You are on page 1of 451

(Persero) CABANG I MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai keperluan disatu pihak terus meningkat dari tahun ketahun, sebagai dampak pertumbuhan penduduk dan pengembangan aktivitasnya. Padahal dilain pihak ketersediaan sumber daya air semakin terbatas bahkan cenderung semakin langka, terutama akibat penurunan kualitas lingkungan dan penurunan kualitas akibat pencemaran. Apabila hal seperti ini tidak diantisipasi, maka dapat dikhawatirkan dapat menimbulkan kepentingan ketegangan manakala dan bahkan konflik akibat tidak terjadinya seimbang benturan dengan permintaan (demand) lagi

ketersediaan sumber daya air untuk pemenuhannnya (supply). Oleh karena itu perlu upaya secara proporsional dan seimbang antara pengembangan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya air baik dilihat dari aspek teknis maupun aspek legal. Untuk memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat diberbagai keperluan, diperlukan suatu perencanaan yang terpadu yang berbasis wilayah sungai guna menentukan langkah dan tindakan yang harus dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan mengoptimalkan potensi pengembangan SDA, melindungi, melestarikan serta meningkatkan SDA dan lahan. Mengingat pengelolaan sumber daya air merupakan masalah yang kompleks dan melibatkan semua pihak baik sebagai pengguna, pemanfaat maupun pengelola, tidak dapat dihindari perlunya upaya bersama untuk mempergunakan pendekatan one river basin, one plan and one integrated management. Keterpaduan dalam perencanaan, kebersamaan dan pelaksanaan dan kepedulian dalam pengendalian sudah waktunya untuk diwujudkan. Perencanaan pengelolaan SDA WS adalah merupakan suatu pendekatan holistik, yang merangkum aspek kuantitas dan kualitas air. Perencanaan tersebut merumuskan dokumen inventarisasi sumber daya air wilayah sungai, identifikasi ketersediaan saat

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I-1

(Persero) CABANG I MALANG

ini dan masa mendatang, pengguna air dan estimasi kebutuhan mereka baik pada saat ini maupun dimasa mendatang, serta analisis upaya alternatif agar lebih baik dalam penggunaan sumber daya air. Termasuk didalamnya evaluasi dampak dari upaya alternatif terhadap kualitas air, dan rekomendasi upaya yang akan menjadi dasar dan pedoman dalam pengelolaan wilayah sungai dimasa mendatang. Sejalan dengan itu, Undang-Undang Tentang Sumber Daya Air UU Nomor 7 Tahun 2004 dimaksudkan untuk memfasilitasi strategi pengelolaan sumber daya air untuk wilayah sungai diseluruh tanah air untuk memenuhi kebutuhan, baik jangka menengah maupun jangka panjang berkelanjutan. Pada pasal 1 ayat 8 UU Nomor 7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar datam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Pada pasal 11 ayat 1 sampai dengan ayat 4 UU Nomor 7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa : "untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Pola pengelolaan sumber daya air disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air bawah ". Undang-undang tersebut (dan peraturan pemerintah yang terkait) mencerminkan arah pemikiran yang berkembang saat ini berkaitan dengan penataan ulang tanggung jawab dalam sektor sumber daya air. Undang-undang tersebut mengungkapkan sejumlah aspek dimana pengelolaan sumber daya air diwilayah sungai dapat ditingkatkan lebih lanjut, antara lain dengan dimuatnya pasal-pasal tentang perencanaan pengelolaan sumber daya air. Dengan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air tersebut diatas, jelas bahwa tahapan pengelolaan SDA wilayah sungai adalah sebagai berikut : 1. Sebelum dilakukannya penyusunan rencana Induk (Master Plan) pengelolaan SDA wilayah sungai, terlebih dahulu perlu dikakukan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai yang berisi tentang : Tujuan umum pengelolaan SDA

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I-2

(Persero) CABANG I MALANG

Dasar-dasar pengelolaan SDA Prioritas dan strategi dalam mencapai tujuan Konsepsi kebijakan-kebijakan dasar pengelolaan SDA dan Rencana pengelolaan strategis. 2. Sebagai tindak lanjut dari penyusunan pola pengelolaan SDA WS tersebut, setelah disyahkan oleh yang berwewenang, selanjutnya akan disusun Rencana Induk (Master Plan) pengelolaan SDA yang merupakan perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan SDA, dimana perencanaan tersebut disusun dengan berpedoman kepada pengelolaan SDA untuk wilayah sungai terkait. 3. Kegiatan selanjutnya secara berurutan setelah penyusunan Rencana Induk pengelolaan SDA WS adalah : Studi Kelayakan (FS) Program Pengelolaan Rencana Kegiatan Rencana Rinci Pelaksanaan/ konstruksi dan OP Pernyataan pasal-pasal kedua Undang-Undang di atas mengingatkan kepada pengelola sumberdaya air tentang pentingnya peran air bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Hal tersebut jelas terlihat dalam permasalahan krisis air di sebagian besar wilayah Indonesia. Untuk hat tersebut diatas, pada tahun anggaran 2008, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air bermaksud akan melakukan garis arahan pengembangan melalui Pola Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Wilayah Sungai, diantaranya adalah Wilayah Sungai Barito-Kapuas guna mewujudkan pemanfaatan dan pendayagunaan sumber air di wilayah sungai tersebut serasa serasi dan optimal, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung lingkungan serta sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah yang berkelanjutan. 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK/TOR), maksud dan tujuan pekerjaan Rancangan Pola Wilayah Sungai Barito-Kapuas, ini adalah sebagai berikut: Maksud Kebijakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I-3

(Persero) CABANG I MALANG

Maksud dari pekerjaan ini adalah merumuskan Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Barito-Kapuas, untuk kemudian dapat dijadikan acuan dalam Penyusunan Rencana Induk (Master Plan) Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Tersebut. Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Maksud dari pekerjaan ini adalah menyusun Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Barito-Kapuas untuk dijadikan acuan dalam penyusunan Rencana Induk (Master Plan) Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Tersebut. Rencana Induk Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Maksud dari pekerjaan ini adalah menyusun Rencana Induk pengelolaan SDA Wilayah Sungai Barito-Kapuas untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaan studi kelayakan untuk WS tersebut, yang pada akhirnya dapat diketahui kegiatankegiatan yang perlu dilakukan. Tujuan Kebijakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Tujuan dari Penyusunan Kebijakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai adalah untuk memberikan arahan dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air guna mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air (ps.3). Arahan tersebut meliputi arahan konservasi dan pendayagunaan sumber daya air, serta pendayagunaan sumber daya air, serta pengendalian daya rusak air untuk memecahkan masalah sumber daya air dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan pembangunan di tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota (ps.4). Kebijakan ini dirumuskan oleh wadah koordinasi SDA (Nasional, Provinsi atau Kabupaten/Kota sesuai tingkatannya). Didalam implementasinya, kebijakan pengelolaan SDA WS tersebut nantinya harus dilegalisir oleh Presiden, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai tingkatannya karena perencanaan ini kelak diharapkan akan menjadi acuan semua pihak dan dapat menjadi bingkai/kerangka kerjasama antar daerah dan atau instansi/pihak di dalam penatagunaan sumber daya air khususnya dalam penyusunan Pola Pengelolaan SDA WS. Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Tujuan dari Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (PSDAWS), adalah untuk merumuskan pola pengelolaan suatu wilayah sungai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I-4

(Persero) CABANG I MALANG

termasuk menyusun dokumentasi SDA WS (air permukaan dan air tanah), memperkirakan kebutuhan air baik untuk saat ini maupun dimasa mendatang dan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang dapat menghasilkan suatu pedoman untuk penyusunan Rencana Induk Pengelolaan SDA WS dengan melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai berisi program komprehensif pengembangan sumber daya air untuk jangka pendek dan jangka-jangka panjang. Didalam implementasinya, Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai tersebut nantinya harus dilegalisir oleh pemerintah setempat, karena perencanaan ini kelak diharapkan akan menjadi acuan semua pihak dan dapat menjadi bingkai/kerangka kerjasama antar daerah didalam penatagunaan sumber daya air termasuk di dalam perencanaan, pemanfaatan, pengusahaan, pengendalian dan pelestarian sumber daya air secara terencana, terarah, terpadu dan berkesinambungan sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah yang berkelanjutan. Rencana Induk Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Tujuan dari Penyusunan Rencana Induk Pengelolaan SDA WS sebagai salah satu kegiatan dari Rencana Pengelolaan SDA WS, adalah untuk merumuskan perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan SDA WS (sebagai tindak lanjut dari kegiatan penyusunan pola pengelolaan SDA WS) dengan melibatkan peran serta masyarakat. Rencana induk ini merupakan rencana jangka panjang yang memuat pokok-pokok rencana program konservasi dan pendayagunaan SDA serta pengendalian daya rusak air di WS secara terpadu dan terarah. Rencana ini juga mencakup upaya struktural (desain dasar) dan upaya non-struktural.

1.3.

LINGKUP PEKERJAAN

Secara garis besar lingkup pekerjaan Rencana Pola Wilayah Sungai BaritoKapuas, ini adalah sebagai berikut : Kebijakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai 1. Mengadakaan koordinasi dengan Wadah koordinasi SDA Nasional, Provinsi atau Kabupaten/Kota sesuai tingkatannya.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I-5

(Persero) CABANG I MALANG

2.

Merumuskan arahan dalam penyusunan pola pengelolaan SDA WS, yang mencakup arahan konservasi dan pendayagunaan SDA WS serta pengendalian daya rusak air untuk memecahkan masalah SDA dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan pembangunan.

3.

Membantu proyek dalam proses legalisasi kebijakan pengelolaan SDA WS.

Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Pola pengelolaan SDA wilayah sungai berorientasi pada keluasan wilayah yang menuntut perencanaan maupun pengelolaan berdasarkan batas-batas hidrologis. Dari awal inilah pengelolaan SDA wilayah sungai memerlukan informasi yang dilakukan dengan kerjasama dan koordinasi antar Kabupaten. Melalui pertemuan Konsultansi dengan masyarakat, dua proses dilakukan sekaligus, yaitu inventarisasi masalah-masalah setempat secara arus bawah-atas (bottom-up) dan proses penyadaran masyarakat terhadap isu strategis (jangka panjang) pengembangan wilayah sungai. Untuk pelaksanaan Undang-undang 22 dan 25 secara efektif, dalam proses pengelolaan sumber daya air wilayah sungai, koordinasi antara Kabupaten dan Provinsi dan komunikasi dengan para stakeholder menjadi sangat penting. Informasi praktis tentang bagaimana pola pengelolaan wilayah sungai dan pola pengelolaan wilayah Kabupaten dapat sejalan satu sama lain merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan kerjasama secara struktural. Untuk pekerjaan tersebut diatas, beberapa kegiatan di bawah ini perlu dilakukan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pengumpulan data awal melalui desk study/literatur, kunjungan lapangan diskusi informal. Analisa awal yang kemudian disajikan pada laporan pendahuluan (Inception Report). Mengevaluasi data dan informasi yang sudah terkumpul. Mengumpulkan data melalui literatur maupun data lapangan dan diskusidiskusi informal. Pengumpulan data yang lebih detail, penelitian Water District dan melakukan set-up DSS sebagai analisa awal kebutuhan dan ketersediaan air. Analisa awal yang menghasilkan rencana sementara untuk wilayah sungai Barito-Kapuas disajikan dalam Laporan Pertengahan. Mengakses kebutuhan pengembangan kedepan dengan berbagai skenario.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I-6

(Persero) CABANG I MALANG

8.

Mengidentifikasi kendala-kendala dalam mempertemukan kebutuhan dan pasokan air, usaha-usaha yang telah dilakukan dan perbaikan yang harus dilakukan untuk masa mendatang.

9.

Mengorganisir Pertemuan Konsultasi dengan Masyarakat (PKM I) yang menekankan kepada kesepakatan bersama terhadap para pengguna air. Hal ini akan termasuk : Mengorganisir dan melaksanakan PKM I, selama 1 hari dengan peserta yang mewakili semua institusi terkait Tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi sekitar 200 orang. Koleksi data dengan wawancara kepada para pengguna selama pelaksanaan PKM I. Melakukan koleksi data melalui distribusi prosiding PKM I.

10. Melakukan proses penghalusan (fine-tuning) terhadap DSS dan semua data yang telah dikoleksi maupun analisa melalui identifikasi yang lebih dalam terhadap kendala-kendala berdasarkan temuan-temuan yang didapat dari PKM I. 11. Analisa awal terhadap kombinasi upaya-upaya strategis dan akses terhadap kendala pada strategi tersebut untuk beberapa skenario yang berbeda, sebagai hasil yang tertuang dalam Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai sementara. 12. Mengorganisir Pertemuan Konsultasi dengan Masyarakat (PKM II) yang menekankan pada beberapa strategi berdasarkan kesepakatan bersama dengan mereka yang mewakili para stakeholder. Hal ini termasuk : Mengorganisir dan melaksanakan PKM II, selama 1 hari dengan peserta yang mewakili semua institusi terkait Tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi sekitar 150 orang. Pengumpulan data melalui wawancara dengan stakeholder secara individu selama pelaksanaan PKM II Melakukan koleksi data melalui distribusi prosiding PKM II. 13. Merumuskan Draft Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai berdasarkan temuan yang diperoleh pada PKM II dan temuan lainnya. 14. Mengorganisir Rapat Koordinasi untuk Wilayah Sungai Barito-Kapuas. 15. Membantu proyek dalam proses legalisasi. Rencana Induk Pengelolaan SDA Wilayah Sungai 1. Menyiapkan rencana pengelolaan jangka panjang yang memuat pokok-pokok rencana program konservasi dan pendayagunaan SDA serta pengendalian daya

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I-7

(Persero) CABANG I MALANG

rusak air di WS secara terpadu dan terarah sesuai Pola Pengelolaan SDA WS yang telah disusun. 2. Melakukan pertemuan konsultasi dengan masyarakat guna merumuskan upayaupaya untuk mengatasi permasalahan SDA. 3. Menyiapkan desain dasar (outline design) untuk upaya yang bersifat struktural. 4. Membantu proyek dalam proses legalisasi. 1.4. LOKASI KEGIATAN

SWS Barito-Kapuas (kode A2-18, sesuai Permen PU No. 11A/PRT/M/2006) terletak di perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Selatan dan Sungai Kahayan. SWS BaritoKapuas (A2-18) memiliki 2 (dua) sungai besar yaitu Sungai Barito dan Sungai Kapuas. Daerah Aliran Sungai Barito yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas daerah tangkapan sebesar 46.997 Km2 sedangkan Sungai Kapuas sebesar 16.044 Km2. Luas total SWS Barito-Kapuas yang terdiri dari DAS Barito dan DAS Kapuas, adalah 79.000 km2. SWS Barito-Kapuas (04.02) dari hulu ke hilir yang mengalir di Provinsi Kalimantan Tengah melewati kabupaten berikut : Tabel 1.1 Kabupaten WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Tengah No. 1. 2. 3. 4. 5. Kabupaten Kab. Kapuas Kab. Murung Raya Kab. Barito Utara Kab. Barito Selatan Kab. Barito Timur DAS DAS Kapuas DAS Barito DAS Barito DAS Barito DAS Barito

Sedangkan kabupaten-kabupaten yang masuk dalam WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Selatan adalah Tabel 1.2 Kabupaten dilalui WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalsel No. 1 Kabupaten Kab. Barito Kuala DAS DAS Barito

Pembagian WS di Kalimantan serta peta WS Barito-Kapuas dapat dilihat pada gambar 1.1 dan 1.2.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I-8

(Persero) CABANG I MALANG

1.5.

LAPORAN

Laporan ini secara garis besar menyajikan latar belakang, gambaran umum wilayah studi, Pendekatan dan Metodologi Pelaksanaan, Pengolahan & Analisis Data, Tinjauan Kebijakan Pengelolaan SDA Nasional dan Penyusunan Pola Pengelolaan SDA WS serta Kesimpulan dan Rekomendasi. Laporan ini terdiri dari : Komposisi Laporan Interim sebagai berikut : Volume 1 Volume 2 Volume 3 - Volume 3.1 - Volume 3.2 Volume 4 - Volume 4.1 - Volume 4.2 Volume 5 - Volume 5.1 - Volume 5.2 - Volume 5.3 1.6. : Executive Summary : Main Report : : Rancangan Dokumen Pola Pengelolaan SDA WS Barito : Rancangan Dokumen Pola Pengelolaan SDA WS Kapuas : : Laporan PKM I : Laporan PKM II : Supporting Report : Laporan Hidrologi : Laporan DSS-RIBASIM : Laporan Kajian Khusus

JADWAL PELAKSANAAN

Pelaksanaan Rancangan Pola Pengelolaan SDA WS Barito-Kapuas adalah sejak tanggal 16 Agustus 2008 sampai dengan 13 Desember 2008 atau selama 120 (seratus dua puluh) hari kalender. Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan Rancangan Pola Pengelolaan WS Barito-Kapuas dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I-9

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 1.3 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I - 10

(Persero) CABANG I MALANG

Wilayah Studi

Gambar 1.1 Pembagian Wilayah Sungai di Kalimantan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

I - 11

LETAK GEOGRAFIS : 0 95' LU s/d 3 35' LS 113o 15' BT s/d 115o 45' BT LUAS DAS : DAS BARITO, KALTENG DAS BARITO, KALSEL DAS KAPUAS SWS BARITO
LUAS DAS : DAS BARITO, KALTENG DAS BARITO, KALSEL DAS KAPUAS SWS BARITO 500 650 900 600
o o

PALANGKARAYA

S. B arit

RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

Laporan Akhir

PETA SWS BARITO-KAPUAS

(Persero) CABANG I MALANG

PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

K S. s ua ap
PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

46,997 KM2 18,634 KM2 16,044 KM2 81,675 KM2


LEBAR (m) PANJ (Km) DILAYARI (Km) 780 420 H (m) 8 6
KETERANGAN :

BANJARMASIN

Batas Propinsi Batas Kabupaten Area DAS Barito Area DAS Kapuas Sungai Jalan

I - 12

Gambar 1.2 Peta WS Barito-Kapuas

(Persero) CABANG I MALANG

BAB 2 GAMBARAN UMUM WS BARITO-KAPUAS

2.1

LETAK GEOGRAFIS DAN BATAS ADMINISTRASI

2.1.1 DAS Barito Secara geografis Daerah Aliran Sungai Barito yang terdapat di Provinsi Kalimantan selatan terletak antara 114o20 sampai dengan 115o52 BT dan 1o24 sampai dengan 3o44 LU dengan luas keseluruhan adalah 1.863.363,30 ha. Adapun batas wilayah hidrologi DAS Barito adalah sebagai berikut : Sebelah barat berbatasan dengan DAS Kapuas Sebelah timur berbatasan dengan DAS Sampanahan, DAS Batulicin dan DAS Tabunino Sebelah utara berbatasan dengan DAS Barito Bagian Hulu Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa

Secara administrasi Pemerintahan, DAS Barito meliputi beberapa kabupaten. Kabupaten-kabupaten yang termasuk dalam DAS Barito adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Kabupaten DAS Barito di Provinsi Kalimantan Tengah
No. 1 2 3 4 Kabupaten Kab. Murung Raya Kab. Barito Utara Kab. Barito Selatan Kab. Barito Timur DAS DAS Barito DAS Barito DAS Barito DAS Barito

Sedangkan kabupaten-kabupaten yang dilalui aliran sungai di Provinsi Kalimantan Selatan adalah Tabel 2.2 Kabupaten dilalui DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan
No. Kabupaten 1 Kab. Barito Kuala DAS DAS Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -1

(Persero) CABANG I MALANG

2.1.2 DAS Kapuas Daerah Aliran Sungai Kapuas yang berada di Kabupaten Dati II Kapuas, dengan ibukota Kabupaten Kota Kuala Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas daerah tangkapan sebesar 16.044 Km2. Secara geografis Daerah Aliran Sungai Kapuas terletak antara 114o2448 sampai dengan 114o5339 BT dan 2o1500 sampai dengan 2o4753 LS. Sejumlah Kabupaten yang termasuk dalam DAS Kapuas dari hulu ke hilir adalah : 1. Kabupaten Kapuas 2. Kabupaten Barito Utara 3. Kabupaten Barito Selatan Adapun batas wilayah hidrologi DAS Kapuas adalah sebagai berikut: Sebelah timur berbatasan dengan DAS Barito Sebelah Barat berbatasan dengan DAS Kahayan Sebelah utara berbatasan dengan DAS Barito Bagian Hulu Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -2

(Persero) CABANG I MALANG

KABUPATEN MURUNG RAYA

Tumbang Kunyi umbang Kunyi TTumbangKunyi Tumbang Kunyi umbang Kunyi TTumbangKunyi umbang Kunyi TTumbangKunyi Tumbang Kunyi Saripoi Saripoi Saripoi Saripoi Saripoi Saripoi

. PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU
T umbang Lahung Tumbang Lahung Tumbang Lahung T umbang Lahung Tumbang Lahung Tumbang Lahung Tumbang Lahung Tumbang Lahung T umbang Lahung

Muara Laung Muara Laung Muara Laung Muara Laung Muara Laung Muara Laung

Muara Lahei Muara Lahei Muara Lahei Muara Lahei Muara Lahei Muara Lahei

MUARA TEWEH MUARA TEWEH . MUARA TEWEH MUARA TEWEH MUARA TEWEH MUARA TEWEH
Seihanyu Seihanyu Seihanyu Seihanyu Seihanyu Seihanyu Benangin Benangin Benangin Benangin Benangin Benangin

Lampeong Lampeong Lampeong Lampeong Lampeong Lampeong

KABUPATEN BARITO UTARA

T umpung Laung T umpung Laung Tumpung Laung T umpung Laung T umpung Laung Tumpung Laung T umpung Laung Tumpung Laung T umpung Laung

Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang Ketapang

Pujon Pujon Pujon Pujon Pujon Pujon Pujon Pujon Pujon

KABUPATEN BARITO SELATAN


Pendang Pendang Pendang Pendang Pendang Pendang TabakKanilan TT abakKanilan abak Kanilan TT abakKanilan TabakKanilan abak Kanilan

KABUPATEN KAPUAS

Bambulung Bambulung Bambulung Bambulung Bambulung Bambulung Ampah Ampah Ampah Ampah Ampah Ampah Ampah Ampah Ampah

. BUNTOK BUNTOK BUNTOK BUNTOK BUNTOK BUNTOK


T impah T impah Timpah T impah Timpah T impah Bambulung Bambulung Bambulung Bambulung Bambulung Bambulung Ampah Ampah Ampah Ampah Ampah Ampah

KABUPATEN TABALONG

KABUPATEN BARITO TIMUR


Hayaping Hayaping Hayaping Hayaping Hayaping Hayaping Bentot Bentot Bentot Bentot Bentot Bentot Bangkuang Bangkuang Bangkuang Bangkuang Bangkuang Bangkuang Bentot Bentot Bentot Bentot Bentot Bentot Harui Harui Harui Harui Harui Harui

Jaro Jaro Jaro Jaro Jaro Jaro Muara Uya Muara Uya Muara Uya Muara Uya Muara Uya Muara Uya

Upau Upau Upau Upau Upau Upau

TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG . . TANJUNG TANJUNG TANJUNG TANJUNG TANJUNG TANJUNG

Pasar Panas Pasar Panas Pasar Panas Pasar Panas Pasar Panas Pasar Panas

Mengkatip Mengkatip Mengkatip Mengkatip Mengkatip Mengkatip Mengkatip Mengkatip Mengkatip

TTanta Tanta anta TTanta Tanta anta Muara Harus Muara Harus Muara Harus Muara Harus Muara Harus Muara Harus Juai Juai Juai Juai Juai Juai Paringin Paringin Paringin Paringin Lampihong Paringin Lampihong Paringin Lampihong Lampihong Lampihong Lampihong Lampihong Lampihong Lampihong Batumandi Batumandi Batumandi Batumandi Batumandi Batumandi Halong Halong Halong Halong Halong Halong Halong Halong Halong

TTaniran Taniran aniran TTaniran Taniran aniran Kelua Kelua Kelua Kelua Kelua Kelua Kelua Kelua Kelua

Pugaan Pugaan Pugaan Pugaan Pugaan Pugaan Sungai TTurak Sungai Turak Sungai urak Sungai TTurak Sungai Turak Sungai urak Sungai TTurak Sungai Turak Sungai urak Rantau Kujang Rantau Kujang Rantau Kujang Rantau Kujang Rantau Kujang Rantau Kujang

KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA


Putat Basiun Putat Basiun Putat Basiun Putat Basiun Putat Basiun Putat Basiun

.AMUNTAI AMUNTAI AMUNTAI AMUNTAI AMUNTAI AMUNTAI


Babirik Babirik Babirik Babirik Babirik Babirik Keserangan Keserangan Keserangan Keserangan Keserangan Keserangan Keserangan Keserangan Keserangan

Ilung Ilung Ilung Ilung Ilung Ilung Mantangai Mantangai Mantangai Mantangai Mantangai Mantangai

. BARABAI BARABAI BARABAI BARABAI BARABAI BARABAI


Pagat Pagat Pagat Pagat Pagat Pagat

Pasungkan Pasungkan Pasungkan Pasungkan Pasungkan Pasungkan

KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN


PULANGPISAU PULANGPISAU PULANGPISAU PULANGPISAU PULANGPISAU PULANGPISAU Mandomai Mandomai Mandomai Mandomai Mandomai Mandomai Palingkau Palingkau Palingkau Palingkau Palingkau Palingkau Seitatas Seitatas Seitatas Seitatas Seitatas Seitatas Basarang Basarang Basarang Basarang Basarang Basarang Margasari Hulu Margasari Hulu Margasari Hulu Margasari Hulu Margasari Hulu Margasari Hulu Rantau Rantau Rantau Rantau Rantau Rantau

Haruyan Haruyan Haruyan Haruyan Haruyan Haruyan TTelagaLangsat Telaga Langsat elaga Langsat TTelagaLangsat Telaga Langsat elaga Langsat TTelagaLangsat Telaga Langsat elaga Langsat

KABUPATEN TAPIN

.KANDANGAN KANDANGAN KANDANGAN KANDANGAN KANDANGAN KANDANGAN


Kelumpang Kelumpang Kelumpang Kelumpang Kelumpang Sungai Raya Kelumpang SungaiRaya Sungai Raya Sungai Raya Sungai Raya Sungai Raya Lokpaikat Lokpaikat Lokpaikat Lokpaikat Lokpaikat Lokpaikat Miawa Miawa Miawa Miawa Miawa Miawa

Loksado Loksado Loksado Loksado Loksado Loksado

. MARABAHAN MARABAHAN MARABAHAN MARABAHAN MARABAHAN MARABAHAN


Barimba Barimba Barimba Barimba Barimba Barimba Aserarat Barat Aserarat Barat Aserarat Barat Aserarat Barat Aserarat Barat Aserarat Barat

Bungur Bungur Bungur Bungur Bungur Bungur Tambarangan ambarangan TTambarangan ambarangan TTambarangan Tambarangan

KABUPATEN BARITO KUALA

KABUPATEN BANJAR
Binuang Binuang Binuang Binuang Binuang Binuang Sungai Pinang Sungai Pinang Sungai Pinang Sungai Pinang Sungai Pinang Sungai Pinang

Lupak Dalam Lupak Dalam Lupak Dalam Lupak Dalam Lupak Dalam Lupak Dalam

! BANJARMASIN
Kertak Hanyar Kertak Hanyar Kertak Hanyar Kertak Hanyar Kertak Hanyar Kertak Hanyar Gambul Gambul Gambul Gambul Gambul Gambul Aluh-aluh Aluh-aluh Aluh-aluh Aluh-aluh Aluh-aluh Aluh-aluh

Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat

MARTAPURA MARTAPURA . MARTAPURA MARTAPURA MARTAPURA MARTAPURA . BANJARBARU BANJARBARU BANJARBARU BANJARBARU BANJARBARU BANJARBARU
Cempaka Cempaka Cempaka Cempaka Cempaka Cempaka Aranio Aranio Aranio Aranio Aranio Aranio

Kurau Kurau Kurau Kurau Kurau Kurau

Bati-Bati Bati-Bati Bati-Bati Bati-Bati Bati-Bati Bati-Bati

Gambar 2.1

Peta Batas Administrasi WS Barito-Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -3

(Persero) CABANG I MALANG

2.2

KONDISI TOPOGRAFI Kemiringan tanah dengan 4 kelas klasifikasi menunjukkan bahwa sebesar 43,05% wilayah Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kemiringan tanah 0-2 %. Rincian luas menurut kemiringan adalah sebagai berikut:

0 - 2% : 1.615.630 Ha (43,05%) > 2 - 15% : 1.192.545 Ha (31,87%) > 15 - 40% : 713.682 Ha (19,02%) > 40% : 231.195 Ha (6, 16%)

Adapun luas wilayah Kalimantan Selatan menurut kelas ketinggian yang dibagi menjadi 6 kelas ketinggian menunjukkan wilayah Kalimantan Selatan sebagian besar berada pada kelas ketinggian 25-100 m di atas permukaan laut yakni 31,29% Tanah di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan sebagian besar berupa hutan dengan rincian Hutan Lebat (780.319 Ha), Hutan belukar (377.774 ha), dan hutan rawa (90.060 Ha), Hutan Sejenis (352.840 Ha) Tanah berupa semak/alang-alang seluas 870.314 ha , berupa rumput (50.119), dan untuk lain lain (83.014). Bagian utara DAS Kapuas merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 500 meter dari permukaan laut dan mempunyai tingkat kemiringan 8o - 15o dan pegunungan/pebukitan dengan kemiringan 15o - 25o. Bagian selatan merupakan daerah pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian antara 0 5 meter dari permukaan laut yang mempunyai elevasi 0% - 8%, dipengaruhi oleh pasang surut, sehingga merupakan daerah yang berpotensi banjir akibat pasang air laut. Di sebelah selatan DAS merupakan daerah pantai pesisir Laut Jawa dengan panjang 189.847 Km. Bagian tengah merupakan dataran plateau dan pebukitan dengan kemiringan 8o 25o dan ketinggian 50 1.150 m. DAS Kapuas bagian hilir umumnya berupa lahan dengan bentuk topografi yang relatif datar, dengan elevasi sekitar + 4,0 m sampai dengan +7,0 m. Kemiringan lahan dari utara ke selatan sekitar 0,05 0,08 permil, sedang kemiringan lahan antar dua sungai sekitar 0,02 0,03 permil (arah timur barat).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -4

(Persero) CABANG I MALANG

Bagian hulu mempunyai bentuk lebih undulating, dengan kisaran elevasi dari + 6,00 m sampai +14,00 m. Bagian tengah antar dua sungai umumnya lebih tinggi karena terdapat kubah gambut, dengan ketebalan lebih dari 6 m; lidah dome gambut itu menjulur dari utara ke selatan, diantara S. Kapuas S. Mentangai, S. Mentangai S. Mengkatip dan diantara S. Mengkatip S. Barito. Bagian tengah DAS Kapuas mempunyai elevasi berkisar antara +4,0 sampai +7,0 m. Terdapat kemiringan umum dari utara ke selatan. Bagian tengah antar dua sungai mempunyai elevasi sekitar 1,5 sampai 2 m lebih tinggi daripada bagian tepi sungai. 2.3 KONDISI GEOLOGI DAN GEOHIDROLOGI

2.3.1 Kondisi Geologi Beberapa referensi geologi regional yang akan mendasari pembahasan geologi di WS Barito-Kapuas, diantaranya : Peta Geologi Lembar Long Pahangai 1716, publikasi P3G tahun 1993 Peta Geologi Lembar Muarateweh 1715, publikasi P3G tahun 1992 Peta Geologi Lembar Buntok 1714, publikasi P3G tahun 1981 Peta Geologi Lembar Banjarmasin 1712, publikasi P3G tahun 1986 Adapun deskripsi secara litostratigrafi dari formasi-formasi kronostratigrafis yang ada adalah sebagai berikut, dan secara grafis peta Geologi WS BaritoKapuas dapat dilihat pada Gambar 2.2 a. Peta Geologi Lembar Long Pahangai, P.E. Pieters dkk,1993 Publikasi P3GI 1. Holosen Alluvium (Qa) : Terdiri agregasi lepas pasir, kerikil dan kerakal dari berbagai macam batuan, tersebar luas sebagai endapan gosong dan limpahan sungai, terletak secara tidak selaras di atas satuan yang lebih tua. 2. Miosen Akhir - Plistosen Batuan Gunungapi Metulang (TmQm) Terdiri dari Lava : kelabu tua sampai kelabu kehijauan; rapat, berongga, skoria atau amigdaloid (zeolit dan klorit); pejal, terbreksikan atau berstruktur aliran; porfiritik, mikrokristalin atau kacaan; fenokris plagioklas berzoning komplex (An40 70), hornblenda (kebanyakan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -5

(Persero) CABANG I MALANG

coklat tua), piroksin (augit, sedikit hipersten) dan terkadang olivin dan biotit; masa dasar mikrolit plagioklas dan butir hornblenda, piroksin, oksida besi (kebanyakan magnetit) dan interstisial kriptokristal dan atau bahan kaca; ubahan ke klorit, serisit, epidot dan silika; pirit sekunder. Piroklastika : tufa dan aglomerat. Tufa kelabu sampai kelabu muda dan kebanyakan litik dan sedikit kristal; halus-kasar. Aglomerat mengandung berbagai pecahan menyudut sampai menyudut tanggung dalam masa dasar terdiri dari tufa kasar; kemas terbuka-tertutup; diameter pecahan sampai 10 cm; kebanyakan endapan air fall. Batuan epiklastika : kebanyakan breksi lahar. Sub-gunungapi : basal dan andesit porfiritik, diorit, dolerit yang tersusun oleh plagioklas berzona, hornblenda, piroksin dan setempat biotit.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -6

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 2.2 3. Miosen -

Peta Geologi Wilayah Sungai Barito-Kapuas

Formasi Kelinjau (Tmk) Batulumpur; sedikit batupasir dan batuan volkaniklastika, setempat batubara, tidak selaras diatas Formasi Ujoh Bilang.

Batuan Terobosan Sintang (Toms) Andesit porfir, diorit, granodiorit, mikrodiorit; korok, sumbat, retas dan sil.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -7

(Persero) CABANG I MALANG

4. Oligosen Awal Formasi Ujoh Bilang (Tou) Batulumpur; sedikit batupasir; sebagian gampingan dan karbonan; setempat tufaan. Batulumpur : coklat sedang sampai gelap; berlapis sampai pejal; umumnya menyerpih; bioturbasi; konkresi oksida besi. Batupasir : kelabu muda sampai coklat; berbutir halus; kaya kuarsa sampai litik; terpilah baik, struktur cetakan. Anggota Batugamping Batu Belah Formasi Ujoh Bilang (Tob) Kalsirudit fosilan, kalkarenit, kalsilutit; kelabu sampai kelabu kecoklatan; pejal sampai berlapis buruk, merupakan lensa dalam Formasi Ujoh Bilang. Mendatar sama dengan karbonat Formasi Berai bagian bawah. Anggota Batupasir Lenmuring Formasi Ujoh Bilang (Tol) Batupasir kuarsa; putih sampai coklat muda; kebanyakan berbutir sedang; terpilah baik; berlapis buruk, merupakan lensa dalam Formasi Ujoh Bilang. 5. Eosen Akhir Formasi Batu Ayau (Tea) Kebanyakan batupasir; sedikit batulumpur dan batulanau; jarang batugamping; setempat lapisan tipis lignit atau batubara. Biasanya gampingan dan karbonan, umumnya berlapis baik. Batupasir : kelabu muda sampai coklat muda; berbutir halus sampai sedang; terpilah baik, menyudut-menyudut tanggung; arenit kuarsa, arenit litik dan arenit felspatik; perairan sejajar, perlapisan silang-siur, setempat perairan bergulung (konvolut). Batulumpur dan batulanau : kelabu tua sampai hitam; gampingan, karbonan; lignitan atau perairan berbatubara; urat dan urat halus kalsit. Batugamping : coklat muda sampai agak coklat; klastika; didukung butiran; kebanyakan klastika pecahan fosil; masa dasar lumpur karbonat. Formasi Batu Kelau (Tek) Serpih, batulumpur, batulanau; sedikit batupasir; kebanyakan berlapis baik, dari sangat tipis sampai sangat tebal. Serpih, batulumpur, batulanau : kelabu tua; mikaan; perairan atau perlapisan sejajar, bergelombang dan flaser, umumnya dengan batupasir halus. Batupasir : kelabu muda; kebanyakan berbutir halus;

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -8

(Persero) CABANG I MALANG

terpilah baik; arenit kuarsa; perairan sejajar, sedikit bergulung, perlapisan silangsiur bergelembur; perairan karbonan. Batupasir Haloq (Teh) Batupasir; sedikit konglomerat (sebagian di dasar) dan batulumpur; sedikit batugamping dan batubara; berlapis cukup tebal sampi tebal. Batupasir : kelabu muda; arenit kuarsa; padat dan keras; berbutir halus-sedang; terpilah sedang sampai baik; menyudut tanggung sampai membulat; klastika pecahan kuarsa, sedikit felspar dan litik; perairan bahan karbonan dan oksida besi; perlapisan silangsiur. Konglomerat : kelabu muda; membulat tanggung-membulat; terpilah sedang sampai buruk; didukung klastika; kerakal (kebanyakan 0.5 sampai 2 cm) sampai sedikit berangkal pecahan kuarsa, rijang, litik dan batuan gunungapi felsik; perlapisan silangsiur sekala sedang sampai besar. Batugampiang : kelabu tua, klastika; kalkarenit sampai kalsilutit; berbutir halus sampai kasar; kebanyakan klastika pecahan fosil; masa dasar lumpur karbonat atau kalsit berkristal halus. Batupasir Haloq dan Formasi Batu Kelau (Teh + Tek) Litologi batupasir Haloq dan formasi Batu Kelau tak terpisahkan. Selaras dibawah Formasi Batu Ayau; menjemari dengan Formasi Batu Kelau dan Formasi Haloq; tidak selaras di atas Kelompok Selangkai dan Kelompok Embaluh; dipisahkan dari Komplek Busang oleh sesar detachment 6. Eosen Tengah Batuan Gunungapi Nyaan (Ten) Batuan tufa, aglomerat, tufa terlaskan, lava, breksi lava, epiklastika; susunan dasit sampai riolit. Tufa : kelabu muda; kaca, kristal-kaca, kristal-litik dan tufa lapili dan breksi tufa; mengandung beragam jumlah kuarasa, K-felspar, albit dan biotit dan pecahan batuapung, tufa felsik, lava dan batuan epiklastika halus; silikaan; pejal; terpecahkan; urat kuarsa setebal 1-2 cm. Aglomerat : kelabu muda, setempat coklat lapuk; pecahan membulat tanggung; kerakal, berangkal dan bongkah sampai 20 m dalam masa dasar lempung (kaolin) yang sebagian berkarat besi dan pecahan silikaan. Tufa terlaskan : kelabu muda; hipohialin, afanitik-porfir, sferulitik; setempat pecahan perlapisan vitroklastika; struktur aliran;

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -9

(Persero) CABANG I MALANG

berubah ke epidot dan khlorit. Lava :

kelabu muda, coklat lapuk;

porfiritik dengan fenokris K-felspar, kuarsa dan biotit, oksida besi, kalsit dan mineral lempung dalam masadasar. Batuan epiklastika : konglomerat volkanoklastika, breksi, batupasir halus dan batulanau. 7. Kapur Akhir Granit Era (Kue) Granit, keadaan sentuhan dengan Kelompok Embaluh tidak diketahui, dapat dikorelasikan dengan Granit Era yang umurnya ditentukan dengan isotop di Putussibau. 8. Kapur Akhir Eosen Tengah Kelompok Embaluh (Kte) Runtunan perselingan serpih, lempung, batusabak dan sebagian batupasir, batulanau dan batupasir kerakalan termalihkan derajat sangat rendah; perlapisan berangsur tersebar luas, perlapisan dan perairan sejajar dan setempat perlapisan dan perairan bergulung, breksi intraformasi, nendatan, tikas beban, perlapisan atau perairan silangsiur dan jejak erosi; setempat urat kuarsa dan sedikit urat kalsit; pirit kebanyakan autigenik dan pasca deformasi. Pelit : kelabu tua sampai hitam, setempat kehijauan; perairan, lapisan sangat tipis sampai ratusan meter tebalnya; perairan sejajar internal (batulempung-batulanau) umum dijumpai; pencelahan dan belahan menyabak sejajar atau membentuk sudut kecil dengan perlapisan; pelit malih tersusun dari kuarsa, serisit, khlorit, felspar terubah, bahan karbonan, karbonat (termasuk pecahan fosilmikro) dan oksida besi. Psamit : kelabu muda sampai tua, kelabu kehijauan; lapisan sangat tipis sampai tebal 10 m; sangat halus sampai seperti pasir terutama berbutir halus sampai sedang; batupasir felspatik, litik, kuarsa, klastika, kebanyakan menyudut tanggung sampai membulat tanggung; tersusun dari pecahan kuarsa dan sedikit rijang, plagioklas terubah dan sedikit K-felspar dan batuan (termasuk pelit penecontemporaneous dan psamit, kuarsit, batuan gunungapi menengah sampai mafik, dolerit dan diorit); serisit sekunder, khlorit, kuarsa mikrokristalin, karbonat, nahan karbonan, oksaida besi; mineral tambahan termasuk rombakan piroksin, amfibol, biotit, epidot dan zirkon. Batupasir kerakalan : terdapat dalam lapisan tipis sampai tebal sekali yang tidak menerus; kerakal menyudut tanggung dan membulat

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -10

(Persero) CABANG I MALANG

tanggung, kuarsa, kuarsit, rijang dan batuan gunungapi serta subgunungapi menengah sampai mafik terubah. 9. Kapur Kelompok Selangkai (Kse) Batulumpur, batupasir, batulanau; sedikit komglomerat, batugamping; sedikit batubara; umumnya gampingan dan karbonan; berlapis baik sampai sedang. Batuan argilitan : kelabu tua samapai coklat; setempat menyerpih Batupasir : kelabu muda sampai kelabu kecoklatan atau kehijauan; arenit kuarsa dan arenit kuarsa gampingan yang mengandung sampai 20% klastika felspar dan atau litik; berbutir halus sampai kasar, tetapi kebanyakan halus sampai sedang; setempat kuarsit, perlapisan silangsiur, gelembur-gelombang. Konglomerat : kerakal (1-3 cm) membundar tanggung sampai membundar terdiri dari kuarsa, felspar dan pecahan batuan; dalam lapisan tidak menerus tebal sampai 2 m; perlapisan silangsiur. Batugamping : kelabu muda sampai tua, coklat; kalkarenit fosilan sampai coklat; kalkarenit fosilan sampai kalsilutit, umumnya agak terhablur ulang; dalam lapisan tebal 20 cm sampai pejal; urat kalsit. 10. Jura Kapur Awal Komplek Kapuas (Jklk) Terdiri basal, spilit, batulempung, rijang, terpecahkan, terbreksikan, tergeruskan, tercerminkan, terubah. Basal, spilit : kelabu tua sampai hijau; terubah ke albit, khlorit, alktonolit, mineral lempung, epidot, oksida besi dan kuarsa. Batulempung : merah, kelabu, hijau, coklat; setempat berbintil. Rijang : merah atau hijau muda; lapisan bergelombang tipis tebal 2 15 cm, setempat berbintil; perlipatan sevron. 11. Kapur Awal Granit Alan (Kla) Terdiri Granit, granodiorit, diorit dan korok Granit : granit biotit; berbutir sedang, berbutir seragam Granodiorit : granodiorit biotit hornblenda, berbutir sedang. Diorit : diorit hornblenda, berbutir sedang. 12. Jura Kapur Awal Komplek Mafik Danau (JKld)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -11

(Persero) CABANG I MALANG

Terdiri dari gabro, dolerit; hitam kehijauan, terubah kuat (khlorit). 13. Perem Trias Komplek Busang (PTRb) Granit, granodiorit, diorit, gabro, umumnya termalihkan dan terdaunkan dan sekis serta kuarsit; pada sentuhan di bagian atas perdauanan, berkemiringan landai diakibatkan oleh peggerusan dan milonitisasi. Granit : berbutir seragam sampai porfiroblastik dengan K-felspar putih atau merah jambu; mengandung biotit. Gabro : mineral mafik yang menonjol adalah hornblenda yang mengganti dan melapisi piroksin; sedikit augit dan hipersten Sekis : kebanyakan disusun oleh mika dan kuarsa. Kuarsit : kelabu muda; kebanyakan berbutir halus; pejal. 14. Kapur Akhir Tersier Awal Bancuh dan Formasi Terhancurkan Batuan Kelompok Embaluh tergeruskan secara semrawut, tercerminkan, tersesarkan, terbreksikan dan terlipatkan, setempat dengan pecahan tektonik batugamping kristal kelabu tua, rijang merah dan kelabu, batuan gunungapi terubah, gabro dan dolerit. b. Peta Geologi Lembar Muaratewe, S. Supriatna dan Adjat Sudradjat, 1992 Publikasi P3GI 1. Holosen Aluvial (Qa) Terdiri dari kerikil sampai kerakal kuarsa dalam pasir kuarsa kasar, endapan sungai. 2. Plistosen Formasi Anap (Tpa) Terdiri dari batulumpur, sedikit batupasir dan batuan klastika gunungapi, setempat kayu terkersikkan dan sisipan batubara. Batuan Gunungapi Bundang (Tpbv) Terdiri dari lava dan breksi bersusunan andesit-basal. 3. Pliosen Formasi Kampung Baru (Tpkb)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -12

(Persero) CABANG I MALANG

Terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan lempung; batulanau, konglomerat aneka bahan; lignit, gambut dan oksida besi. 4. Miosen Akhir Pliosen Batuan Gunungapi Metulang (Tmpm) Terdiri dari lava, breksi lava, tufa, aglomerat, breksi lahar; bersusunan basal sampai andesit. 5. Miosen Awal Miosen Tengah Formasi Meragoh (Tmmv) Terdiri dari lava, tufa, breksi gunungapi dan aglomerat, bersusunan basal sampai andesit. 6. Miosen Tengah Formasi Warukin (Tmw) Terdiri dari batupasir kuarsa berbutir halus sampai sedang, kurang padat, mengandung sisipan batulempung karbonan, batulanau karbonan, berlapis tebal. Formasi Balikpapan (Tmb) Terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung dengan sisipan batulanau, serpih dan batugamping. 7. Oligosen Akhir Plistosen Andesit dan Diorit (TQi) Terdiri dari andesit dan diorit, setempat dasit berupa sumbat, stok, retas dan retas lempeng. 8. Oligosen Akhir Miosen Awal Formasi Berai (Tomb) Terdiri batugamping abu-abu dan putih, berbutir halus sampai sedang, sebagian terkristalkan ulang, mengandung foram besar dan koral; sebagian berlapis. Formasi Montalat (Tomm) Terdiri dari batupasir kuarsa berbutir halus sampai sedang, mengandung lapisan tipis mineral karbonan, rombakan batubara nitrinit dan muskovit, bersisipan batulempung karbonan berwarna kelabu dan batulanau menyerpih berwarna kelabu tua. Formasi Purukcahu (Tomc) Terdiri dari batulempung berfosil, kelabu tua, berselingan dengan batulanau mengandung lensa kecil dan lapisan tipis batubara vitrinit

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -13

(Persero) CABANG I MALANG

dan batupasir berstruktur perairan sejajar dan konvolut; bersisipan breksi berfragmen andesit, dasit, genes dan batubara, masa dasarnya berupa batupasir kasar mengandung fragmen batubara vitrinit. Anggota Batugamping Penuut (Toml) Terdiri dari batugamping putih dan kelabu, berbutir sedang sampai kasar, kaya akan foram besar, ganggang dan koral, mengandung glaukonit, sebagian termineralisasi, bersisipan batugamping pasiran berfosil, kokuina dan basal terubah; berlapis baik. Formasi Pamaluan (Tomp) Terdiri dari batupasir dengan sisipan batulempung, serpih, napal dan batulanau. Formasi Karamuan (Tomk) Terdiri dari batulumpur abu-abu sebagian gampingan dan berfosil; batupasir kuarsa berlapis baik, batulanau abu-abu, batulanau tufaan abu-abu kehijauan; bersisipan batugamping berfosil, batulanau serpihan dan batulanau serpihan dan batulanau karbonan. Anggota Batugamping Jangkan (Tomj) Batugamping berfosil, abu-abu tua sangat kompak bersisipan tipis batulumpur; breksi batugamping, abu-abu tua sangat kompak bersisipan tipis batulumpur; breksi batugamping, abu-abu tua, kaya akan foram besar. 9. Oligosen Awal Batuan Gunungapi Malasan (Tomv) Leleran andesit sampai basal, breksi lahar, tufa dan sedikit riolit, bersisipan tipis batulempung dan batulanau, umumnya terubah, terpecahkan dan termineralisasikan, setempat struktur bantal dan kekar meniang. Formasi Ujohbilang (Tou) Terdiri dari batulumpur, sedikit batupasir. Formasi Tuyu (Toty) Terdiri dari napal, batulempung dengan sisipan batugamping. 10. Eosen Akhir Formasi Batupasir Haloq (Teh) Terdiri dari batupasir kuarsa, sedikit konglomerat dan batulumpur, jarang batugamping. Formasi Batu Kelau (Tek) Terdiri dari serpih, batulumpur, batulanau, sedikit batupasir.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -14

(Persero) CABANG I MALANG

Formasi Batu Ayau (Tea) Terdiri dari batupasir, batulumpur, batulanau, umumnya karbonan, setempat sisipan batubara dan lignit.

11. Eosen Awal Formasi Tanjung (Tet) Terdiri dari perselingan batupasir kuarsa, batulempung dan batulanau, bersisipan batugamping dan konglomerat. 12. Kapur Akhir Formasi Selangkai (Kse) Terdiri dari serpih, batulumpur konglomerat, batugamping berfosil, jarang batubara; umumnya karbonan dan gampingan. 13. Perem Trias Formasi Busang (PTRb) Terdiri dari granit, granodiorit, diorit, gabro, umumnya termalihkan dan terdaunkan, sekis, genes dan kuarsit. c. Peta Geologi Regional Lembar Buntok, 1714, S.Supriatna, Sutrisno, 1981 Publikasi P3GI 1. Holosen Aluvium (Qa) Terdiri dari lumpur, lempung, pasir, kerikil, kerakal dan bongkahan. 2. Pliosen Miosen Formasi Dahor (Tmpd) Terdiri dari batupasir kuarsa, sebagian besar pasir lepas bersisipan lempung, lanau, lignit dan limonit; setempat mengandung kerakal kuarsa, batuan beku bersifat granit dan batuan metasedimen. 3. Miosen Formasi Warukin (Tmw) Terdiri dari batupasir kuarsa, setempat konglomeratan, bersisipan batulempung, batulanau dan batubara. 4. Miosen Oligosen Formasi Berai (Tomb) Terdiri dari batugamping, umumnya berlapis; mengandung foraminifera besar bersisipan batulempung, batulanau dan batubara. Formasi Montalat (Tomm)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -15

(Persero) CABANG I MALANG

Terdiri dari batupasir kuarsa agak padat; betulempung kelabu dan batubara. 5. Oligosen Eosen Basal Kasale (Tkb) Terdiri dari basal, kelabu muda sampai kelabu tua, tekstur faneritik; tersingkap berupa stok, sil dan retas. 6. Eosen Formasi Tanjung (Tet) Terdiri dari bagian atas merupakan perselingan antara batupasir, batulempung, batulanau dan konglomerat. Bagian bawahnya merupakan perselingan antara batupasir kuarsa yang mengandung muskovit dengan batulanau, bersisipan batugamping dan batubara. 7. Kapur Granit (Kgr) Terdiri dari granit muskovit, kelabu muda, tersingkap berupa stok Batuan Tak Terperinci (Ksv) Merupakan kumpulan batuan beku bersusunan basa sampai sangat basa dan batuan sedimen endapan laut. d. Peta Geologi Regional Lembar Banjarmasin, N.Sikumbang dan Heryanto, 1981 Publikasi P3G 1. Holosen Aluvium (Qha) Terdiri dari kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur. 2. Plistosen Formasi Martapura (Qpm) Terdiri dari pasir, kerikil, kerakal dan sedikit lempung. 3. Pliosen Formasi Dahor (QTd) Terdiri dari batupasir kuarsa lepas, batulempung lunak, batupasir kerikil kurang padu, setempat lignit dan limonit. 4. Miosen Formasi Warukin (Tmw) Terdiri dari batupasir kuarsa berselingan dengan batulempung karbonan dan batubara.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -16

(Persero) CABANG I MALANG

5. Miosen Oligosen Formasi Berai (Tomb) Terdiri dari batugamping dengan sisipan napal dan batulempung. Formasi Binuang (Tob) Terdiri dari batulempung 6. Eosen Formasi Tanjung (Tet) Terdiri dari batupasir kuarsa, batulanau, batulempung dan batubara setempat dijumpai lensa batugamping. 7. Kapur Akhir Formasi Manunggul (Km) Terdiri dari konglomerat beraneka bahan bersisipan dengan batupasir dan batulempung. Anggota Paau, Formasi Manunggul (Kmp) Terdiri dari breksi dan leleran lava. 8. Kapur Akhir Kapur Awal Kelompok Alino Formasi Keramaian (Kak) Terdiri dari perselingan batupasir (vulkarenit) dengan batulanau atau batulempung setempat dijumpai sisipan batugamping konglomeratan. Formasi Pudak (Kap) Terdiri dari lava dan berselingan dengan konglomerat / breksi volkanik klastik (hialoklastik) dan batupasir kotor volkaniklastik dengan olistolis batugamping, basal porfir ignimbrit, batumalihan dan mafik-ultramafik. Anggota Batukora, Formasi Pudak (Kab) Terdiri dari andesit piroksin dan vulkaniklastik. Olistolis Kintap, Formasi Pudak (Kok) Merupakan batugamping klastika. Formasi Paniungan (Kpn) Terdiri dari batulanau, batulempung dan batupasir. Anggota Batununggal, Formasi Pitap (Kpb) Terdiri dari batugamping orbitulina Formasi Pitanak (Kpl) Terdiri dari leleran lava dengan breksi konglomerat vulkanik Andesit (Kan)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -17

(Persero) CABANG I MALANG

Granit (Mgr) Batuan Malihan (Mm)

Kelompok Ofiolit - Diorit (Mdi) - Diabas (Mdb) - Basal (Mba) - Gabro (Mgb) - Batuan Ultramafik (Mu) Geologi Kalimantan dapat diperikan menjadi 8 (delapan) satuan tektonostratigrafi utama (Pieters dan Supriatna, 1990) : Batuan alas benua Ofiolit dan batuan sedimen yang berkaitan Busur magmatik yang bersamaan dengan tektonik Cekungan busur muka Cekungan turbidit Cekungan-cekungan daratan Cekungan-cekungan peripheral Batuan terobosan tektonik akhir dan vulkanik regional satuan tektonostratigrafi ini menunjukkan suatu

Penyebaran

pertemuan (sutura) tektonik lempeng melintasi Borneo yang mengikuti singkapan komplek ofiolit dan bancuh tektonik. Sutura ini berarah tenggara dari Pulau Natuna (40 Lintang Utara, 1080 Bujur Timur) sampai barat laut Kalimantan dan melanjut ke timur ke Kalimatan Tengah dan membelok kearah utara-timurlaut sampai ke bagian tengah Sabah. Di Kalimantan tengah dan barat, sutura ini sama dengan jalur Serabang dan jalur Lupar, yang terbentuk akibat penutupan cekungan samudra (Hutchison, 1989; Hinz & Schluter, 1985), menunjukkan bahwa penunjaman kearah selatan berhenti ketika benua dari arah utara sampai kearah lajur penunjaman dan akhirnya bertumbukan dengan benua sebelah selatan.

Cekungan Barito dengan anak-anak cekungan asam-asam dipisahkan oleh Pegunungan Meratus dan dengan Anak Cekungan Pasir oleh Pegunungan Kukusan. Kedua anak cekungan tersebut di sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Meratus, Timur oleh Tinggian P. Laut, selatan oleh Laut Jawa dan di udara oleh Tinggian Lintang Paternoster. Tinggian Lintang Paternoster

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -18

(Persero) CABANG I MALANG

disebut juga Tinggian Lintang Barito Kutai atau Adang Flexture atau Sesar Adang yang memisahkan kedua anak cekungan tersebut dari Cekungan Kutai. Berdasarkan fisiografi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan menunjukkan pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan cekungan di Kalimantan Tengah. Pada Kenozoikum sampai Mesozoikum menjadikan cekungan ini terbentuk suatu paparan. Stuktur geologi yang terbentuk perlipatan pada batuan Pra-Tersier tampaknya lebih kuat dengan sudut kemiringan sekitar 400 dan 700 dan yang terkecil 250 Sumbu antiklin dan sinklin umumnya berarah utara-selatan dengan bentuk tak setangkup dan setempat setangkup. Sesar naik berarah timurlaut-baratdaya searah dengan sumbu lipatan, sudut kemiringan sekitar 450 kearah barat. Sesar ini diduga terjadi pada kapur atas, sehingga batuan tua tersesarkan ke atas Formasi Pitap. Sesar naik yang lebih muda mengakibatkan tersesarkannya Formasi Pitap keatas Formasi Pamaluan, umurnya diduga setelah Miosen. Sesar turun berarah hampir utara-selatan, bagian timur relatif naik dari bagian barat, sesar ini memunculkan batuan bancuh. Kegiatan tektonik daerah ini diduga telah berlangsung sejak zaman Jura yang menyebabkan bercampurnya batuan ultramafik, batuan bancuh, batuan malihan dan rijang radiolaria. Pada zaman Kapur Awal atau mungkin lebih tua, terjadi kegiatan magma, hal ini didasarkan kepada umur granit yang terdapat di Lembar Amuntai yang berumur 115 juta tahun. Magma ini menerobos batuan yang dihasilkan pada zaman Jura. Batuanbatuan tersebut merupakan alas dari Formasi Pitap. Pada formasi ini akan terbentuk suatu paparan yang menyebabkan suatu cekungan yang terdapat di Kalimantan Tengah dan Selatan yang termasuk dalam wilayah studi ini. 2.3.2 Kondisi Hidrogeologi Sumberdaya air tanah terdiri atas air tanah dangkal dan air tanah dalam, air tanah dangkal potensinya sangat besar dan khususnya pada wilayah fisiografi dataran rendah tepi pantai airnya payau atau asin. Potensi air tanah sedang sampai tinggi (> 10 liter/detik) dengan kualitas cukup baik. Kadar Fe dan pH di luar ambang batas baku mutu air minum yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Lokasi yang diusulkan dalam 1) program perbaikan sumur yang telah ada dan sumur bor baru, adalah sebagai berikut. 2) program pengembangan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -19

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.3 Lokasi Sumur Bor Yang Memerlukan Perbaikan


NO (1) 1 TA (2) 1996 / 1997 1997 / 1998 1997 / 1998 1997 / 1998 1997 / 1998 1997 / 1998 1997 / 1998 1997 / 1998 1997 / 1998 1997 / 1998 1997 / 1998 2 1998 / 1999 1998 / 1999 1998 / 1999 1998 / 1999 1998 / 1999 1998 / 1999 1998 / 1999 3 1999 / 2000 1999 / 2000 1999 / 2000 1999 / 2000 1999 / 2000 4 5 2001 2002 2002 2002 6 2003 2003 2003 2003 2003 L O K A S I DESA (3) Dadahup A-4 dan C-3 Unit Maliku Kiri (P.V) Unit Maliku Kanan (P.VI) Unit Desa Pangkoh Samuda Pelangsian Karang Tunggal Mekar Jaya Karang Sari Pangkalan Tiga Kumpai Batu Bawah Sei Rangit Trans. Km. 38 Sumber Makmur Katingan I Respen pelangsian Sumber Makmur Meranti jaya / Bunut Subur Indah Jaya Makmur Bangun Jaya Kampung Baru Setia Mulia Singam Raya Dadahup A-1 dan A-2 Lamunti A-2 Bapanggang Pelangsian I Lamunti B-2 dan A-1 Dadahup G-1 Muka Istana Gubernur Lupak Dalam Warna Sari Samuda Luwuk Bunter Kartika Bhakti Kuala Pembuang I Tumbang Koling Kumpai Batu Atas Pasir Panjang Marga Mulya Palangka Raya Kapuas Kuala Kapuas Kuala Mentaya Baru Cempaga Seruyan Arut Selatan Arut Selatan Kumai KEC (4) Kapuas Murung Pandih Batu Pandih Batu Pandih Batu Mentaya Baru Ketapang perengean perengean perengean Kumai Arut Selatan Arut Selatan Bukit Batu Bukit Batu Katingan Kuala Mantawa Baru Bagendang Bagendang Katingan Kuala Katingan Kuala Katingan Kuala Katingan Kuala Katingan Kuala Katingan Kuala Kapuas Murung Mantangai Mentawa Baru / ketapang Kapuas Murung KAB / KOTA (5) Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kotim Kotim Kotim Kotim Kotim Kobar Kobar Kobar Palangka Raya Palangka Raya Kotim Kotim Kotim Kotim Kotim Kotim Kotim Kotim Kotim Kotim Kapuas Kapuas Kotim Kotim Kapuas Kapuas Palangka Raya Kapuas Kapuas Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Seruyan Seruyan Katingan Kotawaringin Barat Kotawaringin Barat Kotawaringin Barat Q pompa ( Lt / Det ) (6) 1,82 0,95 1,10 1,15 1,80 1,60 1,20 1,10 0,78 1,20 1,50 1,60 1,60 2,50 1,20 1,50 1,60 1,00 2,50 2,00 1,85 2,70 3,00 2,50 2,60 2,45 2,85 2,90 3,00 2,60 2,00 3,00 1,80 1,50 1,82 2,50 2,80 2,75 2,56 2,70 2,62 Dlm smr (m) (7) 150 150 150 150 175 175 175 175 176 174 174 150 150 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 175 174 176 175 175 200 200 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 249 250 250 250 250 Payau Tawar Digunakan Tawar Tawar Tawar Payau Tawar Tawar Tawar Payau Tawar Payau Payau Tawar Tawar Tawar Tawar Tawar Tawar Tawar Payau Tawar Tawar Tawar Tawar Tawar Tawar Tawar Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Perlu Perbaikan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan KWALITAS AIR (8) Payau Payau Payau Tawar Tawar Tawar Tawar Tawar Payau Payau Pengg Ms KEMARAU (9) Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Digunakan Digunakan Digunakan Digunakan KET (10) 2 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1Titik 1 Titik 1Titik 1 Titik 1Titik 1Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -20

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.4 Lokasi Sumur Bor Yang Belum Dimanfaatkan


NO 1 TA 1993 / 1994 1993 / 1994 1993 / 1994 2 1994 / 1995 1994 / 1995 1994 / 1995 3 1995 / 1996 1995 / 1996 1995 / 1996 4 1996 / 1997 1996 / 1997 1996 / 1997 1999 / 2000 L O K A S I DESA Paduran I Paduran II Paduran III Tamban Lupak A3 Tamban Lupak A4 Tamban Lupak A7 Talio (Pangkoh I) Pangkoh (Pangkoh II) Kantan (Pangkoh III) Unit Tahai (P.IV) Unit Balanti II (P.VI) Unit Balanti I (P.VII) Katingan II Kapuas Kuala Kapuas Kuala Kapuas Kuala Pandih Batu Pandih Batu Pandih Batu Pandih Batu Pandih Batu Pandih Batu Katingan Kuala KEC KAB / KOTA Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kotim DEBIT POMPA ( Lt / Det ) 2,00 1,50 1,70 2,00 0,85 0,75 1,00 2,00 1,80 1,50 0,90 0,80 DALAM SUMUR (M) KWALITAS AIR PENGGUNAAN PADA MUSIM KEMARAU Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan Perlu Perbaikan KET 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 1 Titik 4 Titik

2.4

KEBIJAKAN DAERAH

2.4.1 Hubungan Rencana Pengelolaan SDA WS Barito-Kapuas dengan Strategi Pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah Visi, Misi dan Strategi Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah (2006 2025) (1) Visi Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Yang Maju, Mandiri Dan Adil (2) Misi Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan daerah maka dirumuskan misi pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah sebagai berikut : Mempercepat kecukupan sarana dan prasarana umum secara integratif dan komprehensif dalam rangka peningkatan daya dukung terhadap pembangunan daerah. Mewujudkan kehutanan pertanian, yang perkebunan, agribisnis perikanan, untuk peternakan, pengembangan berorientasi

agroindustri dan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Mempercepat kuantitas dan kualitas penenman modal dalam rangka peningkatan agglomerasi ekonomi dan daya saing daerah. Meningkatkan akselerasi perkembangan koperasi dan UKM serta dunia usaha yang saling terkait antar usaha dan antar daerah, khususnya

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -21

(Persero) CABANG I MALANG

yang berbasis potensi dan keunggulan daerah yang saling terkait antar usaha dan antar daerah. Membangun dan mengembangkan budaya pembelajaran yang mendidik secara merata dan adil pada semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan untuk menciptakan masyarakat yang beriman, bertakwa, cerdas, kreatif, dan inovatif serta memiliki daya saing yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Mewujudkan masyarakat berparadigma sehat untuk mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara berkelanjutan. Mewujudkan pemerintah yang bersih, profesional dan responsif dalam rangka percepatan pembangunan daerah. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum yang berbasis pada pemberdayaan modal sosial masyarakat serta meningkatkan rasa percaya dan harmonisasi pada kelompok masyarakat demi kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mewujudkan kemitraan yang sistematis antara pemerintah daerah dan masyarakat serta penguatan partisipasi kelompok-kelompok masyarakat bagi pencegahan masalah peningkatan dan peningkatan kemasyarakatan kependudukan kecepatan secara dan penanggulangan berkesinambungan. Mewujudkan kualitas ketenagakerjaan, keluarga kecil berkualitas serta pemuda dan olahraga di seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Mewujudkan fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang serasi dalam mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat secara berkesinambungan. Mengoptimalkan produktifitas pemanfaatan dan pengendalian ruang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Visi, Misi dan Strategi Jangka Menengah Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah (2006 2010) (1) Visi Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah Membuka Isolasi Menuju Kaliamantan Tengah yang Sejahtera dan Bermartabat sosial

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -22

(Persero) CABANG I MALANG

(2)

Arah Kebijakan Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah Kebijakan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Kaliamantan Tengah selama periode 2006 2010 diprioritaskan pada bidang : a. Infrastruktur Pembangunan dan pemeliharaan jalan, jembatan, pelabuhan udara, pelabuhan laut dan sungai baik antar provinsi, antar Kabupaten, antar Kecamatan, antar desa terisolir dan antar sentra-sentra produksi di sektor/sub kehutanan, pertanian, perkebunan, pertambangan, dan peternakan perikanan/kelautan, b. Ekonomi Peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal, yang merata, berkelanjutan serta mendorong investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. c. Pendidikan, Kesehatan dan Keluarga Berencana Peningkatan kemampuan pelayanan pendidikan, kesehatan keluarga berencana d. secara berkesinambungan beserta sarana dan prasarananya. Pemerintahan Peningkatan tanggungjawab daya tanggap pemerintah dalam perluasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok wilayah dalam kerangka menciptakan effective goverment, good goverment dan bebas KKN. e. Hukum, Keamanan dan Hak Asasi Manusia Penegakan supermasi hukum yang berkeadilan termasuk pertanahan dan pendayagunaan dan aparat keamanan masyarakat dalam serta menciptakan perlindungan ketentraman f. Politik Pembangunan kehidupan politik yang berkelanjutan dengan dasar toleransi, keadilan, dan partisipasi yang berbasis multikultural. kedamaian

secara terencana dan terpadu.

terhadap Hak Asasi Manusia.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -23

(Persero) CABANG I MALANG

g.

Seni Budaya dan Agama Memperkuat keterbukaan, toleransi kultural dan kerukunan antar agama, suku, ras maupun golongan dalam masyarakat Kalimantan Tengah yang majemuk dalam kerangka dan semangat serta sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia

h.

Kepemudaan, Pramuka dan Keolahragaan Meningkatkan dan pemberdayaan peranan generasi muda dalam pembangunan, menguatkan sarana dan prasarana kepramukaan seperti Bumi Perkemahan di masing-masing Kabupaten/Kota, serta meningkatkan prestasi, partisipasi, pembelajaran, profesionalme dan kualitas manajemen organisasi keolahragaan dalam mendukung pembangunan dan prestasi olahraga di Kalimantan Tengah.

i.

Kepariwisataan Terwujudnya daya saing pariwisata dengan peningkatan pengembangan pemasaran pariwisata

j.

Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Pembangunan Kalimantan Tengah yang sangat strategis harus berwawasan lingkungan. Mewujudkan fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang serasi dalam mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat secara berkesinambungan serta mengoptimalkan produktivitas pemanfaatan dan pengendalian tata ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

k.

Perhubungan dan Telekomunikasi Perhubungan yang dititik beratkan pada peningkatan fasilitas bandara udara, baik yang berada di Kota Palangkaraya maupun Kabupaten-kabupaten lainnya. Begitu pula dengan pelabuhan laut, pelabuhan ferry dan pelabuhan sungai lainnya perlu distingkatkan fasilitasnya. Telekomunikasi yang mana pelayanan telekomunikasi harus ditingkatkan untuk menjangkau daerah-daerah baik di Kabupaten/Kota maupun di Kecamatan-kecamatan.

l.

Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Titik berat pembangunan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Kalimantan Tengah yang handal dan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -24

(Persero) CABANG I MALANG

dapat bersaing di era globalisasi. Pengarus utamaan gender diartikan bahwa peran serta perempuan disejajarkan dengan lakilaki diberbagai aspek bidang, seperti di bidang legislatif, bidang eksekutif dan di masyarakat. (3) Kebijakan Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah 1. Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah Provinsi Kalimantan Tengah 2. Peningkatan efektifitas dan efisiensi Belanja Daerah untuk

Pembangunan Daerah dan pelayanan publik. 3. Peningkatan pengelolaan Pembiayaan Daerah secara efektif dan efisiensi untuk penerimaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah. 4. Peningkatan patisipasi pemerintah kabupaten/kota pelaku bisnis lokal, nasional dan internasional serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan daerah Provinsi kalimantan Tengah. Dalam kajian ini sektor yang terkait dengan rencana pengembangan dan pengelolaan sumber daya air adalah sektor perikanan, kehutanan, pertanian tanaman pangan, perkebunan, pertambangan dan energi, dan peternakan.
No. ASPEK KAJIAN 1 Konservasi Sub aspek Pengelolaan Kualitas Air 2 Pengelolaan SDA SEKTOR /DINAS PELAKSANA Perkebunan, Kehutanan Perikanan, Peternakan, Pertambangan dan Energi, Bappedalda Pertanian, Perikanan, Perkebunan, Peternakan, Pertambangan dan Energi (kelistrikan, Permukiman dan prasarana wilayah) Pemantapan Pertanian, Permukiman dan prasarana wilayah

Sub aspek Institusi Pengendalian Daya Rusak Semua sektor Air

2.4.2 Hubungan Rencana Pengelolaan SDA WS Barito-Kapuas dengan Strategi Pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan (1) Visi Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -25

(Persero) CABANG I MALANG

Mewujudkan Provinsi Kalimantan Selatan yang sejajar dengan daerah maju lainnya melalui pembangunan berkelanjutan yang adil, transparan, efisien, untuk meningkatan kesejahteraan rakyat yang merata, berkeadilan dalam tatanan masyarakat yang demokratis dan berbudaya tinggi yang bernafaskan keagamaan.
(2) Misi Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan, berisi sasaran

pembangunan daerah sebagai berikut : a/ Peningkatan status ekonomi wilayah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi wilayah yang pesat dan stabil, disertai struktur yang berimbang, dan dinamis diantara sektor-sektor ekonomi b/ Penguatan ketahanan ekonomi rakyat, yang mengandung arti pemberdayaan ekonomi rakyat, dalam lingkup usaha ekonomi masyarakat golongan ekonomi bawah dan menengah, serta ekonomi rumah tangga. c/ Pengembangan sosial budaya, sangat dibutuhkan untuk proses menuju masyarakat industri, teknologi, dan informatika yang memerlukan modernisasi secara cepat dan terarah. d/ Peningkatan mutu sumber daya manusia, keberhasilan mewujudkan visi pada akhirnya sangat ditentukan oleh sumberdaya manusia dalam fungsinya sebagai perencana, pelaksana, pengendali dan pengawas pembangunan, serta sebagai pengguna dan pemelihara hasil-hasil pembangunan. e/ Pengelolaan sumber daya alam (SDA), sumberdaya buatan (SDB) dan lingkungan hidup, sangat dibutuhkan untuk terwujudnya pencapaian manfaat yang sebesar-besarnya dari sumberdaya alam dan sumberdaya buatan bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pembangunan di Kalimantan Selatan secara berkelanjutan dan lestari. Di dalam Program pembangunan daerah (PROPEDA) Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2001 2005, Bab II mengenai Prioritas Pembangunan Daerah, butir B. Program Prioritas, tertera program strategis yang menjadi program prioritas pembangunan daerah Kalimantan Selatan Tahun 2001 2005 adalah :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -26

(Persero) CABANG I MALANG

1.

Implementasi Otonomi Daerah untuk Memantapkan Pelaksanaan Undang-undang Otonomi Daerah dalam Upaya Mewujudkan Kemandirian Daerah. Pembangunan Sumberdaya Manusia yang menguasai IPTEK dan mempunyai MITAQ, sehat, kreatif, dan mampu bersaing. Pengembangan Infrastruktur yang menunjang pembangunan ekonomi dan sosial budaya. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan pengembangan ekonomi kerakyatan sehingga terbentuknya ketahanan ekonomi daerah dan meningkatnya pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan bagi masyarakat.

2.

3. 4.

a. Visi Pembangunan Daerah Mewujudkan Provinsi Kalimantan Selatan yang sejajar dengan daerah maju lainnya melaui pembangunan berkelanjutan yang adil, transparan, efisien untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merata, berkeadilan dalam tatanan masyarakat yang demokratis yang berbudaya tinggi yang bernafaskan keagamaan. b. Misi Pembangunan Daerah Peningkatan Status Ekonomi Wilayah Peningkatan status ekonomi wilayah tercermin dari pertumbuhan ekonomi wilayah yang pesat dan stabil, disertai struktur yang berimbang dan dinamis diantara sektor-sektor ekonomi. Penguatan Ketahanan Ekonomi Rakyat Penguatan ketahanan ekonomi rakyat mengandung arti pemberdayaan ekonomi rakyat, dalam lingkup usaha ekonomi masyarakat golongan ekonomi bawah dan menengah dan usaha ekonomi rumah tangga. Pengembangan Sosial Budaya Pengembangan sosial budaya sangat dibutuhkan untuk proses menuju masyarakat industri, teknobio, dan informatika yang memerlukan modernisasi secara cepat dan terarah. Peningkatan Mutu Sumberdaya Manusia Keberhasilan mewujudkan visi pada akhirnya sangat ditentukan oleh sumberdaya manusia dalam fungsinya sebagai perencana, pelaksana,

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -27

(Persero) CABANG I MALANG

pengendali dan pengawas pembangunan, serta sebagai pengguna dan pemelihara hasil-hasil pembangunan. Pengelolaan Sumberdaya Alam, Sumberdaya Buatan dan Lingkungan Hidup Pengelolaan sumberdaya alam, buatan dan lingkungan sangat dibutuhkan untuk menuju terwujudnya pencapaian manfaat yang sebesar-besarnyadari kesejahteraan sumberdaya dan alam dan buatan bagi di masyarakat peningkatan pembangunan

Kalimantan Selatan secara berkelanjutan dan lestari. a. Prioritas Pembangunan Daerah Implementasi Otonomi Daerah untuk memantapkan pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah dalam upaya mewujudkan kemandirian daerah. Pembangunan sumberdaya manusia yang menguasai IPTEK dan mempunyai IMTAQ, sehat kreatif dan mampu bersaing. Pembangunan infrastruktur yang menunjang pembangunan ekonomi dan sosial budaya. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan pengembangan ekonomi kerakyatan sehingga terbentuknya ketahanan ekonomi daerah dan meningkatnya pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan bagi masyarakat. Peningkatan pelayanan publik guna memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses berbagai fasilitas umum dalam suasana yang transparan dan kondusif menuju terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean governance). b. Pembangunan Ekonomi Industri Pembangunan industri merupakan upaya untuk menciptakan struktur perekonomian daerah yang semakin berimbang antara sektor industri dan sektor pertanian. Program-program bidang industri yang mendukung pembangunan ekonomi antara lain: Program pengembangan industri berbasis pertanian dan pertambangan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -28

(Persero) CABANG I MALANG

Tanaman Pangan dan Holtikultura Pertanian merupakan penunjang pertumbuhan sektor ekonomi lainnya serta diharapkan dapat berperan dalam mendorong pemerataan, pertumbuhan, dan dinamika ekonomi daerah secara umum. Program-program bidang tanaman pangan dan holtikultura yang mendukung pembangunan ekonomi antara lain: Program peningkatan ketahanan pangan; Program pengembangan agribisnis; Program pengembangan kawasan sentra produksi/sentra agribisnis terpadu. Peternakan Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti luas, serta merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Program-program bidang peternakan yang mendukung pembangunan ekonomi antara lain: Program peningkatan ketahanan pangan; Program pengembangan agribisnis; Program pengembangan kawasan sentra produksi/sentra agribisnis terpadu. Perkebunan Potensi seluas lahan yang tersedia ha, untuk perkembangan perkebunan berdasarkan RTRWP Kalimantan Selatan Tahun 2000 meliputi areal 1.086.123,25 sementara penggunaannya(efektif pertanaman) baru sekitar 367.919,15 ha (33.87%). Program-program bidang perkebunan yang mendukung pembangunan ekonomi antara lain: Program peningkatan ketahanan pangan; Program pengembangan agribisnis; Program pengembangan kawasan sentra produksi/sentra agribisnis terpadu. Kehutanan Pembangunan kehutanan diadakan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dengan menjaga kelestarian dan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -29

(Persero) CABANG I MALANG

kelangsungan fungsi hutannya. Disadari bahwa sub sektor kehutanan merupakan salah satu penyelamat perekonomian nasional, oleh karena itu bidang usaha kehutanan perlu semakin dikembangkan untuk mendukung pembangunan sektor industri dimasa yang akan datang. Program-program bidang kehutanan yang mendukung pembangunan ekonomi antara lain: Program peningkatan produksi kehutanan; Program pengembangan agribisnis; Program pengembangan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan; Program reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis; Program perlindungan hutan dan konservasi lahan.

Perikanan dan Kelautan Pembangunan perikanan dan kelautan di Indonesia termasuk di Kalimantan Selatan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang mempunyai nilai strategis dan sangat prospektif. Hal ini mengingat kecenderungan semakin meningkatnya permintaan dunia usaha akan produk perikanan, sehingga peluang usaha dibidang perikanan dan kelautan sangat terbuka lebar. Program-program bidang perikanan dan kelautan yang mendukung pembangunan ekonomi antara lain : Program peningkatan ketahanan pangan; Program pengembangan aquabisnis; Program pengembangan kawasan sentra produksi/sentra aquabisnis terpadu. Pertambangan Pembangunan sektor pertambangan di Kalimantan Selatan diarahkan untuk memanfaatkan sumberdaya alam tambang secara maksimal dan optimal bagi pembangunan daerah dan kemakmuran masyarakat dengan tetap menjaga fungsi lingkungan hidup, meningkatkan penerimaan daerah/negara, serta memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Program-program bidang pertambangan yang mendukung pembangunan ekonomi antara lain:

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -30

(Persero) CABANG I MALANG

Program peningkatan produksi dan pengelolaan bahan tambang; Program penataan kawasan/area pengelolaan pertambangan; Program perencanaan, inventarisasi, pembinaan, pengendalian dan pengawasan sumberdaya tambang.

c. Pembangunan Daerah Pembangunan Derah Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan a) Program Penataan Ruang Program ini bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan kegiatan perencanaan tata ruang yang efektif, transparan dan partisifatif; mengembangkan penyelenggaraan kegiatan pemanfaatan ruang yang tertib berdasarkan rencana tata ruang; meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjamin efektifitas dan efisiensi kegiatan pembangunan secara berkelanjutan. b) Program Pengelolaan Pertanahan Program ini ditujukan untuk mewujudkan sistem penguasaan tanah yang adil dan terselenggaranya pelayanan administrasi pertanahan yang baik. Mempercepat Pengembangan Wilayah a) Program Pemantapan Sistem Wilayah Pembangunan Program ini ditujukan untuk menyeimbangkan dan menserasikan pembangunan antar wilayah pembangunan, sehingga ketiga Wilayah Pengembangan (WP), yaitu WP Kayu Tangi, WP Tanah Bumbu, dan WP Banua Lima dapat berkembang selaras dan serasi tanpa ketimpangan. b) Program Pemantapan Fungsi Kota Program ini ditujukan untuk menciptakan kesatuan ekonomi wilayah yang tangguh dengan mewujudkan pemerataan dan penjalaran perkembangan pembangunan antara kabupaten/kota. c) Program Pengembangan Perdesaan Program ini ditujukan untuk mengidentifikasikan kawasan perdesaan yang potensial dikembangkan, sehingga dapat meningkatkan peran dan fungsi pusat kawasan perdesaan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -31

(Persero) CABANG I MALANG

sebagai kawasan produksi untuk mendukung pengembangan agroindustri dan agribisnis. Mempercepat Pengembangan Kawasan Tertentu a) Program Pengembangan Kawasan Andalan Program ini ditujukan Daerah daerah untuk Provinsi melalui meningkatkan dalam kemampuan melaksanakan wilayah; Pemerintah pembangunan

pengembangan

menyiapkan rencana program pembangunan kawasan prioritas terpilih yang akan dikembangkan oleh masing-masing daerah; serta identifikasi program pengembangan kawasan yang akan menjadi tanggung jawab pemerintah dan dunia usaha dalam satu kesatuan paket pertumbuhan ekonomi wilayah. b) Program Program Pengelolaan ini ditujukan percepatan daerah dan Kawasan untuk Pengembangan meingkatkan Ekonomi dan agar Terpadu (KAPET) peran kemampuan Pemerintah Daerah dalam pembangunan KAPET; mendorong pembangunan pengelolaan regional; KAPET serta operasionalisasinya dapat berjalan sesuai dengan tuntutan menunjang berjalannya mekanisme pelaksanaan program pengembangan KAPET yang sesuai dengan arah dan tujuan pembangunan daerah dan nasional. c) Program Pengembangan Kawasan Sentra Produksi/Agribisnis (KSP/A) Program ini ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui pengembangan produk komoditasunggulan di kawasan sentra produksi; mewujudkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal terutama penggunaan lahan yang ada dengan membentuk sentra-sentra pengembangan komoditas, guna mendapatkan efisiensi dan efektifitas yang diikuti alokasi sarana dan prasarana yang diperlukan; serta mengembangkan komoditas pangan dalam skala besar guna mendorong peningkatan sektor agoindustri dan agribisnis.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -32

(Persero) CABANG I MALANG

d) Program Pengelolaan Pembangunan Wilayah Terpadu (PPWT) Program ini ditujukan melalui upaya-upaya pembangunan yang diarahkan untuk pemerataan, keserasian dan percepatan pembangunan dengan mengembangkan potensi-potensi dan atau memecahkan masalah-masalah sosial budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan hidup WKP (Wilayah Konsentrasi Pengembangan) melalui keterpaduan tujuan, sasaran lokasi, waktu, pembiayaan, kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan/pengendalian dan evaluasi dalam suatu siklus pengelolaan pembangunan dengan memberikan peran paling besar pada Pemerintah Daerah, lembaga sosial kemasyarakatan, dunia usaha, setempat. e) Program Pengembangan Kawasan Tertinggal Program ini ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan/faktor penyebab ketertinggalan kawasan yang meliputi letak geografis kawasan, sumberdaya alam, faktorfaktor yang kemasyarakatan, nantinya akan yang serta ketersediaan untuk sarana dan prasarana, dan menyediakan informasi kawasan tertinggal dipergunakan sesuai merumuskan dengan program/proyek kebutuhan koperasi dan masyarakat

memperlihatkan kapasitas sosial ekonomi masyarakat di kawasan tertinggal tersebut. f) Program Pengembangan Kawasan Banjarmasin Raya Program pengembangan kawasan Banjarmasin Raya adalah program pengembangan kawasan perkotaan yang meliputi Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar dan Kabupaten barito Kuala dimana dalam pembangunannya terintegrasi secara terpadu diantara keempat Pemerintah Daerah. Transmigrasi Program Pengembangan Kawasan Transmigrasi dan Mobilitas Penduduk Program Pemberdayaan Masyarakat Transmigrasi

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -33

(Persero) CABANG I MALANG

d. Pembangunan Sumberdaya dan Lingkungan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Program Program Pengembangan ini ditujukan Informasi untuk Sumberdaya Alam dan mutu, Lingkungan Hidup meningkatkan jumlah, informasi dan data dasar sumberdaya alam dan lingkungan hidup, mengetahui daya dukung dan menjamin persediaan sumberdaya alam berkelanjutan di daerah. Program Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Program ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Program Pengendalian Pencemaran dan Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup Program ini ditujukan untuk mengurangi kemerosotan mutu lingkungan hidup perairan, tanah, dan udara yang disebabkan oleh semakinmeningkatnya aktivitas pembangunan daerah. Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Sumberdaya Buatan (Sub Sektor Pengairan) Program Pengembangan dan Pengelolaan Pengairan Program ini bertujuan untuk menunjang tercapainya peningkatan ketahanan pangan daerah maupun nasional. Program Penyediaan dan Pengembangan Air Baku Untuk Masyarakat dan Industri Program ini bertujuan untuk menyediakan air baku dalam rangka memenuhi kebutuhan permukiman, perkotaan, industri dan non pertanian lainnya dengan meningkatkan efektivitas dan produktivitas pengelolaan jaringan pengairan serta meningkatkan penyediaan air untuk permukiman, perkotaan dan industri untuk memenuhi hajat hidup masyarakat baik di daerah perkotaan maupun perdesaan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -34

(Persero) CABANG I MALANG

Program Pengendalian Banjir Program ini bertujuan untuk mempertahankan sarana/prasarana pengairan, pertanian, transportasi dan permukiman. Program Pengembangan dan Pengelolaan Sungai, Danau dan Sumberdaya Air Lainnya Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan dan produktivitas sumber-sumber air dengan mewujudkan keterpaduan pengelolaan yang menjamin kemampuan keterbaharuannya serta pengaturan kembali berbagai kelembagaan dan peraturan perundang-undangan.

Nasional

DEW AN SDA NASIONAL KEBIJAKAN NASIONAL SDA DEW AN SDA W S Pola Pengelolaan SDA W ilayah Sungai W S Nasional Rencana Pola Pengelolaan SDA W ilayah Sungai - Rencana Induk (Master Plan) W S - Feasibility Study - Program Perngelolaan SDA W S - Rencana Kegiatan (Action Plan) PSDA W S

-Departem en PU -SitJen SDA -Dit.Bina Program -Planning Unit Pusat

Provinsi DEW AN SDA PROVINSI -Kantor Gubernur -Dinas PSDA -Balai PSDA -Planning Unit Prov KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA PROVINSI DEW AN SDA W S

Pola Pengelolaan SDA W ilayah Sungai

W S Provinsi

Rencana Pola Pengelolaan SDA W ilayah Sungai - Rencana Induk (Master Plan) W S - Feasibility Study - Program Perngelolaan SDA W S - Rencana Kegiatan (Action Plan) PSDA W S

Kab/Kota

DEW AN SDA KAB / KOTA KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA KAB/KOTA DEW AN SDA W S Pola Pengelolaan SDA W ilayah Sungai W S Kab/Kota Rencana Pola Pengelolaan SDA W ilayah Sungai - Rencana Induk (Master Plan) W S - Feasibility Study - Program Perngelolaan SDA W S - Rencana Kegiatan (Action Plan) PSDA W S

-Kantor Bupati/W alokota -Dinas PSDA -Balai PSDA

Gambar 2.3

Struktur Kebijakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -35

(Persero) CABANG I MALANG

2.5

KONDISI TATA GUNA LAHAN

2.5.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Perda Provinsi Kalimantan Tengah No. 8 Tahun 2003 1. Kawasan Lindung Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Pada Kawasan Bawahnya a) Kawasan Hutan Lindung tersebar di Kabupaten Murung Raya, Barito Utara, dan Kapuas. b) Kawasan Hutan Lindung Gambut tersebar di Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan. c) Kawasan Resapan Air, tersebar di semua kabupaten. Kawasan Perlindungan Setempat a) Kawasan Sempadan Pantai yang meliputi daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai yaitu 100-200 meter dari titik pasang tertinggi kea rah darat dan 400 meter untuk pantai berhutan bakau. b) Kawasan Sempadan Sungai yang meliputi kawasan selebar 100 meter di kiri kanan, 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada diluar permukiman, 10-15 meter di kiri kanan saluran kanal (anjir) serta saluran irigasi untuk dibangun jalan inspeksi. c) Kawasan sekitar danau/waduk meliputi daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan fisik fisik danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. d) Kawasan Sekitar Mata Air yang meliputi kawasan sekurangkurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. e) Kawasan Sekitar Riam meliputi daerah riam dalam badan sungai dengan aliran air yang deras dan berbatu. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya 1. Cagar Alam Pararawen I dan Pararawen II terletak di Kabupaten Barito Utara. 2. Cagar Alam Bukit Sapat Hawung di Kabupaten Murung Raya.

a) Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -36

(Persero) CABANG I MALANG

3. Cagar Alam Air Terjun Molau Besar di Kabupaten Barito Utara. 4. Cagar Alam Bukit Bakatip di Kabupaten Murung Raya. b) Taman Nasional dan Taman Wisata Alam 1. Taman Wisata Air Terjun Poran di Kabupaten Barito Utara. 2. Taman Wisata Liang Saragih di Kabupaten Barito Timur. 2. Kawasan Budidaya Kawasan Hutan Produksi a) Kawasan Hutan Produksi Terbatas terletak menyebar di seluruh kabupaten. b) Kawasan Hutan Produksi Tetap terletak menyebar di seluruh kabupaten. Kawasan Pertanian a) Kawasan Pertanian Lahan Basah tersebar di seluruh kabupaten. b) Kawasan Pertanian Lahan Kering tersebar di seluruh kabupaten. c) Kawasan Pertambakan terletak di Kabupaten Kapuas. Kawasan Pertambangan a) Pertambangan Emas terletak di seluruh kabupaten. b) Pertambangan Batubara terletak di seluruh kabupaten. c) Pertambangan Granit terletak di seluruh kabupaten. d) Pertambangan Pasir terletak di seluruh kabupaten. e) Pertambangan Batu Permata terletak di seluruh kabupaten. f) Pertambangan Minyak Bumi yang terletak di Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Barito Utara, dan Kabupaten Kapuas. Kawasan Industri diprioritaskan pengembangannya pada Kota Puruk Cahu, Muara Teweh, Buntok, Tamiyang Layang, dan Kuala Kapuas. Kawasan Pariwisata mencakup kawasan yang memiliki potensi besar untuk keperluan pariwisata di semua kabupaten. Kawasan Permukiman tersebar merata di seluruh kabupaten.

Tabel rekapitulasinya adalah sebagai berikut.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -37

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.5 Rencana Penggunaan Lahan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya, Provinsi Kalimantan Tengah
NO I PEMANFAATAN LAHAN LUAS ALOKASI (HA) 525.63 514.261 1.029.527 8.933 76.11 1.202,2 408.53 678 606 10.789 2.576.266 3.260.460 3.585.477 416.96 3.894.927 1.608.392 281.167 113.16 6.435 35.071 13.222.033 15.798.299 PERSENTASE (%) 3.3 3.2 6.2 0.06 0.48 0.008 2.58 0.008 0.164 16 21 22.67 2.64 24.6 10.2 1.8 0.7 0.04 0.32 84 100

Kawasan Lindung 1. Taman Nasional (SK ada) 2. Cagar Alam (SK ada) 3. Hutan Lindung 4. Taman Wisata (SK ada) 5. Suaka Margasatwa (SK ada) 6. Arboretum dan Tahura (SK ada) 7. Konservasi di Eks Kawasan PLG 8. Cagar Budaya 9. Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) 10. Danau JUMLAH I II Kawasan Budidaya 1. Hutan Produksi Terbatas (HPT) 2. Hutan Produksi Tetap (HPP) 3. Hutan Tanaman Industri (HTI) 4. Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) 5. Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lain (KPPL) 6. Areal Transmigrasi (T1) 7. Rencana Areal Transmigrasi (T2) 8. Hutan Pendidikan dan Penelitian 9. Kawasan Khusus JUMLAH II JUMLAH I + II

3. Sistem Pusat-Pusat Permukiman Orde I Orde II Hirarki Kota-Kota : : Kota Palangkaraya, Kota Kuala Kapuas, Kota Sampit, Kota Pangkalan Bun Kota Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu, Ampah, Pulang Pisau, Kasongan, Sukamara, Tumbang Samba, Kuala Kurun, Tamiyang Layang dan Pegatan Orde III : Kota Kotawaringin Lama, Kudangan, Pangkut, Tumbang Sangai, Tumbang Senamang, Samuda, Pelantaran, Tumbang Jutuh, Bawan, Lampeong, Kandui, Timpah, Bahaur, Palingkau, Dadahup

Kebijaksanaan Pengembangan a) Pengembangan Kota Orde I

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -38

(Persero) CABANG I MALANG

1. Kota Palangka Raya berfungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi, pusat pendidikan, kota kebudayaan, pusat perdagangan dan jasa. 2. Kota Kuala Kapuas berfungsi sebagai pusat pemerintahan kabupaten, kota pelabuhan, kota industri, agropolitan, pusat perdagangan dan jasa. 3. Kota Sampit berfungsi sebagai pusat pemerintahan kabupaten, kota pelabuhan laut, kota industri, pusat perdagangan dan jasa. 4. Kota Pangkalan Bun berfungsi sebagai pusat pemerintahan kabupaten, kota pelabuhan laut, kota industri, pusat perdagangan dan jasa. b) Pengembangan Kota Orde II yang mempunyai skala pelayanan subregional atau kota-kota yang terletak disepanjang jalan kolektor primer-1 (K-1) serta mempunyai potensi cepat tumbuh, yaitu Kota Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu, Ampah, Pulang Pisau, Kasongan, Sukamara, Tumbang Samba, Kuala Kurun, Tamiyang Layang dan Pegatan. c) Kota-kota kecamatan yang direncanakan untuk didorong pertumbuhannya dan perkembangannya menjadi kota Orde III adalah Kota Kotawaringin Lama, Kudangan, Pangkut, Tumbang Sangai, Tumbang Senamang, Samuda, Pelantaran, Tumbang Jutuh, Bawan, Lampeong, Kandui, Timpah, Bahaur, Palingkau, Dadahup. 4. Arahan Pengembangan Kawasan Prioritas Kawasan perdesaan terpencil, terisolir, dan terbelakang; Kawasan perdesaan Kawasan di wilayah perbatasan dengan Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan; Kawasan Sentra Produksi Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan, Perikanan, Kehewanan dan Kawasan Sentra Industri; a) KSP Kapuas, meliputi Kecamatan Selat, Basarang, dan Kapuas Kuala (Kabupaten Kapuas), serta Kecamatan Pandih Batu dan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -39

(Persero) CABANG I MALANG

Kahayan Kuala (Kabupaten Pulang Pisau) yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi, nenas, rambutan, kelapa dan ubi kayu. b) KSP Ampah, meliputi Kecamatan Dusun Tengah dan Pematang Karau yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi, jagung, pisang, ayam buras dan ikan kolam. c) KSP Muara Teweh, meliputi Kecamatan Teweh Tengah dan Lahei yang merupakan kawasan pengembangan komoditi jagung, kedelai, pisang, rambutan, lada, sapi, dan ayam buras. d) KSP Buntok, meliputi Kecamatan Dusun Selatan dan Gunung Bintang Awai yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi, kelapa, ayam buras, dan ikan perairan umum. e) KSP Kandui, meliputi Kecamatan Gunung Timang dan Montallat yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi, lada dan ayam buras. f) KSP Tamiyang Layang, meliputi Kecamatan Dusun Timur yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi dan kelapa. g) KSP Puruk Cahu, meliputi Kecamatan Murung yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi dan pisang. h) KSP Benangis, meliputi Kecamatan Teweh Timur yang merupakan kawasan pengembangan komoditi kedelai. Kawasan Sekitar Jalur Jalan Lintas Kalimantan; Kawasan Andalan Muara Teweh dan sekitarnya; Kawasan Andalan Buntok dan sekitarnya; Kawasan Andalan Kuala Kapuas dan sekitarnya; Kawasan KAPET DAS KAKAB (Kahayan-Kapuas-Barito).

Kawasan KAPET DAS KAKAB ; Secara administrasi KAPET DAS KAKAB (Kahayan-Kapuas-Barito)

mencakup 4 (empat) daerah tingkat II dan 21 (dua puluh satu) kecamatan, yaitu dengan perincian Kota Palangkaraya (2 kecamatan), Kabupaten Pulang Pisau (5 kecamatan), Kabupaten Kapuas (10 kecamatan) dan Kabupaten Barito Selatan (4 kecamatan) dengan luas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -40

(Persero) CABANG I MALANG

wilayah mencapai 2.767.300 ha atau sekitar 18% dari luas Kalimantan Tengah (153.650 km2). Tabel 2.6 Luas Kapet DAS KAKAP
NO 1 2 KABUPATEN / KOTA Palangkaraya Pulang Pisau KECAMATAN Pahandut Bukit Batu Banama Tingang Kahayan Tengah Kahayan Hilir Pandih Batu Kahayan Kuala Timpah Mantangai Kapuas Barat Basarang Pulau Petak Selat Kapuas Hilir Kapuas Timur Kapuas Murung Kapuas Kuala Jenamas Dusun Hilir Karau Kuala Dusun Selatan JUMLAH IBUKOTA KECAMATAN Palangkaraya Tangkiling Bawan Bukit Rawi Pulang Pisau Pangkoh Bahaur Timpah Mantangai Mandomai Anjir Basarang Sei Tatas Kuala Kapuas Barimba Anjir Serapat Palingkau Baru Lupak dalam Rantau Kujang Mangkatip Bangkuang Bunto LUAS WILAYAH (KM2) 1.071 1.329 629 785 1.683 949 4.956 2.016 6.128 480 206 135 394 91 202 491 427 708 2.065 1.099 1.829 27.673

Kapuas

Barito Selatan

KAPET DAS KAKAB dibagi atas 4 (empat) kategori kawasan, yaitu: a) Sentra Produksi (SP) saat sekarang. b) Potensi Pengembangan Sentra Produksi (PPSP) Prioritas I. c) Potensi Pengembangan Sentra Produksi (PPSP) Prioritas II. d) Potensi Pengembangan Sentra Produksi (PPSP) Prioritas III. PPSP II dan III umumnya berada di lokasi hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi tetap (HPP), menurut RTRWP Kalimantan Tengah, dan kawasan konservasi, dan menurut analisa dampak lingkungan pada PLG 1 juta hektar. Mempertimbangkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Surat Gubernur KDH. Tingkat I Kalimantan Tengah Nomor 650/3654/IV/Bapp. Tanggal 14 Maret 1995, maka pengembangan pertanian, terutama komoditi unggulan hanya bias diarahkan pada sentra produksi pada saat sekarang dan PPSP I yang alokasinya diperuntukkan bagi KPP (Kawasan Pengembangan Produksi) dan KPPL (Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lain).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -41

(Persero) CABANG I MALANG

2.5.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Perda Provinsi Kalimantan Selatan No. 9 Tahun 2000 1. Kawasan Lindung Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Pada Kawasan Bawahnya mencakup seluruh kawasan hutan lindung. Sebagian besar kawasan hutan lindung di Provinsi Kalimantan Selatan berada di Pegunungan Meratus. Kawasan Perlindungan Setempat a) Kawasan sempadan pantai yang meliputi dataran sepanjang tepian pantai yang meliputi Kabupaten Barito Kuala, Tanah Laut dan Kotabaru yang lebarnya proporsional dengan bentuk kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah daratan; b) Kawasan sempadan sungai yang memiliki kawasan selebar 100 meter di kiri-kanan sungai-sungai besar dan didalam permukiman dapat membangun selebar jalan inspeksi; c) Kawasan sekitar danau/waduk yang terletak di Kabupaten Banjar, HSS, HST, dan HSU yang meliputi seluruh areal atau dataran sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat; d) Kawasan sekitar mata air yang terletak menyebar di Kalimantan Selatan dan memiliki kawasan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya a) Cagar Alam, meliputi: 1. Cagar Alam Pulau Kaget yang terletak di Kabupaten Barito Kuala; 2. Cagar Alam Gunung Ketawan di Kabupaten HSS; b) Suaka Margasatwa, meliputi: 1. Suaka Margasatwa Pelaihari yang terletak di Kabupaten Tanah Laut. c) Kawasan Pantai Berhutan Bakau, meliputi: 1. Kawasan Pesisir Berhutan Bakau di kabupaten Kotabaru, Tanah Laut, dan Barito Kuala;

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -42

(Persero) CABANG I MALANG

2. Kawasan Pantai Berhutan Bakau di Kabupaten Tanah Laut; 3. Kawasan Pantai Berhutan Bakau di Kabupaten Barito Kuala. d) Taman Wisata Alam, meliputi: 1. Taman Wisata Alam Jaro di Kabupaten Tabalong; 2. Taman Wisata Alam Batakan di Kabupaten Tanah Laut; 3. Taman Wisata Alam Pulau Kembang yang terletak di Kabupaten Barito Kuala. e) Taman Hutan Raya, meliputi: 1. Taman Hutan Raya Sultan Adam, yang terletak di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut.

2. Kawasan Budidaya Kawasan Hutan Produksi a) Kawasan Hutan Produksi Terbatas yang terletak di Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Tapin, HSS, HST, HSU, dan Tabalong. b) Kawasan Hutan Produksi Tetap yang terletak di Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Tapin, HSS, HST, HSU, dan Tabalong. c) Kawasan Hutan Produksi Konversi yang terletak di Kabupaten Banjar, Tanah Laut, HSU, dan Barito Kuala. Kawasan Pertanian a) Kawasan Pertanian Lahan Basah terletak di Kabupaten Barito Kuala, Banjar, Tapin, HSS, HSU, HST, Tabalong, Tanah Laut. b) Kawasan Pertanian Lahan Kering terletak di Kabupaten Banjar, Tapin, HSS, HSU, HST, Tabalong, Tanah Laut. c) Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan terletak di Kabupaten Barito Kuala, Banjarbaru, Banjar, Tapin, HSS, HSU, HST, Tabalong, dan Tanah Laut. d) Pengembangan Peternakan di Kabupaten Barito Kuala, Banjarbaru, Banjar, Tapin, HSS, HSU, HST, Tabalong, dan Tanah Laut. e) Pengembangan Perikanan terletak di Kabupaten Barito Kuala, Banjar, Tapin, HSS, HSU, HST, Tabalong, dan Tanah Laut.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -43

(Persero) CABANG I MALANG

Kawasan Industri dan Zona Industri a) Kawasan Industri, meliputi: 1. Kawasan industri Simpang Tiga Liang Anggang-Banjarbaru di Kota Banjarbaru. 2. Kawasan industri pengolahan kayu Alalak di Kabupaten Barito Kuala. 3. Kawasan industri Bati-Bati di Kabupaten Tanah Laut. b) Zona Industri, meliputi: 1. Zona industri perabot kayu dan rotan di Kabupaten HSU. 2. Zona agro industri Murung Pundak di Kabupaten Tabalong. 3. Zona industri logam di Negara Kabupaten HSS.

Kawasan Permukiman a) Kawasan permukiman perdesaan yaitu permukiman di luar perkotaan yang telah ada dan permukiman transmigrasi yang tersebar di setiap kabupaten. b) Kawasan permukiman perkotaan yaitu permukiman ibukota Provinsi, kabupaten, serta ibukota kecamatan. Kawasan Pertambangan a) Pertambangan batubara terletak di Kabupaten Banjar, Tapin, HSS, HSU, HST, Tabalong, dan Tanah Laut. b) Pertambangan minyak bumi terletak di Kabupaten Tabalong. c) Pertambangan gamping terletak di kabupaten HSS, dan Tapin. d) Pertambangan intan dan batu mulia dan lainnya terletak di Kabupaten Banjar. Kawasan Pariwisata a) Kawasan wisata Loksado di Kabupaten HSS. b) Objek wisata Pasar Terapung dan Pulau Kaget di Kota Banjarmasin dan Barito Kuala. c) Kawasan wisata Pantai Swarangan di Kabupaten Tanah Laut. d) Kawasan wisata Pantai Batakan di Kabupaten Tanah Laut.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -44

(Persero) CABANG I MALANG

e) Kawasan wisata Pantai Takisung di Kabupaten Tanah Laut. f) Objek wisata Waduk Riam Kanan dan Taman Hutan Raya Sultan Adam di Kabupaten Banjar. g) Objek wisata Kerbau Rawa di Kabupaten HSS dan HSU. h) Objek wisata Tanjungpuri di Kabupaten Tabalong. i) Objek wisata alam Upau dan Jaro di Kabupaten Tabalong. j) Objek wisata alam Hantakan, Pagat, Batangalai Selatan, dan Haruyan di Kabupaten HST. k) Objek wisata relegius Pelampayan di Kabupaten Banjar. l) Objek wisata relegius Makam Sultan Adam, Pangeran Antasari dan Kubah Basirih di Kota Banjarmasin. m) Objek wisata pendulangan intan di Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru. n) Objek wisata sejarah Candi Agung di Kabupaten HSU. o) Objek wisata religius/sejarah, Mesjid dan Makam Sultan Suriansyah di Kuin Utara Banjarmasin. p) Kawasan wisata Jembatan Barito di Kabupaten Barito Kuala.

3. Penetapan Pusat-Pusat Permukiman Hierarki Kota-Kota


Orde I Orde II Orde III : : : Kota Banjarmasin. Kota Banjarbaru, Martapura, Kandangan, Batulicin, dan Kotabaru. Kota Marabahan, Rantau, Pelaihari, Pagatan, Barabai, Paringin, Tanjung, dan Amuntai. Orde IV : Kota Kelua, Sungai Danau, Kertak Hanyar, Binuang, Negara, Anjir Pasar, Alalak, Gambut, Pengaron, Jorong, Takisung, Bati-Bati, Sungai Kupang, Tanjung Semalantakan, Gunung Batu Besar, Margasari, Pantai Hambawang, Danau Panggang, Alabio, Muara Uya, Kintapura, dan Manggalau. Orde V : Ibukota Kecamatan (IKK) selain kota-kota tersebut diatas.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -45

(Persero) CABANG I MALANG

Fungsi Kota-Kota Penetapan fungsi suatu kota sesuai dengan hirarki kotanya, yaitu terdiri Pusat pelayanan komunikasi, ditetapkan pada kota-kota yang memiliki lokasi strategis, yaitu Kota Banjarmasin, Banjarbaru, Martapura, Rantau, Kandangan, Barabai, Amuntai, Tanjung, Kotabaru, Pelaihari, Marabahan, Pagatan, Kelua, Negara, Margasari, Kintapura, Manggalau, Batulicin. Pusat industri manufaktur, ditetapkan pada kota-kota yang/akan memiliki fasilitas dan prasarana yang memadai untuk berlangsungnya kegiatan industri serta akses terhadap bahan baku dan pemasaran produksi, meliputi Kota Batulicin, Banjarmasin, Amuntai, Tanjung, Kotabaru, Martapura, Banjarbaru, Marabahan, Bati-Bati, Kintapura, dan Muara Uya. Pusat permukiman ditetapkan pada seluruh orde kota. Pusat administrasi pemerintahan, ditetapkan pada kota yang secara administrasi memiliki kedudukan sebagai pusat utama pemerintahan, yaitu Kota Banjarmasin, Banjarbaru, Martapura, Rantau, Kandangan, Barabai, Amuntai, Tanjung, Pelaihari, Kotabaru, dan Marabahan. Pusat pelayanan wilayah belakang, ditetapkan pada kota-kota yang memiliki kemampuan sebagai pusat pelayanan jasa, perdagangan dan sosial/umum terhadap wilayah belakangnya, yaitu Kota Batulicin, Pagatan, Paringin, Kelua, Margasari, Negara, Pantai Hambawang, Alabio, dan Kintapura. Pusat pelayanan lokal, ditetapkan pada kota-kota yang memiliki kemampuan sosial/umum sebagai secara pusat lokal pelayanan terhadap jasa, perdagangan dan beberapa kota/wilayah

dari:

disekitarnya dalam lingkup terbatas, yaitu seluruh kota orde IV dan dua kota orde III, yaitu Paringin dan Pagatan. Kebijkasanaan Pengembangan Pengembangan kota-kota dilakukan sesuai dengan ordenya dan kondisi obyektif potensi perkembangan kotanya. a) Pengembangan Kota Orde I

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -46

(Persero) CABANG I MALANG

1. Pemantapan keterkaitan Kota Banjarmasin dengan kota-kota di Provinsi lain dan peningkatan sarana dan prasarana sebagai kota pelayanan regional dan nasional. 2. Peningkatan kerjasama antar pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan sarana dan prasarana kota serta peningkatan pendapatan asli daerah untuk pembiayaan pembangunan kota yang mandiri. 3. Pengalihan sebagian dari fungsi kota yang sudah tidak efisien berlokasi di Banjarmasin, seperti fungsi pendidikan tinggi, pemerintahan, permukiman dan industri polutif. 4. Peningkatan kegiatan ekonomi (jasa dan perdagangan) untuk menunjang perkembangan ekonomi regional Kalimantan Selatan. 5. Penertiban dan penanganan kegiatan-kegiatan yang mencemari lingkungan, terutama di Sungai Barito dan pemeliharaan alur Sungai Barito agar dapat dilayari sepanjang tahun. 6. Penataan ruang kota melalui perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang. b) Pengembangan Kota Orde II 1. Peningkatan kegiatan ekonomi serta sarana dan prasarana yang mempunyai kaitan erat dengan wilayah belakang, terutama untuk Kota Kandangan dan Batulicin. 2. Peningkatan fasilitas, sarana dan prasarana kota untuk menerima penjalaran perkembangan dari Banjarmasin (atau sebaliknya). 3. Peningkatan fasilitas, sarana dan prasarana Kota Kandangan yang akan memacu dan memantapkan fungsi pusat pelayanan Wilayah Pengembangan Benua Lima. 4. Peningkatan status Batulicin sebagai pusat Wilayah Pengembangan Tanah Bumbu. 5. Pencegahan kerusakan lingkungan. 6. Peningkatan kerjasama antar pemerintah dan swasta dalam pengadaan berbagai fasilitas, sarana dan prasarana perkotaan yang dibutuhkan untuk menunjang fungsi kota.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -47

(Persero) CABANG I MALANG

7. Penataan ruang kota melalui perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang. c) Pengembangan Kota Orde III 1. Peningkatan kegiatan ekonomi dan aksesbilitas kota yang mempunyai kaitan erat dengan potensi wilayah belakang, dengan prioritas Kota Rantau, Marabahan dan Tanjung. 2. Peningkatan sarana dan prasarana kota sesuai dengan fungsi kota. 3. Peningkatan kerjasama antar pemerintah dan swasta dalam pengadaan berbagai fasilitas, sarana dan prasarana perkotaan. 4. Pengendalian lingkungan, terutama untuk Marabahn yang banyak memiliki industri pengolahan kayu, serta Pelaihari yang memiliki industri pengolahan tebu. 5. Penataan ruang kota melalui perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang. 6. Pengembangan Kota Manggalau sebagai alternative pusat pengembangan Wilayah Pengembangan Tanah Bumbu Utara, pada tahap awal dikembangkan sebagai Kota Orde IV dan selanjutnya ditingkatkan sebagai Kota Orde III. d) Pengembangan Kota Orde IV dan V 1. Peningkatan sarana dan prasarana perkotaan yang menunjang pertumbuhan industri manufaktur dan agar mampu berfungsi sebagai pusat pengembangan wilayah belakang. 2. Peningkatan kegiatan ekonomi yang dapat menarik penduduk sehingga kota-kota tersebut dapat mencapai ukuran ekonomis dalam pembangunan sarana dan prasarana. 3. Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang serta ke kota-kota yang berorde lebih tinggi melalui pengembangan system perhubungan sungai maupun darat. 4. Penataan ruang kota melalui perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -48

(Persero) CABANG I MALANG

4. Pengembangan Kawasan Prioritas Kawasan Lindung dan Kritis, meliputi: a) Peningkatan fungsi catchment area Riam Kanan sebagai sumber air untuk berbagai keperluan. b) Rehabilitasi kawasan lahan kritis yang tersebar baik di kawasan budidaya maupun kawasan lindung khususnya pegunungan Meratus. Kawasan yang berperan menunjang sektor strategis, meliputi: a) Pengembangan kawasan industri Simpang Tiga, LianganggangBanjarbaru di Kota Banjarbaru. b) Pengembangan zona industri pengolahan kayu Barito Kuala. c) Penataan wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Asam-Asam. d) Penataan wilayah wisata Loksado dan sekitarnya yang merupakan objek wisata alam dan budaya potensial. e) Penataan rawa potensial, antara lain untuk pertanian, wisata, dan konservasi.

Kawasan Sentra Produksi (KSP), meliputi: a) KSP Tabalong-HSU meliputi Kecamatan Banua Lawas, Muara Harus, Kelua, Tanjung, Lampihong, Banjang, Sungai Pandan, Babirik dan Danau Panggang yang merupakan kawasan pengembangan komoditi kedelai, perikanan darat dan peternakan itik. b) KSP Barito Kuala-Banjar meliputi Kecamatan Marabahan, Bakumpai, Barambai, Cerbon, Anjir Pasar, Wanaraya, Rantau Badauh, Mandastana, Sungai Tabuk dan Astambul, yang merupakan kawasan pengembangan komoditi jagung, jeruk, dan kedela. c) KSP Tanah Laut-Kotabaru meliputi Kecamatan Kintap, Kusan Hilir, Satui, sapi. d) KSP HST-HSS meliputi Kecamatan Kandangan, Batang Alai Utara, Pandawan, Labuan Amas Utara dan Labuan Amas Selatan yang Batulicin dan Sungai Loban yang merupakan kawasan pengembangan komoditi perikanan laut, perikanan tambak dan ternak

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -49

(Persero) CABANG I MALANG

merupakan kawasan pengembangan komoditi jagung, jeruk, dan kedelai. e) KSP HSS-Tapin 1 meliputi Kecamatan Daha Utara, Daha Selatan, dan Candi Laras Selatan yang merupakan kawasan pengembangan kedelai. f) KSP HSS-Tapin 2 meliputi Kecamatan Loksado, Padang Batung, Piani, Tapin selatan dan Binuang yang merupakan kawasan pengembangan jeruk dan kacang tanah. g) KSP Banjar meliputi Kecamatan Simpang Empat, Sungai Pinang, Pengaron, Karang Intan, dan Aranio yang merupakan kawasan pengembangan komoditi pisang, kacang tanah, dan perikanan darat. h) KSP Tanah Laut meliputi Kecamatan Pelaihari, Takisung, Panyipatan, Batu Ampar, dan Jorong yang merupakan kawasan pengembangan komoditi jagung, melinjo, dan ternak sapi. Kawasan Andalan, meliputi: a) Kawasan Andalan Kandangan dan sekitarnya yang meliputi Wilayah Pengembangan Benua Lima terdiri dari Kabupaten HSU, HST, HSS, Tabalong dan Tapin. b) Kawasan Andalan Banjarmasin dan sekitarnya meliputi Kota Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Tanah Laut. Kawasan Tertinggal, yaitu kawasan yang karena kondisi geografis, ekonomi dan social budayanya memiliki ketertinggalan dibandingkan dengan kawasan lainnya, meliputi : a) Kabupaten Banjar meliputi Kecamatan Kertak Hanyar dan Kecamatan Aluh-Aluh. b) Kabupaten Tanah Laut, yaitu Kecamatn Kurau. c) Kabupaten Tabalong meliputi Kecamatan Pugaan, Muara Harus, Tanta dan Benua Lawas. d) Kabupaten HSU meliputi Kecamatan Babirik, Sungai Pandan, Juai dan Halong. e) Kabupaten HST meliputi Kecamatan Haruyan, Hantakan, dan Batu Tangga. f) Kabupaten Tapin, yaitu Kecamatan Piani.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -50

(Persero) CABANG I MALANG

g) Kabupaten HSS meliputi Kecamatan Daha Selatan dan Daha Utara. h) Kabupaten Barito Kuala meliputi Kecamatan Alalak, Tamban, Tubanganen dan Kuripan. 5. Kawasan Sentra Produksi Pertanian Provinsi Kalimantan Selatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, melalui surat keputusan nomor : 0303/Tahun 1999, tanggal 10 Desermber 1999, tentang : Penetapan Kawasan Sentra Produksi Pertanian di Provinsi Kalimantan, telah menetapkan lokasi-lokasi KSP, sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. i. Kawasan Sentra Produksi Tabalong, HSU Kawasan Sentra Produksi HST HSS Kawasan Sentra Produksi HSS Tapin 1 Kawasan Sentra Produksi HSS Tapin 2 Kawasan Sentra Produksi Batola Banjar Kawasan Sentra Produksi Banjar Kawasan Sentra Produksi Tala Kawasan Sentra Produksi Tala Kotabaru Kawasan Sentra Produksi Kotabaru Sasaran yang dipertimbangan dalam penetapan ini adalah, untuk mengembangkan pembangunan daerah dan meningkatkan pendapatan masyarakat di perdesaan, khususnya bagi penduduk yang mata pencahariannya terkait dengan sector pertanian pangan dan perikanan. Kawasan ini diharapkan akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat dalam pembangunan agribisnis dan agroindustri.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -51

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.7 Lokasi dan Jenis KSP di Provinsi Kalimantan Selatan


NO 1 NAMA KSP Tabalong, HSU LOKASI KAB. Tabalong HSU KECAMATAN Tanjung, Muara Harus, Kelua Pugaan Lampihong, Banjang, Batu Mandi, Amuntai Tengah, Sei Pandan, Babirik, Danau Panggang Kandangan Bt.Alai Utara, Pandawan, Labuan Amas Utara, Labuan Amas Selatan Daha Utara, Daha Selatan, Candi Laras Selatan Laksado, Padang Batung, Piani, Tapin Selatan, Binuang Marabahan, Bakumpai, Barabai, Cerbon, Anjir Pasar, Wanaraya, Rantau Badauh, Mandastana Sungai Tabuk, Astambul Simpang Empat, Sungai Pinang, Pengaron, Karang Intan, Aranio Pelaihari, Takisung, Penyipatan, Batu Ampar, Jorong Kintap, Satui, S. Loban, Kusan hilir, Batu licin P. Laut Selatan, P. Laut Barat JENIS KSP Kedelai, Perikanan darat Peternakan (itik) LUAS LAHAN (Ha) AWAL POT. KAWSN 1.94 32.3 65.8

HST HSS

HST HSS

Jagung, jeruk Kedelai

1.207

19.3

40.2

3 4

HSS Tapin 1 HSS Tapin 2

HSS Tapin HSS Tapin

Kedelai Jeruk, kacang tanah

3.189 6.167

28 30.6

55.2 63.3

Batola Banjar

Barito Kuala

3.963 110.4 Jeruk, rambutan, padi sawah

139.4

Banjar

Banjar Banjar

Pisang, kacang tanah, perikanan darat Jagung, melinjo, ternak sapi Perikanan, tambak, perikanan laut, ternak sapi Rumput laut, perikanan laut

5.792

86.4

123.9

Tala

Tanah Laut

8.675

55.1

118.6

Tala Kotabaru

Tanah Laut, Kotabaru

10.966 55.76

55.76

Kotabaru

Kotabaru

18

61.2

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -52

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 2.4
Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

Peta Rencana Tata Ruang Provinsi Kalimantan Tengah


II -53

(Persero) CABANG I MALANG

2.5.3 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Barito Selatan Terdapat tiga pertimbangan mendasar dalam penyusunan strategi tata ruang wilayah Kabupaten Barito Selatan, yaitu: Strategi pengembangan Tata Ruang Wilayah yang akan diimplementasikan disusun berdasarkan asumsi bahwa dalam 10 tahun yang akan datang fokus kebijakan pembangunan wilayah di Barito Selatan telah ditekankan pada upaya-upaya persiapan untuk meningkatkan nilai rate of return wilayah, sehingga secara bertahap daya saing produk-produk yang dihasilkan oleh Kabupaten Barito Selatan dapat berkompetisi pada pasar regional, nasional dan internasional mengingat bahwa volume ekspor dari produk yang mempunyai nilai tambah sangat sedikit dan lebih terkonsentrasi pada usaha perkayuan. Proses transisi struktur ekonomi akan dilakukan secara bertahap menuju struktur ekonomi yang berbasis pada sumber daya lokal yang renewable, kompetitif dan berdampak luas pada ekonomi lokal (local multiplier). Proses transisi struktur ekonomi ini akan menuntut proses penguatan kelembagaan ekonomi dan sosial masyarakat dan pemerintah. Penetapan arahan penggunaan lahan yang efektif dan optimal berdasarkan reorientasi strategis penggunaan lahan yang telah terjadi dengan potensi pengembangan yang akan datang, berdasarkan perwilayahan kesesuaian lahan yang jelas (terutama penggunaan lahan kawasan budidaya rakyat, kawasan budidaya investasi besar dan kawasan lindung), mempertajam araham penggunaan lahan komoditas unggulan dan arahan penggunaan lahan yang berwawasan lingkungan. Strategi ini sangat penting karena telah terjadi kerusakan lahan yang relatif besar terutama pada Lahan Gambut satu juta hektar dan pada eksploitasi sumber daya hutan yang keduanya telah mempengaruhi keseimbangan sumber daya alam yang ada. 1. Kawasan Lindung Tujuan utama penetapan kawasan lindung dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Barito Selatan adalah untuk melindungi sumber daya alam atau buatan yang ada didalamnya, juga ditujukan untuk mencegah berbagai kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan baik pada kawasan lindung maupun sekitarnya. Oleh karena itu, penetapan kawasan lindung merupakan suatu bentuk perlindungan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -54

(Persero) CABANG I MALANG

yang didasari oleh pentingnya melestarikan dan meningkatkan kualitas lahan yang memang potensial untuk dibudidayakan. Berdasarkan Keppres no 32 Tahun 1990 dan berdasarkan hasil kesesuaian lahan dan limitasi penggunaan lahan pada kawasan eks PLG, yang termasuk kawasan lindung dalam wilayah Kabupaten Barito Selatan adalah sebagai berikut: Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahnya, yaitu: Kawasan Hutan Lindung Kawasan Resapan Air Kawasan Konservasi 1. Lahan Gambut tebal > 3 m 2. Konservasi flora dan fauna 3. konservasi air hitam 4. konservasi mangrove 5. konservasi hidrologi Kawasan Perlindungan Setempat, yaitu: Kawasan sepadan pantai Kawasan sepadan sungai Kawasan sekitar danau Kawasan sekitar mata air Kawasan Perlindungan dan pelestarian Hutan (PPH) yang meliputi: PPH Dataran Tnggi PPH Peralihan PPH Galam PPH Hutan Rawa 2. Kawasan Budidaya Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya mencakup kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, hutan produksi, perindustrian, pertambangan, pariwisata dan kawasan lainnya.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -55

(Persero) CABANG I MALANG

Rencana penggunaan ruang untuk kawasan budidaya merupakan rencana untuk mencapai tujuan penataan ruang yang telah ditetapkan. Dalam merumuskan rencana penggunaan ruang untuk kawasan budidaya dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: Tujuan pengembangan tata ruang wilayah Konsep pengembangan tata ruang wilayah Strategi pengembangan tata ruang wilayah Karakteristik wilayah, baik karakteristik eksternal maupun internal. Oleh karena itu penetapan rencana pemanfaatan ruang kawasan budidaya Wilayah Kabupaten Barito Selatan ditetapkan dengan berbagai pertimbangan, yaitu: RTRW Provinsi Kalimantan Tengah sebagai acuan terhadap produk tata ruang yang lebih tinggi dengan tujuan untuk dapat lebih mensinergikan dan mengintegrasikan penentuan kawasan budidaya. Lahan berkembang untuk pengelolaan sumber daya alam dapat diperbaharui yang sesuai dengan kesesuaian wilayah dan ikutannya dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, serta mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum. Disini, bahan pertimbangan adalah potensi penggunaan ruang kawasan budidaya. Pola penggunaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat yang terjadi pada sepanjang aliran sungai, investasi swasta dan kebijakan sektoral dalam pola penggunaan lahan. Keppres no 57 Tahun 1990 tentang Jenis, Definisi dan Kriteria Penetapan Kawasan Budidaya. Berdasarkan pertimbangan diatas, maka klasifikasi rencana pemanfaatan ruang Wilayah Kabupaten barito selatan adalah: Budidaya kegiatan kehutanan 1. Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) 2. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) 3. Kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) Kawasan budidaya yang diperuntukkan untuk kegiatan permukiman, pertanian, perkebunan, perikanan, pariwiasata yang lebih melihat kepada pola penggunaan lahan yang terjadi oleh masyarakat yaitu

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -56

(Persero) CABANG I MALANG

pada sepanjang aliran sungai yang dinamakan Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL) yang didalamnya lebih diutamakan kepada lahan budidaya yang dilaksanakan oleh masyarakat. Dalam kawasan ini masih terdapat hutan konservasi yang diperbolehkan mengkonversi lahan hutan menjadi kegiatan budidaya lainnya. Kawasan budidaya yang diperuntukkan untuk kegiatan pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan yang lebih diarahkan sebagai kegiatan produksi yang berskala besar atau Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) Kawasan Transmigrasi, yang tujuannya dipergunakan sebagai lahan cadangan untuk kegiatan permukiman. Delinasi kawasan budidaya / rakyat-rakyat yang memang telah dipergunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dalam jangka waktu yang lama di sepanjang aliran sungai. Hal yang sangat penting dalam Yujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten barito Selatan adalah meningkatnya peranan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam yang dapat diperbarui untuk kemakmuran masyarakat dan mengarah kepada pengembangan agroindustri berbasis masyarakat. Dalam Rencana Penggunaan Ruang Kawasan Budidaya ini adalah adanya hak pengusahaan kawasan budidaya oleh rakyat yang memang telah berkembang dan memberikan suatu pola pemanfaatannya, yaitu kegiatan budidaya rakyat berada pada wilayah sepanjnag sungai di Kabupaten Barito Selatan. Oleh karena itu, dalam rencana penggunaan dan pemanfaatan ruang kawasan budidaya ini menetapkan bahwa lahan budidaya rakyat (hak tanah ulayat rakyat) berada pada jarak 3 km arah kiri dan kanan sepanjang sungai di Kabupaten Barito Selatan. 3. Deliniasi Wilayah Kabupaten Sebagai Kawasan Perdesaan Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utana pertanian, termasuk pengelolaan SDA dengan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan pertimbangan rencana pengembangan ekonomi, strategi pengembangan kawasan produksi dan karakteristik fisik dan guna lahan, maka wilayah yang termasuk sebagai wwwilayah pengembangan kawasan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -57

(Persero) CABANG I MALANG

perdesaan adalah setiap pusat-pusat desa di Kabupaten Barito Selatan serta pusat-pusat kecamatan yang tidak termasuk kawasan perkotaan. Wilayah-wilayah yang termasuk kawasan perdesaan ini difungsikan sebagai sentra-sentra produksi sesuai dengan rencana pengembangan ekonomi. Secara umum kawasan perdesaan dibagi menjadi 3 kelompok kawasan: Kawasan I Terdiri dari pusat-pusat desa yang berada di sekitar Kecamatan Dusun Selatan dan Kuala Karau. Kawasan ini diarahkan untuk pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, buah-buahan, perkebunan khususnya karet, peternakan besar dan kecil, perikanan umum hutan produksi dan pariwisata. Pusat kolektor dan orientasi dari kawasan ini adalah Buntok. Kawasan II Terdiri dari pusat-pusat desa yang berada di sekitar Kecamatan Dusun hilir dan Jenamas. Kawasan ini diarahkan untuk pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, peternakan kecil dan besar, perkebunan tanaman keras dan semusim dan pariwisata. Kawasan III Terdiri dari pusat-pusat desa yang berada di sekitar Kecamatan Dusun Utara dan Gunung Bintang Awai. Kegiatan yang dikembangkan dalam kawasan ini adalah perkebunan tanaman keras (karet). 4. Deliniasi Wilayah Kabupaten Sebagai Kawasan Perkotaan Kawsan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Dalam pengembangan wilayah kabupaten Barito Selatan, perlu ditetapkan wialayah yang menjadi kawasan perkotaan guna mengoptimalkan pemanfaatan alahan yang ada. Untuk itu maka dilakukan deliniasi terhadap wilayah Kabupaten Barito Selatan yang termasuk sebagai kawasan perkotaan. Dalam penetapan kawasan perkotaan ini telah mempertimbangkan rencana pengembangan ekonomi, strategi pengembangan kawasan produksi, konsep

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -58

(Persero) CABANG I MALANG

pengembangan ruang wilayah Kabupaten, karakteristik fisik dan guna lahan serta kriteria-kriteria yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah tentang penataan ruang kawasan perkotaan. Menurut Permendagri No. 7 Tahun 1986, kriteria wilayah yang termasuk wilayah kota terbagi berdasarkan ciri-ciri secara fisik dan sosial-ekonomi. Secara fisik, yang termasuk kawasan perkotaan mempunyai ciri-ciri: Tempat permukiman penduduk yang merupakan satu kesatuan dengan luas, jumlah bangunan, kepadatan bangunan yang relatif lebih tinggi daripada wilayah sekitarnya. Proporsi bangunan permanen lebih besar di tempat itu daripada di wilayah-wilayah sekitarnya. Mempunyai lebih banyak bangunan fasilitas sosial ekonomi daripada wilayah sekitarnya. Dari aspek sosial ekonomi, yang menjadi ciri kawasan perkotaan adalah: Mempunyai jumlah penduduk yang relatif lebih tinggi dari wilayah di sekitarnya, yang dalam satu kesatuan areal terbangun berjumlah sekurang-kurangnya 20.000 orang di pulau Jawa, Madura dan Bali, atau 10.000 orang di luar pulau-pulau tersebut. Mempunyai kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi dari wilayah sekitarnya. Mempunyai proporsi jumlah penduduk yang bekerja di sektor-sektor non pertanian, seperti: pemerintahan, perdaganagan, industri, jasa dan lain-lain, yang lebih tinggi dari wilayah di sekitarnya. Merupakan pusat kegiatan ekonomi yang menghubungkan kegiatan pertanian wilayah sekitarnya dan tempat pemasaran atau prosesing bahan baku untuk kegiatan industri. Selain kriteria-kriteria yang telah disebutkan, kriteria kawasan perkotaan dapat berupa ruang yang sudah menunjukkan sebagai kawasan perkotaan atau dapat berupa kawasan yang dicadangkan sebagai perluasan atau pengembangan kawasan perkotaan. Kawasan tersebut saat ini dapat saja belum merupakan kawasan perkotaan akan tetapi dicadangkan/direncanakan sebagai kawasan perkotaan untuk kurun waktu yang akan datang.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -59

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 2.5

Peta Kawasan Lindung Kabupaten Barito Selatan

2.5.4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Barito Utara Rencana pola pemanfaatan ruang di Kabupaten Barito Utara meliputi batasbatas kawasan lindung dan kawasan budidaya, letak, ukuran dan fungsi kawasan lindung dan budidaya. 1. Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian kemampuan lingkungan hidup mencakup

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -60

(Persero) CABANG I MALANG

sunberdaya alam, sumberdaya buatan guna kepentingan pembangunan pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan kawasan lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung. Pengelolaan kawasan lindung di Kabupaten Barito Utara secara umum ditujukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya berbagai kerusakan fungsi lingkungan hidup dan permasalahan kelestariannya. Untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan bawahannya, maka Pemda Kabupaten Barito Utara perlu mengembalikan fungsi kawasan lindung yang saat ini sudah hilang/rusak menjadi fungsi awalnya. Adapaun sasaran ditetapkannya kawasan lindung adalah untuk: Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan iklim. Mempertahankan keanekaragaman flora, fauna dan tipe ekosistem serta keunikan alam Dalam kebijaksanaan pengelolaan kawasan lindung diperlukan pendekatan yang terintegrasi antara kepentingan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dengan pelestariannya. Kawasan Perlindungan Setempat Berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990, sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai: Lebih kurang 100 m di kiri-kanan sungai besar dan 50 m di kiri-kanan anak sungai yang berada di luar kawasan permukiman. Sungai yang berada di kawasan permukiman (sempadan Sungai) lebih kurang 10-15 m (untuk jalan inspeksi. Untuk memantapkan fungsinya sebagai kawasan lindung, maka perlu dilakukan beberapa upaya antara lain: Mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sepanjang sungai yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air sungai. Melakukan pengendalian terhadap kegiatan yang telah ada di sepanjajng sungai agar tidak berkembang lebih jauh. Mengamankan aliran sungai.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -61

(Persero) CABANG I MALANG

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kepada Kawasan Bawahannya Berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990 dan SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/Um/11/1980, lahan-lahan yang memiliki kemiringan diatas 40% atau memiliki kemiringan 15-40% pada tanah-tanah yang sangat peka terhadap erosi diarahkan fungsinya sebagai kawasan hutan lindung. Kawasan htan lindung di Kabupaten Barito Utara seluas 90.066 Ha atau 7.95% dari luas total kabupaten.

Kawasan Pelestarian Alam Kabupaten Barito Utara memiliki potensi wisata alam dan sejarah yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat maupun swasta. Adapun wisata alam/sejarah yang perlu mendapat pembinaan dan pengembangan adalah: Kawasan Suaka Alam Kawasan Cagar Budaya

Kawasan Rawan Bencana Berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990, kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam, dengan kriteria daerah yang diidentifikasikan sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi dan tanah longsor. Kawasan Rawan Banjir Kawasan Rawan Longsor Kawasan Rawan Erosi dan Longsor

2. Kawasan Budidaya Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama utnuk kegiatan budidaya berdasarkan kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Agar tercipta kawasan budidaya yang harmonis/ideal maka dalam pemanfaatan ruangnya diperlukan rencana dan arahan yang berdaya guna dan berhasil guna bagi hidup dan kehidupan manusia. Rencana pemanfaatan ruang di Kabupaten Barito Utara mengarah kepada pola pemanfaatan hutan di bagian hulu dan tengah sub DAS anak Sungai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -62

(Persero) CABANG I MALANG

Barito,

sedangkan

kawasan

permukiman

perkotaan

dan

kawasan

pengembangan produksi dikembangkan di bagian hilirnya. Kawasan Budidaya Hutan Kawasan budidaya hutan terdiri dari Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP), Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Kawasan Pengembangan Produksi (KPP).Pembudidayaan sumberdaya alam pada kawasan hutan produksi bersifat terbatas. Rencana lokasi kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan penegembangan hutan produksi di wilayah Kabupaten Barito Utara tersebar di seluruh wilayah Kabupaten seluas 557.536 Ha (49% dari luas wilayah) yang terdiri dari: Tabel 2.8 Luasan Kawasan Budidaya Hutan di Kabupaten Barito Utara
No 1 2 3 4 Jenis Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi (HP) Hutan Tanaman Industri (HTI) Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) Luas (ha) 220.967 311.109 50.245 119.700 Prosentase Dari luas kabupaten 20.00% 28.46% 4.00% 11.00%

Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL) Kawasan Pertanian Kawasan Perkebunan Kawasan Peternakan dan Perikanan Kawasan Permukiman dan Transmigrasi Kawasan Industri Kawasan Pertambangan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -63

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.9 Alokasi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Barito Utara Tahun 20062007
No A Penggunaan Lahan Kawasan Lindung Hutan Lindung Cagar Alam B Kawasan Budidaya Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Tanaman Industri Kawasan Pengembangan Produksi Kawasan Permukiman dan Penggunaan Lain Areal Transmigrasi Industri Jumlah
sumber: Hasil rencana tahun 2005 Keterangan : Floating zone tambang : 217.118 Ha Hutan dan non Hutan : 78.45 % dan 21.54%

Luas (ha) 97,627.86 90,066.06 7,561.80 1,035,303.71 220,966.72 311,108.67 50,245.00 119,699.53 307,336.48 24,947.31 1,000.00 1,132,931.57

% 8.62 7.95 0.67 91.38 19.50 27.46 4.43 10.57 27.13 2.20 0.09 100.00

3. Rencana Permukiman Perkotaan dan Perdesaaan Pengembangan Permukiman Perkotaan Pengembangan permukiman perkotaan dideliniasi berdasarkan pusat-pusat pelayanan dan fungsi pelayanannya, adapaun deliniasi luasan permukiman perkotaan pada tahun 2011 mencapai 22.640,94 ha dengan daya tampung penduduk mencapai 72.500 jiwa sedangkan pada tahun 2015 direncanakan seluas 25.013,88 ha dengan daya tampung penduduk sebesar 80.050 jiwa. Pengembangan Permukiman Perdesaan Rencana pengembangan permukiman perdesaan akan dikembangkan pada masing-masing desa/kelurahan yang terjangkau oleh skala pelayanan sistem pusat-pusat. Adapun kebutuhan lahan permukiman perdesaan pada tahun 2011 direncanakan 70.194,45 ha dengan daya tampung penduduk sebesar 56.200 jiwa dan pada tahun 2015 direncanakan mengalami peningkatan menjadi 75.897,00 ha untuk daya tampung penduduk sebesar 60.750 jiwa.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -64

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 2.6

Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Kabupaten Barito Utara

2.5.5 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Barito Timur 1. Program Pemanfaatan Pada Kawasan Lindung. Program pemanfaatan kawasan lindung pada jangka panjang di Kabupaten Barito Timur antara lain diarahkan untuk: Pengembangan SDM (sumber daya manusia) di bidang kehutanan. Mempertahankan luas kawasan lindung yang telah ada. Memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup, melalui perlindungan kawasan-kawasan di darat, laut, udara secara saling serasi dan selaras. Mempertahankan sempadan sungai. Pelestarian dan pengembangan program wisata budaya. penghijauan seluruh kawasan yang berfungsi

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -65

(Persero) CABANG I MALANG

Program pemanfaatan kawasan lindung pada jangka menengah di Kabupaten Barito Timur antara lain diarahkan untuk: Mengembalikan fungsi kawasan hutan lindung yang telah ada. Program pengelolaan hutan masyarakat. Penyusunan master plan drainase. Menetapkan kawasan fungsi lindung yang juga mencakup perlindungan terhadap kawasan rawan bencana. Melakukan reboisasi.

Program pemanfaatan kawasan lindung pada jangka pendek di Kabupaten Barito Timur antara lain diarahkan untuk: Mengendalikan dan mencegah kegiatan-kegiatan budidaya di kawasan lindung. Mencegah dan mengendalikan kerusakan dan kebakaran hutan. Menertibkan kegiatan illegal logging di kawasan hutan lindung. Meningkatkan efektifitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam. Penertiban terhadap adanya aktifitas budidaya dan permukiman yang tidak menunjang fungsi utama kawasan. Penertiban aktifitas pertanian.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -66

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.10 Garis besar program pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung Kabupaten Barito Timur
No KawasanLindung JangkaPanjang Seluruhkawasanlindung berbentukhutan PengembanganSDMdiBidang Kehutanan GarisBesarProgram JangkaMenengah *Mengembalikanfungsikawasan hutanlindungyangtelahada *Rehabilitasihutandan lahankritis *Programpenghijauan *Programpengendalianerosidan konservasiair *ProgramPengelolanhutan bersamamasyarakat *Penertibanaktifitaspertanian danpermukiman JangkaPendek Sosialisasidanpenyuluhan kegiatanpenghutanan danreboisasi,konservasi rehabilitasiuntukseluruh kawasanlindungdiluar hutantermasukpencegahan kebakaranhutandan pencegahanIllegalLogging *Sosialisasipenghutandan reboisasi *Penertiban *Sosialisasipenghijauan danreboisasi. Pelaksana DinasKehutanan Kabupatendan PropinsiDepartemen Kehutanan

1 KawasanLindung untukKawasanHutan

2 KawasanResapan air

Seluruhnyaberbentuk hutan

DinasKehutanan Kabupaten DinasPekerjaanUmum Kabupaten DinasPekerjaanUmum Kabupaten DinasPertanian Kabupaten KantorKebersihan danPertamanan DinasParbud Kabupaten

3 KawasanPerlindungan setempat:sempadan sungai,kawasansekitar waduk,sekitarmataair sempadanjalan 4 KawasanCagarBudaya

mempertahankan penghijauanseluruh kawasanyangberfungsi sempadan

*Penertibanaktifitaspertanian danpermukiman *Penghijauandengantanaman keras/tahunanyangmemiliki nilaiekonomi *Pelestarianbudaya *PengembanganProgramWisata BudayayangLestaridan Berkelanjutan *Promosiwisatabudaya Penyusunanmasterplandrainase

*Pelestarianbudaya *Pengembanganprogram wisatabudayayang lestaridanberkelanjutan Pembangunandrainase prasaranapematusanair/ hujanmenyeluruh *Terasering *Pelaranganpertanian padakawasanrawan longsor

Penertibanterhadapadanya aktifitasbudidayadanper mukimanyangtidakmenun jangfungsiutamakawasan PemberianIMBberdasarkan KDBdanKLBterbatas SosialisasiKDBdanKLB Penertibanaktifitas pertanian

5 KawasanRawan Bencanabanjir/ genangan 6 KawasanRawan Bencanagerakantanah /tanahlongsor

DinasPekerjaanUmum KabupatendanPropinsi DinasPertanian

*Terasering *Pembangunanprasarana drainase

2. Program Pemanfaatan Pada Kawasan Budidaya Program pemanfaatan kawasan budidaya pada jangka panjang di Kabupaten Barito Timur antara lain: Memanfaatkan sumber daya alam secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah. Mengembangkan kegiatan-kegiatan budidaya beserta prasarana penunjangnya secara sinergis. Megembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya pertanian tanaman pangan nasional. Program pemanfaatan kawasan budidaya pada jangka menengah di Kabupaten Barito Timur antara lain diarahkan untuk: Memanfaatkan ruang kawasan budidaya secara optimal sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -67

(Persero) CABANG I MALANG

Secara umum pengembangan kawasan budidaya diarahkan untuk mengakomodasi kegiatan produksi lahan basah dan kering (pertanian, perkebunan, perikanan, hutan produksi), permukiman dan pariwisata.

Pengembangan kawasan budidaya pertanian perlu diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki potensi/kesesuaian lahan serta adanya dukungan pengembangan kawasan prasarana budidaya pengairan/irigasi diarahkan serta untuk memperhatikan pembangunan berkelanjutan.

Pengembangan

kehutanan

mewujudkan pengelolaan hutan lestari melalui pemantapan kondisi kawasan hutan, perencanaan, pengamanan dan perlindungan hutan yang terpadu melalui pengendalian penebangan liar dan penanggulangan kebakaran hutan serta rehabilitasi kawasan hutan kritis. Memenuhi bahan baku industri hilir dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan pengembangan hutan rakyat. Memperkuat kelembagaan masyarakat dalam rangka mitra sepaham pembangunan kehutanan dan peningkatan kesejahteraan. Menghindari terjadinya konflik kepentingan/penguasaan kerjasama lahan/kawasan lembaga hutan. peneliti Mengembangkan hasil hutan. Pengembangan kawasan permukiman meliputi upaya untuk mendorong pengembangan pusat-pusat permukiman perdesaan sebagai desa pusat pertumbuhan terutama wilayah desa yang mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat meningkatkan perkembangan desa di sekitarnya dan mendorong pengembangan permukiman sub urban atau kota baru pada daerah peripheral kota-kota metropilitan dan kota besar untuk memenuhi kebutuhan perumahan pada kota-kota tersebut dan sekaligus berperan sebagai penyaring arus migrasi desa-kota. Pengembangan kawasan pariwisata diarahkan pada objek-objek wisata alam dan budaya dengan memperhatikan pelestarian lingkungan dan mengembangkan prasarana penunjang. Pengembangan kawasan industri meliputi upaya untuk mendorong pengembangan industri pengolahan dan agro industri untuk meningkatkan nilai tambah sektor-sektor produksi wilayah seperti pertambangan, pertanian, perkebunan dan hasil hutan memberikan prioritas penanganan kawasan-kawasan industri. dengan

lokal/regional/internasional dalam rangka mengembangkan produk

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -68

(Persero) CABANG I MALANG

Pengembangan kawasan pertambangan meliputi mengembangkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya energi dan mineral secara optimal dengan memperhatikan daya dukung lingkungan secara makro dan mikro: mengendalikan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya pertambangan secara ilegal terutama untuk mencegah dampak lingkungan terhadap wilayah sekitarnya, dan memprioritaskan pengelolaan kawasan-kawasan pertambangan yang memperhatikan daya dukung lingkungan.

Mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya agar tidak terjadi konflik antar kegiatan/sektor. Pengendalian pemanfaatan ruang sebagai suatu bagian mekanisme pengelolaan tata ruang perlu dilakukan melalui penyelesaian permasalahan tumpang-tindih yang ada serta upaya preventif untuk mencegah terjadinya konflik.

Penentuan prioritas dalam pemanfaatan ruang antar kegiatan budidaya sehingga dapat lebih terarah dan fleksibel sesuai dengan tuntutan perkembangan.

Penentuan prioritas pengembangan sistem prasarana kawasan pada bidang transportasi dan faktor produksi yaitu dengan mengembangkan jaringan jalan yang menghubungkan sentra-sentra produksi dengan pusat koleksi dan distribusi di tingkat lokal, intra regional dan inter regional.

Pengalokasian rencana pemanfaatan lahan yang lebih tegas dan bersifat flesibel.

Program pemanfaatan budidaya pada jangka pendek di Kabupaten Barito Timur antara lain diarahkan untuk: Pengembangan hutan produksi antara lain meliputi: a. Pengusahaan hutan produksi melalui pemberian ijin HPH pola tebang pilih. b. Pengembangan zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan dengan hutan lindung. c. Pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta perladangan berpindah. d. Pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konversi untuk kegiatan pertanian (perkebunan dan tanaman pangan) sesuai dengan potensinya.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -69

(Persero) CABANG I MALANG

e. Pengembangan pola tanaman industri. f. Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan HPH. g. Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lainnya (pertanian, pertambangan) Pemanfaatan ruang kawasan pertanian meliputi: a. Perluasan areal persawahan baru (ekstensifikasi) pasang surut dan aluvium. b. Pengembangan prasarana pengairan. c. Pembentukan kawasan Agroopolitan di kota Ampah. d. Pengendalian kegiatan lain agar tidak mengganggu lahan pertanian khususnya sawah pasang surut. e. Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lain. Pemanfaatan ruang kawasan perkebunan meliputi upaya untuk: a. Peremajaan dan perluasan areal tanaman perkebunan sesuai dengan potensi/keseluruhan lahannya secara optimal, diarahkan ke Kecamatan Awang dan kecamatan Petangkep Tutui. b. Pengamanan daerah aliran sungai. Pemanfaatan ruang kawasan pariwisata meliputi upaya untuk: a. Penataan ruang kawasan pariwisata. b. Pengembangan obyek wisata dan fasilitas pariwisata. Pemanfaatan Ruang Kawasan Perindustrian adalah: a. Penataan ruang kawasan industri. b. Penyediaan prasarana pendukung kawasan industri. Kebijaksanaan pemanfaatan Ruang Kawasan Permukiman adalah: a. Penataan ruang kota (RUTRK, RDTRK, RTRK) b. Pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan. c. Pengembangan permukiman transmigrasi lokal. Kebijaksanaan Pemanfaatan Ruang Kawasan Pertambangan adalah: a. Pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan pertambangan agar tidak mengganggu fungsi lindung. b. Pengembalian fungsi lindung pada kawasan bekas kuasa pertambangan. yaitu melakuakan penyusunan RTRK dan peninjauan kembali (evaluasi, revisi) RTRK.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -70

(Persero) CABANG I MALANG

3. Rencana Pengelolaan Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Dalam suatu wilayah Kabupaten terdapat dua jenis kawasan fungsional yaitu kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan serta bisa terdapat kawasan tertentu. Rencana Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Perkotaan dan Kawasan Tertentu dirumuskan untuk mencapai keserasian hubungan fungsional antara kawasan-kawasan tersebut. Bentuk bentuk pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tertentu meliputi: Kelembagaan Meliputi pembagian dan kewengan swasta, pengelolaan lembaga kawasan perdesaan, dan perkotaan dan tertentu yang melibatkan pemerintah Kabupaten, Kecamatan kawasan Desa, kemasyarakatan dapat masyarakat secara langsung. Hubungan kerjasama dalam pengelolaan perdesaan/perkotaan/tertentu juga melibatkan beberapa pemerintah kabupaten apabila kawasan mencakup dua atau lebih daerah otonom yang berbatasan secara langsung. Program Pemanfaatan Meliputi garis besar program pemanfaatan yang diindikasikan pada kawasan perdesaan, perkotaan dan tertentu untuk jangka panjang, menengah dan pendek Pengawasan Meliputi tata cara dan prosedur pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dantertentu. Misalnya untuk pengelolaan kawasan perdesaan, dirumuskan kebijakan pengendalian konversi pemanfaatan ruang yang memperhatikan keberlanjutan dan pemenuhan kebutuhan hidup seperti udara, air dan pangan, mengingat dominannya sumber daya alam di kawasan perdesaan. Aspek pengawasan dalam pengelolaan kawasan melibatkan pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa bersama-sama dengan masyarakat. Penertiban Meliputi tata cara dan prosedur pelaporan terhadap pelanggaran pelaksanaan kebijakan kawasan perdesaan, perkotaan dan tertentu.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -71

(Persero) CABANG I MALANG

2.5.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kuala Kapuas 1. Kabupaten Kapuas Sebagai bagian dari WS Kapuas, wilayah Kabupaten Kapuas hampir seluruhnya terletak di DAS Kapuas, dan berada pada posisi perbatasan antara Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kondisi Kabupaten ini disusun sebagai informasi kajian analisis wilayah yang sangat relevan dengan rencana tata ruang dan master plan pada DAS Kapuas. Berdasarkan informasi awal kajian tata ruang ini, akan memberikan arahan dalam penyusunan master plan sumber daya air DAS Kapuas. Kebijaksanaan perwilayahan pembangunan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas 1994/1995 1998/1999 membagi wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas atas 5 (lima) wilayah pembangunan, yaitu : 1. Wilayah Pembangunan Bagian Utara, meliputi kecamatan Kahayan Tengah, Banama Tingang, Sepang, Kuala Kurun, Tewah, Kahayan Hulu Utara, dengan Pusat Pengembangan Kuala Kurun. 2. Wilayah Pembangunan Bagian Selatan, meliputi kecamatan-kecamatan Selat, Kapuas Hilir, Pulau Petak, Kapuas Murung, Kapuas Timur, Basarang, dan Kapuas Kuala dengan pusat pengembangan Kuala Kapuas. 3. Wilayah Pembangunan Bagian Timur, meliputi Kecamatan-kecamatan Timpah, Kapuas Tengah, dan Kapuas Hulu dengan pusat perdagangan Timpah. 4. Wilayah Pengembangan Bagian Barat, meliputi Kecamatan-kecamatan Rungun dan Manuhing, dengan pusat pengembangan Tumbang Jutuh. 5. Wilayah Pembangunan Bagian Tengah, meliputi Kecamatan-kecamatan Kahayan Hilir, Kahayan Kuala, Pandih Batu, Kapuas Batu, dan Mantangai, dengan pusat pengembangan Pulang Pisau. 2. Fungsi dan Peranan Kota Kuala Kapuas Dengan demikian, dari kebijaksanaan tersebut Kota Kuala Kapuas, selain sebagai pusat utama Kabupaten Dati II Kapuas, berfungsi secara khusus sebagai pusat pengembangan wilayah pembangunan bagian selatan, yang melayani/membawahi wilayah fungsional yang relatif berbatasan dengan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -72

(Persero) CABANG I MALANG

Provinsi Kalimantan Selatan.

Kawasan WP Bagian Selatan relatif lebih

maju dibandingkan wilayah lainnya, terutama bila dilihat dari indicator kependudukan, kegiatan ekonomi, kelengkapan fasilitas dan fasilitas umum, serta jarak dan aksesibilitas dan transportasi wilayah. Dalam kajian ini, disusun kajian mengenai peran Kota Kuala Kapuas, sebagai pusat pengembangan wilayah Kabupaten Kapuas, yang mewakili peranan pengembangan DAS Kapuas. Berdasarkan hasil analisis terhadap potensi dan masalah perkembangan kota yang terjadi selama ini dan antisipasi terhadap masa yang akan dating, maka fungsi dan peranan Kota Kuala Kapuas yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut. A. Fungsi Primer 1. Pusat Pemerintahan Tingkat Kabupaten : sesuai peran sebagai ibukota kabupaten Kapuas, skala kerja Bupati 2. Kegiatan transportasi : potensi sebagai kota transit, baik angkutan sungai maupun darat 3. Kegiatan perdagangan dan jasa : mendukung Kota Kuala Kapuas sebagai pusat pengembangan wilayah dan jalur transportasi wilayah 4. Pendukung kegiatn industri : fungsi yang berkenaan dengan industri di wilayah interland kita yang terkait dengan hasil hutan. B. Fungsi Sekunder Fungsi sekunder yang utama adalah sebagai permukiman yang meliputi ketersediaan tempat hunian/wisma, tempat kerja, tempat rekreasi, dan fasilitas social. Keseluruhan komponen tersebut diperuntukan bagi penduduk kota saja. 3. Karakteristik Umum Kota Kuala Kapuas Wilayah perencanaan merupakan bagian dari wilayah Kota Kuala Kapuas yang berfungsi sebagai pusat pemerintah Kabupaten Kapuas, dan luas efektif kota adalah sebesar 2,733 Ha. Secara fisik, wilayah Kota Kuala Kapuas dipengaruhi oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas Murung, yang sekaligus menjadi pusat orientasi kegiatan air dan ini merupakan ciri khas kota air.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -73

(Persero) CABANG I MALANG

Secara umum, kawasan ini dapat dikembangkan untuk kegiatan kota, walaupun pada beberapa bagian wilayah kota Kapuas sangat besar dipengaruhi oleh genangan air pasang surut Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas Murung. Hal ini menimbulkan terjadinya genangan air sepanjang tahun. Ditinjau dari pola tata guna lahan, sebagian besar dari kawasan terbangun yang ada merupakan kawasan perumahan yang sangat padat dengan kondisi bangunan dan lingkungan yang kurang baik. Lokasinya cenderung mengelompok di sepanjang Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas Murung. Pada posisi ini, maka pengembangan sector sumber daya air pada kedua sungai tersebut mengacu pada rencana peruntukan kota, yang memerlukan kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai sebagai kawasan sentra pengembangan wilayah. 4. Tata Guna Tanah dan Kondisi Lingkungan Ditinjau dari tata guna tanahnya, sebagian besar digunakan untuk perumahan dan perdagangan. Penggunaan lainnya yang cukup menonjol adalah perdagangan yang terdapat di pusat kota dan kegiatan pemerintahan. Pada lahan-lahan yang relatif kosong terdapat lahan yang potensial untuk dikembangkan dan juga sulit dikembangkan karena merupakan tanah lempung yang berlumpur yang dalam. Masalah lingkungan yang cukup serius adalah lingkungan di tepian Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas Murung yang berada di dekat atau di pusatpusat perdagangan dan jasa. Umumnya kondisi perumahan perpetakan bangunan dan kegiatan kurang terencana sehingga memberikan kesan kumuh (slums area). Juga masalah prasarana lingkungan masih relatif kurang memenuhi kebutuhan, khususnya air bersih dan sanitasi. Pada beberapa bagian di wilayah perencanaan ini dijumpai adanya penggunaan ganda (mix used) serta pola distribusi kepadatan bangunan yang kurang merata dan banyaknya bangunan dengan kondisi yang kurang memadai. Untuk mengatasinya dapat diusahakan melalui peningkatan kondisi lingkungan, program perbaikan kampong (KIP), program kali bersih (Prokasih), resettlement dan lain-lain.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -74

(Persero) CABANG I MALANG

5. Rencana Struktur Kota Kuala Kapuas Rencana struktur ruang merupakan pedoman dasar bagi pengembangan suatu wilayah atau kawasan tertentu, yang selanjutnya akan menunjukan pola tata ruang yang sesuai dengan fungsinya yang lebih berorientasi pada pelayanan umum dan memenuhi kebutuhan warga kota secara optimal. Tujuan dan sasarannya adalah sebagai berikut : a) mengarahkan tingkat pertumbuhan Kota Kuala Kapuas ke wilayahwilayah BWK dan sub BWK sesuai dengan potensi dan porsi fungsi kota. b) c) d) Mengatur mekanisme untuk perkembangan penentuan fungsi kota dan intensitas ruang fisik secara keseluruhan. Mewujudkan pemerataan pengembangan ataupun pembangunan wilayah ke dalam BWK (bagian wilayah kota) Memberikan pedoman bagi pola peruntukan lahan beserta pembangunan fisik, terutama berkaitan dengan penyediaan fasilitas dan utilitas untuk menunjang BWK Kuala Kapuas yang aman, indah, dan ramah (sebagai Kota Air). 6. Rencana Pengembangan Kota dan Pembentukan Unit Pelayanan Untuk mengurangi permasalahan yang ada saat ini maupun yang akan dijumpai pada masa mendatang, maka Kota Kuala Kapuas dibagi menjadi 3 (tiga) Bagian Wilayah Kota (BWK), yaitu BWK Selatan, BWK Utara, BWK Timur. Setiap BWK tersebut terdiri dari satu sub bagian wilayah kota (Sub BWK) dan beberapa pusat-pusat pelayanan. Fungsi bagian wilayah Kota Kapuas adalah sebagai berikut :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -75

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.11 Fungsi dan Bagian Wilayah Kota (BWK) Kuala Kapuas
No 1 BWK BWK Selatan FUNGSI BWK 1 Perkantoran 2 Pusat perdagangan dan Jasa 3 Perumahan dan permukiman terbatas (DAS) di Pusat Kota 4 Pendidikan 5 Olah Raga 6 Kesehatan (RSU, Puskesmas, praktek dokter) 7 Pusat pengembangan industri besar/menengah di Kelurahan Murung Keramat 1 Pusat pemerintahan skala wilayah kerja bupati 2 Pusat pengembangan perdagangan skala local dan regional 3 Pusat pengembangan pariwisata di Pulau Telo 4 Pusat pengembangan dan pendidikan dan lapangan olah raga (stadion Olah Raga) 5 Pengembangan perkantoran 6 Pengembangan permukiman skala BWK 7 Pengembangan terminal regional dan kota 8 Pengembangan sub terminal kota 9 Pengembangan dermaga barang 10 Pengembangan dermaga antar kota 1 Pusat pemerintahan skala kecamatan dan kelurahan 2 Perkantoran 3 Pengembangan industri kecil (tersebar) 4 Lapangan olah raga 5 Pengembangan permukiman 6 Perumahan terbatas (permukiman DAS)

BWK UTARA

BWK TIMUR

Sumber : RUTRK Kuala Kapuas dan RDTRK

7. Rencana Penggunaan Lahan Salah satu rencana yang paling penting adalah rencana penggunaan lahan. Dalam buku RUTK Kuala Kapuas telah ditetapkan rencana penggunaan lahan Kota Kuala Kapuas. Tabel 2.12 Rencana Tata Guna Lahan Kuala Kapuas, 1999 - 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 JENIS PENGGUNAAN Perumahan dan jalan Perkantoran Perdagangan dan jasa Peribadatan Kesehatan Pendidikan Olah raga /taman Sempadan sungai Jaringan jln Tempat pemakaman Pertanian terbuka TOTAL KAW TERBANGUN 1999 LUAS (Ha) 919.94 57.15 12.28 1.86 10.18 42.88 43.45 56 34.76 1.5 1,553.00 2,733.00 1,124.00 % 33.68 2.09 0.45 0.07 0.37 1.57 1.59 2.05 1.27 0.05 56.82 100 41.13 2004 LUAS (Ha) 1,007.99 67.42 18.99 1.86 10.4 48.24 47.05 56 34.76 1.5 1,438.97 2,733.00 1,238.00 % 36.88 2.46 0.69 0.07 0.38 1.77 1.72 2.05 1.27 0.05 52.65 100 45.33 2009 LUAS (Ha) 1,089.75 77.89 31.23 1.93 10.58 53.55 50.38 56 48.66 1.5 1,311.51 2,733.00 1,365.49 % 32.87 2.85 1.14 0.01 0.39 1.96 1.84 2.05 1.78 0.05 47.99 100 49.96

Sumber : RUTRK Kuala Kapuas dan RDTRK Keterangan : Sempadan Sungai dan Pertanian bukan merupakan kawasan terbangun

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -76

(Persero) CABANG I MALANG

8. Perkembangan Fisik Bagian Kota Perkembangan fisik bangia wilayah Kota Kuala Kapuas pada awalnya berkembang dari pola permukiman penduduk yang berada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS). Adapun pola perkembangan fisik kota berbentuk grid liner, yaitu di sepanjang daerah aliran sungai dan disepanjang jalur transportasi darat. Mengingat perkembangan kota kuala kapuas semakin berkembang di jalur transportasi darat, yaitu telah terbukanya jalur jalan lintas Kalimantan Poros Selatan sebagai pergerakan arus barang dan pergerakan penduduk di masa yang akan datang. Hal ini menjadikan kota ini menjadi kota transit, pusat pengembangan skala pemerintahan kabupaten dan pusat adalah terpusat pada kawasan kota. Direncanakan pengembangan kawasan terbangun kearah Bagian Wilayah Kota Utara sebagai pusat pengembangan BWK Utara di bundaran besar (jalur lalu lintas Kalimantan poros selatan), yang berfungsi sebagai pusat pengembangan perkantoran, pendidikan, perdagangan, dan jasa. Untuk rencana pengembangan BWK Timur terdapat pada Kecamatan Kapuas Hilir sebagai pengembangan penduduk terbatas dan sebagai kawasan pengembangan KAPET (kawasan pengembangan ekonomi terpadu) di Kalimantan Tengah. pembangunan bagi daerah sekitarnya. Adapun arah utama perkembangan kota Kuala Kapuas saat ini

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -77

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 2.7

Peta Penggunaan Lahan WS Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -78

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 2.8

Peta Penggunaan Lahan WS Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -79

(Persero) CABANG I MALANG

2.6

ASPEK SOSIAL EKONOMI

2.6.1 Kependudukan Berdasarkan laporan pada Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan, jumlah penduduk Kalsel yang masuk dalam WS Barito-Kapuas pada bulan Februari 2007 sebanyak 269.448 jiwa. Pertumbuhan pertahun cukup fluktuatif dengan toleransi rendah, periode 2002 2007 turun menjadi 1.434% per tahun. Jumlah dan kepadatan penduduk Kalimantan Selatan yang termasuk dalam WS Barito-Kapuas adalah sebagai berikut:

Tabel 2.13 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten dan Kota pada WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Selatan (2002 2007)
No
1

Kab / Kota
Barito Kuala

Jumlah Penduduk (Jiwa) 2002


248,969

Pertumb 2006
258,053

2003
251,209

2004
253,470

2005
255,751

2007
269,448

Pendd%
0.900

Sumber :Propinsi Kalimantan Selatan Dalam Angka, 2007

Tabel 2.14 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten dan Kota pada WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Tengah (2002 2007)
No
1 2 3 4 5

Kab / Kota
Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas

Jumlah Penduduk (Jiwa) 2002


114,152 106,117 81,325 69,668 323,395

Pertumb 2006
125,218 112,091 87,082 86,567 348,956

2003
116,823 107,580 82,163 73,555 329,604

2004
119,557 109,063 83,008 77,659 335,932

2005
122,355 110,567 83,863 81,992 342,382

2007
128,148 113,615 88,266 91,397 355,656

Pendd%
2.340 1.360 1.019 5.580 1.92

Sumber :Propinsi Kalimantan Tengah Dalam Angka, 2007

Tabel 2.15 Penduduk

Tiap

Kabupaten

pada WS

Barito-Kapuas

di Provinsi

Kalimantan Selatan (2007)


No
1

Kab / Kota
Barito Kuala

Penduduk
269,448

Luas (km2)
2,996.96

Kepadatan / km2
90

Sumber : BPS Kabupaten Tahun 2007

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -80

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.16 Penduduk Tiap Kabupaten pada WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Tengah (2007)
No
1 2 3 4 5

Kab / Kota
Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas

Penduduk
128,148 113,615 88,266 91,397 355,656 777,082

Luas (km2)
6,341.00 8,300.00 3,834.00 23,716.75 15,002.00 57,194

Kepadatan / km2
20 14 23 4 24 14

Sumber : Hasil Perhitungan

Jumlah rata-rata jiwa per rumah tangga merupakan dasar perhitungan bagi proyeksi jumlah konsumen / pelanggan air bersih sehingga berfungsi sebagai asumsi dalam analisis. Tabel 2.17 Jumlah Rata-rata Jiwa per Rumah Tangga WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Selatan
No
1

Kab / Kota
Barito Kuala

Penduduk
269,448

Kepadatan / km2
90

Jumlah RT
69,584

Rata2 per RT
3.87

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 2.18 Jumlah Rata-rata Jiwa per Rumah Tangga Tiap Kabupaten WS BaritoKapuas di Provinsi Kalimantan Tengah
No
1 2 3 4 5

Kab / Kota
Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas

Penduduk
128,148 113,615 88,266 91,397 355,656 777,082

Kepadatan / km2
20 14 23 4 24 14

Jumlah RT
23,527 26,296 22,570 20,504 87,252 180,149

Rata2 per RT
5.447 4.321 3.911 4.458 4.076 4.31

Sumber : Hasil Perhitungan

Perkembangan

jumlah

kabupaten

atau

kota

ditentukan

pula

oleh

perkembangan desa di kawasan tersebut. Kondisi desa-desa pada kabupaten tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.19 sebagai berikut.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -81

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.19 Kondisi Desa Tiap Kabupaten di WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Selatan
No
1

Kab / Kota
Barito Kuala

Jumlah Desa
200

Desa Swadaya
0

Desa Swakarya
0

Desa Swasembada
200

Sumber : Propinsi Kalimantan Selatan Dalam Angka, 2007

2.6.2 Mata Pencaharian dan Pendapatan Penduduk 2.6.2.1 Barito Selatan

Dari keseluruhan penduduk Barito Selatan, 53% berumur 10 tahun keatas yang merupakan penduduk usia produktif secara ekonomis. Komposisi angkatan kerja menurut kelompok umur di Barito Selatan didominasi penduduk yang berumur 25 sampai dengan 29 tahun. Sebagian besar (69%) penduduk berumur 10 tahun keatas bekerja di sektor Pertanian, sedangkan sektor terkecil penyerapannya adalah sektor Pertambangan 0.1%. Relatif masih rendahnya tingkat pendidikan SDM yang bekerja, terlihat dari tingkat pendidikan penduduk yang bekerja itu sendiri. Hampir 64% penduduk yang bekerja diberbagai sektor, memiliki tingkat pendidikan dasar, tidak/belum tamat SD/sederajat, tamat SLTP/sederajat hingga tamat SLTA/sederajat. Berdasarkan jumlah pencari kerja yang terdaftar tercermin tidak seimbangnya antara pencari kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. Rata-rata setiap tahunnya tidak lebih dari 30% dari seluruh jumlah pencari kerja terdaftar yang mendapat pekerjaan, sisanya sekitar 70% masih belum mendapat kesempatan.

70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 -

59.81

15.48 1.60 4.33 1.12 3.10 3.34 1.15

8.95 1.12

An gk ut an

In du st ri

n da ga ng an

ba ng an

ta m

Ga s

Ba

Pe r

Gambar 2.9

Prosentase Bidang Pekerjaan Penduduk Barito Selatan

Lis t

rik ,

Pe r

Ke ua

Pe r

La in ny a

ng an

Ai r

ng un a

ta ni a

da n

Ja s

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -82

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.2.2

Barito Utara

Dari keseluruhan penduduk Barito Utara, 78.42 % berumur 10 tahun keatas yang merupakan penduduk usia produktif secara ekonomis. Sebagian besar (31.56 %) penduduk berumur 10 tahun keatas bekerja di sektor pertanian, sedangkan sektor terkecil penyerapannya adalah sektor keuangan yaitu 0.05%. Relatif masih rendahnya tingkat pendisikan SDM yang bekerja, terlihat dari tingkat pendidikan penduduk yang bekerja itu sendiri. Berdasarkan jumlah pencari kerja yang terdaftar tercermin tidak seimbangnya antara pencari kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. Rata-rata setiap tahunnya tidak lebih dari 21.70 % dari seluruh jumlah pencari kerja terdaftar yang mendapat pekerjaan, kesempatan. dan sisanya sekitar 78.30 % masih belum mendapatkan

80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00

75.15

0.94

1.78

0.55

2.62

7.33

1.96

0.46

8.91

0.29

Gambar 2.10 Prosentase Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Gambar diatas menunjukkan prosentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha. 2.6.2.3 Barito Timur

Dari keseluruhan penduduk Barito Timur, 53% berumur 10 tahun keatas yang merupakan penduduk usia produktif secara ekonomis. Komposisi angkatan kerja menurut kelompok umur di Barito Timur didominasi penduduk yang

Pe rt a Pe ni an rt a m In ba du ng st ri an Pe ng ol Li ah st ri k an ,G as & Ai r Ba ng un Pe an rd ag an ga n An gk ut an Ja Ke sa ua Ke ng m an as ya ra ka ta n La in ny a
Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -83

(Persero) CABANG I MALANG

berumur 25 tahun sampai 29 tahun. Sebagian besar (60%) penduduk berumur 10 tahun keatas bekerja di sektor pertanian, sedangkan sektor terkecil penyerapannya adalah sektor listrik, gas dan air minum 0.3 %. Rendahnya tingkat pendidikan SDM yang ada terlihat dari tingkat pendidikan penduduk yang bekerja. Hampir 64% penduduk yang bekerja diberbagai sektor memiliki tingkat pendidikan dasar, tidak/belum tamat SD/sederajat, tamat SLTP/sederajat hingga tamat SLTA/sederajat. Berdasarkan jumlah pencari kerja yang terdaftar tercermin tidak seimbanggnya antara pencari kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. Rata-rata setiap tahunnya tidak lebih dari 30% dari seluruh jumlah pencari kerja terdaftar yang mendapat pekerjaan, sisanya sekitar 70% masih belum mendapat kesempatan. Gambar berikut menunjukkan prosentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha 31.56 35.00
30.00 25.00 20.99 19.34 20.00 15.00 9.85 10.00 5.00 1.25 0.00

0.33 0.25 0.78

2.99 2.93

0.05

3.14

4.75 0.39 1.41

Gambar 2.11 Prosentase Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha 2.6.2.4 Barito Kuala

Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2007 yang dilakukan BPS angkatan kerja ditahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu dari 132.814 jiwa turun menjadi 129.430 jiwa. Demikian pula penduduk yang bukan angkatan kerja turun dari 54.024 jiwa tahun 2006 menjadi 42.268 jiwa ditahun 2007.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

ah as en isw a gu ru s Be R lu Pe T m ns /ti da iu n k be ke rja Pe Pe ta rta ni m ba ng an In du st Ko ri nt Pe ru ks rd i ag an Tr a n gan sp or Ke tasi ua ng an PN TN S Id an P Ja olri sa -ja sa La in ny a M

Pe la ja r r/ m

II -84

(Persero) CABANG I MALANG

Penduduk yang bekerja juga mengalami penurunan dari 128.544 orang menjadi 127.119 orang tahun 2007. Berbeda dengan penduduk yang mencari pekerjaan yang mengalami peningkatan di tahun 2007 dari 4.270 jiwa pada tahun 2006 menjadi 2.311 jiwa pada tahun 2007. Gambar berikut menunjukkan prosentase bidang pekerjaan penduduk Barito Kuala
40 35 30 25 20 15 10 5 0 35.28 32.38

14.96 2.20 5.35 0.08 0.17 0.40 1.10 0.57 0.10


Bu ru h

4.76

2.66

I PO LR Pe I Pe ns la iu ja na r /M n ah Pe as ta ni is /P wa er ke bu na n Pe Pe da te ga rn ng ak /N Ka el ry ay aw an an Sw as BU ta M N/ BU M D

2.6.2.5

Be lu m

Gambar 2.12 Prosentase Bidang Pekerjaan Penduduk Barito Kuala Kapuas

/T dk

Berdasarkan buku Kapuas Dalam Angka 2007/2008, pada tahun 2007 jumlah pencari kerja terbesar adalah dari tingkat pendidikan SLTA/sederajad sebesar 41,39%, disusul pencari kerja dari Sarjana Muda sebesar 24.97%. Sedangkan pencari kerja terkecil dari adalah dari lulusan SD/sederajad, yaitu sebesar 1.81%.
45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 t ti n gk at ti n gk at tin gk a M ud a Sa rja na S1

41.39

24.97

23.31

8.52 1.81

SL TP /s e

Gambar 2.13 Prosentase Pencari Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan

SL TA /s e

Sa rja na

SD

/s e

La in -la in

Be ke rja

PN S

AB R

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -85

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.3 Sektor Pertanian Pembangunan di bidang pengairan untuk kegunaan pertanian senantiasa mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah dan pengembangan yang terus menerus selalu diupayakan. Pengembangan diarahkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas bidang pertanian khususnya pangan, peternakan, dan perikanan, meningkatkan penyediaan air baku dan kebutuhan industri, rumah tangga, jasa, pariwisata dan pengembangan wilayah desa dan kecamatan, hal ini guna menunjang dan mendukung Program Ketahanan Pangan. Salah satu visi kabupaten di dalam SWS Barito adalah Kabupaten Kapuas yang memiliki visi sebagai daerah pengembangan agrobisnis menuju agroindustri yang mendukung pembangunan daerah. Berkaitan dengan itu maka strategi pembangunan pengairan adalah bagaimana mengembangkan secara optimal sumber daya air yang ada untuk mencapai peningkatan produksi pangan dan peternakan dimana sektor ini menjadi soko guru ekonomi rakyat.

2.6.3.1

Sebaran Lahan Rawa

Secara fisiografis lahan rawa di Kalimantan dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) group, yaitu : (1) Group dataran rawa gambut (D) Dataran rawa gambut (Peat Dome D) terbentuk terutama karena pengaruh curah hujan tinggi dan airnya tergenang baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Curah hujan tahunan lebih dari 2,000 mm. daerah ini didominasi oleh tanah organosol atau histosol dalam system Klasifikasi Soil Toxonomi (USDA) (2) Group dataran rawa marin (B) Rawa marine merupakan suatu kawasn yang berasal dari bahan endapan marin yang terdiri dari bahan liat, lumpur, dan pasir. Satuan lahan ini bila ditinjau dari posisinya relatif dekat dengan pantai, sehingga dipengaruhi air pasang surut dan intrusi air asin.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -86

(Persero) CABANG I MALANG

(3) Group dataran pedalaman /alluvial (A) Rawa ini menempati daerah datar atau dataran pelembahan dan dataran banjir yang umumnya selalu tergenang air. Umumnya berpotensi untuk pengembangan pertanian. Untuk dataran rawa gambut dibedakan menjadi rawa gambut yang dipengaruhi oleh pasang surut (D1) dan dataran rawa air tawar (D2). Dataran rawa marin (B) karena lokasinya relatif dekat dengan pantai, umumnya termasuk rawa pasang surut. Kecuali rawa alluvial marin semua lahan yang termasuk dalam group rawa pedalaman /alluvial (A) merupakan rawa non pasang surut. Setiap group fisiografi dibedakan menjadi beberapa satuan lahan berdasarkan atas genesisnya, tipe, bahan pembentuk, kondisi genangan air, serta tipe dan kedalaman gambut. Kadang-kadang dicirikan juga oleh vegetasi alami yang tumbuh, seperti nipah, nibung, api-api, bakau, pedada, dan katek yang dapat digunakan sebagai indikator. Sehingga setiap lahan akan dapat diperkirakan tingkat kesulitan pengolahan apabila diarahkan untuk peningkatan fungsi dan manfaatnya (reklamasi). Satuan lahan merupakan dasar penilaian potensi, kesesuaian lahan komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, dan perikanan. Satuan tersebut disebut satuan kawasan rawa (SKR). Tabel 2.20 berikut menyajikan rekapitulasi penyebaran satuan lahan di Kalimantan Selatan (1,140,140 Ha) dan Kalimantan Tengah (4,361,304 Ha).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -87

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.20 Luas dan Penyebaran Lahan Rawa di Kalteng dan Kalsel
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 No 13 14 15 16 Symbol A.2.1 A.2.2 A.2.4 A.2.6 A.2.7 A.2.7.1 A.2.7.2 A.3.1 A.3..2 A.3.2.1 A.3.2.2 A.3.2.3 Symbol P.1 D.2.1 D.2.2 D.2.3 Satuan Lahan RAWA NON PASANG SURUT Pelembahan sungai Jalur meander dan tanggul yg lebar dari aliran sungai yang besar Rawa belakang tanggul sungai Dataran banjir berawa dan pelembahan sungai Dataran banjir berawa dan pelembahan sungai Dataran aluvial, sering tergenang Dataran aluvial, bergambut Lembah tertutup, sering tergenang Rawa dangkal dengan bekas-bekas jalan aliran sungai Rawa dangkal Rawa dalam Rawa dalam dengan bekas-bekas jalur aliran sungai Satuan Lahan Dataran rawa berpasir tertutup gambut Rawa gambut air tawar dangkal Rawa gambut air tawar agak dalam Rawa gambut air tawar dalam Jumlah Kalimantan Tengah (Ha) 150,628 581,676 17,187 70,468 37,330 0 0 33,404 8,961 0 0 0 Kalimantan Tengah 247,652 319,790 396,717 858,558 2,722,371 37,530 5,749 29,686 11,257 156,219 9,374 76,623 140,811 91,745 23,671 71,014 0 653,679 3,376,050 Kalimantan Selatan (Ha) 2,806 63,189 43,800 25,215 55,469 141,618 80,389 96,490 2,343 12,997 1,562 0 Kalimantan Selatan 0 54,276 41,644 0 621,798 22,341 0 28,124 41,685 100,194 0 0 94,045 0 23,671 45,702 16,875 372,637 994,435

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

B.1.1 B.1.2 B.1.4 B.2.1 B.2.2 B.2.3 B.2.4 A.1.1 B.6.1 D.1.1 D.1.2 D.1.3

29 30 31 32 33 34 35 36 37

RAWA PASANG SURUT Dataran pantai berpasir dan lembah2 diantara beting pasir Dataran pantai berpasir Rawa belakang tanggul pantai dipengauhi ps surut Dataran ps surut berlumpur sepanjang pantai Dataran banjir, muara sungai, dan alur-alur ps surut Dataran ps surut berlumpur dengan vegetasi mangrove Dataran muara sungai dan alur-alur ps surut Dataran aluvial marine, payau Dataran teras berpasir tertutup gambut Rawa gambut ps surut dangkal Rawa gambut ps surut agak dalam Rawa gambut ps surut dalam Jumlah JUMLAH I SUMBERDAYA LAHAN RAWA YG TELAH DIPERUNTUKAN NON PASANG SURUT KAWASAN PERLINDUNGAN RAWA YANG SUDAH ADA Hg Rawa gambut dalam Th Kapasitas tampungan hujan/rawa masa depan Wd Waduk Kawasan pengawetan rawa yang sudah ada HSA Kawasan hutan suaka alam PPA Kawasan perlindungan dan pelestarian alam Kawasan reklamasi rawa yang sudah ada R Kawasan reklamasi rawa (transmigran) Jumlah Hm Kawasan pantai berhutan bakau HSA Kawasan hutan suaka alam Kawasan reklamasi rawa yang sudah ada R Kawasan reklamasi rawa (transmigran) Jumlah JUMLAH II JUMLAH SELURUHNYA

530,784 32,497 19,049 0 239,111 74,790 896,231 14,219 0 74,804 89,023 985,254 4,361,304

4,962 7,369 0 0 0 2,090 14,421 63,595 0 67,689 131,284 145,705 1,140,140

Sumber : Penelitian Kesesuaian Lahan Rawa di Kalimantan, 2000

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -88

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.3.2 Pola Pemanfaatan Lahan Rawa Untuk Pertanian Umum Pertanian Tanaman Pangan Lahan untuk pengembangan tanaman pangan padi sawah masih luas, namun belum dimanfaatkan seluruhnya. Selain itu, teknologi penanganan juga memerlukan peningkatan agar produktivitasnya sesuai target nasional. Tabel 2.21 Produksi dan Produktivitas Lahan Sawah di Kalsel dan Kalteng, Tahun

1991
No 1 2 3 4 5

WILAYAH Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Jawa Luar Jawa Indonesia

Luas Panen ( Ha ) 203,341 94,046 5,089,892 4,276,604 9,374,956

Produktivitas ( Kw/Ha ) 29.96 23.35 51.33 37.88 45.2

Produksi (Ton) 609,210 222,738 26,171,666 16,199,658 42,371,324

Sumber : Penelitian Pengembangan Lahan Rawa Kalimantan, 2002

Dari tabel diatas diketahui bahwa produktivitas padi di Kalimantan masih bisa ditingkatkan, baik intensifikasi atau extensifikasi lahan potensial, termasuk lahan rawa. Berikut ini adalah tabel luas pengusahaan usahatani pada lahan rawa beberapa kabupaten di WS Barito-Kapuas. Tabel 2.22 Luas Penggunaan Usaha tani Tanaman Pangan pada Lahan Rawa WS Barito-Kapuas, Prov. Kalimantan Selatan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 KAB / KODYA Kotabaru Barito Kuala Tanah Laut HSU Banjar HSS Tapin HST Tabalong Banjarmasin JUMLAH Luas Lahan Rawa ( Ha ) 236,009 108,850 68,704 56,912 53,151 48,840 40,414 14,473 2,530 5,199 635,132 Tanam 2 X ( Ha ) 2,546 7,691 885 165 6,428 935 314 52 62,834 Tanam 1 X ( Ha ) 8,363 76,237 15,303 23,997 23,855 11,068 16,525 2,243 2,530 4,243 184,335 Luas Lahan Usahatani ( Ha ) % 10,909 83,237 16,188 24,997 30,263 12,003 16,526 2,243 2,530 4,295 203,341 5 77 24 42 57 25 41 15 100 83 32

Sumber : Penelitian Pengembangan Lahan Rawa Kalimantan, 2002

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -89

(Persero) CABANG I MALANG

Tanaman Palawija dan Hortikultura Kabupaten Kapuas menghasilkan buah-buahan yang besar, diantaranya sawo, papaya, nenas, rambutan, dan mangga. Selain itu juga penghasil sayursayuran. Kabupaten Kapuas memiliki lahan rawa yang terluas, sehingga dalam program reklamasi rawa, kawasan ini diprioritaskan. Tananam Perkebunan Terdapat 3 (tiga) pola pengelolaan perkebunan, yaitu : perkebunan rakyat, perusahaan perkebunan milik pemerintah (PIP) dan perkebunan milik perusahaan swasta. Luas lahan dan jumlah produksi perkebunan rakyat menguasai secara dominan, tetapi produktivitas perkebunan rakyat sangat rendah dibandingkan dengan kedua cara lainnya. Budidaya sosial seperti karet dan kelapa mendominasi terutama di wilayah lahan pasang surut. Kedua tanaman tersebut ditanam tersebar merata ke seluruh wilayah. Tanaman kakao dan kelapa sawit sebagai komoditas yang relatif baru cukup berkembang dengan baik. Komoditas kelapa sawit pada dasa warsa terakhir menjadi primadona bagi perusahaan swasta besar dan PTP di Kalimantan. Sedangkan komoditas perkebunan rakyat yang berkembangan adalah

perkebunan karet, kelapa, kopi, kapok, kemiri, cengkeh, lada, kayumanis, dan kakao. Tanaman perkebunan tersebut diusahakan oleh petani setempat secara pola kebun. Sedangkan tanaman pinang, kapulaga, jahe, jambu mete banyak diusahakan dalam pola tegalan atau pekarangan, merupakan bagian kecil dari lahan yang ada. Karena masih memberikan kinerja yang dominan baik dalam hal luas tanaman maupun jumlah produksi, perkebunan rakyat di Kalimantan masih tetap menempati posisi strategis dan perlu prioritas pengembangan. Produktivitas tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat maupun perusahaan besar masih rendah, dibandingkan produktivitas potensialnya, atau sekitar 66%nya. Hal ini menggambarkan bahwa peluang untuk meningkatkan produktivitas masih besar.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -90

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.23 Produktivitas Beberapa Tanaman Perkebunan di WS Barito-Kapuas, Prov. Kalimantan Selatan,
No 1 Budidaya Perkebunan Rakyat Karet Kelapa Kopi Kakao Lada Cengkeh Tahun 19911 Kayu manis Tebu Serat karung Perkebunan Besar Karet Kakao Tebu Kelapa Sawit Produktivitas Potensial kg/ha (1) 1,200 1,100 600 570 1,000 300 1,100 5,250 1,300 1,500 630 5,600 15,000 Produktivitas Real Kg/ha (2) 615.6 873.7 404.1 388.6 816.5 153.6 465.2 4,070.10 320 769 505.8 4,161.50 8,037.10 % Real (2) / (1) 51.3 79.4 67.4 74.7 81.7 51.3 42.3 76.6 70.6 51.3 80.3 74.3 53.3

Sumber : Penelitian Pengembangan Lahan Rawa Kalimantan, 2002, Dinas Perkebunan Prop Kalsel 1992

2.6.3.3 Sistem Budidaya Pertanian di Lahan Rawa Pada masa pendudukan Belanda dibuat Polder di Kabupaten Hulu Sungai Utara,yang membentang di Alabio, Danau Panggang, dan Babirik. Polder tersebut dibuat untuk mengatur tata air sehingga pada musim penghujan genangan bisa dikurangi dan pada musim kemarau air dari sungai bisa masuk ke polder. Polder dilengkapi dengan pompa air untuk intake dan untuk drainase. Saat ini polder tersebut berkurang fungsinya, sehingga pada musim hujan, polder tergenang dan musim kemarau terjadi kekurangan air. Pompa air yang telah ada sekarang hanya berfungsi suplai untuk 15% luasan yang ada. Salah satu kondisi rawa yang telah dikaji secara lebih terperinci adalah kondisi rawa lebak di Kabupaten HSU. Curah hujan adalah salah satu faktor terhadap iklim maupun kegiatan tanam. Lahan rawa di wilayah DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan tergenang mulai bulan Oktober sampai Mei. Pada periode tersebut aktivitas budaya tanaman selain tanaman tahunan berhenti dan petani mengalihkan kegiatannya untuk menangkap ikan atau beternak. Pola tanam pada wilayah ini dipengaruhi penggenangan periodik tersebut, sehingga tanaman padi,

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -91

(Persero) CABANG I MALANG

palawija, dan hortikultura ditanam sekali setahun. Tanaman tahunan bisa bertahan melewati masa ini Musim tanam di daerah rawa dimulai pada bulan Mei dan berturut mulai dari lebak atas sampai tengah. Sedangkan pada lebak dalam bisa dimulai bulan Juli.
Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop

MUSIM HUJAN

MUSIM KEMARAU

LAHAN TERGENANG

PADI PALAWIJA DAN HORTIKULTURA

Sumber : Laporan Akhir Studi Pengembangan Lahan Rawa Lebak, di Kab HSU, Kalsel 2002

Gambar 2.14 Pola Tanam Polder Alabio Keterlambatan penanaman tersebut bisa mengakibatkan gagal panen. Tanaman padi pada lebak atas sering kekurangan air pada musim kemarau. Biasanya kekuranan air tersebut ditanggulangi dengan menaikan air dari Sungai Negara dengan pompa air. Namun, kondisi pompa saat ini tidak mampu mensuplai kebutuhan pada lebak atas. Sementara itu di sepanjang levee Negara, ditanam tanaman tahunan, seperti mangga dan lain-lain. Lahan rawa pada polder alabio bisa dibagi atas tiga jenis berdasarkan genangan pada musim hujan, yaitu lebak dangkal, lebak tengahan, dan lebak dalam. Tanaman padi umumnya pada lebak dangkal dan tengahan. Sebagian lebak dangkal ditanami tanaman tahunan dengan membuat system surjan untuk menghindari genangan pada musim kemarau, dan komoditas tanam adalah mangga, palawija, hortikultur. Pada umumnya, pada lebak dalam dilakukan budidaya ikan. Penanaman padi pada lebak dalam sering gagal panen karena terlambat tanam. Pembagian areal tanam sering disebut istilah watun. Areal watun I umumnya ditanami pada bulan Mei/Juni dipanen bulan Agustus/September, lebak tengahan, watun II, ditanami bulan Juni/Juli dan panen bulan September/Oktober. Lebak dalam, watun III ditanami pada bulan Juli.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -92

(Persero) CABANG I MALANG

Watun 1

Watun 2

Watun 3

Dominan padi dan palawija

Dominan beje

Masalah utama : kekurangan air pada musim kemarau

Masalah utama : genangan air

Gambar 2.15 Pembagian Polder Alabio atas Watun 2.6.3.4 Prioritas Pengembangan Kawasan Reklamasi Rawa Untuk Pertanian Prioritas peruntukan lahan berdasarkan kesesuaian sifat fisik dan lingkungan hidup, dan juga didasarkan pada potensi wilayah, yang ditentukan oleh iklim, tanah, topografi/bentuk, hidrologi, dan persyaratan lingkungan hidup tertentu. Peruntukan lahan merupakan hal yang juga memerlukan kajian terhadap masalah ekonomi, sosial, politik, hukum, dan kelembagaan yang menurut keterlibatan lintas sektoral. Sehingga disimpulkan bahwa faktor-faktor pendukung prioritas adalah : (a) urutan prioritas pengembanan komoditas berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan (b) luas hamparan satuan kawasan rawa (SKR) (c) ketersediaan aksesibilitas (d) kelayakan ekonomi dari komoditas yang secara teknis sesuai. Tabel 2.24 Prioritas Pengembangan Satuan Kawasan Rawa (SKR) di WS BaritoKapuas
No NAMA SKR KABUPATEN LUAS SKR Ha 369,369 34,988 267,303 501,049 305,447 102,136 304,899 211,226 4,361,304 148,903 6,406 229,722 60,232 304,899 105,206 113,656 69,277 81,361 20,471 1,140,140 % 3.5 0.33 2.53 4.74 2.89 0.97 2.89 2 41.3 1.41 0.06 2.18 0.57 2.89 1 1.08 0.66 0.77 0.19 10.8 Lembar Peta 1:250,000

KALIMANTAN TENGAH 1 Barito Hulu Buntok 2 Sebangau I 3 Barito Tengah 4 Kahayan Murung I 5 Sebangau II 6 Kahayan Murung II 7 Hulu Kahayan Murung 8 Tangkiling Kahayan Hulu JUMLAH KALTENG KALIMANTAN SELATAN 1 Banjar I 2 Banjar II 3 HSU dan Tengah II 4 Tanah Laut 5 Barito Kuala 6 HSU dan Tengah I 7 Kotabaru 8 Barito Tengah 9 Sei Kupang 10 Asam-asam sebamban JUMLAH KALSEL

Barito Selatan Kapuas Barito Timur Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas

Banjar Banjar HSU dan Tengah Tanah Laut Barito Kuala HSU dan Tengah Kotabaru HSU dan Banjar Kotabaru Tanah Laut dan

Sumber : Penelitian Pengembangan Lahan Rawa Kalimantan, 2002, Dinas Perkebunan Prop Kalsel 1992

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -93

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.3.5 Pengembangan Perkebunan Pengembangan sektor perkebunan berdasarkan kajian hasil penelitian diatas menempatkan 2 (dua) kelompok perkebunan rakyat, dan perkebunan besar (yang dikelola oleh perusahaan). Komoditas yang menjadi prioritas perkebunan rakyat adalah karet, kelapa, kopi, kakao, lada, cengkeh, kayu manis, tebu, serat karung. Sedangkan komoditas dari perkebunan besar adalah karet, kakao, tebu, dan kelapa sawit. Berdasarkan hasil kajian dari Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan, tahun 2004, telah disusun 15 kimbun dengan 7 komoditas, pada tabel berikut ini. Dari tabel tersebut nampak bahwa komoditas karet mendominasi sektor perkebunan, sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan peluangnya menjadi cash provit bagi wilayah di dalam WS Barito-Kapuas. Luasan perkebunan karet terbesar berada di Kabupaten Tabalong, Kalsel.
Kelapa ; 14%
Kelapa sawit Karet Kelapa tebu kemiri obat-obatan aren

kemiri; 1% tebu; 6% Other; 3% Karet; 63% Kelapa sawit; 13% obat-obatan; 0% aren; 3%

Gambar 2.16 Preferences Pengembangan Perkebunan di WS Barito-Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -94

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.25 Potensi Areal dan Rencana Pengembangan Perkebunan di WS BaritoKapuas, Prop Kalsel
No 1 KABUPATEN Kab Tanah Laut KOMODITAS Kimbun Kelapa sawit Kimbun Karet Kimbun Cengkeh Kimbun tebu Kimbun Obat-obatan Kimbun karet Kimbun kelapa Kimbun kelapa Kimbun karet Kimbun aren Kimbun karet Kimbun kelapa/ aren Kimbun karet Kimbun kemiri Kimbun kopi Kimbun karet Kimbun kelapa sawit Kimbun kelapa Kelapa sawit Karet Kelapa tebu kemiri obat-obatan aren AREAL EKSISTING (Ha) 20,598 9,106 N/A 14,638 148 36,993 4,097 8,874 25,574 755 N/A 5,137 33,837 1,670 1,586 42,465 9,771 15,314 30,369 147,975 33,422 14,638 1,670 148 5,892 POTENSI (Ha) 10,690 5,000 N/A 3,362 2,000 85,627 200 8,235 13,446 885 N/A 3,928 5,988 1,002 19,075 11,000 7,366 3,650 18,056 121,061 16,013 3,362 1,002 2,000 4,813 PRODUKSI (Ton) 5,005 974 N/A 13,174 349 17,719 3,615 6,159 9,454 3,678 N/A 4,085 17,506 1,180 1,612 26,808 7,180 10,986 12,185 72,461 24,845 13,174 1,180 349 7,763 PRODUKTIVITAS (Kg/Ha) 6,096 898 N/A 900 2,358 809 1,244 826 582 7,678 N/A 960 1,086 994 1,260 1,048 970 890 7,066 4,423 3,920 900 994 2,358 8,638

2 3

Kab Banjar Kab HSS

4 5 6

Kab HST Kab HSU Kab Tabalong

Kab Batola

Sumber : Dnas Perkebunan Propinsi Kalsel, Sept 2004

2.6.3.6 Pengembangan Pertanian di Lahan Rawa Secara umum sektor pertanian dan sub sektor pendukungnya masih menempati ranking pertama terhadap pendapat wilayah secara umum. Kegiatan pertanian masih menonjol pada hampir semua wilayah yang memiliki lahan basah, walaupun pada beberapa tempat didominasi oleh pertambangan dan industri pendukungnya. Pada lahan basah kegiatan dilakukan pada watun I sampai watun 3, dan komoditas yang digunakan adalah padi, waluh, umbi alabio, palawija, dan sayuran. Komoditas yang Diusulkan Kajian pengembangan komoditas didekati berdasarkan aspek sosial ekonomi. Untuk mengentahui kecenderungan itu maka dilakukan analisis return to family labour. Pada analisis ini diasumsikan bahwa untuk mengerjakan usaha taninya petani hanya menggunakan tenaga kerja dari keluarga petani yang bersangkutan. Besaran nilai return to family labour seakan-akan besarnya upah yang dibayarkan kepada anggota keluarga, walaupun dalam kenyataannya tidak dibayar secara langsung. Nilai return to family labour

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -95

(Persero) CABANG I MALANG

diperoleh

dengan

dengan

menghitung

besarnya

tenaga

kerja

yang

menyebabkan nilai NPV (net present value) = 0 (nol). Besarnya return to family labour dapat dipakai sebagai salah satu indikator untuk melihat besarnya daya tarik petani terhadap suatu usaha tani. Hasil kajian tersebut adalah : Tabel 2.26 Nilai Return to Family Labour Berbagai Jenis Usaha Tani
NO JENIS USAHA TANI UNIT RETURN TO FAMILY LABOUR ( RP )

1 2 3 4 5

Usaha tani padi Usaha tani kedelai Usaha tani jagung Usaha tani waluh Usaha ternak itik

Ha/musim Ha/musim Ha/musim Ha/musim 100 ekor/kandang

5,000,000 1,556,305 2,500,000 20,000,000 1,974,300

Budidaya keramba ikan betutu *

Per karamba

9,214,600

Budidaya karamba ikat betook **

Per karamba

640,370

Sumber : Studi Pengembangan Lahan Rawa Lebak, di Kab HSU, Kalsel 2002 * ** = 2.5m x 1.5m x 1.5m : 500 ekor tebar = 1.5m x 1.5m x 1.5m : 1,000 ekor tebar

Dari kajian diatas, nampak bahwa usaha tani dengan basis tanaman pangan pada kabupaten HSU memberikan return to family labour lebih rendah dari usaha peternakan maupun perikanan. Hal ini merupakan salah satu penyebab polder alabio kurang optimal pemanfaatannya. Untuk menaikkan nilai return to family labour, maka digabungkan dengan usaha ternak itik (menjadi Rp. 6,000,000.-). Usaha waluh menempati posisi tertinggi, namun penyebarannya tidak merata, dan hanya pada satu kawasan tertentu saja (Desa Sungai Durait Tengah). Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan untuk membudidayakan pada kawasan lain (ekstensifikasi).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -96

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.3.7 Pengembangan Peternakan di Lahan Rawa Berdasarkan data peternakan nasional, secara umum, kecenderungan kebutuhan konsumen dengan ketersediaan pasokan komoditi ternak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, prospek pengembangan peternakan sangat terbuka untuk ditingkatkan. A. Pengembangan Peternakan Kerbau Rawa Beberapa kelebihan dari peternakan kerbau rawa antara lain : - dapat ditingkatkan pada aspek teknologi/bioteknologi untuk tujuan peternakan rakyat maupun komersil - sifat kerbau jinak dan mudah dipelihara - makanannya murah dan tidak selektif - lebih tahan penyakit, - mudah beradaptasi dengan lingkungan - mempunyai kemampuan mencerna makanan lebih baik - sebagai ternak kerja - penghasil pupuk organik potensial - mempunyai pangsa pasar baik - dapat dijadikan sebagai tabungan peternak Peternak kerbau rawa di Kecamatan Danau Panggang dengan populasi sebanyak 5,864 ekor pada tahun 2000 dengan luas lahan 24,461 Ha masih memungkinkan untuk dikembangkan. Dengan memperhatikan kapasitas tampung dan menjaga meluasnya gulma, populasi harus diimbangi dengan tersedianya fasilitas kesehatan ternak. Hal ini menjadi kritis, karena media air sangat cepat menularkan penyakit. Program yang diusulkan dalam pengembangan peternakan kerbau rawa adalah: 1. pengembangan tempat POSYANDU (pelayanan terpadu ternak kerbau) di kantong-kantong produksi. Ciri POSYANDU; menyediakan pelayanan terpadu (reproduksi, nutrisi, pakan, kesehatan, dan pemasaran)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -97

(Persero) CABANG I MALANG

2. mengembangkan manajemen wilayah kantong produksi, sekaligus sebagai pengembangan sistem penggembalaan (paddock) di daerah rawa. 3. Rasionalisasi jarak dan sebaran kalang agar mudah dijangkau saat patus untuk mencegah kematian anak. 4. Suplementasi pakan terpadu, khususnya mikro mineral disertai adanya anthelmintic melalui pengembangan metode salt mineralized lick. 5. Introduksi beberapa pakan total daerah yang rawa yang tinggi kadar proteinnya (catatan : protin rumput rawa masih rendah dari yang dibutuhkan kerbau). Saat ini terlihat bahwa rumput rawa kurang beragam jenisnya, dan sedikit sekali berupa leguninosa. 6. Salat satu cara mengurangi infeksi cacing hati, adalah dengan mengendalikan host intermediare-nya yaitu siput (lymnea rubiginosa). Penyelidikan 7. Menjajaki tentang siput ini dapat membantu dalam upaya penemuan metode yang tepat dalam mencegah penyakit cacing hati. kemungkinan kualitas peternak dengan meningkatkan pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan reproduksi, nutrisi pakan, kesehatan ternak dan pemasaran. 8. Pengendalian gulma (eceng gondok) agar lahan tempat tumbuh pakan ternak tidak menyempit. B. Pengembangan Peternakan Itik Alabio Itik alabio merupakan maskot daerah di Kabupaten HSU, dan merupakan salah satu kawasan ternak andalan di DAS Barito. Itik ini merupakan kualitas unggul di Indonesia, dengan prospek yang masih sangat memungkinkan sebagai produsen telur. Itik alabio sebagai itik pedaging merupakan andalan ekspor di beberapa Negara seperti Korea, China, dan Taiwan. Masyarakat telah mampu menyilangkan itik dengan jenis lain merupakan potensi SDM yang baik untuk mendapatkan varietas yang efisien. Teknologi mutakhir tentang persilangan merupakan komponen penunjang yang sangat baik untuk diimplementasikan di Kabupaten HSU. Program pengembangan yang dapat diusulkan adalah :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -98

(Persero) CABANG I MALANG

demplot kandang terapung dengan menggunakan prinsip optimalisasi sumberdaya dan pendauran limbah yang efisien dalam suatu komoditas terpadu (ikan, itik, padi, dan pakan aquatic) formulasi pakan lokal dan percontohan home industry produksi pakan lokal pengembangan pakan aquatic kaya protein dan energi sesuai dengan kondisi rawa, pengolahan daging itik, khususnya itik afkir pengembangan system grading telur dan daging itik alabio pembuatan model system perkawinan untuk peningkatan mutu generik C. Pengembangan Peternakan Ayam Buras Perusahaan ayam buras sangat terbuka baik untuk pasokan lokal, antar daerah, maupun antar Provinsi. Dengan demikian masih sangat terbuka untuk dikembangkan. Salah satu sentra pengembangan ternak ini adalah di Kabupaten HSU. Beberapa hal yang mendukung adalah : Peternak mampu menyilangkan produk ternak unggul yang setara ayam ras, terutama dalam hal menghasilkan telur. Teknologi persilangan yang mampu menghasilkan bibit secara efisien Ketersediaan pakan yang kontinyu dengan harga stabil Penanganan penyakit secara massal Ayam cukup rentan terhadap penyakit New Castle Descease (NCD) Adanya pengairan terpadu akan makin mendukung usaha peternakan ayam Program pendukung ternak ayam buras adalah : a) b) c) Vaksinasi Memberikan pakan tambahan Minimisasi biaya (low cost input) dengan menggunakan pakan biaya murah, walaupun pertumbuhannya kurang optimal.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -99

(Persero) CABANG I MALANG

d)

Metode pengembangan dengan system back yard farming dengan pemberian pakan system free choice dari areal sekitar perkandangan, dan diperlukan percontohan demplot.

2.6.3.8 Pengembangan Perikanan di Lahan Rawa Saat ini kegiatan perikanan merupakan kegiatan tambahan disamping kegiatan bertani dan beternak. Berdasarkan data kuantitas penangkapan ikan, diketahui bahwa hasil tangkap nelayan rawa mulai menurun, dimana ikan-ikan dengan nilai ekonomis tinggi seperti gabus dan betook sudah mulai berkurang. Untuk mengatasinya budidaya perlu dilakukan. Sektor perikanan pengembangan budidaya ikan rawa, 2) pengembangan perikanan tangkap. A. Pengembangan Budidaya Ikan Rawa di Lahan Rawa Lebak Hal-hal yang mendukung pengembangan budidaya perikanan di lahan rawa lebak adalah sebagai berikut : Penataan kawasan, sehingga siklus aliran masuk dan keluar teratur, apabila mungkin didukung dengan pompa Pembukaan kawasan budidaya, dengan pengaturan teknis Mengembangkan system budidaya sesuai ketersediaan air, misalnya pada musim hujan budidaya dilakukan di Watun 1, tetapi pada saat surut pada Watun 3. Dikembangkan suatu bangunan pengendali muka air pada watun yang telah diplot peruntukannya. Teknologi menjebak ikan dengan beje, dengan sentuhan teknologi tepat guna. Menampung ikan rawa yang bernilai ekonomi tinggi pada musim kemarau, dan menampung sampai musim hujan, sehingga harga ikan telah kembali normal. B. Perikanan Tangkap Hal-hal yang mendukung pengembangan perikanan tangkap di lahan rawa lebak adalah sebagai berikut : Perlunya penegakan hukum, karena rawa lebak adalah milik umum, sehingga siapapun boleh menangkap di perairan tersebut Kegiatan penangkapan ikan sebaiknya dibatasi dengan jenis alat yang digunakan. pada kawasan lahan rawa lebak diarahkan pada 2 (dua) cara, yaitu : 1)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -100

(Persero) CABANG I MALANG

Kesepakatan bersama dalam suatu reservat Penebaran bibit pada perairan bebas, dengan teknologi yang sesua Manfaat yang didapatkan apabila dilakukan pengembangan yang terencana dan terarah : a) b) c) d) e) Masyarakat akan memperoleh pendapatan tambahan selain dari bertani Kegiatan perikanan dapat mengarah pada peningkatan pendapatan daerah Kegiatan perikanan pada batas tertentu menjadi sumber protein yang murah bagi masyarakat Kegiatan perikanan merupakan langkah konservasi terhadap species tertentu Pengembangan pada tahap lanjutan merupakan potensi wisata

2.6.3.9 Pertanian Terpadu (Integrated Farming) Lebak yang berada di sepanjang aliran DAS Barito memiliki berbagai sifat fisik yang berbeda-beda dan memerlukan pemanfaatan yang berbeda pula. Hal ini akan sangat menguntungkan apabila kawasan yang dikembangkan memiliki kesesuaian untuk pengembangan potensi pertanian, peternakan, dan perikanan. Oleh karena itu langkah yang paling pengembangan pertanian yang terbaik adalah mengembangkan program pertanian terpadu (integrated farming), sesuai dengan potensi masing-masing bagian wilayah tersebut. Konsep pengembangan ini juga mengacu pada kondisi musim, sehingga akan didapatkan kondisi yang optimal, dengan komposisi yang bervariasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah, i) potensi lahan dalam siklus setahun, ii) variabilitas kondisi lahan secara mikro, iii) analisis finansial. Dengan mengkaji kondisi saat ini, yaitu penelitian yang dilakukan pada salah satu rawa lebak di Kabupaten HSU, di Alabio, maka disusun skenario seperti tabel berikut.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -101

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.27 Skenario Usaha Tani Terintegrasi


NO SKENARIO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KOMPONEN KOMPONEN TANAMAN PETERNAKAN Padi Padi Padi Padi Kedelai Kedelai Kedelai Kedelai Itik Itik Ayam Ayam Itik Itik Ayam Ayam KOMPONEN PERIKANAN Beje / kolam rawa Nelayan rawa / jarring tancap Beje / kolam rawa Nelayan rawa / jarring tancap Beje / kolam rawa Nelayan rawa / jarring tancap Beje / kolam rawa Nelayan rawa / jarring tancap Ikan karamba dan betutu

Sumber : Studi Pengembangan Lahan Rawa Lebak, di Kab HSU, Kalsel 2002

Catatan : Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten HSU, analisis finansial yang terpilih adalah 1,3,5, dan 9. Indikator yang digunakan adalah Net Present Value (NPV). NPV yang dihitung merupakan nilai relatif dan bukan absolut, dan digunakan untuk membandingkan skenario terbaik. Cash flow dalam perhitungan NPV adalah nilai net cash flow yang telah dikurangi biaya untuk tenaga kerja.

2.6.3.10 Program Pengembangan Rawa Berdasarkan hasil analisis dari penelitian pengembangan rawa, maka disusun program kegiatan yang dapat diselenggarakan dan dikompromikan pelaksanaannya oleh institusi yang terkait. Program kegiatan ini akan lebih baik apabila mengarah pada penyelenggaraan pertanian terpadu (integrated farming).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -102

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.28 Skenario Usaha Tani Terintegrasi Pada Lahan Rawa


P R O G R AM P engem bangan P enataan A ir K E G IAT AN T anggul antar w atun P om panisasi air tanah dangkal S um ur raw a P enanam an sagu pada bek as galian sum ur raw a T anam an pangan dan Intensifik asi (padi, hortik ultura jagung, terung, w aluh, k angk ung darat, cabe P eningk atan bak u pakan bahan P enam bahan tanam an aquatic pak an (azolla, duckw eed, padi hiang, k um pai sagu) P enanam an pangan (padi, jagung) Lim bah ikan L O K AS I W atun 1, W atun 2

P engem bangan pertanian

W atun 1, upland W atun 1, W atun 2

P engem bangan peternak an

W atun 1 W atun 1, W atun 2, W atun 3

P engem bangan bibit itik P eluang usaha itik K andang panggung K andang terapung P eluang usaha ayam B ack yard farm ing buras (vak sinasi, perbaikan pakan) P engem bangan usaha P os pelayanan k erbau raw a pengem bangan kerbau (kesehatan, pakan, perk aw inan) P engem bangan perikanan Integrated farm ing P oli kultur P oli kultur Jarring tancap U dang galah P engem bangan tanam an tahunan K ehutanan (m eranti raw a, sagu, ram in) P erkebunan (kayu putih, k elapa hybrid, acacia, crasikarva) P engem bangan w isata P engem bangan w isata alam budaya pak et dan P apuyu, sepat, haruan B aung patin (kolam raw a) B etook , patin local (kolam rawa) P atin, baung local K olam raw a

W atun 1 W atun 2 U pland

W atun 3

W atun 2, W atun 3

W atun 2 W atun 2

W atun 1, W atun 2, W atun 3

S um ber : S tudi P engem bangan Lahan R aw a Lebak, di K ab H S U , K alsel 2002

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -103

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.4 Sektor Industri 2.6.4.1 Kabupaten Barito Selatan Jumlah perusahaan industri kecil di Barito Selatan tahun 2005 sebanyak 6 perusahaan, sedangkan untuk tenaga kerja yang terserap sejumlah 1.164 orang. Industri menengah berjumlah 4 perusahaan dengan 37 tenaga kerja dan industri besar hanya 2 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 1.137 orang. Tabel 2.29 Banyaknya Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Kecamatan (2005) Kabupaten Barito Selatan
No 1 2 3 4 5 6 Kecamatan Jenamas Dusun Hilir Karau Kuala Dusun Selatan Dusun Utara G.B. Awai Jumlah Tahun 2004 Industri Besar Perusahaan Tng. Kerja 1 514 Industri Sedang Perusahaan Tng. Kerja

623

1 2 1 4 4

8 8 21 37 132

2 2

1,137 1000

Sumber : Barito Selatan dalam angka, 2005

2.6.4.2 Kabupaten Barito Utara Jumlah perusahaan industri besar/sedang di Kabupaten Barito Utara tahun 2005 sebanyak 3 perusahaan sedangkan pada tahun 2006 bertambah menjadi 13 perusahaan. Demikian pula untuk tenaga kerjanya, pada tahun 2005 terserap 82 orang naik menjadi 746 orang pada tahun 2006. Disisi lain, untuk industri kecil (formal dan non formal) jumlah unit usaha kecil pertanian dan kehutanan tahun 2005 adalah 299 buah dengan jumlah tenaga kerja 759 orang dan nilai investasi sebanyak 6,299 milyar rupiah. Sedangkan pada tahun 2006 terjadi penurunan jumlah unit usaha kecil pertanian dan kehutanan sebanyak 164 buah dan tenaga kerja (639 orang) serta nilai investasi (6,162 milyar rupiah). Banyaknya perusahaan dan tenaga kerja di Kabupaten Barito Utara menurut kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -104

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.30 Banyaknya Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Kecamatan (2006) Kabupaten Barito Utara
No. 1 2 3 4 5 6 Kecamatan Montallat Gunung Timang Gunung Purei Teweh Timur Teweh Tengah Lahei Jumlah Industri Kecil Aneka Industri Perusahaan Tenaga Kerja Perusahaan Tenaga Kerja 24 66 0 0 18 35 0 0 29 127 0 0 37 81 0 0 215 714 0 0 16 46 0 0 339 1069 0 0

Sumber : Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Barito Utara

2.6.4.3 Kabupaten Barito Timur Untuk Kabupaten Barito Timur, jumlah perusahaan pada tahun 2007 sebanyak 146 perusahaan, sedangkan untuk tenaga kerja yang terserap 317 orang. Penurunan jumlah tenaga kerja terjadi karena sebagian tenaga kerja yang sebelumnya bekerja di kelompok IKKRT diserap oleh kelompok industri besar dan sedang. Tabel 2.31 Banyaknya Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Kecamatan (2007) Barito Timur
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kecamatan Benua Lima Dusun Timur Awang Patangkep Tutui Dusun Tengah Pematang Karau Paju Epat Raren Batuah Paku Jumlah Industri Besar Perusahaan Tenaga Kerja 3 95 4 136 6 155 13 386 Industri Sedang Perusahaan Tenaga Kerja 3 17 1 5 9 52 3 18 16 92 IKKRT Perusahaan Tenaga Kerja 4 11 28 64 16 39 5 11 77 152 16 40 146 317

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Barito Timur

Jumlah perusahaan industri besar, sedang, kecil dan rumah tangga berdasarkan jenis industri di Kabupaten Barito Kuala berjumlah 152 buah, dengan jumlah terbesar terletak di Kecamatan Alalak dan Kecamatan Marababan masing-masing 35 buah dan 25 buah. Berdasarkan klasifikasi industri maka klasifikasi industri kecil yang paling besar yaitu 87 buah disusul industri rumah tangga 71 buah dan industri sedang 36 buah.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -105

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.4.4 Kabupaten Kapuas Untuk Kabupaten Kapuas, jumlah unit usaha industri pada tahun 2007 sebanyak 20 perusahaan, sedangkan untuk tenaga kerja yang terserap 82 orang. Tabel 2.32 Banyaknya Jumlah Unit Usaha Industri di Kabupaten Kapuas.
No Jenis Industri 1 Minuman Ringan 2 Meubel Kayu 3 Roti 4 Komponen Bahan Bangunan 5 Foto Copy 6 Saos Tomat 7 Perhiasan Emas 8 Service Sepeda/Motor/Mobil 9 Ukiran Getah Nyatu 10 Jasa Kecantikan 11 Service Elektronik Jumlah
Sumber : Barito Utara Dalam Angka 2006

Jumlah Unit Usaha 4 1 1 2 4 1 1 3 1 1 1 20

Tenaga Kerja 12 2 3 12 6 5 4 24 10 2 2 82

2.6.4.5 Kabupaten Barito Kuala Nilai investasi dan nilai produksi industri di Kabupaten Barito Kuala selama tahun 2007 bernilai Rp 1.777.000.000,- dan Rp 3.082.000.000,-. Dengan nilai investasi terbesar berasal dari industri logam sebesar Rp 775.000.000,- disusul industri kayu dan barang dari rotan yang bernilai Rp 635.000.000,-. Jumlah dan jenis industri di Kabupaten Barito Kuala ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2.33 Jumlah industri Besar, Sedang Kecil dan Rumah Tangga di Kabupaten Barito Kuala
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jenis Industri Makanan, minuman dan tembakau Tekstil, pakaian dan kulit Kertas, barang dari kertas dan percetakan Kayu dan barang dari rotan Kimia, karet dan plastik Barang Galian bukan logam Industri dasar dari logam Barang dari logam Industri lain Jumlah Klasifikasi Industri Sedang Kecil 0 14 0 0 0 16 16 20 20 0 0 0 0 11 0 6 0 20 36 87

Besar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Rumah Tangga 22 0 0 5 0 0 0 0 44 71

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Barito Kuala

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -106

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.5 Sektor Pertambangan Bahan Tambang Wilayah Sungai (WS) akan berdasar pada evaluasi sumber daya alam (natural resources) yang tersedia di WS tersebut, diantaranya bersumber dari kondisi geologi wilayah tersebut. Pembahasan lebih rinci geologi lokal lebih dititikberatkan pada litostratigrafi sesuai superposisi perlapisan setempat. Koreksi petrografis dan biostratigrafi mestinya perlu dilengkapi, namun dalam keterbatasan selama studi ini, determinasi litologis lebih didasarkan secara megaskopis dan referensi terdahulu. Beberapa referensi geologi regional yang akan mendasari pembahasan geologi di SWS Barito, diantaranya : Peta Geologi Lembar Long Pahangai 1716, publikasi P3G tahun 1993 Peta Geologi Lembar Muarateweh 1715, publikasi P3G tahun 1992 Peta Geologi Lembar Buntok 1714, publikasi P3G tahun 1981 Peta Geologi Lembar Banjarmasin 1712, publikasi P3G tahun 1986 Kondisi geologi WS Barito di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan terdiri dari Alluvial Induk dan Terumbu Koral, Basa menengah, Batuan Basa, Batuan berasam, Miosen bawah, Permo-karbon dan Pra-tersier. Jenis batuan yang paling dominan adalah Aluvial Induk dan Terumbu Koral dengan luas 841.898,077 ha (45,18 %) serta paling luas terdapat di Sub DAS Negara yang merata di seluruh Sub-sub DAS. Adapun yang terendah adalah jenis batuan basa menengah dengan luas 23.718,599 ha (12,73 %) yang hanya terdapat di Sub-sub DAS Balangan dan Sub-sub Tabalong Kanan. Berdasarkan penyebaran formasi batuan yang ada di SWS Barito maka secara umum dapat dibedakan berbagai batuan utama penyusun areal ini, yaitu : a. b. c. Aluvium : merupakan endapan dasar sungai, rawa atau undak aluvium. Batuan Sedimen yang kaya akan mineral kuarsa (Formasi Dahor). Batuan sedimen klastik halus sampai kasar yang berumur Tersier yang mengandung mineral kuarsa dan sedikit meterial vulkanik dengan sisipan batugamping (Formasi Warukin). Batuan sedimen yang berumur Tersier lainnya adalah batugamping (Formasi Berai) dan batupasir kuarsa (Formasi Montalat), selain itu ditemukan pula batugamping dan batupasir gampingan (Formasi Tanjung).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -107

(Persero) CABANG I MALANG

d. e. f.

Batuan beku baik yang berupa batuan plutonik bersifat granit (asam) dan intrusi menengah sampai basa. Batuan vulkanik tua menghasilkan tanah yang kaya akan unsur hara. Batuan metamorf terutama kuarsit dan batuan metamorf lainnya seperti filit, sekis dan gneiss.

Ketersediaan Sumber Daya alam bahan galian di Satuan Wilayah Sungai Barito dapat diuraikan sebagai berikut: 2.6.5.1 Bahan Galian Logam Mineral logam utama yaitu berupa emas primer dan sekunder (plaser), pendulangan emas banyak dilakukan oleh penduduk dan beberapa perusahaan penambangan telah mengusahakan emas ini. Emas cenderung sangat berlimpah di wilayah kampung Tujang di Sungai Murung, yang kemungkinan berasal dari Kelompok Selangkai yang diterobos oleh sumbat Batuan Terobosan Sintang, bagian dasar dari runtunan endapan daratan muka Tersier dan atau batuan Terobosan Sintang. Kemungkinan sesar detachemen bersudut kecil pada dasar runtunan Tersier, berperan sebagai perangkap untuk emas. Endapan emas diduga terbentuk sebagai hasil kegiatan hidrothermal yang berhubungan dengan peristiwa magmatik Oligosen akhir sampai Miosen yang menghasilkan Batuan Terobosan Sintang dan bersamaan dengan pengangkatan tinggian alas (Komplek Busang). Banyak emas mungkin berasal dari epitermal dengan alasan sebagai berikut : mineralisasi emas dan terobosan dangkal berkaitan secara ruang dan waktu; stibnit dan sinabar jumlahnya sedikit tetapi merupakan komponen mineralisasi yang tersebar luas; logam dasar jarang ditemukan dan jenis ubahan penunjuk (pengersikan dan oksidasi/argilitisasi). Mineral logam lainnya adalah besi, nikel, kromit, mangan dan platina 2.6.5.2 Bahan Galian Non Logam Mineral non logam yang cukup luas penyebarannya dan baik prospeknya adalah pasir kuarsa. Hal ini wajar mengingat batuan induknya yang berupa batuan granit dan batupasir kuarsa sangat luas penyebarannya. Endapan pasir kuarsa tersebut merupakan hasil proses pelapukan batuan yang mengandung mineral kuarsa di atas. Mineral non logam lainnya adalah bentonit yaitu jenis mineral lempung montmorilonit yang dapat dimanfaatkan untuk lumpur dalam pemboran minyak bumi yang memang jarang ditemukan cadangannya di Indonesia. Mineral lempung lainnya yang merupakan bahan baku untuk

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -108

(Persero) CABANG I MALANG

industri keramik adalah kaolin. Kaolin cukup luas penyebarannya dan prospeknya sangat baik. Sumberdaya batubara Indonesia tersebar luas di seluruh kepulauan. Namun yang bernilai ekonomis dan berskala besar hanya terpusat pada cekungancekungan Tersier di Indonesia bagian barat, yaitu di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Mutu batubara Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua grup. Grup pertama adalah batubara yang berumur Miosen, umumnya berperingkat lignit sampai berbitumen tanggung (sub-bituminous). Kecuali batubara Sangatta (Miosen) yang umumnya berperingkat bitumen beratsiri tinggi (high volatile bituminous). Grup kedua adalah batubara Eosen yang umumnya mempunyai peringkat lebih tinggi daripada batubara Miosen. Contohnya adalah batubara Ombilin (Sumatera Barat), Senakin (Kalimantan Selatan) yang umumnya berperingkat berbitumen tanggung dengan bitumen berat isi tinggi. Umumnya batubara Eosen mempunyai kandungan abu yang lebih tinggi daripada batubara Miosen. Batubara banyak dijumpai di Formasi Tanjung dengan tebal antara 50 100 cm, singkapan yang baik dapat dijumpai di hulu Sungai Kintap Kecil dan di Sungai Binuang, selain itu juga dijumpai dalam Formasi Warukin. Pengembangan Kawasan Andalan Pada Sektor Pemanfaatan Potensi Mineral Dan Energi Kawasan andalan pengembangan ekonomi terpadu (Kapet) yang selanjutnya disebut kawasan andalan, dalam hal ini adalah kawasan yang berpotensi untuk cepat tumbuh dibandingkan dengan kawasan lain yang ada dalam satu Provinsi. Pertumbuhan yang terjadi di kawasan andalan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap pertumbuhan kawasan belakangnya (hinterland). Kawasan andalan yang terdapat di KTI sebagaimana tercantum dalam Strategi Nasional Pemantapan Pola Tata Ruang (SNPPTR) berjumlah 56 kawasan. Namun karena keterbatasan dana pembangunan, maka DP-KTI memilh kawasan-kawasan andalan yang diprioritaskan pengembangannya, yaitu kawasan yang dinilai bisa berkembang cepat dengan sedikit investasi pemerintah. Dengan memilih satu kawasan andalan dari setiap Provinsi diharapkan keberhasilannya lebih terjamin, karena kawasan tersebut akan mendapat

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -109

(Persero) CABANG I MALANG

prioritas Barat, Selatan,

alokasi DAS

dana

pembangunan.

Dengan

demikian di

DP-KTI

telah

menentukan 13 kawasan andalan sebagai berikut : Sanggau di Kalimantan Kakab (Kapuas-Kahayan-Barito) Kalimantan Tengah, di Sakupangbalaut (Satui-Kusan-Kelumpang-Batulicin-Pulau Laut) di Kalimantan Sasamba (Samarinda-Sangasanga-Muara Jawa-Balikpapan) Kalimantan Timur, Pare-Pare di Sulawesi Selatan, Bukari (Buton-KolakaKendari) di Sulawesi Tenggara, Batui di Sulawesi Tengah, Bitung-Manado di Sulawesi Utara, Pulau Seram di Maluku, Biak di Irian Jaya, Mbay di Nusa Tenggara Timur dan Bima di Nusa Tenggara Barat. Pengembangan kawasan andalan pada prinsipnya bertumpu pada pendekatan yang berorientasi pada sumberdaya alam dan pendekatan pada sumberdaya manusia. Dengan demikian, potensi sumber daya alam dijadikan sebagai arahan untuk mengembangkan suatu kawasan. Selain itu, juga diuapayakan pemberdayaan sumber daya manusia setempat agar dapat berpartisipasi dalam pengembangan kawasan tersebut. Dari ketigabelas kawasan andalan tersebut, terdapat tujuh sektor ekonomi yang menonjol untuk dikembangkan yaitu : sektor/subsektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, kehutanan, pertambangan, pariwisata dan industri. Departemen Pertambangan dan Energi dalam usaha melengkapi data dan informasi yang dapat digunakan bagi usaha eksploitasi dan pengembangan industri pengolahannya dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia telah melakukan inventarisasi potensi pertambangan dan energi di 13 kawasan andalan prioritas di KTI. Saat ini terdapat 15 (lima belas) daftar mineral-mineral potensial yang terdapat di Kalimantan Tengah, mineral-mineral tersebut adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Emas Batubara Gambut Intan Kaolin Pasir Kuarsa Fosfat Batu gamping Kristal Kuarsa

10. Batuan Beku / Batu belah 11. Besi

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -110

(Persero) CABANG I MALANG

12. Timah Hitam 13. Tembaga 14. Air Raksa 15. Zircon Beberapa yang sudah produksi seperti batubara, emas, intan, batu lempung, batu gamping, pasir kuarsa, kristal kuarsa dan zircon. Sedangkan mineralmineral lain sedang berada dalam proses survey dari tahap pengamatan lapangan sampai eksplorasi detail, karena itu data-data sumberdaya mineral tersebut cukup akurat karena berdasarkan tahapan survey. 1. Potensi Emas Kalimantan Tengah memiliki sejumlah endapan emas primer dan letakan (placer). Endapan letakan (placer) banyak ditemukan di sungai, danau, rawarawa dan paleo chanel (gosong), sedangkan yang merupakan hasil endapan hidrotermal yang secara genetic berasosiasi dengan intrusi batuan beku asam dan juga sering berasosiasi dengan kuarsa dan sulfide (pirit, arseno pirit, tetrahidrit, kalkopirit dan sedikit pada galena dan spalerit). Endapan emas di Kalimantan Tengah dapat dijumpai di : Kab.Kapuas : Kec.Kapuas Hulu, Kapuas Tengah dan Timpah Kab.Gunung Mas : Kec.Tewah, Kahayan Hulu Utara, Rungan, Manuhing, Sepang dan Kurun. Kota Palangka Raya : Sungai Takaras Kec.Bukit Batu. Kab.Murung Raya : Kec.Sumber Barito, Permata Intan dan Tanah Siang Kab.Barito Timur : Kec.Dusun Tengah. Kab.Seruyan : Kec.Seruyan Hulu, Kec.Seruyan Tengah. Kab.Katingan : Kec.Katingan Hulu, Katingan Tengah, Sanaman Mantikei dan Katingan Hilir. 2. Potensi Batubara Batubara yang menyusun suatu formasi/lapisan batubara pada awalnya berupa gambut atau akumulasi bahan serupa yang kemudian mengalami pembusukan, melalui proses kompaksi dan panas dalam waktu yang sangat panjang maka gambut akan berubah menjadi batubara. Batubara di Indonesia banyak digunakan untuk bahan bakar, industri semen, PLTU dan dalam jumlah kecil dalam peleburan timah dan nikel.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -111

(Persero) CABANG I MALANG

Batubara di Kalimantan Tengah sudah mulai ditambang sejak awal abad 19 tambang batubara didekat Muara Teweh sudah ditambang sejak tahun 1910 dan mampu menghasilkan sekitar 7.000 ton pertahun saat itu. Produksi berkurang sejak Perang Dunia ke II dan kemudian berhenti total sekitar tahun 1960. Survey penyelidikan batubara di Kalimantan Tengah telah dilakukan sejak tahun 1975 oleh beberapa institusi baik pemerintah maupun perusahaan asing, salah satunya PT. BHP-Biliton yang telah memprediksikan bahwa terdapat sekitar 400 juta ton batubara dengan nilai kalori >7.000 berkualitas baik (> 8.000 kal/gr) juga ditemukan di Kabupaten Barito Utara dan Murung Raya bagian utara. Didaerah ini batubara banyak ditemukan di Muara Bakah, Bakanon, Sungai Montalat, Sungai Lahei, Sungai Maruwai dan sekitarnya. Beberapa lapisan batubara mempunyai ketebalan mencapai 1,5 7 meter dan mempunyai kualifikasi Cooking Coal dengan kandungan sebagai berikut : Kandungan air : 8,74 15,53 % Volatile Matter : 0,39 1,76 % Karbon : 38,44 48,66 % Sulfur : 0,35 0,46 % Nilai Kalori : 7.000 8.000 cal/gr. CSN : 5 - 7

Lokasi lain yang juga memiliki potensi kandungan batubara dengan nilai kalori <6.000 kal/gr antara lain : Kab.Gunung Mas : Kec.Tewah, Rungan, Kurun, Manuhing. Kotawaringin Timur : Kec.Mentaya Hulu, Mentaya Hilir dan Cempaga. Kab.Katingan : Kec.Katingan Tengah, dan Tewang Sangalang garing. Kab.Kotawaringin Barat : Pangkalan Banteng dan Kotawaringin Lama.

3. Potensi Gambut Gambut adalah endapan organik yang mengandung sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami dekomposisi sebagian dan mengandung bahan lain seperti air dan bahan-bahan lain non organic biasanya berupa lempung dan lanau. Gambut di Indonesia diperkirakan memiliki area lebih 20 juta hektar dan kebanyakan dalam bentuk dataran rendah dan rawa. Lebih dari 7 juta hektar berada sepanjang daerah barat, tengah dan selatan pantai pulau Kalimantan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -112

(Persero) CABANG I MALANG

Survey tanah gambut telah banyak dilakukan secara intensif terutama untuk keperluan pertanian (agricultur). Penyelidikan yang dilakukan untuk tujuan pertanian biasanya hanya gambut yang mempunyai kedalaman 100 cm atau kurang. Gambut yang mempunyai kedalaman lebih dari 100 cm mempunyai potensi sebagai energi. Sumber energi gambut biasanya digunakan untuk tenaga pembangkit tapi dapat juga digunakan untuk bahan baker dan memasak yang biasanya dalam bentuk briket. Penyelidikan gambut untuk bahan baker telah dilakukan oleh Direktorat batubara dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sejak tahun 1984 didaerah Bereng Bengkel, Palangka Raya dan Kanamit, Kuala Kapuas. Daerah Bereng Bengkel Kanamit mempunyai potensi yang cukup besar dengan rata-rata kedalaman gambut sekitar 2 meter, dan di Bereng Bengkel sendiri sekitar 20 hektar telah diselidiki secara detail dan telah dilakukan ujicoba produksi gambut bekerjasama dengan Finlandia. Kualitas gambut Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut : Kandungan air : 6,11 18,70 % Abu : 0,66 6,72 % Karbon : 21,03 37,66 % Zat Terbang : 41,75 57,13 % Nilai Kalori : 3.982 5.426 cal/gr Daerah antara Sampit dan Kota Besi. Daerah antara Sampit dan Pangkalan Bun Daerah antara Palangka Raya dan Pulang Pisau.

Daerah lain yang mempunyai potensi gambut di Kalimantan Tengah adalah :

4. Potensi Intan Intan telah banyak ditambang dibanyak tempat di Pulau Kalimantan oleh penduduk sejak lama dan berkembang diberbagai tingkatan sampai sekarang. Intan dipotong dan dipoles/digosok di Martapura Kalimantan Selatan. Secara umum endapan utama intan berasosiasi dengan batuan ultrabasic khususnya batuan periodit, contohnya batuan yang kita kenal sebagai Kimberlite-pipe di Afrika Selatan. Saat ini penduduk local Kalimantan Tengah menambang endapan intan alluvial mempergunakan peralatan dan metode yang masih sederhana. Intan yang

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -113

(Persero) CABANG I MALANG

terdapat dalam endapan alluvial biasanya terdapat bersama sejumlah mineral seperti korundum, rutile, brookite, quartz, emas, platinum dan pirit. Pasir hitam yang terbentuk dari pencucian residu (disebut puya) terdiri dari : Titano magnetite, kromit, garnet, spinel, hyacinth, topaz, dan ruby. Penyelidikan terhadap endapan intan sudah dilakukan sejak dulu tetapi masih belum mendapatkan hasil berupa penemuan endapan utamanya. Tetapi kesempatan bagi eksplorasi endapan utama dan alluvial masih ada dan dilakukan. 5. Potensi Endapan Mineral Lainnya Kalimantan Tengah masih mempunyai sumber endapan mineral lain sebagai bahan tambang yaitu kaolin, pasir kuarsa, fosfat dan batu gamping. a. Kaolin Kaolin adalah salah satu jeni mineral industri yang terbentuk dari hasil proses dekomposisi dan merupakan pelapukan dari batuan yang kaya akan silikat aluminium. Terdapat 5 endapan kaolin yang cukup besar dan berpotensi tinggi. Endapan kaolin yang terbesar terdapat di Kereng Bangkirai, yang berada dekat Kota Palangka Raya dengan perkiraan jumlah cadangan terukur sekitar 13.897.650 ton. Endapan berada disuatu area dengan luas 125 ha dan mempunyai karakteristik endapan sebagai berikut : Warna : Putih keabu-abuan Butiran lempung : Halus Ketebalan rata-rata : 6,76 meter Ketebalan Overbuden : 1,06 meter =

Endapan ini mempunyai kualitas yang cukup baik dan mempunyai ketahanan terhadap panas (seger cone 35/1780) dan kandungan TiO 1,03 2,04 % yang potensial untuk industri keramik. farmasi dan kosmetika. Endapan utama lainnya adalah : Kasongan dengan jumlah cadangan terukur : 2.091.754,5 ton Pahirangan Mentaya Kab.Kotim dengan jumlah cadangan terukur :
2

Kebutuhan lain untuk kaolin dengan kualitas baik adalah untuk industri

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -114

(Persero) CABANG I MALANG

2.438.000 ton. Bereng, Manuhing dengan jumlah cadangan indikasi : 1.380.000 ton Telang Baru, Barito Selatan dengan jumlah cadangan terukur : 1.856.000 ton. Sedangkan lokasi endapan lain yang cukup potensial terdapat didaerah : Tanah Putih Indikasi cadangan : Tanjung Jaringau Cadangan terukur : Bukit Arang Cadangan terukur : Pantai Harapan Indikasi cadangan : Pengkang Indikasi cadangan : 4.600.000 ton Petak Putih Cadangan terukur : Parit Indikasi cadangan : 20.400.000 ton Pundu Indikasi cadangan : 5.370.000 ton Kereng Pangi Indikasi cadangan : 16.110.000 ton Kualitas kaolin yang ada adalah sebagai berikut : SiO : 41,70 69,97 % Al O : 4,94 36,23 % Fe O : 0,32 3,16 % TiO : 0,01 2,64 % MgO : 0,08 1,45 %
2 2 3 2 3 2

46.000 ton 30.856 ton 48.300 ton 690.000 ton

640.000 ton

b. Pasir Kuarsa Pasir Kuarsa merupakan endapan sediment dengan ukuran butir pasir dan mempunyai komposisi dominant kristal kuarsa. Endapan utama pasir kuarsa di Telang Baru, Barito Selatan dengan cadangan terukur 14.955.000 ton, endapan berada diareal seluas 544 hektar dengan karakteristik endapan sebagai berikut : Warna : Putih, coklat kekuningan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -115

(Persero) CABANG I MALANG

Ukuran butiran : Halus - kasar Ketebalan rata-rata : 1,11 meter Ketebalan Overbuden : 0,46 meter

Endapan lain berada didaerah : Tuanan Indikasi cadangan : Sungai Marui Indikasi cadangan : Batengkong Indikasi cadangan : Sungai Manyuluh Indikasi cadangan : Sungai Hawuk Indikasi cadangan : Lahei Indikasi cadangan : Merapit Indikasi cadangan : Takaras Indikasi cadangan : Pembuang Indikasi cadangan : Danau Sembuluh Indikasi cadangan : SiO : 95,16 99,8 % Al O : 0,68 1,22 % Fe O : 0,04 1,07 % TiO : 0,10 0,28 % MgO : 0,001 0,16 %
2 2 3 2 3 2

4.680.000 ton 4.160.000 ton 1.950.000 ton 3.900.000 ton 650.000 ton 3.900.000 ton 23.400.000 ton 15.000.000 ton 15.600.000 ton 2.160.000 ton

Kualitas pasir kuarsa yang ada adalah sebagai berikut :

Kebutuhan pasar dalam negeri untuk pasir kuarsa saat ini meningkat terutama untuk bahan industri gelas. Pasir kuarsa sebagai bahan mentah dan industri gelas merupakan satu peluang untuk memperluas ekspor didaerah.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -116

(Persero) CABANG I MALANG

c.

Fosfat Pada saat ini hanya ada satu lokasi potensial yang sudah ditemukan di Kalimantan Tengah. Tipe endapan ini ada fosfat guano yang ditemukan didaerah Bukit Angah, Barito Utara dengan jumlah cadangan terindikasi sekitar 60.386 ton. Kualitas Fosfat yang ada adalah sebagai berikut : SiO : 7,10 % P O : 44 % Al O : 30,7 % Fe O : 6,18 %
2 3 2 3 2 5 2

Endapan fosfat guano ini direkomendasikan untuk memenuhi kebutuhan local khususnya bidang perkebunan dan agrikultur. d. Batu Gamping Istilah untuk batu gamping dipakai untuk semua batuan sediment yang mengandung bahan karbonat. Kalimantan Tengah mempunyai sejumlah endapan batu gamping yang sudah diselidiki yaitu didaerah Hayaping, Barito Selatan dengan kemungkinan cadangan sekitar 133.337.080 ton. Endapan ini berada di area seluas 1.518,5 hektar dengan karakteristik batuan : Warna : Putih, keabu-abuan kompak dan berfosil. Kualitas : Baik, digunakan untuk industri semen.

Lokasi lain yang menyimpan endapan batu gamping adalah : Wonorejo Indikasi cadangan : Pendreh Indikasi cadangan : Muara Sepayang Indikasi cadangan : Muara Juloi Indikasi cadangan : Batu Qadar Indikasi cadangan : 260.000.000 ton Batu Besar Indikasi cadangan : Gunung Angah 21.480.000 ton 39.000.000 ton 19.500.000 ton 11.466.000 ton 52.000.000 ton

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -117

(Persero) CABANG I MALANG

Indikasi cadangan : Sarang Burung Indikasi cadangan : Bukit Sali Indikasi cadangan : e. Kristal Kuarsa

8.280.000 ton 150.000 ton 500.000 ton

Di Kalimantan Tengah dikenal 3 macam yaitu kristal kuarsa yang berwarna ungu, putih dan kecoklatan (istilah pasar menyebutnya kecubung). Jenis ini telah lama diusahakan oleh masyarakat didaerah Kabupaten Kotawaringin Barat dan Sukamara. Karena sifatnya yang sporadic maka data pasti tentang cadangan ataupun jumlah produksinya belum diketahui dengan pasti. Lokasi endapan kristal kuarsa terdapat didaerah : Pangkut, Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kotawaringin Barat. Pangkalan Muntai, Nibung Terjun, Ajang, Kabupaten Kotawaringin Barat. f. Batuan Beku/Batu Belah Batuan beku adalah hasil pembekuan magma berkomposisi asam sampai basa. Di Kalimantan Tengah dijumpai dibagian tengah kearah utara, kecuali di Kecamatan Katingan Kuala. Lokasi dijumpainya batuan beku adalah : Kabupaten Murung Raya Kabupaten Barito Utara Kabupaten Barito Selatan Kabupaten Gunung Mas Kabupaten Katingan Kota Palangka Raya Kabupaten Kotawaringin Barat Kabupaten Kotawaringin Timur Kabupaten Sukamara Kabupaten Lamandau g. Besi Biji besi mempunyai 2 tipe yaitu magnetis dan kolovial, biji besi tipe magnetis dijumpai didaerah Kabupaten Lamandau, sedangkan tipe kolovial dijumpai didaerah Kabupaten Kotawaringin Timur.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -118

(Persero) CABANG I MALANG

Tipe magnetis terdiri dari hematite dan pegmatite, sedangkan tipe kolovial terdiri dari limonit dan Ilmenite. Lokasi tipe magnetis berada didaerah : Bukit Karim, Kabupaten Lamandau Bukit Gojo, Kabupaten Lamandau Petarikan, Kabupaten Lamandau Tumbang Manggu, Kabupaten Katingan Barito Timur Lokasi tipe kolovial berada didaerah : Kenyala, Kecamatan Kotabesi, Kabupaten Kotawaringin Timur. Cadangan bijih besi yang sudah ditemukan 41,2 juta ton. h. Timah Hitam Timah Hitam yang lebih dikenal sebagai timbale dijumpai sebagai indikasi. Kegiatan tahap lanjutan untuk mendapatkan informasi mengenai timah hitam di Kalimantan Tengah belum dilakukan. Di Kalimantan Tengah timah hitam dijumpai didaerah Rungan Hirang, Batu Ngasah dan Sungai Miri, Kecamatan Kahayan Hulu Utara, Kabupaten Gunung Mas. i. Tembaga Tembaga di Kalimantan Tengah juga dijumpai sebagai indikasi, yang berasosiasi dengan besi. Dijumpai didaerah Tumbang Manggu dan Sungai Manukoi, Kecamatan Sanaman Mantikei, Kabupaten Katingan. j. Air Raksa Air Raksa sebagai bahan pada dijumpai mineral Cinabar yang merupakan senyawa HgS. Di Kalimantan tengah keterdapatannya juga masih merupakan indikasi didaerah Rantau Pandan. k. Zircon Zircon sebagai bahan pada logam yang keterdapatannya sebagai hasil sampingan kegiatan pertambangan emas alluvial. Pada saat ini menjadi bahan galian primadona dan terdapat menyebar luas diseluruh Kalimantan Tengah bagian barat. Belum ada catatan pasti tentang potensi dan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -119

(Persero) CABANG I MALANG

produksi Zircon Kalimantan Tengah pada saat ini. Produksi diperkirakan 150.000 ton per tahun. 2.6.6 Sektor Pariwisata Lokasi rawa memiliki keunikan yang dapat dikelola sebagai tempat wisata khas milik suatu wilayah. Keunikan berupa sejarah masyarakat, keindahan alam, kebudayaan, dan keunikan hukum. Disamping itu keramahan masyarakat merupakan daya tarik pula. Untuk mengembangkannya diperlukan promosi serta pengelolaan yang profesional. Hal-hal yang perlu disempurnakan untuk mendukung hal tersebut adalah pengelolaan transportasi, 2.6.6.1 jaringan jalan dan alur sungai yang dapat dilalui oleh kapal, keamanan, promosi yang memadai dan profesionalitas listrik, desa-desa tradisional, fasilitas wisata seperti tempat makan, penyelenggaraan wisata. Kabupaten Murung Raya

Sampai sekarang ini potensi objek wisata di daerah ini masih belum banyak yang tergali dan masih belum ada investor yang mengelola potensi objek wisata di daerah ini. Potensi alam dan budaya merupakan potensi wisata, yang hingga saat ini belum dikelola dengan baik. Sektor pariwisata di Kabupaten Murung Raya belum memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah. Kabupaten Murung Raya mempunyai kekayaan alam yang sangat luas. Berdasarkan karekteristik wilayahnya, Kabupaten Murung Raya memiliki potensi pariwisata yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi ekowisata. Potensi wisata tersebut dapat mengandalkan kekayaan alam yang dimiliki, diantaranya berupa : a. Arung Jeram ( wisata tantangan ) b. Wisata alam ( sungai, danau, air terjun, riam, gau, pegunungan, hutan alam dan sumber air panas. c. Taman berburu d. Taman keanekaragaman hayati dan agro-wisata. Objek wisata budaya yang potensial untuk dikunjungi oleh para wisatawan baik dari dalam negeri maupun dari luar, antara lain :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -120

(Persero) CABANG I MALANG

1). Makam Sultan Muhammad Semam Makam bersejarah ini terdapat di pusat kota Puruk Cahu. Sultan Muhammad Semam adalah Sultan Kerajaan Banjar. Beliau adalah penerus perjuangan Pangeran Antasari dalam memimpin perang Barito selama lebih dari 40 tahun melawan kolonial. Perang Barito berakhir tahun 1903 seiring dengan wafatnya Sultan Muhammad Semam serta tertangkapnya Panglima Batur. 2). Betang Konut Betang Betang atau Konut rumah terdapat panjang, di desa merupakan rumah khas suku dayak. Konut wilayah kecamatan Tanah Siang, kurang lebih 8 KM dari Puruk Cahu. Betang Konut merupakan salah satu betang yang masih berdiri dari suku dayak siang. lokasi ini dapat dicapai melalui jalan darat. Gambar 2.17 Obyek Wisata Betang Konut 3). Pandulangan Emas Masuparia Lokasi pendulangan emas masupari ada di lembah aliran sungai Masupa, anak sungai Tihis, cabang dari sungai Mendaun anak sungai Kapuas. Objek wisata yang cukup menarik ini terletak di kaki bukit Manyawang. mampu menarik para wisatawan untuk berkunjung. Sampai sekarang ini potensi objek wisata di daerah ini masih belum banyak yang tergali dan masih belum ada investor yang dan mengelola budaya potensi objek potensi Sektor wisata di daerah ini. Potensi alam merupakan baik. wisata, yang hingga saat ini belum dikelola pariwisata dengan di Kabupaten Murung

Raya belum memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah. Gambar 2.18 Obyek Wisata Pandulangan Emas Masuparia

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -121

(Persero) CABANG I MALANG

4). Wisata Pasir Putih Obyek Wisata ini dikenal dengan sebutan Bukit Tengkorak. Obyek wisata ini dapat ditempuh kurang lebih 4 jam dengan menggunakan kendaraaan roda empat maupun roda dua dari arah Ibukota Kabupaten Murung Raya Puruk Cahu, menuju obyek wisata air terjun Bumbun dan Monumen Equator di Kecamatan Utut Murung. Gambar 2.19 Obyek Wisata Pasir Putih

5). Air Terjun Dirung Duhung Kawasan ini dikembangkan dan dilindungi oleh Pemerintah Kabupaten Murung Raya dengan membangun berbagai fasilitas wisata untuk kenyamanan para wisatawan yang akan mengunjungi kawasan wisata ini yang sangat potensial dijadikan gelanggang wisata Arung Jeram. Obyek wisata Dirung Duhung terletak di Kecamatan Tanah siang kurang lebih 20 km dari kota Puruk Cahu Ibukota Kabupaten Murung Raya, yang dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Gambar 2.20 Obyek Wisata Air Terjun Dirung Duhung

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -122

(Persero) CABANG I MALANG

6). Air Terjun Bumbun Obyek wisata ini terletak di desa Tumbang Olong, keindahan alamnya yang sangat menarik dengan percikan airnya yang sangat jernih. Tidak heran pada hari-hari liburan banyak wisatawan lokal yang berkunjung ke lokasi ini. Jaraknya, kurang lebih 100 km dari ibukota Puruk Cahu. Gambar 2.21 Obyek Wisata Air Terjun Bumbun 2.6.6.2 Kabupaten Barito Kuala

Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Kabupaten Barito Kuala ada beberapa tempat wisata yang lazim dikunjungi oleh wisatawan seperti Taman Wisata Alam Pulau Kembang, Cagar Alam Pulau Kaget Alur Sungai Barito, dan Makam Syekh H. Abdussamad Wisatawan terbanyak selama Tahun 2007 berkunjung Taman Wisata Pulau Kembang dan Tempat relegius Makam Sekh H. Abdul Samat yakni berjumlah 13.225 orang dan 11.825 orang. Wisatawan yang berkunjung ini berasal dari wisata manca negara berjumlah 125 orang dan sisanya wisatawan nusantara 49.865 orang. Tabel 2.34 Obyek Wisata di Kabupaten Barito Kuala
Nama Obyek Wisata Taman Wisata Alam Pulau Kembang Jenis Alam Daya Tarik Kera dan Bekantan Sungai dan Pulau Bakut Tanah Lapang dan Danau Tanaman Jeruk Pemandangan Sungai Barito Kerbau dan Rawa Makam Ulama Lokasi/ Tempat Kec. Alalak Jarak ke Objek Wisata (Km) 60

Jembatan Barito

Buatan

Kec. Alalak

50

Agropolitan Terantang

Buatan

Kec. Mandastana

25

Wisata Agro Sungai Kambat

Agro

Kec. Cerbon

Siring Wisata Marabahan

Buatan

Kec. Marabahan Kec. Kuripan Kec. Marabahan Kec. Alalak Kec. Alalak

Peternakan Kerbau Kalang

Alam

60

Makam H. Abdussamad

Ziarah

0.5

Makam Datu Kayan Makam Datu Aminin Ziarah Makam

Ziarah Ziarah

Makam Ulama Makam Ulama

50 56

Sumber : Dinas Lingk. Hidup,Kebersihan, Pariwisata dan Budaya Kab. Barito Kuala

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -123

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.7 Sektor Energi 2.6.7.1 Kebutuhan Tenaga Listrik

Tinggi rendahnya pemakaian listrik adalah merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat disamping pemakaian air minum (air bersih). Adanya peningkatan yaitu banyaknya listrik yang terjual selain untuk konsumsi pemerintah, lainnya dan susut/hilang, dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya derajat kesejahteraan masyarakat. 1. Kabupaten Barito Selatan Pada tahun 2005, jumlah keseluruhan pelanggan listrik di Kabupaten Barito Selatan sebanyak 13.042 sambungan. Kecamatan Dusun Selatan merupakan kecamatan dengan jumlah pelanggan terbesar yaitu 7.676 sambungan dan daya yang terjual sebesar 11.120.192 Kwh. Sedangkan Kecamatan G. B. Awai merupakan kecamatan dengan jumlah pelanggan terkecil, yaitu 485 pelanggan dengan daya yang terjual sebesar 315.273 Kwh.

Tabel 2.35 Distribusi Tenaga Listrik Menurut Kecamatan Pada Kabupaten Barito Selatan
No 1 2 3 4 5 6 Kecamatan Jenamas Dusun Hilir Karau Kuala Dusun Selatan Dusun Utara G.B. Awai Jumlah 2004 2003 Pelanggan 1,310 968 1,567 7,676 1,036 485 13,042 11,966 Daya Terpasang (VA) 818,250 577,900 921,960 7,316,100 615,150 299,950 10,549,310 Listrik Terjual (Kwh) 1,080,143 643,327 1,141,484 11,120,192 647,479 315,273 14,947,898 15,211,283 15,129,465

Sumber : Barito Selatan dalam angka, 2005

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -124

(Persero) CABANG I MALANG

2.

Kabupaten Barito Utara Pemakaian energi listrik di Kabupaten Barito Utara didominasi oleh pelanggan rumah tangga. Pada tahun 2007, jumlah pelanggan rumah tangga mencapai 11.788 rumah tangga dengan pemakaian daya listrik sebesar 18.638.437 Kwh. Jumlah produksi dan pemakaian tenaga listrik pada PT. PLN Cabang Kuala Kapuas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.36 Produksi dan Pemakaian Tenaga Listrik Menurut Unit Pembangkit pada PT. PLN Cabang Kuala Kapuas

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Unit Pembangkit Rtg Muara Teweh ULD Benangin ULD Lemoo Sub Rtg Tumpung Laung ULD Bintang Ninggi ULD Luwe Hulu ULD Montallat Sub Rtg Kandui ULD Sabuh Kantor Jaga M. Lahei Jumlah

Produksi (Kwh) 20,135,098 214,872 516,224 218,966 100,987 512,746 66,241 21,765,134

Dijual (Kwh) 15,804,410 207,043 406,028 472,314 303,795 185,399 98,100 478,550 59,897 622,901 18,638,437

Dipakai Sendiri Susut / Hilang (Kwh) (Kwh) 1,265,853 1,732,128 7,414 43,030 33,139 2,607 33,277 6,232 1,265,853 1,857,827

Sumber : PT. PLN Cabang Kuala Kapuas

3.

Kabupaten Barito Timur Pada tahun 2007, jumlah keseluruhan pelanggan listrik di Kabupaten Barito Timur sebanyak 11.705 sambungan. Kecamatan Dusun Timur merupakan kecamatan dengan jumlah pelanggan terbesar yaitu 3.375 sambungan dan daya yang terjual sebesar 6.229.654 Kwh. Tabel 2.37 Distribusi Tenaga Listrik Menurut Kecamatan Pada Kabupaten Barito Timur
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kecamatan Benua Lima Dusun Timur Awang Patangkep Tutui Dusun Tengah Pematang Karau Paju Epat Raren Batuah Paku Jumlah Pelanggan 1,160 3,375 764 617 3,024 1,403 498 864 11,705 Daya Terpasang 1,423,585 2,938,250 212,474 338,050 1,603,055 764,740 441,590 798,626 8,520,370 Listrik Terjual 216,855 6,229,654 60,450 30,135 212,771 105,635 52,120 86,027 6,993,647

Sumber : PT. PLN Ranting Ampah & Tamiang Layang

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -125

(Persero) CABANG I MALANG

4.

Kabupaten Murung raya Listrik merupakan fasilitas publik yang sangat strategis dalam mendorong percepatan pembangunan dan pengembangan wilayah di Kabupaten Murung Raya. Sektor ini mampu memberikan pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat/rumah tangga maupun terhadap pengembangan industri, perdagangan dan jasa-jasa serta kegiatan pemerintahan. Seiring dengan pemekaran wilayah, dinamika penduduk terus bertambah, kebutuhan akan listrik meningkat setiap tahunnya. Pengembangan sumberdaya air dalam rangka mendukung program tenaga listrik menjadi kebutuhan yang utama saat ini apalagi dengan meningkatnya aktivitasaktivitas pembangunan di Kabupaten Murung Raya. Listrik merupakan sumber energi yang penting bagi kehidupan manusia. Ketergantungan manusia akan sumber energi listrik ini semakin meningkat, baik sebagai alat penerangan, sumber energi bagi alat rumah tangga atau perkantoran dan sarana penggerak kegiatan ekonomi dalam masyarakat. Kebutuhan tenaga listrik bagi Kabupaten Murung Raya bersumber dari PLTD PT. PLN Cabang Murung Raya. Pada Tahun 2003 jumlah daya terpasang di Kabupaten Murung Raya sebesar 2.652.700 VA. dan daya terpakai 3.711.794 Kwh dengan jumlah pelanggan sebanyak 3.302 rumah tangga. Dibandingkan dengan jumlah rumah tangga sebanyak 20.504 KK maka hanya 16,10% dari rumah tangga yang sudah memanfaatkan aliran listrik.

5.

Kabupaten Kapuas Sektor rumah tangga merupakan pelanggan terbesar PLN di Kabupaten Kapuas. Sebanyak 36.886 pelanggan telah terdaftar menjadi pelanggan PLN pada tahun 2007. Pelanggan rumah tangga ini telah menyerap 67.88% dari energi listrik yang terjual. Tabel 2.38 Pelanggan Listrik di PLN Kuala Kapuas
No 1 2 3 4 Jenis Pelanggan Rumah Tangga Usaha Industri Publik Jumlah Pelanggan 36,886 1,706 20 1,397 Kwh Terjual 32,459,014 4,274,857 8,015,305 3,069,915

Sumber : PT PLN (Persero) Wil VI Cabang Kuala Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -126

(Persero) CABANG I MALANG

Industri 17% Usaha 9%

Publik 6%

Rumah Tangga 68%

Gambar 2.22 Distribusi Pemakai Daya Listrik di Kabupaten Kapuas 6. Kabupaten Barito Kuala Jumlah pelanggan listrik pada Tahun 2007 berjumlah 517.064 pelanggan dengan daya tersambung sebesar 345.451.520 VA. Untuk KWH terjual sebesar 43.574.172 kwh. Untuk pelanggan yang terbesar berada pada kelompok tarif rumah tangga sebesar 493.664 pelanggan, kemudian kelompok tarif sosial sebesar 14.365 pelanggan. Sedangkan pelanggan yang terkecil pada kelompok tarif Industri yaitu berjumlah 92 pelanggan. Hal ini disebabkan pengelolaan pelanggan yang besarnya diatas 83.500 VA langsung ditangani oleh PT PLN Cabang Banjarmasin karena letaknya berseberangan kota Banjarmasin tepatnya di Kecamatan Tamban dan Alalak. Daya tersambung dan KWH terjual juga terbesar berada pada kelompok tarif rumah tangga kemudian diikututi kelompok tarif kantor dan PJU yakni masingmasing besarnya 34.788.304 kwh dan 4.463.464 kwh. Tabel 2.39 Pelanggan Listrik Di PT PLN Ranting Marabahan 2007
No 1 2 3 4 5 6 Kelompok Tarif Sosial Rumah Tangga Usaha Industri Kantor dan PJU PS dan TS Jumlah Tahun 2006 Tahun 2005 Daya Pelanggan VA Tersambung KWH Terjual 10,467,650 14,365 10,467,650 885,603 295,541,400 493,664 295,541,400 34,788,304 20,143,100 6,081 20,143,100 3,203,546 708,000 92 708,000 92,668 18,591,370 2,862 18,591,370 4,463,464 140,560 345,451,520 517,064 345,451,520 43,574,145 324,441,870 535,443 324444870 41,141,668 43,175 265,982 3192292 43,175

Sumber : PT PLN Cabang Marabahan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -127

(Persero) CABANG I MALANG

PS dan TS Indust r i 0% Usaha 6% Kant or dan PJU 5% 0% Sosial 3%

Rumah Tangga 86%

Gambar 2.23 Distribusi Pemakai Daya Listrik di Kabupaten Barito Kuala

2.6.7.2

Pusat Beban Kalimantan Selatan

Pusat beban Kapuas, Barito dipasok dari sistem interkoneksi 150 kV dan 70 kV Sistem Kalimantan Selatan. Kapasitas terpasang saat ini sebesar 117 MW yang terdiri atas PLTA 30 MW, PLTG 21 MW dan PLTD 66 MW. Untuk mengurangi peranan PLTD dan meningkatkan keandalan sistem, sedang dibangun jaringan transmisi 150 kV sampai ke sistem Banua Lima yang akan beroperasi akhir 1996 dan pengembangan transmisi ke Palangka Raya yang akan beroperasi tahun 1998. Kebutuhan tenaga listrik di sistem Kalsel diproyeksikan akan tumbuh 13%/tahun sehingga beban puncak saat ini 107,7 MW, diperkirakan akan meningkat menjadi 169,9 MW pada tahun 1998. Jumlah desa berlistrik saat ini di kawasan andalan DAS KAKAB adalah 166 desa dari total 484 desa dan direncanakan tambahan desa berlistrik selama Repelita VI sebanyak 91 desa.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -128

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.8 Sektor Air Bersih Sehubungan dengan kebijakan Departemen Permukiman dan prasarana Wilayah dalam pengembangan Sumber Daya Air secara menyeluruh dan terpadu dikenal sebagai One river, One Plan and One Management maka salah satu permasalahan yang berkembang di kawasan Barito adalah masalah penyediaan air baku. Berikut angka statistik yang berkaitan dengan penyediaan air bersih di WS Barito-Kapuas: Tabel 2.40 Distribusi Air Minum Menurut Kecamatan di Kabupaten Barito Selatan
No 1 2 3 4 5 6 Kecamatan Jenamas Dusun Hilir Karau Kuala Dusun Selatan Dusun Utara G.B. Awai Jumlah 2004 2003 Pelanggan 299 297 962 5,532 546 142 7,778 7,219 9,342 Air Disalurkan (M3) 42,751 38,512 95,516 1,103,346 50,356 11,171 1,341,652 1,231,854 1,490,312 Nilai (Rp) 78,846,600 71,425,200 200,049,200 2,653,478,450 103,955,600 25,008,800 3,132,763,850 2,477,042,250 2,244,260,400

Sumber : Barito Selatan dalam angka, 2005

Tabel 2.41 Jumlah Air Minum Yang Disalurkan Menurut Jenis Konsumen di PDAM Kabupaten Barito Utara
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Konsumen Rumah Tangga Hotel/Obyek Wisata Badan Sosial dan Rumah Sakit Pertokoan/Industri Umum Instansi Pemerintah Lainnya Susut Jumlah Pelanggan (buah) 478 1,109 89 110 934 103 152 2,975 Air Disalurkan 3 (m ) 84,978 191,264 11,906 15,592 169,842 16,859 17,091 507,532 Nilai (Rp) 151,388,750 470,885,650 30,057,200 32,010,800 365,275,050 33,656,650 27,365,500 1,110,639,600

Sumber : Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Barito Utara

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -129

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.42 Distribusi Air Minum Menurut Kecamatan di Kabupaten Barito Timur
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kecamatan Benua Lima Dusun Timur Awang Patangkep Tutui Dusun Tengah Pematang Karau Paju Epat Raren Batuah Paku Jumlah 2006 2005 Pelanggan 478 1,109 89 110 934 103 152 46 3,021 2,655 2,594 Air Disalurkan 84,978 191,264 11,906 15,592 169,842 16,859 17,091 3,273 510,805 433,622 413,018 Nilai (Rp) 151,388,750 470,885,650 30,057,200 32,010,800 365,275,050 33,656,650 27,365,500 8,127,500 1,118,767,100 1,067,659,900 572,688,050

Sumber : Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Barito Timur

Tabel 2.43 Pemakaian Air Bersih Kabupaten Murung Raya


Produksi (m3) 274,416 Jumlah Pelanggan 1453 Jumlah KK 20504 Prosentase Pemakaian 7.09

Sumber: Situs Resmi Kabupaten Murung Raya (2008)

Tabel 2.44 Jumlah Pelanggan dan Banyaknya Air Bersih Yang Disalurkan di PDAM Kabupaten Kapuas
No 1 2 3 4 Tahun 2004 2005 2006 2007 Jumlah Pelanggan 13,045 13,626 10,953 11,255 Volume (m3) 3,131,054 2,294,742 2,770,116 2,722,209

Sumber : PDAM Cabang Kapuas

Tabel 2.45 Rekapitulasi Unit PDAM Barito Kuala 2007


No 1 2 3 4 5 6 7 Unit Marabahan Bakumpai Cerbon Rantau Badauh Alalak Anjir Pasar Tamban Jumlah Produksi (m3) 1,956,859 44,529 42,937 105,578 897,152 123,264 1,690 3,172,009 Distribusi (m3) 927,946 35,619 37,799 100,616 772,902 82,834 1,558 1,959,274 Terjual (m3) 764,220 29,349 32,615 92,782 710,943 47,795 1,321 1,679,025 Kebocoran (m3) 163,726 6,270 5,184 7,834 61,959 35,039 237 280,249 Prosentase Sambungan Kebocoran Rumah 17.64 2,519 17.60 219 13.71 197 7.79 355 8.02 3,530 42.30 413 15.21 27 14.30 7,260

Sumber : PDAM Barito Kuala 2007

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -130

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.9 Sektor Kesehatan 2.6.9.1 Kabupaten Barito Selatan Jumlah tenaga medis yang ada di Kabupaten Barito Selatan adalah 701 0rang yang terdiri dari dokter umum 26 orang, dokter gigi 8 orang dan bidan 159 orang. Komposisi tenaga medis di Kabupatten Barito Seltan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.46 Jumlah Tenaga Medis di Kabupaten Barito Selatan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kecamatan Jenamas Dusun Hilir Karau Kuala Dusun Selatan Dusun Utara Gunung Bintang Awai Dusun Tengah Pematang Karau Awang Petangkep Tutui Dusun Timur Benua Lima Jumlah Dokter Umum Dokter Gigi Bidan Perawat Apoteker 1 1 2 9 1 2 2 1 1 1 4 1 26 1 1 0 2 0 0 1 0 0 0 2 1 8 5 10 10 26 17 17 21 11 8 9 18 7 159 10 13 13 86 10 19 24 10 5 6 31 5 232 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 1 0 8 SPKU Tenaga Jumlah Pembantu Teknis 0 5 22 3 7 35 5 9 39 44 82 256 4 2 34 8 14 4 4 1 20 5 112 7 7 2 2 2 24 7 156 53 69 28 20 19 100 26 701

Sumber : BPS Kabupaten Barito Selatan tahun 2006

2.6.9.2 Kabupaten Barito Utara Jumlah rumah sakit umum pada Kabupaten Barito Utara masih 1 unit yang berada di Kecamatan Teweh Tengah. Sedangkan Puskesmas yang ada berjumlah 11 buah dimana terbanyak berada di Kecamatan Teweh Tengah berjumlah 4 unit. Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Barito Utara pada masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.47 Sarana Kesehatan Masyarakat Kabupaten Barito Utara
No. 1 2 3 4 5 6 Kecamatan Montallat Gunung Timang Gunung Purei Teweh Timur Teweh Tengah Lahei JUMLAH Rumah Sakit Umum 0 0 0 0 1 0 1 Puskesmas 1 2 1 1 4 2 11 Puskesmas Pembantu 7 8 3 9 27 15 69 Rumah Bersalin 0 0 0 0 2 0 2

Sumber : Barito Utara Dalam Angka 2006

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -131

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.48 Jumlah Tenaga Medis Kabupaten Barito Utara


No. 1 2 3 4 5 6 Kecamatan Montallat Gunung Timang Gunung Purei Teweh Timur Teweh Tengah Lahei JUMLAH Dokter Umum Dokter Gigi Bidan Perawat 0 2 2 2 4 2 12 0 0 0 0 1 0 1 5 11 5 11 37 14 83 6 11 6 11 25 18 77 Apoteker/Ass. Apoteker 1 0 0 0 3 1 5 SPKU Pembantu Perawat 1 2 0 0 4 0 7 Tenaga Teknis 7 16 5 9 36 14 87

Sumber : Barito Utara Dalam Angka 2006

2.6.9.3 Kabupaten Barito Timur Dibidang kesehatan, pembangunan prasarana kesehatan terus ditingkatkan terutama untuk puskesmas-puskesmas pembantu. Hal ini terlihat dari jumlah puskesmas pembantu yang ada. Dimana pada tahun 2006 berjumlah 42 unit, pada tahun 2007 bertambah menjadi 50 unit. Tabel 2.49 Sarana Kesehatan Masyarakat Kabupaten Barito Timur Tahun 2007
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kecamatan Benua Lima Dusun Timur Awang Patangkep Tutui Dusun Tengah Pematang Karau Paju Epat Raren Batuah Paku Jumlah 2006 2007 Rumah Sakit 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 Puskesmas 1 2 1 1 2 1 1 0 0 9 8 8 Puskesmas Pembantu 4 6 4 4 9 7 5 4 7 50 42 42

Sumber : Barito Timur Dalam Angka 2007

Jumlah tenaga medis yang bekerja terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 terdapat 417 orang yang bekerja di bidang kesehatan. Sedangkan pada tahun 2006 terdapat 452 orang yang bekerja dibidang kesehatan. Pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 458 orang yang bekerja di bidang kesehatan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -132

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.50 Jumlah Tenaga Medis Kabupaten Barito Timur


No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kecamatan Benua Lima Dusun Timur Awang Patangkep Tutui Dusun Tengah Pematang Karau Paju Epat Raren Batuah Paku Jumlah 2006 2005 Dokter 2 11 1 1 4 1 0 0 0 20 22 20 Perawat 9 86 11 13 25 17 7 5 4 177 171 129 Bidan 8 35 3 7 9 10 3 4 5 84 94 90 Lainnya 11 111 7 6 30 12 0 0 0 177 165 178 Jumlah 30 243 22 27 68 40 10 9 9 458 452 417

Sumber : Barito Timur Dalam Angka 2007

2.6.9.4 Kabupaten Murung Raya Pada tahun 2003, jumlah dokter umum yang bertugas di Kabupaten Murung Raya sebanyak 7 orang, yang tersebar di masing-masing kecamatan di kabupaten Murung Raya. Jumlah Puskesmas sebanyak 8 buah dan Puskesmas Pembantu sebanyak 40 buah. Tabel 2.51 Banyaknya Tenaga Kerja Kesehatan Menurut Kecamatan
No 1 2 3 4 5 Kecamatan Permata Intan Murung Laung Tuhup Tanah Siang Sumber barito Jumlah Dokter Umum 1 2 2 1 1 7 Dokter Gigi 1 1 45 Bidan 2 11 14 11 7 Pengatur Rawat 8 11 12 13 7 51 Apoteker SPKU Pemb. Ass. Apt Perawat 2 4 1 3 2 8 Tenaga Teknis 0

Sumber : Murung Raya Dalam Angka 2003

Tabel 2.52 Jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu Menurut Kecamatan


No 1 2 3 4 5 Dokter Umum Permata Intan Murung Laung Tuhup Tanah Siang Sumber barito Jumlah Puskesmas 1 2 2 2 1 8 Puskesmas Pembantu 5 8 13 6 8 40 Jumlah 6 10 15 8 9 48

Sumber : Murung Raya Dalam Angka 2003

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -133

(Persero) CABANG I MALANG

2.6.9.5 Kabupaten Kapuas Jumlah puskesmas di Kabupaten Kapuas berjumlah 23 buah terbanyak di Kecamatan Selat sebanyak 6 buah dan disusul Kecamatan Kapuas Murung sebanyak 4 buah. Sarana kesahatan di Kabupaten Kapuas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.53 Sarana Kesehatan Masyarakat Kabupaten Kapuas Tahun 2006
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kecamatan Kapuas Kuala Kapuas Timur Selat Basarang Kapuas Hilir Pulau Petak Kapuas Murung Kapuas Barat Mantangai Timpah Kapuas Tengah Kapuas Hulu Jumlah Puskemas 2 1 6 1 1 1 4 1 3 1 1 1 23 Dokter Umum 1 1 7 1 1 1 2 1 1 0 1 0 17 Dokter Gigi 0 0 3 0 1 1 0 0 0 0 0 0 5 Paramedis lainnya 15 6 71 10 12 5 40 12 32 7 14 6 230 Rata-rata Kunjungan 12.677 3.454 56.404 9.924 4.95 6.663 28.446 4.787 6.989 3.132 4.531 3.854 145.811

Sumber : Kapuas dalam Angka tahun 2006

2.6.9.6 Kabupaten Barito kuala Fasilitas kesehatan yang terdapat di WS Barito-Kapuas Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas Posyandu sebanyak 344 unit, BKIA sebanyak 5 unit, Puskesmas 76 unit, RSU sebanyak 1 unit dan Klinik KB sejumlah 28 unit

Tabel 2.54 Sarana Kesehatan di WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Selatan


No 1 Kabupaten/Kota Baritokuala Sarana Kesehatan (unit) BKIA Puskesmas RSU 5 1 76

Posyandu 344

Klinik KB 28

Sumber : BP DAS Barito Laporan indentifikasi karakteristik DAS Barito (Prop. Kalsel), September 2006

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -134

(Persero) CABANG I MALANG

2.7

PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH STUDI Sesuai dengan kelaziman yang berlaku, untuk mengukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi pada suatu daerah, digunakan indicator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perhitungan PDRB terbagi atas PDRB harga berlaku dan PDRB harga konstan. PDRB harga berlaku digunakan untuk menghitung struktur perekonomian, sedangkan PDRB harga konstan digunakan untuk menghitung pertumbuhan perekonomian.

2.7.1 Provinsi Kalimantan Selatan 2.7.1.1 Kabupaten Barito Kuala Perekonomian Kabupaten Barito Kuala pada tahun 2006 mengalami

pertumbuhan sebesar 6.22% (tanpa industri besar) dan -9.65% (dengan industri besar), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2005 yang mencapai 5,67% (tanpa industri besar) dan -2.92% (dengan industri besar). Dari sisi penawaran, melambatnya pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan terutama di dorong oleh melambatnya pertumbuhan sektor industri besar. Tabel 2.55 PDRB Barito Kuala 2004 - 2007
PDRB atas dasar Harga Berlaku (Rp) PDRB Dengan Industri Besar 2004 2,591,298.00 2005 2,687,633.00 2006 2,585,755.00 2007 2,770,255.00 Rata-rata Pertumbuhan PDRB Tanpa Industri Besar 2004 1,340,441.00 2005 1,516,183.00 2006 1,768,930.00 2007 2,086,857.00 Rata-rata Pertumbuhan
Sumber : Kabupaten Barito Kuala Dalam Angka 2008

Tahun

Pertumbuhan (%)

PDRB atas dasar Harga Konstan (Rp)

Pertumbuhan (%)

1,974,980.00 3.72 1,917,231.00 (3.79) 1,732,197.00 7.14 1,738,234.00 2.35 Rata-rata Pertumbuhan

(2.92) (9.65) 0.35 (4.08)

13.11 16.67 17.97 15.92

1,020,228.00 1,078,100.00 1,145,211.00 1,206,473.00 Rata-rata Pertumbuhan

5.67 6.22 5.35 5.75

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -135

(Persero) CABANG I MALANG

2.7.2 Provinsi Kalimantan Tengah 2.7.2.1 Kabupaten Barito Selatan Angka PDRB dapat menunjukkan sebearapa besar kegiatan perekonomian yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu (satu tahun) di Kabupaten Barito Selatan dan pertumbuhan dari kegiatan perekonomian Kabupaten Barito Selatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Barito Selatan dari berbagai kegiatan ekonomi yang terjadi di wilayah kabupaten pada tahun 2005 adalah sebesar 5.06% atau naik sebesar hampir 1.27% dari tahun 2004 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 3.79%. Tabel 2.56 PDRB Kabupaten Barito Selatan tahun 2003-2005 (dalam jutaan rupiah)
Tahun Atas Dasar Harga Pertumbuhan (%) Berlaku Konstan 2000 2003 870,000.00 675,800.00 2004 1,021,800.00 701,400.00 3.79 2005 1,232,000.00 736,900.00 5.06

Sumber : BPS Kabupaten Barito Selatan tahun 2005

Kontribusi sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan terbesar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Barito Selatan tahun 2005 sebesar 41.2%, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14.33%, jasa-jasa 13.01%, pengangkutan dan komunikasi 12,72%, bangunan/konstruksi sebesar 8.43%. Tabel 2.57 Peranan PDRB menurut sembilan sektor ekonomi atas dasar harga berlaku (dalam jutaan)
Lapangan Usaha 2004 % 41.65 0.43 5.95 0.40 8.07 14.30 12.79 3.26 13.16 100.00 2005 Nilai 303,600.00 3,300.00 44,700.00 2,900.00 62,100.00 105,600.00 93,700.00 25,100.00 95,900.00 736,900.00 % 41.20 0.45 6.07 0.39 8.43 14.33 12.72 3.41 13.01 100.00

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pertumbuhan (%) 3.94 10.00 7.19 3.57 9.72 5.28 4.46 9.61 3.90 5.06

Nilai Pertanian 292,100.00 3,000.00 Pertambangan dan Penggalian 41,700.00 Industri Pengolahan 2,800.00 Listrik, Gas dan Air Bersih 56,600.00 Bangunan/Konstruksi 100,300.00 Perdagangan, Hotel & Restoran 89,700.00 Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusa 22,900.00 92,300.00 Jasa-jasa 701,400.00 TOTAL

Sumber : BPS Kabupaten Barito Selatan tahun 2005

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -136

(Persero) CABANG I MALANG

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 3% Pengangkutan dan Komunikasi 13%

Jasa-jasa 13% Pertanian 43%

Perdagangan, Hotel Pertambangan dan & Restoran Penggalian 14% Bangunan/Konstruks 0% Industri Pengolahan i 6% Listrik, Gas dan Air 8% Bersih 0%

Gambar 2.24. Distribusi PDRB Kabupaten Barito Selatan pada sembilan sektor ekonomi atas dasar harga berlaku 2000 2.7.2.2 Kabupaten Barito Timur Untuk wilayah Kabupaten Barito Timur, Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 sebesar 1.023,8 milyar rupiah atau meningkat 15,09 % dari tahun sebelumnya. PDRB atas dasar harga konstan 2000 terjadi kenaikan 5,73 % dibanding tahun sebelumya atau sebesar 886,4 milyar rupiah. Tahun 2007 PDRB atas dasar harga berlaku, sektor pertanian memberi sumbangan/peranan terbesar dalam pembentukan PDRB yaitu 53,01 %, disusul sektor jasa 12,31 %, sektor perdagangan, restoran dan hotel 12,19 persen dan sektor konstruksi 7,48 %. Tabel berikut menunjukkan PDRB dari berbagai sektor dan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Barito Timur. Tabel 2.58 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2005 - 2007
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-jasa PDRB 2005 385.1 4.4 35.8 2.2 57.7 96.8 39.4 25.6 99.3 746.3 2006 461.0 5.7 39.5 2.8 70.3 111.4 53.9 30.6 111.1 886.3 2007 542.9 7.3 43.8 3.3 76.5 124.7 63.1 36.3 125.9 1023.8

Sumber : Barito Timur Dalam Angka 2007

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -137

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.59 Laju Pertumbuhan PDRB Barito Timur dan PDRB Provinsi Kalimantan Tengah
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 PDRB Barito Timur Primer 4.22 5.15 9.10 10.17 11.59 12.41 17.77 Sekunder 3.09 3.24 3.91 3.37 3.86 4.24 9.07 Tersier 2.29 3.86 5.42 7.28 8.65 9.06 26.34 PDRB 0.29 0.84 2.86 3.81 4.87 5.46 5.73 PDRB Kalteng 2.95 5.30 4.91 5.06 5.90 5.84 6.06

Sumber : Barito Timur Dalam Angka 2007

2.7.2.3 Kabupaten Barito Utara PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 sebesar 1.281 milyar rupiah atau meningkat sebesar 10,33 % dari tahun 2005 yang besarnya mencapai 1.161 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000, terjadi kenaikan sebasar 3,18 % dari tahun sebelumnya atau hanya 824 milyar rupiah. Tahun 2006, sektor pertanian memberi sumbangan yang terbesar dalam pembentukan PDRB yaitu sebesar 34,44 %. Kemudian disusul secara berturutturut oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa, sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor pengangkutan dan komunikasi yang besarnya masing-masing sebesar 17,47 %, 16,88 %, 8,21 % dan 8,13 % PDRB Barito Utara berdasarkan harga berlaku menurut lapangan usaha dan pertumbuhan PDRB Barito Utara dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.60 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Tahun 2004 - 2006
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-jasa PDRB 2004 395,336.86 78,230.12 59,965.73 4,567.20 57,083.65 195,860.76 75,275.93 32,961.75 148,884.26 1,048,166.26 2005 413,695.60 83,495.62 61,412.11 5,161.25 63,538.51 217,282.89 87,594.86 39,712.08 189,604.27 1,161,497.19 2006 441,126.62 105,108.71 68,370.10 5,721.83 70,610.35 223,752.70 104,151.00 45,962.58 216,201.02 1,281,004.91

Sumber : Barito Utara Dalam Angka 2006

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -138

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.61 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Barito Utara (%)


Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 PDRB Barito Timur Primer 43.54 -19.94 3.05 1.40 0.94 3.86 Sekunder 6.19 10.86 2.57 0.23 3.17 3.29 Tersier 4.91 4.41 8.24 4.66 9.05 4.47 PDRB 4.90 -2.90 3.82 1.93 3.90 3.18

Ket : * Data tidak tersedia Sumber : Barito Utara Dalam Angka 2006

2.7.2.4 Kabupaten Murung Raya Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Murung Raya ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan dan harga berlaku. Keadaan PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi selama tahun 20002003 di Kabupaten Murung Raya menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Murung Raya atas dasar harga konstan sejak tahun 2001 hingga tahun 2003 cenderung negatif. Pertumbuhan tahun 2001 sebesar -0,05%, selanjutnya pada tahun 2002 dan 2003 masing-masing -16,58% dan -0,46%. Kemudian pertumbuhan atas dasar harga berlaku pada tahun 2001 mencapai 13,78%, pada tahun 2002 terjadi pertumbuhan negatif (-12,04%), dan pada tahun 2003 pertumbuhan mencapai 4,49%. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Murung Raya baik atas dasar harga berlaku (4,49%) maupun atas dasar harga konstan (-0,46%) lebih rendah jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi di tingkat Provinsi. Laju pertumbuhan ekonomi di tingkat Provinsi atas dasar harga berlaku mencapai 14,61% atas dasar harga konstan 4,86%). Dilihat dari besarnya kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB kabupaten, maka perekonomian Kabupaten Murung Raya didominasi oleh tiga sektor yaitu: sektor Pertanian, sektor Pertambangan dan Penggalian, serta sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Pada tahun 2003 ketiga sektor tersebut mampu memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Murung Raya masing-masing 41,21%; 21,04% dan 20,21%. Sedangkan kontribusi sektor-sektor lainnya hanya berkisar antara 0,25% hingga 5,66%. Pendapatan regional perkapita sering digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Apabila laju pertumbuhan ekonomi secara

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -139

(Persero) CABANG I MALANG

riil lebih besar dari pertumbuhan penduduk, maka akan terjadi peningkatan pendapatan regional perkapita masyarakat. Sebaliknya jika laju pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk, maka pendapatan perkapita masyarakat akan mengalami penurunan. Pendapatan regional perkapita masyarakat Kabupaten Murung Raya pada tahun 2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 mencapai Rp 2.741.096, - dan atas dasar harga berlaku mencapai Rp 9.633.695, -. 2.7.2.5 Kabupaten Kapuas Dilihat dari besarnya kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB kabupaten, maka perekonomian Kabupaten Kapuas didominasi oleh tiga sektor yaitu: sektor Pertanian(48%), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (18%) serta sektor Jasa-jasa (10%). Sedangkan kontribusi sektor-sektor lainnya hanya berkisar antara 0,3% hingga 5,00%.

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4% Pengangkutan dan Telekomunikasi 4% Perdagangan, Hotel dan Restauran 18% Bangunan / Konstruksi 10%

Jasa-Jasa 10%

Pertanian 48%

Pertambangan 0% Industri Pengolahan 6%

Listrik, Gas dan Air Bersih 0%

Gambar 2.25. Distribusi PDRB Kabupaten Kapuas pada sembilan sektor ekonomi atas dasar harga berlaku 2007

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -140

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.62 PDRB Kabupaten Kapuas Berdasarkan Harga Berlaku


No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan / Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restauran Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB Lapangan Usaha 2004 1,085,360.81 9,228.03 152,731.41 8,033.73 151,318.95 290,845.93 99,521.98 87,263.12 224,530.49 2,108,834.45 2005 1,228,346.65 10,371.73 170,508.73 8,811.25 184,423.83 376,814.12 107,583.81 98,611.00 256,650.12 2,442,121.24 2006 1,406,400.29 11,351.14 195,055.74 10,078.02 247,920.97 473,021.43 118,936.85 119,402.92 297,486.37 2,879,653.73 2007 1,581,546.76 12,332.88 217,998.81 11,680.96 345,134.73 587,572.03 133,263.48 146,364.80 350,513.87 3,386,408.32

2.8

HIDROLOGI WS Barito-Kapuas yang terdiri dari DAS Barito dan DAS Kapuas yang melintasi 2 (dua) Provinsi di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, dimana berada pada daerah tropis, dengan kondisi iklim terdiri dari musim hujan dan musim kemarau yang dipengaruhi angin muson tenggara. Selama musim hujan pada bulan November April, angin berhembus membawa uap air, sementara itu selama musim kemarau dari bulan Mei Oktober, berhembus angin kering yang membawa musim kemarau. Deskripsi kondisi faktor-faktor hidrologis disampaikan dalam pembahasan berikut ini.

2.8.1 Iklim Kondisi iklim berdasarkan data dari Penelitian Lahan Rawa 2002, didapatkan kisaran seperti pada table berikut ini. Tabel 2.63 Kisaran Unsur Cuaca
No 1 2 3 4 5 UNSUR CUACA Suhu udara Kelembaban Nisbi Penyinaran matahari Kecepatan Angin Evapotranspirasi Potensial Tanaman UNIT C % Jam/hr knoot Mm/hr
o

KALIMANTAN TENGAH 25.4 27.0 80.2 87.6 3.2 5.4 1.7 5.4 2.9 3.7

KALIMANTAN SELATAN 23.1 27.9 70.7 97.0 2.6 6.0 1.8 6.0 2.9 4.3

Sumber : Penelitian Lahan Rawa Kalimantan, 2002

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -141

(Persero) CABANG I MALANG

Kondisi klimatologi yang merupakan hasil penelitian pada daerah kerja A PLG Kalteng, merupakan data rata-rata stasiun di Banjarmasin dan Palangkaraya adalah sebagai berikut : Tabel 2.64 Rekapitulasi Data Klimatologi Bulanan (Lokasi PLG Kalteng)
No 1 2 3 4 5 UNSUR Suhu udara Kelembaban Nisbi Kecepatan Angin Penyinaran matahari Evapotranspirasi UNIT C % knt Jam/hr Mm/hr
o

Jan Feb Mar 26.5 26.3 26.7 83.7 85 84.1 4.75 5.21 5.17 36.1 35.1 46.2 4.3 4.3 4.7

Apr 27.1 83.6 4.75 55.6 4.5

Mei Jun 27.2 26.6 82.5 82.8 3.75 4.75 51.3 53.8 4.4 4.3

Jul Ags Sep 26.6 26.3 26.8 80.6 79 77.9 4.5 4.33 4.66 50.2 63.5 59.8 4.4 5 5.3

Okt Nop Dec 27 26.8 26.3 79 82.8 84.9 4.25 3.75 5.33 55.8 47 35.8 5.2 4.5 4.2

Sumber : Manual OP Proyek PLG, 2002

Catatan :

1) 2)

Data dari Stasiun Banjarmasin dan Stasiun Palangkaraya Evapotranspirasi dihitung dengan metoda Penman
27.40
84.1 83.6 84.9 82.5 27.2 27.1 82.8 80.6 79.0 77.9 79.0 27.0 82.8

85.0 80.0 75.0 70.0 Kelembaban Relatif % Penyinaran Matahari 65.0


26.7 26.8 26.8 83.7 85.0

27.20

27.00 Temperatur

26.80

60.0
26.5

26.6

26.6

26.60

55.0 50.0 45.0 40.0


36.1 35.1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 46.2 26.3 63.5 59.8 55.6 51 .3 53.8 50.2 47.0 35.8 55.8 26.3 26.3

26.40

26.20

26.00

35.0
1 1 2

25.80

Penyinaran matahari Kelembaban Nisbi Suhu udara

Month

Gambar 2.26. Rekapitulasi Data Klimatologi Bulanan Daerah Kerja A PLG Pengamatan meteorologi pada stasiun Banjarmasin dan Awang Bangkal rekapitulasi grafiknya pada gambar berikut ini.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -142

(Persero) CABANG I MALANG

Monthly Mean Relatively Humidity, Sunshine, and Temperature in Barito River Basin
90.0 85.0 80.0 75.0 70.0 Kelembaban Relatif % Penyinaran Matahari 65.0 60.0 55.0 50.0 45.0
26.3 26.3 51 .0 43.0 31 .0 2 3 4 5 44.0 37.0 25.0 26.0 6 30.0 45.0 45.0 39.0 26.4 56.0 26.7 26.6 26.7 26.6 75.0 26.9 27.3 27.3 86.0 86.0 85.0

27.40
83.0 83.0 81 .3 79.0 78.0 27.1 80.0 84.0 83.0

27.20

27.1

27.00 Temperatur

26.80

26.60

26.40

40.0 35.0 30.0 25.0


1 7 8

26.20

26.00

25.80
9 1 0 1 1 1 2

Penyinaran matahari Kelembaban Nisbi Suhu udara

Month

Gambar 2.27. Rekapitulasi Data Klimatologi Bulanan Kalimantan Selatan ( 2 ) Variasi suhu udara pada kondisi rata-rata maksimum adalah sebesar 32oC dan 22oC pada kondisi rata-rata minimum, sedangkan reratanya adalah 27.3oC. variasi suhu relatif kecil, sekitar 3oC per bulan. Kelembaban relative adalah 82% pada stasiun Kota Banjarmasin. Pada saat musim hujan, kelembaban relatif bulanan adalah yang tertinggi, sedangkan terendah pada saat musim kemarau, sampai minimum kurang dari 49%. 2.8.2 Curah Hujan Seperti yang terjadi pada belahan wilayah kepulauan Indonesia lainnya, disimpulkan bahwa curah hujan cenderung lebih tinggi di pegunungan, yaitu pada pegunungan utara. Sementara curah hujan di selatan DAS (hilir sungai) cenderung lebih rendah dibandingkan pada daerah hulu. Tinggi curah hujan rata-rata di pegunungan utara adalah sekitar 3,500 mm/tahun, dan di daerah datar selatan sekitar 2,500 mm/tahun. Sementara itu, tinggi curah hujan rata-rata pada daerah pegunungan timur dalam DAS Barito adalah 3,000 mm/tahun. Tabel data hujan dapat dilihat pada tabel di

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -143

(Persero) CABANG I MALANG

bawah. Nampak bahwa tinggi hujan pada musim hujan adalah sekitar 60% 70% dari curah hujan tahunan. Tabel 2.65 Rekapitulasi Curah Hujan Tahunan pada Zona Dataran dan Pegunungan di DAS Barito
Region Peg Peg Plain Jan 331 373 324 Feb 326 370 319 Mar 403 346 293 Apr 374 273 228 Mei 339 229 197 Jun 199 155 125 Jul 180 141 114 Ags 226 124 92 Sep 178 122 94 Okt 246 169 132 Nop 330 274 235 Dec Annual 384 3,516 355 2,930 316 2,469 Mei-Okt 1,368 940 754 %DRY 39% 32% 30% %WET 61% 68% 70%

Curah Hujan Rerata Bulanan DAS Barito


450 403 400 350 331 300 374 326 339 330

Ms Kemarau

384

CH Bulanan

250 199 200 150 100 50 324 0 319 293 228 197 125 114 373 370 180 346 273 229 155 141

246 226 178 355 274 169 124 92 122 94 132 235 316

Peg Utara Peg Timur Plain area

Jan Peg Utara Peg Timur Plain area 331 373 324

Feb 326 370 319

Mar 403 346 293

Apr 374 273 228

Mei 339 229 197

Jun 199 155 125 Bulan

Jul 180 141 114

Ags 226 124 92

Sep 178 122 94

Okt 246 169 132

Nop 330 274 235

Dec 384 355 316

Gambar 2.28. Rekapitulasi Curah Hujan Tahunan Kawasan Dataran dan Pegunungan di DAS Barito Variasi kondisi curah hujan cenderung tinggi pada daerah pedalaman dan pegunungan, dan makin rendah pada daerah dataran rendah di sekitar lembah sungai. Beberapa data berikut menggambarkan curah hujan di DAS Barito, DAS Kapuas dan daerah antara kedua DAS tersebut. Wilayah diantara kedua DAS tersebut diambil pada wilayah A eks PLG Kalteng, yang mengambil data-data curah hujan 10 tahun terakhir dari Stasiun Mandomai dan Stasiun Mentangai (1984 1994, 11 tahun).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -144

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.66 Curah Hujan Rerata Bulanan Daerah Kerja A PLG Kalteng
Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 MAX MEAN MIN Jan 172.1 265.7 174.2 372.7 321.8 333.4 319.6 291.1 216.4 231.2 232.8 372.7 266.4 172.1 Feb 237.4 134.4 310.1 314.3 204.4 422.9 269.8 88.2 179.7 101.1 265 422.9 229.7 88.2 Mar 148.5 176.1 365.6 274.3 344.5 185.9 350.7 216.4 151.7 181.8 119.1 365.6 228.6 119.1 Apr 165.7 176.5 252.4 240.2 108.1 114 155.8 272.9 278.2 130.2 167.3 278.2 187.4 108.1 Mei 232.9 162.5 155.6 207.1 238 119.5 126.2 237.6 162.5 110.9 40.6 238 153.9 40.9 Jun 29.7 86.8 160.2 69.1 96.8 53.2 48.8 29.6 73.1 151.5 98.1 160.2 81.5 29.6 Jul 301.1 117 126.2 57.8 25.3 114.3 64.7 6.8 48.3 36.9 18.9 301.1 83.4 6.8 Ags 62.2 82.7 44 10.9 104.4 67.8 29.3 24.1 33.2 18.6 12.8 104.4 44.5 10.9 Sep 86.1 50.5 66.9 35.9 44.7 75 71.5 36.4 128 36.8 21.2 128 59.3 21.2 Okt Nop Dec 33.6 240.5 78.1 254.9 143.3 301.8 38.8 116.6 91.7 199.5 105.8 57 98.1 126.8 47 174.1 134 305.5 94..2 220 50.4 180.7 143.3 305.5 83.2 197.9 33.6 57 243.8 229.6 346.5 506.5 234.4 269 295.9 335.2 180.3 149.1 296.2 506.5 280.6 1,896 149.1 Annual RF 1,953 1,815 2,446 2,244 2,014 1,917 1,957 1,659 1,891 1,462 1,503

Sumber : Manual OP Proyek PLG, 2002

Monthly Basin Mean Rainfall in Zone "A" PLG Kalteng


300.0
280.6 266.4

250.0

Monthly Basin Mean Rainfall (mm)

229.7

228.6

200.0

1 97.9 1 87.4

1 53.9

150.0

100.0

81 .5

83.4 59.3

83.2

50.0

44.5

0.0
Jan Feb M ar A pr M ei Jun Jul A gs Sep Okt No p Dec

Gambar 2.29. Curah Hujan Rerata Bulanan Daerah Kerja A PLG Kalteng Tabel 2.67 Curah Hujan Rerata Bulanan DAS Barito (1976 1994)
Tahun MAX MEAN MIN Jan 589.8 304.5 85.4 Feb 415.8 250.8 58.5 Mar 580.1 295.5 37.6 Apr 528 312.2 165.4 Mei 468.6 245.2 21.3 Jun 266.2 154.7 42.4 Jul 347 118 6.4 Ags 171 77.8 13.2 Sep 710.4 149.8 49 Okt Nop Dec Annual RF

Month

251.9 487.8 138.3 254.9 12 33.1

613.2 381.8 2,683 133

Sumber : Manual OP Proyek PLG, 2002

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -145

(Persero) CABANG I MALANG

Monthly Basin Mean Rainfall in Barito River Basin


450 400
381 .8

Monthly Basin Mean Rainfall (mm)

350
304.5 31 2.2 295.5 254.9

300
250.8

250 200

245.2

1 54.7

1 49.8 1 8.0 1

150 100 50 0
Jan Feb M ar A pr M ei Jun Jul A gs Sep

1 38.3

77.8

Okt

No p

Dec

Month

Gambar 2.30. Curah Hujan Rerata Bulanan DAS Barito (1976 1994)

Tabel 2.68 Curah Hujan Rerata Bulanan DAS Kapuas (1976 1994)
Tahun MAX MEAN MIN Jan 530.3 293.4 35.4 Feb 459.2 280.5 89.7 Mar 548 247.1 Apr 260.9 Mei 237.9 Jun 165.4 Jul 105.2 Ags 84.5 Sep 130.5 Okt 140.9 Nop 254.2 Dec Annual RF

306.2 2,506

Sumber : Manual OP Proyek PLG, 2002

Monthly Basin Mean Rainfall in Kapuas River Basin


450 400

Monthly Basin Mean Rainfall (mm)

350
306.2

300 250 200

293.4 280.5 260.9 247.1 237.9 254.2

1 65.4

150
1 05.2

1 30.5

1 40.9

100 50 0
Jan Feb M ar A pr M ei Jun Jul

84.5

A gs

Sep

Okt

No p

Dec

Month

Gambar 2.31. Curah Hujan Rerata Bulanan DAS Kapuas (1976 1994)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -146

(Persero) CABANG I MALANG

Pada wilayah DAS yang berada di Provinsi Kalimantan Selatan, data iklim yang menggambarkan kondisi iklim di DAS Barito didapatkan dari beberapa stasiun pengamat yang ada (10 stasiun pengamat/penakar hujan) yang sebarannya dianalisa berdsasarkan pembagian wilayah iklim metoda Thiessen. Adapun stasiun pengamat/penakar hujan tersebut adalah stasiun pengamat Gn. Layang-layang Pengaron, Martapura, Binuang, Kandangan, Barabai, Muara Halong, Sei Malang, Mabuun, Jaro dan Marabahan. Berdasarkan data dari stasiun pengamat curah hujan di atas, DAS Barito termasuk tipe iklim B ( Schmidt Fergusson) dengan nilai Q rata-rata sebesar 0.213 jumlah curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 197,61 mm 369,85 mm, dengan jumlah hari hujan tahunan rata-rata sebesar hari per tahun. Berdasarkan data tersebut diperoleh data bahwa curah hujan tertinggi yaitu sebesar 141,885 mm, dan yang terendah adalah sebesar 58,167 mm. Secara umum kondisi iklim di DAS Barito seperti tabel berikut.

Tabel 2.69 Kondisi Iklim DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan


No I. II. III. Sub DAS/ Sub Sub DAS S.DAS Barito Hilir S.DAS Barito Tengah S.DAS Martapura 1 S.S.DAS Alalak 2 S.S.DAS Riam Kanan 3 S.S.DAS Riam Kiwa S.DAS Negara 1 S.S.DAS Tapin 2 S.S.DAS Amandit 3 S.S.DAS Batang Alai 4 S.S.DAS Balangan 5 S.S.DAS Tabalong Kanan 6 S.S.DAS Tabalong Kiwa 7 S.S.DAS Danau Panggang Ds 8 S.S.DAS Bahalayung Rata-rata Curah Hujan Tahunan 2.125 1.926 Rata-rata Curah Hujan Bulanan 179.483 162.208 Rata-rata Hari Hujan Per Bulan 11.509 11.479 Tipe Iklim B,C B

2.323 2.225 2.289

194.039 192.761 195.518

12.548 13.473 13.823

B,C B B

IV.

2.316 2.389 2.409 2.327 2.288 2.302 1.993 2.091

191.627 201.723 204.827 194.426 189.816 190.895 166.982 175.921

12.145 11.3 13.86 10.588 8.958 8.741 10.916 11.064

B,C B A,B A,B A,B A,B B B,C

Sumber : BP DAS Barito Laporan indentifikasi karakteristik DAS Barito (Prop. Kalsel), September 2003

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -147

(Persero) CABANG I MALANG

Annual RF dan Max RF DAS Barito, Kalsel

589 622 2,342 606 2,202

826 2,434 2,356 656

B inuang (Tapin) Kandangan (HSS) B arabai (HST) M uara Halo ng (HSU) M artapura (B anjar)

1,783 2,509 712 2,281

B akumpai (B arito Kuala) Jaro (Tabalo ng) Sungai M alang (HSU) M abu'un (Tabalo ng) Gn Layang-layang (B anjar)

661 1,926 427 641 2,255

2,382 686

Tabel 2.70 Tipe Iklim DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan


Station Binuang (Tapin) Kandangan (HSS) Barabai (HST) Muara Halong (HSU) Martapura (Banjar) Bakumpai (Barito Kuala) Jaro (Tabalong) Sungai Malang (HSU) Mabu'un (Tabalong) Gn Layang-layang (Banjar) Annual RF (mm) 2,434 2,356 2,509 2,382 2,255 1,926 2,281 1,783 2,342 2,202 Max RF (mm) 826.27 656.11 711.82 686.2 641 427 660.66 605.55 621.87 589.44 Tipe B B B A B C A B B B Tahun 1977-2002 1977-2002 1990-2002 1978-2000 1997-1992 1986-1998 1976-2001 1976-1999 1976-2001 1978-2001

Sumber : BP DAS Barito Laporan indentifikasi karakteristik DAS Barito (Prop. Kalsel), September 2003

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -148

(Persero) CABANG I MALANG

114 0 BT
P. KALIMANTAN TENGAH

115 0 BT

S.Murung

0 0 LS

Tumbangolong

0 0 LS

TUMBANG KUNYI Saripoi PURUK CAHU

KETERANGAN

MUARA TEWEH

S.Benangin

1 LS

POS DUGA AIR (AWLR) 1. Muara Teweh 2. Kandui 3. Ampah 4. Hayaping POS KLIMATOLOGI 1. Muara Teweh 2. Tampa POS HUJAN 1. Buntok 2. Tabak Kanilan 3. Ampah

Benangin Ketapang Tumpung Laung Pendang


Tabak Kanilan S.Montallat

10 LS
Lampeong

Kandui

BUNTOK
Bambulung
S.Paku

S.Karau

Ampah Tampa Hayaping Bentot

2 0 LS

Bingkuang Mangkatip

2 0 LS
TAMIANG LAYANG

Jenamas

114 0 BT

115 0 BT

Gambar 2.32. Pos Klimatologi dan Pos Hujan WS Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -149

(Persero) CABANG I MALANG

114 0 BT
P. KALIMANTAN TENGAH

Tumbangbukoi

10 LS
KETERANGAN POS DUGA AIR (AWLR) 1. Pujon POS KLIMATOLOGI 1. Pujon POS HUJAN 1. Mandomai 2. Mantangai

Sei. Hanyu

10 LS

Pujon

Timpah

2 0 LS

2 0 LS

S.Mantangai

Ketimpun Mantangai

Mandomai
A. Kelampan

Palingkau Sei Tatas Barimba


A. Serapat

Basarang

KUALA KAPUAS

3 0 LS

A. Basarang

3 0 LS

Lupak Dalam Pelampai

114 BT

Gambar 2.33. Lokasi Pos Duga Air, Pos Klimatologi dan Pos Hujan WS Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -150

(Persero) CABANG I MALANG

2.8.3 Limpasan Permukaan (Runoff) Limpasan permukaan pada anak-anak sungai DAS Barito sangat bervariasi. Berdasarkan hasil studi terdahulu pada Proyek Bendungan Riam Kanan, debit tahunan anak sungai Riam Kanan diperkirakan dari setengah tinggi curah hujan tahunan, yaitu sekitar 2,880 mm/tahun pada DAS yaitu 48.4 m3/detik pada lokasi bendungan. Luas DAS yang digunakan pada perhitungan Bendungan Riam Kanan adalah sebesar 1,063 km2. Dalam kajian ini, debit yang digunakan sebagai pembanding hasil analisis ketersediaan air pada tiap-tiap anak sungai adalah seperti pada table berikut.

Tabel 2.71 Debit Rata-rata Harian Sungai di Kalimantan Selatan


No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Lokasi (kabupaten) S. Uya Tabalong S. Ayu Tabalong S. Tabalong Kanan Tabalong S. Tabalong Kiri Tabalong S. Tabalong Tabalong S. Hanyar Tabalong S. Ninian Hulu Sungai Utara S. Pitap Hulu Sungai Utara S. Balangan Hulu Sungai Utara S. Negara Hulu Sungai Utara S. Batang Alai Hulu Sungai Tengah S. Barabai Hulu Sungai Tengah S. Amandit Hulu Sungai Selatan S. Tapin Tapin S. Mangkauk Banjar S. Riam Kiwa Banjar S. Riam Kanan Banjar S. Martapura Banjar S. Tabanio Tanah Laut S. Sawarangan Tanah Laut S. Asam-asam Tanah Laut S. Kintap Tanah Laut DAS BARITO - KALSEL Nama Sungai Panjang (km) 15 61 106 119 187 21 19 121 94 93 60 71 159 52 133 92 92 57 29 83 30 Luas CA (km2) 77 303 1,075 1,333 3,604 196 69 273 1,993 10,010 790 474 494 2,325 351 2,622 2,621 2,621 532 306 775 535 33,379 Debit Rata-rata (m3/det) 3 14 48 29 150 54 7 8 55.3 200 17.2 15 27.5 15 7.2 38 22 100 10.1 7.5 8 30

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -151

(Persero) CABANG I MALANG

S. Kintap S. A sam-asam S. Sawarangan S. Tabanio S. M artapura S. Riam Kanan S. Riam Kiwa S. M angkauk S. Tapin S. A mandit S. B arabai S. B atang A lai S. Negara S. B alangan S. P itap S. Ninian S. Hanyar S. Tabalo ng S. Tabalo ng Kiri S. Tabalo ng Kanan S. A yu S. Uya

30.0 8.0 7.5 10.1 100.0 22.0 38.0 7.2 15.0 27.5 15.0 17.2 200.0 55.3 8.0 7.0 54.0 150.0 29.0 48.0 14.0 3.0

De bit Rata-rata Sungai DAS Barito di Kalse l

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

De bit Rata-rata (m3/se c)

Gambar 2.34. Debit Rata-rata Harian Sungai di Kalimantan Selatan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -152

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 2.35. Stasiun Hidrologi dan Sebaran Hujan WS Barito-Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -153

(Persero) CABANG I MALANG

2.9

EROSI DAN SEDIMENTASI Pengelolaan DAS sebagai bagian dari pembangunan wilayah sampai saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Permasalahan tersebut antara lain terjadinya erosi, sedimentasi, banjir, dan kekeringan yang sangat erat kaitannya dengan keadaan sumber daya alam vegetasi/hutan tanah dan air serta unsur manusia yang terdapat dalam ekosistem DAS tersebut. Kendala-kendala tersebut harus dapat diantisipasi dalam rangka pencapaian tujuan akhir dari kegiatan pengelolaan DAS sebagai berikut: 1. Kondisi hidrologis DAS yang optimal, meliputi hasil air yang memadai baik jumlah, kualitas, kontinuitas dan sebaran waktu serta terkendalinya erosi dan kekeringan. 2. Meningkatnya produktivitas lahan 3. Dari segi sosial ekonomi, adalah terciptanya lingkungan hidup yang baik dan nyaman dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah. DAS Barito memiliki titik ketinggian yang tertinggi 1.257 m dari permukaan laut yaitu terdapat di Kab. Tabalong dan terendah adalah 1m dari permukaan laut yang terdapat di Kota Banjarmasin. Perbedaan ketinggian tersebut menghasilkan beda tinggi sebesar 1.256 m dan ini menyebabkan pada daerah yang lebih tinggi akan mempunyai temperatur yang lebih rendah dan relatif banyak terjadi hujan dibandingkan dengan daerah yang lebih rendah. Sedangkan arah DAS Barito secara keseluruhan terdapat pada azimuth 206o 50 287o 55 yaitu memanjang dari mulai muara/bagian hilir di Kota Banjarmasin ke arah utara di bagian hulunya. Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan terutama intensitas dan diameter butiran air hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu berlangsungnya hujan lebih lama. Sedangkan pengaruh iklim tidak langsung ditentukan melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi. Dengan kondisi iklim yang sesuai, vegetasi dapat tumbuh secara optimal, sebaliknya, pada daerah dengan perubahan iklim yang besar, misalnya di daerah kering, pertumbuhan vegetasi terhambat oleh tidak memadainya intensitas hujan, tetapi, sekali hujan turun, intensitas hujan tersebut umumnya sangat tinggi.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -154

(Persero) CABANG I MALANG

Berdasarkan hasil analisa dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat kerusakan tanah di DAS Barito pada umumnya masih baik, namun demikian hal ini bukan berarti tidak terjadi kerusakan, justru gejala kearah kerusakan lahan sudah banyak ditemukan, berarti kemungkinannya adalah sebagai berikut: a. Masih banyaknya lahan-lahan terlantar yang tidak dikerjakan b. Pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah c. Letak dan kondisi lahan yang masih labil khususnya di lereng-lereng pegunungan. Tingkat kerusakan lahan di DAS Barito dapat dilihat dari keadaan erosi aktual dan tingkat bahaya erosi, keadaan lahan kritis, kekritisan hidrologis dan tingkat kekritisan Sub DAS sebagaimana disajikan pada Tabel 2.72 dan 2.73. Tingkat erosi aktual menggambarkan keadaan lahan tererosi dengan mempertimbangkan curah hujan (erosivitas), jenis tanah (erodibilitas), topografi (kelerengan dan panjang lereng), penutupan lahan dan upaya konservasi tanah. Dengan mempertimbangkan solum tanah, maka akan didapat Tingkat Bahaya Erosi yang diklasifikasikan mulai dari Sangat Ringan sampai Sangat Berat. Sedangkan keadaan lahan kritis dibedakan menjadi 4 (empat) klasifikasi, yaitu lahan Sangat Kritis, Kritis, Agak Kritis dan Potensial Kritis, dimana penyebarannya dianalisa sesuai dengan fungsi kawasannya, yaitu Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan dan Kawasan Budidaya untuk usaha Pertanian. Tingkat kekritisan daerah resapan menggambarkan mengenai penilaian tentang tingkat kekritisan daerah resapan terhadap air hujan. Semakin besar tingkat resapan (infiltrasi) maka semakin kecil tingkat air larian (surface runoff), sehingga debit banjir dapat menurun dan sebaliknya aliran dasar (baseflow) dapat naik, demikian pula cadangan air tanahnya. Untuk melestarikan simpanan air tanah, maka tingkat infiltrasi air hujan ke dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting. Tingkat peresapan atau infiltrasi tergantung pada curah hujan, persentase run-off, tipe tanah, kemiringan, tipe vegetasi dan penggunaan lahan. Bentuk penggunaan lahan merupakan aspek di bawah pengaruh kegiatan manusia, mempunyai implikasi yang berbeda terhadap infiltrasi. Jika aspek alami mencerminkan kondisi potensial, maka aspek penggunaan lahan mencerminkan kondisi aktual.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -155

(Persero) CABANG I MALANG

Tingkat kekritisan hidrologis dibedakan menjadi 5 (lima) kelas, yaitu baik, normal alami, mulai kritis, agak kritis, kritis dan sangat kritis. Adapun tingkat kekritisan Sub DAS diperoleh dari nilai-nilai indeks erosivitasnya yang dihitung berdasarkan bentuk wilayah/topografi,

lereng/slope, bentuk percabangan sungai dan penggunaan lahan. Nilai indeks Sub DAS yang tinggi menunjukkan tingkat kekritisan Sub DAS yang tinggi pula. Tabel 2.72 Sebaran Kelas Erosi di DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan
No 1 I. II. III. 1 2 3 2 3 4 5 6 7 8 Sub DAS/Sub Sub DAS 2 S.DAS Barito Hilir Ds S.DAS Barito Tengah S.DAS Martapura S.S.DAS Alalak S.S.DAS Riam Kanan S.S.DAS Riam Kiwa S.S.DAS Amandit S.S.DAS Batang Alai S.S.DAS Balangan S.S.DAS Tabalong Kanan S.S.DAS Tabalong Kiwa S.S.DAS Danau Panggang Ds S.S.DAS Bahalayung Jumlah Luas (ha) 3 189.186,44 110..264,61 88.292.83 164.768,25 213.096,68 117.921,26 136.082,14 202.661,11 173.969,56 164.431,93 94.155,01 49.743,30 1.863.363,3 Rata-rata Kerusakan Lahan Berdasarkan Kelas Erosi (ton/ha/tahun) Jumlah (ton/th) I II III IV (<15) (15 60) (60-180) (180-480) 4 5 6 7 8 5,134 971.343,578 4,116 453.839,916 4,908 5,714 17,284 44,663 54,991 50,617 66,610 81,747 63,156 36,905 1.526.036,201 10.975.186,380 9.517.478,636 6.484.568,240 6.888.126,137 16.567.020,772 284.240,495 462.108,862 10.987.158,550 6.068.349,896 81.957.917,239 Indeks SDR

8,23 8,35 8,38 8,27 8,35 8,31 8.26 8.26 8,27 8,37 8,43 5,92

Sumber : BP DAS Barito Laporan indentifikasi karakteristik DAS Barito (Prop. Kalsel), September 2003

Berdasarkan Tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat erosi yang terjadi di DAS Barito berkisar antara kelas II (antara 15-60 ton/ha/th) dan kelas III (antara 60 180 ton/ha/th) dengan rata-rata erosi adalah 34,831 ton/ha/th atau setara erosi yang terjadi pada seluruh DAS Barito dengan luas 1.863.363,30 ha adalah 81.957.917,239 ton/th, dan dengan memperhitungkan nilai SDR (Sediment Delivery Ratio) sebesar 5,92%, maka akan didapat hasil sedimen yang masuk ke dalam Sungai Barito sebesar 4.851.908,7 ton/ha. Selanjutnya dengan asumsi bahwa berat sedimen adalah 0,8 ton/m3, maka ketebalan laju sedimentasi yang masuk ke dalam Sungai Barito bila dianggap sebagai waduk/penampungan adalah 0,325 mm/th atau 0,033 cm/th. Sebagai ilustrasi adalah informasi dari media massa Radar Banjarmasin (hari Selasa tanggal 26 Agustus 2003, Rubrik Radar Banua, halaman 9 dan halaman 15, dengan judul Investor Baru Keruk Alur), diberitakan berdasarkan pernyataan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, bahwa alur Barito setiap hari mengalami pendangkalan setinggi 2 cm. Sedangkan pada Radar Banjarmasin terbitan hari Rabu tanggal 27 Agustus 2003 ( Rubrik Radar Banua halaman 10 dengan judul Pelanggan PDAM Bakal Terlantar), dikatakan bahwa menurut Dirut PDAM Kab. Banjar bahwa kandungan lumpur dalam

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -156

(Persero) CABANG I MALANG

rangka pengerukan lumpur yang terdapat di irigasi Riam Kanan adalah 40 cm dari ketinggian air 60 cm. Kontribusi erosi dan sedimentasi tersebut berasal dari beberapa Sub Sub DAS dengan variasi jumlah dan kelas erosinya. Sub Sub DAS yang termasuk ke dalam erosi Kelas III (60 180 ton/ha/th), adalah Sub Sub DAS Riam Kanan yang sudah barang tentu akan memberikan kontribusi laju sedimentasi yang lebih tinggi pula. Sedangkan Sub Sub DAS Riam Kiwa di Sub DAS Martapura, dan hampir sebagian besar Sub DAS Negara yang meliputi Sub Sub DAS Tapin, Sub Sub DAS Amandit, Sub Sub DAS Batang Alai, Sub Sub DAS Balangan, Sub Sub DAS yang mempunyai erosi rata-rata kelas II, yaitu 15 60 ton/ha/th. Dengan memperhatikan erosi yang terjadi dan indeks SDR (Sediment Delivey Ratio) pada masing-masing Sub Sub DAS, didapat jumlah sedimen yang terjadi pada masing-masing sungainya sbb: Sub DAS Barito Hilir : 79.941,576 ton/th atau setara 0,005 cm/th Sub DAS Barito Tengah : 37.895,633 ton/th atau setara 0.004 cm/th Sub DAS Martapura: Sub Sub DAS Alalak : 127.881,834 ton/th atau setara 0,018 cm/th Sub Sub DAS Riam Kanan : 907.647,914 ton/th atau setara 0,069 cm/th Sub Sub DAS Riam Kiwa : 781.385,735 Ton/th atau setara 0,046 cm/th Sub DAS Negara: Sub Sub DAS Tapin : 891.958,908 ton/th atau setara 0,070 cm/th Sub Sub DAS Amandit : 541.461,448 ton/th atau setara 0,057 cm/th Sub Sub DAS Batang Alai : 572.403,282 ton/th atau setara 0,052 cm/th Sub Sub DAS Balangan : 1.368.435,916 ton/th atau setara 0.084 cm/th Sub Sub DAS Tabalong Kanan : 919.625,171 ton/th atau setara 0,066 cm/th Sub Sub DAS Danau Panggang : 38.216,403 ton/th atau setara 0,005 cm/th Sub Sub DAS Bahalayung : 23.478,265 ton/th atau setara 0,006 cm/th Pendekatan lain untuk menilai DAS Barito dapat dikaji pula mengenai tingkat kekritisan daerah resapannya, yang pada intinya membandingkan antara infiltrasi potensial dan infiltrasi actual di DAS, Sub DAS dan Sub Sub DAS yang bersangkutan. Berdasarkan Tabel 2.73, menunjukkan bahwa DAS Barito mempunyai tingkat kekritisan hidrologis/kondisi daerah resapan yang rata-rata Normal Alami artinya bahwa potensi terjadinya infiltrasi karena kondisi alamnya tidak terlalu terganggu dengan adanya perlakuan lahan yang diatasnya, dimana

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -157

(Persero) CABANG I MALANG

penutupan

lahan

secara

keseluruhan

cukup

baik,

sehingga

adanya

keseimbangan antara potensi infiltrasi yang disebabkan keadaan alamnya dengan infiltrasi aktual yang terjadi. Hal ini dapat dilihat pada kondisi daerah resapan dengan klasifikasi Normal Alami hampir sebagian besar Sub Sub DAS Alalak dan Sub Sub DAS Danau Panggang termasuk daerah resapan yang masuk dalam klasifikasi Mulai Kritis, sedangkan yang termasuk Baik adalah Sub Sub DAS Riam Kiwa dan Sub Sub DAS Tapin. Tabel 2.73 Tingkat kekritisan Daerah Resapan DAS Barito di Provinsi Kalsel
No 1 I. II. III. 1 2 3 2 3 4 5 6 7 8 Sub DAS/Sub Sub DAS 2 S.DAS Barito Hilir Ds S.DAS Barito Tengah S.DAS Martapura S.S.DAS Alalak S.S.DAS Riam Kanan S.S.DAS Riam Kiwa S.S.DAS Amandit S.S.DAS Batang Alai S.S.DAS Balangan S.S.DAS Tabalong Kanan S.S.DAS Tabalong Kiwa S.S.DAS Danau Panggang Ds S.S.DAS Bahalayung Jumlah Luas (ha) 3 189.186,44 110..264,61 88.292.83 164.768,25 213.096,68 117.921,26 136.082,14 202.661,11 173.969,56 164.431,93 94.155,01 49.743,30 1.863.363,3 Rata-rata Kerusakan Lahan Berdasarkan Kelas Erosi (ton/ha/tahun) Jumlah (ton/th) I II III IV (<15) (15 60) (60-180) (180-480) 4 5 6 7 8 5,134 971.343,578 4,116 453.839,916 4,908 5,714 17,284 44,663 54,991 50,617 66,610 81,747 63,156 36,905 1.526.036,201 10.975.186,380 9.517.478,636 6.484.568,240 6.888.126,137 16.567.020,772 284.240,495 462.108,862 10.987.158,550 6.068.349,896 81.957.917,239 Indeks SDR

8,23 8,35 8,38 8,27 8,35 8,31 8.26 8.26 8,27 8,37 8,43 5,92

Sumber : BP DAS Barito Laporan indentifikasi karakteristik DAS Barito (Prop. Kalsel), September 2003

2.10

KUALITAS AIR WS BARITO-KAPUAS


Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia ini karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Tidak sebagaimana bahan baku lainnya, air merupakan satu-satunya sumber alam yang tidak bisa digantikan oleh material lain. Air memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan suatu komunitas karena penyediaan air yang dapat diandalkan merupakan persyaratan bagi terbentuknya komunitas yang permanen. Konsep bahwa air merupakan sumberdaya alam yang harus dikelola secara hati-hati adalah sangat penting dan perlu, mengingat pertumbuhan penduduk dan pengembangan industri selalu diikuti dengan peningkatan kebutuhan air bersih. Air yang kualitas buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Pencemaran air adalah adanya kontaminasi air oleh materi asing seperti mikroorganisme, zat kimia dan bahan buangan atau limbah. Pencemaran utama air adalah sebagai berikut:

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -158

(Persero) CABANG I MALANG

1. Limbah rumah tangga dan limbah lain yang mengandung banyak materi karbon organik, sehingga untuk dekomposisi limbah tersebut diperlukan banyak oksigen. 2. Pupuk pertanian yang dapat merangsang pertumbuhan air secara berlebihan atau (eutrofikasi), sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen badan perairan dan bau yang tidak enak. 3. Bahan kimia organik, misalnya pestisida dan surfaktan pada detergen. 4. Minyak 5. Mineral anorganik dan bahan kimia anorganik 6. Sedimen yang terdiri dari tanah dan partikel mineral yang yang berasal dari lahan pertanian, pertambangan dan daerah padat penduduk di perkotaan yang terbawa oleh aliran air hujan. Berdasarkan definisinya, pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya. Yang dimaksud tingkat tertentu tersebut adalah baku mutu air yang ditetapkan sebagai tolak ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air. Parameter yang diuji dalam pemantauan kualitas air meliputi: Temperatur, DHL (Daya Hantar Listrik), pH, Zat Padat Tersuspensi (TSS), Zat Padat Terlarut (TDS), DO (Dissolved Oxygen), BOD5 (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), NH3 (Amoniak), PO4 (Phosphat), SO4 (Sulfat), Merkuri (Hg), Fenol, Minyak/Lemak, Detergen, Fecal Coli dan Total Koliform. 2.10.1. Sungai Barito Berdasarkan Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Tahun 2007 Oleh BPPLHD Provinsi Kalimantan Tengah Sampel air Sungai Barito yang diuji kualitas airnya pada tahap I (Mei 2007) diambil di 24 (dua puluh empat) lokasi titik pengambilan yaitu: - Lokasi 1 : Baru Hilir / Buntok - Lokasi 2 : Baru - Lokasi 3 : Pelabuhan Buntok - Lokasi 4 : Pelabuhan Hulu - Lokasi 5 : Kalahien

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -159

(Persero) CABANG I MALANG

- Lokasi 6 : Pendang - Lokasi 7 : Sungai Pendang - Lokasi 8 : Bintang Linggi - Lokasi 9 : Montalat - Lokasi 10 : Kandui - Lokasi 11 : Jembatan Hasan Basri - Lokasi 12 : Muara Teweh - Lokasi 13 : Muara Sungai Tewah - Lokasi 14 : Sungai Tewah - Lokasi 15 : Lahei - Lokasi 16 : Muara Lahei - Lokasi 17 : Puruk Cahu - Lokasi 18 : Puruk Cahu Hilir - Lokasi 19 : Sungai Lumuk - Lokasi 20 : Sungai Lumuk Hulu - Lokasi 21 : Jembatan Penyebrangan - Lokasi 22 : Tumbang Lahung - Lokasi 23 : Muara Lahung - Lokasi 24 : Laung Tuhup Sedangkan pada tahap II (September 2007) diambil di 10 (sepuluh) lokasi titik pengambilan yaitu : - Lokasi 25 : Jembatan Bahitom - Lokasi 26 : Pelabuhan Puruk Cahu - Lokasi 18 : Puruk Cahu Hilir - Lokasi 22 : Tumbang Lahung - Lokasi 23 : Muara Lahung - Lokasi 24 : Laung Tuhup - Lokasi 12 : Muara Teweh - Lokasi 11 : Jembatan Hasan Basri - Lokasi 6 : Pendang - Lokasi 3 : Pelabuhan Buntok Hasil pengujian kualitas air sungai di masing-masing lokasi adalah sebagai berikut:

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -160

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.74 Hasil Pengujian Kualitas Air Sungai Barito Tahap I (Bulan Mei 2007)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -161

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.75

Hasil Pengujian Kualitas Air Sungai Barito Tahap II (Bulan September 2007)

2.10.2. Sungai Kapuas Sampel air Sungai Kapuas yang diuji kualitas airnya pada tahap I (Juni 2007) diambil di 6 (enam) lokasi titik pengambilan yaitu: - Lokasi 1 : K. Kapuas - Lokasi 2 : P. Tilu - Lokasi 3 : Mentangai - Lokasi 4 : Timpah - Lokasi 5 : Masaran - Lokasi 6 : Masaran Hulu Sedangkan pada tahap II (Oktober 2007) diambil di 9 (sembilan) lokasi titik pengambilan yaitu : - Lokasi 1 : K. Kapuas - Lokasi 2 : P. Tilu - Lokasi 3 : Mentangai - Lokasi 4 : Timpah - Lokasi 5 : Masaran

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -162

(Persero) CABANG I MALANG

- Lokasi 6 : Masaran Hulu - Lokasi 7 : Masaran Hilir - Lokasi 8 : Timpah Hulu - Lokasi 9 : Mandomai Hasil pengujian kualitas air sungai di masing-masing lokasi adalah sebagai berikut: Tabel 2.76 Kualitas air di WS Kapuas

2.11

KONDISI WS BARITO DAN KAPUAS

2.11.1 Kondisi DAS Barito 2.11.1.1 Bentuk DAS Bentuk DAS dapat dinyatakan dengan menggunakan nilai Rc (Ratio circularity) yang mempunyai pengaruh pada pola aliran sungai dan ketajaman puncak discharge banjir. Bentuk DAS sebenarnya sukar untuk dinyatakan secara kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi basin, dapat dibuat suatu

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -163

(Persero) CABANG I MALANG

indeks yang didasarkan paa circularity DAS. Jika DAS berbentuk lingkaran maka indeks bentuk DAS mendekati nilai 1 dan atau apabila nilai Rc lebih kecil dari 0,5 maka bentuk DAS tersebtu adalah memanjang dan apabila nilai Rc lebih besar dari 0,5, maka bentuk DAS tersebut adalah cenderung membulat. Secara keseluruhan Nilai Rc yang menggambarkan bentuk DAS Barito adalah 0,312, hal ini berarti bahwa karakteristik DAS Barito mempunyai bentuk memanjang yang menunjukkan pola aliran dan puncak discharge banjir yang cepat menuju sungai utama, karena waktu konstentrasi curah hujan melalui debit alirannya cenderung pendek. Bila hujan merata, maka mudah terjadi kenaikan debit yang mencolok dan hal ini akan menyebabkan timbulnya genangan dan banjir, bila lembah sungai tidak dapat menampung aliran air permukaan. Karakteristik bentuk DAS Barito tersebut dapat dilihat juga dari faktor diameter, lebar dan panjang sungainya melalui perhitungan (Elongation Ratio). Berdasarkan hasil analisa planimetris dan GIS dengan menggunakan peta RBI dan peta topografi, didapat panjang DAS Barito adalah 1.594,937 km dan lebar adalah 121,04 km. Dengan memperhatikan panjang dan lebar serta diameter DAS tersebut, maka nilai RE untuk DAS Barito adalah 0,562. Hal ini menunjukkan bahwa DAS Barito mempunyai bentuk memanjang agak membulat/lingkaran, dimana kondisi DAS yang demikian kadang kurang dapat menyimpan air dengan baik, artinya pada musim hujan mudah mengalami banjir di bagian hilirnya, terutama bila terjadi hujan yang merata di bagian hulu dengan curah hujan yang tinggi, sedangkan pada musim kemarau diatas rata-rata normal dapat menyebabkan terjadi kekeringan lebih cepat dibandingkan dengan DAS yang mempunyai bentuk memanjang. Dari perhitungan nilai Rc dan RE tersebut di atas, hampir semua Sub Sub DAS mempunyai bentuk memanjang yang cenderung mempunyai pola aliran dan puncak discharge banjir relatif cepat dan kurang baik menyimpan air kecuali Sub Sub DAS Balangan dan Sub Sub DAS Tapin serta Sub DAS Martapura dan DAS Barito secara keseluruhan, yaitu memanjang agak membulat/lingkaran. Bentuk Sub Sub DAS, Sub DAS dan DAS yang memanjang agak membulat/lingkaran tersebut cenderung mempunyai pola aliran dan puncak discharge banjir yang relatif lambat baik dalam penyimpanan air dibandingkan dengan Sub DAS yang mempunyai bentuk memanjang, walaupun pada kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan, terutama jika

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -164

(Persero) CABANG I MALANG

kondisi musim hujan dan musim kemarau berada di atas rata-rata normal. Dengan demikian secara keseluruhan DAS Barito mempunyai bentuk memanjang dan agak membulat/lingkaran yang dibentuk oleh Sub DAS dan Sub Sub DAS yang mempunyai bentuk memanjang serta bentuk memanjang agak membulat/lingkaran. Panjang sungai menentukan besarnya wilayah pengaliran sungai dan pengelolaannya, pengalirannya. Sungai utama yang membentuk DAS Barito adalah Sungai Barito dengan panjang 153,945 km dan memanjang mulai dari bagian hilir/muara sungai di Kota Banjarmasin sampai di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong yang seterusnya memasuki wilayah Provinsi Kalteng. Selanjutnya pada setiap Sub DAS dan Sub Sub DAS sungai utama yang dimaksud adalah sungai yang membentuk Sub DAS dan Sub Sub DAS tersebut. Sebagai contoh sungai utama Sub DAS Martapura adalah Sungai Martapura dengan panjang 69,298 km, sedangkan sungai utama Sub Sub DAS Amandit adalah Sungai Amandit dengan panjang 98,973 km, begitu seterusnya untuk masing-masing Sub DAS dan Sub Sub DAS yang lainnya. Diantara Sub DAS yang ada, sungai utama terpanjang adalah sungai yang terdapat di Sub DAS Negara, yaitu 208,378 km dan yang terpendek adalah sungai Martapura yaitu 69,298 km. Secara umum panjang sungai utama, lebar DAS dan bentuk DAS Barito disajikan pada tabel berikut : dimana makin panjang sungai makin besar wilayah

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -165

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.77 Tabel bentuk/nilai Rc DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan


No DAS/ Sub DAS/Sub Sub DAS DAS BARITO S.DAS Barito Hilir Ds S.DAS Barito Tengah S.DAS Martapura S.S.DAS Alalak S.S.DAS Riam Kanan S.S.DAS Riam Kiwa S.DAS Negara S.S.DAS Tapin S.S.DAS Amandit S.S.DAS Batang Alai S.S.DAS Balangan S.S.DAS Tabalong Kanan S.S.DAS Tabalong Kiwa S.S.DAS Danau Panggang S.S.DAS Bahalayung Panjang Sungai Utama (km) 153.945 83.296 70.649 69.298 98.316 97.675 155.028 208.378 126.242 98.973 95.354 144.94 92.006 208.378 66.276 12.813 Lebar DAS ( km ) 121.04 22.712 15.607 67.269 8.9806 16.869 13.756 52.681 12.578 11.914 14.271 13.982 18.909 7.891 14.207 38.822 Nilai Rc 0,312 0,315 0.264 0.302 0.326 0.228 0.17 0.38 0.275 0.322 0.442 0.403 0..226 0.274 0.358 0.226 Nilai RE 0,562 0.389 0.33 0.512 0.341 0.469 0.336 0.467 0.556 0.391 0.436 0.55 0.311 0.219 0.322 0.364

I. II. III. 1 2 3 IV. 1 2 3 4 5 6 7 8

Sumber : BP DAS Barito Laporan indentifikasi karakteristik DAS Barito (Prop. Kalsel), September 2003

2.11.1.2 Jaringan Sungai Berdasarkan Asdak C (2002), mengatakan bahwa kedudukan aliran sungai dapat diklasifikasikan secara sistematik berdasarkan urutan daerah aliran sungai, dimana setiap aliran sungai yang tidak bercabang disebut Sub DAS urutan / ordo pertama. Oleh karena itu, suatu DAS dapat terdiri dari Sub DAS urutan pertama, kedua dan seterusnya. Sistem klasifikasi Horton berawal dari urutan pertama dan selanjutnya meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah percabangan aliran air atau anak-anak sungai. Dengan demikian semakin besar angka urutan, semakin luas wilayah Sub DAS dan semakin banyak percabangan sungai yang terdapat di dalam DAS yang bersangkutan. Meskipun tampak bahwa urutan Sub DAS berkaitan erat dengan karakteristik DAS lainnya, kebanyakan pakar hidrologi beranggapan bahwa tidak ditemukan bukti yang cukup untuk mengaitkan sistem urutan Sub DAS dengan perilaku air larian di daerah tersebut. Dalam suatu DAS, anak sungai di bagian atas akan bersambung dengan anak sungai yang lebih besar di bawahnya. Setiap anak sungai menghasilkan hidrograf aliran yang menunjukkan respon DAS terhadap curah hujan. Respon tersebut diwujudkan dalam bentuk kurva hidrograf aliran yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi kondisi hidrologi DAS yang

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -166

(Persero) CABANG I MALANG

bersangkutan. Ketika anak sungai bergabung dengan anak sungai lain dibawahnya, aliran air dari kedua anak sungai tersebut tidak terjadi secara bersamaan. Debit puncak untuk satu anak sungai mungkin telah terlampaui, sementara pada anak sungai berikutnya debit puncak akan segera terjadi. Pengaruh ketidaksamaan waktu terjadinya debit puncak pada masing-masing anak sungai tersebut akan menurunkan besarnya debit puncak total pada sungai utama (sungai yang menampung kedua anak sungai tersebut). Secara rinci keadaan jaringan sungai pada DAS Barito disajikan pada tabel berikut: Tabel 2.78 Keadaan Jaringan Sungai Pada DAS Barito di Provinsi Kalsel.
No DAS/ Sub DAS/ Sub Sub DAS Orde Sungai Panjang Sungai Total (km) I. S.DAS Barito Hilir Ds II. S.DAS Barito Tengah III. 1. 2. S.DAS Martapura S.S.DAS Alalak S.S.DAS Riam Kanan 3. S.S.DAS Riam Kiwa IV. 1. 2. 3. S.DAS Negara S.S.DAS Tapin S.S.DAS Amandit S.S.DAS Batang Alai 4. S.S.DAS Balangan III-I 1562.442 0.771 5.281 32 10.483 IV-I III-I III-I III-I 8.130,239 1.593,937 1203.861 1193.449 1.004 1.021 0.877 5.126 6.790 4.343 4.514 26,75 43 32 35 8 5.146 12.40 10.458 10.986 III-I 2.213,290 1.039 6.385 57 14.205 IV-I III-I III-I 4.286,354 743.360 1.329,604 0.919 0.842 0.807 6.306 6.166 6.254 124 12 55 1 6.295 7.889 13.939 IV-I 953.855 0.865 7.444 18 1 1 7.313 IV-I 1.935.891 1.023 5.253 67 1 1 5.221 Dd (km/km2) Rb 1-2 Rb 2-3 Rb 3-4 Rb 4-5 Wrb

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -167

(Persero) CABANG I MALANG

5.

S.S.DAS Tabalong Kanan

III-I

855.828

0.492

3.428

21

8.307

6.

S.S.DAS Tabalong Kiwa

III-I

816.609

0.497

5.400

15

7.819

7.

S.S.DAS Danau Panggang Ds

III-I

655.161

0.696

4.222

27

9.516

Sumber : BP DAS Barito Laporan indentifikasi karakteristik DAS Barito (Prop. Kalsel), September 2003

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa DAS Barito dapat dirinci menjadi 5 (lima) ordo, sedangkan pada setiap Sub DAS sungainya mempunyai 4 (empat) ordo dan pada Sub Sub DAS sungainya mempunyai 3 (tiga) ordo. Perbandingan panjang sungai total mulai orde I sampai Ordo V adalah Ordo I dengan panjang sungai 11.269,016 km, Ordo II dengan panjang sungai 2.687,275 km, ordo III dengan panjang sungai 1.196,001 km, ordo IV dengan panjang sungai 431,621 km dan ordo V dengan panjang sungai 153.945 km, atau dengan ratio 73 : 17 : 3 : 1. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkatan ordonya, maka panjang sungai akan semakin panjang dan bercabang. Sedangkan ratio percabangan sungai dapat ditunjukkan dengan nilai Rb masing-masing ordonya, yaitu Rb 1-2 mempunyai nilai 5,59, Rb 2-3 mempunyai nilai 19,23, Rb 3-4 mempunyai nilai 5,5 dan Rb 4-5 mempunyai nilai 4,0. Hal ini menunjukkan bahwa muka alur sungai mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat dan demikian dengan penurunannya akan terjadi dengan cepat pula. Bila pada daerah sekitar ordo sungai terjadi hujan merata dan deras, maka pada ordo sungai 1 ke 2, 3 ke 4 dan ordo 4 ke 5, jumlah sungai masih dapat menampung aliran air, tetapi pada ordo 2 ke 3 terjadi perubahan ordo yang cukup besar (mempunyai Rb yang lebih tinggi daripada Rb pada ordo yang lain / Rb 2-3 = 19,23), sehingga jumlah sungai pada ordo 3 ada kemungkinan daya tampung sungainya tidak mampu menerima aliran permukaan air tersebut dan kemungkinan akan terjadinya genangan pada daerah ini. Banyaknya jumlah alur sungai menggambarkan tingkat torehan aliran permukaan dan kerusakan atas lahan di daerah hulu. Semakin banyak jumlah alur sungai per satuan luas menunjukkan tingkat kerusakan lahan yang semakin tinggi.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -168

(Persero) CABANG I MALANG

Pada umumnya, DAS Barito mempunyai jumlah alur sungai yang banyak dan panjang pada bagian hulu atau pada ordo I sampai ordo III dan keadaan ini terjadi juga pada setiap Sub DAS dan Sub Sub DAS. Keadaan ini menunjukkan bahwa torehan aliran permukaan dan kerusakan lahan cukup intensif, sehingga diperlukan upaya konservasi tanah yang baik dan perlu dicadangkan sistem drainase dan daerah resapan air, terutama pada daerah yang dilalui oleh sungai pada ordo I sampai ordo III. Bila pada daerah ini terjadi hujan yang merata dengan jumlah curah hujan yang tinggi serta waktu konsentrasinya cepat, dapat menyebabkan limpasan dan genangan, karena alur sungai pada ordo III kurang cukup menampung jumlah aliran tersebut. Kerapatan sungai dan kepadatan aliran yang terjadi di DAS Barito ditunjukkan dengan nilai Dd yang terjadi, yaitu termasuk kategori sedang dengan indeks 1,488. Menurut Lynsley (1949), dikatakan bahwa jika nilai kerapatan aliran lebih kecil dari 1 mile/mile2 ( 0,62 km/km2), maka DAS tersebut akan mengalami penggenangan sedangkan jika lebih besar dari 5 mile/mile2 (3,10 km/km2), maka DAS tersebut akan sering mengalami kekeringan. Sedangkan menurut Soewarno, jika nilai Dd antara 0,25 10 km/km2 termasuk kategori sedang, dan jika lebih besar dari 10 km/km2 termasuk kategori tinggi yang berarti jumlah curah hujan yang menjadi aliran akan menjadi besar. Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan DAS Barito tidak mudah terjadi penggenangan maupun kekeringan, termasuk sampai pada tingkatan Sub DAS, seperti Sub DAS Barito Hilir, Sub DAS Barito Tengah, Sub DAS Martapura dan Sub DAS Negara. Walaupun demikian pada beberapa Sub Sub DAS masih terdapat potensi untuk terjadinya genangan, yaitu Sub Sub DAS Tabalong Kanan, Sub Sub DAS Tabalong Kiwa, Sub Sub DAS Bahalayung dan Sub Sub DAS Danau Panggang, dimana daerahnya mempunyai kerapatan sungai yang kecil, sehingga diperlukan upaya pencegahan terhadap terjadinya genangan, seperti langkah-langkah penanggulangan melalui pelurusan/normalisasi sungai yang berkelok-kelok, pelebaran lembah sungai, penertiban hunian di sempadan sungai dan upaya lainnya. Secara umum, semakin besar nilai Dd akan semakin baik sistim pengaliran (drainase) di daerah tersebut, artinya bahwa semakin besar jumlah air larian total (semakin kecil infiltrasi) akan semakin kecil air tanah yang tersimpan di daerah tersebut. Dengan demikian, Dd mempunyai korelasi dengan perilaku laju air larian, jumlah air larian total yang terjadi dan jumlah air tanah yang tersimpan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -169

(Persero) CABANG I MALANG

2.11.1.3 Ketinggian dan Arah DAS Ketinggian tempat di daerah hilir DAS Barito terdapat di Kabupaten Barito Kuala, yaitu 1 meter dari permukaan laut, sedangkan tempat yang tertinggi terdapat di Kabupaten Tabalong, yaitu 1.257 meter diatas permukaan air laut, dengan demikian beda tinggi DAS barito adalah 1.256 m. Sedangkan beda tinggi maksimum dan terendah pada masing-masing Sub DAS bervariasi. Secara umum rincian perbedaan ketinggian DAS Barito disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.79 Ketinggian dan Arah DAS Barito di Provinsi Kalsel
No DAS/ Sub DAS / Sub Sub DAS Tinggi Maks (m) I. II. III. 1. 2. 3. IV. 1. 2. 3. 4. 5. S.DAS Barito Hilir Ds S.DAS Barito Tengah S.DAS Martapura S.S.DAS Alalak S.S.DAS Riam Kanan S.S.DAS Riam Kiwa S.DAS Negara S.S.DAS Tapin S.S.DAS Amandit S.S.DAS Batang Alai S.S.DAS Balangan S.S.DAS Tabalong Kanan 6. S.S.DAS Tabalong Kiwa 7. S.S.DAS Danau Panggang Ds 8. S.S.DAS Bahalayung 9 2 7 81o10 61 2 59 195o05 890 16 874 197o00 1.045 1.158 1.251 1.093 1.257 3 2 5 2 6 1.042 1.156 1.251 1.093 1.259 270o00 279o40 287o55 273o35 204o05 278 1.138 1.230 3 1 1 275 1.137 1.229 255o50 255 50 276o25
o

Tingi min (m)

Beda Tinggi (m)

Arah/Orientasi (Azimuth)

13 17

1 2

12 15

206o50 209o55

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -170

(Persero) CABANG I MALANG

Sumber : BP DAS Barito Laporan indentifikasi karakteristik DAS Barito (Prop. Kalsel), September 2003

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ketinggian maksimum terdapat pada Sub Sub DAS Tabalong Kanan dan ketinggian minimum terdapat pada Sub Sub DAS Riam Kanan dan Sub Sub DAS Riam Kiwa. Juga dapat dilihat bahwa pada bagian hulu DAS Barito, yaitu pada bagian hulu beberapa Sub Sub DAS mempunyai ketinggian diatas 1.000 m di atas permukaan air laut, seperti Sub Sub DAS Tapin, Sub Sub DAS Amandit, Sub Sub DAS Batang Alai, Sub Sub DAS Balangan, dan Sub Sub DAS Tabalong Kanan. Dan lainnya berkisar antara 9 sampai 890 m diatas permukaan air laut. Sedangkan arah DAS Barito secara keseluruhan terdapat pada azimuth 206o50 sampai 204o05 yaitu memanjang dari mulai muara/bagian hilir kearah utara di bagian hulunya. 2.11.1.4 Pola Aliran dan Gradien Sungai Secara keseluruhan pola aliran sungai yang terjadi pada DAS Barito adalah Dendritic : Medium, dimana kondisi ini menunjukkan bahwa sistem drainase yang terbentuk ringan, walaupun demikian pada beberapa Sub DAS terdapat beberapa pola aliran yang lain, seperti pada Sub Sub DAS Alalak, Batang Alai, Balangan dan Tabalong Kanan pola aliran yang terjadi adalah Rectangular Dendritic : Fine. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada Sub-sub DAS Alalak, Batang Alai, Balangan dan Tabalong Kanan sistem drainase yang terbentuk adalah Sedang, kemudian Sub-sub DAS Bahalayung pola aliran yang terjadi adalah Rectangular Dendritic: Medium to fine dengan sistem drainase yang terbentuk adalah Ringan. Gradien sungai digunakan untuk menggambarkan kecepatan aliran dalam suatu DAS. Perhitungan gradien sungai dapa diperoleh dengan slope faktor, yaitu dengan menghitung lereng saluran antara 10% dan 85% jarak dari outlet. Semakin besar gradien sungai suatu DAS, maka kecepatan aliran dalam suatu DAS akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Secara rinci keadaan pola aliran sungai pada DAS Barito disajikan pada tabel berikut:

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -171

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.80 Pola Aliran dan Gradien Sungai DAS Barito di Provinsi Kalimantan Selatan
No I. II. III. 1 2 3 IV. 1 2 3 4 5 6 7 8 Sub DAS/ Sub Sub DAS S.DAS Barito Hilir Ds S.DAS Barito Tengah S.DAS Martapura S.S.DAS Alalak S.S.DAS Riam Kanan S.S.DAS Riam Kiwa S.DAS Negara S.S.DAS Tapin S.S.DAS Amandit S.S.DAS Batang Alai S.S.DAS Balangan S.S.DAS Tabalong Kanan S.S.DAS Tabalong Kiwa S.S.DAS Danau Panggang Ds S.S.DAS Bahalayung Pola Aliran Denditric : Medium Denditric : Medium Rectangular Dendritic : Fine Denditric : Medium Denditric : Fine Denditric : Medium Rectangular Dendritic : Fine Rectangular Dendritic : Fine Rectangular Dendritic : Fine Denditric : Medium Denditric : Medium Denditric : Medium Rectangular Dendritic : Medium to fine

Sumber : BP DAS Barito Laporan indentifikasi karakteristik DAS Barito (Prop. Kalsel), September 2003

2.11.2 Kondisi DAS Kapuas Sungai utama yang berpengaruh mempunyai lebar sekitar 250 300 m dengan kedalaman sekitar 10 15 m, pada beberapa tempat bisa mencapai kedalaman 20 m. Fluktuasi muka air di sungai adalah sebagai berikut : Tabel 2.81 Fluktuasi Pasang Surut Muka Air Sungai Kapuas
Sungai Kapuas Spring Tide Muka Air Kemarau Musim Hujan HWL 5 5.4 Mean 3.6 4.25 LWL 2.8 3.1 Kisaran 2.20 m 2.30 m Neap Tide Kemarau Musim Hujan 4.2 5.1 3.55 4.1 2.9 3.1 1.30 m 2.00 m Ket

Sumber : Manual OP Proyek PLG, 2002

Selama periode pengamatan, kecepatan air maksimum yang pernah terjadi di Sungai Kapuas 0,88 m/dt

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -172

(Persero) CABANG I MALANG

2.12

ASPEK PENDAYAGUNAAN / PEMANFAATAN SDA Pemanfaatan sumber daya air di wilayah sungai Barito-Kapuas saat ini terdiri dari beberapa kegiatan antara lain pemanfaatan untuk rumah tangga, perkotaan dan industri serta kebutuhan air untuk irigasi, kolam ikan dan energi listrik berupa mikro hidro.

2.12.1 Rencana Pengembangan Irigasi dan Pertanian 2.12.1.1 Kebijakan Penetapan Kawasan Sentra Pengembangan Dalam rangka mendukung pengembangan sektor pertanian yang masih mendominasi produk domestik bruto wilayah ini, maka pemerintah menetapkan kawasan-kawasan potensial yang dijadikan sentra produksi unggulan dan diharapkan menjadi salah satu tiang perekonomian wilayah. a) Kawasan Sentra Produksi Pertanian Provinsi Kalimantan Selatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, melalui surat keputusan nomor : 0303/Tahun 1999, tanggal 10 Desermber 1999, tentang : Penetapan Kawasan Sentra Produksi Pertanian di Provinsi Kalimantan, telah menetapkan lokasi-lokasi KSP, sebagai berikut : Kawasan Sentra Produksi Tabalong, HSU Kawasan Sentra Produksi HST HSS Kawasan Sentra Produksi HSS Tapin 1 Kawasan Sentra Produksi HSS Tapin 2 Kawasan Sentra Produksi Batola Banjar Kawasan Sentra Produksi Banjar Kawasan Sentra Produksi Tala Kawasan Sentra Produksi Tala Kotabaru Kawasan Sentra Produksi Kotabaru Sasaran yang di dipertimbangan pembangunan perdesaan, dalam daerah khususnya penetapan dan bagi ini adalah, yang untuk mata mengembangkan masyarakat meningkatkan penduduk pendapatan

pencahariannya terkait dengan sektor pertanian pangan dan perikanan. Kawasan ini diharapkan akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat dalam pembangunan agrobisnis dan agroindustri.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -173

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.82 Lokasi dan Jenis KSP di Provinsi Kalimantan Selatan


NO 1 NAMA KSP Tabalong, HSU KAB. Tabalong JENIS KSP LOKASI KECAMATAN Tanjung, Muara Kedelai, Harus, Kelua Pugaan Perikanan darat Lampihong, Banjang, Peternakan (itik) Batu Mandi, Amuntai Tengah, Sei Pandan, Babirik, Danau Panggang Jagung, jeruk Kandangan Bt.Alai Utara, Kedelai Pandawan, Labuan Amas Utara, Labuan Amas Selatan Daha Utara, Daha Kedelai Selatan, Candi Laras Selatan Laksado, Padang Jeruk, kacang Batung, Piani, Tapin tanah Selatan, Binuang Marabahan, Jeruk, rambutan, Bakumpai, Barabai, padi sawah Cerbon, Anjir Pasar, Wanaraya, Rantau Badauh, Mandastana Sungai Tabuk, Astambul Simpang Empat, Sungai Pinang, Pengaron, Karang Intan, Aranio Pelaihari, Takisung, Penyipatan, Batu Ampar, Jorong Kintap, Satui, S. Loban, Kusan hilir, Batu licin P. Laut Selatan, P. Laut Barat 1.207 19.3 40.2 LUAS LAHAN (Ha) AWAL POT. KAWSN 1.94 32.3 65.8

HSU

HST HSS

HST HSS

HSS Tapin HSS Tapin 1 HSS Tapin HSS Tapin 2

3.189

28

55.2

6.167

30.6

63.3

Batola Banjar

Barito Kuala

3.963

110.4

139.4

Banjar 6 Ba\njar Banjar

Pisang, kacang tanah, perikanan darat Jagung, melinjo, ternak sapi Perikanan, tambak, perikanan laut, ternak sapi Runput laut, perikanan laut

5.792

86.4

123.9

Tala

Tanah Laut

8.675

55.1

118.6

Tala Kotabaru

Tanah Laut, Kotabaru

10.966

55.76

55.76

Kotabaru

Kotabaru

18

61.2

b) Pengembangan Kawasan Prioritas Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Kawasan Sentra Produksi Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan, Perikanan, Kehewanan dan Kawasan Sentra Industri; a) KSP Kapuas, meliputi Kecamatan Selat, Basarang, dan Kapuas Kuala (Kabupaten Kapuas), serta Kecamatan Pandih Batu dan Kahayan Kuala (Kabupaten Pulang Pisau) yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi, nenas, rambutan, kelapa dan ubi kayu.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -174

(Persero) CABANG I MALANG

b) KSP Ampah, meliputi Kecamatan Dusun Tengah dan Pematang Karau yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi, jagung, pisang, ayam buras, dan ikan kolam. c) KSP Muara Teweh, meliputi Kecamatan Teweh Tengah dan Lahei yang merupakan kawasan pengembangan komoditi jagung, kedelai, pisang, rambutan, lada, sapi, dan ayam buras. d) KSP Buntok, meliputi Kecamatan Dusun Selatan dan Gunung Bintang Awai yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi, kelapa, ayam buras, dan ikan perairan umum. e) KSP Kandui, meliputi Kecamatan Gunung Timang dan Montallat yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi, lada dan ayam buras. f) KSP Tamiyang Layang, meliputi Kecamatan Dusun Timur yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi dan kelapa. g) KSP Puruk Cahu, meliputi Kecamatan Murung yang merupakan kawasan pengembangan komoditi padi dan pisang. h) KSP Benangis, meliputi Kecamatan Teweh Timur yang merupakan kawasan pengembangan komoditi kedelai. Kawasan Sekitar Jalur Jalan Lintas Kalimantan; Kawasan Andalan Muara Teweh dan sekitarnya; Kawasan Andalan Buntok dan sekitarnya; Kawasan Andalan Kuala Kapuas dan sekitarnya; Kawasan KAPET DAS KAKAB (Kahayan-Kapuas-Barito).

Kawasan KAPET DAS KAKAB ; Secara administrasi KAPET DAS KAKAB (Kahayan-Kapuas-Barito) mencakup 4 (empat) daerah tingkat II dan 21 (dua puluh satu) kecamatan, yaitu dengan perincian Kota Palangkaraya (2 kecamatan), Kabupaten Pulang Pisau (5 kecamatan), Kabupaten Kapuas (10 kecamatan) dan Kabupaten Barito Selatan (4 kecamatan) dengan luas wilayah mencapai 2.767.300 ha atau sekitar 18% dari luas Kalimantan Tengah (153.650 km2).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -175

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.83 Luas Kapet DAS Kakab


NO 1 2 KABUPATEN / KOTA Palangkaraya Pulang Pisau KECAMATAN Pahandut Bukit Batu Banama Tingang Kahayan Tengah Kahayan Hilir Pandih Batu Kahayan Kuala Timpah Mantangai Kapuas Barat Basarang Pulau Petak Selat Kapuas Hilir Kapuas Timur Kapuas Murung Kapuas Kuala Jenamas Dusun Hilir Karau Kuala Dusun Selatan JUMLAH IBUKOTA KECAMATAN Palangkaraya Tangkiling Bawan Bukit Rawi Pulang Pisau Pangkoh Bahaur Timpah Mantangai Mandomai Anjir Basarang Sei Tatas Kuala Kapuas Barimba Anjir Serapat Palingkau Baru Lupak dalam Rantau Kujang Mangkatip Bangkuang Bunto LUAS WILAYAH (KM2) 1.071 1.329 629 785 1.683 949 4.956 2.016 6.128 480 206 135 394 91 202 491 427 708 2.065 1.099 1.829 27.673

Kapuas

Barito Selatan

KAPET DAS KAKAB dibagi atas 4 (empat) kategori kawasan, yaitu: a) Sentra Produksi (SP) saat sekarang. b) Potensi Pengembangan Sentra Produksi (PPSP) Prioritas I. c) Potensi Pengembangan Sentra Produksi (PPSP) Prioritas II. d) Potensi Pengembangan Sentra Produksi (PPSP) Prioritas III. 2.12.1.2 Potensi Lahan Irigasi (Upland Irrigation) a) Provinsi Kalimantan Tengah Di WS Barito-Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, total luas baku dari lima kabupaten adalah 148.225 Ha. Sedangkan lahan yang ditanami, pada tahun 2001 sebesar 66.924.92 Ha atau sebesar 45.15%. Pada tahun 2002 luas lahan yang ditanami menurun menjadi hanya 41.81%dari luas baku lahan irigasi. Tabel 2.84 Luas Lahan Irigasi di WS Barito-Kapuas Kalimantan Tengah
No 1 2 3 4 5 Wilayah Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas Jumlah Luas Ha 3,057.00 1,845.00 5,319.00 558.00 137,446.00 148,225.00 100% Tahun 2001 Tanam Panen 799.00 799.00 1.03 506.75 3.39 1,100.00 66,121.50 63,570.50 66,924.92 65,976.25 45.15 44.51 Tahun 2002 Tanam Panen 1,444.00 1,125.20 1,250.25 1,000.20 4,234.10 4,125.20 55,042.00 54,552.00 61,970.35 60,802.60 41.81 41.02

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -176

(Persero) CABANG I MALANG

b)

Provinsi Kalimantan Selatan Luas daerah irigasi di Provinsi Kalimantan relatif lebih luas dibandingkan di Provinsi Kalimantan Tengah, dengan luas baku 53.624 Ha, dan jaringan irigasi yang berproduksi adalah seluas 31.367 Ha. Lahan yang masih memerlukan investasi untuk pengembangan jaringan baru adalah 22.257 ha, dan peningkatan seluas 5.775 Ha. Sementara pemeliharaan untuk jaringan eksisting adalah seluas 24.460 Ha. Perincian ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.85 Pemeliharaan Jaringan Irigasi di Kalimantan Selatan

No 1 I. II. III. IV. V. VI VII 1/ 2/ 3/

LUAS LUAS SAWAH BELUM DPT JD TDK DPT JD CABANG DINAS DAERAH JAR BARU PENINGKATAN BAKU SWH JAR IRIGASI SAWAH SAWAH SAWAH IRIGASI (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 2 3 7 8 9 10 11 12 13 BANJAR 26,865 8,378 6,247 2,718 287 126 18,487 3,005 TAPIN 8,179 5,579 4,544 388 547 0 2,600 935 HULU SUNGAI SELATAN 5,090 5,090 4,689 192 146 54 0 338 HULU SUNGAI TENGAH 7,894 6,724 6,184 53 146 342 1,170 199 HULU SUNGAI UTARA 1,464 1,464 833 191 413 27 0 604 TABALONG 1,901 1,901 855 415 0 115 0 415 TANAH LAUT 2,231 2,231 1,108 279 0 258 0 279 TOTAL 53,624 31,367 24,460 4,236 1,539 922 22,257 5,775 PEMELIHARAAN 24,460 24,460 PENINGKATAN 5,775 4,236 1,539 5,775 JARINGAN BARU 22,257 22,257

Provinsi Kalimantan Selatan memiliki potensi lahan yang sangat luas, dimana lahan yang telah diidentifikasi adalah seluas 68.896 Ha, sehingga total luas produktif menjadi 100.012 Ha. Tabel 2.86 Potensi Lahan Pertanian di Kalimantan Selatan
NO 1 I. II. III. IV. V. VI LUAS EKSISTING LUAS BARU LUAS TOTAL CABANG DINAS DAERAH BAKU RENCANA BAKU RENCANA BAKU RENCANA IRIGASI (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 2 3 4 5 6 7 8 BANJAR 26,865 8,378 17,469 17,469 44,334 25,847 TAPIN 8,179 5,579 6,028 6,028 14,207 11,607 HULU SUNGAI SELATAN 5,090 5,090 6,779 6,779 11,869 11,869 HULU SUNGAI TENGAH 7,894 6,724 9,901 9,901 17,795 16,625 HULU SUNGAI UTARA 1,464 1,464 6,691 6,691 8,155 8,155 TABALONG 1,901 1,901 2,824 2,573 4,725 4,474 2,231 2,231 19,204 19,204 21,435 SUMBER AIR

VII TANAH LAUT

TOTAL

53,624

31,367 68,896

68,645 122,520

9 Sei Riam Kanan Sei Tapin Sei Kayu Habang, Sei Amandit Sei Batang Alai, Sei Barabai Sei Balangan, Sei Pitap Sei Jaro, Sei Namun, Sei Kinarum, Sei Mihim, Sei Mihim, Sei Jaing, Sei 21,435 Sei Teratai, Sei Tabanio, Sei Riam, Sei Bakar, Sei Kintap Kecil, Sei Nahiyah, Sei Asam-Asam, Sei Sawarangan, Sei Sawarangan, Sei Sawarangan, Sei Sabuhur, Sei 100,012

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -177

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 2.36. Peta Daerah Irigasi WS Barito-Kapuas 2.12.2 Air Bersih 2.12.2.1 Provinsi Kalimantan Selatan Secara aktual, pertumbuhan dan perkembangan kota /kawasan di Provinsi Kalimantan Selatan saat ini baik fisik, sosial, maupun ekonomi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Konsekuensi logis, perlu upaya penyeimbangan antara kebutuhan (demand) dan penyediaan (supply) akan prasarana dan sarana kota/kawasan dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -178

(Persero) CABANG I MALANG

Secara makro perlu diadakan kajian studi terhadap aspek air baku, terhadap rangkaian studi yang telah dilaksanakan maupun yang sedang berjalan. Sehingga diharapkan adanya perbaikan sistem pemberian air pada daerah perkotaan, terutama di Kota Banjarmasin. Provinsi Kalimantan Selatan dengan luas wilayah 3.737,743 Ha, yang terdiri dari 13 kabupaten /kota mempunyai penduduk pada tahun 2000 sejumlah 2.969.028 jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 1.066.110 jiwa (35.19%) tinggal di perkotaan, sedangkan sekitar 1.902.918 jiwa (64.09%) tinggal di perdesaan. Menyimak dari data tersebut, jumlah penduduk di perkotaan mencapai 35.09% dari jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk tahun-tahun mendatang, angka tersebut mungkin saja akan meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan di perkotaan. Salah satu prasarana dan sarana permukiman di perkotaan yang paling strategis adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Berdasarkan agenda KTT Bumi 2002 di Johannesburg, Indonesia pada tahun 2015 diharapkan dapat memenuhi target pemenuhan pelayanan air minum menjadi 80% di daerah perkotaan dan 40% di daerah perdesaan. Kondisi saat ini, prosentase pemenuhan kebutuhan air minum adalah 39% di perkotaan dan masih 8% di perdesaan. Rendahnya kinerja pelayanan air minum bagi masyarakat perkotaan yang pelayanannya dilakukan oleh PDAM telah mendorong pemanfaatan air tanah dangkal oleh sebagian besar kelompok rumah tangga (sekitar 85%) dan air tanah dalam oleh sebagian besar kelompok non rumah tangga. Lemahnya kinerja PDAM pada dasarnya disebabkan oleh berbagai aspek yang secara umum dapat dikelompokkan pada aspek teknis teknologis, keuangan, sumber
Kondisi Pemenuhan Air Bersih Kalsel
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Desa (% ) Target Pemenuhan Kota (% ) 8 40 39 80

pembiayaan aspek dan yang yang penangan pada aspek sifatnya

serta manajemen kelembagaan pendekatan prioritas adalah yang

ada. Secara mendasar dikembangkan dalam

Gambar 2.37 Kondisi Pemenuhan Air Bersih Kalsel


Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

substantif yaitu aspek

II -179

(Persero) CABANG I MALANG

teknik teknologis dengan tetap memperhatikan aspek manajemen dan kuangan. Tabel 2.87 Daftar PDAM, IKK, dan Sumber Pengambilan Air dalam Wilayah DAS Barito, di Provinsi Kalsel
No 1 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Nama Kab dan PDAM Kab. Tabalong BNA Agung IKK Tanta IKK Belimbing IKK Kelua IKK Muara Harus IKK Benua Lawas IKK Jaro IKK Muara Uya Sei Tabalong Sei Tabalong Sei Tabalong Sei Tabalong Sei Tabalong Sei Tabalong Air Gunung Sumur Bor Sumber Air Nama Kab dan PDAM Kab Hulu Sungai Utara dan 2 Balangan 1) BNA Amuntai (HSU) 2) IKK Alabio 3) IKK Danau Panggang (HSU) 4) IKK Babirik (HSU) 5) IKK Paringin (Balangan) 6) IKK Lampihong (Balangan) 7) IKK Awayan (Balangan) 8) IKK Juai (Balangan) 9) IKK Halong (Balangan) 10) IKK Batumandi (Balangan) 11) IKK Gunung Pandau 12) IKK Rantau Bujur 4 Kabupaten Hulu Sungai Tengah 1) BNA Barabai 2) IKK Pandawan Baru 3) IKK Batu Benawa 4) IKK Kasarangan 5) IKK Haruyan 6) IKK Batang Alai Selatan 7) IKK Batang Alai Utara Kabupaten Tapin 1) PDAM Rantau /BNA Bungur 2) IKK Binuang 3) IKK Tapin Selatan 4) IKK Tapin Tengah 5) IKK Candi Laras Utara 6) IKK Candi Laras Selatan 7) IKK Bakarangan 8) IKK Batu Hapu 9) IKK Lokpaikat Kabupaten Barito Kuala 1) BNA Marabahan Sei Barabai Sei Pagatan Sei Kasarangan Sei Haruyan Sei Kambat Sei Batang Alai Sei Hung Sei Tapin Danau/bendung Sei Rutas Sei Tatakan Sei Negara Sei Negara Sei Mangkul Sei Tapin No Sumber Air

S. Balangan S. Negara D. Panggang S. Negara S. Balangan S. Balangan S. Balangan S. Balangan S. Balangan S. Balangan S. Balangan S. Negara

3 1) 2) 3) 4) 5) 6) 5

Kabupaten Hulu Sungai Selatan BNA Muara Banta IKK Padang Batung IKK Angkinan /Telaga Langsat IKK Daha Selatan dan Daha Utara IKK Kalumpang IKK Simpur dan Sungai Raya

S. Amandit / S. Negara

Kabupaten Tanah Laut 1) BNA Pelaihari 2) IKK Penyipatan 3) IKK Batuampar 4) IKK Bati-bati 5) IKK Jorong 6) IKK Takisung

Kota Banjarbaru BNA Banjarbaru (Banjarbaru Banjar) Simpang Empat (Banjarbaru) IKK Landasan Ulin (Banjarbaru) IKK Dalam Pagar (Banjarbaru)

8 /

Sei Barito Sei Barito Sei Barito Sei Negara Sei Anjir Sei Andai Sumur Dalam Sumur Dalam

Kabupaten Banjar 1) BNA Banjarbaru (Banjarbaru / Banjar) 2) IKK Astambul (Banjar) 3) IKK Mataraman (Banjar) 4) IKK Pengaron (Banjar) 5) IKK Gambut (Banjar) 6) IKK Sungai Tabuk (Banjar) 7) IKK Karang Intan (Banjar)

2) IKK Rantau Badauh 3) IKK Cerbon 4) IKK Lepasan 5) IKK Anjir 6) IKK Alalak 7) Desa Kolam Kiri 8) Desa Surya Kanta 10 Kota Banjarmasin 1) IPA I (A Yani) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) IPA II (A Yani) MTP Kayu Tangi MTP Sei Lulut MTP Sutoyo S MTP S. Parman MTP Jahri Saleh Sumur Bor Ulin

Sumber : Identifikasi Kegiatan Optimalisasi Untuk Penyehatan PDAM, Propinsi Kalimantan Selatan, Sumber : Tahun Anggaran 2004, Bagpro Pembinaan Prasarana dan Sarana Permukiman

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -180

(Persero) CABANG I MALANG

2.12.2.2 Provinsi Kalimantan Tengah Pemenuhan kebutuhan air bersih di WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Tengah masih tergolong rendah, yaitu sebesar 28.88% dari total KK yang ada. Untuk Kabupaten Barito Timur jumlah KK yang menjadi pelanggan PDAM adalah 3.021 KK dari 16.479 KK, atau hanya 18 % dari total KK di kabupaten ini. Untuk Kabupaten Barito Utara, jumlah KK yang menjadi pelanggan PDAM sebesar 28.99% dari total KK di kabupaten ini, atau hanya sejumlah 7.623 KK dari total KK sebanyak 26.296 KK pada tahun 2007. Sedangkan di Kabupaten Barito Selatan, jumlah KK yang menjadi pelanggan PDAM sebesar 36.13% dari total KK, atau sebesar 8.501 KK dari total jumalah KK sebanyak 23,527 KK. Sebagian besar penduduk masih menggunakan air tanah dan air sungai untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. Tabel 2.88 Pelanggan PDAM di WS Barito-Kapuas Kalimantan Tengah
No 1 2 3 4 5 Kabupaten Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas Jumlah Jumlah KK 23,527 26,296 22,570 20,504 87,252 180,149 Jumlah Pelanggan 8,501 7,623 3,021 1,453 10,663 31,261 % terlayani 36.13 28.99 13.39 7.09 12.22 17.35

Sumber : Hasil analisa

100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 Barito Selat an Barito Utara Barito Timur M urung Raya Kapuas 23,527 8,501 26,296 7,623 22,570 20,504 10,663 3,021 1,453 87,252

Jumlah KK

Jumlah Pelanggan

Gambar 2.38. Pelanggan PDAM di WS Barito-Kapuas Kalimantan Tengah

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -181

(Persero) CABANG I MALANG

2.12.3

Penggunaan Air Lain-Lain

Program Pengembangan Listrik Meninjau kajian kurangnya kapasitas daya terpasang listrik yang ada di kedua Provinsi Kalselteng, maka diusulkan kajian lanjutan terhadap 4 (empat) scheme yang memerlukan kajian lanjutan. Salah satu usulan yaitu Waduk Muara Juloi, di Kabupaten Murung Raya merupakan waduk serbaguna yang berfungsi sebagai waduk pengendali banjir, irigasi, perikanan, dan pertanian. a. Lokasi Lokasi bendungan-bendungan yang telah diidentifikasi tersebut adalah: Tabel 2.89 Identifikasi Lokasi Bendungan
No. 1 2 3 4 Bendungan Muara Juloi Muara Tuhup Lahei Teweh Desa Muara Juloi Muara Tuhup Lahei/Jurubaru Hajak/Liangnaga Kabupaten Murung Raya Barito Utara Barito Utara Barito Utara

b. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari rencana bendungan-bendungan ini adalah: Pengendalian banjir kabupaten Murung Raya dan kabupaten Barito Utara Pemberian air irigasi untuk pertanian Pembangkit listrik tenaga air Penyedia air baku PDAM Puruk Cahu, Muara Teweh Lahan budi daya perikanan air danau Obyek wisata dan lain-lain

c. Manfaat Adapun manfaat dari rencana pembangunan bendungan-bendungan ini antara lain: Mengurangi bahaya banjir yang terjadi setiap tahun di kabupaten Murung Raya dan kabupaten Barito Utara Memenuhi pasokan kebutuhan listrik untuk meningkatkan perekonomian di Provinsi Kalimantan Tengah

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -182

(Persero) CABANG I MALANG

Penyediaan lapangan kerja masyarakat kabupaten Murung Raya dan kabupaten Barito Timur pada saat pembangunan bendungan, dalam rangka peningkatan ekonomi setempat Membuka isolasi penduduk asli pegunungan khususnya suku Dayak yang berada di pegunungan

d. Data Teknis Data-data teknis sementara bendungan/waduk tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 2.90 Data Teknis Waduk Muara Juloi
No A B 1 2 3 C 1 2 3 D 1 2 E 1 2 3 4 5 F 1 2 3 URAIAN UNIT LOKASI Aksesibilitas km SUNGAI Sungai Sei Joloi Sei Tuhup Sei Nganarayan S. Benangin River Basin S. Barito S. Barito S. Barito S. Barito Panjang Sungai km 169.5 72.47 201 189 HIDROLOGI Luas DAS km2 7,793.00 767 2,583.00 2,523.00 Curah Hujan Tahunan Rerata mm/ th 2,600.00 2,600.00 2,600.00 2,600.00 Debit rata-rata m3/ sec 605.9 22.5 88.2 85.1 WADUK HWL El. m 190 90 85 85 MOL El. m 185 85 80 80 BENDUNGAN UTAMA Tipe Rockfill Rockfill Rockfill Rockfill Elevasi Puncak Bendungan El. m 200 100 90 90 Elevasi Dasar Sungai El. m 125 30 25 20 Tinggi Bendungan m 75 65 65 65 Estimated Net Head m 70 60 60 60 POWER GENERATION Daya Terpasang MW 282.9 10.3 32.3 34 Operasi beban puncak Jam 5 5 5 5 Prakiraan Produksi Energi per MWh 516 18,849.00 64,411.00 62,139.00 tahun Prespective Investigate Prespective Prespective BENDUNGAN MUARA JOLOI MUARA TUHUP LAHEI TEWEH Ds Muara Juloi Ds Muara Tuhup Ds Lahei /Jurubaru Ds Hajak /Liangnaga 60 km dari Tokung 40 km dari Purukcahu 15 km dari M.Teweh 15 km dari M.Teweh

e. Program Pelaksanaan Program pelaksanaan rencana pembangunan bendungan/waduk di Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut.

2005 2006 2007 2007 -

Identifikasi telah dilakukan pada tahun 1968, dan studi awal dilanjutkan pada tahun 2005 Diusulkan untuk dilakukan studi kelayakan dan rona lingkungan bendungan Detail desain dan dampak lingkungan serta sosialisasi masalah pembebasan tanah dan rumah Sosialisasi masalah pembebasan tanah dan pembebasan tanah

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -183

(Persero) CABANG I MALANG

2010 2007 2008 2012 2013

Pelaksanaan fisik jalan masuk + jembatan ke lokasi (access road) Pelelangan fisik pekerjaan Awal pelaksanaan fisik sampai penyelesaian Awal operasi bendungan/dam

2.13

ASPEK PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR


Usulan rencana pengendalian banjir disusun berdasarkan konsep pengendalian terpadu dengan merencanakan sistem drainase kota berdasarkan sub DAS. Salah satu pendekatan umum dalam perencanaan sistem pengendalian banjir kota (urban flood control) adalah penentuan outline drainase primer, dan detail desain drainase, yang dilaksanaan secara bertahap. Kota-kota utama yang berpotensi mengalami banjir dan memerlukan penanganan banjir secara serius secara terpadu adalah sebagai berikut : Tabel 2.91 Kota-kota Utama yang Berpotensi Mengalami Banjir
NO KOTA /LOKASI SUNGAI 1 Banjarmasin Main Stream S. Barito S. Martapura 2 Amuntai S. Negara 3 Rantau S. Tapin 4 Kandangan S. Amandit 5 Barabai S. Barabai 6 Baruh Batung S. Batang Alai 7 Balangan S. Balangan 8 Tabalong S. Tabalong 9 Kuala Kapuas 10 Palangkaraya 11 Buntok 12 Muara Teweh 13 Ampah

Sementara itu beberapa kota yang juga mengalami banjir dan memerlukan penanganan serta kajian untuk masa mendatang adalah sebagai berikut :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -184

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.92 Kota yang Memerlukan Penanganan Banjir


NO KOTA /LOKASI 1 Buntok 2 Muara Teweh 3 Pendang Majunre Reong Parapak Kalahien Buntok Baru Muara Talang Talio Babai Bangkuang Selat Baru Sungai Jaya Majahandu Mengkatif Kelanis Rangga Ilung Rantau Kujang Rantau Bahawung Tabak Kanilan Kayumban Sarimbah Bambulung Tuyau Muara Plantau Tampa Dayu KEC SUNGAI Main Stream S. Barito Main Stream S. Barito Anak Sungai Benangin Main Stream S. Barito Anak Sungai Temparak Anak Sungai Ayuh Main stream Barito Main stream Barito Main stream Barito Main stream Barito Main stream Barito S. Karau S. Karau S. Karau S. Karau Mainstream Barito, S. Puring Mainstream Barito, S. Puring Mainstream Barito, S. Puring Mainstream Barito, S. Puring Mainstream Barito, S. Tabal Mainstream Barito, S. Tabal Mainstream Barito, S. Tabal S. Temparak S. Temparak S. Temparak S. Karau S. Karau S. Karau S. Karau S. Karau KERUGIAN RUMAH LUAS / TINGGI GENANGAN

Kec Dusun Utara Kec Dusun Utara Kec Dusun Utara Kec Dusun Selatan Kec Dusun Selatan Kec Dusun Selatan Kec Dusun Selatan Kec Dusun Selatan Kec Karau Kuala Kec Karau Kuala Kec Karau Kuala Kec Karau Kuala Kec Dusun Hilir Kec Dusun Hilir Kec Dusun Hilir Kec Dusun Hilir Kec Jenamas Kec Jenamas Kec Jenamas Kec Bintang Awai Kec Bintang Awai Kec Bintang Awai Kec Pematang Karau Kec Pematang Karau Kec Pematang Karau Kec Dusun Tengah Kec Dusun Tengah

692 65 245 108 545 2615 702 76 370 921 910 52 330 240 706 381 496 687 272 340 162 136 513 262 289 710 491

KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK

150 Ha, 0.5 m 215 Ha, 0.4 m 155 Ha, 0.45 m

2.14

ASPEK KELEMBAGAAN Sebagai daerah aliran sungai yang melewati 2 (dua) daerah administratif yang memanfaatkan aliran Sungai Barito, maka diperlukan suatu bentuk institusi yang dapat mengakomodir kepentingan seluruh masyarakat pengguna (stakeholder) air. Konsep yang diusulkan terdiri dari 4 opsi, dimana terdapat peranan Menteri Kimpraswil secara langsung pada salah satu unit kerja pada ke-4 opsi yang ditawarkan. Salah satu tahapan utama adalah telah adanya lembaga Balai PSDA pada tingkat Provinsi. Apabila belum ada, maka embrio dari balai ini dapat disusun dari unit-unit yang ada, seperti Unit Hidrologi, yang telah ada pada tiap dinas pengairan Provinsi. Setelah adanya Balai PSDA, maka langkah selanjutnya adalah Balai PSDA Lintas Provinsi, yang dimonitor secara langsung oleh Menteri Kimpraswil. Selanjutnya ada pilihan mengenai fungsi Balai Lintas ini, apakah sebagai operator SDA atau sebagai developer infrastruktur SDA juga. Dari konsep inilah yang menjadi dasar pembentukan PROYEK INDUK, dimana peran utama proyek adalah sebagai developer SDA. Provinsi. Kedudukan Proyek Induk akan berada dalam satu unit dengan Balai Pelayanan Umum PSDA Lintas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -185

(Persero) CABANG I MALANG

Pengembangan institusi pengelola SDA sebagai institusi lintas wilayah administrasi memerlukan konsep terpadu dengan partisipasi pihak-pihak pengelola yang mendukung rencana tersebut.

Boundary of river basin Upper Watershed

Reservoir

Main River

Illegal Housing

Boundary of districts

LAUT
A,B,C = ADMINISTRATION DISTRICT

Kerjasama Pengelolaan Wilayah Sungai Antar Provinsi disusun sebagai berikut. 1. Persetujuan Prinsip Antar Provinsi (Setelah mendapat masukan Ketua Komisi / Fraksi DPRD Provinsi) 2. Usulan ke Departemen PU 3. Persetujuan Menteri PU (Setelah mendapat masukan dari Dewan SDA Nasional) 4. Pembentukan Tim Kerja Antar Provinsi (Naskah Kerjasama) 5. Konsultasi Publik / Kab / Kota (Pemda, DPRD, Perguruan Tinggi, ORNOP / LSM, Pemanfaat air/petani, PDAM, industri, Pemuka masyarakat) 6. Naskah kerjasama disetujui masing-masing Gubernur

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -186

(Persero) CABANG I MALANG

7. Persetujuan oleh masing-masing DPRD Provinsi (setelah dibentuk POKJA DPRD) 8. Tanda Tangan Naskah Kerjasama oleh masing-masing Gubernur 9. Pembentukan Dewan SDA Provinsi (Gabungan) / Pola Operasi 10. Pelaksanaan oleh Dinas terkait Beberapa bentuk kerjasama ini dituangkan dalam 4 (empat) scenario yang dapat diterapkan untuk wilayah SWS Barito, dimana alternative ke-3 dan ke-4 cukup aplikatif untuk dilaksanakan. 2.15 RENCANA INDUK BARITO 2004

2.15.1 Maksud dan Tujuan Maksud Merumuskan Rencana Induk Pengembangan Sumber Daya Air secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan air baku, pengembangan daerah irigasi dan rawa, pengendalian banjir dan daya rusak air, konservasi lahan pada daerah aliran sungai Barito untuk jangka waktu perencanaan sampai tahun 2030. Tujuan Mengembangkan sektor sumber daya air pada Wilayah Sungai Barito melalui suatu perencanaan yang matang, konprehensif antar sektor maupun wilayah administratif serta menyesuaikan dengan penataan ruang wilayah. Dengan demikian melalui konsep Master plan yang mantap, akan dapat dilakukan proses pengembangan yang efisien sehingga diperoleh hasil yang efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas disusunlah rancangan Induk Pengembangan Wilayah Sungai Barito Kapuas, yang dapat diselesaikan pada tahun 2004, meliputi : a. Pemenuhan kebutuhan air bersih. b. Rencana pengendalian banjir c. Rencana pengelolaan transportasi Air d. Rencana pengelolaan transportasi darat e. Rencana pengembangan irigasi dan pertanian f. Rencana Pengelolaan kualitas air g. Program pengembangan Listrik h. Program pengembangan Institusi Pengelola SDA

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -187

(Persero) CABANG I MALANG

i. Pengelolaan DAS Kapuas j. Program Pengelolaan Terpadu WS Barito 2.15.2 Garis Besar Masterplan 2004 2.15.2.1 Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Rencana pengelolaan air bersih ditinjau pada : Rencana investasi penambahan kapasitas instalasi institusi penyedia layanan distribusi, dan institusi pendukung penyediaan sumber air.

Program-program yang diusulkan oleh institusi penyedia layanan distribusi disusun berdasarkan kebutuhan pada tiap IKK yang diusulkan pada tiap kecamatan. Adapun penanganan-penenganan pada masing-masing wilayah adalah seperti tabel berikut : Tabel 2.93 Usulan Penanganan Masalah Air Bersih di Kabupaten Barito Kuala
No 1 PDAM / IKK KAB/KOTA PDAM IKK Alalak USULAN PENANGANAN Menambah kapasitas produksi 30 l/det karena kapasitas daya terpasang yang ada sekarang sudah max dibandingkan dengan jumlah daftar calon pelanggan dan pelanggan. Kelebihan produksi ditampung dalam reservoir air bersih Membuang ground reservoir air bersih dengan daya tampung 600 m3, ditambah dengan ground kapasitas lama 100 m3, total 700 m3 Pengembangan tersebut untuk mengatasi vakum produksi selama 4-5 bulan pada musim kemarau Pengadaan WTP/IPA dengan kapasitas 25 liter/det dengan total kapasitas terpasang 40 liter/det Penambahan jar pipa untuk perluasan distribusi ke daerah yang belum terjangkau 2 Kec Alalak / Daerah pelayanan a. Daerah yang sudah dilayani air bersih melalui jar pipa dan diusulkan perluasan : Desa Handil Bakti Desa Berangas Timur Desa Semangat Dalam b. Daerah yang belum terlayani air bersih dan belum terpasang jaringan pipa, dan diusulkan dalam program : Kelurahan Berangas Desa Sungai Lumbah Desa Baringin Desa Pitung (daerah pelayanan dari 3 desa menjadi 7 desa) Diharapkan meningkat dari 34.50% menjadi 55.02%

Jangkauan pelayanan
Laporan Akhir

RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -188

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 2.94 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Bersih Banjarmasin, PDAM Di Kota Banjarmasin, Berdasarkan Proyeksi Kebutuhan
No 1 URAIAN PENDUDUK Total Dilayani PELAYANAN DOMESTIK Total Samb rumah Samb halaman HU KEBUTUHAN NON DOM Total Komersil Sosial institusi Industri PROYEKSI KEBUTUHAN Kebutuhan domestik Kebutuhan non domestik Pelabuhan, dll Rata-rata Hari puncak Kehilangan air PROYEKSI SAMBUNGAN Samb rumah Samb halaman HU Komersil Servis Industri Total Pertamb samb/th KAPASITAS DISAIN Produksi Distribusi KAPASITAS RATA-RATA Total system KEBUTUHAN RESERVOIR Total SATUAN Jiwa Jiwa 1990/1991 480,737 139,500 2004/2005 668,000 488,000 2009/2010 750,000 579,500

% % % %

30% 23% 0% 7%

73% 55% 0% 17%

77% 53% 0% 24%

%dom %dom %dom %dom

26% 16% 9% 1%

12% 5% 7% 0%

18% 9% 9% 1%

m3/hr m3/hr m3/hr m3/hr m3/hr m3/hr Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit

14,735 3,800 0 18,535 21,315 11,360 19,897 0 323 1,776 635 12 22,642 -

63,580 7,785 0 71,363 82,070 17,840 54,855 0 1,156 1,992 1,775 19 59,798 1,115

75,775 13,980 0 89,755 103,220 22,440 56,563 0 1,935 3,772 2,429 43 64,742 989

l/det l/det

425 565

1,215 1,870

1,530 2,350

l/det

389

1,085

1,365

( m3 )

4,200

15,000

18,800

Sumber : Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (PPPKT) Kalimantan Sumber : Banjarmasin, Program Jangka Menengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tk II Banjarmasin

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -189

(Persero) CABANG I MALANG

2.15.2.2 Pengendalian Banjir Rencana pengendalian banjir disusun berdasarkan konsep pengendalian terpadu dengan merencanakan sistem drainase kota berdasarkan sub DAS. Salah satu pendekatan umum dalam perencanaan sistem pengendalian banjir kota (urban flood control) adalah penentuan outline drainase primer, dan detail desain drainase, yang dilaksanaan secara bertahap. Rencana pengendalian banjir pada WS Barito Kapuas dapat dilihat pada gambar 2.29 dan gambar 2.30 berikut.

RENCANA USULAN PROGRAM FLOOD CONTROL


.

COMPREHENSIVE FLOOD CONTROL PROGRAM :

S.TABALONG S. NEGARA
Tanjung

S. BALANGAN S. BATANG ALAI

Amuntai

.
Barabai

S. BARABAI
.

S. AMANDIT S. TAPIN

.
Marabahan

Kandangan

S. MARTAPURA
. . . Rantau

LEGENDA :
BANJARMASIN

Martapura

Banjarbaru

. .

Batas Provinsi Batas Kabupaten Sungai Kota Provinsi Kota Kabupaten Daerah Rawan Banjir

PETA SWS BARITO PROP KALSEL

Gambar 2.39. Peta

Rencana Pengendalian

Banjir SWS

Barito di

Provinsi

Kalimantan Selatan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -190

(Persero) CABANG I MALANG

Be la

S. Busang

tun g

S. Pamelu

nuh S. Tapa

RENCANA USULAN PROGRAM FLOOD CONTROL

S. J u la i

S. Djulai
S. Murun g

S.

alu

S.
S. Bu rak
S. L an da un
S. U

uwei

sei

S. M ar

Saripoi Saripoi Saripoi Saripoi Saripoi Saripoi


S. Bumban

S.

Tu hu p

40
S. n n da To
S. L
S. Mangkutup

Muara Laung Muara Laung Muara Laung . PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU

Muara Laung Muara Laung Muara Laung


a ri S. P

Tumbang Lahung Tumbang Lahung Tumbang Lahung Tumbang Lahung Tumbang Lahung Tumbang Lahung

a nu S. D

ui mb

Muara Lahei Muara Lahei Muara Lahei Muara Lahei Muara Lahei Muara Lahei

MUARA TEWEH MUARA TEWEH . MUARA TEWEH MUARA TEWEH MUARA TEWEH MUARA TEWEH
Seihanyu Seihanyu Seihanyu Seihanyu Seihanyu Seihanyu

S. L
S. Berio i

Tumbang Kunyi Tumbang Kunyi Tumbang Kunyi Tumbang Kunyi Tumbang Kunyi Tumbang Kunyi

ah ai

S. g un La

S. L ami

S. L p uy am at

Ku an tan

S. H ia ng

s S.

Tu tu i

m S.

. BUNTOK BUNTOK BUNTOK BUNTOK BUNTOK BUNTOK


Kec. Karau Kuala Kec. Karau Kuala Kec. Karau Kuala Kec. Karau Kuala Kec. Karau Kuala Kec. Karau Kuala
Ka rau
S. Tuy au

Timpah Timpah Timpah Timpah Timpah Timpah

Kiw a

Kec. Dusun Tengah Kec. Dusun Tengah Kec. Dusun Tengah Kec. Dusun Tengah Kec. Dusun Tengah Kec. Dusun Tengah
S. Ta balo ng

S. M

is si

Mu ru

S.

S.

S.

Pugaan Pugaan Pugaan Pugaan Pugaan Pugaan

S. Samu

Kec. Jenamas Kec. Jenamas Kec. Jenamas Kec. Jenamas Kec. Jenamas Kec. Jenamas
S. T ab al

S. Ba

lan ga

Paringin Paringin Paringin Paringin Paringin nParingin


ita S. P p

S.

ta en

Na pu

Taniran Taniran Taniran Taniran Taniran Taniran

Ha lon g

Pe ta

S.

S.

un in g

S. M

eta k

Pu lau P

S.

an gk ook

S. Terusan

S. M

urung

S. Ka puas M

PETA SWS BARITO


Gambar 2.40. Peta Rencana Pengendalian Banjir SWS Barito

ah un g

S. T

ew eh

S. L

emu

Lampeong Lampeong Lampeong Lampeong Lampeong Lampeong ang S . Lu

S. Ala r

S. Be bem

Ketapang Ketapang Ketapang Tumpung Laung Ketapang Tumpung Laung Ketapang Tumpung Laung Ketapang Tumpung Laung Tumpung Laung Tumpung Laung
S. Tempar ak

S. in ng n ta Ma
Ke
S. k pa Lu

Pujon Pujon Pujon Pujon Pujon Pujon

Kec. Bintang Awai Kec. Bintang Awai Kec. Bintang Awai Kec. Bintang Awai Kec. Bintang Awai Kec. Bintang Awai
S. K

Pendang Pendang Pendang Pendang Pendang Pendang

ap um

S. TEMPARAK Mainstream Buntok


n

S. Teweh Besar
S .S a egi n

Tabak Kanilan Kanilan uh Tabak Kanilan Tabak Kanilan Tabak Kanilan Kanilan S. Ay Bambulung Bambulung Bambulung Bambulung Bambulung Bambulung Ampah Ampah Ampah Ampah Ampah Ampah

a ng a su S. P

S. Karau S. Karau S. Karau S. Karau S. Karau S. Karau


Hayaping Hayaping Hayaping Hayaping Hayaping Hayaping Bentot Bentot Bentot Bentot

S. T

ab al

o ng

Ka na

S. KARAU S. TABALONG S. NEGARA

Muara Uya Muara Uya Muara Uya Muara Uya Muara Uya Muara Uya

yu S. A

S. K

ap u a

S. Pu rin

S.

Ba

rito

Bangkuang Bangkuang Bangkuang Bangkuang Bangkuang Bangkuang

TAMIANG LAYANG S . TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG Kec. Dusun Hilir Kec. Dusun Hilir Kec. Dusun Hilir Kec. Dusun Hilir Kec. Dusun Hilir Kec. Dusun Hilir Murungpudak Murungpudak . Murungpudak Murungpudak Murungpudak . Murungpudak
Pasar Panas Pasar Panas Pasar Panas Pasar Panas Pasar Panas Pasar Panas
aik ng

lo ba Ta

ng

S. Tabalong S. Tabalong S. Tabalong Harui S. Tabalong Harui S. Tabalong Harui S. Tabalong Harui Harui Harui ing Ja S.

Tanta Tanta Tanta Tanta Tanta Tanta Muara Harus Muara Harus Muara Harus Muara Harus Muara Harus Muara Harus

Juai Juai Juai Juai Juai Juai

Halong Halong Halong Halong Halong Halong

S. BALANGAN S. BATANG ALAI S. BARABAI S. AMANDIT S. TAPIN

ar a S. N eg

. AMUNTAI AMUNTAI AMUNTAI AMUNTAI AMUNTAI AMUNTAI


Ilung Ilung Ilung Ilung

S. M

ka eng

tip

Babirik Babirik Babirik Babirik Babirik Babirik

S. Batang Alai S. Batang Alai S. Batang Alai S. Batang Alai S. Batang Alai S. Batang Alai

Keserangan S. Barabai Keserangan S. Barabai Keserangan S. Barabai S. Barabai Keserangan S. Barabai Keserangan S. Barabai D. Bangkau Keserangan Haruyan Haruyan Haruyan Haruyan Haruyan Haruyan

BARABAI BARABAI BARABAI BARABAI BARABAI . BARABAI

lam p

ar

KANDANGAN KANDANGAN . KANDANGAN KANDANGAN KANDANGAN KANDANGAN S. Kandangan S. Kandangan S. Kandangan


Palingkau Palingkau Palingkau Palingkau Palingkau Palingkau Seitatas Seitatas Seitatas Seitatas Seitatas Seitatas

S. Kandangan it S. Kandangan S. Kandangan nd


ma S. A

S. Tapin S. Tapin S. Tapin S. Tapin S. Tapin S. Tapin


Rantau Rantau Rantau . Rantau Rantau Rantau Tambarangan Tambarangan Tambarangan Tambarangan Tambarangan Tambarangan Miawa Miawa Miawa Miawa Miawa Miawa

ji An rS at ap er
S. Alalak

Sungai Pinang Sungai Pinang Sungai Pinang Sungai Pinang Sungai Pinang Sungai Pinang

n ba am A.T

Sungai Tabuk Sungai Tabuk Sungai Tabuk Sungai Tabuk Sungai Tabuk Sungai Tabuk Kertak Hanyar Kertak Hanyar Kertak Hanyar Kertak Hanyar Kertak Hanyar Kertak Hanyar Gambul Gambul Gambul Gambul Gambul

S S. Martapura S. Martapura S. Martapura S. Martapura S. Martapura S. Martapura


S.

. Ria

iw a mK

II

Pengaron Pengaron Pengaron Pengaron Pengaron Pengaron

KAPUAS MURUNG S. MARTAPURA

Aluh-aluh Aluh-aluh Aluh-aluh Aluh-aluh Aluh-aluh Aluh-aluh


S. Malu ka

MARTAPURA MARTAPURA MARTAPURA MARTAPURA MARTAPURA . MARTAPURA . BANJARBARU BANJARBARU BANJARBARU BANJARBARU BANJARBARU BANJARBARU
m Ria

D. Riamkanan

n na Ka

Bati-Bati Bati-Bati Bati-Bati Bati-Bati Bati-Bati Bati-Bati

S.

n la a Ka

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -191

(Persero) CABANG I MALANG

2.15.2.3 Rencana Pengelolaan Transportasi Air

PETA SWS BARITO

PALANGKARA 1

BANJARMAS

Gambar 2.41.

Skema Ruas Transportasi Air di Sungai Barito


Keterangan Dapat dilayari perahu besar walaupun di musim kemarau, kemiringan dasar sungai sangat landai Dapat dilayari perahu besar hanya pada musim penghujan. Kemiringan dasar sungai relatif masih landai Dapat dilayari oleh perahu kecil (kapasitas 1 ton). Aliran relatif cepat dengan beberapa jeram Aliran cukup deras dan banyak jeram tetapi masih dapat dilayari perahu kecil

Zona Lokasi 1 Dari Muara sampai dengan Kalanis, Buntok 2 Dari Buntok sampai dengan Muara Teweh Dari Muara Teweh sampai dengan Puruk Cahu Dari Puruk Cahu sampai dengan Muara Joloi

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -192

(Persero) CABANG I MALANG

.
n da
S. L n ah u

T S.

on

S.

Da

m nu

bu

PETA DAS KAPUAS


.
K E C . K A P U A S TE N GA H

SEIHANYU

SSeihany uu S eihany u eihany SSeihany uu S eihany u eihany

S . Bu n u t
Ku an tan

S. B

eb em

M aaraapitit M ar rappit M M aaraapitit M ar rappit M

S.

PPujon P ujon ujon PPujon P ujon ujon


S.
Ko ta bbarrru Ko ta baa uu Ko ta Ko ta bbarrru Ko ta baa uu Ko ta Ko ta bbarrru Ko ta baa uu Ko ta

S in

gk an

PUJON

LLahhei ii Laahee LLahhei ii Laahee LLahhei ii Laahee

S. M

an a ra n
S .S

S. H

s S.

ia n g

K A B U P A T EN K A P U A S

S.

Mu ru

S. in ng n ta Ma
Te

w eh Be sa r

TIMPAH

TTim pah T im pah im pah TTim pah T im pah im pah

n egia

S.

Ka

pu as

S. ku ng Ma tup

!
S. M ta en k ai ng

MANTANGAI

M ant angai M ant angai M ant angai M ant angai M ant angai M ant angai 6

S.
LLam uuniti Laam unniti m iti LLam uuniti Laam unniti m iti

Me

k ng

p a ti

M aanuusuup M annussupp M M aanuusuup M annussupp M M aanuusuup M annussupp M


PPalingk au P alingk au alingk au alingk au PPalingk au P alingk au 3
D aadaahuup D addahhupp D D aadaahuup D addahhupp D D aadaahuup D addahhupp D

Pa la nngkkauuBa rrru Pa la nggkaau Ba uu Pa la Ba Pa la nngkkauuBa rrru Pa la nggkaau Ba uu Pa la Ba Pa la nngkkauuBa rrru Pa la nggkaau Ba uu Pa la Ba

Ke

l am

Pe nndaaKe ta ppi i Pe ndda Ke ta pi Pe Ke ta Pe nndaaKe ta ppi i Pe ndda Ke ta pi Pe Ke ta

MANDOMAI
Ka nnam itit Ka naam it Ka m Ka nnam itit Ka naam it Ka m Ka nnam itit Ka naam it Ka m

p a M andom ai M andom ai M andom ai r M andom ai M andom ai M andom ai

et a k Pu lau P

A.

Ba

sa ra 5 ng

SSeit at as S eit at as eit at as SSeit at as S eit at as eit at as

0o 0 0

M aalikuu M alik u M lik M aalikuu M alik u M lik M aalikuu M alik u M lik

.
BBarim ba B arim ba arim ba BBarim ba B arim ba arim ba 1o 0 0 L S

KUALA KAPUAS
S . T er us a n

S.

An
A.T

jir Se t pa ra

2o 00 LS

urun g

S.

b am

Lupak D alam Lupak D alam Lupak D alam Lupak D alam Lupak D alam Lupak D alam

! LUMPAK DALAM
3o 0 0 L S

an

ua s M

k pa Lu

S. K ap

. .

ANJ DILAYARI HINGGA MS MS KEMARAU KONDISI

Gambar 2.42.

Skema Ruas Transportasi Air di Sungai Kapuas Murung

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -193

(Persero) CABANG I MALANG

2.15.2.4 Rencana Pengelolaan Transportasi Darat Strategi pengembangan diusulkan dalam 3 (tiga) periode masing-masing, yaitu jangka pendek atau periode I (2003 2008), jangka menengah atau periode II (2008 2013) dan jangka panjang atau periode III (2013 2018) dengan mengacu pada konsep memperbaiki dan meningkatkan aksesibilitas, maupun mobilitas, serta kualitas pelayanan. 1) Strategi jangka pendek adalah membentuk jaringan jalan yang utuh, meskipun kualitas pelayanannya masih rendah, yaitu dengan meningkatkan tingkat kemudahan jangkauan pelayanan hingga daerahdaerah di Provinsi Kalimantan Tengah. 2) Strategi jangka menengah adalah meningkatkan kemudahan dalam hal aksesibilitas dan mobilitas, yaitu peningkatan terhadap ruas jalan penghubung antar kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah. 3) Strategi jangka panjang atau periode III adalah difokuskan pada peningkatan kenyamanan perjalanan masyarakat pengguna jasa transportasi serta pembangunan jalan kereta api untuk angkutan barang. Dalam merealisasikan strategi pengembangan transportasi di Provinsi

Kalimantan Tengah diusulkan pula pentahapan program pengembangan pada masing-masing periode, sebagai berikut: Periode I (2003) 1. 2. Meningkatkan jaringan jalan sepanjang koridor utama dengan konstruksi perkerasan beraspal dengan lebar 4,5 6,0 meter. Rehabilitasi/pemeliharaan pada segmen-segmen tertentu sepanjang koridor 3. 4. 5. utama yang dirasakan sangat mendesak untuk lebih dimantapkan. Penyelesaian jembatan balok T (jembatan layang) di daerah Tumbang Nusa (ruas Palangkaraya Pulang Pisau). Penyelaesaian Jembatan Sei Barito di Puruk Cahu ( ruas Muara Teweh Puruk Cahu). Penyelesaian Pembangunan Jalan dan jembatan Ruas Palangkaraya Timpah Buntok, lebar minimal 4,5 meter.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -194

(Persero) CABANG I MALANG

6. 7. 8. 9. 10.

Pembangunan Jembatan Sungai Kapuas Di Lungkuh Layang pada Ruas Jalan Koridor Utama Palangkaraya Buntok. Pembangunan jembatan yang melintasi Sei Kapuas di Sei Hanyu (ruas K.Kurun Sei Hanyu Batu Putih). Pembangunan jembatan yang melintasi Sei Laung di Tumbang Laung (ruas Batu Putih Puruk Cahu). Mengoptimalkan Terminal Angkutan Darat bagi kabupaten yang sudah memiliki terminal. Membangun terminal dan fasilitasnya pada masing-masing ibu kota kabupaten yang belum memiliki terminal.

Periode II (2008-2013) 1. 2. Peningkatan struktur jaringan jalan sepanjang koridor utama dengan konstruksi lapis permukaan aspal beton dan lebar minimum 6,0 meter. Pemeliharaan (rutin/periodik) atau rehabiltasi pada segmen-segmen tertentu sepanjang koridor utama yang dirasakan sangat mendesak untuk lebih dimantapkan. 3. Peningkatan Pembangunan Jalan dan Jembatan Ruas Palangkaraya Timpah Buntok dari kondisi agregat ke kondisi aspal beton lebar minimum 6 meter. 4. 5. Pembangunan pelabuhan di Kabupaten Katingan dengan salah satu alternatif posisi pada selat jeruju (Pegatan-Mendawai). Peningkatan ruas jalan eksternal menuju Banjarmasin ruas Palangkaraya Banjarmasin 6 meter, ruas jalan menuju Provinsi Kalbar ruas jalan Nanga Bulik, Kujan Kudangan ke arah Kalbar lebar 6 meter. Periode III (2013-2018) 1. Peningkatan struktur dan lebar jalan di koridor utama pada segmensegmen dalam ruas jalan Palangkaraya Tangkiling, Sampit Samuda, Palangkaraya Bereng Bengkel Km 35, Kuala Kapuas Batas Kal-Sel, Pasar Panas Tamiyang Layang Ampah Buntok ditingkatkan menjadi 2x7 meter. 2. Pembangunan jalan rel kereta api untuk transportasi angkutan barang dengan alternatif jalur yaitu jalur daratan tinggi menuju outlet

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -195

(Persero) CABANG I MALANG

(Kumai/Pangkalan Bun dan Bagendang/Ujung Pandaran, Sampit) dari kawasan pengembangan industri yang merupakan jaringan tingkat sekunder pada sistem jaringan primer trans Borneo railways yang meliputi Kuala Kurun Tumbang Samba ( menuju Parenggean dan Bagendang/Ujung Pandaran) Nangabulik (menuju pelabuhan Kumai). 3. Jalur menuju ke perbatasan Kalimantan Barat/Kalimantan Timur. Dan berorientasi ke 3 (tiga) outlet (pelabuhan); Banjarmasin, Kumai dan Bagendang/Ujung Pandaran. Merupakan pengembangan pada tahapan alternatif (a) daerah Upland Coridor dan perbatasan menuju outlet. 2.15.2.5 Rencana Pengelolaan Kualitas Air Mengingat banyaknya kegiatan pertambangan emas di sungai dinilai telah banyak mengganggu kelancaran dan keselamatan angkutan sungai serta sistim pengolahan yang terbukti mencemari air sungai, maka dipandang perlu upaya bersama untuk mengurangi dampak negarif tersebut. Program yang diusulkan untuk mengatasi hal ini adalah : 1. Monitoring Kegiatan Penambangan Terpadu (Dinas Pertambangan dan Energi tingkat kabupaten) 2. Pengelolaan kualitas air sungai-sungai di kab kapuas, termasuk kajian teknis pengolahan emas dengan air raksa yang aman untuk lingkungan (kecamatan mantangai) 3. Pengelolaan kualitas air sungai pada kawasan pertambangan di Provinsi kalsel (kab. Tabalong, kab. Hsu, kab. Hss, kab. Hst, kab. Banjar, kab. Tapin) 4. Pengelolaan kualitas air sungai pada kawasan pertambangan di Provinsi Kalteng (s. Karau, s. Ayuh, s. Maruwei, dan s. Murung) 5. Sosialisasi undang-undang no. 23 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, atau peraturan perundangan lainnya, serta sanksi terhadap pelanggar lingkungan agar disosialisasikan secara luas sampai ke desadesa. 2.15.2.6 Program pengembangan Listrik Meninjau kajian kurangnya kapasitas daya terpasang listrik yang ada di kedua Provinsi Kalselteng, maka diusulkan kajian lanjutan terhadap 4 (empat) kapuas tengah, kecamatan timpah, dan kecamatan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -196

(Persero) CABANG I MALANG

scheme yang memerlukan kajian lanjutan. Salah satu usulan yaitu Waduk Muara Juloi, di Kabupaten Murung Raya merupakan waduk serbaguna yang berfungsi sebagai waduk pengendali banjir, irigasi, perikanan, dan pertanian. Program pelaksanaan rencana pembangunan bendungan/waduk di Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut. Tabel 2.95 Program Pelaksanaan Rencana Pembangunan Bendungan/Waduk di Provinsi Kalimantan Tengah

2005 2006 2007 2007 2010 2007 2008 2012 2013

Identifikasi telah dilakukan pada tahun 1968, dan studi awal dilanjutkan pada tahun 2005 Diusulkan untuk dilakukan studi kelayakan dan rona lingkungan bendungan Detail desain dan dampak lingkungan serta sosialisasi masalah pembebasan tanah dan rumah Sosialisasi masalah pembebasan tanah dan pembebasan tanah Pelaksanaan fisik jalan masuk + jembatan ke lokasi (access road) Pelelangan fisik pekerjaan Awal pelaksanaan fisik sampai penyelesaian Awal operasi bendungan/dam

2.15.2.7 Program Pengembangan Institusi Pengelola SDA Sebagai daerah aliran sungai yang melewati 2 (dua) daerah administratif yang memanfaatkan aliran Sungai Barito, maka diperlukan suatu bentuk institusi yang dapat mengakomodir kepentingan seluruh masyarakat pengguna (stakeholder) air. Konsep yang diusulkan terdiri dari 4 opsi, dimana terdapat peranan Menteri Kimpraswil secara langsung pada salah satu unit kerja pada ke-4 opsi yang ditawarkan. Salah satu tahapan utama adalah telah adanya lembaga Balai PSDA pada tingkat Provinsi. Apabila belum ada, maka embrio dari balai ini dapat disusun dari unit-unit yang ada, seperti Unit Hidrologi, yang telah ada pada tiap dinas pengairan Provinsi. Setelah adanya Balai PSDA, maka langkah selanjutnya adalah Balai PSDA Lintas Provinsi, yang dimonitor secara langsung oleh Menteri Kimpraswil. Selanjutnya ada pilihan mengenai fungsi Balai Lintas ini, apakah sebagai operator SDA atau sebagai developer infrastruktur SDA juga.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -197

(Persero) CABANG I MALANG

Dari konsep inilah yang menjadi dasar pembentukan PROYEK INDUK, dimana peran utama proyek adalah sebagai developer SDA. Provinsi. Pengembangan institusi pengelola SDA sebagai institusi lintas wilayah administrasi memerlukan konsep terpadu dengan partisipasi pihak-pihak pengelola yang mendukung rencana tersebut. 2.15.2.8 Pengelolaan DAS Kapuas DAS Kapuas dan DAS Barito dihubungkan oleh aliran Sungai Kapuas Murung. Sepanjang 420 km dari 600 km aliran Sungai Kapuas dapat dilayari sampai ke hulu, dari Kuala Kapuas sampai Seihanyu, dan transportasi air merupakan prasarana penting perekonomian wilayah ini. Untuk mendukung sector transportasi tersebut, maka diusulkan program konservasi dengan kajian pengendalian erosi pada anak-anak sungainya. Tabel 2.96 Usulan Program Konservasi dengan Kajian Pengendalian Erosi
NO USULAN PROYEK KATEGORI JANGKA WAKTU 1 DRAINASE TERPADU KOTA KUALA JANGKA PENDEK DAN KAPUAS MENENGAH 2 PROGRAM KALI BERSIH JANGKA MENENGAH KABUPATEN KAPUAS 3 PENGEMBANGAN TPA KOTA JANGKA PENDEK KAPUAS 4 PENGENDALIAN SEDIMEN SUNGAI JANGKA MENENGAH MENTANGAI, MANGKUTUP, DAN MURAI 5 PENGENDALIAN SEDIMEN SUNGAI JANGKA MENENGAH MANGKUTUP 6 PENGENDALIAN SEDIMEN SUNGAI MURAI 7 MONITORING KUALITAS AIR JANGKA PENDEK SUNGAI MENTANGAI 8 PEMELIHARAAN ALUR SUNGAI JANGKA PANJANG MAIN STREAM HULU S. KAPUAS 9 KONSERVASI KAWASAN BUKIT JANGKA MENENGAH DAN TANGKILING PANJANG

Kedudukan Proyek

Induk akan berada dalam satu unit dengan Balai Pelayanan Umum PSDA Lintas

2.15.2.9 Program Pengelolaan Terpadu WS Barito Alokasi waktu perencanaan program disusun dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Prioritas program jangka pendek didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : 1. 2. Kajian teknis terhadap kondisi kritis wilayah, untuk sektor konservasi Analisis ekonomi untuk sektor pendayagunaan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -198

(Persero) CABANG I MALANG

3.

Tingkat kerugian untuk sektor pengedalian daya rusak air

Tabel 2.97 Daftar Program Prioritas


SEKTOR / PROJECT TITLE 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) PENGEMBANGAN TPA KOTA KUALA KAPUAS PERENCANAAN DRAINASE PRIMER DAN SEKUNDER KOTA KUALA KAPUAS PENGENDALIAN SEDIMEN DAS KAPUAS PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI KAPUAS PENGELOLAAN DAS KRITIS DI DAS BARITO, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (DAS Balangan, DAS Riam Kanan, Riam Kiwa, dan Tabalong Kanan) PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI MARTAPURA WADUK SERBAGUNA MUARA JULOI KONSERVASI KAWASAN LINDUNG PARAWEN, KALTENG, 81.000 Ha dan 87.700 Ha (Cagar Alam) KONSERVASI KAWASAN PLEIHARI TANAH LAUT, PROP KALSEL, 35.000 Ha (CA dan Suaka Margasatwa) KONSERVASI KAWASAN PLEIHARI MARTAPURA, PROP KALSEL, 155.000 Ha (CA dan Suaka Margasatwa) KONSERVASI KAWASAN BATIKAP I, BATIKAP II, BATIKAP III, KAB MURUNG RAYA, 740.375 Ha KONSERVASI KAWASAN MERATUS HULU BARABAI, 200.000 Ha, Kabupaten HSU, HST, dan HSS D.I. MUARA SINGAN 10,279 Ha 280 MW

10 ) 11 ) 12 ) 13 )

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -199

(Persero) CABANG I MALANG

MASTER PLAN WILAYAH SUNGAI (WS) BARITO NO


1

SEKTOR / PROJECT TITLE


Drainase Kota 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10 ) 11 ) 11 ) 12 ) PENGEMBANGAN TPA KOTA KUALA KAPUAS PERENCANAAN DRAINASE PRIMER DAN SEKUNDER KOTA KUALA KAPUAS PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI KAPUAS PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI NEGARA PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI MARTAPURA PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI TAPIN PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI BARABAI PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI BATANG ALAI PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI BALANGAN PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI TABALONG PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI AYUH PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI TEWEH PENYUSUNAN OUTLINE PLAN DRAINASE KOTA BUNTOK

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -200

(Persero) CABANG I MALANG

Waduk Serbaguna 13 ) 14 ) WADUK SERBAGUNA MUARA JULOI WADUK SERBAGUNA LAHEI

Konservasi Hutan, Erosi dan Sedimentasi 15 ) 16 ) PENGENDALIAN SEDIMEN DAS KAPUAS PENGELOLAAN DAS KRITIS DI DAS BARITO, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (DAS BALANGAN, DAS RIAM KANAN, RIAM KIWA, DAN TABALONG KANAN)

NO

SEKTOR / PROJECT TITLE


PENGELOLAAN KONDISI DAS PADA KAWASAN POTENSI PERTAMBANGAN (KALTENG) 17 ) 18 ) 19 ) 20 ) 21 ) 22 ) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Lahei (Kab Mura) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Teweh (Kab Mura) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Juloi (Kab Mura) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Laung Tuhup (Kab Mura) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Ayuh (Kab Barsel) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Bekakar dan Takuan Puri (Kab Bartim)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -201

(Persero) CABANG I MALANG

PENGELOLAAN KONDISI DAS PADA KAWASAN POTENSI PERTAMBANGAN (KAPUAS) 23 ) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Mentangai (Kab Kapuas)

PENGELOLAAN KONDISI DAS PADA KAWASAN POTENSI PERTAMBANGAN (KALSEL) 24 ) 25 ) 26 ) 27 ) 28 ) 29 ) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Tabalong Kiwa, 99.000 Ha (Kab Tabalong) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Ayu, 67.000 Ha (Kab Tabalong) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Batangalai, 4.000 Ha (Kab HST) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Tapin, 17.500 Ha (Kab Tapin) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Alalak 8.400 Ha (Kab Banjar) Pengendalian Pengolahan Tanah di Hulu DAS di Sungai Martapura 77.000 Ha (Kab Banjar)

30 )

KONSERVASI KAWASAN LINDUNG PARAWEN, KALTENG, 81.000 Ha dan 87.700 Ha (Cagar Alam) (Sblmnya Parawen I dan Parawen II, 1982)

81,000 2,543 155,000 740,375 200,000

Ha Ha Ha Ha Ha

31 ) 32 ) 33 )

KONSERVASI KAWASAN BUKIT TANGKILING, KAB KAPUAS, 2.543 Ha (Cagar Alam dan Taman Wisata) KONSERVASI KAWASAN PLEIHARI TANAH LAUT, PROP KALSEL, 35.000 Ha (CA dan Suaka Margasatwa) KONSERVASI KAWASAN PLEIHARI MARTAPURA, PROP KALSEL, 155.000 Ha (CA dan Suaka Margasatwa)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -202

(Persero) CABANG I MALANG

34 )

KONSERVASI KAWASAN PULAU KAGET, PROP KALSEL, 275 Ha (CA)

NO

SEKTOR / PROJECT TITLE


35 ) 36 ) 37 ) 38 ) 39 ) 40 ) 41 ) 42 ) KONSERVASI KAWASAN PULAU KEMBANG, PROP KALSEL, 60 Ha (CA) KONSERVASI KAWASAN G. KENTAWAN, KAB HSS, 245 Ha (CA) KONSERVASI KAWASAN BATIKAP I, BATIKAP II, BATIKAP III, KAB MURUNG RAYA, 740.375 Ha KONSERVASI KAWASAN MERATUS HULU BARABAI, 200.000 Ha, Kabupaten HSU, HST, dan HSS KONSERVASI KAWASAN MERATUS HULU TANJUNG, 46.250 Ha, Kabupaten HSU dan Tabalong KONSERVASI KAWASAN MUARA UYA, KAB TABALONG, 25.000 Ha (CA) KONSERVASI KAWASAN SUNGAI NAGARA, KAB HSU, 150.000 Ha (SM) KONSERVASI KAWASAN HUTAN GAMBUT LIANG ANGGANG, KAB BANJAR, 6.000 Ha (CA)

PLTA 43 ) 44 ) 45 ) 46 ) PLTA MUARA JULOI PLTA LAHEI PLTA TEWEH PLTA RIAM KIWA (2 X 21 MW) 280 32.3 34 42 MW MW MW MW

Pengembangan Pertanian 47 ) D.I. MUARA SINGAN 10,279 Ha

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -203

(Persero) CABANG I MALANG

48 ) 49 ) 50 ) 51 ) 52 ) 53 ) 54 ) 55 ) 56 ) 57 )

D.I. MARUWEI D.I. TONDAN D.I. TEMPARAH D.I. AMANDIT D.I. BATANG ALAI D.I.BARABAI D.I. BALANGAN D.I. PITAP STUDI PENERAPAN SUB POLDER PADA POLDER ALABIO KAJIAN PERTANIAN TERPADU PADA POLDER ALABIO

7,984 7,927 5,459 6,432 6,823 3,078 2,172 4,519

Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha

NO
7

SEKTOR / PROJECT TITLE


Pengelolaan Kualitas Air 58 ) PENELITIAN KUALITAS AIR SUNGAI-SUNGAI DI KAB KAPUAS (Kecamatan Kapuas Tengah, Kecamatan Timpah, dan Kecamatan Mantangai) PENELITIAN KUALITAS AIR SUNGAI PADA KAWASAN PERTAMBANGAN DI PROVINSI KALSEL (Kab Tabalong, Kab HSU, Kab HSS, Kab HST) PENELITIAN KUALITAS AIR SUNGAI PADA KAWASAN PERTAMBANGAN DI PROVINSI KALTENG (S. Karau, S. Ayuh, S. Maruwei, dan S. Murung)

59 )

60 )

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -204

(Persero) CABANG I MALANG

61 ) 62 ) 8

Monitoring Kegiatan Penambangan Terpadu Sosialisasi undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup (No. 23 / 1997)

Lembaga Pengelola Lintas Provinsi 63 ) 64 ) 65 ) 66 ) 67 ) 68 ) 69 ) Lokakarya Sistem Pengelolaan Lingkungan / DAS Terpadu Rapat Koordinasi antara dan penandanganan Nota Kesepakatan Antar Bupati yang berada di SWS Barito Capacity Building dan Pemantapan Insitusi Tingkat Provinsi untuk Pembentukan Balai SDA (Kalsel) Capacity Building dan Pemantapan Insitusi Tingkat Provinsi untuk Pembentukan Balai SDA (Kalteng) Pelatihan dan Pemantapan PPPA Provinsi Kalsel Pelatihan dan Pemantapan PPPA Provinsi Kalteng Pembentukan Balai SDA

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

II -205

(Persero) CABANG I MALANG

BAB 3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI PELAKSANAAN STUDI

3.1.

PENDEKATAN DALAM PELAKSANAAN STUDI

3.1.1 Umum Pendekatan yang diambil dalam perencanaan sumber daya air di wilayah sungai mengacu pada UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Di dalam pendekatan penyusunan Pola Pengelolaan SDA tersebut akan diuraikan secara singkat tahapan dalam perencanaan sumber daya air wilayah sungai, dimana kegiatan tersebut merupakan kegiatan awal dalam perencanaan SDA di wilayah sungai. Gambar 3.1 menunjukkan tahapan dalam penyusunan perencanaan Sumber Daya Air (Subdit PWS, Direktorat Bina Program, 2006) yang meliputi penyusunan kebijakan pengelolaan Sumber Daya Air di tingkat Propinsi serta penyusunan pola pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai. Sedangkan pada gambar 3.2 merupakan bagan alir penyusunan pola sumber daya air.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -1

(Persero) CABANG I MALANG

TAHAPAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


Makro Basis Spasial Nas/Prop/Kab/Kot Kebijakan Nasional SDA Survey Investigasi & Review Studi WS Kebijakan SDA Prop/Kab/Kota Pola PSDA WS yg tlh ditetapkan Men/Gub/Bup Inventarisasi SDA WS Renc. PSDA WS Renc.Induk: K,DG,DR tidak PLANNING (perencanaan) Makro/Mikro Basis Basis Wil. Sungai Area Keg. Dlm WS Mikro Basis
Lokasi Krj. Dlm WS

KONSTRUKSI

OPERASI & PEMELIHARAAN

PANTAU EVALUASI

RTRW Nas/Pro/Kab/Kt

Program Prioritas SDA Ditjen Lain Departemen lain

Survey dan Investigasi Operasi & Pemeliharaan (OM)

Studi Klykn (FS)+Amdl

ya

Detail Desain (D/D)

Pelaksanaan Konstruksi (C)

Monitoring dan Evaluasi

KETERANGAN : *) Pola PSDA = Kerangka Dasar untuk --> merencanakan, melaksanakan, memantau & mengevaluasi (Konservasi, Daya Guna, Daya Rusak) **) Rencana PSDA merupakan keterpaduan dari Rencana Induk: Konservasi, Daya Guna, Daya Rusak Sumber : Subdit PWS, Direktorat Bina Program, 2006)

Gambar 3.1 Tahapan Dalam Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Air

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -2

(Persero) CABANG I MALANG

Start

Mempelajari kebijakan Daerah di Dalam Pengelolaan SDA

Inventarisasi Data

Identifikasi Masalah

TAHAP I PERSIAPAN

PKM I
Jika tidak sesuai Jika sesuai

Analisa data

Skenario Pengembangan

Strategi Kebijakan Operasional


(Rancangan Pola Pengelolaan SDA WS)

PKM II
TAHAP II PENYUSUNAN

Finalisasi Konsep Rancangan Pola

Proses Penetapan
TAHAP III PROSES PENETAPAN

Pola Pengelolaan SDA WS

End

Gambar 3.2 Bagan Alir Penyusunan Pola Sumber Daya Air.

3.1.2 Visi, Misi, Azas dan Prinsip sebagai Panduan Penyusunan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air akan menggunakan visi, misi, azas dan prinsip pengelolaan sumber air sesuai dengan paradigma baru yaitu :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -3

(Persero) CABANG I MALANG

Visi : Terwujudnya kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Misi : Azas :
-

Konservasi sumber daya air Pendayagunaan sumber daya air Pengendalian daya rusak air Peran serta masyarakat Sistem informasi sumber daya air Kelestarian Keseimbangan Kemanfaatan umum Keterpaduan dan keserasian Keadilan Kemandirian Transparansi dan akuntabilitas Satu sungai, satu rencana, satu manajemen yang terkoordinasi berdasarkan wilayah sungai sebagai kesatuan pengelolaan Pengelolaan sumber daya air daya mencakup rusak, konservasi, peran serta

Prinsip :
-

pendayagunaan,
-

pengendalian

masyarakat dan sistem informasi SDA Keterpaduan antar sektor, antar wilayah, antar instansi tanpa mengurangi kewenangan masing-masing
-

Keterpaduan antara air permukaan dan air tanah Upaya pendayagunaan diimbangi dengan upaya konservasi Proses rencana pengelolaan melibatkan seluruh stakeholder Penerapan kebijakan sumber daya air diselenggarakan secara demokratis dengan pelibatan semua unsur stakeholder berdasarkan asas tersebut diatas

Dalam jangka panjang implementasi kebijakan dilaksanakan oleh badan pengelola yang mandiri, profesional dan akuntabel Pelibatan masyarakat dalam seluruh proses pembangunan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -4

(Persero) CABANG I MALANG

3.2.

PENDEKATAN OPERASIONAL Untuk pelaksanaan studi Rancangan Pola Wilayah Sungai Barito-Kapuas ini, agar tercapai hasil kerja yang optimal Konsultan akan menyiapkan rencana operasional proyek yang seefektif dan seefisien mungkin. Unsur-unsur utama yang mendukung dan mempengaruhi jalannya operasional proyek meliputi: Personil (Tenaga Ahli dan Tenaga Penunjang) Organisasi Sistem Koordinasi Fasilitas kerja Tempat (kantor dan base camp) Secara diagram, pendekatan operasional pelaksanaan pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 3.3.

PENDEKATAN OPERASIONAL

FASILITAS LAPANGAN KANTOR STUDIO TRANSPORTASI KOMUNIKASI

KUALITAS KAPASITAS OPERASIONAL EFEKTIF KOORDINASI INTERN EKSTERN EFISIEN

ORGANISASI
INTERN EKSTERN

TEPAT

TEPAT MUTU

Gambar 3.3 Pendekatan Operasional Pelaksanaan Pekerjaan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -5

(Persero) CABANG I MALANG

3.3.

PENDEKATAN UMUM

3.3.1. Kerangka Kerja Analitis Untuk memecahkan permasalahan perencanaan sumber daya air yang bersifat kompleks, multi-sektoral, multi-sasaran, multi-kriteria, multi-disiplin, dan antar-wilayah ini, sebaiknya digunakan pendekatan analisis sistem sumberdaya air secara holistik, komprehensif dan terpadu. Pendekatan analisis sistem ini yang diterapkan pada Wilayah Sungai (WS) atau pada Daerah Aliran Sungai (DAS) ini dicirikan dengan adanya dua buah komponen utama, yaitu: 1. 2. Kerangka Kerja Analisis (Framework for the Analysis) yang merupakan pola pikir, dan menjelaskan urutan pelaksanaan dalam studi; dan Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) berupa model komputer, database dan user-interface untuk mendukung Kerangka Kerja Analisis.
TAHAP INSEPSI TAHAP PERSIAPAN (pengumpulan data dan analisis sektoral)
ANALISIS EKONOMI MAKRO DAN KELEMBAGAAN pola tata ruang populasi kelembagaan ANALISIS PENGGUNAAN AIR DAN AKTIVITAS YANG BERKAITAN pertanian, air minum, industri, energi, dsb. ANALISIS SISTEM SUMBERDAYA AIR - hidrologi - kualitas air - erosi dan sed. operasi, dsb.

PERUMUSAN KONDISI ANALISIS DAN PENDEKATAN ANALITIS

RENCANA KERJA

IDENTIFIKASI SASARAN PERENCANAAN DAN KRITERIA EVALUASI

SASARAN DAN KRITERIA

TAHAP ANALISIS TERPADU


PERUMUSAN DAN ANALISIS STRATEGI PENGELOLAAN AIR

PEMICU banjir, kekeringan, perencanaan, dll.

ANALISIS AWAL PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGGULANGAN

EVALUASI STRATEGI PENGELOLAAN AIR teknis,ekonomis, sosial,lingkungan dll.,+ analisis sensitivitas

PENYAJIAN HASIL laporan - peta - kartu skor - model database

MASUKAN UNTUK PARA PENENTU KEBIJAKSANAAN

Gambar 3.4 Kerangka Kerja Analisis

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -6

(Persero) CABANG I MALANG

3.3.2. Kerangka Kerja Komputasi. Kerangka kerja komputasi adalah perangkat lunak untuk membantu analitis pada tahap persiapan serta tahap analisis. Perangkat lunak ini dikembangkan pada tahap persiapan dan terdiri atas: Basis data (data base ) Kumpulan model matematis yang konsisten terdiri atas model ketersediaan air, kebutuhan air, distribusi air, model erosi, model air tanah, dan lain sebagainya. Pembuatan kerangka kerja komputasi ini biasanya memakan banyak waktu dan biaya, tetapi jika basis data serta model sudah tersedia maka akan sangat memudahkan analisis selanjutnya, juga untuk permasalahan yang serupa pada Daerah Aliran Sungai yang lain. 3.3.3. Basis Data. Basis data merupakan bank data yang berfungsi untuk memberikan masukan pada model computer. Data yang ada sebaiknya disusun dalam basis data, untuk tujuan sebagai berikut : Mempermudah koordinasi penyimpanan dan pemeliharaan data Menghindarkan timbulnya duplikasi data yang dapat mengakibatkan pemborosan media penyimpanan data serta mengurangi keandalan data yang tepat waktu. Mempertinggi keluwesan akses data, sehingga data dapat dilihat pada layer, dicetak pada kertas sebagai laporan atau dipindahkan pada media penyimpanan data (misalnya dalam CD) Basis data adalah (Kukstehl, 1985 ) kumpulan data yang diatur sedemikian rupa sehingga pencarian serta pemunculan data dapat dilakukan dengan sangat efisien. Basis data dapat dikelola mulai dari program computer yang sederhana seperti Microsoft Excel, program khusus basis data seperti dBase III, atau program basis data yang khusus dibuat untuk menangani data masalah sumber daya air, misalnya HYMOS. Idealnya basis data pengembangan sumber SDA terpadu adalah mencakup antara lain : Basis data ekonomi dan kependudukan pada tingkat kabupaten dan kecamatan. Basis data hidrometeorologi: hujan, debit, klimatologi, air tanah.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -7

(Persero) CABANG I MALANG

Basis data jaringan sumber daya air: skematis, infrastruktur, operasi, kebutuhan air untuk masing masing pengguna air, dan lain sebagainya. Basis data lainnya: kualitas air, erosi dan sedimentasi dan lain lain.

3.3.4. Model Matematis. Model matematis adalah kaitan fungsional antara masukan dan keluaran, untuk menirukan keadaan sebenarnya di dalam dunia nyata. Model matematis kerap kali dinamakan juga sebagai model computer, sebab pelaksanaan perhitungannya biasanya dilakukan dengan bantuan computer. Model matematis dapat menggunakan satu atau lebih teknik analitis sebagai berikut: Teknik optimasi (program linear, program non linear, program dinamis). Teknik probabilistic ( teori antrian, teori persediaan ). Teknik statistic (multivariate, inferensi, teori keputusan). Teknik simulasi

Untuk system SDA yang kompleks seperti wilayah sungai BARITO - KAPUAS akan digunakan metode simulasi. Model komputer ini dapat dibagi menurut peranannya dalam tahapan yang ada pada kerangka kerja analitis yaitu : Tahap analisis ekonomi makro dan kependudukan. Tahap analisis penggunaan air serta aktivitas yang berkaitan dengan air. Tahap analisis system saat ini. dan Tahap analisis terpadu.

Untuk meneliti kondisi system pada saat ini, akan digunakan model hidrologi untuk menelaah situasi ketersediaan air dengan HYMOS. Selain itu bilamana perlu dapat ditambahkan juga penggunaan beberapa model antara lain sbb: Model air tanah. Model analisa banjir. Model erosi. Model sedimentasi. Model kualitas air

Model untuk melaksanakan analisa terpadu, berfungsi mensimulasikan alokasi air pada jaringan skematis daerah aliran mengingat kebutuhan air untuk berbagai pengguna air, aturan operasi waduk serta bendung, skematis daerah aliran sungai dan mengalokasikan pembagian air sesuai prioritas yang telah

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -8

(Persero) CABANG I MALANG

ditentukan dan air yang tersedia. Mengingat system tata air yang dikaji sangat kompleks dan rumit, maka akan digunakan program khusus untuk simulasi wilayah yaitu RIBASIM. Secara garis besar, kegiatan yang akan dilaksanakan untuk menyelesaikan pekerjaan Penyusunan Pola Pengelolaan SDA Wilayah sungai BARITO - KAPUAS ini terdiri dari 5 (lima) Kegiatan utama, yaitu : a) Kegiatan Pendahuluan b) Survey dan Inventarisasi Data c) Pengolahan dan Analisis Data d) Identifikasi Rencana Pengembangan Sumber Daya Air e) Analisis Strategi Pola Pengelolaan SDA wilayah sungai 3.4. PENDEKATAN HUKUM Penyusunan Rancangan Pola Wilayah Sungai Barito-Kapuas ini mengacu kepada peraturan perundangan yang lahir sesuai arah kebijakan politik, dimana otonomi seluas-luasnya diberikan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota. Secara berjenjang, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai tersusun dengan urutan sebagai berikut : Undang-Undang Dasar 1. 2. Alinea ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945

Undang-Undang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -9

(Persero) CABANG I MALANG

Peraturan Pemerintah 1. 2. 3. 4. 5. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang tentang Irigasi. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Keputusan Presiden Keputusan Presiden No. 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. Peraturan Daerah 3.5. PENDEKATAN PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SDA WILAYAH SUNGAI BARITO - KAPUAS Untuk menjamin terselenggaranya PSDA yang dapat memberikan manfaat yang sebesar besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air merupakan Kerangka Dasar dalam Merencanakan, Konservasi Melaksanakan, Daya Air, Memantau dan Mengevaluasi Sumber Daya kegiatan Air dan Sumber Pendayagunaan

Pengendalian Daya Rusak Air.(Pasal 1 ayat 8

UU No 7 tahun 2004) pada

Wilayah Sungai BARITO - KAPUAS dengan Prinsip Keterpaduan antara Air Permukaan dan Air Tanah serta Keseimbangan Upaya Konservasi dan Pendayagunaan Sumber Daya Air. 3.5.1 Penentuan Responden Penentuan Responden dalam analisis Penyusunan Pola Pengelolaan SDA ditetapkan berdasarkan teknik Purposive Sampling dengan pertimbangan bahwa Responden adalah pelaku (Individu atau Lembaga) yang mempengaruhi

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -10

(Persero) CABANG I MALANG

penyusunan Pola Pengelolaan SDA, baik langsung maupun tidak langsung di Daerah Aliran Sungai pada wilayah sungai BARITO - KAPUAS. Responden yang ditetapkan adalah sebagai berikut : a. Wakil Pemerintah Daerah b. Wakil Pengguna Air c. Kehutanan d. Universitas e. LSM 3.5.2 Tahapan Analisis Metode pengambilan keputusan pemilihan alternatif tindakan pola

Pengelolaan SDA untuk pencapaian pengelolaan SDA berkelanjutan dilakukan dengan dua pola alur analisis pengambilan keputusan yaitu : a. Alur pengembangan Kriteria dan Ukuran Evaluasi b. Pembangkitan Alternatif dan Evaluasi rekayasa. 3.6. PENDEKATAN TEKNIS PENYUSUNAN POLA WS BARITO - KAPUAS Tahapan dalam metodologi pelaksanaan diuraikan secara ringkas dan mengacu pada tahapan kegiatan seperti pada KAK. Secara ringkas tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 3.6.1. Persiapan Personil dan Administrasi Konsultan akan mengerahkan tenaga ahli dengan koordinasi oleh Direktur Teknik Perusahaan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan. 3.6.2. Survey dan Inventarisasi Data Data-data yang dikumpulkan pada uraian pendekatan umum akan dilakukan review untuk dijadikan bahan masukan dalam kegiatan ini. Beberapa item kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -11

(Persero) CABANG I MALANG

3.6.2.1 Informasi Kondisi Fisiografis Lahan Item kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan kondisi tata guna lahan pada wilayah sungai BARITO - KAPUAS secara umum dan kajian hasil studi dari beberapa instansi terkait. Pendekatan yang akan dilakukan pada tahap informasi kondisi fisiografis lahan adalah sifat fisik lahan yang merupakan dasar bagi perencanaan penggunaan lahan yang rasional. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : Pendekatan bentangan (Landscape Approach), yaitu untuk memetakan tanah dengan skala kecil yang diperlukan untuk Masterplan. Pendekatan sistem evaluasi lahan dan penilaian lokasi (Land Evaluation and Site Assesment = LESA) yaitu suatu sistem untuk membantu instansi yang terkait untuk membuat keputusan-keputusan dalam perencanaan penggunaan lahan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dengan diperkenalkannya sistem informasi berbasis SIG. Pendekatan mengatasi masalah konservasi lahan meliputi : 1. Pendekatan fisiografik (physiographic approach) a. Mempertimbangkan lahan secara keseluruhan di dalam penilaiannya. b. Menggunakan kerangka bentuk lahan (land form framework) untuk mengidentifikasi kan satuan daerah secara alami c. Sebagai pendekatan holistrik dan sintetik 2. Pendekatan parametrik (parametric approach) yaitu sistem klasifikasi dan pembagian lahan atas dasar pengaruh atau nilai ciri lahan tertentu dan kemudian mengkombinasikan pengaruh-pengaruh tersebut untuk memperoleh kesesuaiannya. 3.6.2.2 Inventarisasi Kondisi Existing Water District Tahap ini merupakan penjabaran dari model Ribasim atau Ribasim District yang menganalisis berdasarkan district level. Inventarisasi yang dilakukan adalah sejauh mana manajemen sumber daya air yang telah dikelola oleh suatu institusi kemudian akan didekati dengan analisis run off model balance. Sacramento model dan total demand dalam suatu distric. Kelanjutan inventarisasi kondisi water distric ini adalah analisis water

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -12

(Persero) CABANG I MALANG

A. Inventarisasi Kondisi Existing Demand Cluster Pada tahap ini akan dikumpulkan data water user yang terkait dengan demand secara hirarki. Inventarisasi ini akan memperoleh besaran kebutuhan air untuk berbagai keperluan dan prioritas masing-masing yang disusun secara hirarki. Pada undang-undang no. 7 tahun 2004 disebutkan bahwa penentuan prioritas alokasi air adalah sebagai berikut : Prioritas A : Prioritas B : Prioritas C : Air minum rumah tangga Pertahanan & keamanan nasional Peribadatan Usaha perkotaan (kebakaran, penggelontoran, taman) Pertanian Pertanian rakyat dan usaha pertanian lainnya Peternakan Perkebunan Perikanan Ketenagaan Industri Pertambangan Lalu Lintas air Rekreasi

B. Pengumpulan Peta Geographic Information System C. Identifikasi Permasalahan / Problem / Constraint Pada tahap ini konsultan akan melakukan inventarisasi permasalahan sumber air di wilayah sungai BARITO - KAPUAS tersebut berdasarkan data sekunder yang terkumpul dan hasil studi terdahulu D. Pembuatan Peta Kerja Yang dimaksud kegiatan ini adalah konsultan akan menyiapkan peta kerja bersumber dari peta skala 1:50.000 Bakosurtanal. Dari peta tersebut yang akan dibagi berdasarkan masing masing Sub WS akan diperoleh jumlah situ atau mata air masing masing sub WS. Wilayah Kecamatan dan Kabupaten masing masing akan diplot dalam peta wilayah sungai tersebut untuk memperjelas DAS masing masing wilayah.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -13

(Persero) CABANG I MALANG

E. Inventarisasi Perundang Undangan Team akan melakukan pengumpulan data mengenai Undang- Undang dan Peraturan lainnya yang terkait dengan Pengelolaan SDA baik tingkat Nasional maupun Daerah. F. Inventarisasi Kelembagaan Tahap ini team akan mengumpulkan data tentang kelembagaan yang ada diwilayah sungai BARITO - KAPUAS yang berkaitan dengan pengelolaan SDA. 3.6.3. Studi Khusus Metodologi dalam studi khusus ini diuraikan secara ringkas untuk masingmasing komponen sebagai berikut : 3.6.3.1. Kaji Ulang Data Terdahulu Pada tahap ini konsultan akan melakukan review data sekunder berupa laporan dan gambar hasil studi terdahulu dan menyusun kesimpulan yang akan menjadi bahan untuk evaluasi dan membandingkan dengan kondisi sekarang. 3.6.3.2. Kajian Hidrologi dan Air Tanah Kegiatan ini mencakup review data dan review analisis terdahulu berkaitan dengan hidrologi baik ketersediaan air maupun debit banjir kemudian akan dilakukan re- analisis berdasarkan water district dan demand cluster saat ini dengan model simulasi. Kajian Air tanah akan dilakukan dengan melakukan inventarisasi penggunaan saat ini dan kondisi yang ada serta mempelajari potensi hidrolgeologi pada wilayah sungai BARITO - KAPUAS berdasarkan data yang ada.

3.6.3.3. Kajian Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Kota Kajian mengenai RTRW akan dilakukan berdasarkan data RTRW yang ada dan memberikan masukan hasil analisis kondisi saat ini yang dikaitkan dengan sumber daya air baik konservasi, pendayagunaan dan daya rusak air.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -14

(Persero) CABANG I MALANG

3.6.3.4. Kajian Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Berdasarkan peta penggunaan lahan, data sekunder yang ada, peta kawasan lindung akan dilakukan kajian mengenai kondisi saat ini dan permasalahan yang ada. Serta rekomendasi tindak lanjut kedepan yang dikaitkan dengan kondisi SDA wilayah BARITO - KAPUAS. 3.6.3.5. Kajian Kelembagaan dibidang SDA Berdasarkan data kelembagaan yang ada akan dilakukan kaji ulang dilapangan kondisi masing masing kelembagaan yang ada saat ini dan keterlibatannya dalam pengelolaan SDA di wilayah sungai BARITO - KAPUAS. 3.6.3.6. Kajian Sosial Ekonomi dan Budaya serta Lingkungan Tahap ini akan melakukan kegiatan wawancara langsung dengan responden terpilih untuk mendapatkan masukan mengenai kondisi sosial ekonomi dan lingkungan. 3.6.4. Pertemuan Konsultasi Masyarakat Yang dimaksud dengan konsultasi publik adalah upaya menyerap aspirasi masyarakat melalui dialog dan musyawarah dengan semua pihak yang berkepentingan. Konsultasi publik bertujuan mencegah dan meminimalkan dampak sosial yang mungkin timbul serta untuk mendorong terlaksananya transparansi dan partisipasi dalam pengambilan keputusan yang lebih adil. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan dari para pemilik kepentingan (stakeholders) untuk diolah dan dituangkan dalam arahan kebijakan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha tersebut dilakukan melalui konsultasi publik yang diselenggarakan minimal dalam 2 (dua) tahap. (Sumber Penjelasan pada UU No 7 / 2004 tentang SDA) Pertemuan Konsultasi Masyarakat wajib dilaksanakan dalam proses

penyusunan rencana dan kegiatan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dengan ketentuan : a. Ditujukan masyarakat, untuk serta memperoleh untuk dan mengkoordinasikan kesepakatan aspirasi atas tercapainya bersama

kebijakan/ pola/ rencana yang dirumuskan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -15

(Persero) CABANG I MALANG

b. c.

Melibatkan pihak-pihak dalam masyarakat yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumber daya air Informasi tentang rancangan rencana pengelolaan sumber daya air disampaikan terlebih dulu sebelum Pertemuan Konsultasi Masyarakat dilaksanakan

Apabila dunia usaha akan menggunakan sumber daya air di wilayah sungai maka dunia usaha harus dilibatkan sejak dari perencanaan, sehingga sebagai komponen masyarakat dunia usaha harus diikutkan dalam pertemuan konsultansi masyarakat. Pengusahaan sumber daya air pada bagian wilayah sungai masih dimungkinkan untuk dilakukan oleh perorangan, badan usaha maupun kerjasama badan usaha, dan rencana pengusahaan ini diharuskan untuk melalui Pertemuan Konsultasi Masyarakat terlebih dahulu. Pertemuan Konsultasi Masyarakat I (Pertama) dan II (Kedua) akan dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Selatan. Konsultasi publik tahap pertama dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan masyarakat dan dunia usaha atas pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Konsultasi publik tahap kedua dimaksudkan untuk sosialisasi pola yang ada guna mendapatkan tanggapan dari masyarakat dan dunia usaha yang ada di wilayah sungai yang bersangkutan. Dunia usaha yang dimaksud di sini adalah koperasi, badan usaha milik negara, serta badan usaha milik daerah dan swasta. 3.6.5. Perumusan Masalah Dalam kegiatan ini akan dilakukan Penyusunan Program Komponen

Pengelolaan SDA. Tiga tahapan perumusan yang akan dilakukan mencakup : a. Perumusan Hasil Pertemuan Konsultasi Masyarakat b. Perumusan Hasil Studi Khusus c. Perumusan hasil Pertemuan Team Nara Sumber dan Pembina. Dalam perumusan tersebut akan dibahas mengenai : o Pendayagunaan SDA melalui pendekatan ekosistem wilayah sungai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -16

(Persero) CABANG I MALANG

o o

Pengendalian daya rusak air termasuk sistem pengendalian banjir dan penanganan kekeringan Konservasi SDA termasuk penanganan lahan kritis secara struktur maupun non struktur

3.6.6. Analisis Pada tahap ini akan dilakukan analisis yang meliputi pengidentifikasian

komponen, pengelompokan dan penetapan prioritas usulan kegiatan, analisa dampaknya dan penyusunan jadwal pembiayaan. Rencana ini didasarkan pada prinsip Optimalisasi, Efisiensi, Pemerataan, Dapat diterima, Berlanjut, dan dikelola dengan baik serta sesuai dengan kebijakan pembangunan Nasional. Dengan kata lain akan melalui proses Tujuan diterapkan dan Strategi Dirumuskan. Setiap komponen didukung oleh sejumlah usulan kegiatan. Usulan kegiatan dikelompokkan berdasarkan aspek struktural dan masing usulan kegiatan dan menyusun perkiraan non struktural biaya dan dan ditetapkan prioritas. Team Konsultan dan Nara Sumber menganalisa masing jadwal pembiayaan. Selain itu juga perlu analisa terhadap dampak rencana yang diusulkan dan usulan kegiatan. 3.6.6.1. Analisis Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai BARITO KAPUAS Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai BARITO - KAPUAS akan berisi tentang urutan pelaksanaan pekerjaan, hubungannya dengan sistem pelaporan, jadwal kerja dan hubungan antara input-proses dan output dari pekerjaan, alat/ software yang digunakan dalam mencapai tujuan pekerjaan dan pendekatan pelaksanaan studi. A. Pengkajian Data

Kajian terhadap data-data hasil survey lapangan dan inventarisasi data dalam pelaksanaan pekerjaan ini meliputi : 1. Kajian terhadap peta penunjang, yang terdiri dari dari peta topografi, peta tata guna lahan, peta tata ruang, peta geologi dan lain-lain. 2. Kajian terhadap rencana tata ruang wilayah Propinsi, kabupaten dan kota

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -17

(Persero) CABANG I MALANG

3. Kajian terhadap kebijakan-kebijakan yang terkait dan hasil studi terdahulu (di Propinsi) 4. Kajian terhadap data hidrologi meliputi data curah hujan, data debit, data air tanah dan lain-lain 5. Kajian terhadap kondisi tata guna lahan saat ini meliputi peta tata guna lahan, hasil tata guna lahan dan tata ruang 6. Kajian terhadap data kualitas lingkungan keairan yang meliputi kualitas air sungai dan danau, sumber pencemar dan lain-lain 7. Kajian terhadap konservasi sumber daya air saat ini dan identifikasi dari rencana yang akan datang 8. Kajian terhadap populasi dan data sumber daya manusia 9. Kajian terhadap data sosial ekonomi yang mendukung penyusunan pola pengelolaan SDA Wilayah Sungai 10. Kajian terhadap data pertanian yang meliputi data pola tanam dan lainlain 11. Kajian terhadap data irigasi yang meliputi luas daerah irigasi, peta daerah irigasi, kebutuhan air irigasi 12. Kajian terhadap informasi tentang banjir dan kekeringan yang pernah terjadi meliputi daerah yang terjadi banjir dan kekeringan, luas genangan banjir dan lain-lain sebagainya 13. Kajian terhadap data Kelembagaan Dari kunjungan ke lapangan kemudian dilakukan Kajian terhadap beberapa aspek yaitu : 1. Kondisi fisik Wilayah Sungai BARITO - KAPUAS di Propinsi Sulawesi Selatan yang mencakup aspek hidrologi, topografi, geografi, lingkungan dan lainlain 2. Pengembangan wilayah sungai yang mencakup data kependudukan, sosial, ekonomi, budaya 3. Pengelolaan wilayah sungai yang mencakup kelembagaan, organisasi formal dan informal 4. Pembangunan daerah dan permasalahan sumber daya air di daerah Berdasarkan masukan data dan informasi tersebut diatas, kemudian dilakukan prosesing dan analisa dengan menggunakan perangkat lunak HYMOS (Hydrological Model System) yaitu suatu perangkat lunak yang merupakan sistem basis data dan pengolahan data hidrologi yang terpadu dan RIBASIM

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -18

(Persero) CABANG I MALANG

(River

Basin

Simulation)

suatu

perangkat

untuk

melakukan

simulasi

pengembangan sumber daya air. RIBASIM (River Basin Simulation) adalah salah satu perangkat lunak yang diperlukan dalam program DSS (Decision Support System). RIBASIM merupakan salah satu perangkat lunak yang paling utama dalam DSS sehingga sering disebut DSS RIBASIM. Dalam DSS RIBASIM dilakukan simulasi neraca air dan alokasi air di WS dengan berdasarkan pasokan dan kebutuhan air. RIBASIM menjelaskan mengenai user interface, data yang diperlukan, format data, prosedur pemasukan, prosedur untuk melakukan running berbagai komponen yang ada, uraian singakat hasil simulasi, berbagai pilihan visual, prosedur penggunaan untuk kepentingan yang lain, detail konsep dasar pembuatan model dan simulasi WS, seperti : 1) Skematisasi WS, 2) Perhitungan kebutuhan air, 3) Pengoperasian bangunan waduk dan bangunan pelimpah, 4) Pemilihan pengelolaan air B. Identifikasi dan Upaya Strategis

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak HYMOS dan RIBASIM, selanjutnya diidentifikasi upaya-upaya startegis yang diperlukan dalam pengelolaan sumber daya air Wilayah Sungai BARITO KAPUAS. Dalam mengidentifikasi upaya strategis tersebut, dilakukan melalui rangkaian kegiatan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi skenario pengembangan wilayah sebagai basis untuk proyeksi kebutuhan air 2. Mengelompokan daerah di wilayah sungai ke dalam beberapa kelompok pengguna (Demand Cluster) yang mengacu pada rencana tata ruang 3. Menganalisis kebutuhan air antar sektor pada saat ini dan proyeksinya di masa yang akan datang untuk setiap Demand Cluster 4. Membagi Wilayah Sungai ke dalam beberapa distrik air (Water District) yang dikaitkan dengan Demand Cluster-nya 5. Menganalisa ketersediaan air di setiap Water District dan total Wilayah Sungai 6. Menghitung neraca air bulanan di setiap pasangan Water District dan demand cluster juga untuk total Wilayah Sungai 7. Menghitung tingkat pemakaian air sekarang dan proyeksinya dengan menggunakan indicator Indeks Penggunaan air dan menentukan tingkat

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -19

(Persero) CABANG I MALANG

kestabilan berupa perbandingan antara debit minimum dan debit maksimum dam indicator coefisient of variation (CV) debit sungai 3.6.7. Penyusunan Rancangan Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai BARITO KAPUAS Berdasarkan hasil-hasil analisis pada sub-bab tersebut di atas selanjutnya disusun Konsep Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai BARITO KAPUAS. Untuk itu perlu ditentukan alternatif prioritas penanganan dalam Pola Pengelolaan SDA WS. BARITO - KAPUAS yang sesuai dengan kelima pilar yang tertuang dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang SDA. 3.6.8. Penetapan Proses penetapan Pola Pengelolaan SDA WS BARITO - KAPUAS yang sifatnya lintas Propinsi perlu ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk Keputusan Presiden atau Keputusan Menteri yang ditunjuk. 3.6.9. Alih Pengetahuan Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan transfer hasil analisis khususnya yang menggunakan software yaitu Hymos dan Ribasim yang akan dimanfaatkan oleh staf Satuan Kerja dilingkungan Ditjen SDA di Jakarta. Berdasarkan ringkasan Metodologi diatas gambar 3.5 memperlihatkan diagram alir pelaksanaan penyusunan Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai BARITO KAPUAS.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -20

(Persero) CABANG I MALANG

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -21

(Persero) CABANG I MALANG

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -22

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 3.5 Diagram Alir Pelaksanaan Penyusunan Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai BARITO - KAPUAS

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

III -23

(Persero) CABANG I MALANG

BAB 4 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

4.1

ANALISIS TATA RUANG

4.1.1 Analisis Kebijakan Tata Ruang Wilayah Sungai (WS) merupakan suatu wilayah kesatuan ekosistem bentang lahan yang dibatasi oleh puncak-puncak gunung ataupun perbukitan yang menghubungkannya, di dalamnya sistem sungai yang saling berhubungan, curah hujan yang jatuh dialirkan melalui sistem sungai tersebut dan keluar melalui satu outlet tunggal. WS Barito Kapuas merupakan salah satu WS yang bermuara di laut Jawa, yang secara geografis melintasi beberapa kota/Kabupaten. Perkembangan yang pesat di Kabupaten Barito Timur sebagai salah satu Kabupaten di Kalimantan Tengah menimbulkan aktivitas kegiatan produksi dan industri yang sangat tinggi. Secara administratif, Wilayah Sungai Barito - Kapuas mencakup dua wilayah Provinsi yaitu Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, yang di dalamnya juga terdiri dari beberapa kabupaten/kota. Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah (Revisi UU No.22/1999), yang antara lain menegaskan bahwa setiap pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota bersifat otonom, dengan demikian setiap daerah pemerintahan berwenang mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perubahan status dan wewenang pemerintahan daerah yang otonom ini merupakan salah satu kendala yang sangat berpengaruh terhadap manajemen terpadu suatu WS, khususnya dalam hal mewujudkan One River One Plan One Management. Kebijakan otonomi tersebut cenderung untuk memicu konflik pengelolaan WS yang terpadu, akibat adanya konflik kepentingan masingmasing wilayah yang tercakup dalam WS, seperti : 1. Kawasan dan Pengelolaan WS menjadi parsial

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -1

(Persero) CABANG I MALANG

2. Kewenangan

dalam

mengelola

WS

berada

pada

masing-masing

Kabupaten/Kota (terpecah-pecah /tidak terpadu) 3. Masing-masing Kabupaten/Kota memiliki kepentingan yang berbeda terhadap Wilayah Sungai 4. Sulit dilaksanakan koordinasi antar Kabupaten/Kota 5. Masing-masing Kabupaten/Kota memiliki cara pandang yang berbedabeda terhadap keutuhan WS sebagai suatu ekosistem.

4.1.2 Konflik Pemanfaatan Ruang Perbedaan kepentingan tiap wilayah Kabupaten/Kota akan menimbulkan konflik dalam pemanfaatan ruang. Karena alasan kepentingan tiap daerah maka dalam RTRW Kabupaten/Kota, kurang mempertimbangkan mana yang seharusnya kawasan budidaya dan mana yang seharusnya merupakan kawasan non budidaya. Selain Wilayah Kabupaten/Kota di WS Barito - Kapuas ini juga terdapat KSP (Kawasan Sentra Produksi) dan Kawasan KAPET DAS KAKAP (Kahayan-Kapuas-Barito) mencakup 4 (empat) daerah tingkat II dan 21 (dua puluh satu) kecamatan, yaitu dengan perincian Kota Palangkaraya (2 kecamatan), Kabupaten Pulang Pisau (5 kecamatan), Kabupaten Kapuas (10 kecamatan) dan Kabupaten Barito Selatan (4 kecamatan) dengan luas wilayah mencapai 2.767.300 ha atau sekitar 18% dari luas Kalimantan Tengah (153.650 km2). Penataan ruang ideal WS Barito - Kapuas merupakan gambaran ideal pemanfaatan ruang wilayah WS Barito - Kapuas berdasarkan kajian dan perhitungan teoritis terkait fisik wilayah. Perwujudan ruang yang dihasilkan belum mempertimbangkan bagaimana kondisi eksisting pemanfaatan lahan dan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat (kegiatan perekonomian). Namun kondisi ideal ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan teoritis yang penting dalam merumuskan arahan pemanfaatan ruang di wilayah WS Barito - Kapuas. Dalam menyususun peta penataan ruang ideal WS Barito-Kapuas diperlukan beberapa data pendukung yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dari peta penataan ruang ideal. Berikut adalah kerangka pikir dasar dalam penyusunan peta penataan ruang ideal WS Barito-Kapuas.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -2

(Persero) CABANG I MALANG

PETA RESIKO BENCANA GERAKAN TANAH PETA RESIKO BENCANA BANJIR PETA HIDROGEOLOGI PETA RESAPAN PETA HASIL ANALISIS UNTUK PENATAAN RUANG IDEAL

PETA KONSERVASI

Gambar 4.1

Penentuan Ruang Ideal WS Barito - Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -3

(Persero) CABANG I MALANG

PETA RTRW PROPINSI KALIMANTAN TENGAH


PUTUSSIBAU PUTUSSIBAU PUTUSSIBAU

. SANGAU SANGAU SANGAU SANGAU SANGAU SANGAU

Hutan lindung
.

Hutan Produksi

Hutan Produksi Terbatas Permukiman dan Pengemb


. PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU PURUK CAHU

. MUARA TEW EH MUARA TEW EH MUARA TEW EH MUARA TEW EH MUARA TEW EH MUARA TEW EH

LEGENDA :
Ibukota Kecamatan Ibukota Kabupaten Ibukota Propinsi Batas Kecamatan KAWASAN LINDUNG : CA HL TN CB TW DAN PPH Cagar Alam Hutan Lindung Taman Nasional Cagar Budaya Taman Wisata Danau Perlindungan Pelestarian Hutan Suaka Margasatw a

. BUNTOK BUNTOK BUNTOK BUNTOK BUNTOK BUNTOK

Batas Kabupaten Batas Propinsi Batas SWS Barito

PALANGKARAYA ! PALANGKARAYA

TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG TAMIANG LAYANG .TAMIANG LAYANG .

. . SAMPIT SAMPIT SAMPIT SAMPIT SAMPIT SAMPIT . PANGKALANBUN PANGKALANBUN PANGKALANBUN PANGKALANBUN PANGKALANBUN PANGKALANBUN . . . KUALAKAPUAS KUALAKAPUAS KUALAKAPUAS KUALAKAPUAS KUALAKAPUAS KUALAKAPUAS .

KAWASAN BUDIDAYA HPT . HP KPPL KPP HTI Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi SM

Kaw asan Pemukiman dan Pengembangan Lainnya Kaw asan Pengembangan Produksi Hutan Tanaman Industri Areal Transmigrasi Rencana Areal Transmigrasi Hutan Pendidikan & Penelitian Kaw asan Khusus

!
. .

T1 T2

Kaw Pengemb Produksi

HPP KK

Gambar 4.2

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -4

(Persero) CABANG I MALANG

PETA RTRW PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

Hutan Lindung
Hutan Produksi Tetap
Tanjung Barabai Kandangan Rantau Kota Banjarmasin

Perkebunan

Pertanian Lahan Basah Permukiman Perkebunan

Gambar 4.3

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -5

(Persero) CABANG I MALANG

4.1.3 Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Sungai Arahan pemanfaatan ruang WS Barito - Kapuas dibutuhkan sebagai panduan pemanfaatan ruang di wilayah WS Barito - Kapuas, agar tidak terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang sehingga berakibat pada kerusakan lingkungan. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, Bab II Pasal 2 ayat 3, angka 13 Bidang Penataan Ruang ditetapkan bahwa Penetapan kriteria penataan perwilayahan ekosistem daerah tangkapan air pada daerah aliran sungai merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Dengan demikian, Pemerintah Pusat berwenang untuk menetapkan kriteria dimaksud, sedangkan kewenangan penataan perwilayahan ekosistem WS Barito - Kapuas berada di Provinsi, mengingat bahwa WS Barito - Kapuas yang berada dalam wilayah lebih dari satu kabupaten/kota. Penetapan kriteria WS Barito - Kapuas dilakukan dengan berpedoman pada kriteria pemanfaatan ruang di wilayah WS normatif kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang timbul di wilayah WS Barito - Kapuas. Kriteria WS Barito - Kapuas dimaksudkan sebagai perangkat pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan WS. Pada prinsipnya, sifat pengendalian pemanfaatan ruang dapat dibedakan menjadi kriteria preventif (pencegahan) dan kriteria kuratif (pengobatan).
DEVELOPMENT Mengarahkan Pembangunan (Direct Development ) PREVENTIF Zoning Development control. Development Permit. Site Plan Control. Disinsentif, dll KURATIF

Enforcement .

Mendorong Pembangunan (Promote Development )

RTRWK, RDTRK Insentif

Sumber: Zulkaidi, Denny. Rencana Detail Tata Ruang dan Zoning Regulation, dalam Pekerjaan Apresiasi NSPM Penataan Ruang Kabupaten dan Kota di Wilayah I (Sumatera), Ditjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum: 2005

Kriteria

pemanfaatan

ruang,

sebagai

bentuk

perangkat

pengendalian

pemanfaatan ruang, yang sifatnya preventif (pencegahan) dapat berupa

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -6

(Persero) CABANG I MALANG

pengaturan pemanfaatan ruang (zonasi), sedangkan perangkat pengendalian pemanfaatan ruang yang sifatnya untuk mendorong pembangunan dengan memperhatikan perbaikan kondisi dan permasalahan dapat berupa arahanarahan dan rencana penataan ruang. Dalam konteks pengendalian pemanfaatan ruang WS, kriteria pemanfaatan ruang dirumuskan untuk masingmasing klasifikasi kawasan. Secara umum, kriteria penetapan dibagi dua, masing-masing untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kriteria penetapan Kawasan Lindung dibedakan menjadi kawasan lindung yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap wilayah WS Barito - Kapuas. Termasuk dalam kawasan lindung berpengaruh langsung antara lain adalah Kawasan Sempadan Sungai, kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan mata air, dan sebagainya. Sementara kriteria penetapan Kawasan Budidaya dibedakan menjadi budidaya perkotaan dan budidaya non perkotaan. Termasuk dalam kawasan budidaya perkotaan adalah kawasan permukiman, perdagangan, jasa dan industri, dll. Kawasan budidaya non perkotaan sendiri meliputi kawasan perkebunan, kehutanan, pertanian, dll. 4.1.3.1 Arahan Kawasan Non Budidaya/Kawasan Lindung

Kawasan lindung merupakan kawasan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan pada pengaturan tata air, baik bawah tanah atau air permukaan serta sebagai pencegah banjir dan erosi, maupun pemeliharaan kesuburan tanah. Salah satu aspek penting dalam penataan wilayah ekosistem WS Barito - Kapuas adalah arahan pengelolaan kawasan yang berfungsi lindung. Pengelolaan kawasan yang berfungsi lindung merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan wilayah ekosistem WS Barito - Kapuas. Berdasarkan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan yang berfungsi lindung, ekosistem WS Barito - Kapuas memiliki beberapa jenis kawasan lindung seperti: 1. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Di Bawahnya 2. Kawasan Perlindungan Setempat 3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -7

(Persero) CABANG I MALANG

Dari ketiga klasifikasi kawasan lindung tersebut, hanya dua kategori yang berpengaruh secara langsung terhadap wilayah sungai Barito - Kapuas, kecuali Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya. Oleh karena itu, prioritas penanganan untuk kawasan suaka alam dan cagar budaya relatif lebih rendah jika dibandingkan terhadap kedua klasifikasi kawasan lindung lainnya. Dari kriteria pengelolaan kawasan lindung yang terdapat dalam RTRWP 2003, tampak bahwa pada daerah aliran sungai (DAS) sebagai wilayah ekosistem sumberdaya air secara eksplisit dan langsung belum termasuk dalam kawasan lindung. Dari berbagai jenis kawasan lindung yang paling diharapkan dapat menunjang kawasan WS adalah kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air. Namun demikian, kedua kawasan tersebut tidak dapat diharapkan dapat mendukung upaya perlindungan terhadap daerah aliran sungai secara langsung, karena: Pada Kawasan Hutan Lindung Hanya berlaku bila kawasan tersebut

berupa hutan dan ada pula kriteria lain, seperti : wilayah dengan kelas kelerengan 40% atau lebih dan elevasinya 2.000 m atau lebih (arahan nasional) atau elevasinya 1.000 m atau lebih (arahan provinsi). Pada Kawasan Resapan Air selalu di hulu WS. Di samping kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat pun mampu menjadi elemen pendukung pelestarian WS, meliputi: Tidak selalu ada di daerah pengaliran

sungai. Jika terdapat kawasan resapan air, kawasan ini lokasinya tidak

Sempadan Sungai (sepanjang Sungai), meliputi sungai-sungai pada Wilayah Sungai Barito - Kapuas beserta sungai-sungai kecil lainnya.

Dengan memperhatikan permasalahan yang terkait dengan kawasan lindung, maka beberapa arahan umum yang dapat diberikan dalam pengembangan penetapan kawasan lindung antara lain adalah:

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -8

(Persero) CABANG I MALANG

Fungsi Hutan lindung, Hutan konservasi, Kawasan hutan suaka alam dan Kawasan hutan pelestarian alam harus dilestarikan dan ditingkatkan pengelolaannya agar kelestariannya terjamin dan memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi dan budaya.

Membangun kelembagaan yang kondusif bagi terciptanya partisipasi semua pengelola hutan. Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% Karena hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional merupakan kawasan yang digunakan untuk menjaga kelestarian habitat langka dari kepunahan

Penyelenggaraan perlindungan hutan ditujukan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati, memelihara dan memperluas lapangan dan kesempatan kerja serta kesempatan berusaha, meningkatkan sumber pendapatan negara dan devisa, memacu pembangunan wilayah terpadu dengan pembangunan daerah dan mendukung pemberdayaan masyarakat desa yang diselaraskan dengan kepentingan rakyat yang tinggal dan hidup di wilayah hutan.

Pentingnya pemeliharaan kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari.

Pelestarian daerah rawa disekitar pantai untuk menahan abrasi dan intrusi air laut. Perlu menjaga kelestarian kawasan hutan sebagai imbuhan air tanah menanggulangi bencana geologi. Perlindungan kawasan hutan lindung untuk menjaga fungsi hidrologis, hidrogeologis dan bencana geologi. Pembangunan di daerah resapan air dapat dilakukan dengan ketentuan rasio lahan terbangun tertentu, yaitu dengan Body Covered Ratio (BCR) < 20% dan juga membuat sumur resapan.

Perlu adanya penetapan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan hutan berwawasan lingkungan yang tegas dan tepat dalam menjaga kelestarian ekosistem wilayah di Kawasan lindung dan hutan produksi.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -9

(Persero) CABANG I MALANG

Pentingnya

menjaga

keanekaragaman

hayati

di

kawasan

lindung,

sementara hutan produksi dibutuhkan untuk mendukung berbagai industri berbasis kehutanan yang telah menjadi sektor unggulan bagi Riau.

Mengurangi sedimentasi melalui rencana program pengelolaan tataguna lahan dan tata air melalui reboisasi sepanjang penanaman rumput - rumputan penguat tebing. sepadan sungai,

4.1.3.2

Arahan Kawasan Budidaya/Kawasan Non Lindung

Tujuan pengembangan kawasan budidaya di wilayah ekosistem WS Barito Kapuas adalah untuk memanfatkan potensi yang ada untuk mensejahterakan masyarakat serta menunjang pembangunan daerah. Dengan memperhatikan permasalahan yang terkait dengan kawasan budidaya, maka beberapa arahan umum yang dapat diberikan dalam pengembangan penetapan kawasan budidaya antara lain adalah: Pemanfaatan hutan untuk kegiatan ekonomi sebaiknya dilakukan di luar hutan untuk menjaga fungsi pokok hutan serta dapat meningkatkan produktivitas dan penganekaragaman produk pengolahan hasil hutan melalui peningkatan kemampuan dalam menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan tetap di bawah pembinaan. Satu-satunya lingkungan permukiman harus diberi akses (jaringan) transportasi terhadap kawasan-kawasan lain yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja. Kawasan-kawasan permukiman yang telah memenuhi persyaratan dapat dikembangkan menjadi kawasan siap bangun. Pada daerah sepanjang tepi sungai harus ditetapkan areal selebar (sekurang-kurangnya) 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat sempadan pantai Pengembangan struktur ruang mikro yang integratif terhadap struktur ruang makro untuk meningkatkan aksesibilitas kawasan-kawasan produksi ke pasar regional/lokal dan ke pasar internasional/nasional melalui pengembangan prasarana dan sarana transportasi antar kawasan (intra wilayah).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -10

(Persero) CABANG I MALANG

Perlu menetapkan kriteria lokasi dan standard teknis pengolahan dan pengelolaan secara konsisten dan pengenaan sanksi kawasan izin investasi. Mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan budidaya melalui peningkatan pemanfaatan kawasan izin investasi yang belum digarap. Memperhatikan kepentingan stakeholder (pemerintah swasta dan masyarakat). Memperhatikan satus penguasaan lahan. Pembatasan beban cemaran yang masuk ke badan air WS Barito - Kapuas dari berbagai sumber melalui Pengendalian dan penataan lokasi sumber pencemar point source (industri) dan non point source (non industri), dan limbah B3.

Mengendalikan kuantitas dan kualitas limbah yang masuk ke perairan Sungai Barito - Kapuas, melalui : Pembuatan IPAL domestik terpadu; Pembuatan septik tank terpadu untuk daerah pemukiman di sekitar sungai; Pembuatan IPAL Kota Terpadu, untuk kawasan pemukiman di perkotaan; Melaksanakan pemantauan kualitas perairan secara periodik dan berkelanjutan; Pengawasan kapal masuk dan keluar

Pengembangan program land application

4.2

ANALISIS SOSIAL EKONOMI

4.2.1 Proyeksi Penduduk 4.2.1.1 Provinsi Kalimantan Selatan 1. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang terdapat di WS Barito-Kapuas Provinsi Kalimantan Selatan yang meliputi kabupaten Barito Kuala tahun 2007 adalah sebesar 269.448 jiwa, Laju pertumbuhan penduduk rata-rata adalah 0,90%. Gambaran besarnya jumlah penduduk di WS Barito-Kapuas Provinsi Kalimantan Selatan adalah sebagai ditunjukkan dalam tabel di bawah.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -11

(Persero) CABANG I MALANG

Berdasarkan data penduduk dan laju pertumbuhannya maka dapat dibuat proyeksi penduduk untuk 20 tahun yang akan datang. Dari proyeksi jumlah penduduk pada Kabupaten yang berada pada Wilayah DAS Barito di Provinsi Kalimantan pada tahun 2025 sebesar 316.604 jiwa. Rincian jumlah penduduk berdasarkan tahun tinjauan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.1 Proyeksi Jumlah Penduduk WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Selatan
Pertumb Pendd% 0.90 2007 269,448 Jumlah Penduduk (jiwa) 2010 276,789 2015 289,470 2020 302,733 2025 316,604

No
1

Kab / Kota
Barito Kuala

Sumber :Hasil Perhitungan


Proyeksi Jumlah Penduduk WS Barito-Kapuas Kalsel Jumlah Penduduk 340,000 320,000 300,000 280,000 260,000 240,000 2007 2010 2015 Tahun 2020 2025

Gambar 4.4 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk pada WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Selatan Kepadatan rata-rata penduduk pada WS Barito-Kapuas berdasarkan batasan administrasi di Provinsi Kalimantan Selatan mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, kepadatan penduduk 90 jiwa/km2 menjadi 106 jiwa/km2atau naik sebesar 17.50%. Tingkat kepadatan penduduk pada WS Barito-Kapuas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.2 Proyeksi Kepadatan Penduduk pada WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Selatan
Penduduk (2007)
269,448

No
1

Kab / Kota
Barito Kuala

Penduduk (2025)
316,604

Luas (km2)
2,996.96

Kepadatan / km2 (2007)


90

Kepadatan / km2 (2025)


106

Sumber : BPS Kabupaten Tahun 2007 dan hasil analisa

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -12

(Persero) CABANG I MALANG

4.2.1.2 Provinsi Kalimantan Tengah 1. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang terdapat di WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Tengah yang meliputi 5 kabupaten/kota, pada tahun 2007 adalah sebesar 777.082 jiwa. Berdasarkan luas wilayah dibanding dengan jumlah penduduk yang ada, Kepadatan penduduk di Kabupaten Murung Raya tergolong paling jarang yaitu hanya 4 jiwa/km2. Pada tahun 2025 diproyeksikan bahwa pada Kabupaten Kapuas kepadatan penduduknya paling tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Barito Selatan, Barito Timur dan Barito Utara serta kabupaten Murung Raya. Gambaran besarnya jumlah penduduk di WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut. Tabel 4.3 Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota pada WS BaritoKapuas di Provinsi Kalimantan Tengah
Pertumb Pendd%
Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas Jumlah Sumber :Hasil Perhitungan 16.35 12.19 8.91 20.43 42.13 2.340 1.360 1.019 5.580 1.92

No
1 2 3 4 5

Kab / Kota

Jumlah Penduduk (Jiwa) 2007 128,148 113,615 88,266 91,397 355,656 777,082 2010 137,356 118,314 90,992 107,566 376,538 2015 154,196 126,581 95,724 141,119 414,100 2020 173,102 135,426 100,701 185,137 455,410 2025 194,325 144,889 105,938 242,886 500,841 1,188,878

600,000 Jumlah Penduduk 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 2007 2010 2015 Tahun
Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas

2020

2025

Gambar 4.5 Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota pada WS Barito-Kapuas di Provinsi Kalimantan Tengah

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -13

(Persero) CABANG I MALANG

Proyeksi Sebaran Penduduk Kalimantan Tengah Tahun 2025 (%)

16.35 42.13 12.19

8.91 20.43

Barito Selatan

Barito Utara

Barito Timur

Murung Raya

Kapuas

Gambar 4.6 Proyeksi Sebaran Penduduk Kabupaten dan Kota pada WS BaritoKapuas di Provinsi Kalimantan Tengah

Tabel 4.4

Proyeksi Kepadatan Penduduk Kabupaten dan Kota pada WS BaritoKapuas di Provinsi Kalimantan Tengah
Penduduk (2007)
128,148 112,091 88,750 91,397 91,397 511,783

No
1 2 3 4 5

Kab / Kota
Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas JUMLAH

Penduduk (2025)
203,526 167,898 156,957 242,886 242,886 1,014,152

Luas (km2)
6,341.00 8,300.00 3,834.00 23,716.75 15,002.00 57,194

Kepadatan / km (2007)
20 14 23 4 6 9
2

Kepadatan / km (2025)
32 20 41 10 16 18
2

Sumber : hasil perhitungan

4.2.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Studi 4.2.2.1. Provinsi Kalimantan Selatan 1. Kabupaten Barito Kuala Pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 1.34% (dengan industri besar) dan 14.75% (tanpa industri besar). Sedangkan pertumbuhan PDRB atas dasar harga tetap sebesar -5.02% (dengan industri besar), dan 4.69% (tanpa industri besar). Berdasarkan angka pertumbuhan tersebut bisa

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -14

(Persero) CABANG I MALANG

diproyeksikan besarnya PDRB Kabupaten Barito Kuala dalam beberapa tahun ke depan. Tabel 4.5 Proyeksi PDRB Kabupaten Barito Kuala
No I Jenis PDRB 2007 Dengan Industri Besar 1 PDRB atas dasar harga berlaku 2 PDRB atas dasar harga tetap Tanpa Industri Besar 1 PDRB atas dasar harga berlaku 2 PDRB atas dasar harga tetap 2,770,255.00 1,738,234.00 Proyeksi PDRB (Rp) 2010 2015 2,970,539 1,534,251 3,337,039 1,246,072 2020 3,748,756 1,012,022 2025 4,211,270 821,934

II

2,086,857.00 1,206,473.00

3,250,451 1,426,742

6,802,919 1,886,799

14,237,932 2,495,201

29,798,783 3,299,784

Sumber : Hasil Perhitungan

5,000,000.00

4,000,000.00

3,000,000.00

2,000,000.00

1,000,000.00

2007 2010 2015 2020 2025

PDRB atas dasar har ga ber l aku

PDRB atas dasar har ga tetap

Gambar 4.7 Proyeksi PDRB (dengan industri besar) Kabupaten Barito Kuala

35, 000, 000. 00

30, 000, 000. 00

25, 000, 000. 00

20, 000, 000. 00

15, 000, 000. 00

10, 000, 000. 00

5, 000, 000. 00

2007 2010 2015 2020 2025

P DRB at as dasar har ga ber l ak u

P DRB at as dasar har ga t et ap

Gambar 4.8 Proyeksi PDRB (tanpa industri besar) Kabupaten Barito Kuala

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -15

(Persero) CABANG I MALANG

4.2.2.2. Provinsi Kalimantan Tengah 1. Kabupaten Barito Selatan Kontribusi sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sampai saat ini masih merupakan sektor yang paling dominan dalam pembentukan total PDRB Kabupateb Barito Selatan yakni 43,79 %, disusul sektor perdagangan, hotel, restoran sebesar 13.48%. Pertumbuhan PDRB pada tahun 2001 sebesar 2.48%. Berdasarkan nilai pertumbuhan tersebut, dibuat proyeksi besarnya PDRB sampai tahun 2025. Tabel 4.6 Proyeksi PDRB Barito Selatan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa TOTAL
Sumber : Hasil Perhitungan

2005 303,600.00 3,300.00 44,700.00 2,900.00 62,100.00 105,600.00 93,700.00 25,100.00 95,900.00 736,900.00

2010 368,258.53 5,314.68 63,265.20 3,456.19 98,734.16 136,608.85 116,540.08 39,706.80 116,118.96 948,003.47

2015 446,687.57 8,559.35 89,541.05 4,119.06 156,979.63 176,723.28 144,947.61 62,813.95 140,600.76 1,230,972.27

2020 541,819.86 13,784.92 126,730.03 4,909.05 249,585.38 228,617.09 180,279.69 99,368.17 170,244.15 1,615,338.35

2025 657,212.74 22,200.75 179,364.66 5,850.56 396,821.30 295,749.23 224,224.23 157,194.92 206,137.37 2,144,755.76

2,500,000.00

2,000,000.00

1, 5 0 0 , 0 0 0 . 0 0

1, 0 0 0 , 0 0 0 . 0 0

500,000.00

2005 2 0 10 2 0 15 2020 2025

Gambar 4.9 Proyeksi Pertumbuhan PDRB Kabupaten Barito Selatan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -16

(Persero) CABANG I MALANG

2.

Kabupaten Barito Timur Dilihat andil per sektor perekonomian terhadap PDRB Barito Timur, menunjukkan bahwa sektor pertanian sampai saat ini masih merupakan sektor yang paling dominan dalam pembentukan total PDRB yakni 53,03 % disusul sektor jasa 12,30 %. PDRB Barito Timur atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pada tahun 2006 sebesar 886,3 milyar rupiah, pada tahun 2007 naik menjadi 1023,8 milyar rupiah.

12% 4% 6%

12% 7% 0% 4%

54%

1%

Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Pengangkutan dan Telekomunikasi Jasa-jasa

Pertambangan dan Penggalian Listrik dan Air Bersih Perdagangan, Hotel dan Restoran Keuangan, Persewaan dan Jasa

Gambar 4.10 Distribusi sektor ekonomi pada PDRB Barito Timur 2007
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-jasa PDRB 2007 304.2 3.7 24.2 1.2 38.4 61.9 35.8 19.8 76.8 562.3 2010 359.55 4.37 28.60 1.42 45.39 73.16 42.31 23.40 90.77 669.0 2015 475.06 5.78 37.79 1.87 59.97 96.67 55.91 30.92 119.94 883.9 2020 627.68 7.63 49.93 2.48 79.23 127.72 73.87 40.85 158.47 1,167.9 2025 829.33 10.09 65.98 3.27 104.69 168.76 97.60 53.98 209.38 1,543.1

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.7 Proyeksi PDRB Barito Timur 3. Kabupaten Barito Utara Laju pertumbuhan PDRB berdasarkan harga konstan 2000 pada Kabupaten Barito Utara pada tahun 2006 untuk tiap sektornya rata-rata sebesar 3.18%. Kontribusi terbesar dari total PDRB disumbang oleh pertanian sebesar 37 86%. Sektor perdagangan, Hotel dan Restoran menempati urutan kedua dalam

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -17

(Persero) CABANG I MALANG

menyumbang PDRB Barito Utara, yaitu sebesar 20.83% dari total PDRB. Sektor Jasa-jasa memberikan peranan sebesar 10.01% dari total PDRB, dan merupakan urutan ketiga penyumbang PDRB Barito Utara. Proyeksi PDRB sampai dengan tahun 2025 dalam dilihat pada tabel berikut ini:

8%

3%

10% 38%

21% 6% 0% 6% 8%

Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Pengangkutan dan Telekomunikasi Jasa-jasa

Pertambangan dan Penggalian Listrik dan Air Bersih Perdagangan, Hotel dan Restoran Keuangan, Persewaan dan Jasa

Gambar 4.11 Distribusi sektor ekonomi pada PDRB Barito Utara 2006

Tabel 4.8 Proyeksi PDRB Barito Utara


No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-jasa PDRB 2006 312,141.90 67,274.72 46,652.14 3,005.80 50,030.40 171,764.10 63,656.98 27,370.57 82,535.18 824,431.79 2010 333,658 85,053.42 49,203.40 3,503.89 59,936.68 198,848.02 71,570.14 34,952.77 99,784.14 936,510.10 2015 362,650 114,022.79 52,589.55 4,244.13 75,121.83 238,785.17 82,858.89 47,449.20 126,499.71 1,104,220.96 2020 394,161 152859.1802 56208.7372 5140.762636 94154.17395 286743.4008 95928.22708 64413.38723 160367.9426 1,309,976.72 2025 428,410 204923.3246 60076.99567 6226.81459 118008.423 344333.6888 111058.9848 87442.66516 203303.8379 1,563,784.92

Sumber : Hasil Perhitungan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -18

(Persero) CABANG I MALANG

1,600,000.00

1,200,000.00

800,000.00

400,000.00

2006 2010 2015 2020 2025

Gambar 4.12 Proyeksi Pertumbuhan PDRB Barito Utara

4.

Kabupaten Kapuas PDRB Kabupaten atas dasar harga berlaku Kapuas pada tahun 2007 sebesar (angka sementara) Rp. 3.386.408.320.000,-. Ini berarti telah terjadi peningkatan sebesar 18.29% terhadap PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2006. Pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor bangunan/konstruksi sebesar 39.21%, sedangkan pertumbuhan terkecil terjadi pada sektor pertambangansebesar 8.65%. Sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar terhadap angka PDRb ini, yaitu sebesar 46.70%. Sumbangan terkecil diberikan oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0.034%. Tabel 4.9 PDRB atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp) Kabupaten Kapuas
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan / Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restauran Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB Lapangan Usaha 2004 1,085,360.81 9,228.03 152,731.41 8,033.73 151,318.95 290,845.93 99,521.98 87,263.12 224,530.49 2,108,834.45 2005 1,228,346.65 10,371.73 170,508.73 8,811.25 184,423.83 376,814.12 107,583.81 98,611.00 256,650.12 2,442,121.24 2006 1,406,400.29 11,351.14 195,055.74 10,078.02 247,920.97 473,021.43 118,936.85 119,402.92 297,486.37 2,879,653.73 2007 1,581,546.76 12,332.88 217,998.81 11,680.96 345,134.73 587,572.03 133,263.48 146,364.80 350,513.87 3,386,408.32

Sumber : Kapuas Dalam Angka 2007

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -19

(Persero) CABANG I MALANG

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4% Pengangkutan dan Telekomunikasi 4% Perdagangan, Hotel dan Restauran 18% Bangunan / Konstruksi 10%

Jasa-Jasa 10%

Pertanian 48%

Pertambangan 0% Industri Pengolahan 6%

Listrik, Gas dan Air Bersih 0%

Gambar 4.13 Sumbangan masing-masing sektor lapangan usaha terhadap PDRB (menurut harga berlaku) Kabupaten Kapuas 2007. Tabel 4.10 Proyeksi PDRB atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp) Kabupaten Kapuas

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan / Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restauran Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB

2007 1,019,469.87 6,662.12 113,442.49 4,928.66 140,554.50 274,466.27 67,511.51 88,962.19 147,220.15 1,863,217.76

2010 1,175,581.04 7,682.29 130,813.91 5,683.38 162,077.58 316,495.22 77,849.53 102,584.95 169,763.94 2,148,531.84

2015 1,490,674.68 9,741.39 165,876.26 7,206.71 205,519.59 401,326.15 98,715.72 130,081.02 215,266.15 2,724,407.67

2020 1,890,223.57 12,352.40 210,336.44 9,138.35 260,605.47 508,894.50 125,174.71 164,946.93 272,964.42 3,454,636.79

2025 2,396,864.44 15,663.24 266,713.40 11,587.72 330,456.15 645,294.64 158,725.57 209,158.03 346,127.68 4,380,590.86

Sumber : Hasil Perhitungan

4.2.3 Proyeksi Sektor Energi Listrik 4.2.3.1 Provinsi Kalimantan Selatan 1. Kabupaten Barito Kuala Pertumbuhan jumlah pelanggan listrik di Kabupaten Barito Kuala pada tahun 2006 adalah sebesar 101.31%. Sedangkan pada tahun 2007 turun menjadi sebesar -3.43%. Pemakaian daya listrik rata-rata tiap pelanggan pada tahun 2007 adalah sebesar 668.10 Kwh. Jika pertumbuhan jumlah pelanggan listrik dihitung berdasarkan pertumbuhan jumlah penduduk di Kabupaten Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -20

(Persero) CABANG I MALANG

Kuala sebesar 0.9%, maka bisa dibuat proyeksi beberapa tahun ke depan untuk jumlah pelanggan dan besarnya pemakaian daya listrik. Tabel 4.11 Proyeksi Jumlah Pelanggan Listrik Kabupaten Barito Kuala
No 1 2 3 4 5 6 Kelompok Tarif Sosial Rumah Tangga Usaha Industri Kantor dan PJU PS dan TS Jumlah 2007 14,365 493,664 6,081 92 2,862 517,064 2010 14,756 507,113 6,247 95 2,940 531,151 Tahun 2015 15,432 530,348 6,533 99 3,075 555,487 2020 16,140 554,647 6,832 103 3,216 580,938 2025 16,879 580,059 7,145 108 3,363 607,555

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.12 Proyeksi Besarnya Daya Listrik Terdistribusi di Kabupaten Barito Kuala
No 1 2 3 4 5 Tahun Daya Listrik (KWH) 2007 345,451,520 2010 354,862,908 2015 371,121,776 2020 388,125,582 2025 405,908,457

4.2.3.2 Provinsi Kalimantan Tengah WS Barito-Kapuas di kalimantan tengah mencakup lima (5) Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten murung Raya dan Kabupaten Kapuas. Konsumsi listrik terbesar terjadi di Kabupaten Kapuas yaitu sebesar 47.819.091 Kwh, pada tahun 2007. Sedangkan rata-rata pemakaian energi listrik per pelanggan terbesar terjadi di Kabupaten Barito Utara yaitu sebesar 1.581.14 Kwh per pelanggan. Pada tahun 2025 total pemakaian energi listrik sebesar 116.756.354.20 Kwh untuk empat kabupaten, dengan Kabupaten Kapuas merupakan konsumen tertinggi. Proyeksi kebutuhan energi listrik ini dihitung berdasarkan angka pertumbuhan penduduk di masing-masing daerah. Tabel 4.13 Data Kelistrikan di WS Barito-Kapuas
No 1 2 3 4 5 Kabupaten/Kota Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas Jumlah Pelanggan 13,042 11,788 11,705 3,302 40,009 Daya Terpasang Rata-rata Pemakaian Pertumbuhan (Kwh) Daya (Kwh) (%) 14,947,898.00 1,146.14 2.34 18,638,437.00 1,581.14 1.36 8,520,370.00 727.93 1.02 3,711,794.00 1,124.10 5.58 47,819,091.00 1,195.21 1.92

Sumber : Hasil Perhitungan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -21

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 4.14 Proyeksi Jumlah Pelanggan Listrik di WS Barito Kapuas Kalimantan Tengah
No Kabupaten/Kota 1 2 3 4 5 Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas 2007 13,659.51 11,788.00 11,705.00 3,302.00 43,311.00 Jumlah Pelanggan 2010 2015 2020 2025 14641.0175 16436.0829 18451.2327 20713.45039 12,275.52 13,133.27 14,050.96 15,032.77 12,066.48 12,693.94 13,354.02 14,048.42 3,886.17 5,098.36 6,688.65 8,775.00 45,853.92 50,428.21 55,458.82 60,991.27

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.15 Proyeksi Daya Listrik Terpasang di WS Barito-Kapuas Kalimantan Tengah


No Kabupaten/Kota 1 2 3 4 5 Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas 2007 15,655,644.50 18,638,437.00 8,520,370.00 3,711,794.00 47,819,091.00 2010 16780588.55 19,409,274.21 8,783,503.84 4,368,464.78 54,804,986.60 Daya Terpasang (Kwh) 2015 2020 18837976.55 21147611.1 20,765,495.81 22,216,483.29 9,240,242.39 9,720,731.15 5,731,088.66 7,518,746.02 60,272,214.83 66,284,842.06 2025 23740418.93 23,768,858.42 10,226,205.13 9,864,014.53 72,897,276.11 140,496,773.13

Sumber : Hasil Perhitungan

Barito Selatan 17% Barit o Utara 13% Kapuas 51% Barito Timur M urung Raya 12% 7%

Gambar 4.14 Distribusi Banyaknya Pelanggan Listrik di WS Barito-Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -22

(Persero) CABANG I MALANG

80,000,000.00

60,000,000.00

40,000,000.00

20,000,000.00

2007 Barito Selatan 2010 Barito Utara 2015 Barito Timur 2020 Murung Raya 2025 Kapuas

Gambar 4.15 Proyeksi Daya Listrik Terpasang di WS Barito-Kapuas Kalimantan Tengah (Kwh)

4.3

ANALISIS HIDROLOGI DAN HIDROGEOLOGI Analisis hidrologi merupakan satu bagian analisa awal dalam suatu kajian tentang berbagai keperluan yang menyangkut pemanfaatan sumber daya air berbasis wilayah sungai. Hal ini mempunyai pengertian bahwa informasi yang diperoleh dalam analisis hidrologi merupakan suatu masukan yang penting didalam melakukan analisis selanjutnya. Analisis hidrologi mencakup analisis perilaku debit aliran sungai, curah hujan, iklim, dan analisis ketersediaan air atau potensi air. Dalam analisa hidrologi, salah satu aspek analisis yang diharapkan untuk menunjang perancangan dalam pengelolaan SDA mencakup penetapan besaran rancangan, baik curah hujan, debit rancangan dengan kala ulang tertentu, perilaku debit aliran sungai, ketersediaan air atau potensi maupun unsur hidrologi lainnya. WS Barito-kapuas yang terdiri dari DAS Barito, DAS Kapuas melintasi 2 (dua) Provinsi di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, dimana berada pada daerah tropis, dengan kondisi iklim terdiri dari musim hujan dan musim kemarau yang dipengaruhi angina monsoon tenggara. Selama musim hujan pada bulan November April, angin berhembus membawa uap air,

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -23

(Persero) CABANG I MALANG

sementara itu selama musim kemarau dari bulan Mei Oktober, berhembus angin kering yang membawa musim kemarau. Deskripsi kondisi factor-faktor hidrologis disampaikan dalam pembahasan berikut ini.

4.3.1 Ketersediaan Air Wilayah Sungai Air sebagai sumber daya alam strategis secara alami bersifat dinamis dan mengalir dari sumbernya ke tempat-tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administrasi. Ketersedian air yang cenderung menurun di satu pihak dan meningkatnya kebutuhan air sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkamya kegiatan ekonomi masyarakat di lain pihak. Ketersediaan air merupakan hal yang penting dalam pengelolaan suatu wilayah sungai yang dinyatakan dalam keandalan debit yang dapat disediakan dalam rangka memenuhi kebutuhan di dalam maupun diluar wilayah sungai tersebut. Debit andalan merupakan debit yang dapat diandalkan untuk suatu reabilitas tertentu. Untuk keperluan irigasi biasanya digunakan debit andalan dengan reabilitas 80%. Artinya dengan kemungkinan 80% debit yang terjadi adalah lebih besar atau sama dengan debit tersebut, atau sistem irigasi boleh gagal sekali dalam lima tahun. Untuk keperluan air minum dan industri maka dituntut reabilitas yang lebih tinggi, yaitu sekitar 90%. Analisis perilaku hidroklimatologi dilakukan berdasarkan statistik data historis, antara lain rata-rata, simpangan baku, minimum, maksimum, dan koefisien variasi. Angka koefisien variasi menyatakan seberapa besar variabilitas debit. Semakin besar variabilitas debit aliran sungai berarti sungai tersebut memerlukan perhatian khusus. Ketersediaan air bagi pemenuhan berbagai kebutuhan, pada prinsipnya dapat bersumber diri dari 3 (tiga) jenis, yaitu : hujan, air permukaan dan air tanah. Sumber air permukaan merupakan sumber yang sangat berpotensi untuk dimanfaatkan yang pada umumnya dipakai untuk kebutuhan air baku, pertanian dan industri. Analisis ketersediaan air atau analisis potensi air dilakukan dengan menggunakan berbagai alternatif data dasar sebagai berikut :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -24

(Persero) CABANG I MALANG

a. b.

Berdasarkan data runtut-waktu (time-series) dari data yang ada (historis), bilamana data tersebut tersedia. Jika tidak tersedia data debit, atau jika ternyata data debit yang ada hanya mencakup kurang dari lima tahun, maka perkiraan potensi sumber daya air dilakukan berdasarkan data curah hujan, iklim dan kondisi wilayah sungai dengan menggunakan model hujan-aliran (rainfall-runoff model).

Dalam menghitung debit andalan lebih baik memakai data debit aliran pengamatan dengan data seri yang panjang, namun ketersedian data tersebut masih sangat terbatas (jarang) dan bahkan tidak setiap sungai mempunyai data debit pengamatan. Dalam studi ini, perhitungan ketersediaan debit andalan lebih ditekankan dengan menggunakan data-data debit dari hasil pengamatan, namun bila tidak ada atau data seri yang ada tidak terlalu panjang, kurang dari 10 tahun maka ditambahkan dengan memakai data curah hujan bulanan yang dikonversi menjadi data debit menggunakan model konseptual Sacramento yang merupakan bagian dari Paket Program Hymos. Dari data yang telah diperoleh, terjadi banyak kekosongan data pada data debit aliran sungai, sehingga untuk analisis potensi air dan masukan untuk DSS-Ribasim perlu dilengkapi dengan menggunakan data hujan melalui suatu proses analisis hujan-aliran (rainfall-runoff). Debit limpasan yang dihasilkan dari seluruh sub-DAS diperoleh dengan menerapkan parameter-parameter hasil kalibrasi dan verifikasi terhadap hujan rata-rata kawasan pada tiap sub DPS. Dalam perhitungan dengan menggunakan analisis frekuensi untuk besaran debit andalan Q80% dan Q90%, maka diperlukan data seri debit dengan panjang data minimal 10 tahun. Dari hasil pengolahan data-data debit yang ada maka dapat dihitung debit rata-rata, debit andalan Q80%, debit andalan Q90%, tebal Aliran rata-rata, tebal Aliran Q80% dan tebal aliran Q90%. Adapun besaran tebal aliran sangat diperlukan untuk memperkirakan besarnya debit aliran sungai pada lokasi lain, yaitu dengan mengalikan tebal aliran dengan luas catchment area dari lokasi yang dihitung. Untuk ketersediaan air di WS. Barito - Kapuas dihitung berdasarkan pemenuhan berbagai kepentingan khususnya pemenuhan air baku untuk

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -25

(Persero) CABANG I MALANG

keperluan rumah tangga, perkotaan dan industri serta untuk keperluan irigasi di WS. Barito - Kapuas dijelaskan dalam Bab-5 selanjutnya. 4.3.2 Ketersediaan Air Tanah Dalam analisa keseimbangan air permukaan tidak mencakup potensi air tanah mengingat pengambilan air tanah merupakan pilihan terakhir untuk mengurangi kerusakan lingkungan. Oleh karena itu potensi air tanah ditinjau secara umum wilayah Cekungan Air Tanah yang berpotensi dapat memberikan kontribusi ketersediaan air bila pilihan pertama yaitu air permukaan tidak dapat memenuhi atau kondisi medan sulit untuk melakukan rekayasa teknik dengan pembuatan waduk atau sejenisnya. Geohidrologi Wilayah Sungai Barito - Kapuas Dengan kenampakan morfologi dan geologi (volkanik) seperti terdahulu maka dapat diprediksikan bahwa kondisi hidrogeologi daerah ini sebagian besar cukup baik dengan pola akuifer dari jenis Aliran melalui Celahan dan Ruang Antar Butir yang termasuk dalam kelompok Akuifer dengan Produktivitas Tinggi sampai Sedang dengan penyebaran Luas yang secara umum debit air tanahnya mampu mencapai lebih dari 5 liter/detik sampai kurang dari 5 liter/detik. Adanya kondisi akuifer seperti tersebut, maka di daerah tersebut banyak dijumpai mata air mata air. 4.3.3 Debit Banjir Rencana Masalah banjir di wilayah Wilayah Sungai Barito - Kapuas merupakan salah satu masalah pokok yang terjadi hampir setiap tahun. Kapasitas tampungan sungai Barito - Kapuas, pada saat musim hujan tidak dapat menampung debit yang ada sehingga hal ini mengakibatkan genangan banjir yang merusak daerah sekitar alur sungai Barito - Kapuas. Untuk menghindari duplikasi atau pengulangan perhitungan yang dapat menimbulkan inkonsistensensi maka studi ini memperhatikan dan mengkaji studi-studi yang telah dilakukan terutama perhitungan-perhitungan terbaru sebagai pembanding untuk menghasilkan gambaran kondisi banjir yang terjadi di WS Barito - Kapuas.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -26

(Persero) CABANG I MALANG

Dari studi terdahulu yang dilakukan oleh ECI pada tahun 1975 (The Barito Kapuas River Basin Development Project, 1974) untuk menghitung debit banjir rancangan (design floods) dengan mengunakan data curah hujan kerena keterbatasan data debit yang ada dengan kisaran ketersediaan data antara tahun 1970 1973 (3 tahun data). 4.3.4 Hasil Perhitungan Debit Banjir Rancangan Hasil perhitungan debit banjir rancangan dengan berbagai kala ulang, baik dengan memakai analisa frekuensi untuk daerah yang mempunyai data pengamatan debit yang cukup panjang dan lengkap sedangkan untuk mengetahui hidrograf banjir jam-jaman dipakai hidrograf satuan sintesis (HSS Nakayasu).

4.4

ANALISIS KEBUTUHAN AIR BAKU

4.4.1

Kebutuhan Air (RKI)


Perkiraan kebutuhan air bersih WS Barito - Kapuas dan proyeksinya direncanakan untuk Tahun 2010, Tahun 2015,Tahun 2020 dan tahun 2025. Perhitungan perkiraan kebutuhan air bersih mengacu pada Kebutuhan Air Rumah Tangga Perkotaan dan Industri (RKI) berdasarkan Pedoman Perencanaan Sumber Daya Air Buku 3, tentang Proyeksi Penduduk dan Kebutuhan Air RKI(DPU,2004). Komponen kebutuhan air, terdiri dari kebutuhan air rumah tangga, kebutuhan air perkotaan, dan kebutuhan air industri.

4.4.1.1 Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga Air bersih adalah air yang diperlukan untuk rumah tangga, biasanya diperoleh secara individu dari sumber air yang dibuat oleh masing-masing rumah tangga berupa sumur dangkal, atau dapat diperoleh dari layanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) PDAM. Dalam WS Barito - Kapuas akan diperhitungkan kebutuhan air bersih rumah tangga yang berasal dari SPAM PDAM dengan sumber air baku dapat berasal dari air sungai, mata air, sumur dalam atau kombinasinya.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -27

(Persero) CABANG I MALANG

Kebutuhan air bersih rumah tangga, dinyatakan dalam satuan Liter/Orang/ Hari (L/O/H), besar kebutuhan tergantung dari jumlah penduduk yang ada di setiap Sub DAS yang dikorelasikan dengan Kriteria dari Dirjen Cipta Karya, DPU, 2006 (Tabel 4.19), yaitu : Tabel 4.16 Kriteria Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga per Orang Per Hari Berdasarkan Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk (Jiwa) 3.000 20.000 20.000 100.000 100.000 500.000 500.000 1.000.000 > 1.000.000 Kebutuhan Air Bersih (L/O/H) 60 90 90 110 100- 125 120 150 150 200

No 1 2 3 4 5

Kategori Kota Semi Urban (Ibu Kota Kecamatan/Desa) Kota Kecil Kota Sedang Kota Besar Metropolitan

Sumber : Dirjen Cipta Karya, DPU,2006, Unit Pelayanan, Materi Pelatihan Penyegaran SDM Sektor Air Minum Sumber : (Peningkatan Kemampuan Staf Profesional Penyelenggara SPAM)

WS. Barito - Kapuas terdiri dari beberapa Sub WS, perkiraan besar kebutuhan air bersih setiap Sub DAS adalah berdasarkan jumlah penduduk pada setiap Sub WS dibandingkan dengan kebutuhan air bersih (L/O/H) berdasarkan jumlah penduduk dari Tabel, yang mengacu pada ketentuan dari Dirjen Cipta Karya. Jumlah penduduk pada setiap Sub DAS menurut tahun perencanaan (tahun 2011, tahun 2016, tahun 2021 dan tahun 2026) pada WS Barito-Kapuas ditentukan berdasarkan kebutuhan air bersih dalam tahun 2006, serta proyeksinya diasumsi terjadi kenaikan sebesar 1 % per tahun, maka pada setiap tahapan terjadi kenaikan kebutuhan air bersih rumah tangga, diuraikan sebagai berikut :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -28

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 4.17

Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga per Orang Per Hari Berdasarkan Jumlah Penduduk pada WS Barito-Kapuas

No
1

Kab / Kota
Barito Selatan

Pertumb Pendd% 2.34 2007 128,148 102 1.36 113,615 101 1.02 88,266 107 5.58 91,397 108 1.92 355,656 116 0.90 269,448 111 2010 137,356 105 118,314 104 90,992 103 107,566 104 376,538 121 276,789 114

Tahun Kajian 2015 154,196 109 126,581 107 95,724 105 141,119 108 414,100 126 289,470 118

2020 173,102 110 135,426 108 100,701 105 185,137 111 455,410 128 302,733 119

2025 194,325 111 144,889 108 105,938 106 242,886 114 500,841 131 316,604 119

Kebutuhan Air Bersih (LOH) Barito Utara Kebutuhan Air Bersih (LOH) Barito Timur Kebutuhan Air Bersih (LOH) Murung Raya Kebutuhan Air Bersih (LOH) Kapuas Kebutuhan Air Bersih (LOH) Barito Kuala

Kebutuhan Air Bersih (LOH) Sumber :Hasil Perhitungan

4.4.1.2 Kebutuhan Air Perkotaan Kebutuhan Air Perkotaan yaitu untuk memenuhi kebutuhan air komersial dan sosial. Pada umumnya hampir semua pelayanan PDAM antara 15% sampai dengan 35% dari total air perpipaan untuk kebutuhan air komersial dan sosial seperti : toko, gudang, bengkel, sekolah, rumah sakit, hotel dsb. Ternyata makin besar dan padat penduduknya cenderung lebih banyak daerah komersial dan sosial, sehingga kebutuhan untuk air komersial dan sosial akan lebih tinggi jika penduduk makin banyak. Dalam perencanaan WS. Barito-Kapuas kebutuhan air untuk perkotaan diasumsi sebesar 35 % dari kebutuhan air bersih rumah tangga, dengan nilai konstan dari masing-masing tahapan perencanaan, sehingga sampai proyeksi kebutuhan tahun 2025 nilainya sama sebesar 35 %. Selain itu kebutuhan air

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -29

(Persero) CABANG I MALANG

bersih rumah tangga diperhitungkan pula untuk kehilangan air yang terdiri dari : (1). Kehilangan dalam proses sebesar 6 %; (2). Kehilangan air tidak terhitung yaitu sebesar 25 %. 4.4.1.3 Kebutuhan Air Industri Kebutuhan air untuk industri sangat kompleks, biasanya sesuai dengan klasifikasi jenis dan ukuran industrinya, namun korelasi antara jenis dan ukuran industri dengan kebutuhan air tersebut kurang nyata. Air yang digunakan setiap pabrik berbeda untuk masing-masing jenisnya (pabrik tekstil berbeda dengan pabrik elektronik). selain itu tergantung pula pada ukuran pabrik, teknologi yang dipergunakan (umumnya yang lebih modern akan lebih efisien dalam penggunaan air), bahkan untuk setiap produk yang dikerjakan pada setiap saat. Sehingga, akan sulit menentukan perkirakan kebutuhan air untuk industri secara lebih akurat. Banyak pabrik mengambil air tanah dari sumur dalamnya sendiri dan untuk tambahan diperoleh dari PDAM walaupun masih dalam jumlah yang sedikit. Besar kebutuhan air bersih industri diperhitungkan berdasarkan jumlah penduduk terhadap kebutuhan per pekerja dan rata rata pelayanan, yaitu : KAI = %Px AP x RL........ ( Formula 1) Dimana : KAI = Kebutuhan Air Industri , L/O/H % Penduduk diasumsi pada tahap perencanaan awal, tahun 2006 sebesar 6 %, terjadi peningkatan sebesar 0,5 % setiap tahun, sehingga ada kenaikan pada tahap perencanaan tahun 2010 menjadi sebesar 6,20 % tahun 2015 menjadi 6,45 %, tahun 2020 menjadi 6,70 %, dan tahun 2025 menjadi sebesar 6,95 % . %P AP = Persentase asumsi penduduk = Kebutuhan air industri per tenaga kerja, pada tahap awal diperhitungkan sebesar 500 L/O/H, terjadi peningkatan sebesar 1 % setiap tahun. RL = Rerata Layanan, diperhitungkan konstan sebesar 70 %.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -30

(Persero) CABANG I MALANG

Selain itu kebutuhan air industri diperhitungkan pula untuk kehilangan air yang terdiri dari : (1).Kehilangan dalam proses sebesar 6 %; (2).Kehilangan air tidak terhitung yaitu sebesar 25 %. 4.4.2 Kebutuhan Irigasi di WS Barito-Kapuas Potensi pertanian di Kalimantan sebagian besar terdapat di daerah rawa, baik berupa rawa monoton maupun rawa pasang surut. Dalam master plan satuan wilayah sungai Barito, dimana SWS Barito sesuai Kepmen No 39/1989 terdiri dari DAS Barito dan DAS Kapuas, juga mengutamakan kegiatan peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman pangan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah porsi potensi lahan low land yang relatif luas ternyata masih memerlukan kajian teknis mendalam untuk dapat dimanfaatkan lebih optimal. Kebutuhan air irigasi yang dirumuskan sebagai Debit rencana dihitung dengan rumus umum berikut :

Qt =

NFR A et
= = = = Debit rencana, lt/dt Kebutuhan bersih air di sawah, lt/dt/ha Luas daerah yang diairi, ha Efisiensi irigasi di petak tersier

di mana : Qt NFR A et

Kebutuhan air irigasi ditentukan oleh faktor faktor berikut : Pola tanam yang diajukan evapotranspirasi potensial koefisien penanaman perkolasi hujan efektif dan kehilangan-kehilangan.

Akibat eksploitasi, evaporasi dan perembesan, sebagian dari air yang dibagikan akan hilang sebelum mencapai tanaman padi. Kehilangan air akibat evaporasi dan perembesan kecil saja dibanding kehilangan akibat eksploitasi. Hanya tanah-tanah yang lulus air saja yang akan memerlukan perhitungan tersendiri. Untuk tujuan perencanaan, kehilangan air di jaringan irigasi tersier dianggap 15 22,5% antara bangunan sadap tersier dan sawah (atau

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -31

(Persero) CABANG I MALANG

efftotal = 0,775 0,85). Effisisensi pengaliran untuk saluran tersier 0.8, pada saluran sekunder 0.9 dan pada saluran primer 0.9. 4.4.2.1 Kalimantan Selatan 1. Kabupaten Barito Kuala Pembangunan ekonomi disektor pertanian adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dan bertujuan meningkatkan pendapatan petani. Data statistik yang di sajikan di bagi dalam lima sub sektor.yaitu - Tanaman bahan makanan - Tanaman perkebunan - Kehutanan - Perikanan - Peternakan Luas tanah menurut penggunaannya Tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006 yakni dari 243.119 hektar menjadi 235.399 hektar. Produksi padi Tahun 2007 adalah 280.121 ton dengan produksi rata-rata 31,68 Kw/Ha. Karena Kabupaten Barito Kuala wilayahnya sebagian besar merupakan dataran rendah maka tanaman padi ladang tidak ditanam disini sehingga produksi padi hanya ada padi sawah saja. Hampir semua kecamatan di Kabupaten Barito Kuala merupakan sentra produksi padi sawah dimana Kabupaten Barito Kuala juga merupakan sentra produksi padi di Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk produksi tanaman Bahan Makanan lainnya pada Tahun 2007 seperti; jagung sebanyak 53 ton, kedelai 2 ton, Kacang tanah 183 ton, ubi kayu 3.185 ton, ubi jalar 1.157 ton. Berdasarkan rekapitulasi potensi perkebunan Kabupaten Barito Kuala maka Tanaman Kelapa Dalam merupakan tanaman paling berpotensi yakni seluas 13.476,58 ha disusul oleh tanaman karet dan tanaman purun danau yang masing-masing 875,94 ha dan 697,26 ha. Untuk jenis tanaman perkebunan di Kabupaten Barito Kuala produksi terbesar adalah tanaman kelapa dalam yaitu sebesar 10.293,97 ton kemudian disusul oleh tanaman purun danau dan sagu masing-masing sebesar 232,17 dan 310,57 ton. Selain tanaman diatas Batola juga potensi tanaman buah-buahan seperti, jeruk, mangga, nenas dan rambutan. Produksi jeruk untuk Tahun 2007 sebesar 262.878 ton, nenas 34.394 ton, rambutan 33.529 ton dan mangga 86.203 ton.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -32

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 4.18

Perkembangan Luas Tanah Menurut Jenis Penggunaannya Tahun 2005-2007


2005 119,009 24,276 Luas Tanah (Ha) 2006 115,343 20,017 2007 10,956 23,505

No Jenis Penggunaan Tanah I Lahan Sawah 1. Pasang Surut 2. Sementara Tidak di Usahakan Bukan Lahan Sawah 1. Lahan Pekarangan 2. Tegalan / Kebun 3. Ladang/Huma 4. Penggembalaan Ternak 5. Sementara Tidak Diusahakan 6. Lain-lain Jumlah

II

15,509 15,115 2,809 9,139 189 42,385 228,431

15,023 12,441 4,209 9,139 12,964 51,947 241,083

15,758 13,308 1,899 10,928 11,769 48,672 136,795

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Barito Kuala

4.4.2.2 Kalimantan Tengah Masih besarnya kontribusi sektor pertanian baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai lapangan pekerjaan, sub sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan memegang peran penting dalam kehidupan sosial budaya masyarakat di Kalimantan Tengah. Luas daerah irigasi di WS Barito-Kapuas Kalimantan Tengah sebesar 148.225 ha, yang tersebar di lima kabupaten/kota. Luas daerah irigasi terbesar di Kabupaten Kapuas yang merupakan lumbung padi di kawasan Sulawesi Tengah. Karena keterbatasan sarana dan prasarana pengairan, maka luas lahan yang bisa ditanami hanya sekitar 45.15% dari keseluruhan luas lahan potensial yang ada. Tabel 4.19
No 1 2 3 4 5 Wilayah Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Murung Raya Kapuas Jumlah

Luas Lahan Potensial di WS Barito-Kapuas Kalimantan Tengah


Luas Ha 3,057.00 1,845.00 5,319.00 558.00 137,446.00 148,225.00 100% Tahun 2001 Tanam Panen 799.00 799.00 1.03 506.75 3.39 1,100.00 66,121.50 63,570.50 66,924.92 65,976.25 45.15 44.51 Tahun 2002 Tanam Panen 1,444.00 1,125.20 1,250.25 1,000.20 4,234.10 4,125.20 55,042.00 54,552.00 61,970.35 60,802.60 41.81 41.02
IV -33

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

(Persero) CABANG I MALANG

4.4.3 Upaya Peningkatan Penyediaan Air Baku Upaya peningkatan penyediaan air baku dilakukan berdasarkan kebutuhan air yang meningkat dari proyeksi yang sudah dihitung terdahulu. Volume air baku yang diperlukan dapat dimanfaatkan sekaligus dengan ketersediaan air yang direncanakan dari sungai baik skala besar maupun skala kecil. Mengingat kebutuhan air yang paling besar adalah dari kebutuhan air untuk irigasi maka keperluan air baku lainnya dapat dipenuhi dari jumlah pasokan yang tersedia berdasarkan analisis waterbalance. 4.5 ANALISIS KUALITAS AIR

4.5.1 Tolok Ukur Kualitas Air Tingkat pencemaran sungai, dapat diketahui dengan caran menganalisis Status Mutu Air (SMA). SMA yaitu suatu tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau baik dalam waktu tertentu dengan membandingkan terhadap baku mutu air. Agar SMA diketahui parameter kualitas air yang diukur harus mengikuti parameter yang ditentukan dalam kriteria, selain itu jumlah pengukuranpun lebih dari satu kali. Sebagai gambararan status mutu air dari PP 82/2001 diuraikan dalam klasifikasi dan Kriteria Mutu Air dari PP 82/2001, tentang Pengelolan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air terdiri dari empat kelas sebagai berikut : Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan. kegunaan tsb. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tsb. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tsb. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tsb.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -34

(Persero) CABANG I MALANG

Kadar masing-masing kelas berdasarkan parameter kualitas air fisika, kimia dan biologi dijelaskan dalam tabel berikut : Tabel 4.20 Kritera Air
Parameter FISIKA Temperatur Residu Tersuspensi Residu Tersuspensi KIMIA ANORGANIK pH BOD COD DO Total fosfat, sbg.P Nitrat Amoniak Arsen Kobalt Barium Boron Selenium Kadmium Khrom (VI) Tembaga mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L,NO 3 -N mg/L,NH3 N mg/L, As mg/L,Co mg/L,Ba Mg/L,B mg/L,Se mg/L,Cd Mg/L,Cr mg/L.Cu 6-9 2 10 6 0,2 10 0,5 0,05 0,2 1 1 0,01 0,01 0,05 0,02 69 3 25 4 0,2 10 (-) 1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02 6-9 6 50 3 1 20 (-) 1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02 5-9 12 100 0 5 20 (-) 1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 1 0,2 Bagi pengolahan air minum konvensional, Cu < 1 mg/L Bagi pengolahan air minum konvensional, Fe < 5 mg/L Bagi pengolahan air minum konvensional , Pb < 0,1 mg/L Apabila secara alamiah diluar rentang tsb., maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah C mg/L mg/L Deviasi 3 1000 50 Deviasi 3 1000 50 Deviasi 3 1000 400 Deviasi Deviasi temperatur dari keadaan 5 alamiahnya 2000 Bagi pengolahan air minum 400 secara konvensional ,residu tersuspensi < 5000mg/L Satuan Kelas I II III IV Keterangan

Mutu

Air

Berdasarkan

Kelas

dari

PP

No.82/2001

TentangPengelolan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

Angka batas minimum

Bagi perikanan,amonia bebas utk ikan peka<0,02 mg/l sbg.NH


3

Besi Timbal Mangan Air Raksa Seng Khlorida Sianida

mg/L,Fe mg/L,Pb mg/L,Mn mg/L,Hg mg/L,Zn Mg/L,Cl mg/L,CN

0,3 0,03 0,1 0,001 0,05 600 0,02

(-) 0,03 (-) 0,002 0,05 (-) 0,02

(-) 0,03 (-) 0,002 0,05 (-) 0,02

(-) 1 (-) 0,005 2 (-) (-)

Bagi pengolahan air minum konvensional , Zn < 5 mg/L

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -35

(Persero) CABANG I MALANG

Fluorida Nitrit,sbg N Sulfat Klorin Bebas Belerang sbg H2 S MIKROBIOLOGI Fecal coliform Total Coliform RADIOAKTIVITAS Gross A Gross B

Mg/L,F mg/L,NO2-N mg/L,SO4 mg/L mg/L

0,5 0,05 400 0,03 0,002

1,5 0,05 (-) 0,03 0,002

1,5 0,05 (-) 0,03 0,002

(-) (-) (-) (-) (-) Bagi Air Baku Air Minum tidak dipersyaratkan Bagi pengolahan air minum konvensional , S sbg H 2 S < 0,1 mg/L Bagi pengolahan air minum konvensional,Fecal coliform < 2000 jml/100 mL ,dan Total coliform < 10.000 jml/100 mL. Bagi pengolahan air minum konvensional , NO 2 -N < 1 mg/L

Jml/100mL Jml/100mL

100 1000

1000 5000

2000 10.000

2000 10.000

Bq/L Bq/L

0,1 1

0,1 1

0,1 1

0,1 1

Tabel 4.21 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas dari PP No.82/2001 Tentang Pengelolan Air(lanjutan)
PARAMETER SATUAN KELAS I II III IV Keterangan KIMIA ORGANIK Minyak dan Lemak g/L 1000 1000 1000 (-) Detergent sbg MBAS g/L 200 200 200 (-) Senyawa Fenol g/L 1 1 1 (-) BHC g/L 210 210 210 (-) Aldrien/Dieldrin g/L 17 (-) (-) (-) Chlordane g/L 3 (-) (-) (-) DDT g/L 2 2 2 2 Heptachlor &H.Epoxide g/L 18 (-) (-) (-) Lindane g/L 56 (-) (-) (-) Methoxychlor g/L 35 (-) (-) (-) Endrin g/L 1 4 4 (-) Toxaphan g/L 5 (-) (-) (-) Keterangan: Mg = milligram Bq = Bequerel MBAS=Methylene Blue Active g = mikrogram Nilai diatas merupakan batas max,kecuali p H &DO Substance Logam berat merupakan logam p H,merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang mL= mililiter Tersuspensi dan lebih Nilai DO merupakan batas Arti (-), bahwa pada kelas tsb,parameter tsb.tidak minimum dipersyaratkan

Kualitas

Air

dan

Pengendalian

Pencemaran

Secara ideal parameter kualitas air yang diukur harus sesuai dengan tabel diatas, agar dapat memberikan gambaran sejauh mana kondisi kualitas air sumber tersebut. Akan tetapi minimal parameter meliputi parameter fisika, kimia dan bakteriologi. kunci harus diukur yang

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -36

(Persero) CABANG I MALANG

Parameter kunci kualitas air dijelaskan sebagai berikut : 4.5.1.1 Temperatur (suhu) Temperatur air sungai sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari, dan tingkat kekeruhan air. Air yang keruh pada umumnya akan memiliki temperatur yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan partikel-partikel tersuspensi yang ada dalam air akan menyerap dan menahan panas dari sinar matahari sehingga mengakibatkan kenaikan temperatur. Kenaikan temperatur sungai akan dapat menimbulkan akibat sebagai berikut : Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air Meningkatnya kecepatan reaksi kimia. Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi. Di samping itu suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi. Di samping itu suhu yang tinggi juga akan menurunkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Akibatnya, ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen. Dari Hasil uji sample di beberapa lokasi, baik sungai Barito aaupun Sungai Kapuas masih memenuhi standar deviasi baku mutu yang dipersyaratkan. Rata-rata temperature air sungai dari beberapa titik pengujian pada tahap I dan II adalah sebagai berikut: Sungai Barito Sungai Kapuas : 27.5C 28.3C : 27.5C 28.6C

4.5.1.2 pH (tingkat keasaman) pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi ion Hidrogen H+. Ion hidrogen merupakan faktor utama untuk mengerti reaksi kimiawi karena: H+ selalu ada dalam keseimbangan dinamis dengan air/H2O, yang membentuk suasana untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran air dimana sumber ion hidrogen tidak pernah habis. H+ tidak hanya merupakan unsur molekul H2O saja tetapi merupakan unsur banyak senyawa lain, hingga jumlah reaksi tanpa H+ dapat dikatakan sedikit saja.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -37

(Persero) CABANG I MALANG

Lewat aspek kimiawi, suasana air juga mempengaruhi beberapa hal lain, misalnya kehidupan biologi dan mikrobiologi. Peranan ion hidrogen tidak penting kalau zat pelarut bukan air melainkan molekul organis seperti alkohol bensin (hidrokarbon) dan lain-lain. Air minum sebaiknya netral, tidak asam/basa untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air minum. Air adalah pelarut yang baik sekali, maka dibantu dengan pH yang tidak netral, dapat melarutkan berbagai element kimia yang dilaluinya. Hasil pengujian Ph dari sungai Barito dan Sungai Kapuas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sungai Barito a) Tahap I, pH air di lokasi pengambilan sampel rata-rata diatas baku mutu minimum yang dipersyaratkan yaitu 6. pH tertinggi terdapat di lokasi 10 yaitu Kandui sebesar 7,32 ; dan pH tekecil berada di lokasi 24 yaitu Laung Tuhup sebesar 6,46. b) Tahap II, pH air di lokasi pengambilan sampel rata-rata diatas baku mutu minimum yang dipersyaratkan yaitu 6. pH tertinggi terdapat di lokasi 25 yaitu Jembatan Baliton sebesar 7,05 ; dan pH tekecil berada di lokasi 22 yaitu Tumbang Lahung sebesar 6,87. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, pH air di lokasi pengambilan sampel semua di bawah baku mutu minimum yang dipersyaratkan yaitu 6. pH tertinggi terdapat di Masaran sebesar 4,24 dan pH tekecil berada di Kuala Kapuas sebesar 4,01. b) Tahap II, pH air di lokasi pengambilan sampel rata-rata diatas baku mutu minimum. pH tertinggi di Masaran sebesar 7,21 dan pH tekecil di Timpah Hulu sebesar 7,02

Nilai pH pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini:

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -38

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.16. Hasil Pengujian Ph sungai Barito

Gambar 4.17. Hasil Pengujian Ph sungai Kapuas

4.5.1.3 DHL (Daya Hantar Listrik) DHL (Daya hantar Listrik) adalah kemampuan dari larutan untuk menghantarkan arus listrik yang dinyatakan dalam satuan mhos/cm atau S. Kemampuan tersebut antara lain bergantung pada kadar zat terlarut yang mengion di dalam air, pergerakan ion, valensi dan suhu air. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -39

(Persero) CABANG I MALANG

Pencemaran Air untuk parameter DHL yaitu tidak dipersyaratkan. Adapun konsentrasi DHL di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, DHL tertinggi ditemukan di Lokasi 13 yaitu Muara Sungai Tewah sebesar 99,07 mhos/cm dan terendah di lokasi 19 yaitu Sungai Lumuk sebesar 20,04 mhos/cm. b) Tahap II, DHL tertinggi ditemukan di Lokasi 25 yaitu Jembatan Baliton sebesar 18,36 mhos/cm dan terendah di lokasi 12 yaitu Muara Teweh sebesar 16,46 mhos/cm. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi DHL tertinggi ditemukan di P.Tilu sebesar 95,68 mhos/cm dan terendah di Kuala Kapuas sebesar 70,64 mhos/cm. b) Tahap II, konsentrasi DHL tertinggi ditemukan di K.Kapuas sebesar 17,26 mhos/cm dan terendah di Timpah sebesar 16,46 mhos/cm Berikut adalah grafik DHL dari sungai Barito dan Sungai Kapuas:

Gambar 4.18. Konsentrasi DHL Sungai Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -40

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.19. Konsentrasi DHL Sungai Kapuas

4.5.1.4 TDS (Total Disolved Solid) / Partikel Terlarut Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan dengan padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawasenyawa organic dan anorganik yang terlarut di dalam air, mineral dan garam-garamnya. Bahan anorganik seperti ion-ion Na, Ca, Mg, SO4, Cl, Fe, K, NO3, F, B dan Silika. Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu sampe air. Juga dinyatakan dalam milligram per liter atau ppm. Misalnya suatu sampel air dengan padatan terlarut total, artinya dalam 1 liter air terdapat 200 mg padatan terlarut. Padatan terlarut total dapat lebih cepat ditentukan dengan mengukur daya hantar listrik sampel air. Derajat konduktivitas air adalah sebanding dengan padatan terlarut total dalam air itu. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter TDS yaitu 1000 mg/liter. Adapun nilai TDS di masing masing sungai :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -41

(Persero) CABANG I MALANG

1. Sungai Barito a) Tahap I, Konsentrasi TDS tertinggi di Muara Sungai Tewah sebesar 77 mg/liter sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di Pelabuhan Hulu sebesar 31 mg/liter. b) Tahap II, konsentrasi zat padat terlarut di semua lokasi masih dibawah baku mutu. Konsentrasi TDS tertinggi ditemukan di Jembatan Pendang sebesar 68 mg/l, sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di Puruk Cahu Hilir sebesar 34 mg/l. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi zat padat terlarut di semua lokasi masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi TDS tertinggi ditemukan di Mantangai sebesar 129 mg/liter sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di Timpah sebesar 96 mg/liter. b) Tahap II, konsentrasi zat padat terlarut di semua lokasi masih dibawah baku mutu. Konsentrasi TDS tertinggi ditemukan di K.Kapuas dan Mandomai sebesar 75 mg/liter sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di Timpah sebesar 53 mg/liter.

Gambar 4.20. Grafik Konsentrasi Total Disolved Solid Sungai Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -42

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.21. G r a f i k K o n s e n t r a s i Total Disolved Solid Sungai Kapuas Nilai TDS diperairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan industri). Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, namun jika berlebihan, terutama TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolam air dan akhirnya berpengaruh pada proses fotosintesis di perairan sehingga berdampak pada penurunan kandungan oksigen terlarut. 4.5.1.5 TSS (Total Suspended Solid)/ Partikel Tersuspensi Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme dan sebagainya. Misalnya, air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi yang dapat bertahan sampai berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu oleh zat-zat lain, sehingga mengakibatkan terjadinya penggumpalan yang kemudian diikuti dengan pengendapan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -43

(Persero) CABANG I MALANG

Jumlah padatan tersuspensi dalam air dapat diukur dengan Turbidimeter. Seperti halnya padatan terendap, padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga akan mempengaruhi regenerasi oksigen serta fotosintesis. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter TSS yaitu 50 mg/l. Adapun konsentrasi TSS di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, konsentrasi TSS di semua lokasi pengambilan sampel melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi TSS tertinggi ditemukan di Sungai Pendang yaitu sebesar 1831 mg/l, dan konsentrasi TSS terendah di Sungai Tewah sebesar 75 mg/l. b) Tahap II, konsentrasi TSS di semua lokasi pengambilan sampel melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, kecuali di Jembatan Baliton sebesar 28 mg/l, Tumbang Lahung sebesar 11 mg/l, Muara Teweh sebesar 49 mg/l dan Pelabuhan Buntok 35 mg/l. Konsentrasi TSS tertinggi ditemukan di Jembatan Hasan Basri sebesar 169 mg/l. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi TSS di semua lokasi pengambilan sampel melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, kecuali di Kuala Kapuas sebesar 37 mg/l. Konsentrasi TSS tertinggi ditemukan di P.Tilu sebesar 192 mg/l. b) Tahap II, konsentrasi TSS di semua lokasi pengambilan sampel melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi TSS tertinggi ditemukan di Masaran sebesar 321 mg/l, dan terendah di Mentangai sebesar 96 mg/l.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -44

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.22. Grafik Konsentrasi Total Suspended Solid Sungai Barito

Gambar 4.23. Grafik Konsentrasi Total Suspended Solid Sungai Kapuas Secara umum di semua lokasi di Kalimantan Tengah konsentrasi TSS nya melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Hal ini mungkin disebabkan oleh aktivitas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) yang menyedot emas di dasar sungai maupun akibat dari adanya erosi yang meningkat yang disebabkan banyaknya vegetasi di sekitar sungai yang hilang. Aktivitas masyarakat sekitar yang menggunakan sungai sebagai jalur transportasi juga dapat menyebabkan tingginya konsentrasi TSS, karena kelotok/ speedboat

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -45

(Persero) CABANG I MALANG

dapat mengakibatkan sedimen di sekitar sungai mengalami turbulensi akibat mesin kelotok. Menurut Alabaster dan Loyd, 1982 kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan Nilai Padatan Tersuspensi (TSS) sebagaimana yang disajikan pada table berikut: Tabel 4.22 Nilai TSS dan Pengaruh Terhadap Kepentingan Perikanan
Nilai TSS (mg/l) < 25 25 - 80 81 - 400 > 400 Pengaruh Terhadap Kepentingan perikanan Tidak berpengaruh Sedikit berpengaruh Kurang baik bagi kepentingan perikanan Tidak baik bagi kepentingan perikanan

Sumber: Alabaster dan Loyd, 1982

4.5.1.6 BOD5 (Biological Oxygen Demand) Dekomposisi bahan organik pada dasarnya terjadi melalui dua tahap. Pada tahap pertama, bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Pada tahap kedua, bahan anorganik yang tidak stabil mengalami oksidasi menjadi bahan anorganik yang lebih stabil. Secara tidak langsung, BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis dan Cornwell, 1991). Dengan kata lain, BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20 C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988). BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable). Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji, glukosa, aldehida, ester dan sebagainya. Pada perairan alami, yang berperan sebagai sumber bahan organik adalah pembusukan tanaman. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5 7,0 mg/l (Jeffries dan Mills, 1996). Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 mg/liter dianggap telah mengalami pencemaran. Nilai BOD limbah industri dapat mencapai 25.000 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP, 1992).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -46

(Persero) CABANG I MALANG

Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter BOD yaitu 3 mg/l. Adapun nilai BOD di masing masing sungai sebagai berikut: 1. Sungai Barito a) Tahap I, di semua lokasi konsentrasi limbah organik melebihi ambang batas. Nilai BOD tertinggi ditemukan di Sukaramai Hulu sebesar 6,6 mg/liter sedangkan nilai terendah ditemukan di Pelabuhan Spead Boat Sukamara sebesar 3,3 mg/liter. b) Tahap II, di semua lokasi konsentrasi limbah organik melebihi ambang batas. Nilai BOD tertinggi ditemukan di Sukaramai Hulu sebesar 21,2 mg/liter sedangkan nilai terendah ditemukan di Hulu Jembatan Penyebrangan sebesar 5,5 mg/liter 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi limbah organik disemua lokasi melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Nilai BOD tertinggi ditemukan di Kuala Kapuas sebesar 12 mg/liter sedangkan nilai terendah ditemukan di Timpah sebesar 4 mg/liter. b) Tahap II, konsentrasi limbah organik disemua lokasi melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Nilai BOD tertinggi ditemukan di P.Tilu sebesar 34 mg/liter sedangkan nilai terendah ditemukan di Mandomai sebesar 9 mg/liter.

Gambar 4.24. Grafik Konsentrasi BOD Sungai Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -47

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.25. Grafik Konsentrasi BOD Sungai Kapuas

4.5.1.7 COD (Chemical Oxygen Demand) COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O. Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organic dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat (kalium dikromat) dalam suasana asam. Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas dan industri makanan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/l (UNESCO /WHO/ UNEP, 1992). Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter COD yaitu 25 mg/l. Adapun nilai COD di masing masing sungai :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -48

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.26. Grafik Konsentrasi COD Sungai Barito

Gambar 4.27. Grafik Konsentrasi COD Sungai Kapuas 1. Sungai Barito a) Tahap I, Nilai COD tertinggi di Sungai Pendang sebesar 258,1 mg/l sedangkan nilai terendah di Jembatan Hasan Basri sebesar 5,7 mg/l. Bila dibandingkan dengan baku Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Tahun mutu yang berlaku maka lokasi yang nilai COD melebihi baku adalah Sungai Tewah sebesar 27,5 mg/l, Pendang sebesar 30,2 mg/l, Montalat sebesar 37,2 mg/l, Puruk Cahu Hilir sebesar 37,2 mg/, Sungai Lumuk sebesar 45,8 mg/l, Laung Tuhup sebesar 60,1 mg/l, Pelabuhan Hulu sebesar 82,4 mg/l, Pelabuhan Buntok sebesar 120,8 mg/l, Bintang Linggi sebesar 170,2 mg/l dan Sungai Pendang sebesar 258,1 mg/l.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -49

(Persero) CABANG I MALANG

b) Tahap II, Nilai COD tertinggi ditemukan di Tumbang Lahung sebesar 42,3 mg/liter sedangkan nilai terendah ditemukan di Puruk Cahu Hilir dan Laung Tuhup sebesar 12,1 mg/liter. Bilamana dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku maka lokasi yang nilai COD melebihi baku adalah Jembatan Baliton sebesar 36,3 mg/l, Pelabuhan P.Cahu sebesar 27,2 mg/l, Tumbang Lahung sebesar 42,3 Muara Teweh sebesar 30,2 mg/l, Jembatan Hasan Basri sebesar 27,2 mg/l dan Pendang sebesar 33,3 mg/l. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, nilai COD tertinggi ditemukan di Kuala Kapuas sebesar 26 mg/liter dan terendah ditemukan di Timpah sebesar 8,5 mg/liter. Bilamana dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku maka lokasi yang nilai COD melebihi baku mutu yang dipersyaratkan adalah Kuala Kapuas sebesar 26 mg/l. b) Tahap II, Nilai COD tertinggi ditemukan di P.Tilu sebesar 67,3 mg/liter dan terendah ditemukan di Mandomai sebesar 16,8 mg/liter. Bilamana dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku maka lokasi yang nilai COD melebihi baku mutu adalah K.Kapuas, P.Tilu Mentangai, Timpah, Masaran, Masaran Hulu dan Masaran Hilir.

4.5.1.8 DO (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehdupan makhluk hidup di dalam air tersebut sangat tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Ikan merupakan makhluk air yang memerlukan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang sangat terkecil kebutuhuan oksigennya adalah bakteri. Biota air hangat memerkan oksigen terlarut minimal 5 ppm, sedangkan biota airdingin memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh. Konserntarsi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm. Oksigen terlarut (dissolved oxygen = DO) dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlah tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer. Pada suhu 200C dengan tekanan satu atmosfer konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -50

(Persero) CABANG I MALANG

jenuh adalah 9.2 ppm, sedangkan pada suhu 500C dengan tekanan atmosfer yang sama tingkat kejenuhannya hanya 5.6 pp. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah tingkat kejenuhannya. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mempengaruhi ikanikan dan binatang air lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga mengakibatkan proses perkaratan semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam. Air dikatakan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bahan-bahan tersebut terdiri dari bahan yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen. Oksigen yang tersedia di dalam air di konsumsi oleh bakteri yang aktif memecah bahan-bahan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi kandungan bahan-bahan tersebut senakin berkurang konsentrasi oksigen terlarut. Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahanbahan organik, dan mungkin beberapa bahan anorganik. Polutan semacam ini berasal dari berbagai sumber seperti kotoran hewan maupun manusia, tanaman-tanaman yang mati atau samah organik, bahan-bahan buangan dari industri pengolahan pangan, pabrik kertas, industri penyamakan kulit, industri pemotongan daging, pembekuan udang dan ikan, dan sebagainya. Konsentrasi bahan-bahan buangan tersebut selain dipengaruhi oleh jumlah bahan buangan juga dipengaruhi oleh jumlah air yang dicemari. Oleh karena itu pada waktu musim panas di mana air kali atau danau sedang surut, konsentrasi bahan-bahan buangan tersebut meningkat sehingga konsentrasi oksigen terlarut biasanya menurun. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter oksigen terlarut yaitu minimum 4 mg/l. Adapun nilai DO di masing masing sungai sebagai berikut :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -51

(Persero) CABANG I MALANG

1. Sungai Barito a) Tahap I, konsentrasi oksigen terlarut di dalam air kurang dari standar baku mutu yaitu di Pelabuhan Buntok sebesar 3,3 mg/l, Kalahien sebesar 3,77 mg/l, Sungai Pendang sebesar 3,75 mg/l, Bintang Linggi sebesar 3,63 mg/l, Jembatan Hasan Basri sebesar 3,88 mg/l dan Muara Sungai Tewah sebesar 3,71 mg/l. Nilai DO tertinggi ditemukan di Sungai Lumuk sebesar 5,17 mg/liter. b) Tahap II, konsentrasi oksigen terlarut di dalam air yang memenuhi standar baku mutu yaitu di Jembatan Baliton sebesar 5,04 mg/l, Tumbang Lahung sebesar 4,28 mg/l, Pendang sebesar 4,72 mg/l dan Pelabuhan Buntok sebesar 4,54 mg/l,. Nilai DO terendah ditemukan di Laung Tuhup sebesar 3,44 mg/liter. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi oksigen terlarut di dalam air belum memenuhi persyaratan. Nilai DO tertinggi sebesar 3,32 mg/liter ditemukan di Mentangai, sedangkan nilai DO terendah ditemukan di P.Tilu sebesar 3,08 mg/liter. b) Tahap II, konsentrasi oksigen terlarut di dalam air pada umumnya belum memenuhi persyaratan, kecuali di Mandomai sebesar 4,39 mg/liter yang merupakan nilai DO tertinggi Nilai DO terendah ditemukan di Masaran Hulu sebesar 3,57 mg/liter.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -52

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.28. Grafik Nilai DO Sungai Barito

Gambar 4.29. Grafik Nilai DO Sungai Kapuas

4.5.1.9 Nitrit (NO2) Di perairan alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat dan antara nitrat dan gas nitrogen. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/l dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/l (Canadian Council of Resource and Environment Minister, 1987). Di perairan, kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l (sawyer dan McCarty, 1978). Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991). Untuk kepentingan peternakan, kadar nitrit sekitar 10 mg/l masih dapat ditolerir. Bagi manusia dan hewan, nitrit lebih toksik dari pada nitrat. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter Nitrit yaitu 0,06 mg/liter. Adapun konsentrasi nitrit di masing masing sungai sebagai berikut :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -53

(Persero) CABANG I MALANG

1. Sungai Barito a) Tahap I, Konsentrasi Nitrit di semua lokasi masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi Nitrit di 24 (dua puluh empat) lokasi berkisar antara 0,012 mg/liter sampai dengan 0,024 mg/liter. b) Tahap II, konsentrasi Nitrit di semua lokasi masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi Nitrit tertinggi ditemukan di Jembatan Hasan Basri sebesar 0,021 mg/liter sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di Tumbang Lahung sebesar 0,013 mg/liter. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi Nitrit di semua lokasi masih dibawah baku mutu. Konsentrasi Nitrit tertinggi di P.Tilu dan Timpah sebesar 0,003 mg/liter sedangkan di Kuala Kapuas, Mentangai, Masaran dan Masaran Hulu konsentrasinya sebesar 0,002 mg/liter. b) Tahap II, konsentrasi Nitrit di semua lokasi masih dibawah baku mutu. Konsentrasi Nitrit tertinggi ditemukan di K.Kapuas, Timpah dan Masaran sebesar 0,006 mg/liter sedangkan terendah di Timpah Hulu konsentrasinya sebesar 0,001 mg/liter.

Gambar 4.30. Grafik Konsentrasi Nitrit Sungai Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -54

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.31. Grafik Konsentrasi Nitrit Sungai Kapuas

4.5.1.10 Nitrat (NO3) Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitratnitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa-senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Nitrat dan amonium adalah sumber utama nitrogen di perairan. Namun` amonium lebih disukai tumbuhan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar amonium. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Pada perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat mencapai 1.000 mg/l. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Konsumsi air yang mengandung kadar nitrat yang tinggi akan menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen, terutama pada

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -55

(Persero) CABANG I MALANG

bayi yang berumur kurang dari lima bulan. Keadaan ini dikenal sebagai methamoglobinemia atau blue baby yang mengakibatkan kulit bayi berwarna kebiruan (cyanosis) (Davis an Cornwell, 1991; Mason, 1993). Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter Nitrat yaitu 10 mg/liter Adapun konsentrasi nitrat di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, Konsentrasi Nitrat tertinggi ditemukan di Sungai Pendang sebesar 2,721 mg/liter sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di Kandui sebesar 0,085 mg/liter. Konsentrasi Nitrat disemua lokasi masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. b) Tahap II, Konsentrasi Nitrat tertinggi ditemukan di Muara Teweh sebesar 1,116 mg/liter sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di Pendang sebesar 0,177 mg/liter. Konsentrasi Nitrat disemua lokasi masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, Konsentrasi Nitrat tertinggi ditemukan di P.Tilu sebesar 0,072 mg/liter sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di Masaran sebesar 0,009 mg/liter. Konsentrasi Nitrat disemua lokasi masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu sebesar 10 mg/liter untuk sungai kelas II. b) Tahap II, Konsentrasi Nitrat tertinggi ditemukan di Mentangai sebesar 2,25 mg/liter sedangkan konsentrasi terendah ditemukan di P.Tilu sebesar 0,372 mg/liter. Konsentrasi Nitrat disemua lokasi masih dibawah baku mutu.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -56

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.32. Grafik Konsentrasi Nitrat Sungai Barito

Gambar 4.33. Grafik Konsentrasi Nitrat Sungai Kapuas 4.5.1.11 Amoniak Bebas (NH3-N) Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion amonium adalah bentuk dari transisi amonia. Amonia banyak digunakan dalam proses reduksi urea, industri bahan kimia serta industri bubur kertas dan kertas. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi. Proses denitrifikasi oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob, pada proses pengolahan limbah juga dihasilkan gas amonia (Novotny dan Olem, 1994). Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Sumber amonia yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik. Amoniak yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap mikroorganisme akuatik. Toksisitas amonia terhadap mikroorganisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu . Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses peningkatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan sufoksi.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -57

(Persero) CABANG I MALANG

Kadar amonia bebas pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l (McNelely et al., 1979). Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/l. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/l, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan McCarty, 1978). Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan (run-off) pupuk pertanian. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter Amoniak untuk sungai Kelas II tidak dipersyaratkan. Adapun konsentrasi amoniak di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, konsentrasi amoniak bebas tertinggi ditemukan di Lahei sebesar 0,371 mg/l dan konsentrasi terendah di Kalahien sebesar 0,068 mg/l. b) Tahap II, konsentrasi amoniak bebas tertinggi ditemukan di Jembatan Hasan Basri sebesar 0,56 mg/l dan konsentrasi terendah di Puruk Cahu Hilir sebesar 0,07 mg/l. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi amoniak bebas tertinggi ditemukan di Kuala Kapuas sebesar 0,571 mg/l dan konsentrasi terendah di Masaran Hulu sebesar 0,341 mg/l. b) Tahap II, konsentrasi amoniak bebas tertinggi ditemukan di Kuala Kapuas sebesar 0,144 mg/l dan konsentrasi terendah di P.Tilu sebesar 0,042 mg/l.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -58

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.34. Grafik Konsentrasi Amoniak Bebas Sungai Barito

Gambar 4.35. Grafik Konsentrasi Amoniak Bebas Sungai Kapuas 4.5.1.12 Phospat (PO4) Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat untuk pertumbuhannya. Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah, seperti pada air alam (< 0,01 mg P/L), pertumbuhan dan ganggang akan terhalang. Keadaan ini disebut oligotrop. Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi (keadaan eutrop), sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -59

(Persero) CABANG I MALANG

Pencemaran Air untuk parameter phospat yaitu 0,2 mg/liter. Adapun konsentrasi phospat di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, bilamana dibandingkan dengan baku mutu maka di semua lokasi nilai phospatnya di bawah baku mutu yang dipersyaratkan, kecuali di Bintang Linggi sebesar 0,452 mg/l yang merupakan konsentrasi phospat tertinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain. Konsentrasi phospat terendah ditemukan di Muara Sungai Tewah sebesar 0,011 mg/liter. b) Tahap II, di semua lokasi nilai phospatnya di bawah baku mutu. Konsentrasi phospat tertinggi ditemukan di Pelabuhan Puruk Cahu sebesar 0,011 mg/liter dan konsentrasi phospat terendah di Muara Lahung sebesar 0,002 mg/liter. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, bilamana dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku maka di semua lokasi nilai phospatnya di bawah baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi phospat tertinggi ditemukan di Mentangai sebesar 0,22 mg/liter dan konsentrasi phospat terendah di Timpah sebesar 0,015 mg/liter. b) Tahap II, bilamana dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku maka di semua lokasi nilai phospatnya di bawah baku mutu yang dipersyaratkan kecuali di Timpah Hulu sebesar 0,238 mg/l yang merupakan konsentrasi phospat tertinggi. Konsentrasi phospat terendah di Mentangai sebesar 0,043 mg/liter

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -60

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.36. Grafik Konsentrasi Phospat (PO4) Sungai Barito

Gambar 4.37. Grafik Konsentrasi Phospat (PO4) Sungai Kapuas 4.5.1.13 Sulfat (SO4) Sulfur merupakan salah satu elemen yang esensial bagi makhluk hidup, karena merupakan elemen penting dalam protoplasma. Ion sulfat yang telah diserap tumbuhan mengalami reduksi hingga menjadi bentuk sulfidril (SH) di dalam protein. Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik terutama terdapat dalam bentuk sulfat yang merupakan bentuk sulfur utama di perairan dan tanah (Rao, 1992). Kerak bumi mengandung sulfur sekitar 260 mg/kg. Sumber alami sulfat adalah bravoite {(NiFe)S2], chalcopyrite (Cu2S), cubanite (CuFe2S3), gregite (Fe3S4), gypsum (CaSO4.2H2O), molybdenite (MoS2), dan pyrite (FeS2). Sulfat banyak digunakan dalam industri tekstil, penyamak kulit, kertas, metalurgi dan lain-lain. Sulfur oksida (SOx) dan hidrogen sulfida (H2S) merupakan sulfur dalam bentuk gas yang biasa ditemukan di atmosfer. Atmosfer menerima sulfur dan berbagai sumber, yaitu aktivitas bakteri yang melepas hidrogen sulfida, pembakaran bahan bakar fosil yang melepaskan sulfur oksida, percikan air laut karena tiupan angin yang melepaskan sulfat, serta aktivitas vulkanik yang melepaskan hidrogen sulfida, sulfida oksida dan sulfat. Di perairan, sulfur berkaitan dengan ion hidrogen dan oksigen. Beberapa bentuk sulfur di perairan adalah sulfida, sulfur dioksida, sulfit dan sulfat.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -61

(Persero) CABANG I MALANG

Reduksi pengurangan oksigen dan penambahan hidrogen anion sulfat menjadi hidrogen sulfida pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organik yang menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosiftas logam. Hidrogen sulfida yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke atmosfer. Pada kondisi aerob, hidrogen sulfida segera dioksidasikan oleh bakteri Thiobacillus menjadi sulfat. Beberapa bakteri, misalnya Clorobacteriaceae dan Thiorhodaceae dapat mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfur. Pada pH sekitar 5 sulfur terdapat bentuk H2S. Pada kondisi ini dapat menimbulkan permasalahan bau yang cukup serius. H2S dapat menimbulkan bau seperti telur busuk. Oleh karena itu, toksisitas H2S meningkat dengan penurunan nilai pH. H2S juga dianggap sebagai salah satu penyebab karat pada logam. Proses pembentukan karat ini disebabkan oleh keberadaan bakteri yang mampu mengoksidasi H2S menjadi H2SO4 secara berlimpah. Terbentuknya asam kuat H2SO4 dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan korosifitas logam dan terjadinya karat. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter Sulfat tidak dipersyaratkan. Adapun konsentrasi sulfat di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, konsentrasi sulfat tertinggi ditemukan di Muara Sungai Tewah sebesar 6,837 mg/l dan konsentrasi terendah di Sungai Lumuk sebesar 1,266 mg/l. b) Tahap II, konsentrasi sulfat tertinggi ditemukan di Laung Tuhup sebesar 9,771 mg/l dan konsentrasi terendah di Jembatan Baliton sebesar 0,816 mg/l. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi sulfat tertinggi ditemukan di P.Tilu sebesar 24,237 mg/l dan konsentrasi terendah di Kuala Kapuas sebesar 18,098 mg/l.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -62

(Persero) CABANG I MALANG

b) Tahap II, konsentrasi sulfat tertinggi ditemukan di Mandomai sebesar 8,611 mg/l dan konsentrasi terendah di Mentangai sebesar 6,789 mg/l.

Gambar 4.38. Grafik Konsentrasi Sulfat Sungai Barito

Gambar 4.39. Grafik Konsentrasi Sulfat Sungai Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -63

(Persero) CABANG I MALANG

4.5.1.14 Merkuri (Hg) Merkuri (Hg) adalah unsur renik pada kerak bumi, yakni hanya sekitar 0,08 mg/liter (Moore, 1991). Pada perairan alami, merkuri juga hanya ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri merupakan satusatunya logam yang berada dalam bentuk cairan pada suhu normal. Merkuri terserap dalam bahan-bahan partikulat dan mengalami presipitasi. Pada dasar perairan anaerobic merkuri berikatan dengan sulfur. Merkuri anorganik dapat mengalami transformasi menjadi dimetil merkuri dengan bantuan aktivitas mikroba, baik pada kondisi aerob maupun anaerob. Pada kadar merkuri anorganik yang rendah, akan terbentuk dimetil merkuri, sedangkan pada kadar merkuri anorganik yang tinggi, akan terbentuk monometil merkuri. Pada perairan alami, kadar monometil merkuridan dimetil merkuri dipengaruhi oleh keberadaan mikroba, karbon organik, kadar merkuri anorganik, pH dan suhu. Kedua bentuk senyawa metil merkuri tersebut dapatdipecah oleh bakteri yang hidup pada sedimen. Metil merkuri dapat mengalami bioakumulai dan biomagnifikasi pada biota perairan, baik secara langsung ataupun melalui jala makanan(food web). Sumber alami merkuri paling umum adalah cinnabar (HgS) (Novotny dan Olem, 1994). Selain itu, mineral sulfida, misalnya (ZnS), wurtzite (ZnS), chalcopyrite (CuFeS) dan galena (PbS), juga mengandung merkuri. Cinnabar sukar larut dalam air, namun pelapukan bermacam-macam batuan dan erosi tanah dapat melepaskan merkuri ke dalam lingkungan perairan (McNeely et al.,1979. Senyawa merkuri digunakan dalam pembuatan amalgam, cat, komponen listrk, bateri, ekstraksi emas dan perak, gigi palsu, senyawa anti karat (anti fouling), fotografi dan elektronik (eckenfelder, 1989). Industri kimia yang memproduksi gas klorin dan asam klorida juga menggunakan merkuri. Garam-garam merkuri juga digunakan sebagai fumigan yang berperan sebagai pestisida (Sawyer dan McCarty, 1978). Kadar merkuri pada perairan tawar alami berkisar antara 10-100 mg/liter, sedangkan pada perairan laut berkisar antara <10-30 mg/liter (Moore, 1991). Senyawa merkuri bersifat sangat toksik bagi manusia dan hewan. Garam-garam merkuri terserap dalam usus dan terakumulasi di dalam ginjal dan hati. Metil merkuri diangkut oleh sel darah merah dan dapat

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -64

(Persero) CABANG I MALANG

mengakibatkan kerusakan pada otak. Ion metil merkuri lima puluh kali lebih toksik dari pada garam-garam merkuri anorganik. Senyawa merkuri mengalami masa tinggal (retention time) yang cukup lama di dalam tubuh manusia. Senyawa merkuri bersifat toksik bagi ikan dan biota akuatik lain karena dapat mengalami biomagnifikasi pada jalan makanan. Organisme yang berada pada rantai yang paling tinggi (top carnivora) memiliki kadar merkuri yang lebih tinggi daripada organisme di bawahnya. Untuk melindungi kehidupan organisme perairan di Kanada dan European Community (EC), kadar merkuri yang diperbolehkan berturut-turut adalah 0,1 g/liter dan 0,2 g/liter, sedangkan untuk melindungi kehidupan organisme laut di European Community (EC), kadar merkuri yang diperbolehkan tidak lebih dari 0,3 g/liter (Moore, 1991) Kadar merkuri pada air minum sebaiknya tidak melebihi 0,002 mg/liter (Davis dan Cornell, 1991). Berdasarkan hasil uji Laboratorium, menunjukkan bahwa disemua lokasi pemantauan tidak terdeteksi kandungan Merkuri. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter merkuri yaitu 2 g/l. Adapun konsentrasi merkuri di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, Konsentrasi merkuri tertinggi ditemukan di Sungai Tewah sebesar 0,5519 g/liter yang mana konsentrasi merkuri tersebut melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Sedangkan di 23 (dua puluh tiga) lokasi yang lain, konsentrasi merkurinya masih dibawah baku mutu. b) Tahap II, untuk parameter merkuri tidak dilakukan pemeriksaan karena kondisi alat dalam keaadaan rusak . 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, untuk parameter merkuri tidak dilakukan pemeriksaan karena pada saat itu kondisi alat dalam keaadaan rusak. b) Tahap II, konsentrasi merkuri tertinggi ditemukan di Mentangai sebesar 7,029 g/liter. Konsentrasi merkuri yang di atas baku mutu yaitu di K.Kapuas sebesar 4,081 g/liter, P.Tilu sebesar 4,643 g/liter, Mentangai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -65

(Persero) CABANG I MALANG

sebesar 7,029 g/liter, Timpah sebesar 3,286 g/liter, Masaran sebesar 2,567 g/liter dan Masaran Hulu sebesar 2,161 g/liter

Gambar 4.40. Grafik Konsentrasi Merkuri (Hg) Sungai Barito

Gambar 4.41. Grafik Konsentrasi Merkuri (Hg) Sungai Kapuas 4.5.1.15 Fenol Senyawa fenol merupakan senyawa aromatik dengan satu atau beberapa gugus hidroksil yang terikat secara langsung pada cincin benzene. Senyawa fenol dihasilkan dari proses pemurnian minyak, industri kimia, tekstil, kayu lapis. Kadar alami fenol di perairan sangat kecil, hanya beberapa g/l. Keberadaan fenol di perairan mengakibatkan perubahan sifat organoleptik

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -66

(Persero) CABANG I MALANG

air, sehingga kadar fenol yang diperkenankan terdapat pada air minum adalah 0,001 mg/l. Pada kadar yang lebih tinggi dari 0,01 mg/l fenol bersifat toksik bagi ikan (UNESCO/WHO/UNEP, 1992). Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter Phenol yaitu 0,001 mg/l. Adapun konsentrasi phenol di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, Konsentrasi Fenol disemua lokasi melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, kecuali di Baru Hilir/Buntok, Pelabuhan Hulu, Jembatan Hasan Basri dan Muara Teweh yang konsentrasi fenolnya tidak terdeteksi. Konsentrasi Fenol tertinggi terdapat di Kalahien sebesar 0,25 mg/ liter. b) Tahap II, Konsentrasi Fenol disemua lokasi melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi Fenol tertinggi terdapat di Muara Teweh sebesar 0,26 mg/ l, konsentrasi terendah di Tumbang Lahung sebesar 0,18 mg/liter 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi Fenol disemua lokasi melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi tertinggi terdapat di Masaran sebesar 0,312 mg/ liter dan konsentrasi terendah di P.Tilu sebesar 0,05 mg/liter. b) Tahap II, konsentrasi Fenol disemua lokasi melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi tertinggi terdapat di Mentangai sebesar 0,072 mg/ liter dan konsentrasi terendah di Timpah Hulu sebesar 0,003 mg/liter.

Gambar 4.42. Grafik Konsentrasi Fenol Sungai Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -67

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.43. Grafik Konsentrasi Fenol Sungai Kapuas 4.5.1.16 Minyak / Lemak Minyak dan lemak yang mencemari lingkungan sering dimasukkan ke dalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air. Minyak yang terdapat di dalam air berasal dari berbagai sumber, diantaranya dari pembersihan dan pencucian kapal, pengeboran minyak dan buangan pabrik. Air yang diperuntukkan bagi keperluan domestik sebaiknya bebas dari kandungan oil (minyak) dan grase (lemak) karena air dengan kadar minyak relatif tinggi menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter Minyak/Lemak yaitu 1 mg/l. Adapun konsentrasi Minyak/Lemak di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, konsentrasi minyak/lemak di Bintang Linggi sebesar 2 mg/liter, Kandui sebesar 2 mg/l, Puruk cahu sebesar 5 mg/l, Puruk Cahu Hilir sebesar 3 mg/l, Sungai Lumuk sebesar 2 mg/l dan Muara Lahung sebesar 2 mg/l melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Sedangkan di lokasi lainnya konsentrasi minyak/lemak tidak ternyata.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -68

(Persero) CABANG I MALANG

b) Tahap II, konsentrasi minyak/lemak tertinggi berada di Pelabuhan Buntok sebesar 4 mg/l dan konsentrasi terendah di Pelabuhan P.Cahu dan Muara Teweh sebesar 1 mg/l. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi Minyak/Lemak di Kuala Kapuas sebesar 1 mg/liter, Masaran sebesar 4 mg/liter dan Masaran Hulu sebesar 6 mg/liter. Konsentrasi ini melebihi ambang batas. Sedangkan di lokasi lainnya konsentrasi minyak/lemak tidak ternyata. b) Tahap II, konsentrasi minyak/lemak disemua lokasi melebihi ambang batas. Konsentrasi Minyak/Lemak tertinggi berada di K.Kapuas sebesar 9 mg/liter dan terendah di Timpah Hulu sebesar 2 mg/l.

Gambar 4.44. Konsentrasi Minyak/Lemak Sungai Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -69

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.45. Konsentrasi Minyak/Lemak Sungai Kapuas

4.5.1.17 Deterjen Deterjen dalam arti luas adalah bahan yang digunakan sebagai pembersih, termasuk sabun cuci piring alkali dan cairan pembersih. Definisi yang lebih spesifik dari deterjen adalah bahan pembersih yang mengandung senyawa petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Surfaktan merupakan bahan pembersih utama yang terdapat di dalam deterjen. Komposisi kimia deterjen terdiri dari bermacam-macam komponen yang dapat dikelompokkan menjadi tiga grup yaitu surfaktan, bahan pembentuk dan bahan lain-lain. Surfaktan di dalam deterjen berfungsi sebagai bahan pembasah yang menyebabkan menurunnya tegangan permukaan air sehingga air lebih mudah meresap ke dalam kain yang dicuci. Bahan pembentuk di dalam deterjen mengalami reaksi hidrolisis dengan air pencuci yang mengakibatkan air menjadi bersifat alkali. Sifat alkali tersebut penting untuk menghilangkan kotoran secara efektif. Bahan pembentuk yang umum digunakan adalah polifosfat. Polusi air yang disebabkan oleh penggunaan deterjen terutama menyangkut masalah surfaktan dan bahan pembentuk. Surfaktan yang banyak digunakan pada saat ini berbeda dengan yang digunakan beberapa tahun yang lalu. Perbedaan utama adalah karena yang digunakan pada saat ini mempunyai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -70

(Persero) CABANG I MALANG

sifat dapat dipecah secara biologis (biodegradable), yaitu dapat dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana oleh bakteri yang terdapat di lingkungan, sedangkan surfaktan yang digunakan sebelum tahun 1965 tidak dapat dipecah oleh bakteri sehingga terdapat dalam bentuk tetap tidak berubah dalam jangka waktu lama di lingkungan. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter deterjen yaitu 0,03 mg/liter. Adapun konsentrasi deterjen di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, Konsentrasi deterjen disemua lokasi masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi deterjen tertinggi ditemukan di Sungai Lumuk sebesar 0,05 mg/liter. Ada 10 (sepuluh) lokasi yang lain konsentrasi deterjen tidak terdeteksi. b) Tahap II, Konsentrasi deterjen disemua lokasi masih diatas baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi deterjen tertinggi ditemukan di Muara Lahung sebesar 0,563 mg/l dan konsentrasi deterjen terendah di Pelabuhan Buntok sebesar 0,254 mg/l 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi deterjen disemua lokasi masih dibawah baku mutu. Konsentrasi deterjen tertinggi ditemukan di Kuala Kapuas sebesar 0,035 mg/liter dan konsentrasi deterjen terendah di Mentangai 0,029 mg/liter. b) Tahap II, konsentrasi deterjen yang melebihi baku mutu adalah di Masaran sebesar 0,308 mg/l dan Masaran Hulu sebesar 0,342 mg/liter. Sedangkan konsentrasi deterjen terendah di P.Tilu sebesar 0.042 mg/liter.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -71

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.46. Grafik Konsentrasi Deterjen Sungai Barito

Gambar 4.47. Grafik Konsentrasi Deterjen Sungai Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -72

(Persero) CABANG I MALANG

4.5.1.18 Fecal Coli Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter Fecal Coli tidak dipersyaratkan. Adapun konsentrasi Fecal Coli di masing masing sungai sebagai berikut : 1. Sungai Barito a) Tahap I, konsentrasi Fecal Coli tertinggi ditemukan di Bintang linggi sebesar 240 APM/100 ml sedangkan konsentrasi Fecal Coli terendah di Pendang 2 APM/100 ml. b) Tahap II, konsentrasi Fecal Coli tertinggi ditemukan di Muara Lahung dan Pendang sebesar 13 APM/100 ml sedangkan konsentrasi Fecal Coli terendah di Tumbang Lahung sebesar 2 APM/100 ml. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi Fecal Coli tertinggi di Masaran sebesar 6 APM/100 ml dan konsentrasi Fecal Coli terendah di Kuala Kapuas, Mentangai, Timpah dan Masaran Hulu sebesar 2 APM/100 ml. b) Tahap II, konsentrasi Fecal Coli tertinggi di Timpah sebesar 240 APM/100 ml dan konsentrasi Fecal Coli terendah di Kuala Kapuas, P.Tilu, Timpah Hulu dan Masaran Hilir sebesar < 2 APM/100 ml.

Gambar 4.48. Grafik Konsentrasi Fecal Coli Sungai Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -73

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.49. Grafik Konsentrasi Fecal Coli Sungai Kapuas 4.5.1.19 Total Coliform Jumlah perkiraan terdekat (JPT) bakteri coliform/100 cc air digunakan sebagai indikator kelompok mikrobiologis. Hal ini tentunya tidak terlalu tepat, tetapi sampai saat ini, bakteri inilah yang paling ekonomis dapat digunakan untuk kepentingan tersebut. Mayoritas sungai yang terdapat di kota padat penduduk seperti di Pulau Jawa cenderung lebih tercemar oleh bakteri coliform dan fecal coli, yang menunjukkan telah terjadinya pencemaran tinja pada sungai tersebut dan dapat menyebabkan penyakit diare. Baku mutu air kelas II berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk parameter Total Coliform tidak dipersyaratkan. Adapun konsentrasi Total Coliform di masing masing sungai sebagai berikut: 1. Sungai Barito a) Tahap I, konsentrasi Total Coliform tertinggi ditemukan di Bintang linggi sebesar 300 APM/100 ml sedangkan konsentrasi Fecal Coli terendah di Pendang 2 APM/100 ml.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -74

(Persero) CABANG I MALANG

b)Tahap II, konsentrasi Total Coliform tertinggi ditemukan di Muara Lahung


dan Pendang sebesar 13 APM/100 ml sedangkan konsentrasi Fecal Coli terendah di Tumbang Lahung sebesar 2 APM/100 ml. 2. Sungai Kapuas a) Tahap I, konsentrasi Total Coliform tertinggi di Masaran sebesar 6 APM/100 ml dan konsentrasi Fecal Coli terendah di Mentangai, Timpah dan Masaran Hulu sebesar 2 APM/100 ml. b) Tahap II, konsentrasi Total Coliform tertinggi di Timpah sebesar 240 APM/100 ml dan konsentrasi Fecal Coli terendah di Kuala Kapuas, P.Tilu dan Masaran Hilir sebesar < 2 APM/100 ml.

Gambar 4.50. Grafik Konsentrasi Total Coliform Sungai Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -75

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 4.51. Grafik Konsentrasi Total Coliform Sungai Kapuas 4.5.2 Status Mutu Air (SMA) Status Mutu Air (SMA) dapat diketahui dengan cara membandingkan kualitas air hasil pengukuran dengan Kriteria Mutu Air dari PP 82/2001, tentang Pengelolan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang terdiri dari empat kelas, yaitu Kelas satu, kelas dua, kelas tiga dan kelas empat. Penentuan Status Mutu Air dengan menggunakan Metode Polutant Index. Tujuan perhitungan Pollution Indeks (PI) adalah untuk menggambarkan secara utuh kualitas air sungai yang ada di lokasi studi. Prosedur perhitungan berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Dari seluruh parameter yang diuji, maka dalam penentuan Pollution Indeks (PI) ini, hanya diambil paramater-paremeter yang terdeteksi keberadaannya dan dipersyaratkan dalam baku mutu, sedangkan untuk parameter yang tidak terdeteksi keberadaanya dan besarannya tidak dipersyaratkan dalam baku mutu tidak akan dilakukan perhitungan. Hal ini disebabkan persamaanpersamaan matematis yang dipergunakan untuk menghitung Pollution Indeks (PI) mempersyaratkan hal tersebut. Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -76

(Persero) CABANG I MALANG

pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukkan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij, makaPIj ini dapat ditentukan dengan cara : 1. Memilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik. 2. Memilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang. 3. Menghitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan. 4. Bilamana nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. maka ditentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu :
(Ci / Lij ) baru = Cim Ci(hasil Pengukuran) Cim Lij

5. Bilamana Nilai Lij memiliki Rentang : Untuk Ci Lijrata-rata


(Ci / Lij ) baru = [Ci ( Lij ) rata rata ] [( Lij ) min imum ( Lij ) rata rata ]

Untuk Ci Lij rata-rata


(Ci / Lij )baru = [Ci ( Lij ) rata rata ] [( Lij ) maksimum ( Lij ) rata rata ]

Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih keci dari 1,0. Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari 1,0. (Ci/Lij)baru = 1,0+P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5). 6. Menentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij. ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -77

(Persero) CABANG I MALANG

7.

Menentukan harga PIj


(Ci / Clj ) M 2 + (Ci / Lij ) 2 R 2

Pl j =

Evaluasi terhadap Nilai PI adalah : 0 PI 1,0 1,0 PI 5,0 5,0 PI 10 10 PI 15 tabel berikut : : Memenuhi Baku Mutu : Cemar Ringan : Cemar Sedang : Cemar Berat

Hasil perhitungan Pollutant Index, masing-masing sungai disajikan pada

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -78

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 4.23 Perhitungan Pollutant Index Sungai Barito Tahap I Tahun 2007

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -79

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 4.24 Perhitungan Pollutant Index Sungai Barito Tahap II Tahun 2007

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -80

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 4.25 Perhitungan Pollutant Index Sungai Kapuas Tahap I Tahun 2007

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -81

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 4.26 Perhitungan Pollutant Index Sungai Kapuas Tahap II Tahun 2007

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -82

(Persero) CABANG I MALANG

Dari hasil perhitungan di atas, dapat dikemukakan bahwa kualitas air di masing-masing sungai adalah : 1. Sungai Barito Tahap I (Juni 2007) - Lokasi 1 : Baru Hilir / Buntok - Lokasi 2 : Baru - Lokasi 3 : Pelabuhan Buntok - Lokasi 4 : Pelabuhan Hulu - Lokasi 5 : Kalahien - Lokasi 6 : Pendang - Lokasi 7 : Sungai Pendang - Lokasi 8 : Bintang Linggi - Lokasi 9 : Montalat - Lokasi 10 : Kandui - Lokasi 12 : Muara Teweh - Lokasi 13 : Muara Sungai Tewah - Lokasi 14 : Sungai Tewah - Lokasi 15 : Lahei - Lokasi 16 : Muara Lahei - Lokasi 17 : Puruk Cahu - Lokasi 18 : Puruk Cahu Hilir - Lokasi 19 : Sungai Lumuk - Lokasi 20 : Sungai Lumuk Hulu - Lokasi 22 : Tumbang Lahung - Lokasi 23 : Muara Lahung - Lokasi 24 : Laung Tuhup b. Tahap II (September 2007) - Lokasi 25 : Jembatan Bahitom - Lokasi 18 : Puruk Cahu Hilir - Lokasi 22 : Tumbang Lahung - Lokasi 23 : Muara Lahung - Lokasi 24 : Laung Tuhup - Lokasi 12 : Muara Teweh : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan - Lokasi 26 : Pelabuhan Puruk Cahu : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Sedang : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Sedang : Cemar Sedang : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan

- Lokasi 11 : Jembatan Hasan Basri : Memenuhi Baku Mutu

- Lokasi 21 : Jembatan Penyebrangan : Cemar Ringan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -83

(Persero) CABANG I MALANG

- Lokasi 11 : Jembatan Hasan Basri : Cemar Ringan - Lokasi 6 : Pendang - Lokasi 3 : Pelabuhan Buntok 2. Sungai Kapuas a. Tahap I (Juni 2007) : - Lokasi 1 : K. Kapuas - Lokasi 2 : P. Tilu - Lokasi 3 : Mentangai - Lokasi 4 : Timpah - Lokasi 5 : Masaran - Lokasi 6 : Masaran Hulu b. Tahap II (Oktober 2007) - Lokasi 1 : K. Kapuas - Lokasi 2 : P. Tilu - Lokasi 3 : Mentangai - Lokasi 4 : Timpah - Lokasi 5 : Masaran - Lokasi 6 : Masaran Hulu - Lokasi 7 : Masaran Hilir - Lokasi 8 : Timpah Hulu - Lokasi 9 : Mandomai : Cemar Ringan : Cemar Sedang : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan : Cemar Ringan

Dari uraian dan pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : a Salah satu prosedur penting dalam proses pengelolaan kualitas air adalah melaksanakan pemantauan air secara kontinyu dan berkesinambungan. b Hasil pemantauan memberikan informasi faktual tentang kondisi (status) lingkungan masa sekarang dan kecenderungan kondisi masa lalu serta prediksi masa datang. c Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata Pollutant Index pada tahap I (musim penghujan) dan tahap II (musim kemarau), maka mutu air di masing-masing sungai tahun 2007 pada umumnya sebagai berikut : - Sungai Barito : PI = 3,54 (Cemar Ringan) - Sungai Kapuas : PI = 3,7217 (Cemar Ringan) d Sumber utama pencemaran yang mengakibatkan penurunan kualitas air sungai, pada umumnya berasal dari kegiatan Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI),

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -84

(Persero) CABANG I MALANG

limbah organik dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri dan pertanian yang ada disepanjang sungai yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah

4.5.3 Permasalahan Lingkungan Beberapa hal yang berakibat pada permasalahan lingkungan di WS BaritoKapuas diantaranya : Belum terdapat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) penduduk secara terpusat Sarana pengolahan limbah tinja penduduk dengan menggunakan tangki septik terbatas dan terdapat sebagian membuang kotoran ke sungai, tanah dsb. Cakupan PDAM untuk melayani air bersih penduduk terbatas, konsekwensinya sumber air minum penduduk sangat beragam, sehingga masih terdapat sumber air minum yang tidak terlindung.

4.5.4 Prediksi Kualitas Air WS Barito Kapuas Berdasarkan tiga kali pengukuran dari kegiatan studi sebelumnya maupun pengukuran oleh Balai Barito-Kapuas Ciwulan, maka Kualitas air dari segi sedimentasi atau indikator erosi sangat dominan Nilai COD dan BOD di beberapa lokasi masih lebih tinggi dari nilai baku Mutu Air. ini merupakan indikator bahwa air sungai Barito di beberapa titik pengambilan sampel telah mengalami pencemaran. Kemungkinan pencemaran terjadi karen adanya buangan limbah penduduk, walaupun dari segi bakteriologi tidak dapat diulas, namun seperti sungai besar lainnya kemungkinan tidak memenuhi untuk air Kelas 1. Prediksi kualitas air kedepan apabila tanpa dilakukan pengelolaan areal pertanian dan pengolahan limbah penduduk maka kualitas air WS BaritoKapuas diduga lebih memburuk

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -85

(Persero) CABANG I MALANG

4.6

ANALISIS KONSERVASI LAHAN DAN AIR

4.6.1 Erosi dan Sedimen Secara umum proses erosi terdiri atas dua jenis, yaitu (a) erosi geologi (geological erosion) akibat proses alamiah yang berjalan secara normal jika pembentukan tanah lebih besar dari kehilangan tanah dan (b) erosi dipercepat (accelerated erosion) akibat aktivitas manusia pada permukaan tanah yang menyebabkan pembentukan tanah lebih kecil dari kehilangan tanah. Jenis erosi yang kedua ini umumnya yang menjadi permasalahan utama pada kawasan daerah aliran sungai. Besarnya erosi yang terjadi dihitung berdasarkan satuan Sub DAS dengan menggunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) dari Wischmeier dan Smith (1965), suatu prosedur penghitungan erosi yang umum dilakukan di Indonesia. Rumus umum dari persamaan tersebut adalah: A = R x K x LS x C x P A R K = Erosi aktual (ton/ha/th) = faktor indeks erosivitas hujan = faktor indeks erodibilitas tanah

LS = faktor indeks panjang dan kemiringan lereng C P = faktor indeks pengelolaan tanaman = faktor indeks pengawetan tanah

Indeks erosivitas hujan diperoleh dengan menggunakan rumus Lenvain yaitu: Rm = 2.21 x (Rain)m1,36 Rm (Rain)m R = Erosivitas curah hujan bulanan rata-rata (EI30) = Jumlah curah hujan bulanan rata-rata dalam cm = Erosivitas curah hujan tahunan rata-rata = jumlah Rm selama 12 bulan. Faktor indeks panjang dan kemiringan lereng dihitung dengan menggunakan rumus dan nomograf. Indeks pengelolaan tanaman (C) dan indeks pengawetan tanah (P) serta nilai indeks erodibilitas tanah (ketiganya merupakan nilai tertimbang) diperoleh dari tabel yang memuat nilai K, dan CP untuk berbagai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -86

(Persero) CABANG I MALANG

tanah, tanaman dan pengawetan tanah.

Nilai tersebut merupakan nilai

empiris dari hasil penelitian lapangan pada berbagai tempat. Adapun data yang digunakan untuk menghitung setiap komponen rumus USLE tersebut diperoleh dari data sekunder. Analisis sedimentasi yang digunakan didasarkan pada rumus hasil penelitian Al Khadimi (1981) yang dikembangkan oleh DPMA (1987) melalui persamaan sebagai berikut: Y = 0,006607X1,0987 Y = sedimentasi dalam mm/tahun X = besarnya erosi dalam ton/ha/tahun Persamaan tersebut di atas cocok digunakan untuk menentukan besarnya sedimen yang terjadi untuk kawasan DAS yang terdapat di Pulau Kalimantan dan digunakan oleh BPDAS dalam menghitung besarnya sedimentasi. 4.6.2 Prediksi Erosi dan Sedimentasi Pada dasarnya, prediksi besarnya erosi di masa yang akan datang merupakan aspek penting dalam perencanaan konservasi Daerah Aliran Sungai. Sungguhpun demikian, jarang sekali ada penelitian erosi yang berkelanjutan pada satu DAS sehingga menyebabkan data time series erosi menjadi tidak tersedia. Dari lima faktor yang mempengaruhi erosi sebagaimana yang ditulis pada rumus USLE, tiga faktor yaitu erosivitas, erodibilitas tanah, dan lereng dapat diasumsikan sama untuk jangka prediksi 20 tahun. Akan tetapi, faktor penutupan lahan dan pengelolaan tanah bersifat dinamis perubahannya. Salah satu contoh perubahan penutupan lahan dan pengolahan tanah adalah konversi sawah menjadi pemukiman akan mengubah indeks CP dari 0,0001 untuk sawah menjadi 0,5 untuk pemukiman. Aspek tata ruang yang selalu diperbaharui sesuai dengan perencanaan Pemerintah Daerah sangat menentukan penutupan lahan. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap penutupan lahan adalah tingginya kerusakan hutan akibat pembalakan hutan serta meningkatnya luasan lahan kritis sepanjang tahun. Sudah diketahui bahwa hutan yang utuh sangat

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -87

(Persero) CABANG I MALANG

berperan dalam mengurangi besarnya aliran permukaan yang pada akhirnya berdampak kepada erosi.

4.7

ANALISIS KELEMBAGAAN

4.7.1 Peranan Kelembagaan Kelembagaan pengelolaan sumber daya air berasal dari unsur Pemerintah, unsur Institusi Pengelola sumberdaya air dan dari unsur masyarakat. Pemerintah selaku owner (pemilik) sumberdaya air dan prasarana pengairan, mempunyai fungsi pengaturan dan kebijakan baik pada tingkat Nasional (Makro) maupun tingkat daerah (Operasional) dan bertugas melaksanakan kegiatan yang terkait dengan kewenangan publik, berhak memperoleh sebagian laba bersih dari institusi pengelola dan berkewajiban memberikan kontribusi untuk membiayai kegiatan yang ditujukan bagi kesejahteraan dan keselamatan umum. Institusi pengelola sumberdaya air antara lain adalah pengusaha/kelompok pengusaha, badan usaha milik daerah atau milik negara maupun swasta yang bergerak dalam bidang sumberdaya air. Selaku oerator yang memperoleh konsesi untuk mengelola sumberdaya air dan prasarana pengairan bertugas melaksanakan pengelolaan wilayah sungai dan mengembangkan sistem pengelolaan sungai, berhak memungut iuran dari para pemanfaat dan menerima kontribusi dari Pemerintah (untuk pembiayaan yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat dan keselamatan umum) dan berkewajiban memberi pelayanan prima dan mengupayakan penigkatanperan serta masyarakat dan swasta dalam melakukan pengelolaan wilayah sungai serta mempertanggung-jawabkan pelaksanaan tugas kepada Pemerinatah dan msayarakat. Unsur dari masyarakat adalah sekelompok masyarakat, pemerhati atau akademisi yang berkaitan dan concern dengan pengembangan sumberdaya air. Selaku pemanfaat mempunyai hak memperoleh pelayanan yang baik dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan namun diharapkan dapat menggunakan air secara efisien dan ikut menjaga kelestarian lingkungan serta wajib memberikan kontribusi pembiayaan dan kontrol sosial yang positip atas pengelolaan wailayah sungai.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -88

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar dibawah memperlihatkan Instansi kelembagaan dari unsur pemerintah yang terlibat dalam perencanaan/pengelolaan sumber daya air wilayah sungai mulai dari pemerintah/instansi pusat sampai dengan unsur pemerintah/instansi kabupaten.
PU T SA
PU D EP.DAG I R BAPPEN AS M ENEG .LH D EP KEH TAN U AN D EP PERTAN IAN

D ITJENSD A

D EKTO AT IR R Bina Program

D EKTO AT IR R PSD A

DIR EKTO AT R Irigasi

D EKTO AT IR R Raw Pantai a

DIREKTO AT R SU AW D A

PR PIN O SI
G BER U U NR
Pem binaan teknis dan penelitian

PTPA

BAPPED A
Perencanaan W ilayah Sungai

BAPPELD A ALD

D AS IN

D AS IN

DIN PEN AIR AS G AN U Perencanaan nit

O w P ilayah sungai

Konsultasi Tata Ruang

BALAI PSD (PPTPA) A KETER AN ANG : BU PATI Perintah


Perw akilan Pengguna/ Kom unikasi

Pem binaan P3A D INASPUPEN AIR G AN KABU PATEN Konsultasi

Gambar 4.52. Kelembagaan pengelolaan SDA level Pusat, Provinsi dan Kabupaten 4.7.2 Kelembagaan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Barito-Kapuas Wilayah sungai Barito-Kapuas merupakan wilayah sungai yang pengelolaannya ditangani oleh Balai Besar Wilayah Sungai Kalimantan II ( Kode A2-18, Per Men PU No 11A/PRT/M/2006) dibawah pembinaan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum. Wilayah sungai Barito-Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -89

(Persero) CABANG I MALANG

merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Pengelolaan SDA Provinsi tercermin dalam Rencana Strategis masing-masing Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan yang disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah No.108 tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah. Peraturan Daerah tentang Sumber Daya Air yang dibuat disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Beberapa Peraturan Daerah yang terkait dengan kebijakan Sumber Daya Air Provinsi khususnya Kalimantan Selatan telah disusun Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan No.3 tahun 1999 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Tengah yang diperbaharui dengan Peraturan Daerah No 9 Tahun 2000 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan untuk wilayah hilir sungai Barito-Kapuas yang masuk wilayah Kalimantan Selatan terkait dengan beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala yaitu Perda No. 1 Tahun 1994 tentang RTRW Kabupaten Barito Kuala yang diperbaharui dengan Perda Kabupaten Barito Kuala. No. 18 tahun 1995 tentang RTRW

4.7.3 Strategi Kelembagaan dan Koordinasi 4.7.3.1 Pendekatan Menyeluruh dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan secara terpadu (multi sektoral), menyeluruh berkelanjutan (hulu-hilir, (antar instream-offstream, berwawasan kuantitas-kualitas), lingkungan (konservasi generasi),

ekosistem) dengan wilayah sungai (satuan wilayah hidrologis) sebagai suatu kesatuan pengelolaan. Mengingat bahwa sumber daya air menyangkut berbagai sektor pembangunan (multi sector), oleh karenanya perlu dikelola berdasarkan pendekatan peran serta (participatory approach) semua stakeholders dan segala keputusan publik tentang pengelolaan sumber daya air perlu didahului dengan konsultasi publik sebelum menjadi ketetapan. Dalam tahun-tahun belakangan ini, suatu pendekatan regional dalam pengembangan sumber daya air telah diikuti untuk mengatasi konflik yang muncul dengan cepat pada penggunaan air dan kaitannya dengan tata ruang wilayah, yang diperlukan untuk optimalisasi penggunaan sumber daya wilayah sungai.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -90

(Persero) CABANG I MALANG

Suatu pendekatan kewilayahan dapat memberikan perhatian, fokus dan integrasi dari berbagai aspek serta sebagai saluran bagi umpan balik pengguna dan dalam pengembalian biaya. Pendekatan ini telah mengarah pada definisi batas wilayah sungai dan pada beberapa sungai pembentukan Satuan Pengelola Teknis Wilayah Sungai, yang bertanggung jawab kepada Provinsi. Untuk merumuskan suatu perencanaan termasuk menyusun dokumentasi sumber daya air, harus memperkirakan kebutuhan air baik untuk saat ini maupun proyeksinya di masa mendatang, juga dibutuhkan evaluasi terhadap alternatif kegiatan untuk memanfaatkan sumber daya air tersebut secara lebih baik, dan mengidentifikasi berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan suatu pedoman pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Perencanaan sumber daya air salah satunya dapat berupa program komprehensif pengembangan sumber daya air untuk jangka pendek dan jangka panjang. Pada tingkat pusat, badan perencanaan bertugas merencanakan, mengatur, mengontrol akses ke sumber daya air, mengontrol penggunaan sumber daya air, mengontrol kualitas sumber daya air, dan mengatur alokasi air. Departemen-departemen ini juga mengalokasikan biaya (budget) untuk pengembangan sumber daya air. Pihak lainnya dilibatkan dalam hal koordinasi perencanaan, alokasi, pengawasan, penegakan hukum, masalah hukum, institusi dan legislatif. Keterlibatan penggunaan berbagai sektor kebutuhan air dapat menyebabkan konflik untuk penggunaan sumber daya air. Definisi fungsi institusi yang mewakili pemerintah pusat adalah sebagai berikut: 1. Menjabarkan kerangka kerja institusi pemerintah pusat dalam kegiatan manajemen sumber daya air. 2. Menjabarkan semua pihak yang terkait yang terlibat dalam manajemen sumber daya air dan menggunakan kerangka kerja pada tingkat WS. 3. Menyiapkan mekanisme umpan balik (feed back), seperti seminar, untuk mensosialisasikan proyek dan tujuannya. 4. Mengadakan seminar informasi dan diskusi bulanan antara pihak pemerintah. Hal ini juga diikuti dengan studi masalah, seperti dari Eropa (Republik Checz, Inggris atau Belanda) dan Asia Tenggara (Serawak dan Malaysia).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -91

(Persero) CABANG I MALANG

5. Menyiapkan mekanisme umpan balik (feed back) yang terdiri dari perwakilan 17 departemen pemerintah dan lembaga yang terlibat dalam perencanaan manajemen dan penggunaan sumber daya air. Komite ini terdiri dari pihak lain yang terkait, terutama dari sektor swasta, diantaranya: sub komite manajemen sumber daya air permukaan dan air tanah, sub komite manajemen batas air dan daerah pantai, sub komite manajemen suplai air, perawatan air, dan kualitas air, sub komite koordinasi dan legistatif sumber daya air.

6. Menghindari pengaturan tanggung jawab dan kawasan kerja pada lembaga-lembaga yang ada. Hal ini dibagi berdasarkan WS yang ada. Untuk keperluan ini, Bappenas telah mempersiapkan peta Indonesia skala 1:1.000.000 yang menggambarkan kondisi batas WS, Provinsi, kabupaten dan kecamatan serta batas kawasan kerja pihak lainnya yang terkait. 7. Mengklarifikasi pembagian tugas, fungsi dan yurisdiksi untuk koordinasi sektor-sektor yang ada pada manajemen sumber daya air dan pada tingkat nasional. Pembuatan prinsip dan konsep institusi dan tanggung jawab mengenai manajemen integrasi DAS dan daerah pantai dibagi berdasarkan area DAS. Pembagian area DAS tersebut adalah sebagai berikut : Daerah aliran air bagian hulu Daerah aliran air bagian tengah Daerah aliran air bagian hilir Daerah pantai Saluran sungai Dataran banjir yang diatur Daerah banjir DAS Daerah tangkapan hujan (catchment area) Daerah pinggiran banjir yang diatur (regulatory foodway fringe) perencanaan, manajemen, kontrol akses, penggunaan, kontrol penggunaan sumber daya air, kontrol kualitas sumber daya air,

8. Pembagian Institusi yang bertanggung jawab adalah sebagai berikut:

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -92

(Persero) CABANG I MALANG

pengguna dan aplikasi sumber daya air, mengontrol pembiayaan, koordinasi pengembangan, evaluasi dan pengawasan, penegakan hukum, masalah institusi, masalah hukum, masalah legistatif, memperkirakan resiko yang mungkin terjadi, resolusi konflik, pengembangan sumber daya manusia, planning perencanaan pengembangan partisipasi publik. alokasi sumber daya air, alokasi keuangan dan

9. Informasi diatas digunakan untuk mengkoordinasikan secara fungsional dan spasial antara sektor berikut: suplai air minum, industri, pembangkit listrik tenaga air, air irigasi, dan perikanan air tawar dan air asin. 10. Merumuskan kekurangan infrastruktur perawatan air dan legalisasi untuk kota dan daerah urban. 11. Merumuskan kurangnya koordinasi antar institusi pada suplai air industri. 12. Mengadakan studi banding mengenai integrasi. 13. Identifikasi tugas institusi dalam kondisi yang baru. 14. Menyiapkan kerangka kerja tugas dan fungsi koordinasi institusi suplai air pada lembaga pemerintah dan pihak terkait lainnya. 15. Menyiapkan pilihan dan alterbatif untuk pemerintah pusat tentang pembagian tugas antar pihak swasta yang terkait. 16. Mengidentifikasi pilihan alternatif pemecahan masalah dengan pernyataan yang jelas tentang kelebihan dan kekurangannya. 4.7.3.2 Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Era Otonomi Daerah Di dalam upaya penanggulangan masalah pengembangan sumber daya air, baik masalah kurangnya air, erosi dan sedimentasi, banjir serta kualitas air adalah termasuk upaya penanggulangan secara struktural dan non struktural pengembangan sumber daya air dalam era otonomi daerah.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -93

(Persero) CABANG I MALANG

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai otonomi daerah, maka untuk saat ini kedua produk hukum tersebut digunakan sebagai acuan untuk pembagian kewenangan antara Pusat, Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dan semua produk hukum yang isinya bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan tersebut perlu direvisi. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, akan banyak memberikan perubahanperubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan faktor pendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat serta mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan daerah kota, yang dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah, berkedudukan sebagai daerah otonomi dan mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat di daerahnya. Pelaksanaan otonomi daerah yang bertumpu pada otonomi daerah kabupaten dan daerah kota juga memberikan pengaruh yang besar terhadap pengelolaan sumber daya air. Berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air, pemerintah dan DPR telah mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air. UU SDA ini menggantikan Undang-undang yang berlaku sebelumnya, yaitu UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Dalam UU SDA Pasal 5 dan Pasal 6 Tentang Pengelolaan Sumber daya Air, disebutkan bahwa: 1. Pengelolaan sumber daya air meliputi kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air. 2. Pengelolaan sumber daya air ditetapkan berdasarkan wilayah sungai 3. Pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan seluas-luasnya peran serta masyarakat.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -94

(Persero) CABANG I MALANG

4. Berdasarkan

prinsip

keterpaduan

tanpa

mengurangi

Wewenang

Pengelolaan dan Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Sungai, ditetapkan sebagai berikut : Tabel 4.27 Wewenang Pengelolaan dan Pelaksanaan Wilayah Sungai Wilayah Sungai Dalam satu Kabupaten/Kota Lintas Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi Lintas Provinsi Sungai Strategis
Sumber: UU No. 7 Tahun 2004

Wewenang Penetapan Wilayah Sungai, Penetapan Pola dan Pelaksanan Pengelolaan SDA Bupati/Walikota Gubernur (konsultasi dengan Dewan Nasional Sumberdaya Air) Menteri (konsultasi dengan Dewan Nasional Sumberdaya Air) Pemerintah (dengan persetujuan dan dilakukan bersama Pemerintah Daerah)

Pengelolaan sumberdaya air memerlukan dukungan penuh dan terus-menerus dari institusi jajaran pemerintah Provinsi/kabupaten/kota dan stakeholders. Untuk itu diperlukan suatu terobosan berupa suatu kesepakatan operasional pelayanan sumberdaya air yang mengikutsertakan para penanggung jawab operasional di lapangan, baik dari unsur pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah Provinsi, termasuk para kelompok pengguna air di dalam pengelolaan sumberdaya air.

4.7.4 Strategi Pembiayaan 4.7.4.1 Kebijakan Public Service Obligation Sumber Daya Air di Indonesia Di dalam kondisi keuangan Negara yang sangat terbatas, dimasa depan dibutuhkan sumber dana dari masyarakat untuk pengembangan sumber daya air. Di dalam UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, telah disebutkan prinsip-prinsip dan kebijakan tentang pembiayaan sumber daya air (water financing) yang meletakan dasar-dasar ke depan keberlanjutan dalam aspek pembiayaan untuk menjamin keberlanjutan sumber daya air. Pembiayaan sumber daya air tidak hanya untuk mendanai pembangunan infrastruktur serta operasi dan pemeliharaan, namun juga biaya jasa pengelolaan sumber daya (termasuk pengembalian biaya investasi) dan biaya konservasi. Sumber pembiayaan dari setiap jenis kegiatan antara lain: (a) Dana Pemerintah; (b)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -95

(Persero) CABANG I MALANG

Dana swasta (termasuk pinjaman atau hibah); dan (c) Dana yang diperoleh dari jasa pengelolaan sumber daya air (misalnya dana untuk konservasi serta pemantauan dan pembinaan). Kewenangan mengelola dana di wilayah sungai didasarkan pada pembagian kewenangan antara pusat, Provinsi, dan kabupaten/kota sesuai UU Sumber Daya Air. Di samping itu, dapat dilakukan kerjasama pengelolaan dana untuk wilayah sungai. 4.7.4.2 Konsep Dasar Sistem Pembiayaan Berkelanjutan Konsep dasar sistem pembiayaan berkelanjutan: 1. Prinsip Pengelolaan sumber daya air yang dapat lebih menjanjikan dalam aspek finansial untuk menjamin keberlanjutan sumber daya air di era otonomi daerah adalah One River one plan one system of multi level basin management 2. Sistem pembiayaan yang memperhitungkan sebagai saham atas kontribusi biaya publik dan subsidi pelayanan sosial yang akan diperhitungkan sebagai daerah, saham dalam usaha pengelolaan dan sumber daya air akan memberikan iklim kondisif untuk partisipasi pemerintah, pemerintah pemanfaat, masyarakat swasta dalam pembiayaan pengembangan dan pengelolaan sumber daya air. 3. Institusi pengelolaan sumber daya air di Tingkat Wilayah Sungai yang dapat merealisasikan keberlanjutan aspek finansial dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air adalah BUMN/BUMD yang berbentuk Perusahaan Publik yang netral dan profesional yang secara seimbang menerapkan norma-norma pengusahaan yang sehat dan kaidah-kaidah pelayanan umum yang handal atas air dan sumber-sumber air dengan bertumpu pada partisipasi masyarakat dan kemitraan dengan swasta. 4. PTPA dan PPTPA harus ditingkatkan fungsinya dan disempurnakan keanggotaannya sebagai wadah koordinasi dan konsultasi serta sebagai regulatory body/parlemen air yang dapat dipergunakan sebagai sarana untuk memungkinkan diterapkannya pendekatan partisipatif dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air sehingga prinsip keterbukaan, keadilan, demokratisasi, transparasi dan akuntabilitas dapat diterapkan secara memadai.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -96

(Persero) CABANG I MALANG

Badan-Badan Pengelola Sistem Pendukung (BPSP)

Pemerintah/Perintah Daerah

(Cost & Fee)

Recovery

Badan Pengelola Sistem Utama (BPSU)

(Cost & Fee)*

Recovery*

Badan-badan Pengelola Sistem Pemanfaat (BPSM)

(Cost & Fee)**

Recovery**

Pemanfaat Air (Pemanfaat Spesifik)

Pemanfaat Air (Pemanfaat Umum/Non Spesifik)

Pelayanan air Pelayanan dari badan pengelola di hulunya Pembayaran iuran

Pembayaran pajak Konstribusi pembiayaan Subsidi biaya publik & biaya sosial

Gambar 4.53. Sistem Multilevel Basin Management

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -97

(Persero) CABANG I MALANG

Pemerintah

Pemerintah Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota)

Pemanfaat air dan Sumber-sumber air

Masyarakat umum dan swasta

Badan Pengelola SDA (BPSU/BPSP) Share Deviden

Pengembangan dan Pengelolaan SDA

Konstribusi biaya Investasi Subsidi biaya publik & sosial u/ pengelolaan

Deviden atas konstribusi biaya investasi Deviden atas subsidi biaya publik & sosial

Gambar 4.54. Diagram Skematik Sistem Sharing dan Deviden

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -98

(Persero) CABANG I MALANG

Pemerintah/ Pemda (Owner/ Regulator)

Dewan Daerah SDA (PTPA/PPTPA)

Masyarakat (User/ Beneficieries)

Badan Usaha Pengelola SDA (Operator/ Service Providers/ Developer)

Gambar 4.55. Kelompok Stakeholders dan Dewan Daerah SDA 4.7.5 Strategi Implementasi 1. Mengacu pada kenyataan dengan adanya peningkatan kontribusi

pemanfaat untuk membiayai pengelolaan sumber daya air di WS BaritoKapuas sedang di lain pihak Goverment Obligation Principles belum dapat direalisasikan, maka guna menjaga kelestarian fungsi sarana dan prasarana pengairan dalam rangka dapat menjamin keberlanjutan pelayanan kepada masyarakat, perlu diupayakan secara bertahap realisasi konstribusi pemerintah untuk membiayai pelayanan umum dan subsidi untuk pelayanan sosial. 2. Mengingat irigasi sebagai pengguna air terbesar dan mengingat prinsip keadilan, maka secara bertahap, sesuai kemampuannya, petani pemakai air dapat memberikan konstribusi dalam bentuk iuran pembiayaan pengelolaan sumber daya air.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -99

(Persero) CABANG I MALANG

3. Dalam rangka memberikan kontinuitas pelayanannya, maka tarif pajak pengambilan dan pemanfaatan air agar dapat ditetapkan yang proporsional terhadap tarif iuran pembiayaan pengelolaan sumber daya air sehingga dana kontribusi dari pemanfaat tersebut dapat sebesar-besarnya dipergunakan secara langsung untuk membiayai pengelolaan sumber daya air yang bersangkutan. 4. Pembebanan biaya kepada kelompok-kelompok pemanfaat (listrik, air bersih, industri, irigasi, pengendalian banjir, dan pengendalian kualitas air) perlu dilakukan berdasarkan metode sederhana (berdasar nilai manfaat) dengan dibuat suatu formula kenaikan tarif berkala dengan memperhatikan unsur-unsur biaya yang berpengaruh secara dominan terhadap biaya pengelolaan sumber daya air (BBM, UMP, inflasi rata di wilayah sungai yang bersangkutan). 5. Kenaikan tarif di samping memperhatikan faktor-faktor kenaikan harga juga harus mencakup peningkatan derajat pelaksanaan O & P dengan jangka waktu ideal selambat-lambatnya 5 10 tahun untuk mencapai O & M Cost Recovery. 6. Pengawasan oleh Dewan Daerah Sumber Daya Air yang bagaimana yang tidak menimbulkan duplikasi dengan pengawasan oleh pihak pemilik perusahaan yang dilakukan oleh Badan/Dewan Pengawas Perusahaan. Dengan demikian dalam pembentukan kelembagaan dikemudian hari

keikutsertaan stakeholder dalam wadah Dewan Air nantinya sangat berperan dalam PENDAYAGUNAAN SDA, KONSERVASI SDA, PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR Sesuai dengan amanat dalam Undang Undang SDA No7 tahun 2004.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IV -100

(Persero) CABANG I MALANG

BAB 5 SIMULASI MODEL ALOKASI AIR WS BARITO-KAPUAS

5.1 UMUM
Perencanaan pengembangan wilayah sungai merupakan suatu proses perencanaan secara spasial dan temporal yang sangat kompleks, dan melibatkan berbagai aspek sosial dan ekonomi dalam meningkatkan produksi pangan; penyediaan air baku untuk rumah-tangga, perkotaan dan industri, pemeliharaan aliran, dan lainnya. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya perekonomian dan industri, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan air untuk berbagai keperluan (terutama untuk domestik, perkotaan dan industri, irigasi, listrik, wisata dan lingkungan). Dilain pihak ketersediaan air jumlahnya tetap sehingga sudah mulai terasa adanya conflict of interest dalam hal pemakaian air. Situasi ini jika dibiarkan berlarutlarut akan dapat mengganggu kehidupan masyarakat dan pembangunan nasional pada umumnya. Untuk mengantisipasi hal ini maka perlu dilakukan pengelolaan distribusi air pada tingkat wilayah sungai atau bahkan antar wilayah sungai, secara komprehensif dan terpadu. Mengingat kompleksnya sistem alokasi air ini, maka diperlukan bantuan dari suatu model komputer untuk alokasi air, yang tidak hanya digunakan pada tahap perencanaan, akan tetapi juga secara operasional untuk memxbantu para pengelola air sebagai suatu decision support system (sistem pendukung pengambilan keputusan).

5.2 MODEL SIMULASI WILAYAH SUNGAI


Pemodelan simulasi alokasi air di tingkat wilayah sungai akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kerap kali muncul dalam pengembangan sumberdaya air, antara lain sebagai berikut: 1) Evaluasi alternatif dan potensi pengembangan sumberdaya air. 2) Untuk suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan ketersediaan airnya yang berfluktuasi, sampai sejauh mana dapat dikembangkan jaringan irigasi dan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V-1

(Persero) CABANG I MALANG

pemasokan air baku tanpa menimbulkan kekurangan air atau merugikan pemakai air lainnya? 3) Apakah akan terjadi benturan kepentingan (conflict of interests) antara para pemakai air (irigasi, listrik tenaga air, air baku, dan lainnya) di masa mendatang? Bilamana dan dimana? 4) Berapa potensi listrik tenaga air? 5) Berapa debit andalan (reliable flow) dengan atau tanpa waduk? 6) Pengkajian upaya-upaya pembangunan infrastruktur pengairan dan upayaupaya pengelolaan air. 7) Seberapa efektif upaya pembangunan waduk terhadap pemenuhan kebutuhan air irigasi dan tambak? 8) Berapa ukuran waduk yang diperlukan, dan bagaimana pola pengoperasian yang optimal? Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, maka suatu model simulasi wilayah sungai harus dapat melakukan perhitungan simulasi dengan baik, dan mudah dioperasikan. Artinya model harus mampu menirukan karakteristik penting dari wilayah sungai, terutama ketersediaan air, kebutuhan air, pengoperasian sistem tata air, dan kemungkinan alternatif pengembangan; disamping memberikan kemudahan pemasukan data dan keluaran informasi secara efisien, dalam format yang mudah disajikan, dan dampak alternatif pengembangan (dalam bentuk peta dan grafik) yang mudah dievaluasi dengan cepat. Dalam simulasi wilayah sungai terdapat dua hal penting, yaitu kondisi sistem tata air yang dinyatakan dalam Skematisasi Sistem Tata Air; dan Alternatif Pengembangan Sumberdaya Air yang direncanakan. 5.2.1 Skematisasi Sistem Tata Air Untuk dapat mensimulasikan satuan wilayah sungai sebagai suatu sistem tata air, maka disusun skematisasi sistem tata air yang dapat menggambarkan sistem tata air secara hidrologis, lengkap dengan bangunan-bangunan air dan sarana pembawanya. Skematisasi sistem tata air terdiri atas simpul-simpul yang menyatakan sumber air, kebutuhan air dan infrastruktur; dan cabang-cabang yang menyatakan sungai, saluran, terowongan atau pipa. Simpul-simpul tersebut terdiri atas tiga jenis, yaitu simpul biasa, simpul aktivitas, dan simpul kendali sebagai berikut:

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V-2

(Persero) CABANG I MALANG

a) Simpul biasa merupakan unsur dalam tata air yang tidak mengatur aliran air. Simpul-simpul ini dapat berupa Simpul Aliran (inflow node); Simpul Akhir (terminal node); Simpul Pertemuan (confluence node); Simpul Listrik Mikrohidro (run-of-river node); Simpul Semu (dummy node); dan Simpul Drainase Sub-Wilayah Sungai (district drainage node); b) Simpul aktivitas yang merupakan simpul kebutuhan air, dan dapat berupa: Simpul Air Bersih (public water supply node); Simpul Aliran Rendah (low flow node); Simpul Irigasi (irrigation node); Simpul Tambak (fishpond node); Simpul Penyadapan Air untuk Sub-Wilayah Sungai (district extraction node); dan Simpul Kehilangan Air (loss flow). c) Simpul kendali merupakan infrastruktur pengairan yang dapat digunakan untuk mengendalikan sistem tata air, dapat berupa: waduk dan bendung.

5.2.2 Water District Untuk dapat menggambarkan skematisasi dengan baik, maka biasa dilakukan deliniasi Wilayah Sungai (WS) atas beberapa sub-WS, atau water district. Sub-WS atau Water District merupakan suatu satuan luasan alami terkecil, dengan batas potongan berupa infrastruktur di sungai atau batas alami berupa anak atau cabang sungai, yang selanjutnya digunakan untuk penggambaran daerah studi dalam bentuk Skematisasi. Sub-WS ini mencirikan: unit hidrologi terkecil yang mencakupi kebutuhan air dan pasokan air mempunyai persamaan sifat dalam merespon hujan dan aliran unit yang saling melengkapi dalam pengaturan sumber daya air dan dapat dimungkinkan untuk membuat keseimbangan Ukuran dari pembagian sub-WS banyak pertimbangannya, tergantung pada detil wilayah dari analisa kebutuhan dan pasokan dan lokasi pada bangunan utama pada sungai. Batas dari sub-WS pada suatu DAS bagian hulu biasanya bertepatan dengan batas dari DAS Pada bagian tengah dan hilir dari WS kondisinya lebih kompleks dengan adanya bangunan-bangunan air seperti bendung, waduk, sistem saluran utama dll. Masing-masing sub-WS ini mempunyai karakteristik tertentu yang secara umum dapat digolongkan atas tiga bagian, yaitu sub-WS di hulu, tengah dan pantai. Sub-WS di bagian

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V-3

(Persero) CABANG I MALANG

hulu, merupakan daerah tangkapan air. Pada kawasan ini perlu diberikan perlindungan konservasi lahan, penampungan air dan pengendalian anak-anak sungai. Pemodelan pada kawasan yang menjadi simpul inflow ini menyangkut kalibrasi hubungan hujanlimpasan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V-4

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 5.1. Berbagai tipe water district

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V-5

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 5.2. Daerah Tangkapan Air Bendung sebagai water district

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V-6

(Persero) CABANG I MALANG

Pada sub-WS di bagian tengah lebih kompleks, sebab merupakan daerah produksi dan pemanfaatan; dicirikan dengan adanya pertanian, kebutuhan air baku, dan sebagainya. Sub-WS di daerah hilir merupakan daerah pemanfaatan dan juga pembuangan; dapat berupa daerah irigasi teknis, tambak, dan perkotaan dengan permasalahan alokasi air, pengendalian muara pantai, dan intrusi air laut. 5.2.3 Alternatif Pengembangan Sumber Daya Air Setiap alternatif pengembangan sumberdaya air pada umumnya terdiri atas gabungan beberapa upaya (proyek). Upaya-upaya tersebut dapat berupa Upaya Teknis / Infrastruktural seperti pembangunan waduk dan pengembangan irigasi; Upaya Operasional, misalnya peningkatan operasi waduk; serta Upaya Hukum dan Kelembagaan. Selain itu upaya-upaya dapat pula dikelompokkan atas Upaya yang terarah pada Pasok (supply oriented); dan Upaya yang terarah pada Kebutuhan (demand oriented). Untuk dapat mengevaluasi hasil alternatif pengembangan, maka paling tidak harus dilakukan dua buah simulasi yaitu: a) Simulasi Pertama, untuk kondisi tanpa upaya, yang dinamakan dengan Kasus Dasar (Base Case) dan terdiri atas Kasus Dasar Masa Kini (untuk kalibrasi sistem) dan Kasus Dasar Masa Mendatang (untuk perbandingan alternatifalternatif). b) Simulasi Kedua dan seterusnya, dengan berbagai alternatif pengembangan. Perbedaan hasil dari kedua buah simulasi tersebut merupakan dampak dari alternatif pengembangan yang dikaji. Perbedaan ini misalnya dapat berupa: debit air, pasokan air terhadap suatu kebutuhan air, produksi hasil pertanian, perikanan, dan produksi energi listrik. Kasus-kasus simulasi tersebut diatas disimulasikan menurut skenario yang digunakan. Skenario adalah parameter sistem yang tidak dapat diubah oleh proyek dan bersifat probabilistik, misalnya skenario laju pertumbuhan penduduk, skenario tingkat sukubunga, dan skenario kondisi hidrologi. Setelah dilakukan perkiraan biaya konstruksi, pembebasan lahan, operasi, dan pemeliharaan, maka dapat dilakukan analisis ekonomi teknik, dan analisis multi kriteria untuk menyajikan hasil kajian alternatif pengembangan kepada para pengambil keputusan. Model alokasi pembagian air yang telah umum digunakan pada beberapa Wilayah Sungai di Indonesia, antara lain adalah model WRMM (Water Resources Management Model)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V-7

(Persero) CABANG I MALANG

dari Kanada; model ad-hoc yang berdasarkan Lotus-123 atau Microsoft-Excel; dan DSSRibasim.

Gambar 5.3.

Simulasi Wilayah Sungai

Gambar 5.4.

Tahun Hidrologi dan Tahun Kebutuhan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V-8

(Persero) CABANG I MALANG

Gambar 5.5. Simulasi Alternatif Pengembangan

5.3

DSS-RIBASIM UNTUK WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

DSS- Ribasim merupakan salah satu model alokasi air yang dapat digunakan pada tahap perencanaan pengembangan sumberdaya air, maupun secara operasional untuk membantu pengambilan keputusan taktis (misalnya sebagai sarana negosiasi operasi beberapa waduk, atau pemberian ijin pengambilan air industri. Model ini dikembangkan oleh Delft Hydraulic dari Negeri Belanda sejak tahun 1985. Model yang konsep dasarnya

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V-9

(Persero) CABANG I MALANG

diilhami oleh model MITSIM dari Amerika Serikat ini telah digunakan pada lebih dari 20 negara di dunia. 5.3.1 Sistem Tata Air Berdasarkan PERMEN PU No. 11A/PRT/M/2006, Tg. 26 Juni 2006 telah membagi Wilayah Sungai menjadi 11 sub-DAS, yaitu : Barito Kapuas Murung Martapura Riam Kanan Riam Kiwa Negara Ambawang Kubu Landak Tapin.

. .
Murung Barito Kapuas

PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

DAS : Barito Kapuas Murung Martapura Riam Kanan Riam Kiwa Negara Ambawang Kubu Landak Tapin

.
Ambawang

PALANGKARAYA !
.
Negara

. .

Kubu Landak

. .

PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

Tapin

Martapura

.
Riam Kanan Riam Kiwa

.
KETERANGAN :
Batas Propinsi Batas Kabupaten Area DAS Barito Area DAS Kapuas Sungai Jalan

B !ANJ ARMASIN . .
.

PEMBAGIAN DAS DI WS BARITO KAPUAS


BERDASARKAN PERMEN PU No. 11A/PRT/M/2006 Tg. 26 Juni 2006

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V - 10

(Persero) CABANG I MALANG

Agar kita dapat mengetahui dimana terjadi kekurangan air, dan bagaimana upayaupaya penanggulangannya, maka pada studi ini diperlukan pembagian sub-DAS yang lebih detail, sesuai dengan Pedoman Perencanaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (Ditjen Sumber Daya Air, 2004) dalam water district, sebagai berikut:

No. 1

Sub DAS Barito

Sungai-sungai S. Murung

Kabupaten Kab Murung Raya

Kecamatan Kec. Sbr Barito

Desa Muara Joloi I Tumbang Tulang Tanjung Belatung

Main stream barito S. Laung S. Tuhup Main stream barito S. Lahei S. Berioi Sungai di timur Kota Muara Sungai Montalat Main stream Barito S. Alar S. Ayuh Main stream Barito S. Karau

Kab Murung Raya Kab Murung Raya Kab Murung Raya Kab Murung Raya Kab Murung Raya Kab Murung Raya Kab Murung Raya Kab Barito Utara Kab Barito Utara Kab Barito Utara Kab Barito Utara Kab Barito Utara Kab Barito Utara Kab Barito Utara Kab Barito Selatan Kab Barito Selatan Kab Barito Selatan

Kec. Tanah Siang Kec. Permata Intan Kec. Murung Kec. Murung Kec. Laung Timur Kec. Lahei Kec. Teweh Tengah Muara Lahai Bangkanal Kec. Teweh Tengah Kec. Teweh Timur Kec. Gunung Pirel Kec. Montalat Kec. Gunung Timang Muara Bitung Kec. Gunung Butang Awal Kec. Dusun Utara Kota Buntok Kec. Pematang Kanan Kec. Dusun Tengah Kota Ampah Balawa Sei Hanyu Sei Hanyu Kec. Kapuas Tengah Pujon Kec. Mantangai Kec. Mantangai Kec. Mantangai Kec. Timpah Kec. Timpah Kec. Timpah Kec. Timpah Kec. Mantangai Palingkau

Kapuas

S. Lahung S. Danumbul S. Kuantan S. Mantangin S. Murui S. Mengkutup S. Bebem S. Singkap S. Teweh besar S. Kapuas S. Mantangaik S. Mengkatip

Kab Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V - 11

(Persero) CABANG I MALANG

No.

Sub DAS

Murung

Sungai-sungai Main stream kapuas S. Pulau Petak S. Kapuas Murung S. Busang

Kabupaten

Kecamatan Mandomai Barimba Lupak Dalam

Desa

Kab Murung Raya

S. Juloi (selatan) 4 5 Martapura Riam Kanan S. Martapura S. Alalak S. Riam Kanan S. Maluka S. Kalaan 6 Riam Kiwa S. Riam Kiwa S. Mangkook 7 Negara S. Tabalong Kiwa S. Kumap S. Tabalong Kanan S. Tabalong S. Halong S. Pitap S. Balangan S. Batangalai 8 9 10 11 Ambawang Kubu Landak Tapin

Kab Murung Raya Kab Banjar Kab Banjar Kota Martapura Kota Martapura dan Kota Banjarbaru Kota Martapura dan Kota Banjarbaru Kota Martapura dan Kota Banjarbaru Kota Martapura dan Kota Banjarbaru

Muara Juloi II Parahali Tumbang Julung Tumbang Kalasin Tumbang Maan Tumbang Tuhai

Kab Banjar

Kab Hulu Sungai Utara

S. Tapin S. Amandit

Kab Hulu Sungai Selatan

Rantau Kandangan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

V - 12

(Persero) CABANG I MALANG

BAB 6 TINJAUAN KEBIJAKAN SUMBER DAYA AIR


6.1 RUMUSAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA NASIONAL

6.1.1 Makna Kebijakan Nasional Sumber Daya Air KEBIJAKAN adalah Arah atau Tujuan, yang merupakan haluan yang akan diikuti oleh segenap pemilik kepentingan untuk mewujudkan cita-cita yang akan dicapai. Dengan demikian, makna dari Kebijakan Nasional Sumber Daya Air adalah merupakan Arah dan Tujuan yang akan diikuti oleh masyarakat pada tingkat nasional, yang mempunyai kepentingan dengan sumber daya air, untuk mewujudkan cita-cita nasional, yang berkaitan dengan sumber daya air, yang akan dicapai. 6.1.2 Makna Visi dan Misi Kebijakan Nasional Sumber Daya Air Cita-cita mulia tersebut adalah Visi dari kebijakan nasional sumber daya air, yaitu Gambaran mengenai keadaan yang diinginkan pada masa 10-20 tahun yang akan datang sedangkan untuk merealisasikan Visi tersebut, diperlukan usaha-usaha atau Misi, yaitu Uraian mengenai hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai keadaan sebagaimana tersebut pada Visi. 6.1.3 Proses Perumusan Visi dan Misi Kebijakan Nasional Sumber Daya Air Perumusan Visi dan Misi Kebijakan Nasional Sumber Daya Air dengan alur pikir dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip yang ada pada: UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air berikut Peraturan Pemerintahnya. Tata kelola Sumber Daya Air dengan paradigma baru (New Paradigm of Water Governance) dan Kesepakatan-kesepakatan global

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 1

(Persero) CABANG I MALANG

Selain mengikuti prinsip-prinsip dari ketiga hal tersebut, Visi dan Misi juga memperhatikan Latar Belakang penyusunan Kebijakan Nasional Sumber Daya Air ini serta hasil kajian dari kebijakan-kebijakan sumber daya air yang ada, termasuk UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan kebijakankebijakan sejenis yang ada di Negara lain. 6.1.4 Visi dan Misi Kebijakan Nasional Sumber Daya Air 6.1.4.1. Visi Jangka Panjang (20 tahun atau sampai dengan Tahun 2025) Terwujudnya kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Adapun gambaran umum keadaan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah: i) Tercapainya pengelolaan sumber daya air berdasar pola pengelolaan wilayah ii) iii) sungai yang menyeluruh, terpadu, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup Tertingkatkannya perlindungan masyarakat dari bencana daya rusak air Terpenuhinya kecukupan air bagi sebagian besar masyarakat dengan prioritas utama untuk kebutuhan pokok masyarakat dan pertanian rakyat. iv) Terwujudnya keterlibatan peran masyarakat secara aktif dalam pengelolaan sumber daya air melalui Dewan Sumber Daya Air yang merupakan Forum Dialog dan Koordinasi antar Pemilik Kepentingan yang terlegitimasi. v) Terlaksananya suatu prinsip pembiayaan jasa pengelolaan sumber daya air 6.1.4.2. Misi Untuk merealisasikan Visi tersebut di atas, diperlukan Misi sebagai berikut: i) ii) Misi 1: Misi 2: Mengkonversi sumber daya air secara berkelanjutan Mendayagunakan sumber daya air secara adil serta memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas untuk berbagai kebutuhan masyarakat. iii) Misi 3: Mengendalikan daya rusak air yang dapat memberikan insentif dan disinsentif dengan memanfaatkan berbagai sumber daya secara sinergi dan terintegrasi.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 2

(Persero) CABANG I MALANG

iv) v)

Misi 4: Misi 5:

Memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat dan Pemerintah dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Meningkatkan keterbukaan serta ketersediaan data dan informasi dalam pembangunan Sumber Daya Air.

6.1.5 Studi-Studi Kebijakan yang Pernah Ada Studi-studi mengenai kebijakan yang pernah ada antara lain: i) ii) iii) iv) v) vi) vii) Paket UU 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan turutannya PP, PERMEN, KEPMEN Kebijakan O & P Irigasi diterbitkan 1987 Workshop on Water for Sustainable Development 1992 Java Irrigation and Water Manajement Project (JIWMP) 1993 Formulasi Program Irigasi 1993 (JICA) dilanjutkan dengan studi Sustainable Irrigation Manajement bantuan PTPA, ADB tahun 1998 Nasional Water Resources Policy Study, FAO 1995 Capacity Building Project for Water Resources Sector, ADB 2000 (Reformasi Kebijakan Pengelolaan SDA) Pengelolaan yang didasarkan pada UU. 11 tahun 1974 yang dilengkapi dengan berbagai kebijakan/arahan sebagai hasil studi mulai dari butir 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 sampai butir 8 di atas sebagai kulminasinya boleh dikatakan adalah suatu upaya besar yang sudah dilakukan pemerintah. Khususnya jajaran Ditjen Pengairan Dep. PU (sekarang Ditjen SDA Dept. Pekerjaan Umum) dalam merespon cepatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan selama orde baru dan lebih lagi selama periode reformasi yaitu sejak terjadinya krisis ekonomi/ moneter 1998. Dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi di tingkat global berbagai kesepakatan telah dilakukan, antara lain The Dublin Statement; Earth Summit Agenda 21, Rio De Jenairo; World Summit on Sustainable Development, Yohannesburg dan lain-lain, keadaannya sangat cocok dengan perkembangan di Indonesia. Sejak 1987 situasi daya dukung SDA di Indonesia mulai terancam. Ancaman tersebut diakibatkan perubahan/pemerosotan DAS hulu dengan cepatnya eksploitasi hutan untuk mendukung pendapatan nasional disamping

viii) Water Resources Sector Adjustment Loan (WATSAL), IBRD 2000

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 3

(Persero) CABANG I MALANG

besarnya tekanan atas DAS oleh pertumbuhan penduduk dan ekonomi sosial masyarakat. Proses pergeseran paradigma SDA mulai dirasakan sejak 1980 dimana fungsi pemerintah sebagai penyedia sarana dan prasarana tanpa partisipasi masyarakat yang menerima manfaat akan berat sekali beban pemerintah. Perubahan atau pembaharuan kebijakan sejalan dengan pergeseran paradigma sudah benar jalur dan prosesnya dalam menuju pengelolaan SDA yang ideal harus menyeluruh dan terpadu, yaitu multi sektor dan terpadu hulu hilir dan antar wilayah. Kulminasi pergeseran/ pembaharuan kebijakan ini diawali dengan Kepmenko tentang Kebijakan Pengelolaan SDA tahun 2001 dan dikunci dengan diterbitkannya UU No. 7 tentang SDA pada Februari 2004. 6.1.6 Tinjauan Pada Kebijakan-Kebijakan yang Ada 6.1.6.1. Kebijakan Tata Ruang, Lingkungan dan Pangan Tiga aspek penting pembangunan yang erat kaitannya dengan SDA ialah Penataan Ruang, Lingkungan dan Pangan yang semuanya terkait dengan ruang/ lahan. Kebijakan SDA, Penataan Ruang, Lingkungan dan Pangan seyogianya diselaraskan secara timbal balik sedemikian akan dicapai rencana dan implementasi pembangunan beberapa sarana dan prasarana secara berkelanjutan. Berikut dapat kita bandingkan tiga kebijakan tersebut: a. Kebijakan penataan ruang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan melalui (i) pemanfaatan sumber daya alam dan buatan secara optimal (ii) keseimbangan perkembangan antara kawasan melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras dan seimbang serta berkelanjutan dan; (iii) pencegahan kerusakan fungsi lingkungan. b. c. Kebijakan lingkungan ternyata jiwanya bersamaan dengan penataan ruang, dengan mensyaratkan rambu-rambu pembangunan antara lain: Kebijakan pangan disisi lain menuntut ketersediaan lahan, Sumber Daya Alam dan SDA yang cukup untuk dapat menyediakan pangan sejalan dengan kebutuhan oleh pertumbuhan penduduk dan kemakmuran masyarakat. Tuntutan lahan dan SDA ini berlawanan dengan keinginan lingkungan yang membatasi pembukaan lahan baru dan pembangunan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 4

(Persero) CABANG I MALANG

waduk serta daerah irigasi yang mengubah bentang alam secara signifikan d. Diharapkan penataan ruang dapat menyikapi secara optimal dan berkelanjutan kepentingan sektor pertanian pangan dan lingkungan dan sektor SDA. Sampai sekarang peranan dan hasil penataan ruang baik nasional, pulau dan propinsi/ kabupaten belum memberikan kinerja yang maksimal karena masih banyaknya pelanggaran tata ruang. 6.1.6.2. Kebijakan Keuangan Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pada negara maju misalnya ada tiga fungsi pokok pemerintah yang amat menonjol yaitu: (i) memelihara keamanan yang baik agar rakyat bisa berkinerja optimal (ii) penyediaan infrastruktur kebutuhan hidup dan ekonomi yang tidak bisa disediakan dunia usaha dan masyarakat dan (iii) memelihara kesamaan hak dan tanggungjawab warga negara dengan penerapan hukum yang adil Dari mana sumber dana pemerintah untuk membiayai 3 fungsi tersebut? Tentu saja dari pajak perusahaan dan pajak perseorangan/ warga negara. Tiap negara mempunyai undang-undang yang mengatur kebijakan keuangan negara/ pemerintah yang berarti mengatur pemasukan dan pengeluaran uang dan semua kekayaan negara. Menururt UU No. 17/2003 tentang keuangan bersama UU lain sebagai satu paket akan diberlakukan mulai tahun anggaran 2006, sebagai paket reformasi bidang keuangan, menuju good government. UU keuangan ini mewajibkan tiap kementrian membuat rencana rolling 3 tahunan yang berbeda dengan rencana 5 tahun selama ini (Pelita atau Propenas 1999-2004). Undang-Undang ini mensyaratkan dana anggaran berdasarkan kinerja. Tentu saja semua hal ini akan mempengaruhi kebijakan pengelolaan SDA ke depan terutama aspek perencanaan perlu lebih akurat dan lengkap berupa rencana kerja tahunan, dan tiga tahunan secara rolling serta rencana jangka menengah dan jangka panjang.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 5

(Persero) CABANG I MALANG

6.1.6.3. Kebijakan Departemen Pekerjaan Umum Keterpaduan yang saling mengisi dan selaras antara kebijakan perkotaan dan permukiman dengan kebijakan trasportasi jalan dan pengelolaan SDA, perlu mendapat perhatian khusus, karena pola perumahan/ permukiman dan pembangunan lingkungan terbangun horisontal selama ini tampaknya telah membuat lingkungan SDA sangat kritis karena resapan air hujan dan retensi atau tempat parkir air menjadi sangat minim. Demikian juga kebijakan penanganan limbah rumah tangga, perkotaan dan industri yang belum jelas apakah sistem sewarage atau terus seperti sekarang semua pembuangan ke saluran umum dan sungai, telah membuat beban pencemaran makin berat. Tugas pokok dan fungsi: penataan ruang, pengembangan permukiman, pengembangan perkotaan, penyediaan air bersih, pengelolaan SDA yang diemban oleh Departeman Pekerjaan Umum seyogianya benar-benar dipadukan internal lebih dahulu, barulah melakukan keterpaduan eksternal dengan sektor-sektor lain di luar Departemen Pekerjaan Umum seperti Departemen Kehutanan, Meneg Lingkungan, Departemen Pertanian, Departemen ESDM dan sebagainya. 6.1.6.4. Kebijakan Pelita I sampai dengan Pelita VI a. Pelita I 1968 diawali dengan keadaan pangan beras import mencapai 4 juta ton yaitu lebih kurang 25% kebutuhan nasional. Besarnya import karena kemerosotan jaringan irigasi yang sangat parah sehingga produksi beras nasional jauh di bawah kebutuhan b. Kebijakan pada Pelita I ditekankan pada rehabilitasi dan peningkatan daerah irigasi untuk dapat menekan import beras dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani. c. Pada tahun 1974 awal Pelita II berhasil diterbitkan UU.11-1974 tentang Pengairan. UU ini meletakkan kebijakan nasional pengelolaan SDA sebagai pengganti peraturan Per-UU jaman Kolonial. Pembangunan baru irigasi dan penanganan/pengaturan sungai untuk pengendalian banjir dan penyediaan air dengan waduk mulai dilakukan pada Pelita II ini. d. Pada pelita III dan IV kebijakan mulai bergeser ke keterpaduan pengelolaan SDA, bukan hanya irigasi, tetapi juga mulai ditangani

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 6

(Persero) CABANG I MALANG

penyediaan Air Baku untuk rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI) dan penanganan masalah banjir yang lebih besar karena kerusakan DAS. Pada Pelita III dan IV berbagai kebijakan diterbitkan sebagai implementasi UU.11 tahun 1974 kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. e. Pendanaan/Anggaran untuk pembangunan sektor Pengairan sebagian besar diperoleh dari Bantuan Luar Negeri (BLN), antara lain Bank Dunia, Bank Asia, OECF (JBIC) dan Government to Government (G to G) seperti Canada, Belanda. Dalam situasi sebagian besar pendanaan bersumber dari BLN maka kebijakan pengelolaan SDA dalam situasi tertentu dipengaruhi oleh aturan dan persyaratan dari pemberi bantuan tersebut di atas. 6.1.7 Arah Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air 1. Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian antara konservasi dan pendayagunaan, antara hulu dan hilir, antara pemanfaatan air permukaan dan air tanah, antara pengelolaan demand dan supply, serta antara pemenuhan kepentingan jangka pendek dan kepentingan jangka panjang; 2. Pengembangan dan penerapan sistem conjunctive use antara pemanfaatan air permukaan dan air tanah akan digalakkan; 3. Pendekatan vegetatif bersifat quick yielding; 4. Upaya konservasi sumber-sumber air dilakukan tidak hanya untuk melestarikan kuantitas air, tetapi juga diarahkan untuk memelihara kualitas air; 5. Pembangunan tampungan air berskala kecil akan lebih dikedepankan, sedangkan pembangunan tampungan air dalam skala besar perlu pertimbangan yang lebih hati-hati karena menghadapi masalah yang lebih kompleks, terutama terkait dengan isu sosial dan lingkungan; 6. Pendayagunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi pada lima tahun ke depan difokuskan pada upaya: Peningkatan fungsi jaringan irigasi yang sudah dibangun tetapi belum berfungsi dalam rangka konservasi sumber-sumber air diimbangi dengan upaya lain, antara lain rekayasa keteknikan yang lebih

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 7

(Persero) CABANG I MALANG

Dilakukan hanya pada areal yang ketersediaan airnya terjamin dan petani penggarapnya sudah siap Rehabilitasi pada areal irigasi berfungsi yang mengalami kerusakan Diprioritaskan pada areal irigasi di daerah lumbung padi Skema insentif kepada petani agar bersedia mempertahankan lahan sawahnya 7. Pendayagunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air baku diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pokok rumahtangga terutama di wilayah rawan defisit air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis; 8. Pengendalian daya rusak air Pengendalian banjir mengutamakan pendekatan non-struktur melalui konservasi sumber daya air dan pengelolaan daerah aliran sungai dengan memperhatikan keterpaduan dengan tata ruang wilayah Peningkatan partisipasi masyarakat dan kemitraan diantara pemangku kepentingan terus diupayakan tidak hanya pada saat kejadian banjir Pengendalian banjir diutamakan pada wilayah berpenduduk padat dan wilayah strategis Pengamanan pantai dari abrasi terutama dilakukan pada daerah perbatasan, pulau-pulau kecil serta pusat kegiatan ekonomi. 9. Penataan kelembagaan melalui pengaturan kembali kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan; 10. Dalam upaya memperkokoh civil society, keterlibatan masyarakat, BUMN/D dan swasta terus didorong; 11. Pengembangan modal sosial dilakuakn dengan pendekatan budaya, terutama untuk menggali dan merevitalisasi kearifan lokal (local wisdom) yang secara tradisi banyak tersebar di masyarakat Indonesia untuk menjamin keberlanjutan fungsi infrastruktur; 12. Penataan dan penguatan sistem pengolahan data dan informasi sumber daya air dilakukan secara terencana dan dikelola secara berkesinambungan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 8

(Persero) CABANG I MALANG

6.2

INDIKASI PROGRAM KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA WS BARITO-KAPUAS KAITANNYA DENGAN KEBIJAKAN NASIONAL Sebagai landasan dalam pembuatan Pola Pengelolaan SDA WS Barito-Kapuas perlu disiapkan Indikasi Program Kebijakan Pengelolaan SDA WS Barito-Kapuas kaitannya Kebijakan Nasional sebagai berikut :

6.2.1 Umum 1. Melaksanakan kepentingan dan sumber meningkatkan daya air koordinasi dalam antar para pemilik tingkat wadah koordinasi

kabupaten/kota dan wilayah sungai Barito-Kapuas. 2. Menyusun dan menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Barito-Kapuas berdasarkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dengan pada tahun 2008. 3. Menerapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air di Wilayah Sungai Barito-Kapuas secara bertahap dimulai tahun 2009. 4. Mengembangkan dan menerapkan instrumen kebijakan untuk mendorong alokasi air dan penggunaan yang efektif dan efisien serta memberikan manfaat sosial dan ekonomi paling besar pedoman bagi masyarakat dengan jasa memperhatikan kaidah lingkungan hidup. 5. Menetapkan melaksanakan perhitungan biaya pengelolaan Sumber Daya Air dalam upaya konservasi, pendayagunaan

sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air untuk para pemilik kepentingan Sumber Daya Air di WS Barito-Kapuas. 6. Menyelenggarakan sistem pembiayaan yang menerapkan prinsip penerima manfaat dan pencemar menanggung biaya jasa pengelolaan Sumber Daya Air dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sehingga pengelolaan sumber daya air dapat dilakukan secara efektif, efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan. 7. Melaksanakan rasionalisasi, restrukturisasi, dan refungsionalisasi kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang menuju terciptanya pemisahan fungsi pengaturan, fungsi pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan, fungsi pemanfaatan, dan fungsi koordinasi di WS BaritoKapuas dengan tetap menjaga sinergi antar fungsi.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 9

(Persero) CABANG I MALANG

8. Penyuluhan peraturan perundang-undangan tentang Sumber Daya Air kepada seluruh masyarakat di dalam WS Barito-Kapuas 9. Pembentukan wadah koordinasi Sumber Daya Air Wilayah Sungai BaritoKapuas sesuai dengan kebutuhan. 6.2.2 Konservasi Sumber Daya Air 1. Menetapkan dan mengelola daerah resapan air dalam rangka mengupayakan peningkatan ketersediaan air dan pengurangan daya rusak air melalui rehabilitasi hutan dan lahan kiritis, menghambat laju penebangan liar dan degradasi hutan dan lahan, mengembangkan dan merehabilitasi prasarana dan sarana konservasi sumber daya air. 2. Menetapkan dan mengelola kawasan danau, waduk, rawa, situ/ embung dan mata air dengan aturan : a. Sekurang kurangnya 500 (lima ratus) meter dari muka air tertinggi danau dan waduk ke arah darat harus berfungsi sebagai sabuk hijau b. Sekurang kurangnya 200 (dua ratus) meter dari muka air tertinggi rawa ke arah darat harus berfungsi sebagai sabuk hijau; c. Sekurang kurangnya 100 (seratus) meter dari dari muka air tertinggi situ / embung ke arah darat harus berfungsi sebagai sabuk hijau; d. Sekurang kurangnya 200 (dua ratus) meter di sekeliling mata air harus berfungsi sebagai sabuk hijau; 3. Menetapkan dan mengelola daerah batas sempadan sungai, danau, rawa, embung, situ, waduk dengan prioritas daerah pemukiman. 4. Meningkatkan upaya pemeliharaan sumber air (antara lain : danau, situ, embung, rawa) dan pengawetan air berupa pembangunan antara lain: waduk dan embung. 5. Meningkatkan upaya pengamanan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan penambangan bahan galian C pada sumber air. 6. Mendorong dan mengupayakan pembangunan sistem pengelolaan limbah cair komunal di kawasan pemukiman dan kawasan industri. 7. Mendorong upaya pengawetan air melalui pembudayaan prinsip 3 (tiga) R (reduce, reuse, recycle).

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 10

(Persero) CABANG I MALANG

8. Memperbaiki kualitas air pada sumber air dengan cara antara lain: aerasi, pemulihan, secara biologi. 9. Membangun sistem pemantauan kualitas air pada sumber air dan kualitas limbah cair secara berkelanjutan, dengan target efektif 2010. 10. Menegakkan hukum yang tegas bagi pelanggar ketentuan kualitas serta sistem penerapan insentif-disinsentif pengelolaan sumber daya air dan lingkungan dengan target minimal selesai tahun 2010. 6.2.3 Pendayagunaan Sumber Daya Air. 1. Menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air. 2. Menetapkan alokasi dan hak guna air bagi pengguna yang sudah ada dengan target penyelesaian paling lambat pada tahun 2010. 3. Menyediakan pasokan untuk memenuhi kebutuhan air sesuai dengan prioritas dan rencana alokasi yang telah ditetapkan, selambat-lambatnya pada tahun 2026. 4. Menyediakan pasokan air baku untuk air minum sehingga pada tahun 2015 dapat memenuhi separuh jumlah penduduk yang belum memiliki akses air minum. 5. Meningkatkan daya tampung air dengan membangun bendungan, waduk, embung, sumur resapan air hujan dan menyediakan lumbung air minimal 1 (satu) unit setiap kecamatan. 6. Memelihara fungsi sistem irigasi yang sudah ada dengan menyelenggarakan operasi dan pemeliharaan untuk seluruh jaringan irigasi dan rawa yang ada. 7. Merehabilitasi dan/atau meningkatkan jaringan irigasi dan rawa untuk mengembalikan dan/atau menigkatkan kinerja seluruh jaringan irigasi dan rawa. 8. Mengupayakan pengelolaan permintaan air (demand management) yang efektif dan efisien (reduce, reuse). 9. Mengendalikan penggunaan air melalui mekanisme perizinan berdasarkan rencana alokasi air yang telah ditetapkan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 11

(Persero) CABANG I MALANG

10. Menyusun dan melaksanakan program pengembangan Sumber Daya Air terpadu berdasarkan pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, dengan memperhatikan kepentingan antar sektor dan antar Wilayah Sungai dengan tidak mengorbankan lingkungan. 11. Mendorong pengembangan Sumber Daya Air untuk memenuhi kebutuhan energi listrik, perikanan, pariwisata, olah raga air dan transportasi air. 12. Menyusun dan menetapkan rencana pengelolaan sedimen pada sumber air berdasarkan pola dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air . 13. Menyusun dan menetapkan mekanisme perizinan dan sistem pemantauan penambangan bahan galian di sumber air. 14. Menerapkan Perda penerima manfaat menanggung biaya jasa pengelolaan Sumber Daya Air secara konsisten. 15. Merasionalisasikan biaya pengelolaan Sumber Daya Air, sehingga biaya jasa pengelolaannya lebih terjangkau. 16. Menetapkan sistem perizinan dan sistem pengawasan pengusahaan Sumber Daya Air. 6.2.4 Pengendalian Daya Rusak Air. 1. Inventarisasi perubahan fungsi lahan yang menyebabkan masalah banjir. 2. Pengkajian ulang tata ruang pada kawasan rawan banjir dan kawasan penyebab banjir, dan revitalisasi serta pengendaliannya. 3. Meningkatkan penegakan hukum yang konsisten atas pelanggaran tata ruang, tata kota dan tata bangunan. 4. Menyebarluaskan dan menciptakan sistem perizinan dengan prinsip zero delta q policy . 5. Menyiapkan, menerapkan dan mengevaluasi pelaksanaan sistem insentif dan disinsentif antara hulu-hilir. 6. Menerapkan sistem peringatan dini kepada masyarakat dan menyiapkan sistem evakuasi, serta menyelenggarakan simulasi dalam rangka menghadapi banjir. 7. Melakukan pencegahan perubahan fungsi daerah manfaat sungai. 8. Meningkatkan pemberian informasi mengenai kawasan rawan bencana akibat daya rusak air.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 12

(Persero) CABANG I MALANG

9. Melakukan perlindungan daerah permukiman, prasarana umum dan daerah produksi nonpertanian dengan prasarana pengendalian banjir terhadap banjir tahunan dengan resiko sama atau lebih besar 4 (empat) persen serta perlindungan daerah produksi pertanian terhadap banjir dengan resiko sama atau lebih besar 10 (sepuluh) persen. 10. Mengintegrasikan pengelolaan drainase perkotaan, pengendalian air larian di tingkat kawasan dengan prasarana pengendalian banjir. 11. Melakukan pemisahan prasarana pembuangan limbah cair dan drainase, utamanya pada daerah pengembangan baru. 12. Melakukan kegiatan tanggap darurat yang terdiri dari evaluasi tingkat bahaya dan kesiap-siagaan menghadapi bencana. 13. Dalam keadaan terjadi bencana dilakukan umum lainnya. 14. Merehabilitasi kerusakan baik secara struktural maupun nonstruktural. 15. Menumbuhkembangkan peran serta masyarakat dan swasta kegiatan pemulihan akibat bencana. 16. Menyediakan pembiayaan untuk penanggulangan daya rusak air yang bersumber dari dana APBN dan APBD dalam jumlah yang memadai. 6.2.5 Pemberdayaan Pemerintah. 1. Menyelenggarakan pendampingan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kepedulian dan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dan bertanggung jawab dalam pengelolaan Sumber Daya Air di setiap Wilayah Sungai secara berkelanjutan. 2. Menumbuhkan prakarsa serta memberikan peran kepada masyarakat disertai dengan pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Air. 3. Memberikan pengakuan hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dalam pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayahnya. 4. Melakukan penyuluhan, pelatihan, dan pembinaan dalam menyikapi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Sumber Daya Air kepada dunia usaha. dan Peningkatan Peran Masyarakat, Swasta dan dalam upaya penyelamatan jiwa manusia, perbaikan darurat prasarana sumber daya air dan prasarana

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 13

(Persero) CABANG I MALANG

5. Menyiapkan

Peraturan Daerah

yang kondusif dan menyebarluaskan

program SDA bagi dunia usaha untuk berperan serta dalam pengelolaan Sumber Daya Air. 6. Menyesuaikan dan menyempurnakan kelembagaan pemerintah di kabupaten/kota dan Wilayah Sungai dalam pengelolaan Sumber Daya Air sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 7. Menyusun dan menerapkan standar kompetensi Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan tugas pokoknya dalam pengelolaan Sumber Daya Air. 8. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Sumber Daya Manusia dalam rangka memenuhi standard kompetensi. 9. Meningkatkan kemampuan komunikasi, kerjasama dan koordinasi antar lembaga pemerintah yang terkait dalam pengelolaan Sumber Daya Air. 10. Melibatkan semua pemilik kepentingan melalui prinsip keterwakilan dalam pengelolaan Sumber Daya Air dan melaksanakan penyuluhan keberadaan wadah koordinasi SDA. 11. Menyusun tata tertib koordinasi dan pengambilan keputusan wadah koordinasi Sumber Daya Air dan meningkatkan konsultasi serta koordinasi antar wadah koordinasi SDA baik secara horisontal maupun vertikal. 6.2.6 Keterbukaan dan Ketersediaan Data serta Informasi Sumber Daya Air. 1. Mengembangkan sistem informasi Sumber Daya Air dalam WS. BaritoKapuas yang terpadu dan didukung oleh kelembagaan yang tangguh serta responsif, sistem pembiayaan dan yang memadai, yang sehingga tepat mampu waktu, menyampaikan berkelanjutan. 2. Memfasilitasi penyediaan data meliputi data hidrologi, hidrogeologi, hidrometeorologi, prasarana Sumber Daya Air, Kebijakan Sumber Daya Air, teknologi Sumber Daya Air, dll. 3. Membangun jaringan informasi Sumber Daya Air dalam WS. Barito-Kapuas yang melibatkan seluruh pihak terkait dengan Sumber Daya Air, dan mengembangkan partisipasi masyarakat secara luas dalam memberikan informasi tentang SDA. 4. Meningkatkan pelayanan informasi pengelolaan Sumber Daya Air dengan penyediaan data dan informasi melalui website dan media lainnya. data informasi akurat,

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 14

(Persero) CABANG I MALANG

5. Membangun jaringan basis data dalam WS. Barito-Kapuas. 6. Menerapkan prosedur operasi standard tentang keterbukaan data dan informasi kepada masyarakat. 7. Menerapkan standar untuk format, kodifikasi, klasifikasi, proses data dan metode/ prosedur pengumpulan data dan informasi. 6.3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA WILAYAH SUNGAI BARITO-KAPUAS

6.3.1. Kebijakan Sumber Daya Air Kebijakan sumber daya air disusun dengan maksud untuk memberikan arahan strategis dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air guna mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air. Kebijakan sumber daya air meliputi arahan strategis konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air untuk memecahkan masalah sumber daya air dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan pembangunan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Arahan strategis sebagaimana dimaksud meliputi arahan strategis konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air untuk memecahkan masalah sumber daya air dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air berdasarkan Undang Undang no 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa (1) Kebijakan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disusun di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. (2) Kebijakan nasional sumber daya air menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan sumber daya air di tingkat provinsi. (3) Kebijakan sumber daya air provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan sumber daya air di tingkat kabupaten/kota. (4) Kebijakan sumber daya air dapat ditetapkan baik sebagai kebijakan tersendiri maupun terintegrasi ke dalam kebijakan pembangunan di tingkat nasional, atau provinsi, atau kabupaten/kota.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 15

(Persero) CABANG I MALANG

(5) Kebijakan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan secara terpadu yang mencakup kebijakan semua air. (6) Kebijakan sumber daya air yang ditetapkan secara tersendiri, disusun secara komprehensif dan selaras dengan kebijakan pembangunan di wilayah yang bersangkutan. Perumusan Kebijakan sumber daya air Wilayah Sungai Barito-Kapuas ini akan ditentukan oleh: (1) Kebijakan nasional sumber daya air dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional dan ditetapkan oleh Presiden. (2) Kebijakan sumber daya air di tingkat provinsi dirumuskan oleh wadah koordinasi sumber daya air provinsi yang bernama dewan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain dan ditetapkan oleh gubernur. (3) Kebijakan sumber daya air di tingkat kabupaten/kota dirumuskan oleh wadah koordinasi sumber daya air kabupaten/kota yang bernama dewan sumber daya air kabupaten/kota atau dengan nama lain dan ditetapkan oleh bupati/walikota. 6.3.2. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air. Pola Pengelolaan SDA disusun dan ditetapkan berdasarkan : (1) Pola pengelolaan sumber daya air disusun dan ditetapkan sebagai kerangka dasar dalam tanah. Prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah diselenggarakan dengan memperhatikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing instansi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. (2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. tujuan umum pengelolaan sumber daya air; b. dasar-dasar yang dipergunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air; c. prioritas kegiatan pengelolaan dan strategi dalam pencapaian tujuan pengelolaan; pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai dan cekungan air dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 16

(Persero) CABANG I MALANG

d. konsepsi kebijakan operasional yang ditetapkan dalam pengelolaan sumber daya air; e. rencana pengelolaan strategis. Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) disusun berdasarkan kebijakan sumber daya air pada wilayah administratif yang bersangkutan. Untuk wilayah sungai Barito-Kapuas Pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas propinsi disusun berdasarkan kebijakan nasional sumberdaya air; Pola pengelolaan sumber daya air disusun dengan memperhatikan: a. kepentingan dan kebijakan wilayah administrasi yang bersangkutan; b. kebutuhan sumber daya air bagi semua pemanfaat di wilayah sungai yang bersangkutan; c. Pengelolaan sumber daya air dilakukan secara menyeluruh dalam satu kesatuan sistem hidrologis dengan memperhatikan sifat alami dan karakteristik masing-masing air; d. pengelolaan sumber daya air dilakukan secara berkelanjutan untuk menjamin pendayagunaannya pada masa mendatang dan berwawasan lingkungan hidup. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai Barito-Kapuas yang merupakan lintas provinsi diusulkan oleh instansi teknis tingkat pusat kepada dewan nasional sumber daya air untuk dirumuskan dengan mengikutsertakan ketua dewan atau wadah koordinasi sumber daya air provinsi terkait dan selanjutnya ditetapkan oleh Menteri. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air yang diusulkan oleh instansi teknis merupakan hasil kerja bersama instansi terkait. Instansi teknis tingkat pusat adalah instansi teknis yang membidangi sumber daya air di tingkat pusat.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 17

(Persero) CABANG I MALANG

6.3.3. Kebijakan Pengelolaan SDA WS Barito-Kapuas 6.3.3.1. Visi Dan Misi Visi Pengelolaan Sumber Daya Air WS. Barito-Kapuas Terwujudnya pemanfaatan SDA Sungai Barito-Kapuas yang lestari, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan secara kualitas dan kuantitas dan mampu menunjang pertumbuhan berbagai sektor untuk kesejahteraan masyarakat di Wilayah Sungai Barito-Kapuas. Misi Pengelolaan Sumber Daya Air WS. Barito-Kapuas Misi pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Barito-Kapuas yaitu: 1. Konservasi SDA yang berkelanjutan. 2. Pendayagunaan Sumber Daya Air yang adil untuk berbagai kebutuhan masyarakat yang memenuhi kualitas dan kuantitas 3. Pengendalian Daya Rusak Air (termasuk kekeringan) 4. Pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, swasta dan pemerintah 5. Peningkatan keterbukaan dan ketersediaan data serta informasi dalam pembangunan SDA 6.3.3.2. Sasaran Pengelolaan Sumber Daya Air WS. Barito-Kapuas Sasaran pengelolaan sumber daya air di Wilayah Sungai Barito-Kapuas antara lain adalah: 1. Tercapainya pola pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan berkelanjutan 2. Terkendalinya potensi konflik air. 3. Terkendalinya pemanfaatan air tanah. 4. Meningkatnya kemampuan pemenuhan kebutuhan air bagi rumah tangga, permukiman, pertanian, dan indutri dengan prioritas utama untuk kebutuhan pokok masyarakat dan pertanian rakyat. 5. Berkurangnya dampak bencana banjir dan kekeringan. 6. Terkendalinya pencemaran air. 7. Terlindunginya daerah pantai dari abrasi air laut terutama pada pulaupulau kecil, daerah perbatasan dan wilayah strategis.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 18

(Persero) CABANG I MALANG

8. Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat 9. Meningkatnya kualitas koodinasi dan kerjasama antar instansi 10. Terciptanya pola pembiayaan yang berkelanjutan 11. Tersedianya data dan sistem informasi yang aktual, akurat dan mudah diakses. 12. Pulihnya kondisi sumber-sumber air dan prasarana sumber daya air. 13. Ketersediaan air baku bagi masyarakat. 14. Pengendalian banjir terutama pada daerah perkotaan. 6.4 LANDASAN HUKUM Beberapa Undang-Undang, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri dan Peraturan Pemerintah serta Peraturan Daerah yang terkait dengan kebijakan penyusunan Pola Pengelolaan SDA wilayah sungai Barito-Kapuas adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 3. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. 4. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 5. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 6. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 7. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 8. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. 9. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai. 10. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air & Pengendalian Pencemaran Air. 11. Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 2006 tentang Irigasi. 12. Peraturan Menteri No.11A Tahun 2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VI - 19

(Persero) CABANG I MALANG

BAB 7
PERTEMUAN KONSULTASI MASYARAKAT (PKM)
7.1 UMUM Menurut pasal 11 ayat (3) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun badan usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan sumber daya air. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan dari para pemilik kepentingan (stakeholders) untuk diolah dan dituangkan dalam arahan kebijakan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha tersebut dilakukan melalui konsultasi publik yang diselenggarakan minimal dalam 2 (dua) tahap. Konsultasi publik tahap pertama dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan masyarakat dan dunia usaha atas pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Konsultasi publik tahap kedua dimaksudkan untuk sosialisasi pola yang ada guna mendapatkan tanggapan dari masyarakat dan dunia usaha yang ada di wilayah sungai yang bersangkutan. Dunia usaha yang dimaksud di sini adalah koperasi, badan usaha milik negara, serta badan usaha milik daerah dan swasta. Untuk maksud ini sebagai bagian dari kegiatan Penyusunan Rancangan Pola Wilayah Sungai Barito - Kapuas, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Provinsi Kalimantan Tengah dengan pelaksana Konsultan PT. Indra Karya (persero) Cabang I Malang telah mengadakan Pertemuan Konsultasi Masyarakat I (PKM I). Kegiatan ini telah dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Tengah.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 1

(Persero) CABANG I MALANG

7.2 PERTEMUAN KONSULTASI MASYARAKAT (PKM) I 7.2.1. Pelaksanaan Ekspose dan Peserta Yang Terlibat Kegiatan PKM I yang pemaparannya dilakukan oleh Konsultan, dimaksudkan untuk menjaring informasi dan aspirasi secara luas tentang permasalahan daerah, kendala, keinginan, aspirasi dan usulan terhadap pengembangan dan pengelolaan SDA melalui diskusi langsung dengan para pengguna air. Adapun peserta yang diundang untuk pengumpulan aspirasi dan masalah tersebut adalah : Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Provinsi Kalimantan Tengah Kepala Bappeda Propinsi Kalimantan Selatan. Kepala Bappeda Propinsi Kalimantan Tengah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan timur dan Kalimantan Selatan Kepala Dinas Pertanian Propinsi Kalimantan timur dan Kalimantan Selatan Kepala Dinas Pertanian Propinsi Kalimantan timur dan Kalimantan Selatan Para Kepala Bappeda Kabupaten Para Kepala Dinas Kabupaten yang terkait dengan SDA Para akademisi dari kalangan Perguruan Tinggi Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait dengan SDA Pelaku industri yang berhubungan dengan SDA (PT. PLN) 7.2.2. Tujuan PKM I Tujuan penyelenggaraan pertemuan konsultasi ini adalah untuk : 1) Menjaring informasi dan aspirasi secara luas tentang permasalahan daerah,kendala, keinginan, aspirasi dan usulan terhadap pengembangan dan pengelolaan SDA melalui diskusi langsung dengan para pengguna air. 2) Menambah pemahaman tentang situasi permasalahan air dan isu-isu yang menyangkut air dan para pengguna air. 3) Mengidentifikasi permasalahan pengelolaan SDA dan keinginan pengembangan SDA yang berbeda untuk masing-masing Sub WS. 4) Meningkatkan kesadaran para pengguna air akan tujuan dan kegiatan studi Rancangan Pola Wilayah Sungau . 5) Mengupayakan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan dan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 2

(Persero) CABANG I MALANG

pengelolaan SDA WS Barito - Kapuas. 6) Mempergunakan hasil identifikasi tentang permasalahan pengelolaan SDA dan keinginan terhadap pembangunan untuk memformulasikan kebutuhan akan pengembangan SDA dan strategi dalam rangka menyusun Pola Pengelolaan SDA. 7.2.3. Tempat Kegiatan Pertemuan Konsultasi Masyarakat I (PKM I) dilaksanakan di Palangkaraya, Kalimantan Selatan. 7.2.4. Waktu Kegiatan Pertemuan Konsultasi Masyarakat I (PKM I) dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 23 Oktober 2008, Pukul 09.00 WITA sampai Selesai. 7.2.5. Pembiayaan Seluruh rangkaian kegiatan Pertemuan Konsultasi Masyarakat I (PKM I) ini menjadi tanggungan pihak Konsultan PT. Indra Karya (persero) Cabang 1 Malang, sebagai pelaksana pekerjaan ini.

Dokumentasi : Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 3

(Persero) CABANG I MALANG

7.2.6. Jadwal

JADWAL ACARA
PERTEMUAN KONSULTASI MASYARAKAT (PKM I) dalam rangka PENYUSUNAN RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI Waktu Acara 08.30 09.00 Pengisian Daftar Hadir 09.00 09.15 Pembukaan oleh Ka Bappeda Propinsi Kalimantan Selatan 09.15 09.30 Pengarahan oleh Ditjen Sumber Daya Air, Jakarta 09.30 10.00 Paparan PKM I oleh Konsultan PT. Indra Karya (Persero) 10.00 12.00 Diskusi dan Pembahasan Kuisener 12.00 13.00 Penutup dan Makan Siang BITO - KAPUAS, TA 2008 Peserta Moderator Peserta PKM I Panitia Peserta PKM I Pembawa Acara

Hari/Tanggal Rabu, 23 Agustus 2008

Peserta PKM I Peserta PKM I

Pembawa Acara Pembawa Acara

Peserta PKM I Peserta PKM I

Bappeda Prop. Kalsel Pembawa Acara

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 4

(Persero) CABANG I MALANG

7.2.7. Analisis Persandingan Dari PKM 1 yang telah dilaksanakan, diperoleh beberapa Isu pokok meliputi beberapa komponen, yang meliputi Konservasi Daerah Tangkapan Air, Pendayagunaan SDA, Pengendalian Daya Rusak Air, Pemberdayaan Stakeholder dan Kelembagaan serta Sistem Informasi Sumber Daya Air.

BIDANG /LINGKUP 1

PROGRAM DIUSULKAN STAKEHOLDER 2

LOKASI 3

ARAHAN RTRW PROP KALIMANTAN 4

Komponen 1. KONSERVASI DAERAH TANGKAPAN AIR Kawasan hutan lindung dikelola berdasarkan ketentuan atau tata cara pemanfaatan hutan lindung yaitu pemanfaatan semaksimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan pada kawasan budidaya di bawahnya. Pengelolaan hutan produksi dilakukan dengan pemanfaatan dan pelestarian hasil (kayu dan non kayu) sehingga diperoleh manfaat ekonomi, sosial dan ekologi yang maksimal bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan Kawasan resapan air meliputi sebaran air tanah yang terdiri atas endapan aluvial sungai dan tanah. Secara keseluruhan kawasan resapan air tersebar di semua wilayah kabupaten/kota di Kalteng Pemanfaatannya secara umum dikuasai oleh negara khususnya pemerintah daerah tetapi pengembangannya harus tetap memperhatikan kepentingan masyarakat setempat Tata guna air ditujukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan air bersih dan irigasi bagi penduduk dan aktifitasnya melalui pengelolaan lahan terpadu di DAS dan kawasan pesisir sebagai suatu ekosistem Kawasan sentra perkebunan khususnya pengembangan komoditi unggulan diarahkan ke wilayah pegunungan. Kawasan sempadan sungai besar 100 m di kiri kanan diukur dari tepi sungai, sungai kecil 50 m

1.

Penebangan Hutan

Penghutanan kembali, penyuluhan, penegakan hukum, agro forestry, penambahan polisi hutan

Terutama daerah hulu sungai Barito

2.

Pemanfaatan Potensi Hutan (Kayu)

Hutan desa, diperlukan perencanaan terpadu, koordinasi lintas sektoral, sosialisasi UU No. 41

Terutama daerah hulu sungai Barito

3.

Pengisian air pada sumber air

Pembuatan embung, penghijauan, terasering

Seluruh WS Barito

4.

Hutan Milik Dinas Kehutanan

Penataan batas kawasan hutan, penanganan secara terpadu oleh instansi terkait, legalitas kesepakatan antar kepentingan

Terutama daerah hulu sungai Barito

5.

Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air Pemanfaatan ladang di pegunungan

Reboisasi, pelestarian sumber air, pembangunan waduk, embung, pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat, pengembangan hutan kemasyarakatan dan resetlement penduduk di luar kawasan hutan lindung Perlu adanya Perda tentang sempadan sungai Perlu sosialisasi peran serta masyarakat, pelatihan, penyuluhan

Hulu dan hilir DAS Barito

6.

Hulu WS Barito

Pengaturan daerah sempadan air Konservasi oleh Masyarakat (swadaya)

Seluruh WS Barito Hulu WS Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII-5

(Persero) CABANG I MALANG

BIDANG /LINGKUP

PROGRAM DIUSULKAN STAKEHOLDER 2 Pelestarian hutan lindung, penyuluhan

LOKASI

ARAHAN RTRW PROP KALIMANTAN 4 Kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam meliputi cagar alam, taman nasional, suaka marga satwa dan taman wisata.

1 Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam Kualitas Air Kondisi Air di Mata Air, Sungai atau sumber air lainnya Kerusakan Sumber Mata Air

3 Hulu WS Barito

1.

2.

Konservasi SDA dan pembangunan waduk, embung dll, pengamanan khusus sumber-sumber air Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air

hulu sungai Barito Dalam WS Barito

Meminimalkan pencemaran air baik di darat maupun di laut termasuk dampak negatif dari penambangan bahan galian golongan C di sungai

Kondisi Air Distribusi dari PDAM (Kebutuhan Domestik)

Pembangunan IPA, Penambahan jaringan, penyediaaan air baku

Kota dan Kabupaten

Arahan pengembangan air bersih adalah pengembangan sistem pelayanan air baku dan air bersih secara terpadu, peningkatan pelayanan air bersih dengan penambahan kapasitas produksi air, peningkatan pelayanan air bersih melalui kerjasama antar daerah dan kerjasama dengan swasta.

Komponen 2. PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR 1. Kondisi Air Baku Perdesaan / Perkotaan Kondisi lokasi pengambilan air baku Kebutuhan air industri Diharapkan dibangun wadukwaduk penampungan air Dalam WS S Barito Pengembangan irigasi sawah diprioritaskan pada kegiatan rehabilitasi dan pengembangan irigasi kecil Penyediaan air baku yang berkualitas baik dari air permukaan maupun air tanah Pembangunan sarana dan prasarana air baku untuk air bersih Kota dan Kabupaten Dalam WS Barito

2.

3.

4.

Kebutuhan air irigasi

5.

Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi

Peningkatan/pemeliharaan sarana/prasarana irigasi

Dalam WS Barito

6.

Permasalahan Irigasi Teknis, Semi Teknis, Tradisional/Desa

Pemberdyaan P3A

Perikanan darat dan tambak

Pembangunan jaringan irigasi tambak

8.

Kebutuhan air minum binatang ternak Ketersediaan air untuk listrik

Pembagunan embung dan chekdam Pengamanan hutan pada daerah hulu

Di daerah peternakan Hulu WS BaritoKapuas

Memantapkan Kerangka Institusi Pengelola SDA

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII-6

(Persero) CABANG I MALANG

BIDANG /LINGKUP

PROGRAM DIUSULKAN STAKEHOLDER 2 Perlu dibentuk Balai DAS dan pembuatan Perda Pemberdayaan P3A Dibentuk pengelola air ditingkat desa Perlu adanya program pemantauan survai dan ditunjuk fasilitator pengairan Disediakan biaya pelaporan dan petugas yang memadai

LOKASI

ARAHAN RTRW PROP KALIMANTAN 4

1 1. Balai DAS / BP-DAS

2.

P3A Pengelola air di tingkat desa Pemantauan Survai dan Fasilitator Pengairan lainnya Sistem Pelaporan Kondisi Sungai dan Bangunan yang ada

Kab dalam WS Barito-Kapuas Seluruh desa

3.

4.

Komponen 3. PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR Konservasi hulu sungai, perbaikan hilir sungai, peta rawan daerah banjir, pembangunan bendungan pengendali banjir Konservasi hulu sungai, perbaikan hilir sungai, rehabilitasi hutan kritis Berdasarkan kejadian bencana alam yang pernah terjadi, beberapa wilayah telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana

1.

Banjir

hilir Barito

2.

Erosi - Sedimentasi

Dalam WS Barito Kegiatan yang dapat dilakukan di kawasan sempadan sungai diijinkan sepanjang tidak mempengaruhi fungsi lindungnya terhadap ekosistem sungai tersebut, antara lain budidaya pertanian tanaman tahunan.

3.

Perambahan Bantaran Sungai

Sosialisasi UU No. 7 tahun 2004

WS Barito

Bangunan Pengendali Banjir yang ada Peringatan Dini tentang Bahaya Banjir Upaya untuk Menanggulangi Kerugian Banjir Desa-desa Rawan Tergenang

Pembangunan bangunan pengendali banjir pada daerah rawan banjir Pengadaaan alat peringatan dini bila terjadi banjir Pembangunan bangunan pengendali banjir pada daerah rawan banjir Pemetaan dan pembuatan saluran pembuangan

WS Barito Berdasarkan kejadian bencana alam yang pernah terjadi, beberapa wilayah telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana

WS Barito

WS Barito Berdasarkan kejadian bencana alam yang pernah terjadi, beberapa wilayah telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana

WS Barito

Pembuangan Sampah oleh Masyarakat

Program kali bersih

Sungai Barito

Komponen 4. PEMBERDAYAAN STAKEHOLDERS DAN KELEMBAGAAN 1. Upaya pemberdayaan oleh Pemda Belum terbentuknya Dewan Sumber Daya Air Provinsi dan Sosialisasi petunjuk pelaksanaan UU dan Perda dan pengucuran dana Perlu dibentuk Dewan SDA WS Barito

2.

WS Barito

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII-7

(Persero) CABANG I MALANG

BIDANG /LINGKUP

PROGRAM DIUSULKAN STAKEHOLDER 2

LOKASI

ARAHAN RTRW PROP KALIMANTAN 4

1 Kabupaten

3.

Belum terbentuknya Balai PSDA Kurangnya peran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan SDA Konflik masyarakat antar kelompok/daerah

Pembentukan balai PSDA

WS BaritoKapuas Provinsi

Sosialisasi

di kabupaten

Komponen 5. SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR 1. Informasi mengenai kondisi hidrologi Informasi mengenai kondisi hidrometeorologi Informasi mengenai kondisi hidrogelogi Informasi mengenai kondisi kebijakan sumber daya air Informasi mengenai kondisi prasarana sumber daya air Informasi mengenai kondisi teknologi sumber daya air Informasi mengenai kondisi lingkungan pada sumber daya air Informasi mengenai kondisi kegiatan sosial ekonomi budaya terkait dengan SDA Perlu ada kegiatan penelitian dalam rangka penyusunan sistem lengkap, dibuat database Perlu ada kegiatan penelitian dalam rangka penyusunan sistem lengkap, dibuat database Perlu ada kegiatan penelitian dalam rangka penyusunan sistem lengkap, dibuat database Perlu ada kegiatan penelitian dalam rangka penyusunan sistem lengkap, dibuat database Perlu ada kegiatan penelitian dalam rangka penyusunan sistem lengkap, dibuat database Perlu ada kegiatan penelitian dalam rangka penyusunan sistem lengkap, dibuat database Perlu ada kegiatan penelitian dalam rangka penyusunan sistem lengkap, dibuat database Perlu ada kegiatan penelitian dalam rangka penyusunan sistem lengkap, dibuat database di kabupaten

2.

di kabupaten

3.

di kabupaten

di kabupaten

di kabupaten

di kabupaten

di kabupaten

di kabupaten

Komponen Pemberdayaan Stakeholder dan Kelembagaan 1. Dengan maksud meningkatkan koordinasi antar instansi terkait, sebagian masyarakat mengusulkan agar dibentuk Dewan SDA dan Komisi Irigasi Kabupaten/ Kota Wilayah Sungai Barito-Kapuas. 2. Dalam rangka peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan SDA, sebagian besar masyarakat mengusulkan agar dibentuk dan diaktifkan IP3A/GP3A/P3A dan organisasi pemanfaat air lainnya.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII-8

(Persero) CABANG I MALANG

3. Dengan maksud untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dan memiliki dalam pengelolaan SDA, sebagian masyarakat mengusulkan agar pemanfaat air dilibatkan dalam mengambil keputusan. 4. Sehubungan dengan peningkatan kinerja pengelolaan SDA, sebagian masyarakat mengusulkan agar diterbitkan Perda dan keputusan Bupati/ Walikota dalam pengelolaan SDA serta penerapan sanksinya. 5. Dalam rangka pengelolaan SDA secara efektif, sebagian masyarakat mengusulkan agar dibentuk dan diaktifkan unit yang menangani SIM dan kontrol kualitas. Komponen Sistem Informasi SDA 1. Dalam rangka penyebarluasan informasi pengelolaan SDA, sebagian besar masyarakat masyarakat. 2. Dengan maksud untuk memudahkan mendapatkan data, sebagian besar masyarakat mengusulkan agar menyiapkan Sistem Informasi Manajemen (melalui: radio, media massa, audio visual, internet) 3. Dalam rangka peningkatan pemahaman masyarakat tentang SDA, sebagian besar masyarakat mengusulkan agar pengelola SDA melakukan penyuluhan semua aspek pengelolaan SDA. 7.3 PERTEMUAN KONSULTASI MASYARAKAT (PKM) II 7.3.1. Pelaksanaan Ekspose dan Peserta yang Terlibat Kegiatan PKM II yang pemaparannya dilakukan oleh Konsultan, dimaksudkan untuk memberikan sosialisasi terhadap rancangan pola pengembangan dan pengelolaan SDA melalui diskusi langsung dengan para pengguna air. Adapun peserta yang diundang dalam rangka sosialisasi rancangan pola pengembangan dan pengelolaan SDA adalah : Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Provinsi Kalimantan Tengah Kepala Bappeda Propinsi Kalimantan Selatan. Kepala Bappeda Propinsi Kalimantan Tengah. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan mengusulkan agar pihak pengelola SDA melakukan inventarisasi, pengumpulan data dan menyediakan informasi SDA kepada

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII-9

(Persero) CABANG I MALANG

Tengah Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan timur dan Kalimantan Selatan Kepala Dinas Pertanian Propinsi Kalimantan timur dan Kalimantan Selatan Kepala Dinas Pertanian Propinsi Kalimantan timur dan Kalimantan Selatan Para Kepala Bappeda Kabupaten Para Kepala Dinas Kabupaten yang terkait dengan SDA Para akademisi dari kalangan Perguruan Tinggi Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait dengan SDA Pelaku industri yang berhubungan dengan SDA (PT. PLN) 7.3.2. Tujuan PKM II Tujuan penyelenggaraan pertemuan Sosialisasi ini adalah untuk : 1) Memberikan sosialisasi terhadap rancangan pengembangan dan pengelolaan SDA melalui diskusi langsung dengan para pengguna air. 2) Menambah pemahaman tentang situasi permasalahan air dan isu-isu yang menyangkut air dan para pengguna air. 3) Meningkatkan kesadaran para pengguna air akan tujuan dan kegiatan studi Rancangan Pola Wilayah Sungau . 4) Mengupayakan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan SDA WS Barito - Kapuas. 5) Mempergunakan hasil identifikasi tentang permasalahan pengelolaan SDA dan keinginan terhadap pembangunan untuk dilaksanakan sesuai dengan rancangan pengembangan SDA dan strategi dalam SDA. 7.3.3. Tempat Kegiatan Pertemuan Konsultasi Masyarakat II (PKM II) dilaksanakan di Jakarta. 7.3.4. Waktu Kegiatan Pertemuan Konsultasi Masyarakat II (PKM II) dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 10 Desember 2008, Pukul 09.00 WIB sampai Selesai. 7.3.5. Pembiayaan Seluruh rangkaian kegiatan Pertemuan Konsultasi Masyarakat II (PKM II) ini menjadi tanggungan pihak Konsultan PT. Indra Karya (persero) Cabang 1 Malang, sebagai pelaksana pekerjaan ini.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII-10

(Persero) CABANG I MALANG

7.3.6. Jadwal JADWAL ACARA PERTEMUAN KONSULTASI MASYARAKAT (PKM II) dalam rangka SOSIALISASI RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BITO - KAPUAS, TA 2008 Hari/Tanggal Rabu, 10 Desember 2008 Waktu 08.30 09.00 09.00 09.15 Acara Pengisian Daftar Hadir Pembukaan oleh Ka Satker Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Propinsi Kalimantan Tengah Pengarahan oleh Ditjen Sumber Daya Air, Jakarta Paparan PKM II oleh Konsultan PT. Indra Karya (Persero) Diskusi dan Penyampaian saran serta masukan Penutup dan Makan Siang Peserta Peserta PKM II Peserta PKM II Moderator Panitia Pembawa Acara

09.15 09.30 09.30 10.00

Peserta PKM II Peserta PKM II

Pembawa Acara Pembawa Acara

10.00 12.00 12.00 13.00

Peserta PKM II Peserta PKM II

Bappeda Prop. Kalimantan Tengah Pembawa Acara

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 11

(Persero) CABANG I MALANG

7.3.7. Hasil Sosialisasi PKM II Hasil PKM tahap II yang telah dilaksanakan di Jakarta diperoleh beberapa masukan meliputi aspek Konservasi, Pendayagunaan SDA, Pengendalian Daya Rusak Air, Kelembagaan dan Sistem Informasi Managemen sebagai berikut : 7.3.7.1. Komponen Konservasi Daerah Tangkapan Air

NO I 1

Usulan Program Konservasi Daerah Tangkapan Air Rehabilitasi hutan dan lahan kritis - Kab.Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara - Kab.Barito Timur - Kab. Murung Raya - Kabupaten Kapuas - Kabupaten Barito Kuala Memberikan contoh cara bercocok tanam pada lahan miring berdasarkan kaidah konservasi Pembuatan tras bangku (demplot) : - Sub DAS Barito Hilir - Sub DAS Barito Tengah - Sub DAS Martapura - Sub DAS Negara Pembangunan (Arbaretum/ pelestarian sumber air) di kawasan sungai danmata air: - Sungai Barito - Sungai Kapuas - Mata air Perencanaan terpadu pemanfaatan potensi hutan (kayu) - Kab.Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara - Kab.Barito Timur - Kab. Murung Raya - Kabupaten Kapuas - Kabupaten Barito Kuala Reboisasi - daerah hulu Sungai Barito

Tanggapan Setuju Tidak

Keterangan

Tetapi Arbaretum bukan upaya untuk aspek Konservasi tetapi lebih cocok untuk aspek Pendayagunaan SDA Hutan desa diperlukan koordinasi lintas sektoral, sosialisasi UU No. 41

Penghutanan kembali, penyuluhan, penegakan hukum, agro forestry, penambahan polisi hutan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 12

(Persero) CABANG I MALANG

7.3.7.2. Komponen Pendayagunaan Sumber Daya Air

N O II 1

Usulan Program Pendayagunaan SDA Penyediaan Air Baku - Sungai Barito - Sungai Kapuas - Sumber Air Lainnya

Tanggapan Setuju Tidak

Keterangan

Rehabilitasi/peningkatan jaringan irigasi sederhana - Kab.Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara - Kab.Barito Timur - Kab. Murung Raya - Kabupaten Kapuas - Kabupaten Barito Kuala Optimalisasi sistem irigasi pada DI Teknis /semi teknis : - Kab.Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara - Kab.Barito Timur - Kab. Murung Raya - Kabupaten Kapuas - Kabupaten Barito Kuala Pembangunan irigasi baru - Kab.Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara - Kab.Barito Timur - Kab. Murung Raya - Kabupaten Kapuas - Kabupaten Barito Kuala Meningkatkan pelayanan untuk RKI, dengan target tingkat pelayanan 80 % & seluruh kota kecamatan dapat terlayani kebutuhan air bersihnya hingga tahun 2025 Membangun prasarana air baku baru untuk tingkat kecamatan yang belum ada prasarananya.

Penyediaan air baku yang berkualitas baik dari air permukaan maupun air tanah. Penyediaan air ini bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, industri maupun PDAM Peningkatan/pemelihar aan sarana/prasarana irigasi

Peningkatan fungsifungsi fasilitas irigasi yang sudah ada.

Banyaknya lahan pertanian yang belum termanfaatkan karena kurangnya fasilitas irigasi. Target pelayanan RKI untuk seluruh kabupaten di WS Barito Kapuas: - Kab.Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara - Kab.Barito Timur - Kab. Murung Raya - Kabupaten Kapuas - Kabupaten Barito Kuala

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 13

(Persero) CABANG I MALANG

N O 6

Usulan Program Ketersediaan air untuk listrik - Waduk Muara Juloi

Tanggapan Setuju Tidak

Keterangan Ketersediaan air yang melimpah belum termanfaatkan secara optimal. Perlu dibangun waduk sebagai tampungan untuk sistem PLTA Perlunya dibangun embung atau chekdam untuk tempat minum binatang ternak Pembangunan jaringan irigasi untuk tambak dan perikanan darat. Penyediaan karamba untuk budidaya ikan di sungai Untuk mencukupi kebutuhan air bersih rumah tangga dan pertanian tanaman kering. Pembentukan lembaga pengelola air dimaksudkan agar terjadi koordinasi antar instansi dan antar pengguna SDA sehingga bisa dihindari penggunaan SDA yang kurang bertanggungjawab. Dimaksudkan untuk memantau kondisi terakhir dari sumbersumber air yang ada. Sehingga akan didapat data kualitas air sungai-sungai di WS Citanduy secara lengkap

Pemanfaatan air untuk binatang ternak - Sungai Barito - Sungai Kapuas - Sumber Air Lainnya Pemanfaatan air untuk Perikanan darat dan Tambak - Sungai Barito - Sungai Kapuas - Sumber Air Lainnya Pembangunan sumur-sumur air tanah :

10

Kelembagaan sumber daya air - Balai DAS/BP-DAS - P3A - Pengelola air di tingkat desa - Fasilitator pengelola air lainnya

11

Sistem pelaporan kondisi sumber air - Sungai Barito - Sungai Kapuas - Sumber Air Lainnya Meningkatkan kontrol terhadap kualitas air dengan memasang titik kontrol BOD dan BO di sugai-sungai

12

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 14

(Persero) CABANG I MALANG

7.3.7.3. Komponen Pengendalian Daya Rusak Air


N O III A 1 Usulan Program Pengendalian Daya Rusak Air WS BaritoKapuas Pencegahan Daya Rusak Air Konservasi hulu sungai, perbaikan hilir sungai, peta rawan daerah banjir, pembangunan bendungan pengendali banjir - Sungai Barito - Sungai Kapuas Tanggapan Setuju Tidak Keterangan

Pencegahan Erosi dan Sedimentasi - Sungai Barito - Sungai Kapuas Menjadikan DAS bagian hulu sebagai waduk alam dengan pengelolaan DAS yg baik sesuai dengan kaidah konservasi Flood Zoning, Flood Proofing, (jika upaya lainnya sulit dan mahal, perlu diterapkan Flood Proofing) Meningkatkan managemen banjir melalui partisipasi masyarakat & sosialisasi - Kab.Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara - Kab.Barito Timur - Kab. Murung Raya - Kabupaten Kapuas - Kabupaten Barito Kuala Pengendalian penambangan galian C 1) Penyusunan perda tentang perizinan dan tata cara penambangan Penanggulangan Daya Rusak air Perbaikan/perkuatan tebing kritis yang belum ditangani dan memelihara serta memonitor yang sudah ditangani Penanggulangan darurat bencana 1) Penyediaan bronjong, karung pasir, pompa air cerucuk Perahu karet, kemah, dll Flood warning

Berdasarkan kejadian bencana alam yang pernah terjadi, beberapa wilayah telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana Konservasi hulu sungai, perbaikan hilir sungai, rehabilitasi hutan kritis

Penetapan daerahdaerah resapan air.

B 1 2 3

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 15

(Persero) CABANG I MALANG

7.3.7.4. Komponen Pemberdayaan Stakeholder dan Kelembagaan

N O IV 1

Usulan Program Pemberdayaan Masyarakat (Sosial dan Budaya) Pemberdayaan/penguatan petani pemakai air (P3A) dan peningkatan Partisipasi masyarakat pemakai air Penyuluhan kepada masyarakat tentang kepedulian terhadap penanganan banjir - Kab.Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara - Kab.Barito Timur - Kab. Murung Raya - Kabupaten Kapuas - Kabupaten Barito Kuala Penyuluhan kepada petani memberi peran pada P3A untuk ikut mengendalikan & pengawasan pemakaian air 1) Penyuluhan pada P3A 2) Mengeffektifkan semua P3A yang ada

Tanggapan Setuju Tidak

Keterangan

7.3.7.5. Komponen Sistem Informasi Sumber Daya Air

N O V 1

Usulan Program Sistem Informasi Sumber Daya Air Membangun sistem pengelolaan data dan informasi (6 Kabupaten / Kota) - Kab.Barito Selatan - Kabupaten Barito Utara - Kab.Barito Timur - Kab. Murung Raya - Kabupaten Kapuas - Kabupaten Barito Kuala Pengelolaan data hidrologi - data hujan - data pengamat muka air - data klimatologi O & P bangunan hidrologi termasuk pengadaan kertas alat dan perlengkapan lainnya

Tanggapan Setuju Tidak

Keterangan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 16

(Persero) CABANG I MALANG

N O

Usulan Program - Stasiun hujan - Stasiun pengamat muka air - Stasiun klimatologi Publikasi data hidrologi ditingkatkan : Setiap bulan sekali data-data hidrologi di publikasikan melalui internet

Tanggapan Setuju Tidak

Keterangan

Pengukuran debit dan pengambilan sampel air ditingkatkan (setiap seminggu sekali diadakan pengukuran debit dan pengambilan sampel air)

Dirasakan masih sulit untuk dilaksanakan karena tidak bisa tiap bulan datadata hidrologi bisa tiap bulan dipublikasikan Dirasakan masih sulit untuk dilaksanakan karena melihat dari faktor biaya dan petugas yang ada minimum

SIM agar dilengkapi dengan sistem informasi Geografis SDA, agar bisa menganalisis secara spasial dari wilayah S. Barito-Kapuas beserta konservasi dan pendayagunaan airnya

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VII - 17

(Persero) CABANG I MALANG

BAB 8 RANCANGAN POLA PENGELOLAAN SDA WILAYAH SUNGAI BARITO-KAPUAS

8.1 UMUM Sebagai landasan dalam pembuatan Pola Pengelolaan SDA WS. Barito-Kapuas perlu disiapkan Rancangan Pola Pengelolaan SDA WS Barito-Kapuas yang dijiwai oleh Kebijakan Nasional maupun kebijakan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan dan masukan dari stakeholder melalui PKM. Rancangan pola ini disusun berdasarkan hasil kajian permasalahan dan isu yang ada di Wilayah Sungai Barito-Kapuas baik permasalahan umum maupun khusus serta hasil masukan dalam PKM 1. 8.2 ISU POKOK NASIONAL PERMASALAHAN SDA 8.2.1. Permasalahan SDA dari Sisi Pasokan/ Ketersedian Air 8.2.1.1. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Semakin meluasnya degradasi DAS dan semakin tingginya sedimentasi akibat pembabatan hutan dan praktek pertanian dan perkebunan yang tidak mengikuti aspek konservasi lahan yang didorong oleh tekanan kependudukan dan meningkatnya kegiatan ekonomi dan tata guna tanah serta tata ruang yang tidak kondusif. Ketidak konsistenan Tata Ruang, diantara masalah-masalah sbb: Kebijakan pemerintah tentang penetapan kawasan konservasi / resapan di bagian hulu dan kawasan budidaya di bagian hilir suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) banyak yang tidak berjalan efektif. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya sistem pengaturan kompensasi atas kehilangan kesempatan pemanfaatan ruang di bagian hulu untuk penggunaan yang lebih produktif dan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih besar daripada untuk daerah resapan air. Hal ini diperparah adanya Kebijakan RTRW per Kabupaten yang belum mempertimbangkan Tata Ruang Wilayah Sungai.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 1

(Persero) CABANG I MALANG

Kurangnya perhatian dan keberpihakan pihak perencana tata ruang untuk mengalokasikan ruang bagi permukiman yang aman dan sehat penduduk golongan miskin. Akibatnya banyak bantaran sungai dijadikan permukiman sehingga mempersempit palung sungai yang pada gilirannya dapat mengakibatkan terjadinya banjir/ genangan dan daerah kumuh. (penerapan Flood zoning regulation) Penggunaan kawasan lindung untuk kegiatan ekonomi-sosial maupun pertanian dan perkebunan, dilaksanakan secara sengaja maupun tidak sengaja dan dengan skala kecil maupun besar. 8.2.1.2. Kerusakan Sumber Air Masalah kerusakan sumber air di wilayah sungai Barito-Kapuas akhir akhir ini adalah mencakup : Menyempitnya sungai sungai dan saluran drainasi baik dalam DAS Barito maupun DAS Kapuas akibat tingginya kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran air sungai maupun drainasi sebagai akibat rusaknya DAS maupun akibat sampah yang dibuang penduduk disekitar sungai maupun drainasi yang pada akhirnya akan menurunkan kemampuan kapasitas sungai/drainasi sehingga menyebabkan banjir. Adanya kawasan hutan lindung yang dikonversi menjadi daerah permukiman dan pertanian/perkebunan, akibatnya semakin menurunkan luas areal retensi air untuk banjir dan juga menurunkan resepan untuk recharge air tanah. Tercemarnya sumber-sumber air seperti sungai dan danau oleh limbah penduduk maupun pertanian. 8.2.1.3. Terbatasnya Prasarana Penyedia / Pengendali Pasokan Air Dilihat dari potensi pasokan air dari kedua sungai, ketersediaan air untuk irigasi sangat mencukupi. Terbatasnya jumlah bangunan penyedia air telah menyebabkan kurang berkembangnya pertanian/persawahan di WS Barito-Kapuas. Selain itu sebagian sarana dan prasarana irigasi yang ada telah mengalami penurunan kinerja karena kerusakan/penurunan fungsi bangunan irigasi. Daerah Irigasi lainnya yang dikelola oleh Dinas Pengelolaan SDA yang terdiri dari jaringan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana di beberapa lokasi terpencar juga mengalami penurunan fungsi pelayanan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 2

(Persero) CABANG I MALANG

8.2.1.4. Rendahnya (tidak memadainya) alokasi dana untuk O&P prasarana SDA Dengan adanya pembagian wewenang dalam pengelolaan jaringan irigasi yang diindikasikan dari luasan jaringan irigasi, dana OP pada daerah irigasi yang dikelola oleh pemerintah Kabupaten menjadi sangat minim rendah. 8.2.2. Masalah Sumber Daya Air dari Sisi Permintaan (Penggunaan) 8.2.2.1. Dampak Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk sebesar rata-rata 1,2% pertahun akan menimbulkan bertambahnya kebutuhan pangan dan bahkan tekanan yang sangat besar di atas tanah (lahan). Untuk memenuhi kebutuhan pangan (beras) sampai dengan tahun 2025 maka sawah beririgasi baru harus dibangun. Sedangkan untuk kebutuhan air bersih (domestik, perkotaan dan industri ) daerah perkotaan s/d tahun 2025 akan diperlukan penambahan air baku yang cukup signifikan dari yang ada sekarang ini. 8.2.2.2. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang dimanifestasikan dalam meningkatnya kegiatan industri, jasa dan perkotaan memerlukan dukungan berbagai sektor diantaranya penyediaan air baku untuk industri, jasa dan perkotaan diperkirakan akan meningkat sebesar 2 s/d 3 kali dari kebutuhan. 8.2.2.3. Ketahanan Pangan Memerlukan Air dan Lahan Upaya ketahanan pangan memerlukan peningkatan produksi pangan terutama pada lahan beririgasi. Namun yang kenyataannya yang terjadi adalah kurangnya sawah beririgasi teknis dan kurangnya fasilitas sarana dan prasarana irigasi. Dilain pihak konsumsi beras di Indonesia akan meningkat dari tahun ke tahun yang memerlukan pertambahan sawah beririgasi baru dan sarana irigasi yang memadai. Kurangnya sawah beririgasi teknis dan kurangnya fasilitas sarana dan prasarana irigasi adalah ancaman bagi swasembada pangan 8.2.2.4. Perilaku Boros Air, Tidak Peduli dan Tidak Ramah Lingkungan Perilaku masyarakat yang boros air dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, demikian juga pembuangan sampah padat dan limbah cair ke air dan sumber air tidak saja menyebabkan penyempitan sungai tetapi juga menebarkan bau tidak sedap disepanjang sungai/kanal. Penanganan untuk membangkitkan kesadaran dan kepedulian masyarakat antara lain melalui : Informasi publik tentang air belum tertata/ berkembang Pendidikan publik tentang air belum tertata/ berkembang
VIII - 3

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

(Persero) CABANG I MALANG

8.2.3. Masalah Manajemen Sumber Daya Air 8.2.3.1. Penanganan Yang Terfragmentasi Dengan sifat SDA yang dinamis, maka penanganan SDA menjadi terfragmentasi di beberapa Departemen. Tiap sektor menangani sehingga cenderung membentuk egoisme sektoral yang menitikberatkan kepada kepentingan masing-masing. Akibatnya terjadi tumpang tindih maupun gap (kekosongan) tanggung jawab dan wewenang institusi yang merencanakan dan membuat aturan. Institusi yang berhubungan dengan kualitas air misalnya, juga bermacam-macam sehingga sampai saat ini masalah lingkungan masih belum terpecahkan. 8.2.3.2. Kelemahan Koordinasi Koordinasi pengelolaan Sumber Daya Air di pusat maupun di daerah masih lemah : Lembaga koordinasi di tingkat pusat baru mencakup antar instansi terkait dan belum melibatkan seluruh komponen stakeholder secara lengkap; Belum optimalnya fungsi lembaga koordinasi di tingkat Provinsi yaitu Panitia Tata Pengaturan air ( PTPA ) dan tingkat Wilayah Sungai (WS) yaitu Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air ( PPTPA ) . PTPA dan PPTPA belum mencakup seluruh komponen stakeholders.

8.2.3.3. Konsep dan Perangkat Desentralisasi Pengelolaan SAD Belum Mantap Tersedianya dana, tersedianya semberdaya manusia dan kemampuan manajemen selalu menjadi kendala utama. Disamping itu desentralisasi tidak hanya menyangkut hak dan wewenang tetapi melekat didalamnya adalah tugas dan kewajiban. Dengan desentralisasi maka institusi daerah perlu dikembangkan termasuk posisi baru. Jika terjadi perubahan lagi maka posisi akan hilang kembali. Karena itu sebaiknya desentralisasi dilakukan dengan persiapan yang matang, secara bertahap dan berjenjang. 8.2.3.4. User Pays Principle & Polluters Pays Principle Instrumen dan mekanisme untuk operasionalisasi prinsip pemakai air atau menerima manfaat dan pembuangan limbah harus membayar belum memadai sehingga masih memerlukan penyempurnaan dan perlu disesuaikan dengan UU dan PP desentralisasi dan perimbangan keuangan pusat dan daerah baru.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 4

(Persero) CABANG I MALANG

8.2.3.5. Mekanisme Perijinan Belum Bemadai Mekanisme perijinan khususnya yang menyangkut hak guna untuk bulk water (air dalam jumlah besar) untuk pemakaian yang bersifat komersial belum memadai dan perlu disesuaikan dengan UU dan PP desentralisasi dan perimbangan keuangan pusat dan daerah baru. 8.2.3.6. Organisasi Masyarakat Pemakai Air Belum Mandiri Organisasi masyarakat pemakai air belum mampu berkontribusi dalam pembiayaan untuk kegiatan Operasi & Pemeliharaan (O&P), perbaikan dan pemeliharaan prasarana-sarana pengairan maupun cost recovery untuk investasi di bidang pengembangan SDA. Sehingga keseluruhan biaya pengelolaan SDA (dari O&P s/d pembangunan prasarana pengairan) menjadi beban pemerintah. 8.2.3.7. Keterbatasan Investasi Dari Pemerintah dan Swasta Sejak REPELITA II s/d sekarang (TA 2008) investasi untuk prasarana dan sarana SDA skala besar hampir semua didanai dengan pinjaman luar negeri seperti OECF/ JBIC, Bank Dunia, ADB dan sebagainya. Keberlanjutan pembangunan prasarana dan sarana skala besar dimasa depan tergantung kebijakan pemerintah, yaitu apakah akan meneruskan pola penyediaan dana seperti sebelumnya (dengan Loan) atau dengan skema pembiayaan yang lain. Di sisi yang lain peranan swasta dalam negeri maupun luar negeri untuk investasi bersama dengan pemerintah untuk membangun prasarana SDA masih sangat terbatas karena kompleksnya permasalahan dan resiko yang tinggi seperti kepastian hukum, kemampuan pemakai air/ penerima manfaat untuk membayar layanan dan sebagainya. 8.2.3.8. Penerapan Prinsip Good Governance Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan SDA masih pada tataran konsep dengan operasionalisasi masih sangat terbatas, misalnya proses Konsultasi Masyarakat untuk mendapat masukan dari stakeholders pada berbagai tingkatan Pusat, Provinsi, Kabupaten/kota, belum maksimal. 8.2.3.9. Akuntabilitas Publik Pengelolaan SDA Masih banyak institusi yang menangani masalah yang bersifat kebijakan dan strategi masih menyatu dengan institusi yang menjalankan operasional. Dengan demikian maka akuntabilitas kedua hal tersebut menjadi kabur dan rancu. Institusi itu membuat kebijakan dan sekaligus melaksanakan sendiri kebijakannya. Disamping itu satu sektor pembangunan ditangani oleh berbagai institusi sehingga akuntabilitas institusi sulit diwujudkan.
Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 5

(Persero) CABANG I MALANG

8.2.3.10. Lemahnya Lembaga Pengelola SDA Wilayah Sungai Belum efektifnya kerangka kelembagaan dan lembaga pengelola prasarana dan sarana Wilayah Sungai. 8.2.3.11. Tidak Efektifnya Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tidak efektifnya pemeliharaan jaringan irigasi dan tidak berlanjutnya (unsustainable) penyediaan dana untuk rehabilitasi/ perbaikan jaringan irigasi. 8.2.3.12. Lemahnya Management Informationt System (MIS) Sumber Daya Air Kurang andalnya data hidrologi dan kualitas air serta tidak tersedianya Manajemen Informasi Sumber Daya Air yang handal menyebabkan akurasi dan kualitas produk perencanaan maupun manajemen SDA belum mencapai ke tingkat yang diharapkan. 8.2.4. Masalah Yang Berkembang Saat Ini Berdasarkan Hasil PKM Hasil PKM Tahap I ditinjau dari 5 komponen, yaitu : Aspek Konservasi Daerah Tangkapan Air. Aspek Pendayagunaan SDA. Aspek Pengendalian Daya Rusak Air. Aspek Pemberdayaan Stakeholder dan Kelembagaan. Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air. Hasil Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) I dan II seperti yang dijelaskan pada bab 7 sebelumnya. 8.3 KONSEPSI POLA PENGELOLAAN SDA WS BARITO-KAPUAS Uraian dibawah ini merupakan konsepsi Pola Pengelolaan SDA WS Barito-Kapuas yang dijiwai oleh Indikasi Program yang telah diuraikan terdahulu. Secara MATRIKS akan dijelaskan pada lampiran bab ini kaitan antara indikasi Program dengan Konsepsi Pola SDA yang dijabarkan dalam arahan kegiatan operasional. 8.3.1 Konservasi Sumber Daya Air Konservasi sumberdaya air merupakan salah satu misi yang diemban dalam arahan pengelolaan SDA menurut UU No 7/2004. tiga hal, yaitu : Kebijakan yang berkaitan dengan konservasi sumber daya air dalam Kebijakan Nasional Sumber Daya Air mencakup

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 6

(Persero) CABANG I MALANG

a) meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan daya dukung, daya tampung dan fungsi daerah aliran sungai untuk menjamin ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan yang berkelanjutan. b) meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air untuk menjamin ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan yang berkelanjutan. c) memulihkan dan mempertahankan kualitas air untuk memenuhi kebutuhan air yang berkelanjutan. Pola pengelolaan Sumber Daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Dalam hubungannya dengan aspek konservasi Sumber Daya Air, maka pola pengelolaan Sumber Daya Air di WS Barito-Kapuas diarahkan pada beberapa hal berikut : a) peningkatan ketersediaan air dan pengurangan daya rusak air. b) Pengembangan dan rehabilitasi sarana dan prasarana sumberdaya air dan upaya pemeliharaan sumber air. c) Menetapkan dan pengelolaan daerah sabuk hijau untuk kawasan danau, waduk, rawa, situ/ embung dan mata air serta sempadan sungai dengan prioritas daerah permukiman. d) Meningkatkan upaya pengamanan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan penambangan bahan galian C pada sumber air. e) Memperbaiki kualitas air pada sumber air dan meningkatkan kualitas air dengan cara mengelola industri serta berkesinambungan. f) Menegakkan hukum yang tegas bagi pelanggar ketentuan kualitas serta system penerapan insentif-disinsentif pengelolaan sumberdaya air dan lingkungan. g) Memberdayakan masyarakat dalam aktivitas konservasi sumberdaya air. limbah cair komunal di kawasan permukiman dan system pemantauan kualitas air secara membangun

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 7

(Persero) CABANG I MALANG

Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada aspek Konservasi SDA di WS BARITOKAPUAS diarahkan untuk dapat : 1. Mengupayakan selalu tersedianya air dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. 2. Melestarikan sumber-sumber air dengan memperhatikan kearifan lokal/adat istiadat setempat. 3. Melindungi sumber air dengan lebih mengutamakan kegiatan rekayasa sosial, peraturan perundang-undangan, monitoring kualitas dan kuantitas air dan kegiatan vegetatif. 4. Meningkatkan daerah resapan air dan daerah tangkapan air dengan konservasi 5. Mempertahankan dan memulihkan kualitas dan kuantitas air yang berada pada sumber-sumber air 6. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan konservasi SDA. Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air Beberapa aktivititas yang harus dilakukan dalam kaitannya dengan perlindungan dan pelestarian sumber air adalah sebagai berikut: a. Rehabilitasi, konservasi dan perlindungan hutan dalam kaitannya dengan fungsi hutan sebagai penyimpan air. Keberadaan hutan dengan vegetasi penuh akan mengurangi erosi yang mempunyai dampak negatif terhadap sumber daya alam lainnya dan Sumber Daya Air. b. Reboisasi dalam kawasan hutan yang rusak akibat penggundulan hutan, penebangan liar dan pembangunan liar di hulu sungai harus dilakukan. c. Penghijauan di lahan kritis tidak dapat dibudidayakan. d. Penanaman tanaman bakau pada kawasan pantai dan rawa dan perlindungan tanaman yang sudah ada. e. Penetapan dan pengelolaan kawasan sempadan sungai, danau, waduk, rawa, situ/ embung sebagai sabuk hijau terutama yang saat ini digunakan sebagai permukiman oleh masyarakat. f. Penatagunaan lahan sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya dan aktivitas budidaya pertanian dengan memperhatikan kaedah-kaedah konservasi tanah. g. Pelestarian dan perlindungan sumber mata air serta inventarisasi sumber daya air secara menyeluruh sehingga kerusakan ekosistem Sumber Daya Air dapat dicegah. h. Penertiban usaha penambangan galian C terutama yang berkaitan dengan kawasan sumber air.
Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

milik masyarakat yang jumlahnya cukup luas.

Lahan semacam ini jika tidak dihijaukan berpotensi semakin terdegradasi dan

VIII - 8

(Persero) CABANG I MALANG

Pengawetan Air Walaupun usaha-usaha pengawetan air pada dasarnya lebih sulit dari pengawetan tanah karena air merupakan komponen ekosistem yang dinamik, beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dalam rangka pengawetan air adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan pemanfaatan air permukaan dengan cara, antara lain : a) Pengendalian aliran permukaan untuk memperpanjang waktu air tertahan di atas permukaan tanah dan meningkatkan jumlah air yang masuk ke dalam tanah melalui : Pengolahan tanah untuk setiap aktivitas budidaya pertanian Penanaman tanaman menurut garis kontur (contour cultivation) Penanaman dalam strip (sistem penanaman berselang seling antara tanaman yang tumbuh rapat (misal rumput atau leguminosa) dan strip tanaman semusim Pembuatan teras yang dapat menyimpan air, misalnya teras bangku konservasi (Conservation Bench Terrace) Zingg Pembangunan waduk dan embung

b) Penyadapan air (water harvesting) c) Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dengan cara memperbaiki struktur tanah. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian tanaman penutup tanah (mulsa) atau bahan organik. d) Pengolahan tanah minimum (minimum tillage). 2. Pengelolaan Air Tanah (Soil Water Management), dapat dilakukan antara lain dengan: perbaikan drainase yang akan meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman melalui fasilitas drainase permukaan, drainase dalam, atau kombinasi keduanya. 3. Meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi melalui antara lain pengurangan tinggi penggenangan atau pemberian air, mengurangi kebocoran saluran irigasi dan galengan, pergiliran pemberian air dan pemberian air secara terputus. Dua aktivitas terakhir ini harus disertai dengan peraturan dan pengawasan yang ketat dan tegas. Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dalam kaitannya dengan pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air adalah :
Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 9

(Persero) CABANG I MALANG

1. Kali bersih dengan kontrol yang ketat terhadap pembuangan limbah domestik dengan membuat peraturan limbah domestik dan sosialisasi terhadap masyarakat tentang hidup sehat yang terkaitan dengan permasalahan sampah. 2. Pengelolaan sampah domestik secara terpadu dengan sistem daur ulang, pembuatan produk yang mudah didaur ulang, pemisahan jenis sampah organik dengan sampah anorganik. 3. Pengendalian/pengawasan pembuangan limbah industri sesuai dengan baku mutu yang sudah ditetapkan pemerintah. Pengendalian limbah industri dapat dilakukan dengan cara good house keeping (pengelolaan internal), minimasi limbah, dan pemantauan periodik. 4. Pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk industri, baik berupa IPAL individu (industri besar) atau IPAL bersama (industri kecil dan menengah). 5. Audit lingkungan. 8.3.2 Pendayagunaan SDA Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil. Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Beberapa komponen penting dalam pendayagunaan SDA yang telah di uraikan pada indikasi program menjadi titik tolak penyusunan konsep pengelolaan SDA Wilayah Sungai Barito-Kapuas. Dari Indikasi Program tersebut akan dijabarkan dalam matriks Indikasi Program Versus Konsepsi Pola khususnya dalam aspek pendayagunaan SDA. Dengan mengacu kepada arah kebijakan nasional dan memperhatikan hasil kajian terhadap isu-isu utama yang ada di WS. Barito-Kapuas serta analisis atas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap pengelolaan SDA, disusunlah arah kebijakan pengelolan sumber daya air di WS. Barito-Kapuas yang akan menjadi pedoman dalam penyusunan agenda pengelolaan SDA selama 20 tahun ke depan (2006-2025), sebagai penjabaran pelaksanaan misi dalam rangka mewujudkan visi pengelolaan SDA yang telah disepakati bersama.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 10

(Persero) CABANG I MALANG

Pendayagunaan SDA merupakan upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan Sumber Daya Air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna. Sumber air mengandung arti tempat atau wadah air alami dan atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Sumber air memiliki fungsi sosial, lingkungan dan ekonomi bagi kehidupan manusia yang perlu dipelihara keselarasannya. Pengelolaan sumberdaya air sampai saat ini belum memberikan kejelasan dalam hal proporsi antar fungsi sumber daya air, sehingga pendayagunaan lebih lanjut dari Sumber Daya Air dapat mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi yang menjurus kepada kerusakan atau menjadi bencana di kemudian hari dari sumber air. Di dalam menyelaraskan fungsi-fungsi tersebut, akan diperlukan sistem pengkajian, pemantauan dan evaluasi yang dapat memberikan data dan informasi yang transparan yang diperlukan didalam pengembangan pengelolaan sumber air lebih lanjut secara berkesinambungan. Transparansi dan akuntabilitas dari suatu pengelolaan sumber air akan menjamin keberlanjutan dari penyelenggaraan pengelolaan sumber air. Salah satu kunci di dalam upaya meningkatkan transparansi dan akuntabiliti dari suatu pengelolaan sumber air adalah dengan merumuskan, menentukan dan menetapkan zona pemanfaatan sumber air sebagai suatu unit terkecil didalam pengelolaan sumber air. Bupati/ Walikota dan Gubernur wilayah terkait, sesuai dengan kewenangannya bekerjasama merumuskan rencana Zona Pemanfaatan Sumber Air. Penetapan Zona Pemanfaatan Sumber Air di koordinasikan melalui wadah koordinasi sumber air (PPTPA) pada Wilayah Sungai Barito-Kapuas. Penetapan rencana Zona pemanfaatan sumber air merupakan bagian dari proses penyusunan pola pengelolaan SDA dan rencana induk pengelolaan SDA. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih meningkatnya nilai ekonomi air dibanding fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan Sumber Daya Air. Di sisi lain, pengelolaan Sumber Daya Air yang lebih bersandar kepada nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial Sumber Daya Air. Untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut akan diperlukan penetapan peruntukan air pada sumber air. Pemerintah, pemerintah daerah wajib menyelenggarakan berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang yang tinggal di wilayahnya. Jaminan tersebut menjadi tanggungan bersama antara pemerintah, pemerintah daerah,
Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 11

(Persero) CABANG I MALANG

termasuk di dalamnya menjamin akses setiap orang ke sumber air untuk mendapatkan air. Jaminan penataan sumber air secara layak akan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat.
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada aspek Pendayagunaan SDA di WS BARITO-KAPUAS diarahkan untuk dapat: 1. Mendayagunakan fungsi atau potensi yang terdapat pada sumber air secara berkelanjutan. 2. Mengupayakan penyediaan Air untuk berbagai kepentingan secara proporsional dan berkelanjutan. 3. Mengupayakan penataan sumber air secara layak. 4. Memanfaatkan sumber daya air dan prasarananya sebagai media/materi sesuai prinsip penghematan penggunaan, ketertiban dan keadilan, ketapatan penggunaan, keberlanjutan penggunaan, dan saling menunjang antara sumber air dengan memprioritaskan penggunaan air permukaan. 5. Meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air, dan atau peningkatan ketersediaan dan kualitas air. 6. Meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air dengan prinsip meningkatkan efisiensi alokasi dan distribusi kemanfaatan sumber air.

8.3.2.1 Penetapan zona pemanfaatan sumber air 1. Menetapkan rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota dalam zone pemanfaatan sumber air meliputi: hutan lindung, kawasan resapan air, sempadan sungai, sempadan pantai, cagar alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, tanaman lahan basah, tanaman lahan kering, rawan bencana dengan memperhatikan semua pengguna sumber air terakomodasi, meminimalkan dampak negatif kelestarian air, konflik penggunaan sumber air dari kawasan lindung dan fungsi kawasan. 2. Menetapkan zone pemanfaatan sumber air dikoordinasikan melalui Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air (PPTPA) Wilayah Sungai. 8.3.2.2 Peruntukan SDA 1. Menetapkan Perda peruntukan air dengan memperhatikan penyebaran penduduk di wilayah sungai. Proyeksi kebutuhan dan pemanfaatan air yang sudah ada untuk keperluan kolam ikan, PDAM dan irigasi dalam kurun waktu/ proyeksi 20 tahun kedepan. 2. Menetapkan peruntukan air yang dikoordiansikan melalui PPTPA wilayah sungai 8.3.2.3 Penyediaan SDA 1. Mengusahakan dan menyediakan air untuk irigasi sawah sesuai dengan luasannya, kebutuhan air minum di masing-masing kabupaten/ kota dan pelayanan kebutuhan kolam ikan. 2. Menyediakan sumber air sesuai dengan prinsip-prinsip urutan prioritas penyediaan air dan apabila menimbulkan kerugian bagi pemakai air
Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 12

(Persero) CABANG I MALANG

sebelumnya diatur bersama-sama dengan PPTPA WS. Barito-Kapuas dan memberikan kompensasi secara wajar kepada pemakai. 3. Memberikan prioritas yang tinggi kepada pemenuhan kebutuhan pokok seharihari dalam hal terjadi situasi kekeringan yang ekstrim, dengan menetapkan urutan prioritas yang disetujui oleh Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air WS. Barito-Kapuas yang ditetapkan 5 (lima) tahun sekali. 4. Penetapan Perda tata cara pemberian kompensasi dapat berupa; memperoleh penyediaan air dari sumber lain, memperoleh perpanjangan ijin, keringanan biaya jasa pengelolaan SDA, ganti rugi, program pembangunan. 8.3.2.4 Penggunaan SDA 1. Menetapkan Perda penggunaan air yang mengatur waktu izin menyangkut hak guna air paling sedikit 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun sesuai pertimbangan PPTPA WS. Barito-Kapuas. 2. 3. Pembentukan pemegang izin dilakukan dengan pertimbangan PPTPA WS. Barito-Kapuas. Hasil monitoring oleh pemerintah ditembuskan kepada PPTPA WS. BaritoKapuas. 8.3.2.5 Pengembangan SDA 1. 2. Pengembangan SDA dilakukan melalui tahapan perencanaan dan pelaksanaan dengan melalui pertimbangan PPTPA WS. Barito-Kapuas. Pengembangan SDA yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan tentang analisis mengenai dampak lingkungan. 3. Jika dalam pengembangan SDA sebagian masyarakat yang terkena dampak kegiatan menyatakan keberatan, maka rencana tersebut dapat ditinjau kembali. 4. Pengembangan teknologi modifikasi cuaca yang ditujukan untuk menambah volume air waduk, danau atau tampungan air hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan PPTPA WS. Barito-Kapuas. 8.3.2.6 Pengusahaan SDA Pengusahaan SDA dilakukan dengan memperhatikan pemanfaatan air untuk kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi dan memperhatikan lingkungan dan berkelanjutan SDA melalui konsultasi dengan PPTPA WS. Barito-Kapuas.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 13

(Persero) CABANG I MALANG

8.3.3 Pengendalian Daya Rusak Air Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat. Pengendalian Daya Rusak Air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. Daya rusak air dapat berupa banjir, kekeringan, erosi dan sedimentasi, longsoran tanah, banjir lahar dingin, amblesan tanah, perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi, dan fisika air, terancamnya kepunahan jenis tumbuhan dan/atau satwa, dan/atau wabah penyakit. Hal tersebut telah banyak menimbulkan kerugian baik yang terhitung maupun yang tidak terhitung. Dampak daya rusak air terhadap kondisi sosial-ekonomi yang utama adalah terganggunya aktivitas masyarakat dalam menjalankan kehidupannya. Pemerintah dan masyarakat telah banyak melakukan upaya pengendalian baik yang bersifat upaya pencegahan sebelum terjadi bencana, upaya penanggulangan pada saat terjadi bencana, dan upaya pemulihan akibat bencana. Sejalan dengan kepentingan yaitu untuk pemerintah, mempercepat pemerintah daerah Provinsi,

Kabupaten/Kota

terwujudnya

kesejahteraan

masyarakat melalui upaya peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, maka upaya peningkatan sistem pencegahan dan penanggulangan bencana dan pemulihan fungsi sarana dan prasarana berkaitan dengan daya rusak air perlu dilaksanakan.
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada aspek Pengendalian Daya Rusak Air di WS BARITOKAPUAS diarahkan untuk dapat: 1. Mengupayakan Keberlangsungan Aktivitas Masyarakat dan terlindunginya sarana dan prasarana pendukung aktivitas masyarakat. 2. Mengupayakan sistem pencegahan bencana akibat daya rusak air. 3. Meningkatkan sistem penanggulangan bencana. 4. Memulihkan fungsi sarana dan prasarana guna pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. 5. Meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan daya rusak air.

8.3.3.1

Pencegahan Bencana Alam rawan banjir, kekeringan, erosi, sedimentasi, tanah longsor, banjir lahar dingin, amblesan tanah, perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi dan fisika air, terancam kepunahan jenis tumbuhan dan atau satwa serta wabah penyakit yang dikonsultasikan kepada PPTPA WS. Barito-Kapuas.

1. Menetapkan kawasan rawan bencana alam dalam zona-zona dengan Perda

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 14

(Persero) CABANG I MALANG

2. Pengendalian pemanfaatan kawasan rawan bencana dengan melibatkan masyarakat. 3. Peringatan dini dilakukan di lokasi yang rawan bencana. 4. Melakukan penyebaran berita melalui radio yang ditetapkan oleh pemerintah. 8.3.3.2 1. Penanggulangan Bencana Alam Pelaksanaan tindakan penanggulangan kerusakan dan atau bencana akibat daya rusak air dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama masyarakat yang dibantu oleh PPTPA WS. Barito-Kapuas. 2. 3. Penyampaian berita tentang kejadian bencana alam di sebar luaskan melalui radio. Penetapan prosedur operasi standar penanggulangan kerusakan bencana akibat 4. daya rusak air ditetapkan melalui Perda masing-masing Kabupaten/Kota dan Provinsi. Pernyataan Pemerintah Kabupaten/Kota atau Provinsi tentang tingkat kejadian bencana alam diperlukan pembahasan dengan PPTPA WS. BaritoKapuas. 8.3.3.3 Pemulihan Bencana Alam

Pemulihan daya rusak air oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan semua unsur, elemen masyarakat, dilakukan dengan melalui radio dalam acara Pengelolaan Sumber Daya Air WS. BaritoKapuas.

8.3.3.4 Antisipasi Perkembangan Kebutuhan Pembangunan Pengelolaan sumber daya air perlu melihat ke depan agar dapat memperkirakan proyeksi pengembangan dan dampaknya terhadap kebutuhan air. Berbagai permasalahan yang telah muncul pada saat ini jika tidak diantisipasi akan berkembang dan menjadi persoalan yang sulit untuk diselesaikan. wilayah telah pula disampaikan. Tabel berikut ini adalah matriks indikasi program dan konsepsi Pola Pengelolaan SDA WS Barito-Kapuas. Selain permasalahan, berbagai isu strategis berkaitan dengan rencana pembangunan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 15

(Persero) CABANG I MALANG

Tabel 8.1 Matriks Indikasi Program Dan Konsep Pola PSDA


NO A. UMUM 1 Melaksanakan dan meningkatkan koordinasi antar para pemilik kepentingan sumber daya air dalam wadah koordinasi tingkat kabupaten/kota dan wilayah sungai Barito-Kapuas Menyusun dan menetapkan Rencana Induk pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai Barito-Kapuas berdasarkan pola pengelolaan sumber daya air pada tahun 2008. Mewujudkan sinergi dan mencegah konflik antar wilayah dan antar sektor dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional, persatuan dan kesatuan bangsa, serta memperhatikan kebutuhan generasi sekarang dan akan datang. Menetapkan dan menerapkan pola pengelolaan sumber daya air yang didasarkan atas wilayah Menerapkan prinsip kesimbangan antara permintaan dan penyediaan air dan daya air dengan pola pengelolaan SDA secara terpadu dan berkelanjutan Menyusun perencanaan pengelolaan SDA agar upaya konservasi dan pendayagunaan SDA lebih seimbang Menerapkan pengelolaan sumber daya air terpadu di wilayah sungai Barito-Kapuas, target 25% tahun 2011, 50% tahun 2016, 100% tahun 2026. INDIKASI PROGRAM KONSEPSI POLA KETERANGAN

Menerapkan rencana pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai Barito-Kapuas secara bertahap dimulai tahun 2009.

Penerapan keterpaduan disusun dengan memperhatikan wadah koordinasi, pola pengelolaan sumber daya air, rencana induk, pelaksana, pembiayaan, dan SIM yang pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap.

Mengembangkan dan menerapkan instrumen kebijakan untuk mendorong alokasi air dan penggunaan yang efektif dan efisien serta memberikan manfaat sosial ekonomi paling besar bagi masyarakat dengan memperhatikan kaidah lingkungan hidup.

Mengembangkan sistem alokasi air untuk kebutuhan pokok mahluk hidup termasuk pertanian rakyat sebagai prioritas utama,sedangkan alokasi untuk kebutuhan lainnya dengan memperhatikan nilai lingkungan dan ekonomi air

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 16

(Persero) CABANG I MALANG

NO 5

INDIKASI PROGRAM Menetapkan dan melaksanakan pedoman perhitungan biaya jasa pengelolaan sumber daya air dalam upaya konservasi, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air untuk para pemilik kepentingan sumber daya air di WS Barito-Kapuas Menyelenggarakan sistem pembiayaan yang menerapkan prinsip penerima manfaat dan pencemar menanggung biaya jasa pengelolaan sumber daya air dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sehingga pengelolaan sumber daya air dapat dilakukan secara efektif, efisien, berkeadilan dan berkelanjutan. Melaksanakan rasionalisasi, restrukturisasi, dan refungsionalisasi kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang menuju terciptanya pemisahan fungsi pengaturan, fungsi pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan, fungsi pemanfaatan, dan fungsi koordinasi di WS Barito-Kapuas dengan tetap menjaga sinergi antarfungsi. Penyuluhan peraturan perundang-undangan tentang sumber daya air kepada seluruh masyarakat didalam WS BaritoKapuas

KONSEPSI POLA Menetapkan pedoman tentang standar pelayanan dan jasa pengelolaan SDA dan memberlakukan pedoman tersebut dalam upaya konservasi,pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air yang dilaksanakan oleh pemilik kepentingan SDA. Menerapkan diversifikasi sumber pembiayaan pengelolaan SDA . Menyelenggarakan sistem pembiayaan pengelolaan sumber daya air meliputi bukan hanya untuk kebutuhan teknis tetapi juga untuk pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada berkelanjutan Melaksanakan rasionalisasi kelembagaan pengelolaan sumber daya air di tingkat nasional, Provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah sungai agar lebih efektif dan efisien dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan kewenangannya.

KETERANGAN

Rasionalisasi adalah penyesuaian kelembagaan termasuk kompetensi sumber daya manusianya agar sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing

Pembentukan wadah koordinasi sumber daya air wilayah sungai Barito-Kapuas sesuai dengan kebutuhan.

Sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang sumber daya air kepada seluruh masyarakat. Mengembangkan sistem penegakan hukum dengan menetapkan pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagai polisi jaga air sesuai dengan pasal 93 Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air serta menyediakan pos-pos pengaduan. Melaksanakan koordinasi antar pemilik kepentingan SDA dalam wadah koordinasi tingkat Nasional, kabupaten/kota dan wilayah sungai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 17

(Persero) CABANG I MALANG

NO

INDIKASI PROGRAM

KONSEPSI POLA

KETERANGAN

B. KONSERVASI SUMBER DAYA AIR Menetapkan dan mengelola daerah resapan air dalam rangka mengupayakan peningkatan ketersediaan air dan pengurangan daya rusak air melalui rehabilitasi hutan dan lahan kiritis, menghambat laju penebangan liar dan degradasi hutan dan lahan, mengembangkan dan merehabilitasi prasarana dan sarana konservasi sumber daya air. Merehabilitasi hutan dan lahan kritis untuk WS.BaritoKapuas dengan prioritas daerah hulu sungai Barito dan Kapuas serta bantaran sungai, dengan target 12.5 % di tahun 2011,25 % di tahun 2016 ,50 % di tahun 2026, serta menghambat laju penebangan liar dan degradasi hutan & lahan. Mengembangkan dan merehabilitasi prasarana dan sarana konservasi SDA dengan target minimal 25 % tiap 5 tahun (small and medium pond, sumur resapan, Checkdam,groundsill,teknik pemanenan hujan dll) -. Perlu melakukan pematokan batas sempadan sumber air -. Sosialisasi dan desiminasi mengenai fungsi dan manfaat sempadan sumber air -. Perlunya penyuluhan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran sempadan sumber air

Menetapkan dan mengelola kawasan danau, waduk, rawa dan mata air dengan aturan : a. Sekurang kurangnya 500 (lima ratus) meter dari muka air tertinggi danau dan waduk ke arah darat harus berfungsi sebagai sabuk hijau b. Sekurang kurangnya 200 (dua ratus) meter dari muka air tertinggi rawa ke arah darat harus berfungsi sebagai sabuk hijau c. Sekurang kurangnya 100 (seratus) meter dari dari muka air tertinggi embung ke arah darat harus berfungsi sebagai sabuk hijau d. Sekurang kurangnya 200 (dua ratus) meter di sekeliling mata air harus berfungsi sebagai sabuk hijau Menetapkan dan mengelola daerah batas sempadan sungai, danau, rawa, embung, situ, waduk dengan prioritas daerah permukiman. Meningkatkan upaya pemeliharaan sumber air (antara lain : danau, embung, rawa, mata air ) dan pengawetan air berupa pembangunan antara lain: waduk dan embung.

3 4

Menata daerah sempadan sungai utamanya di daerah permukiman, danau dan waduk dengan target 15% tiap 5 tahun. Pemeliharaan embung dan rawa serta mata air Pembangunan Embung Pembangunan Waduk

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 18

(Persero) CABANG I MALANG

NO 5 6

INDIKASI PROGRAM Meningkatkan upaya pengamanan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan penambangan bahan galian C pada sumber air dan kegiatan Mendorong dan mengupayakan pembangunan sistem pengelolaan limbah cair komunal di kawasan permukiman dan kawasan industri. Mendorong upaya pengawetan air melalui pembudayaan prinsip 3 (tiga) R (reduce, reuse,recycle).

KONSEPSI POLA Menyusun aturan,melaksanakan penyuluhan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran penambangan galian C. -. Pembangunan baru IPAL penduduk komunal -. Menyusun aturan, melaksanakan penyuluhan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran. -. Meningkatkan monitoring dan pengawasan kualitas air limbah. Mengupayakanpengelolaan permintaan air yang effektip dan effesien (reduce,reuse,recycle) serta sekaligus mengkampanyekan budaya hemat air dengan target minimal pada 25 % pengguna air dan target minimal 5 % dari kehilangan air tiap 5 tahun -. Menentukan baku mutu sumber air. -. Pemantauan kualitas sumber air -. Penertiban sumber pencemar dengan mengolah limbah sebelum dibuang Menetapkan alokasi air dan hak guna air pada lokasi sumber air Perlu dipersiapkan Perda Hak Guna Air Perlu dibuat ketetapan prioritas penggunaan air Perlu ditetapkan kebutuhan pokok minimal kehidupan sehari hari air per kapita (lt/kapita/hari) Penyediaan pasokan air dengan target minimal 25% tiap 5 tahun guna memenuhi kekurangan pasokannya. Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana air baku untuk air minum dengan target pelayanan: 65 % untuk tahun 2011,70 % untuk tahun 2016 dan 80 % untuk tahun

KETERANGAN

8 9

Memperbaiki kualitas air pada sumber air dengan cara antara lain: aerasi, pemulihan, secara biologi. Membangun sistem pemantauan kualitas air pada sumber air dan kualitas limbah cair secara berkelanjutan, dengan target efektif 2010.

C. PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR 1 2 Menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air. Menetapkan alokasi dan hak guna air bagi pengguna yang sudah ada dengan target penyelesaian paling lambat pada tahun 2010. Menyediakan pasokan untuk memenuhi kebutuhan air sesuai dengan prioritas dan rencana alokasi yang telah ditetapkan, selambat-lambatnya pada tahun 2025. Menyediakan pasokan air baku untuk air minum sehingga pada tahun 2015 dapat memenuhi separuh jumlah penduduk yang belum memiliki akses air minum.

3 4

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 19

(Persero) CABANG I MALANG

NO 6 7

INDIKASI PROGRAM Memelihara fungsi sistem irigasi yang sudah ada dengan menyelenggarakan operasi dan pemeliharaan untuk seluruh jaringan irigasi dan rawa yang ada. Merehabilitasi dan/atau meningkatkan jaringan irigasi dan rawa untuk mengembalikan dan/atau menigkatkan kinerja seluruh jaringan irigasi dan rawa.

KONSEPSI POLA 2021.(rencana program kegiatan ) Memelihara fungsi sistem irigasi yang sudah ada dengan menyelenggarakan operasi dan pemeliharaan untuk seluruh jaringan irigasi yang ada serta rehabilitasi jaringan irigasi Merehabilitasi dan meningkatkan jaringan irigasi dengan target 9685 ha tiap 5 tahun pada daerah yang telah ditempati penduduk, serta mengembangkan dan menerapkan teknologi pengelolaan rawa termasuk pengembangan perikanan rawa dan memberdayakan masyarakat agar penduduk yang bermukim di daerah rawa dapat hidup secara harmoni dengan lingkungannya. Mengupayakan pengelolaan permintaan air yang efektif dan efisien dengan target minimal pada 25% pengguna air dan target minimal 5% dari kehilangan air tiap 5 tahun Mencegah pendayagunaan SDA pada kawasan suaka alam danKawasan pelestarian Pengendalian pendayagunaan SDA pada kawasan lindung Mengembangkan dan menerapkan mekanisme pengelolaan SDA antar kepentingan sektor,antar wilayah sungai tanpa mengorbankan lingkungan Mengembangkan potensi SDA untuk menunjang kebutuhan berbagai sektor dan mendukung perkembangan ekonomi secara effektip dan effisien dengan mempertimbangkan kepentingan antar sektor,wilayah dan dampak jangka panjang. Menyusun persyaratan dan prosedur pengelolaan sedimen pada sumber air pada tahun 2009 dan penerapannya secara konsisten Menyempurnakan persyaratan dan sistem pemantauan penambangan bahan galian pada 2009

KETERANGAN

8 9 10

Mengupayakan pengelolaan permintaan air (demand management) yang efektif dan efisien (reduce, reuse). Mengendalikan penggunaan air melalui mekanisme perizinan berdasarkan rencana alokasi air yang telah ditetapkan. Menyusun dan melaksanakan program pengembangan sumber daya air terpadu berdasarkan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air, dengan memperhatikan kepentingan antar sektor dan antar wilayah sungai dengan tidak mengorbankan lingkungan. Mendorong pengembangan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan energi listrik, perikanan, pariwisata, olah raga air, dan transportasi air Menyusun dan menetapkan rencana pengelolaan sedimen pada sumber air berdasarkan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air. Menyusun dan menetapkan mekanisme perizinan dan sistem pemantauan penambangan bahan galian di sumber air.

11

12 13

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 20

(Persero) CABANG I MALANG

NO 14 15 16

INDIKASI PROGRAM Menerapkan Perda penerima manfaat menanggung biaya jasa pengelolaan sumber daya air secara konsisten. Merasionalisasikan biaya pengelolaan sumber daya air, sehingga biaya jasa pengelolaannya lebih terjangkau. Menetapkan sistem perizinan dan sistem pengawasan pengusahaan sumberdaya air. Inventarisasi perubahan fungsi lahan yang menyebabkan masalah banjir. Pengkajian ulang tata ruang pada kawasan rawan banjir dan kawasan penyebab banjir, dan revitalisasi serta pengendaliannya. Meningkatkan penegakan hukum yang konsisten atas pelanggaran tata ruang, tata kota dan tata bangunan. Menyebarluaskan dan menciptakan sistem perizinan dengan prinsip zero delta q policy

KONSEPSI POLA Menetapkan pedoman perhitungan biaya jasa pengelolaan SDA serta metode pembebanannya kepada para pemanfaat, dengan target selesai tahun 2009 Mengeffisienkan pengelolaan SDA, sehingga biayan jasa pengelolaan terjangkau Koordinasi dalam Penyusunan PERDA

KETERANGAN

D. PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR 1 2 3 4 Menyiapkan informasi daerah rawan banjir dan sosialisasi kepada masyarakat Perencanaan tata ruang perlu memperhatikan kemungkinan terjadinya banjir Sosialisasi PERDA kepada masyarakat dan mengajak masyarakat ikut peran serta Prinsip zero delta q policy perlu dimasukan ke dalam penyusunan norma, standar, pedoman, dan manual pengembangan kawasan. Menciptakan sistem perizinan bagi pelaku pengubah daerah tangkapan air Melakukan upaya pengendalian erosi dan sedimen pada daerah yang dikembangkan Daerah yang menerima manfaat dari perlindungan banjir dikenakan kontribusi,yang akan diberikan sebagai kompensasi kepada daerah yang dapat memberi manfaat penanggulangan bahaya banjir di hilirnya. Meningkatkan kesiapan dan ketahanan pemilik kepentingan dalam menghadapi segala akibat daya rusak air Mencegah pengembangan permukiman dan bangunan lainnya yang akan menyebabkan terjadinya inundasi (genangan yang berlebihan)

Menyiapkan, menerapkan, dan mengevaluasi pelaksanaan sistem insentif dan disinsentif antara hulu-hilir. Menerapkan sistem peringatan dini kepada masyarakat dan menyiapkan sistem evakuasi, serta menyelenggarakan simulasi dalam rangka menghadapi banjir. Melakukan pencegahan perubahan fungsi daerah manfaat sungai.

6 7

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 21

(Persero) CABANG I MALANG

NO 8 9

INDIKASI PROGRAM Meningkatkan pemberian informasi mengenai kawasan rawan bencana akibat daya rusak air. Melakukan perlindungan daerah permukiman, prasarana umum, dan daerah produksi nonpertanian dengan prasarana pengendalian banjir terhadap banjir tahunan dengan resiko sama atau lebih besar 4 (empat) persen serta perlindungan daerah produksi pertanian terhadap banjir dengan resiko sama atau lebih besar 10 (sepuluh) persen. Mengintegrasikan pengelolaan drainase perkotaan, pengendalian air larian di tingkat kawasan dengan prasarana pengendalian banjir. Melakukan pemisahan prasarana pembuangan limbah cair dan drainase, utamanya pada daerah pengembangan baru. Melakukan kegiatan tanggap darurat yang terdiri dari evaluasi tingkat bahaya dan kesiap-siagaan menghadapi bencana. Dalam keadaan terjadi bencana dilakukan upaya penyelamatan jiwa manusia, perbaikan darurat prasarana sumber daya air dan prasarana umum lainnya. Merehabilitasi kerusakan baik secara struktural maupun nonstruktural.

KONSEPSI POLA Menyediakan informasi daerah rawan banjir dan disosialisasikan kepada masyarakat Melakukan perlindungan daerah permukiman, prasarana umum, dan daerah produksi non pertanian terhadap banjir 25 tahunan sampai dengan tahun 2025 serta perlindungan daerah produksi pertanian terhadap banjir 10 tahunan Membuat perencanaan yang terpadu antara drainasi perkotaan dengan sistem pengendalian banjir kawasan tersebut Menyusun pedoman penanggulangan bencana banjir pada masing masing sungai yang rawan banjir. Menyiapkan bahan untuk penanggulangan darurat seperti,karung pasir,bronjong kawat,perahu karet,pompa pompa air,tenda tenda,cerucuk dll. Menyiapkan lokasi lokasi untuk evakuasi, Penanggulangan darurat prasaran SDA seperti tanggul yang bocor ,jembatan yang limpas dll Rekonstruksi bangunan bangunan yang rusak akibat daya rusak air,terutama revitalisasi obyek umum yang mengalami kerusakan Menanggulangi stress atau trauma masyarakat yang tertimpa musibah daya rusak air Mengikut sertakan masyarakat dan pihak swasta dalam rangka revitalisasi sarana dan prasarana umum maupun SDA yang rusak akibat daya rusak air Perlu adanya sharing dalam pembiayaan penanggulangan daya rusak air antara daerah dan pusat

KETERANGAN

10 11 12

13 14

15 16

Menumbuhkembangkan peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan pemulihan akibat bencana. Menyediakan pembiayaan untuk penanggulangan daya rusak air yang bersumber dari dana APBN dan APBD dalam jumlah yang memadai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 22

(Persero) CABANG I MALANG

NO

INDIKASI PROGRAM

KONSEP POLA

KETERANGAN

E. PEMBERDAYAAN DAN PENINGKATAN PERAN MASYARAKAT, SWASTA, DAN PEMERINTAH 1 Menyelenggarakan pendampingan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kepedulian dan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya air di setiap wilayah sungai secara berkelanjutan. Menumbuhkan prakarsa serta memberikan peran kepada masyarakat disertai dengan pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. Memberikan pengakuan hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dalam pengelolaan sumber daya air pada wilayahnya. Melakukan penyuluhan, pelatihan, dan pembinaan dalam menyikapi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sumber daya air kepada dunia usaha. Menyiapkan peraturan daerah yang kondusif dan menyebarluaskan program SDA bagi dunia usaha untuk berperan serta dalam pengelolaan sumber daya air Menyesuaikan dan menyempurnakan kelembagaan pemerintah di kabupaten/kota dan wilayah sungai dalam pengelolaan sumber daya air sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menyusun dan menerapkan standar kompetensi sumber daya manusia yang sesuai dengan tugas pokoknya dalam pengelolaan sumber daya air. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka memenuhi standard kompetensi. Meningkatkan kemampuan komunikasi, kerjasama, dan koordinasi antarlembaga pemerintah yang terkait dalam Menyelenggarakan pendampingan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia pemilik kepentingan dengan target minimal satu kali dalam setahun pada seluruh yang telah terbentuk dewan sumber daya airnya Memberi peran kepada masyarakat disertai dengan pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan SDA pada Wilayah Sungai

3 4 5 6

Sosialisasi UU no 7 tahun 2004 Menciptakan kepastian hukum bagi swasta untuk berperan dalam pengelolaan SDA Meningkatkan kinerja lembaga Pemeritah dalam pengelolaan sumber daya air Penerapan NSPM Pelatihan yang terorganisir melalui dewan air

7 8 9

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 23

(Persero) CABANG I MALANG

NO 10

INDIKASI PROGRAM pengelolaan sumber daya air. Melibatkan semua pemilik kepentingan melalui prinsip keterwakilan dalam pengelolaan sumber daya air dan melaksanakan penyuluhan keberadaan wadah koordinasi SDA. Menyusun tata tertib koordinasi dan pengambilan keputusan wadah koordinasi sumber daya air dan meningkatkan konsultasi serta koordinasi antar wadah koordinasi SDA baik secara horisontal maupun vertikal.

KONSEP POLA Membentuk Dewan Sumber Daya Air yang melibatkan semua pemilik kepentingan melalui prinsip keterwakilan dalam pengelolaan SDA . Meningkatkan konsultasi dan koordinanasi antar wadah koordinasi SDA baik secara horisontal maupun vertikal.

KETERANGAN

11

F. KETERBUKAAN DAN KETERSEDIAAN DATA DAN INFORMASI SUMBER DAYA AIR.


1 Mengembangkan sistem informasi sumber daya air dalam WS BaritoKapuas yang terpadu dan didukung oleh kelembagaan yang tangguh serta responsif, sistem pembiayaan yang memadai, sehingga mampu menyampaikan data dan informasi yang akurat, tepat waktu, berkelanjutan. Memfasilitasi penyediaan data meliputi data hidrologi, hidrogeologi, hidrometeorologi, prasarana sumber daya air, kebijakan sumber daya air, teknologi sumber daya air, dll. Membangun jaringan informasi sumber daya air dalam WS Barito-Kapuas yang melibatkan seluruh pihak terkait dengan sumber daya air, dan mengembangkan partisipasi masyarakat secara luas dalam memberikan informasi tentang SDA. Meningkatkan pelayanan informasi pengelolaan sumber daya air dengan penyediaan data dan informasi melalui website dan media lainnya. Membangun jaringan basis data dalam WS Barito-Kapuas Menerapkan prosedur operasi standard tentang keterbukaan data dan Meningkatkan ketersediaan data dan informasi sumber daya air secara akurat, tepat waktu, transparan, berkelanjutan, dan mudah diakses, serta berorientasi pada pengguna. Memberikan hak memperoleh informasi tentang pengelolaan sumber daya air kepada masyarakat. Membangun jaringan bank data dan basis data dengan sasaran 50% wilayah sungai pada tahun 2011 dan 100% wilayah sungai 2016. Meningkatkan pemerataan informasi pengelolaan SDA dengan menghilangkan kendala dan masalah yang menghambat pemerataan informasi pengelolaan SDA Membangun sistem pengelolaan data dan informasi Meningkatkan keterbukaan publik dalam

2 3

5 6

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 24

(Persero) CABANG I MALANG

NO

INDIKASI PROGRAM informasi kepada masyarakat

KONSEP POLA proses penyusunan kebijakan dan pengelolaan sumber daya air. Menetapkan standar untuk pengkodean data.

KETERANGAN

Menerapkan standar untuk format, kodifikasi, klasifikasi, proses data, dan metode/prosedur pengumpulan data dan informasi.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 25

(Persero) CABANG I MALANG

8.3.4 Kelembagaan dan Peran Masyarakat Dengan terbentuknya Balai Wilayah Sungai Kalimantan II yang menangani WS Barito-Kapuas yang mulai diberlakukan tahun 2007 maka selama masa peralihan tersebut diharapkan adanya koordinasi dengan institusi lainnya yang terkait dengan pengelolaan SDA di Wilayah Sungai Barito-Kapuas. Beberapa kelembagaan terkait tersebut adalah : 1. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Kalimantan Tengah 2. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Kalimantan Selatan 3. Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Barito-Kapuas 4. Dinas Pengairan / Sumber Daya Air Kabupaten 5. PTPA di Tingkat Provinsi dan PPTPA ditingkat Kabupaten 6. Instansi lain yang terkait Badan Pengelola WS Barito-Kapuas Konsep Dewan Sumber Daya Air Mengacu pada Undang Undang SDA No 7 Tahun 2004 disebutkan bahwa kelembagaan dewan Sumber Daya Air termuat dalam dalam BAB XII, Pasal 85, 86 dan 87 tentang koordinasi pengelolaan. Selain itu keberadaan Dewan Sumber Daya Air juga disinggung pada BAB II Pasal 14 tentang kewenangan presiden. Menurut pasal-pasal ini dewan Sumber Daya Air disebut sebagai wadah koordinasi untuk menjamin tercapainya keterpaduan pengelolaan Sumber Daya Air, disamping itu sebagai sarana mengintergrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah dan pemegang kepentingan dalam bidang sumber daya air (Pasal 85). Pasal 86 berisi tentang panduan tugas pokok, keanggotaan serta susunan organisasi dan tata kerja. Sedang dalam Pasal 87 memuat basis pembentukan Dewan Air, jenjang organisasi dewan air mengikuti jenjang administrasi pemerintahan, hubungan antar jenjang dewan air serta pedoman pembentukan dewan air. Lebih lanjut Pasal 86 menyebutkan bahwa : a. Tugas pokok Dewan Sumber Daya Air adalah menyusun dan merumuskan kebijakan strategi serta strategi pengelolaan sumberdaya air b. Dewan air sebagai wadah koordinasi beranggotakan Unsur Pemerintah dan Unsur Non Pemerintah dalam jumlah yang seimbang atas dasar prinsip keterwakilkan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 26

(Persero) CABANG I MALANG

c. Susunan organisasi dan tata kerja dewan air sebagai wadah koordinasi akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden Sementara Pasal 87 menyatakan bahwa : a. Koordinasi pada tingkat nasional dilakukan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional yang dibentuk oleh pemerintah dan pada tingkat provinsi dilakukan oleh wadah koordinasi dengan nama Dewan Sumber Daya Air Provinsi atau dengan nama lain yang dibentuk oleh pemerintah provinsi sedangkan untuk koordinasi pada tingkat kabupaten/ kota dapat dibentuk wadah koordinasi dengan nama lain oleh pemerintah kabupaten/ kota. b. Wadah koordinasi pada Wilayah Sungai dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai yang bersangkutan c. Hubungan kerja antar wadah koordinasi tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan wilayah sungai bersifat konsutatif dan koordinatif d. Pedoman mengenai pembentukan wadah koordinasi pada tingkat provinsi, kabupaten/ kota dan Wilayah Sungai diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri yang membidangi Sumber Daya Air. Dari diskripsi diatas dapat ditarik beberapa konsepsi utama tentang dewan air sebagai berikut : a. Ada lima tingkatan atau bentuk dewan sumberdaya air yaitu tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan Dewan Sumber Daya Air Wilayah Sungai khusus apabila Wilayah Sungai bersifat (a) Lintas Provinsi, Lintas Kabupaten/ Kota atau (b) Lintas Negara. b. Keberadaan dean air nampak dimaksudkan untuk memberikan warna koloboratif dan koordinatif dalam pengelolaan Sumber Daya Air. Ini tercermin dalam pernyataan dewan pengelolaan Sumber Daya Air yang terdiri dari semua pemangki kepentingan (pemerintah dan perwakilan masyarakat umum dan industri pengguna air) secara proporsional. Susunan keanggotaan ini berbeda dengan konsep dewan serupa di Undang Undang sebelumnya. c. Hingga sat ini belum ada bentuk baik mengenai dewan air baik nasional maupun provinsi. Dengan demikian dewan air diharapkan untuk menjamin terwujudnya asas Community Based dalam pengelolaan SDA.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 27

(Persero) CABANG I MALANG

Berdasarkan hal diatas beberapa rekomendasi dalam pembentukan dewan sumberdaya air wilayah sungai adalah sebagai berikut : a. Dewan air, harus menjadi satu-satunya wahana koordinasi Stakeholder yang menerapkan mitra Stakeholders dalam pengambilan keputusan (One Decision Making Process) untuk menjamin tercapainya sebagai wujud dari prinsip One River One Plan One Management Dewan Sumber Data Air harus menjadi satu-satunya tempat dan proses perencanaan pengelolaan. Ini hanya dimungkinkan kalau keanggotaannya sudah mencakup semua stake holder yang secara faktual punya kepentingan terhadap DAS. b. Legitimacy. Dewan Sumber Air WS Barito-Kapuas harus diakui oleh semua stakeholders yang ada di kabupaten/ kota terkait dengan wilayah sungai baik jajaran pemerintah, swasta maupun masyarakat. Pengakuan dapat berujud dokumen formal yang ditandatangai oleh semua pemangku kepentingan, misalnya dalam bentuk nota kesepakatan (Memorandum of Understanding) c. Partisipasi yang Luas, Semua pemangku kepentingan yang telah teridentifikasi kepentingannya atas DAS harus tahu dan ambil bagian dalam proses perencanaan. (Pemangku kepentingan stakeholders adalah mereka yang menimbulkan dan terkena dampak pengelolaan DAS), dan idealnya para pemilik properti, operator industri (barang dan jasa) harus berperan dalam perencanaan. d. Keterwakilkan yang proporsional dan setara, Mengingat kesenjangan antara teori dan praktis dalam aspek institusi selama ini, keterwakilkan pihak yang terkena dampak bisa dinyatakan dalam posisi penting mereka dalam dewan air, yakni mereka memiliki peran kepemimpinan dan bukan anggota. e. Memiliki Kapasitas Pengambilan Keputusan, Secara teoritik dewan air yang efektif minimal bersifat Advisory kepada pemerintah. Namun dalam kenyataannya di Indonesia lembaga yang tidak memiliki wewenang eksekusi biasanya akan berhenti sebagai organisasi tanpa peran penting. Namun hal ini tidak disebutkan dalam UU SDA No 7 2004. Untuk itu Dewan sumber daya air harus memiliki paling tidak peran kontrol, yang bisa diwujudkan dalam bentuk pro aktif saat perencanaan dan penentuan kebijakan umum pengelolaan. Oleh karena itu dewan ini seharusnya memprakarsai pembentukan / penyusunan Rencana Induk Pengelolaan SDA nantinya.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 28

(Persero) CABANG I MALANG

f. Memiliki Kejelasan Peran. Pemahaman dan kesepakatan yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab antara pemerintah, industri dan masyarakat pengenalan dalam dan proses pengelolaan peran antar DAS adalah esensial provinsi bagi dan keberhasilan pengelolaan dan pengaturan kerja. Termasuk disini adalah kejelasan pemerintah kabupaten/kota yang harus disepakati dari awal. g. Mekanisme Penyelesaian Sengketa. Dewan sumberdaya air wahana sebagai perencanaan kemitraan pengelolaan yang kolaboratif harusmenyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin timbul antar pemangku kepentingan yang tidak bisa diselesaikan secara internal. Secara lebih rinci sebagai otonom Dewan Sumber Air WS Barito-Kapuas diharapkan bisa memfungsikan diri dalam : 1. Perumusan kebijakan dan Rencana Induk Pengelolaan SDA WS BaritoKapuas 2. Edukasi dan promosi bagi berhasilnya Pola Pengelolaan yang dihasilkan 3. Pembinaan Jejaring dan pertukaran informasi 4. Perumusan Standar Alokasi hak PEMANFAATAN PASOKAN AIR 5. Rumusan Standar pengendalian daya rusak air dan resiko sumberdaya air, teknik perlakuan dan penggunaan kembali air, konservasi dan proteksi, pengendalian polusi dan pengelolaan kualita air 6. Perumusan Regulasi Pengelolaan 7. Pengendalian dan penegakan 8. Perumus mekanisme dan wadah bagi penyelesaian sengketa

8.4

STRATEGI PENGELOLAAN SDA WILAYAH SUNGAI

8.4.1. Umum Strategi pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) WS. Barito-Kapuas disusun berdasarkan arah kebijakan nasional pengelolaan SDA, permasalahan sumber daya air yang ada di WS. Barito-Kapuas, masukan dan usulan dari Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) I dan analisis konsultan yang didasarkan analisa

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 29

(Persero) CABANG I MALANG

SWOT dan rasionalisasi program (analisis Hymos dan Ribasin) serta penentuan prioritas program berdasarkan pada kebutuhan mendesak. Arah kebijakan pengelolaan SDA WS.Barito-Kapuas mengacu pada arah kebijakan nasional yang telah diatur dalam Undang Undang no 7 tahun 2004 tentang SDA yang meliputi: Konservasi SDA, Pendayagunaan SDA dan Pengendalian Daya Rusak Air Langkah langkah dalam Perumusan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air ditetapkan sebagai berikut : 1. Tinjauan Atas Lingkup Kebijakan Nasional dan Provinsi serta Kebijakan Pengelolaan Wilayah Sungai Barito-Kapuas 2. Kajian Strategi Yang Diusulkan dengan Prioritas yang sesuai dengan Kondisi Wilayah Sungai Barito-Kapuas 3. Analisa Kecenderungan Masa Lalu, Sekarang dan Mendatang, dalam Aspek Sumber Daya Air (Mencakup Sosial Ekonomi, Kelembagaan, Fisik DAS, Wilayah Sungai, Ketersediaan dan Kebutuhan Air) dan Sektor Terkait 4. Tinjauan Atas Permasalahan yang di-Identifikasi dalam Potensi dan Tantangan untuk menjamin bahwa Strategi yang dirumuskan, tanggap terhadap berbagai permasalahan tersebut 5. Perumusan Strategi dan Komponennya yang mengacu pada Isu Pokok 8.4.2. Konservasi SDA WS. Barito-Kapuas 8.4.2.1. Pola Konservasi WS Barito-Kapuas Dalam merancang konservasi di WS Barito-Kapuas yang dilakukan terhadap setiap sub DAS yang tercakup dalam kawasan wilayah sungai tersebut, hasil analisis dari data biofisik merupakan parameter utama yang menjadi pertimbangan yang akan dilaksanakan. Parameter biofisik tersebut mencakup: (a) Erosi aktual serta penyebarannya dalam satu kawasan Sub DAS, (b) Kedalaman tanah, (c) Kondisi penutupan lahan, (d) Kondisi lereng, terutama ditekankan pada lereng dengan kemiringan >15%, (e) Lahan kritis, baik yang terdapat di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 30

(Persero) CABANG I MALANG

Adapun aspek sosial ekonomi yang dipertimbangkan dalam menyusun pola konservasi adalah (a) Tekanan Penduduk, (b) Sistem budidaya pertanian. Di samping aspek biofisik dan sosial ekonomi seperti tersebut di atas, penyusunan pola konservasi di WS. Barito-Kapuas ini juga mengacu kepada : Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, dan Menteri Pekerjaan Umum No: 19 Tahun 1984 No: 059/Kpts-II/1984 No: 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984, Tentang Penanganan Konservasi Tanah dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas, Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Hutan, Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, khususnya pasal-pasal yang terkait dengan konservasi seperti bagian keempat dan kelima dari UU tersebut. Bagian keempat memuat tentang Rehabiltasi dan Reklamasi, sedangkan bagian kelima memuat tentang perlindungan hutan dan konservasi alam. Pasal 50 secara khusus mengatur tentang konservasi sumber-sumber air, yakni waduk/danau, mata air, kiri kanan tepi sungai di daerah rawa, kiri kanan tepi sungai, kiri kanan tepi anak sungai, tepi jurang, pasang surut, Keputusan Menteri Kehutanan No. 353/Kpts-II/1986 Tentang Penetapan Radius/Jarak Larangan Penebangan Pohon dari Mata Air, Tepi Jurang, Waduk/Danau, Sungai dan anak sungai, Hutan Cadangan dan Hutan Lainnya, Keputusan-keputusan Dirjen RLPS yang terkait dengan konservasi lahan kritis, Kerangka penyusunan pola konservasi untuk WS. Barito-Kapuas dapat dilihat pada diagram alir.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 31

(Persero) CABANG I MALANG

8.4.2.2. Strategi Konservasi SDA. Strategi Pengelolaan SDA untuk aspek konservasi SDA WS Barito-Kapuas diarahkan untuk dapat : i. Menetapkan dan mengelola daerah resepan air dalam rangka penyediaan air bagi kemamfaatan umum secara berkelanjutan dan pengurangan daya rusak air. ii. Meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan daya dukung, daya tampung dan fungsi DAS untuk menjamin ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan yang berkelanjutan. Memulihkan dan mempertahankan kualitas air guna memenuhi kebutuhan air yang berkelanjutan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 32

(Persero) CABANG I MALANG

Wilayah Sungai Barito-Kapuas

DAS -

Barito Kapuas Murung Martapura Riam Kanan

Riam Kiwa Negara Ambawang Kubu Landak Tapin

Di luar kawasan hutan

Di dalam kawasan hutan

Analisis Biofisik: - erosi - penutupan lahan - lereng - kedalaman tanah - lahan kritis

Analisis Sosial Ekonomi: - Tek. Penduduk. - Sistem budidaya pertanian

Input PKM I & II

STRATEGI KONSERVASI

Gambar 8.1. Diagram Alir Strategi Konservasi di WS Barito-Kapuas

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 33

(Persero) CABANG I MALANG

Dari tiga butir strategi pokok tersebut, beberapa kegiatan di WS. BaritoKapuas dapat diuraikan berupa: a) Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air (1) Rehabilitasi dan perlindungan hutan (2) Reboisasi kawasan hutan yang rusak (3) Penghijauan di lahan kritis milik masyarakat dan negara yang jumlahnya cukup luas (4) Penetapan dan pengelolaan kawasan sempadan sungai, danau, waduk, embung dan rawa sebagai sabuk hijau terutama yang saat ini digunakan sebagai permukiman oleh masyarakat. (5) Penatagunaan lahan sesuai dengan kaidah-kadiah konservasi tanah (6) Pelestarian dan perlindungan sumber air serta inventarisasi sumber daya air secara menyeluruh sehingga kerusakan ekosistem sumber daya air dapat dicegah (7) Penertiban penambangan galian Golongan C b) Pengawetan Air (1) Peningkatan pemanfaatan air permukaan dengan cara antara lain: Pengendalian aliran permukaan untuk memperpanjang waktu air tertahan di atas permukaan tanah dan meningkatkan jumlah air yang masuk ke dalam tanah melalui: pengolahan tanah untuk setiap aktivitas budidaya pertanian, penanaman tanaman menurut garis kontur (contour cultivation), penanaman dalam strip (system penanaman berselang seling antara tanaman yang tumbuh rapat (misal rumput atau leguminosa) dan strip tanaman semusim, pembuatan teras yang dapat menyimpan air, misalnya teras bangku konservasi, pembangunan waduk dan embung. Penyadapan air (water harvesting) Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dengan cara memperbaiki struktur tanah. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian tanaman penutup tanah (mulsa) atau bahan organik. Pengolahan tanah minimum (minimum tillage)

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 34

(Persero) CABANG I MALANG

(2) Pengelolaan air tanah, dilakukan antara lain dengan: perbaikan drainase yang akan meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman melalui fasilitas drainase permukaan, drainase dalam, atau kombinasi keduanya. (3) Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi antara lain dengan: pengurangan tinggi penggenangan atau pemberian air, mengurangi kebocoran saluran irigasi dan galengan, pergiliran pemberian air, dan pemberian air secara terputus. Dua aktivitas terakhir ini harus disertai dengan peraturan dan pengawasan yang ketat dan tegas. c) Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (1) Pengelolaan kali bersih dengan kontrol yang ketat terhadap pembuangan limbah domestik (2) Pengendalian/ pengawasan pembuangan limbah industri (3) Pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk industri (4) Pelaksanaan audit lingkungan Tabel berikut memuat rencana strategi konservasi di WS Barito-Kapuas Tabel 8.2 Rencana Strategi konservasi WS Barito-Kapuas
No 1 2 Pola Konservasi Reboisasi Penghijauan Pertanaman campuran, termasuk pergiliran tanaman, tumpang gilir dan tumpang sari Penanaman menurut kontur, strip, dan penanaman lorong Manajemen bahan organik termasuk mulsa, pencampuran kompos, pupuk kandang, pupuk hijau dan sisa tanaman Hutan produksi, termasuk hutan produksi terbatas dan hutan rakyat Prasyarat dan Lokasi Dalam kawasan hutan Persentase penutupan lahan kecil Semak belukar Di luar kawasan hutan lahan kritis/tidak produktif Lahan milik Di luar kawasan hutan/lahan pertanian Lereng 0 15% Kedalaman tanah minimum 30 - >60% Fungsi lahan: Budidaya tahunan Di luar kawasan hutan/lahan pertanian Lereng kecil dari 40% Kedalaman tanah minimum >15 cm Fungsi lahan : budidaya tahunan/ semusim Di luar kawasan hutan/lahan pertanian Lereng kecil dari 60% Kedalaman tanah minimum >15 cm Fungsi lahan : Budidaya tahunan/ semusim Diluar/dalam kawasan hutan Lahan tidak produktif lereng kecil dari 60%

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 35

(Persero) CABANG I MALANG

No

Pola Konservasi -

Prasyarat dan Lokasi Kedalaman tanah minimum 15 cm Fungsi lahan: budidaya Status lahan jelas Di luar kawasan hutan Lereng kecil dari 80% Kedalaman tanah minimum 15 cm Fungsi lahan: Budidaya Lahan masyarakat Dalam kawasan hutan Dapat dilakukan pada semua kondisi lereng Kedalaman tanah minimum 15 cm Potensi kawasan masih baik Fungsi lahan: lindung dan budidaya Di dalam/luar kawasan hutan Lereng kecil dari 60% Kedalaman tanah minimum 15 cm Fungsi lahan : lindung dan budidaya

Agroforestry kebun campuran, termasuk kebun rumah

Suksesi Alami

Vegetasi permanen, termasuk tanaman industri, perkebunan dan kebun

10

Teras gulud, termasuk pematang kontur

11

Teras bangku, termasuk teras bangku datar, teras bangku miring, dan teras kebun

- Pada lahan pertanian/kawasan budidaya - Lereng 15 60% - kedalaman tanah minimum >30 cm Fungsi lahan: lindung, budidaya tahunan/semusim - Pada lahan pertanian/kawasan budidaya - Lereng 10 60% - Kedalaman tanah minimum >30 cm Fungsi lahan : lindung, budidaya tahunan/semusim

8.4.3. Pendayagunaan SDA WS. Barito-Kapuas 8.4.3.1. Cakupan Kegiatan Pendayagunaan Sumber Daya Air Pendayagunaan sumber daya air mencakup kegiatan : (1). Penatagunaan sumber daya air ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air, (2). Penyediaan sumber daya air, (3). Penggunaan sumber daya air, (4). Pengembangan sumber daya air, (5). Pengusahaan sumber daya air (A). Penetapan zona pemanfaatan sumber air. 1. Penentuan zona pemanfaatan sumber air ditujukan untuk pendayagunaan fungsi atau potensi yang terdapat pada sumber air yang bersangkutan secara berkelanjutan. Penetapan zona pemanfaatan sumber air didasarkan pada pertimbangan :

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 36

(Persero) CABANG I MALANG

Terakomodasinya semua jenis pemanfaatan secara layak. Dampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air yang minimal. Potensi konplik antar jenis penggunaan yang minimal Fungsi lindung dan budi daya Fungsi kawasan Hasil penelitian dan pengukuran secara teknis hidrologi

2. Merumuskan rencana zona pemanfaatan sumber air dan melakukan kegiatan sbb: Penelitian dan pengukuran parameter fisik dan karakter sumber air, kimia dan biologi pada sumber air. Inventarisasi jenis-jenis pemanfaatan yang sudah dilakukan diseluruh bagian sumber air.

3. Penetapan rencana zona pemanfaatan sumber air,dikoordinasikan melalui wadah koordinasi sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan. (B). Peruntukan air pada sumber air 1. Peruntukan air pada sumber air ditentukan berdasarkan klasifikasi atau penggolongan mutu air yang ditetapkan 2. Dalam menetapkan rencana peruntukan air pada sumber air perlu

melakukan pengumpulan data dan informasi mengenai : Daya dukung sumber air Jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya Perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber air. Rencana tata ruang wilayah Pemanfaatan air yang sudah ada

3. Penetapan rencana peruntukan air pada sumber air,dikoordinasikan melalui wadah koordinasi sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan. 4. Pedoman dan petunjuk teknis penetapan peruntukan air ditetapkan oleh Menteri.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 37

(Persero) CABANG I MALANG

(C). Penyediaan sumber daya air 1. Penyediaan sumber daya air dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip: Mengutamakan penyediaan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada. Menjaga kelangsungan penyediaan air untuk pemakai air lainnya yang sudah ada. Memperhatikan penyediaan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari penduduk yang berdomisili dekat dengan sumber air dan atau di sekitar jaringan pembawa air. 2. Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air diatas semua kebutuhan. 3. Dalam hal terjadi situasi kekeringan yang ekstrim sehingga timbul konflik kepentingan antara pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk pertanian rakyat, prioritas penyediaan air ditempatkan pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari hari. 4. Prioritas penyediaan sumber daya air untuk kebutuhan air lainnya ditetapkan berdasarkan hasil penetapan zona pemanfaatan sumber air, peruntukan air, kebutuhan air pada wilayah sungai yang bersangkutan dan disesuaikan kondisi setempat. 5. Rencana penyediaan sumber daya air yang berasal dari cekungan air tanah disesuaikan dengan kapasitas cekungan air tanah yang bersangkutan. 6. Rencana penyediaan sumber daya air terdiri dari rencana penyediaan sumber daya air tahunan dan rencana penyediaan sumber daa air rinci. Rencana penyediaan sumber daya air tahunan disusun sesuai dengan : Urutan prioritas penyediaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan. Ketersediaan air pada musim kemarau dan musim hujan.

(D). Penggunaan sumber daya air. 1. Penggunaan sumber daya air dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip: Penghematan penggunaan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 38

(Persero) CABANG I MALANG

Ketertiban dan keadilan. Ketepatan penggunaan. Keberlanjutan penggunaan. Penggunaan yang saling saling menunjang antara air permukaan dan air tanah dengan memprioritaskan penggunaan air permukaan.

2. Penggunaan air dapat dilakukan dengan cara : Penyadapan bebas. Pembangunan bendung dan bendungan. Pemompaan air dari sumber air. Penggunaan langsung dari sumber air. Pengambilan langsung dari sumber air.

(E). Pengembangan sumber daya air Rencana pengembangan sumber daya air disusun dengan memperhatikan : Daya dukung sumber daya air yang ada. Kekhasan dan aspirasi daerah dan masyarakat setempat. Kemampuan pembiayaan. Kelestarian keanekaragaman hayati sumber air bersangkutan.

(F). Pengusahaan sumber daya air Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan untuk : Meningkatkan pelayanan kebutuhan masyarakat akan air, baik secara kuantitas maupun kualitas. Meningkatkan effisiensi alokasi dan distribusi kemamfaatan sumber daya air. Meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.

8.4.3.2. Langkah Kebijakan Pendayagunaan SDA 1. Menyediakan air yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas sesuai dengan ruang dan waktu untuk memenuhi kebutuhan air pokok secara berkelanjutan. 2. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyediaan serta penggunaan air irigasi dengan lebih mengutamakan kegiatan operasi dan pemeliharaan,

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 39

(Persero) CABANG I MALANG

optimalisasi, rehabilitasi dan peningkatan kinerja sistem irigasi yang ada secara berkelanjutan. 3. Mendorong pengembangan irigasi dan rawa dalam rangka mendukung produktifitas usaha tani untuk meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan mensejahterakan masyarakat khususnya petani. 4. Melaksanakan perkembangan panjang. 5. Menerapkan prinsip penerima manfaat menanggung biaya jasa pengelolaan sumber daya air kecuali untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat, untuk mendorong penghematan penggunaan air dan meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air. 6. Meningkatkan peran dunia usaha dalam pengusahaan sumber daya air dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. 8.4.3.3. Strategi Pendayagunaan SDA Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air pada aspek Pendayagunaan SDA di WS Barito-Kapuas di arahkan untuk dapat: Mengupayakan penyediaan Air untuk berbagai kepentingan secara proporsional dan berkelanjutan. Mengupayakan penataan sumber air secara layak. Memanfaatkan sumber daya air dan prasarananya sebagai media/materi sesuai prinsip penghematan penggunaan ketertiban dan keadilan, ketapatan penggunaan, keberlanjutan penggunaan dan saling menunjang antara sumber air dengan memprioritaskan penggunaan air permukaan. Meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air, dan atau peningkatan ketersediaan dan kualitas air. Mendayagunakan potensi sumber daya air secara berkelanjutan. Meningkatkan efisiensi alokasi air dan distribusi kemanfaatan sumber air. pendayagunaan ekonomi sumber daya air dan untuk menunjang dengan secara efektif efisien

mempertimbangkan kepentingan antar sektor, wilayah dan dampak jangka

Dari beberapa butir strategi pokok tersebut beberapa kegiatan di WS. BaritoKapuas dapat diuraikan berupa:

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 40

(Persero) CABANG I MALANG

1. Penetapan zona pemanfaatan sumber air (1) Penetapan zona pemanfaatan sumber air ke dalam peta tata ruang wilayah Kabupaten/ Kota di WS. Barito-Kapuas. (2) Penetapan zona pemanfaatan sumber air yang sudah dikoordinasikan melalui PPTPA/ Dewan SDA Wilayah Sungai Barito-Kapuas. 2. Peruntukan, Penyediaan, Penggunaan dan Pengusahaan SDA (1) Penetapan peruntukan air untuk berbagai kepentingan. (2) Penyediaan air sesuai prioritas yaitu untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat. (3) Penetapan ijin penggunaan air berkaitan dengan hak guna air. (4) Pengusahaan SDA tanpa mengabaikan fungsi sosial SDA. 3. Pengembangan SDA (1) Pengembangan (AMDAL). SDA dilakukan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan dilengkapi dengan studi Analisis Dampak Lingkungan

(2) Pengembangan terhadap modifikasi cuaca untuk menambah volume sumber air.
8.4.4. Pengendalian Daya Rusak Air WS. Barito-Kapuas 8.4.4.1. Umum Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat. Pengendalian Daya Rusak Air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. Daya rusak air dapat berupa banjir, kekeringan, erosi dan sedimentasi, longsoran tanah, banjir lahar dingin, amblesan tanah, perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi, dan fisika air, terancamnya kepunahan jenis tumbuhan dan atau satwa dan atau wabah penyakit.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 41

(Persero) CABANG I MALANG

Hal tersebut telah banyak menimbulkan kerugian baik yang terhitung maupun yang tidak terhitung. Dampak daya rusak air terhadap kondisi sosial-ekonomi yang utama adalah terganggunya aktivitas masyarakat dalam menjalankan kehidupannya. Pemerintah dan masyarakat telah banyak melakukan upaya pengendalian baik yang bersifat upaya pencegahan sebelum terjadi bencana, upaya penanggulangan pada saat terjadi bencana, dan upaya pemulihan akibat bencana. Sejalan dengan kepentingan pemerintah, pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yaitu untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui upaya peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, maka upaya peningkatan sistem pencegahan dan penanggulangan bencana dan pemulihan fungsi sarana dan prasarana berkaitan dengan daya rusak air perlu dilaksanakan. 8.4.4.2. Strategi Pengendalian Daya Rusak Air. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air pada aspek Pengendalian Daya Rusak Air di WS Barito-Kapuas di arahkan untuk dapat: 1. Mengupayakan sistem pencegahan bencana akibat daya rusak air. 2. Meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan daya rusak air. Dari dua butir strategi pokok tersebut, beberapa kegiatan di WS. BaritoKapuas antara lain : 1. Pencegahan bencana alam (1) Penetapan zona rawan banjir, kekeringan, erosi, sedimentasi, tanah longsor, banjir lahar dingin, amblesan tanah, perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi dan fisikan air, kepunahan flora dan fauna serta wabah penyakit. (2) Pengendalian pemanfaatan kawasan rawan bencana dengan melibatkan masyarakat. (3) Peringatan dini dilakukan di lokasi rawan bencana.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 42

(Persero) CABANG I MALANG

2. Penanggulangan bencana alam (1) Pelaksanaan tindakan penanggulangan kerusakan dan atau bencana akibat daya rusak air. (2) Penetapan prosedur operasi standart penanggulangan bencana alam. (3) Penyampaian berita tentang kejadian bencana alam. 3. Pemulihan daya rusak air Pemulihan daya rusak air merupakan penanganan pasca bencana, baik berupa bencana banjir, bencana kekeringan maupun bencana tanah longsor sbb.: (1) Merehabilitasi kerusakan baik secara struktural maupun non struktural. (2) Menumbuh kembangkan peran pemulihan akibat bencana. (3) Revitalisasai wadah wadah air pada daerah aliran sungai. Pemulihan Pasca Banjir atau disebut juga Rehabilitasi Pasca Banjir, adalah proses perbaikan keadaan terencana berdasarkan hasil evaluasi kelayakan agar keadaan kembali sama dengan atau lebih baik dari keadaan semula. Kegiatan yang dibutuhkan antara lain : Data awal. Inventarisasi terdiri dari kegiatan (1) Jenis kerusakan (2) Karakter banjir. (3) Penilaian kerusakan. Revitalisasi Evaluasi kelayakan terdiri dari (1) Kriteria legalitas (2) Kriteria tingkat resiko banjir Rekonstruksi mengembalikan seperti semula dengan: (1) Pengembalian total seperti kondisi sebelum banjir atau (2) Tidak melakukan perubahan atau desain ulang Konstruksi lebih baik dari semula yaitu: (1) Peningkatan di lokasi semula (2) Bangunan jenis baru (3) Pindah ke lokasi baru (relokasi) serta masyarakat dalam kegiatan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 43

(Persero) CABANG I MALANG

8.4.4.3. Langkah Strategis Pengendalian Daya Rusak Air WS.Barito-Kapuas 1. Langkah I (Jangka Menengah / Mendesak ) Merupakan langkah kegiatan jangka pendek/ menengah yang harus segera dilaksanakan untuk memulihkan sarana dan prasarana pengendalian daya rusak air sungai Barito-Kapuas yang mengalami kerusakan akibat daya rusak air maupun penurunan kinerja yang cukup serius, kegiatan ini merupakan program mendesak jangka menengah. Langkah I ini terdiri dari kegiatan Pemulihan sarana dan prasarana pengendalian banjir akibat daya rusak air termasuk kawasan yang terkena bencana akibat daya rusak air dan penanggulangan daya rusak air dengan menerapkan sistem peringatan dini dalam WS. Barito-Kapuas. A. Pemulihan sarana dan prasarana pengendalian banjir akibat Daya rusak Air Pemulihan sarana dan prasarana merupakan penanganan pasca bencana, baik berupa bencana banjir, bencana kekeringan maupun bencana tanah longsor sebagai berikut : Merehabilitasi kerusakan baik secara struktural maupun non struktural. Menumbuh kembangkan peran masyarakat dalam kegiatan pemulihan akibat bencana. Revitalisasi wadah wadah air pada daerah aliran sungai. Rehabilitasi atau perbaikan bangunan pengendali banjir Rehabilitasi atau perbaikan pintu pengendali banjir yang rusak atau mengalami penurunan fungsi. Rehabilitasi atau perbaikan tidal gate yang rusak atau mengalami penirunan fungsi. Rehabilitasi tanggul pengendali banjir yang mengalami kerusakan atau penurunan fungsi. Rehabilitasi tidal levee yang mengalami kerusakan atau penurunan fungsi.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 44

(Persero) CABANG I MALANG

B. Penanggulangan Daya Rusak Air Kondisi DAS wilayah sungai Barito-Kapuas termasuk DAS kritis dengan tingkat erosi dan sedimen yang tinggi hal ini dapat dilihat dari data erosi dan juga diindikasikan dari fluktuasi debit rata rata maksimun dan debit rata rata minimum besar. Ada dua Strategi untuk penanggulangan banjir sungai Barito-Kapuas yaitu: 1). Manajemen penanggulangan banjir atau yang lazim disebut Manajemen Tanggap Darurat yaitu: Dilaksanakan secara terencana dan terkoordinir. Dilaksanakan sejak banjir diperkirakan akan terjadi, hingga banjir berakhir. Tujuannya untuk menyelamatkan jiwa dan meminimalkan kerugian. Manajemen Tanggap Darurat terdiri dari : Penyusunan Rencana Tanggap Darurat (RTD). Sosialisasi dan pelatihan RTD Pengamatan dan tahapan siaga banjir Penyiapan dan mobilisasi kebutuhan Pengungsian penduduk dan penentuan tempat evakuasi Prasarana darurat banjir Pencarian dan pertolongan orang hilang Pelayanan korban banjir Deklarasi pengakhiran keadaan darurat Pemulangan pengungsi 2). Penerapan Sistem Peringatan Dini (Flood Warning System) a). Umum Sistem peringatan banjir dini adalah cara yang relatif murah untuk mengurangi korban dan kerugian akibat banjir. Upaya ini dapat membantu penanggulangan bahaya banjir secara dini sehingga mengurangi kerugian yang mungkin terjadi misalnya relokasi penduduk ke daerah yang aman,penanggulangan darurat pada lokasi lokasi

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 45

(Persero) CABANG I MALANG

tanggul yang mengalami kebocoran atau pada lokasi tanggul yang akan melimpas akibat banjir Pada WS Barito-Kapuas seharusnya dipasang peralatan Flood Warning and Forecasting system, sehingga besarnya banjir yang akan terjadi dapat diketahui lebih dini sehingga daerah daerah rawan banjir dapat segera ditanggulangi bahaya banjirnya termasuk lokasi tanggul yang akan terlampuai kemampuannya terhadap banjirnya. Flood warning and forecasting system adalah suatu sistem yang dapat digunakan untuk meramal tentang waktu dan besarnya banjir yang akan terjadi pada suatu titik pengamatan yang terjangkau di dalam sistem tersebut. Sistem ini terdiri 2 komponen yaitu hardware dan software. Komponen Software terdiri dari: Telemetri software yaitu program komputer yang berfungsi sebagai sarana untuk mengumpulkan data hujan, cuaca maupun muka air dari lapangan secara tepat waktu. Hydrological software yaitu program komputer yang berfungsi sebagai sarana untuk menghitung berapa besar debit yang akan terjadi pada suatu titik (stasiun pengamat muka air) berdasarkan data hujan yang diterima. Keluaran (output) dari sistem ini adalah berupa data ramalan banjir yang terdiri dari :data muka air, data debit dan waktu kejadian banjir serta tempat dimana banjir tersebut terjadi. Informasi banjir yang akan didapat terdiri dari 2 sumber. Informasi banjir yang berasal dari peramalan banjir dengan menggunakan fasilitas flood warning and forecasting system. Informasi banjir yang merupakan hasil pengamatan langsung di lapangan yang dilakukan oleh pengamat, peronda, masyarakat dan Pokmas. Data ramalan banjir tersebut di informasikan kepada penduduk di daerah banjir melalui Instansi terkait, melalui mekanisme yang berlaku.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 46

(Persero) CABANG I MALANG

b) Tingkat Siaga Banjir Ada 4 macam pemberitaan siaga banjir yang masing masing akan berdampak pada daerah rawan banjir. Pembagian kritaria Siaga Banjir secara umum adalah sebagai berikut: Siaga banjir I, apabila kondisi muka air berjarak 1,5 m dari permukaan tanggul. Siaga banjir II, apabila kondisi muka air berjarak 1,2 m dari permukaan tanggul. Siaga banjir III, apabila kondisi muka air berjarak 0,8 m dari permukaan tanggul. Siaga banjir IV, apabila sebagian/semua bangunan utama pengendali banjir (tanggul- tanggul dan bangunan pengendali banjir) tidak berfungsi.

2. Langkah ke II Pencegahan Daya Rusak Air (Jangka Panjang ) Alternatif 1 : Melayani Debit Banjir Dengan Peningkatan Kapasitas Bangunan pengendali banjir Alternatif 2 : Dengan meningkatkan fungsi retensi ekologis (Eko-Hidraulis) di sepanjang alur sungai dari hulu hingga hilir untuk redaman banjir, menahan air di bagian hulu dan hilir. Dalam penanggulangan banjir dengan konsep eko-hidraulik dikenal kunci pokok penyelesaian banjir, yaitu bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Wilayah Sungai (WS), Sempadan Sungai (SS) dan Badan Sungai (BS) harus dipandang sebagai kesatuan sistem dan ekosistem ekologi-hidraulik yang integral. Penyelesaian banjir harus dilakukan secara konprehensif dengan metode menahan atau meretensi air di DAS bagian hulu, tengah dan hilir, serta menahan air di sepanjang wilayah sungai, sempadan sungai dan badan sungai di bagian hulu tengah dan hilir. Jadi dalam konsep dasar penanggulangan banjir eko-hidraulik adalah dengan meretensi air dari hulu hingga hilir secara merata. Cara ini sekaligus merupakan cara menanggulangi kekeringan suatu kawasan atau DAS, karena sebenarnya banjir dan kekeringan ini merupakan kejadian yang saling susul dan saling memperparah. Dalam menahan air ini diberlakukan konsep keseimbangan alamiah, dalam arti

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 47

(Persero) CABANG I MALANG

mengacu pada kondisi karakteristik alamiah sebelumnya. Konsep ini sesuai dengan kebijakan dalam UU No.7 tahun 2004 tentang SDA . Penanganan banjir dengan konsep ekologi-hidraulik secara konkrit terdiri dari: 1) DAS bagian hulu dengan reboisasi dan konservasi hutan untuk

meningkatkan retensi dan tangkapan air di hulu terutama pada lahan kritis. Selanjutnya reboisasi juga mengarah ke DAS bagian tengah dan hilir. 2) Penataan tataguna lahan yang meminimalisir limpasan langsung dan mempertinggi retensi dan konservasi air di DAS, yaitu sistem pengolahan lahan dengan membuat terasering mengikuti kontur lahan sehingga air hujan tidak langsung mengalir tapi tertahan dulu di teras teras, maka kesempatan infiltrasi akan lebih banyak dan akan menurunkan koefisien runoff dan mengurangi erosi lahan. Untuk Itu kami usulkan Semua lahan pertanian pada lahan miring di WS Barito-Kapuas di buat dengan sistem teras mengikuti kontur. 3) Sungai Barito-Kapuas yang bermeander justru dipertahankan sehingga dapat menyumbangkan retensi, mengurangi erosi dan meningkatkan konservasi. 4) Komponen retensi alamiah di wilayah sungai, di sepanjang sempadan sungai dan badan sungai justru ditingkatkan, dengan cara menanami atau merenaturalisasi kembali sempadan sungai yang telah rusak. 5) Tebing-tebing sungai yang mengalami erosi atau scouring terutama pada tikungan luar jika memungkinkan dilaksanakan dengan cara penanaman dengan teknologi Eco-Engineering dengan menggunakan vegetasi setempat. 6) Memfungsikan daerah genangan atau rawa sebagai polder alamiah di sepanjang sempadan sungai dari hulu sampai hilir untuk menampung air. 7) Beberapa rawa yang terdapat di sepanjang sungai Barito-Kapuas dapat difungsikan sebagai folder alamiah atau daerah penahan banjir (detention basin). 8) Mencari berbagai alternatif untuk mengembangkan kolam konservasi alamiah di sepanjang sungai atau di lokasi-lokasi yang memungkinkan baik

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 48

(Persero) CABANG I MALANG

di perkotaan-hunian atau di luar perkotaan. Genangan-genangan alamiah ini berfungsi meretensi banjir tanpa menyebabkan banjir lokal karena banjir di bagi-bagi di DAS dan di sepanjang wilayah, sempadan dan badan sungai. Selain hal-hal tersebut diatas sumur-sumur resapan perlu digalakkan pembuatannya, terutama pada daerah yang akan dikembangkan. 9) Disamping solusi eko-hidroteknis tersebut, sangat diperlukan juga

pendekatan sosio-hidraulik sebagai bagian dari eko-hidraulik dengan meningkatkan kesadaran masyarakat secara terus-menerus akan peran mereka dalam ikut mengatasi banjir. Alternatif 3 : Pengendalian dan Pengelolaan Dataran Banjir (Flood Zoning/ Flood Proofing) 1) Flood Zoning Pengendalian dan pengelolaan dataran banjir atau dapat juga disebut pengelolaan Tata Ruang dataran banjir bertujuan untuk memperkecil kerugian yang diakibatkan banjir, termasuk kerugian sosial ekonomi dan kerusakan lingkungan. Dengan demikian keuntungan ekonomi jangka panjang serta kecilnya dampak lingkungan sebagai konsekuensi dari usaha ini dapat diperoleh. Rekomendasi yang termuat dalam peta rawan banjir (flood zoning ) dengan segala resikonya, harus ditetapkan berdasarkan peraturan daerah (perda), agar dapat dilaksanakan dengan baik. Peraturan daerah ini lebih ditujukan kepada pembangunan dan pengembangan baru (setelah perda berlaku secara hukum), agar tidak menimbulkan dampak sosial yang merugikan, bila penerapan dari perda ini harus membongkar banyak bangunan yang telah ada. Untuk bangunan yang telah ada dikenakan aturan lain yaitu tentang sandi bangunan (flood proofing). Peraturan daerah untuk penetapan daerah rawan banjir, pada prinsipnya harus mempunyai tujuan yang mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Membatasi atau mencegah pembangunan baru pada daerah yang mempunyai resiko kerugian akibat banjir (rawan banjir), sehingga kerugian material dapat dikurangi dan korban jiwa dapat dihindarkan.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 49

(Persero) CABANG I MALANG

2. Harus dapat mencegah timbulnya kegiatan-kegiatan baru yang dapat menempati daerah genangan dan akibatnya memperdalam genangan banjir. 2) Flood Proofing Bilamana upaya pencegahan bahaya dan kerugian banjir lainnya kurang efektif untuk dilaksanakan, karena tertalu mahal atau sulit dari segi sosial, maka flood proofing dapat dilaksanakan. Pada upaya pencegahan bahaya dan kerugian banjir, flood proofing mempunyai dua maksud yaitu: 1. Bangunan beserta komponen-komponennya stabil (tahan) terhadap ancaman banjir. 2. Bangunannya sendiri dihindarkan dari genangan banjir dengan cara meninggikan lantainya. Meninggikan lantai bangunan (di atas muka air banjir), peninggian lantai bangunan lebih dari muka air banjir, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penimbunan tanah dan di atas tiang. Alternatif 4 : Pengendalian Debit Banjir 1). Pengendalian Debit Banjir Dengan Waduk Pengendalian debit banjir merupakan alternatif penanggulangan banjir dengan cara memperpanjang waktu rayapan baik dalam bentuk storage (in-stream ataupun off-stream) maupun dengan pendekatan cascade sepanjang sungai. Bentang Sungai Barito-Kapuas termasuk pendek sehingga sulit untuk memperpanjang waktu rayapan, terlebih-lebih bilamana kondisi DAS-nya telah rusak. Pembuatan bendungan merupakan cara yang paling langsung untuk mengendalikan debit banjir. Berdasarkan kecocokan topografi dan maksud pengendalian banjir, maka waduk ini dibangun di bagian hulu dari daerah pengendali sungai. Bilamana waduk ini dibuat khusus untuk maksud pengendalian banjir, biasanya analisis ekonomi menunjukkan kurang layak, oleh karena itu waduk biasanya dibangun untuk berbagai jenis kegunaan (multiple purpose), agar lebih layak, baik secara ekonomis maupun teknis.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 50

(Persero) CABANG I MALANG

Waduk ini menampung aliran banjir untuk sementara, untuk selanjutnya dilepaskan sedikit demi sedikit menurut daya tampung sungai di bagian hilirnya, dengan demikian banjir di bagian hilir dapat diatur dan dikendalikan. Bilamana fungsi pengendalian banjir dari waduk merupakan prioritas utama, maka sebagian besar dari seluruh kapasitas waduk harus diperuntukkan bagi pengendalian banjir sedangkan bagian sisanya untuk fungsi waduk yang lain yang merupakan prioritas selanjutnya. 2). Transfer Antar Basin Metode pengendalian banjir dengan metode transfer antar basin bertujuan untuk menurunkan ketinggian puncak banjir dengan cara memindahkan sebagian debit banjir ke DAS lain yaitu dengan membangun bangunan pelimpah dan dialirkan ke DAS lain yang terdekat. Metode transfer antar basin ini harus ditinjau dengan hati-hati untuk menjamin agar jangan sampai memindahkan masalah banjir dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain itu, pemindahan sebagain debit banjir ke DAS lain memerlukan pertimbangan ekstra hati-hati atas perubahan morfologi sungai, karena upaya ini merupakan pemaksaan terhadap perubahan rezim sungai. Pertimbangan atas perubahan morfologi sungai yang diakibatkan pembuatan bangunan pelimpah antar basin ini tidak hanya pada DAS yang menerima pelimpahan saja, tetapi juga pada DAS yang memberi pelimpahan sebagian debit banjirnya. 3). Membangun checkdam Membangun checkdam checkdam secara cascade sepanjang alur Sungai Barito-Kapuas dan anak anak sungainya di bagian hulu sungai, dengan maksud mengurangi kemiringan slope alur sungai sehingga akan dapat memperpanjang time peak debit banjir, sekaligus akan dapat menurunkan puncak banjirnya. Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas bangunan checkdam dalam mengurangi puncak banjir perlu dikaji lebih lanjut termasuk seberapa banyak jumlah checkdam yang perlu dibangun. Bangunan Checkdam kami usulkan berupa konstruksi bronjong karena konstruksinya praktis, mudah pelaksanaannya dan tidak terlalu rumit dalam perencanaannya.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 51

(Persero) CABANG I MALANG

8.5

RANCANGAN POLA PENGELOLAAN SDA Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Barito-Kapuas disusun berdasarkan 2 (dua) kerangka waktu, yaitu Jangka Pendek dan Jangka Panjang. Rancangan Jangka Pendek merupakan strategi yang dilaksanakan pada 5 tahun pertama setelah Pola Pengelolaan Sumber Daya Air ini ditetapkan. Rancangan Jangka Panjang merupakan strategi yang dilaksanakan sampai dengan rentang waktu 20 tahun ke depan.

Mensinergiskan kegiatan Institusi pengelola SDA dengan kegiatan yang positip dari Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi dan LSM dalam pendayagunaan SDA.

2 3

Melibatkan perguruan tinggi dan LSM dalam program penguatan (capacity building) institusi PSDA. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah menyusun kesepakatan mengenai peningkatan kapasitas Institusi Pengelola SDA Wilayah Sungai Barito-Kapuas, utamanya agar fungsi pemantauan dan pengendalian yang dapat mencakup seluruh Wilayah Sungai Barito-Kapuas dapat berjalan, untuk diusulkan kepada Pemerintah.

4 5 6

Meningkatkan koordinasi unsur-unsur perencanaan PSDA dengan Institusi Perencana Pembangunan (Bapeda) Provinsi, Kabupaten dan Kota. Meningkatkan penyelenggaraan sosialisasi UU no. 7 di lingkungan stakeholders. Pengembangan sistem operasional pengelolaan SDA melalui penetapan Zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air, dengan memperhatikan aspek hidrologis dan topografis serta melibatkan stakeholder di Wilayah Sungai Barito-Kapuas.

Sosialisasi/Diseminasi mengenai ancaman yang dapat timbul sebagai akibat dari alih fungsi lahan terhadap kondisi lahan kepada unsur perencana pembangunan Pemerintah Daerah di Wilayah Sungai BaritoKapuas

Meningkatkan kerjasama antara perencana wilayah yang terkait dengan PSDA untuk mendorong tersusunnya SK Gubernur mengenai Baku Mutu Peruntukan Air Sungai pada semua sungai di Wilayah Sungai Barito-

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 52

(Persero) CABANG I MALANG

Kapuas. 9 Meningkatkan koordinasi dan memperkuat posisi institusi PSDA di lingkungan institusi perencana pembangunan Pemerintah Daerah. 10 Meningkatkan koordinasi diantara pengelola SDA baik di tingkat perencanaan, kepentingan. 11 Menyusun peta potensi sumber daya air yang dapat mendukung pembuatan sonasi (zoning). 12 Menyusun Program perbaikan fungsi sarana dan prasarana SDA dengan melibatkan peran serta masyarakat. Dalam implementasinya nanti berbagai rancangan strategi tersebut akan dijabarkan kedalam berbagai program kegiatan yang disusun sesuai dengan kebutuhan nyata dan kondisi nyata yang dituangkan dalam matrik pola pengelolaan SDA. 8.5.1 Rancangan/strategi Jangka Pendek (5 Tahun) Strategi Jangka Pendek dalam Pola Pengelolaan SDA WS. Barito-Kapuas adalah sebagai berikut : Usulan strategi kebijakan pada periode 5 tahun pertama ini sebagian besar lebih merupakan strategi yang ditujukan untuk penguatan institusi pengelolaan SDA WS. Barito-Kapuas. Secara logis strategi yang menempatkan penguatan kelembagaan di awal ini akan sangat berguna untuk memantapkan jalannya pengelolaan SDA di masa depan. 8.5.2 Rancangan/Strategi Jangka Panjang (20 Tahun Ke Depan) Strategi Jangka Panjang dalam Pola Pengelolaan SDA WS. Barito-Kapuas adalah sebagai berikut : 1 Mensinergiskan Kegiatan Institusi pengelola SDA dengan Kegiatan yang positip dari Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, dan LSM dalam pendayagunaan SDA. 2 Sosialisasi/Diseminasi persoalan (key issues) mengenai Konservasi, pelaksanaan, dan pengawasan dalam rangka mengantisipasi meningkatnya aktivitas penggunaan air untuk berbagai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 53

(Persero) CABANG I MALANG

pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air kepada unsur perencana pembangunan Pemerintah Daerah di Wilayah Sungai Barito-Kapuas 3 Memasukkan unsur Lokal Inflow yang cukup signifikan besarnya dalam perhitungan ketersediaan air sehingga dapat mengurangi dampak dari tingginya fluktuasi aliran sungai antara musim kemarau dengan musim hujan. 4 Mengembangkan Sistem Database (untuk wadah dari hasil inventarisasi potensi internal dan ancaman external) untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan SDA dengan baik. 5 Memberikan masukan sebanyak-banyaknya kepada unsur perencana pembangunan 6 Mendorong daerah agar perubahan perda tata guna SDA lahan/RTRW yang dapat memperhatikan arah kebijakan konservasi sumber daya air. segera munculnya mengenai mengantisipasi pelanggaran pemanfaatan SDA (Perda Sungai, Perda Irigasi, dst) dengan melibatkan peranserta masyarakat. 7 8 Meningkatkan kerjasama dengan perguruan tinggi dalam pengembangan kapasitas sumber daya manusia yang dimiliki instansi PSDA. Mengarahkan alokasi dana dari PAD untuk keperluan operasional dengan selalu mengadakan alokasi untuk peningkatan SDM di lingkungan Institusi pengelola SDA, sementara untuk kebutuhan lainnya diupayakan dari sumber lain (APBN, BLN atau dari Stakeholders). 9 Meningkatkan fungsi sarana dan prasarana SDA dengan melibatkan peran serta masyarakat. 10 Melengkapi dan mengintegrasikan penyusunan profil SDA Wilayah Sungai Barito-Kapuas dengan melibatkan perencana pembangunan Pemerintah Daerah 11 Meningkatkan koordinasi diantara pengelola SDA baik di tingkat perencanaan, kepentingan. 12 Peningkatan monitoring penggunaan air untuk berbagai kepentingan usaha dan atau kegiatan, kolam ikan, dan aktivitas non pertanian. 13 Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional maupun pelaksanaan, dan pengawasan dalam rangka mengantisipasi meningkatnya aktivitas penggunaan air untuk berbagai

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 54

(Persero) CABANG I MALANG

lembaga donor lainnya yang concern dengan pengelolaan SDA untuk mendapatkan 14 Menyusun grant/hibah/softloan sistem yang dapat yang digunakan dapat untuk mendukung pengelolaan SDA wilayah sungai Barito-Kapuas dengan baik. penataan pengelolaan mendukung terealisasikannya penggalangan dana dari potensi yang ada, yang sangat diperlukan untuk keperluan pembiayaan pengelolaan sumber daya air. 15 Menyusun regulasi yang mengatur kegiatan masyarakat yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan SDA khususnya kegiatan konservasi agar tidak terjadi hal-hal yang negatip. 16 Peningkatan kapasitas SDM dengan memanfaatkan kerjasama dengan perguruan tinggi, Asosiasi, maupun lembaga lain baik di dalam maupun di luar negeri. 17 Mengembangkan Sistem Informasi SDA dengan melibatkan Institusi Pengusahaan dan Pemanfaat SDA. 18 Membuat Warning System untuk banjir dengan partisipasi masyarakat, perguruan tinggi, dan lembaga lain yang terkait dengan PSDA 19 Menyusun regulasi yang dapat mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut mendanai kebutuhan pengelolaan SDA, termasuk OP. 20 Meningkatkan daya dukung lingkungan melalui pengembangan sewerage system

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

VIII - 55

(Persero) CABANG I MALANG

BAB 9 KESIMPULAN DAN SARAN

9.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis serta kajian pada bab-bab sebelumnya serta hasil rumusan pada Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) I dan II yang telah diselenggarakan beberapa waktu yang lalu, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut : 9.1.1 Aspek Kebijakan 1. Dalam rangka mewujudkan pencapaian visi dan misi pengelolaan sumber daya air serta mengimplementasikan strategi, tujuan, sasaran, kebijakan dan indikasi program, maka diperlukan pengaturan dalam bentuk kebijakan Provinsi. Studi ini telah menghasilkan suatu rumusan . 2. Strategi, kebijakan dan program yang diperoleh berdasarkan Analisis dan informasi teknik yang diperoleh dari berbagai aspek teknis antara lain, Analisis DSS-Ribasim pada WS. Barito-Kapuas, selanjutnya dianalisis lebih lanjut tingkat kepentingannya. Sebagai hasil akhir dari proses tersebut telah dihasilkan suatu rumusan Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air di WS Barito-Kapuas, diharapkan rumusan rancangan tersebut dapat disepakati oleh kedua provinsi dan dijadikan bahan rumusan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah, yang selanjutnya dijadikan acuan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (termasuk kabupaten/kota) dalam menyusun rencana induk/ master plan serta rencana pengelolaan sumber daya air WS Barito Kapuas. Konsep kebijakan tersebut di atas pada dasarnya mengacu pada lima buah pilar pengelolaan sumber daya air, yaitu serta masyarakat serta sistem informasi. upaya-upaya konservasi sumber daya air , pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, peningkatan peran

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IX-1

(Persero) CABANG I MALANG

9.1.2 Aspek Tata Ruang 1. Dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai lintas provinsi/ kabupaten/ kota yang lestari, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan perlu adanya keterpaduan dan sinkronisasi dalam penataan ruang di wilayah perbatasan. 2. Diperlukan suatu kesepakatan, keterpaduan dan kesinambungan yang bersifat lintas provinsi, tidak bisa dipisah-pisah sesuai dalam wilayah

pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai. WS Barito-Kapuas administrasi, namun sesuai dengan UU SDA merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari hulu ke hilir. 3. Perubahan pemanfaatan fungsi ruang di daerah tangkapan air WS Barito-Kapuas telah semakin memprihatinkan, hal ini telah mengakibatkan meningkatnya debit sungai pada musim penghujan, berkurangnya debit aliran rendah pada musim kemarau, menurunnya kualitas air, meningkatnya pencemaran air sungai, tingginya laju erosi dan sedimentasi yang menurunnya kualitas lingkungan keairan. 4. Adanya konflik kepentingan antar sektor dalam pemanfaatan lahan sehingga pelaksanaan di lapangan tidak konsisten dengan rencana tata ruang. menyebabkan terjadinya bencana banjir dan pendangkalan sungai, kekeringan pada musim kemarau serta

9.1.3 Aspek Konservasi Beberapa kesimpulan dapat ditarik berdasarkan hasil analisis beberapa sifat biofisik di WS Barito-Kapuas, yaitu: 1. Erosi yang terjadi di WS Barito-Kapuas untuk setiap DAS berdasarkan perhitungan tahun 2006 pada umumnya berkisar dari sedang sampai berat Prediksi erosi hingga tahun 2025 menunjukkan klasifikasi yang sama yaitu dari sedang sampai berat. Nilai erosi tersebut diasumsikan akan terjadi jika tidak dilakukan usaha pengawetan tanah dan air. 2. Usaha konservasi tanah dan air merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan untuk menahan laju peningkatan nilai erosi tersebut dari tahun ke

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IX-2

(Persero) CABANG I MALANG

tahun. Upaya konservasi ini dapat dilakukan dengan metode vegetatif dan cara mekanik. 3. Keberadaan hutan yang utuh merupakan salah satu upaya untuk mengurangi terjadinya erosi. Oleh karena itu, aktivitas perambahan hutan, pembalakan liar serta konversi hutan menjadi peruntukan lain harus dicegah secara maksimal. 9.1.4 Aspek Kualitas Air Berdasarkan hasil analisis sebagai berikut : 1. Dari aspek kuantitas terjadi peningkatan jumlah limbah cair RKI yang terus meningkat dari tahun ke tahun sesuai dengan penggunaan air bersih. Mengingat kualitas limbah RKI yang dihasilkan mengandung kadar pencemar tinggi, diperlukan pengolahan limbah cair RKI, karena apabila dibiarkan akan menurunkan kualitas sumber daya air yang berfungsi sebagai penampung limbah RKI. 2. Status Mutu Air (SMA) berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan di Sungai Barito-Kapuas dan beberapa anak sungainya, maka dapat diketahui bahwa rata-rata Pollutant Index pada tahap I (musim penghujan) dan tahap II (musim kemarau), di masing-masing sungai tahun 2007 pada umumnya sebagai berikut : - Sungai Barito : PI = 3,54 (Cemar Ringan) - Sungai Kapuas : PI = 3,7217 (Cemar Ringan) terhadap kualitas air Sungai, diperoleh kesimpulan

9.1.5 Aspek Pendayagunaan SDA Dari hasil simulasi DSS-Ribasim untuk kasus dasar 2007, 2025 dan masing-masing upaya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Hasil simulasi base case 2007 menunjukkan bahwa dari ketersediaan air alami, tidak ada kekurangan air untuk rumah-tangga, perkotaan dan industri (semua sukses diatas 90%). 2. Simulasi menunjukkan tidak ada kekurangan air baku sampai dengan tahun 2025. Pembangunan bangunan penyedia air baku dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IX-3

(Persero) CABANG I MALANG

3.

Pada beberapa bendung strategis di Wilayah Sungai Barito-Kapuas, dengan kondisi ketersediaan air rata-rata, debit andalan Q80%, dan debit andalan Q90%. Sedangkan kebutuhan air terdiri atas kebutuhan air irigasi dan pemeliharaan aliran untuk lingkungan.

9.1.6 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air (DRA) Berdasarkan analisis dan hasil simulasi yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Banjir yang terjadi di WS Barito-Kapuas disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Perubahan fungsi Retarding Basin yang berubah menjadi daerah pemukiman & pertanian. b. Menurunnya kapasitas dari sungai-sungai / drainasi karena sedimentasi c. Kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai atau drain mengakibatkan pendangkalan sungai, yang pada akhirnya mengurangi kapasitas sungai. d. Prilaku masyarakat yang kurang memperhatikan fungsi dari sungai dan prasarana banjir yang dibangun. 2. Mengingat banjir tidak dapat dihilangkan secara absulut, maka dalam studi ini telah ditetapkan bahwa strategi Pengendalian Daya Rusak Air dibagi dalam dua periode waktu, yaitu : Jangka Menengah/ Mendesak a) Pemulihan sarana dan prasarana pengendalian banjir akibat Daya rusak Air meliputi :

Rehabilitasi / normalisasi jaringan drainasi Normalisasi alur sungai Pengerukan muara sungai yang mengalami pendangkalan Rehabilitasi atau perbaikan bangunan pengendali banjir Rehabilitasi / perbaikan tebing kritis Manajemen penanggulangan banjir atau yang lajim disebut Manajemen Tanggap Darurat Penerapan Sistem Peringatan Dini (Flood Warning System)

b) Penanggulangan Daya Rusak Air


Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IX-4

(Persero) CABANG I MALANG

Jangka Panjang a) Dengan meningkatkan fungsi retensi ekologis (Eko-Hidraulis) di sepanjang alur sungai dari hulu hingga hilir untuk redaman banjir, menahan air di bagian hulu dan hilir b) Pengendalian dan Pengelolaan Dataran Banjir (Flood Zoning/ Flood Proofing)

Flood Zoning Daerah daerah rawan banjir yang perlu ditetapkan sebagai flood zoning yang didasarkan atas frekuensi banjir yang terjadi.

Flood Proofing Meninggikan lantai bangunan (di atas muka air banjir), peninggian lantai bangunan lebih dari muka air banjir, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penimbunan tanah dan di atas tiang.

c) Pengendalian Debit Banjir


Pengendalian Debit Banjir Dengan Waduk Transfer Antar Basin

9.2

SARAN

Usulan saran terhadap pengembangan wilayah sungai meliputi usulan pengelolaan sesuai tahapan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air dan usulan pengembangan pengelola SDA lintas Propinsi adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan perlu menyusun kesepakatan mengenai peningkatan kapasitas Institusi Pengelola SDA Wilayah Sungai Barito-Kapuas, utamanya agar fungsi pemantauan dan pengendalian yang dapat mencakup seluruh Wilayah Sungai Barito-Kapuas dapat berjalan, untuk diusulkan kepada Pemerintah. 2. Perlunya mempercepat munculnya perda mengenai SDA yang dapat

mengantisipasi pelanggaran pemanfaatan SDA (Perda Sungai, Perda Irigasi, dst) dengan melibatkan peranserta masyarakat. 3. Konservasi dan perlindungan daerah tangkapan air di wilayah hulu sungai perlu dilakukan secara intensif mengingat daya dukung lingkungan dan daya tampung

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IX-5

(Persero) CABANG I MALANG

sudah tidak memadai lagi. Untuk mengatasi banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau, di daerah hulu sungai perlu dibuatkan embungembung penampungan air hujan, sumur resapan, serta menerapkan Q Delta Policy dalam setiap pembangunan . 4. Perlu dilakukan audit lingkungan secara komprehensif baik secara biogeofisik maupun sosial budaya air di wilayah sungai. 5. Dalam mengatasi jumlah limbah cair RKI yang terus meningkat dari tahun ke tahun dengan kuantitas yang banyak dan memilki potensi untuk mencemari WS Barito-Kapuas, maka perlu pengolahan limbah, yaitu : (a). Air Limbah Rumah Tangga dan Perkotaan, dengan alternatif pengolahan : 1). Untuk permukiman dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan ekonomi sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kebijakan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya

menggunakan Off Site System, yaitu dengan menggunakan jaringan perpipaan air limbah untuk menampung air limbah dari setiap sumber pencemar, selanjutnya disalurkan dan diolah di IPAL terpusat; 2). Untuk areal permukiman terpencar dilakukan secara komunal di daerah bersangkutan, sehingga jaringan perpipaan lebih sederhana dan kapasitas IPAL terpusat bisa lebih kecil; 3). Untuk permukiman yang terpisah dengan pertimbangan daya dukung lahan masih memadai dapat dan dapur) dapat diolah diolah secara individu dengan tangki dengan konsep ekoteknologi yang yang septik untuk tinjanya, tetapi untuk grey water ( air bekas mandi, cuci menggunakan tanaman (wetland system) atau Echo Garden dapat dibuang ke badan air. (b). Air Limbah Industri : 1). Harus diolah sebelum dibuang ke badan air, ini sesuai Pasal 38 ayat (2) butir (a) dari PP 82/2001 (Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air), tentang kewajiban untuk mengolah limbah dari industri. Alternatif pengolahan, terdiri dari :

dapat menyerap unsur pencemar, selanjutnya effluent Echo Garden

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IX-6

(Persero) CABANG I MALANG

Dengan pengolahan individu di masing masing industri Untuk areal industri yang memiliki limbah sejenis dan terkumpul dalam suatu area dapat dilakukan Pengolahan Terpusat, dimana setiap industri biasanya diwajibabkan melakukan Pra Pengolahan, sehingga limbah cair yang disalurkan ke jaringan pengumpul limbah memiliki mutu tertentu sesuai dengan ketentuan yang diberikan dari Badan Pengelola, selanjutnya disalurkan dan diolah di IPAL terpusat;

2). Limbah industri harus dipantau secara kontinyu, sesuai dengan Pasal. 38 ayat (2) butir (e) : dari PP 82/20012001 (Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air), tentang Persyaratan melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah; (c). Menerapkan Aspek Hukum yaitu sangsi dan penghargaan bagi industri yang belum dan telah memenuhi Ketentuan Baku Mutu Limbah Cair. 6. Meningkatkan kemampuan lembaga pengelolaan sumber daya air (capacity building) serta meningkatkan tingkat kesadaran serta peran serta masyarakat, swasta dan LSM dalam upaya memelihara dan melindungi sempadan sungai 7. Untuk memanfaatkan sumber daya air yang ada, maka dapat dipertimbangkan pembangunan waduk Muara Julai yang diharapkan akan dapat menyediakan air untuk irigasi teknis, PLTA, Pariwisata dan juga perikanan darat. 8. Mensinergiskan Kegiatan Institusi pengelola SDA dengan Kegiatan yang positip dari Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, dan LSM dalam pendayagunaan SDA 9. Upaya-upaya konservasi yang perlu segera dilakukan di WS Barito-Kapuas adalah sebagai berikut : Menetapkan dan mengelola daerah resepan air dalam rangka penyediaan air bagi kemamfaatan umum secara berkelanjutan dan pengurangan DRA 1. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis 2 Menghambat laju penebangan liar dan degradasi hutan dan lahan konservasi SDA

3. Mengembangkan dan merehabilitasi prasarana dan sarana untuk

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IX-7

(Persero) CABANG I MALANG

Meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air secara berkelanjutan 1. Pengawetan SDA 2. Menetapkan dan mengelola kawasan danau rawa, embung & mata air dgn aturan. 3. Menetapkan daerah batas sempadan sungai, rawa, embung dengan prioritas daerah pemukiman 4. Pemeliharaan mata air 5. Pelestarian situ 6. Pengendalian penggunaan air tanah kota Memulihkan dan mempertahankan kualitas air untuk memenuhi kebutuhan air yang berkelanjutan 10. Upaya-upaya pengendalian banjir yang perlu segera dilakukan di WS BaritoKapuas adalah sebagai berikut : (a) Penanganan banjir supaya dilakukan secara menyeluruh, dengan memperhatikan faktor penyebab yang paling dominan dan optimasi penanganannya baik yang dilakukan secara struktural maupun non struktural. (b) Rasionalisasi alur sungai dan drainase kota merupakan upaya penanganan banjir WS. Barito-Kapuas yang harus mendapatkan perhatian yang memadai dari Pemerintah Daerah. (c) Tidak kalah pentingnya upaya penataan penggunaan bantaran dan alur sungai serta kegiatan konservasi untuk daerah hulu untuk mencegah adanya trend kenaikan debit banjir akibat kerusakan daerah resapan air (d) Perlu dilakukan pengaturan tanggung jawab dan wewenang pada sektor/ dinas/ instansi di daerah yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air Wilayah Sungai Barito-Kapuas serta pengkoordinasiannya agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaannya.

Laporan Akhir
RANCANGAN POLA WILAYAH SUNGAI BARITO KAPUAS

IX-8

You might also like