologi dan semakin mahal menuntut penanganan yang profesional yang diselenggarakan oleh institusi yang handal dan menuntut metoda penyelenggaraan yang mampu bekerja efektif, efisien dan sekaligus memuaskan. Negara-negara penganut model ini terutama di kawasan Er opa Tengah dan Timur segera mengalihkan sistem pelayanan kesehatannya ke sistem jaminan kesehatan sosial di awal tahun 1990an. Bagaimana dengan Indonesia khususnya daerah Malang ? Inovasi dan intervensi yang seringkali parsial dan fragmentaris yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menguatkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di fasilatas kesehatan milik Pemerintah belum mampu menjawab tuntutan ekuitas, mutu, efisiensi dan transparansi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Biaya kesehatan yang semakin tinggi secara sederhana dibebankan kepada pasien sebagai user fees dan di sektor swasta, seluruh biaya pelayanan kesehatan ditanggung oleh pasen. Keadaan ini mengakibatkan lebih dari 75% belanja kesehatan di daerah Malang dibiayai oleh masyarakat yang mengakibatkan ketidakadilan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di daerah Malang. Jaminan kesehatan sosial hendaknya dibangun untuk dapat mengatasi ketidakadilan dan sekaligus untuk membenahi ketidakmampuan sistem pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang semakin rumit dan mahal. Keadilan dibangun dengan membangun jaminan kesehatan sosial yang memenuhi salah satu dari tiga kriter ia yaitu kepesertaan bersifat wajib yang ditetapkan oleh Undang- undang atau oleh persyaratan kepegawaian; program
16

diselenggarakan atas nama peserta dan pemberi kerja berkontribusi atas nama
peserta6 . UU SJSN telah memuat ketiga kriteria tersebut di dalam pasal-pasalnya.

Manfaat yang dijamin oleh jaminan kesehatan sosial harus mampu memenuhi asas, tujuan dan prinsip-prinsip sistem jaminan sosial sesuai dengan mandat UU SJSN. Pembangunan sistem jaminan kesehatan sosial harus terkait erat dengan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan pembangunan sistem jaminan sosial. Di berbagai forum internasional seringkali diingatkan akan pentingnya membangun kerangka reformasi kesehatan yang utuh, menyeluruh dan terintegrasi dengan pembangunan ekonomi dan program penanggulangan kemiskinan dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Sistem pembiayaan kesehatan yang koheren dibangun dengan mengedepankan keterpaduan penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan dengan program kesehatan masyarakat Reformasi penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan memerlukan kerangka konsep yang kompr ehensif dan koheren yang didasari oleh hasil telaah system penyelenggaraan kesehatan dan opsi-opsi pelaksanaan reformasi. Reformasi dilakukan secara bertahap untuk mengoreksi kesenjangan pembiayaan kesehatan dengan mereformasi struktur pembiayan kesehatan yang bertujuan terpenuhi hak seluruh penduduk untuk mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan. Reformasi pembiayaan kesehatan ditujukan untuk memenuhi tuntutan r efor masi kesehatan: 1) menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkeadilan; 2) perbaikan akses masyarakat ter hadap pelayanan kesehatan; 3) peningkatan ketersediaan pelayanan kesehatan ber kualitas; 4) terselenggaranya pelayanan kesehatan yang efisien; 5) ter laksananya kesinambungan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan reformasi seperti yang disebutkan di atas, pembangunan jaminan kesehatan sosial harus mengindahkan unsur-unsur yang ter cakup dalam good governance (akuntabilitas, partisipasi, dapat diprediksi, dan transparansi).

17

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan Dari berbagai uraian mengenai gambaran iplementasi manajemen kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM) atau lebih populernya disebut Askeskin di daerah Malang yang ter urai dalam bagian sebelumnnya maka dapat ditarik suatu garis merah atau kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam Pelaksanaan atau Implementasi Kebijakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM) Atau Askeskin daerah Malang ditinjau dari Aspek Kepesertaan ditemukan beberapa hal sebagai berikut: a. Bahwa pencatatan Rumah Tangga Miskin (RTM) yang dilakukan aparat desa (mitra statistik) BPS belum sepenuhnya dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pendataan Rumah Tangga Miskin yang di haruskan. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa keadaan yang ditemukan dalam penelitian, sebagai berikut: I. Belum seluruh PCL mendatangi semua Ketua RT yang berada dalam wilayah tugasnya. II. PCL juga belum melengkapi data rumah tangga yang diduga miskin dari Ketua RT, dengan informasi keluarga miskin dari hasil pendataan BKKBN dan sumber lainnya. III. iii. Sebelum melaksanakan kegiatan tahapan pencacahan/ pendataan dari rumah ke rumah, PCL tidak melaksanakan kegiatan tahapan verifikasi lapangan dan penyerapan aspirasi (secara utuh). Sebagian PCL melaksanakan kegiatan verifikasi lapangan dan penyerapan aspirasi masyarakat, bersamaan dengan kegiatan tahapan pencacahan dari rumah ke rumah. Hal itu disebabkan kurangnya komitmen PCL dalam melaksanakan tugas, terbatasnya
18

b. c.

d.

e.

f.

g.

waktu yang disediakan dalam pendataan dan kurangnya pengawasan. IV. Tidak semua PCL melakukan kegiatan tahapan pencacahan dar i rumah ke rumah. Pengerjaan for mulir RT ada yang dikerjakan di rumah PCL, ada yang dikerjakan di rumah ketua RT, ada yang langsung wawancara dengan warga sasaran. Belum ada upaya verifikasi data (rembug desa) rumah tangga miskin yang dicatat oleh mitra statistik di tingkat Desa. Manajemen kearsipan dari daerah Malang belum tersusun dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan tidak terorganisirnya data-data yang berkaitan dengan operasional pemerintahan desa-desa, termasuk juga data base tentang kemiskinan. Sehingga setiap pendataan akan menghasilkan data yang berbeda walaupun sasran programnya sama yakni masyarakat miskin. Transparansi sasaran (peserta Askeskin) belum dilakukan oleh para stakeholder. Hal itu terlihat saat pen-score-an masyarakat yang dikategorikan miskin yang dilakukan sangat tertutup dan menjadi tanggung jawab Pusat. Keterlambatan penerbitan kartu disebabkan oleh masih belum disayakahkannya SK yang ber isi daftar nama peserta Askeskin oleh Pemerintah Kabupaten. Hal itu disebabkan karena data dari bawah belum terkumpul secara menyeluruh (tidak semua warga miskin mempunyai KK). Terkait dengan distribusi kartu, dalam pelaksanaannya masih banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Hal itu terbukti dengan masih adanya sebagian besar kartu yang disimpan oleh aparat dengan alasan yang berbeda-beda. Keberadaan SKTM memberikan imbas yang tidak cukup menguntungkan bagi Askeskin. Hal ini terbukti dengan ketidakpopuleran Askeskin dibanding SKTM yang notabene dapat dengan mudah didapatkan oleh

19

siapapun. Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya warga yang lebih memilih menggunakan SKTM daripada Askeskin. h. Pengawasan terhadap keberadaan SKTM juga belum dilakukan secara optimal, peraturan mengenai sanksi atas pemberian keterangan miskin palsu juga belum dijalankan sebagaimana mestinya. 2. Beberapa hambatan dalam Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin aspek kepesertaan adalah Komunikasi baik internal maupun eksternal organisasi, kemampuan yang dimiliki sumber daya yang sebelumnnya diduga sebagi variabel awal yang mempengaruhi implementasi kebijakan program ini adalah benar terbukti sehingga pa akhirnya kedua faktor ini menjadi faktor penentu kebijakan. Hal itu ditunjukkan dengan fakta-fakta sebagai berikut: a. Kurangnya koordinasi antar anggota internal organisasi dalam implementasi pr ogram ini, sehingga program ini berjalan atas dasar kepercayaan mulai dari pendataan sampai dengan sosialisasi program ini. Hal itu terbukti dengan tidak dikutsertakannya Bidan Desa dalam proses pendataan. b. Penyampaian pesan yang tidak sempurna, sehingga tidak semua perangkat Desa mengetahui isi pesan yang dari progr am ini. c. Media komunikasi yang sederhana membuat ruang lingkup orangorang yang tahu program ini menjadi lebih sedikit. d. Belum sepenuhnya masyarakat mengetahui keberadaan program ini. Hanya masyarakat yang pernah menggunakan JPS ter dahulu saja yang mengetahui program ini. e. Pengetahuan masyarakat akan Kartu askeskin adalah hanya sebatas kartu berobat gratis, selebihnya mengenai manfaat serta fasilitas apa yang didapatkan mereka tidak tahu. f. Pemahaman pelaksana akan pr ogram dan sasaran program dirasa sangat kurang, sehingga banyak yang orang-orang yang seharusnya tidak masuk jadi peserta masuk jadi peserta.

20

3. Faktor-faktor lain yang menjadi yang mempengaruhi keber hasilan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM) Askeskin di daerah Malang yaitu: (disposisi) komitmen (disposisi), waktu (sumberdaya), pengawasan, kondisi sosial ekonomi dan politik, serta ketidakjelasan standar kebijakan. Hal itu ditunjukkan dengan temuan peneliti dilapangan sebagai berikut: a. Disposisi (implementor) rendah. Hal ini ditunjukkan dengan kurang komiten dan kejujuran implementor dalam melaksanakan tugas pendataan. b. Masih rendahnya komitmen dar i Pemerintah Daerah dalam pensuksesan program ini. Hal ini terbukti dengan belum dialokasikannya dana untuk menanggung warga miskin daerah yang tidak tercover dengan Askeskin. c. Waktu (yang disediakan) tidak memadai. Hal ini ditunjukkan dengan hampir semua implementor kebijakan dalam setiap tingkatan merasakan keterbatasan waktu yang disedikan sehingga mereka tidak bisa bekerja secara optimal. d. Kurangnya pengawasan. Hal ini ditunjukkan tidak dibentuknya/ditunjuknya badan yang berfungsi sebagi pengawas, semua kegiatan berjalan atas dasar kepercayaan. e. Standar atau kriter ia tidak jelas. Terjadi multinterprestasi dan ketidakjelasan terhadap bebrapa variabel yang jawaban pertanyaannya sangat subyektif (sangat tergantung pada kejujuran responden) seperti variabel tentang frekwensi membeli daging ayam dan susu dalam seminggu, frekwensi makan sehari, jumlah stel pakaian baru yang dibeli setahun, akses ke puskesmas/poliklinik dan kepemilikan aset, ada juga standar atau kriteria yang tidak sesuai dengan adat istiadat setempat. Akibatnya dalam program ini banyak mengundang pro dan kontra. f. Kondisi sosial ekonomi dan politik yang tidak mendukung. Hal ini. Hal ini ditunjukkan dengan adanya keberatan akan hasil pendataan yang dilatarbelakangi karena kecemburuan sosial (karena rata-rata kehidupan perekonomian masayarakat desa hampir sama), kondisi politik terkait dengan dukungan impelemtor yang lebih tinggi sangat kurang sekali hal ini ditunjukkan dengan pelepasan tanggungjawab akan urusan
21

pemerintahan karena pada saat itu akan ada acara pemilihan Kepala Desa yang baru, walaupun masa jabatannya masih 2 tahun akan tetapi sudah tidak aktif lagi.

22

DAFTAR PUSTAKA

Mangkoesoebroto, Dr. Guritno. 2001. Ekonomi Publik Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta. Umar, H.B dan A. Z. D. Siahay. 2006. Potret Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik. Pustaka Refleksi. Makasar. Asih E. P dan M. Manicki. 2002. Pembangunan Sistem Jaminan Kesehatan Sosial. Departemen Kesehatan. Jakarta. Suharto, Edi. PhD. 2008. Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik Bagi Masyarakat Dengan Kebutuhan Khusus Pengalaman Departemen Sosial. Bandung http://www. suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/inilah-enam-programpemerintah-untuk-rakyat-miskin/7216 http://clubbing. kapanlagi.com/threads/118340-Berhasilkah-Program-Pemerintahtentang-Rp.-75-250-juta-Untuk-T iap-Puskesmas

23

You might also like