You are on page 1of 20

AL-MUHKAM DAN AL-MUTASYABIH

JUN 9 Posted by sarjoni

PENDAHULUAN
1.

Latar

Belakang

Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang kehidupan semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan kebobobrokan moral dari kalangan generasi muda sulit membedakan mana yang hak dan mana yang batil, hukum hanya nama dan simbol semata, ditabah lagi serangan dari musuh-musuh Islam, makar global yang menohok islam dan serangan pemikiran dan ajaran yang menyimpang yang ditanamkan oleh kaum orientalis dengan gerakan orientalisme-nya. Ibadah hanya dianggap sebatas ritual dan seremonial belaka. Manusia seperti kehilangan pedoman hidup. Mereka terpenjara, sengsara dana menderita karena ulah tangantangan mereka sendiri.
1.

Tujuan

Pembahasan

maka dari itu untuk mengobatri penyakit-penyakit tersebut semua, maka dalam hal ini yang sangat dibutuhkan disini adalah sebuah pedoman hidup yang benar-benar bisa menyelamatkan hidup, maka dari itu mempelajari ilmu-ilmu Al-quran adalah sebuah alternatif yang sangat-sangat dibutuhkan namun demikian telah termaktub dalam Al-quran dijelaskan secara global dan ada pula yang secara detil. Ada sebagian ayat-ayat Al-quran yang bisa langsung dipahami maknanya dan ada yang tidak. Maka dari itu perlu kita mempelajari Al-muhkam dan Al-mutasyabih, agar kita dapat mengetahui mana yang bisa dipahami maknanya dan mana yang tidak.

PEMBAHASAN
1.

Pengertian Menurut etimologi muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah. Muhkam diambil dari kata ihkm, artinya kekokohan, kesempurnaan. Bisa bermakna, menolak dari kerusakan.Muhkam adalah ayat-ayat yang (dallah) maksud petunjuknya jelas dan tegas, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dan kekeliruan pemahaman. mutasyabih adalah ungkapan yang maksud makna lahirnya samar. mutasyabih diambil dari kata tasybaha yatasybahu, artinya keserupaan dan kesamaan, terkadang menimbulkan kesamaran antara dua hal. Mutasyabih adalah ayat-ayat yang makna lahirnya bukanlah yang

dimaksudkannya. Oleh karena itu makna hakikinya dicoba dijelaskan dengan penakwilan. Bagi seorang muslim yang keimanannya kokoh, wajib mengimani dan tidak wajib mengamalkannya. Dan tidak ada yang mengetahui takwil ayatayat mutasyabiht melainkan Allah swt.
1.

Pengertian Muhkam dan Mutasyabih Secara Khusus Muhkam dan Mutasyabih terjadi banyak perbedaan pendapat. Yang terpenting di antaranya sebagai berikut :
1.

Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutasyabih hanya Allah-lah yang mengetahui akan maksudnya. Muhkam adalah ayat yang dapat diketahui secara langsung, sedangkan mutashabih baru dapat diketahui dengan memerlukan penjelasan ayat-ayat lain.

2.

Para ulama memberikan contoh ayat-ayat Muhkam dalam al-Quran dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum. Seperti halal dan haram, kewajiban dan larangan, janji dan ancaman. Sementara ayat-ayat Mutasyabih, mereka mencontohkan dengan nama-nama Allah dan sifatNya, seperti:

( )552 : Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. ()5 : Yang Maha Pengasih, yang bersemanyam di atas Arsy. ( )41 : (bahteranya nabi Nuh as) berlayar dengan pantauan mata Kami. (seperti itulah musibah yang Kami turunkan) sebagai balasan bagi orang yang ingkar. ( )01 : esungguhnya orang-orang yang membaiat-mu ya asul, mereka-lah yang berikrar menerima (bah a uhan mereka adalah Allah. angan Allah diatas tangan-tangan mereka. ( )88 : dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa kecuali (wajah) Allah. Muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri tanpa ditakwilkan karena susunan tertibnya tepat, dan tidak musykil, karena pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan karena tidak dinasakh. Sedangkan pengertian mutasyabih

ialah lafal-Al-Quran yang artinya samar, sehingga tidak dapat dijangkau oleh akal manusia karena bisa ditakwilkan macam-macam sehingga tidak dapat berdiri sendiri karena susunan tertibnya kurang tepat sehingga menimbulkan kesulitan cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu amalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli Allah SWT.
1.

Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih.


1.

Madzhab Salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri (tafwidh ilallah). Mereka menyucikan Allah dari pengertianpengertian lahir yang mustahil bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Quran. Di antara ulama yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Imam Malik yang berasal dari ulama Mutaqaddimin. Madzhab Khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah. Mereka umumnya berasal dari kalangan ulama Mutaakhirin

2.

2.

Hikmah adanya Ayat-ayat tersebut.


1.

Hikmah Ayat-Ayat Muhkam.


1.

Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka. Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.

2.

3.

4.

2.

Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat.


1.

Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana

Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat Mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
2.

Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat Mutasyabih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albabsebagai cercaan terhadap orangorang yang mengutak-atik ayat-ayat Mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat Mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan kalnya dan mengharapkan ilmu ladunni. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.

3.

4.

5.

3.

Fawatih Al-Suwar

Fawatih Al-Suwar berarti pembukaan-pembukaan surat dan menurut As-suyuthi, tergolong dalam ayat mutasyabih, biasanya dimulai dengan huruf-huruf muqaththaah (huruf-huruf yang terpisah). Ibnu Abi Al Asba, ia mencoba menggambarkan tentang beberapa kategori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam Al-Quran. Pembagian karakter pembukaannya adalah sebagai berikut. Pertama, pujian terhadap Allah swt yang dinisbahkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Kedua, yang menggunakan huruf-huruf hijaiyah; terdapat pada 29 surat. ketiga, dengan mempergunakan kata seru (ahrufun nida), terdapat dalam sepuluh surat. lima seruan ditujukan kepada Rasul secara khusus. Dan lima yang lain ditujukan kepada umat. Keempat, kalimat berita (jumlah khabariyah); terdapat dalam 23 surat. kelima, dalam bentuk sumpah (Al-Aqsam); terdapat dalam 15 surat.

1.

Pembukaan dengan pujian kepada Allah (al-istiftah bil al tsana). Pujian kepada Allah ada dua macam, yaitu :
1. Menetapkan sifat-sifat terpuji dengan menggunakan salah satu lafal berikut:Memakai lafal hamdalah yakni dibuka dengan , yang terdapat dalam 5 surat yaitu : Q.S. Al Fatihah, Al Anam, Al Kahfi, Saba, dan Fathr.Memakai lafal , yang terdapat dalam 2 surat yaitu Q.S. Al Furqon dan Al Mulk.Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif (tanzih an ssifatin naqshin) dengan menggunakan lafal tasbih terdapat dalam 7 surat yaitu : Q.S. Al Isra, al Ala, al Hadid, al Hasyr, as shaff, al jumah, dan at Taghabun. 2.

2.

Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus-putus (Al Ahruful Muqotoah .


Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 29 surat dengan memakai 14 huruf tanpa diulang, yakni . Penggunaan surat-surat tersebut dalam pembukaan surat-surat Al Quran disusun dalam 14 rangkaian, yang terdiri dari kelompok berikut : 1. Kelompok sederhana, terdiri dari satu huruf, terdapat dalam 3 surat, yakni ( Q.S. Nun).(Q.S. Shad), (Q.S. Qof)Kelompok yang terdiri dari dua huruf, terdapat dalam 3 rangkaian dan 9 surat, yakni ( Q.S. Al Mumin, Q.S. As Sajdah, Q.S. Az Zuhruf, Q.S. Ad Duhkan, Q.S. Al Jatsiyah, dan Q.S. Al Ahqaf);

( Q.S. Thaha); ( Q.S. An Naml);

dan ( Q.S. Yaasin). 2. Kelompok yang terdiri dari tiga huruf, terdapat dalam 3 rangkaian dan 13 surat, yakni ( Q.S. Al Baqoroh, Q.S. Ali Imron, Q.S. Ar Rum, Q.S. Lukman, dan Q.S. Sajdah); (Q.S. Yunus, Q.S. Hud, Q.S. Ibrahim, Q.S. Yusuf, dan Q.S. Al Hijr); dan

( Q.S. Al Qoshosh dan Q.S. As

yuara .

3. Kelompok yang terdiri dari 4 huruf, terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni (Q.S. Ar adu dan (Q.S. Al Araf . 4. Kelompok yang terdiri dari 5 huruf terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni (Q.S. Maryam) dan (Q.S. As yura . 5. 3.

Pembukaan dengan panggilan (al istiftah bin nida).


Nida ini ada tiga macam, terdapat dalam 9 surat, yaitu nida untuk Nabi ( yang terdapat dalam Q.S. Al Ahzab, At Tahrim dan At Thalaq.( ), ) dalam Q.S. al

Muzammil dan term ( ); nida untuk kaum mukminin dengan term terdapat dalam Q.S. Al Maidah dan Al hujurat, dan nida untuk umat manusia ( ) terdapat dalam Q.S. An Nisa dan Q.S. Al Hajj. Menurut As Suyuthi pembukaan dengan panggilan ini terdapat dalam 10 surat, yakni ditambah dengan Q.S.AlMumtahanah. 4.

Pembukaan dengan kalimat (jumlah) khabariyah (al istiftah bi al jumal al khabariyah).


Jumlah khabariyah dalam pembukaan surat ada dua macam, yaitu : 1. Jumlah Ismiyyah, Jumlah ismiyah yang menjadi pembuka surat terdapat 11 surat, yaitu terdapat dalam Q.S. At Taubah, Q.S. An Nur, Q.S. Az Zumar, Q.S. Muhammad, Q.S. Al Fath, Q.S. Ar Rahman, Q.S. Al Haaqqah, Q.S. Nuh, Q.S. Al Qodr, Q.S. Al Qoriah, dan Q.S.Al-Kautsar.Jumlah Filiyyah, Jumlah filiyah yang menjadi pembuka surat-surat Al

Quran terdapat dalam 12 surat, yaitu : Q.S. Al Anfal, Q.S. An Nahl, Q.S. Al Qomar, Q.S. Al Muminun, Q.S. Al Anbiya, Q.S. Al Mujadalah, Q.S. Al Maarij, Q.S. Al Qiyamah, Q.S. Al Balad, Q.S. Abasa, Q.S. Al Bayyinah, Q.S. At Takatsur. 2. 5.

Pembukaan dengan sumpah (al istiftah bil qasam).


Sumpah yang digunakan dalam pembukaan surat-surat Al Quran ada tiga macam dan terdapat dalam 15 surat. bentuk redaksi fawatih Al-suwar didalam al-quran dijelaskan sebagai berikut: 1. terdiri atas satu huruf, terdapat pada tiga tempat: surat al-qalam [68] yang diawali huruf nun; surat qaf [50] yang diawali huruf qaf dan surat shad [38] yang diawali huruf shad.terdiri atas dua huruf, terdapat pada sepuluh tempat: surat al-mukmin [40]; surat Fushshilat [41]; surat As-syum [42]; surat Az-zukhruf [43]; surat Ad-dukhan [44]; surat Al-jatsiyyah [45]; surat Al-ahqaf [46]; surat Thaha [20]; surat An-naml [27]; dan surat Yaa sin [36]. 2. terdiri atas tiga huruf, terdapat pada 13 tempat: surat Al-baqarah [2]; surat Al-imran [3]; surat Al-ankabut [29]; surat Ar-rum [30]; surat Luqman [31]; surat As-sajdah [32]; surat Yunus [10]; surat Hud [11]; surat Yusuf [12]; surat Ibrahim [14]; surat Al-hijr [15]; surat Asy-syuara [26]; dan surat Al-qashshash [28]. 3. terdiri atas empat huruf, terdapat pada dua tempat: suat Al-araf [7]; dan surat Al-arad [13]. 4. terdiri atas lima huruf, terdapat pada dua tempat: surat Maryam [19] dan surat As-syura. 5.

Menurut As-suyuthi, karena fawatih al-suwar tergolong dalam ayat mutasyabih maka hikmah keberadaan/mempelajari tentang fawatih al-suwar sama dengan hikmah keberadaan ayat mutasyabih diantaranya:
6. memperlihatkan kelemahan akal manusiateguran bagi orang-orang yang mengotak-atik Al-quran 7. memberikan pemahaman abstrak-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang biasa disaksikannya. 8.

DAFTAR PUSTAKA
M.Ag, DR. Rosihon Anwar, Ulum Al-quran, Pustaka Setia, Bandung, 2008

Al-Hasani, Dr Muhammad Bin Alawi Al-Maliki, Zubdah Al-Itqah Fi Ulum AlQuranMutiara Ilmu-Ilmu Al-Quran Kitab Al-Itqom Fi Ulum Al-Quran AsSuyuth, bandung : pustaka setia,1999 Shiddieqi Teungku Muhammad hasbi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu AlQuran Dan Tafsir, Semarang : PT Pustaka Rizki Putra,1999 Marhiyanto Bambang, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini, Surabaya : Terbit Terang, 1999

www.aliyahalhuda.blogspot.com/2008/05/fawatih-al-suwar-dan-khawatim-al-suwar.html www.maizuddin.wordpress.com/artikel/bentuk-lahiri-al-quran-kajian-atas-ayat-dansurat/ www.chayo.my-php.net/artikel_view.php?page_detil=Fawatih%20AlSuwar%20dari%20As-suyuthi%20[19-Apr-2009 www.Almanhaj.or.id

MUHKAM DAN MUTASYBIH


13 Mei 2009
BAB Pendahuluan A. Latar belakang, I

Ilmu muhkam wal Mutasyabih di latar belakangi oleh adanya perbedaan pendapaulamatentang adanya hubungan suatu ayat atau surat yang lain. Sementara yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Quran ada ayat atau surat yang tidak berhubungan, di sebabkan pendapat ini, maka suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat Al-Qursn cukup penting kedududkannya. B. Pembatasan masalah,

Untuk lebih lanjut terarahnya penulisan makalah ini, maka penulis membatasi sebagai berikut : 1. 2. 3. Sikap Pengertian Ulama terhadap Al-Muhkam ayat-ayat Fawatill wal Muhkam wal Mutasyabih. Mutasyabih. Al-Suwar.

4. Hikmah adanya ayat-ayat Al-Muhkam wal Mutasyabih. C. Tujuan Pembahsan,

1. Untuk menambah ilmu pengetahuan kita, dalam memahami tentang ilmu Muhkam wal Mutasyabih. 2. Untuk bahasan dalam mata kuliah Ulumul Quran.

3. Untuk memenuhi tugas terstuktur padamata kuliah Ulumul Quran. BAB AL-MUHKAM A. 1. PENGERTIAN AL-MUHKAM II AL-MUTASYABIH AL-MUTASYABIH, Al-Muhkam,

Muhkam berasal dari kata Ihkam yang bearti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara terminology muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Contoh surat Al- Baqarah ayat 83 : Artimya akan Ibu,Bapak oarng dan itu kamu : dan ketika kami selain kerabat dan mengambil Allah, dekat dan kata dan sebagian janji dan dari anak-anak berbuat Israel : tidak

menyembah dan miskin, kerjakanlah kamu berpaling

kebaikankepada dan kepada zakat, orangmanusia, kemudian dan perduli

anak-anak-piatu yang baik

ucapkanlah sembahyang kecuali tidak

bayarlah kecil mengambil dari

padamu

2.

Al-Mutasyabih

kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Tasyahabad Isttabaha berarti dua hal yang masing-masing menyerupai yang lainnya.

Sedangkan secara terminology Al Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelasmaksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau Allah yang mengetahuinya. Contoh surat Thoha ayat 5 : Artinya : ( Allah ) yang maha pemurah, yang bersemayam diatas Arasy.

Secara istilah, para Ulama berbeda pendapat dalam merumuskanMuhkam dan Mutasyabih. AlSuyuti telah mengemukakan 18 definisi atau tempat yang diberikan Ulama. Al-Zarqani mengemukakan Diantara 1. 11 defenisi Al-Alusi definisi yang yang sebagian dikuip Al-Zakqarni dari Al-Suyuti. adalah mazhab : Hanafi.

dikemukakan kepada

Pendapat

pemimpin-pemimpin

Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi ( maknanya ), tidak diketahui maknanya baik secra akil maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah yang mengetauhinya , seperti datangnya kiamat , huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat. 2. Pendapat dibangsakan kepada ahli sunah sebagai pendapat yang terpilih dikalangan mereka. Muhkam ialah ayta yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun Takwil.

Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah lah yang mengetahui maksudnya, seperti datangnya hari 3. kiamat, Pendapat kelurnya dibangsakan Dajjal, kepada huruf-huruf Ibnu yang dan terputus-putus kebanyakan di awal-awal fikih surat.

Abbas

ahli

mengikutinya.

Muhkam ialah ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna Takwil. Mutasyabih ialah ayat yang mengandung banyak Takwil. 4. 5. Pendapatini Muhkam ialah ayat diceritakan yang tidak berdiri dari sendiri dan Imam tidak tetapi Ahmad memerlukan memerlukan Imam susunan dan ra.

keterangan. keterangan. Al-Haramain. urutannya.

Mutasyabih

ialah

ayat ini

yang

tidak

berdiri

sendiri

Pendapat Muhkam ialah

dibangsakan ayat yang

kepada seksama

Mutasyabih ialah ayat yang seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamanya 6. indikasi / Pendapat melalui konteksi. Al-Thibi.

Muhkam ialah ayat yang jelas maknya dan tidak masuk kepadanya isykal ( kepelikan ). 7. Pendapat Mutasyabih dibangsakan kepada Imam Al-Razi ialah dan banyak peneliti yang lawannya. memilih.

Muhkam ialah ayat yang ditujukan makna kuat, yaitu lafal Al-Quran nas dan lafal zahir sunah.

Mutasyabih ialah ayat yang ditunjukkan maknanya tidak kuat yaitu lafal mujmal, muawwal, dan musykil. B. SIKAP ULAMA TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIH DAN AYAT-AYAT MUHKAM. Menurut Al-Zarqani, ayat-ayat Mutasyabih dapat dibagi 3 ( tiga ) macam :

1. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat mengetahui maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hari kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat Allah. Sebagian mana firman Allah dalam surat Al-Anam ayat 59 : Artinya : dan pada sisi Allah kecuali kunci-kunci semua yang Dia gaib, tak ada yang sendiri.

mengetahui

2. Ayat-ayat yang setiap orang bias mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat : Hutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutannya, dan Contoh surat An-Nisa ayat 3 : Artinya ( : dan jika ) kamu takut tidak adakn dapat yatim, berlaku maka adil terhadap kawinilah seumpamanya.

hak-hak

perempuan

yang

wanita-wanita. 3. Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para Ulama tertentu dan bukan semua Ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati seseorang yang jernih jiwanya dan mujahid. Sebagai mana diisyaratkan oleh Nabi dengan doanya bagi Ibnu Abbas : Artinya : Ya Tuhanku, jadikanlah seseorang yang paham dalam agama,dan ajarkanlah kepada takwil. Mengenal ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah, pendapat Ulama terbagi kepada dua 1. Yaitu mazhab yang mempunyai dan mazhab Mazhab mengimani sifat-sifat Allah kepada yang Mutasyabih, : salaf. dan Allah. Khakaf.

menyerahkan 2.

hakikatnya Mazhab

Yaitu Ulama yang menakwilkan lafal yang maknanya lahirnya musthahil kepada makna yang baik bagi zat Allah, contohnya mazhab ini mengartikan mata dengan pengawasan Allah, tangan diartikan kekuasaan Allah, dan lain-lain. Pada hakikatnya tidak ada pertentangan antara pendapat Ulama tersebut, permasalahannya hanya berkisar pada perbedaan dalam menakwilkannya.

Secara teoritis pendapat Ulama dapat di kompromikan, dan secara praktis penerapan mazhab khalaf lebih dapat memenuhi tuntutan kebutuhan intelektual yang semakin hari semakin berkembang dan kritis. Dengan melihat kondisi obyektif intelektual masyarakat modern yang

semakin berpikirkritis dewasa, maka mazhab khalaf atau mazhab takwil ini yang lebih tepat diterapkan dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat dengan mengikuti ketentuan takwil yang dikenal dengan ilmu tafsir. C. FAWATIB AL-SUWAR.

Fawatib Al-Suwar yaitu pembukaan-pembukuan surat yang dimulai dengan potongan-potongan huruf, yang ada umumnya terdapat pada pembukuan ayat atau surat makkiah / huruf- huruf hijaiyah. Pembukuan surat ini ada yang terdiri dari dua huruf, enam huruf, lima huruf dan lain-lain. Seperti : Dalam hal ini ada beberapa pendapat Ulama diantaranya yaitu :

1. Ulama memahami Fatwatil Al-Suwar ini sebagai rahasia hanya Allah yang mengetahuinya. 2. Ulama ini mengatakan bahawa huruf-huruf awal surat sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian dapat dipahami oleh menusia, karena pengnut pendapat ini memberi pengertian kepada ayat ini : Contoh : Yang berarti Aku Allah yang Melihat. Sedangkan sebagian Ulama memnadang huruf ini sebagai peringatan ( tanbih ) kepada agar Ulama waktu kesibukannya dengan urusan manusia berpaling kepada Jibril untuk mendengar ayat-ayat yang akan disampaikan kepadanya. Sebagian yang lain memandang sebagai peringatn kepada orang Arab agar mereka tertarik mendengarnya. Pendapat Ulama tentanghuruf hijaiyah pembuka surat.

a. Az Zamakhsari berkata dalam tafsirnya Al- Qasysyaf hururf-huruf ini ada beberapa pendapat, yaitu 1. 2. 3. Supaya menarik Merupakan Sumpah hati orang yang nama : surat. Allah mendengarnya.

b. As Suyuti menakwilkan pendapat Ibnu Abbas tentang huruf tersebut sebagai berikut : Dikatakan bahwapendapat itu hanya ,erupakan anggapan belaka, kemudian As-SSuyuti

menerangkan bahwa hal itu suatu rahasia yang hanya Allah lah yang mengetahuinya. c. Al- Quwabi mengatakan bahwasannya kalimat itu merupakan tambih bagi Nabi, maka Allah menyuruh Jibril untuk memberikan perhatian terhadapa apa yang disampaikan kepadanya. d. As-Sayid Rasyid Ridha tidak membenarkan Al-Quwabi karena Nabi senantiasa menunggu kedatangan wahyu, Ia erpendapat sesuai dengan Ar-Rasi, bahwa tambih sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang kafir apabila nabi membaca Al-Quran mereka menganjurkan satu sama lain untuk tidak mendengarkannya.

e. Ulama salaf berpendapat bahwa fawati Al-Suwar telah disusun sejak zaman azali sedemikian rupa supaya melengkapi segala yang melemahkan manusia dari yang didatangkan seperti AlQuran. Oleh karena itu ITikad bahwa huruf-huruf ini telah sedemikian dari azalinya, maka banyaklah orang tidak berani mengeluarkan pendapat tentang huruf-huruf itu, orang menganggap huruf itu termasuk golongan mutasyabihat yang hanya Allah lah yang mengetahuinya. D. HIKMAH ADANYA AYAT-AYAT MUTASYABIHAT DAN ALMUHKAM

1. Ayat-ayat Mutasyabihat ini mengharuskan upayayang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.

2. Jika ayat-ayat Al-Quran mengandung ayat Mutasyabihat maka untuk memehami diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu dengan yang lainnya, hal ini memerlukan berbagai ilmu, seperti Bahasa, Gramatika, Mani, Ilmu Bayan, Ushul Fiqih, dan sebagainya.

3. Ayat-ayat Mutasyabihat merupakan rahmat bagi manusia yang lemah yang tidak mengetahui segala sesuatu.

4. Ayat ini juga merupakam cobaan bagi manusia apakah mereka percaya atau tidak tentang hal yang 5. Ayat ini menjadi dalil atas kebodohan dan kelemahan gaib. manusia.

6. Ayat ini dalam Al-Quran menguatkan kemukjjizatannya.

MUHKAM DAN MUTASYABIH Makalah ini disusun untuk dipresentasikan dalam kelas mata kuliah Studi Al-Quran Semester II (Dua)

Dosen pengampu: Dr. Ahmad Munir, M.Ag.

OLEH: SUKATIN NMP. 20091010090 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER STUDI ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayat-ayat yang terkandung dalam Al-quran ada kalanya yang berbentuk lafadz, ungkapan dan uslub yang berbeda tetapi artinya tetap satu, sudah jelas maksudnya sehingga tidak menimbulkan kekeliruan bagi orang yang membacanya. Ayat-ayat Al-quran seperti itu dinamakan muhkam. Di sisi lain, terdapat pula ayat-ayat al-quran yang bersifat umum dan samarsamar yang menimbulkan keraguan bagi yang membacanya, sehingga ayat yang seperti ini menimbulkan ijtihad bagi para mujtahid untuk dapat mengembalikan pada makna yang jelas dan tegas. maka ayat yang demikian dinamakan mutasyabih. Muhkam wal mutasyabih merupakan salah satu dari sekian banyak dari diri Al-Quran. Artinya muhkam wal mutasyabih merupakan sebuah pembahasan yang berhubungan langsung dengan diri Al-Quran secara internal. Terlepas dari itu semua, jika kita renungkan bersama ternyata dengan adanya ayat-ayat muhkam wal mutasyabih terutama ayat-ayat mutasyaih dapat memunculkan kreaksi-kreaksi, usaha-usaha yang kreaktif dan konsep-konsep baru dalam berbagai

cabang ilmu. Untuk lebih jelasnya, maka akan saya uraikan lebih rinci mengenai muhkam wal mutasyabih sesuai pengetahuan dan informasi yang saya peroleh.

B. Rumusan Masalah Dalam pembahasan kali ini saya bermaksud menguraikan arti dari muhkam wal mutasyabih, pembagian ayat-ayat mutasyabih, sikap ulama terhadap ayat-ayat mutasyabih. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian 1. Lughawi (bahasa) Muhkam wal mutasyabih berasal dari bahasa Arab dan . Secara etimologis muhkam berasal dari

Ihkamyang menurut Al-Zarqaini mempunyai berbagai konotasi namun mengacu pada satu pengertian yaitu Almanuyang berarti mencegah. Jika diartikan dengan ayat-ayat Al-quran itu disusun secara rapi dan kokoh, sedikitpun tidak ada cela untuk mengkritiknya dari sudut mana pun karena, baik kata-kata penepatannya dalam kalimat maupun susunansusunan dalam kalimatnya sangat rapi dan kokoh serta tepat dan akurat. Seperti dalam firman Allah Q.S Hud Ayat 1: Artinya :Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci. Maksudnya: diperinci atas beberapa macam, ada yang mengenai ketauhidan, hukum, kisah, akhlak, ilmu pengetahuan, janji dan peringatan dan lain-lain. Kata mutasyabihdalam bahasa Indonesia diartikan mirip atau samar-samar. Juga mengandung berbagai konotasi yang biasanya membawa kapada ketidak pastian atau ragu (iltibas). Kondisi inilah yang dijumpai dalam ayat Al-Quran. Sangking miripnya ayat yang satu dengan ayat yang lain. Maka tidak dapat dibedakan antara masing-masing ayat tersebut karena semuanya berbeda pada level yang sama dari segi balaqahnya. Kemukjizatannya, kebenaran informasi yang dibawanya penempatan kata yang akurat dan susunan kalimat yang kokoh, sehingga hal ini pun mampu menimbulkan keraguan bagi yang membacanya. Pengertian lughawi ini terdapat dalam firman Allah surat Al Zumar ayat 23: Artinya: Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. Berdasarkan pengertian secara lughawi Nampak bahwa kedua istilah diatas saling mendukung (tidak bertentangan). Artinya ayat-ayat al-Quran tersebut tersusun dengan rapi dan kokoh hingga tanpak dan terasa sekali pada keseluruhan ayat-ayat nya tanpa kecuali, sehingga pada kesemua ayat ini memiliki daya tarik dan Ijaz yang sama. 2. Istilahi Meskipun secara lughawi kedua istilah ini tidak bertentangan namun secara istilah terdapat perbedaan yang sangat tajam diantara keduanya. Hal ini seperti yang difirmankan dalam surat Al- Imron ayat 7 yang artinya:dialah Allah yang telah

menurunkan kepadamu al-kitab (Al-quran). Diantara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat: itulah pokok-pokok (isi) AlQuran (Al-kitab). Dan yang lain (Ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya condong kepada kesesatan. Maka mereka mengikuti pengertian yang samar-samar dari ayat-ayat yang mutasyabihat itu dengan tujuan untuk menimbulkan fitnah (kegaduhan, mala peteka dan sebagainya) dikalangan umat dan untuk mencari-cari takwilnya;padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka mengatakan kami mempercayai sepenuhnya bahwa semua itu datang dari tuhan kami. Dan hanya yang dapat mengambil pelajaran (dari ayatayat mutasyabihat itu) adalah mereka yang berakal. Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa kedua istilah memang sangat berbeda. Muhkam merupakan sesuatu yang jelas dan terang adalah atau pengertiannya, sementara mutasyabihat adalah sesuatu yang samar-samar dan kabur adalah atau pengertiannya. Dari sinilah timbul berbagai pendapat yang diantaranya sebagai berikut: a. Menurut As-Suyuti, muhkam adalah sesuatu yang sudah jelas artinya, sedangkan mutasyabih adalah sebaliknya. b. Menurut Imam Ar-Razi muhkam adalah ayat-ayat yang dalalahnya kuat, baik maksud maupun lafadnya, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang dalalahnya lemah, masih bersifat mujmal, memerlukan takwil dan sulit dipahami. c. Menurut Mnna Al-Qathathan, muhkam adalah ayat-ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerluakan keterangan lain, sedangkan mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain. Dari berbagai penjelaan dan pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: Ayat muhkamat adalah ayat yang sudah jelas baik lafadz maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kekeliruan bagi orang yang memahaminya. Sedangan ayat mutasyabih merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al-Quran yang masih belum jelas maksudnya, hal ini dikarenakan ayat mutasyabih bersifat mujmal (global) dan rincian lebih dalam. Selain bersifat mujmal, ayat-ayat tersebut juga bersifat Muawwal sehingga karena sifatnya ini seseorang dapat mengetahui maknanya setelah melakukan pentakwilan. B. Pembagian ayat-ayat mutasyabih Ayat-ayat mutasyabih dapat dikatagorikan menjadi tiga bagian, yakni: 1. Mutasabih dari segi lafadz, yang dibagi menjadi dua: a. Kosakata Tunggal Kekaburan makna pada suatu kosa kata biasanya disebabkan kata tersebut tidak bias dipakai uti zdafal uata mempunyai banyak konotasi Contoh I kekaburan arti karena tidak biasa dipakai. Lafadz didalam ayat 31 dari surat Abasa: sahabat utama Rasul yakni Abu Bakar dan Umar tidak dapat menjelaskan maksud kata tersebut. Contoh II, kekaburan arti disebutkan banyak-banyak konotasi: lafadz yang menunjuk kepada tangan kanan atau kekuatan, ataupun sumpah dalam ayat 93 surat Al-sfakat

. kata dalam ayat tersebut konotasinya tidak jelas. Apakah berarti tangan kanan atau kekuatan. Keduanya terpakai dalam bahasa Arab. Apabila diartikan kata tersebut dengan tangan kanan, maka maksud ayat itu adalah Nabi Ibrahim memukul berhala-berhala tersebut dengan tangan kanannya tanpa alat. Dan apabila diartikan dengan kekuatan, maka dapat dipahami bahwa Nabi Ibrahim memukul berhala-berhala tersebut dengan kekuatan penuh, baik dilakukannya dengan tangan kanan langsung atau dengan alat-alat pemukul lainya. Contoh lain lafal dalam ayat 228 surat Al-Baqoroh: Kata dalam bahasa Arab dapat berarti suci dan dapat pula berarti haid mereka yang memahami lafal dalam pengertian suci maka akan menetapkan. Bahwa idah wanita terletak ialah tiga kali suci, sebaliknya mereka yang meyakini kata itu berkonotasi haid maka akan mengistinbatkan huku darinya bahwa ialah wanita yang tertalak telah tiga kali haid. Inilah salah satu sebab yang membuat ulama berbeda penetapan hukum. b. Pola susunan kalimat terbagi menjadi dua: 1) Mutasyabih karena terlalu padat nya ungkapan. Misalnya, ayat 3 dari surat Al-Nisa: Sepintas tidak jelas maksud ungkapan tersebut, terutama hubungan antara berlaku adil terhadap anak yatim dengan perintah menikahi wanita. Menurut Al-Zarqani perlu diberi penjelasan sebagai berikut : Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi. 2) Susunan kata kurang berurutan. Misal lafadz dalam ayat 1-2 dari surat Al-kahfi: Dari segi logika pemikiran, kata tersebut seyogyanya ditempatkan setelah lafadz karena afal nakapurem keterangan sifat yang menjelaskan tentang keadaan itu sendiri. Dengan ditempatkan jauh darinya, bahkan masuk pada ayat tersebut. Dari itu bila kata itu didekatkan dengan maka susunanya akan menjadi:

Artinya:segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hambanya Al-Kitab yang lurus, dan tidak pernah ada penyimpangan didalamnya. Sementara kekaburan maksud sebuah ungkapan yang dikarenakan terlalu panjang kalimat, sementara makna yang ikandungnya sedikit. Ternyata setelah diamati bersama hal itu tidak mengakibatkan kekaburan makna. Dalam hal ini AlZarqoni mengemukakkan contoh Ayat 11 dari As-syura : . tidak ada yang serupa yang mirip dengan Allah sesuatu juapun. Dan sudut kebebasan semata, barangkali ungkapan tersebut memang terasa agak janggal, dan membuat konotasinya menjadi kabur karena ( adat tasybih)berarti jadi sama artinya dengan . Sehingga dengan begitu ungkapan itu sama dengan jadi dari segi kebahasaan ungkapan semacam itu merupakan pemborosan kata. Namun bila direnungkan secara mendalam maka akan dirasakan bahwa ungkapan Al-Qran itulah yang tepat. Karena yang dimaksudkan Allah dalam ayat ini adalah menanamkan keyakinan ke

dalam hati sanubari umat manusia bahwa jangankan yang serupa dengan-Nya. Bahkan yang serupa dengan yang semisal engan-NYa pun tidak ada. Jadi ayat tersebut emberikan informasi yang sangat tepat dan lebih mendalam tentang kondisi ketuhanan Allah yang dengan sangat jauh antara Dia dengan makhluk-Nya. 2. Mutasyabih dari segi makna Terjadi tasyabuh terhadap pengertian yang terkandung oleh suatu ayat, biasanya aat-ayat yang menginformasikan beritaberita ghoib seperti sifat-sifat Tuhan, malaikat, kondisi akherat seumpama surge, neraka, hari kiamat dan sebagainya. Semua itu tidak jelas bagi siapapun belum ada yang mengalaminya, sehingga yang diinformasikan oleh Al-Quran tidak bias dibayangkan secara tepat dan actual dalam benak kita. Contoh-contoh dari pertanyaan diatas antara lain seperti nash-nash yang engimformasikan tentang Tuhan, seperti (01 ) Tangan Allah diatas tangan-tangan mereka. (5 : ( )Ar-rahman bersila dfiatas Arasy), dan sebagainya. Pengertian semua itu samar-samar dan semua bagi kita. Tidak ada yang tahu hakekat yang sebenarnya dibalik ungkapan trsebut. Dari situlah dapat disimpulkan bahwa semua yang diinformasikan tuhan tentang dari Nya dan All-Quran atau adist Nabi dan sebagainya adalah symbolsimbol semu yang tidak diketahui oleh manusia hakikat sebenarnya di balik symbol-simbol tersebut, meskipun Tuhan menyatakan secara tegas : Dia punya tangan, Dia bersila diatas Arsy dan seterusnya, namun semua keterangan itu tak sama dengan yang ada dalam presepsi manusia. Kondisi inilah yang membuat pengertian ayat-ayat tersebut menjadi kabur bagi kita. 3. Lafal dan makna Menurut Al-roaghib al-Ishfatani, kkaburan yang dilihat dari segi makna dan lafal tersebut dapat dilihat dari lima asek, yaitu kuantitas, kualitas, waktu, tempat dan persyaratan sah atau batalnya perbuatan. Hal ini dilihat dalam surat Al-Baqoroh ayat 189 : )dan bukanlah kebaikan itu bahwa kamu memasuki rumah-rumah dari belakangnya). Kata Al-zarqani, ungkapan itu sulit sekali dipahami. Dari itu perlu diberi penjelasan, misalnya dengan menambahkan setelah lafal awhab uti nakiabek halnakub nad ;namahamep gnudnagnem uti taya naikimed nagneD . kamu memasuki rumah-rumah dari belakangnya jika kamu dalam keadan ihram pada waktu pelaksanaan haji atau umrah. Meskipun telah diberi penjelasan. Namun masih tetap belu rumah. Madar jika ihram membuat pintu (lubang) dibelakang Lalu mereka keluar dari belakang tirai secara sembunyi-sembunyi. Lalu turunlah ayat: Dari gambaran tersbut tampan kepada kita bahwa kekaburan maksud ayat itu terasa dari dua segi lafal dan makna sekaligus. C. Sikap ulama terhadap ayat-ayat mutasyabih Para ulama mempunyai beberapa pendapat yang berbeda berhubungan dengan ayat-ayat mutasyabih diatas. Khususnya ayatayat yang berkenaan dengan sifat-sifat tuhan benar-benar menjadi kontroveksi dikalagan para ulama. Sedangkan ayat-ayat yang lain, maka tidak terlalu mempersoalkannya. Apabila ditelusuri pendapat-pendapat ulama berkenaan dengan ayat-ayat mutsayabihat tentang sifat-sifat Tuhan, maka secara garis besarnya terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu:

1) Menerima tanpa takwil Mereka yang menerima dan mempercayai begitu saja secara apriori ayat-ayat mutasyabihat ini disebut dengan aliran salaf. Mereka tidak mau mempermasalahkannya, melainkan menyerahkan saja maksudnya kepada Allah. Menurut ulama ini kita sebagai ciptaan Allah tidak perlu mencari-cai takwil tentang ayat-ayat mutasyabih, tetapi kita harus menyerahkan persoalannya kepada Allah semata. 2) Menerima dengan takwil Jika ulama salaf tidak memperolehkan pembahasan ayat-ayat mutasyabihat. Mereka mulai sedikit toleran dan berlapang dada dalam menghadapi pemikiran-pemikiran yang tumbuh berkenaan dengan pemahaman ayat-ayat mutasyabihat tersebut. namun sebagian besar mereka masih tetap memegangi pendapat lama yang menolak setiap upaya interpertasi terhadap ayatayat mutasyabihat dalam bentuk apapun. Ulama Khalaf inipun dibagi menjadi dua kelompok, yang pertama dipelopori oleh Abu Al- Hasan al-Asyari, yang menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat itu sesuai dengan sifat-sifat yang diterima (dari-Nya)tanpa diketahui maksudnya secara tegas (pasti). Kelompok dua menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat itu sesuai dengan makna tau sifat-sifat yang dimaklumi oleh manusia. Dengan demikian kelompok ini berusaha memalingkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat mutasyabihat kepada mmakna yang dipahami manusia, tapi pantas dengan keagunggan Allah ditinjau dari segi logika dan agama. Untuk lebih jelasnya, maka disini akan kami paparkan contoh ayat Al-Quran yang menyebutkan sifat-sifat mutasyabihatNya seperti: a) Qs. Thaha ayat 5 yang memiliki arti (Allah) maha pengasih bersemayam di atas Arasy. b) Qs. Al-fajr ayat 2, yang memiliki arti Dan datanglah kepada Tuhanmu sedang para malaikat berbaris-baris. c) Qs. Al-Anam ayat 61 yang memiliki arti Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi diatas hamba-hamba-Nya. d) Qs. Ar-Rahman ayat 27. Yang memiliki arti dan tetap kekal wajah Tuhan-Mu. e) Qs. Thaha ayat 39, yang memiliki arti agar engkau diasuh diatas mata-Ku. f) Qs. Al-Fath ayat 10, yang memiliki arti tangan Allah diatas tangan mereka. g) Qs. Ali imon ayat 28, yang artinya Allah memperingatkan kamu terhadap diri-Nya. Dst.. Itulah beberapa contoh ayat-ayat mutasyabih tentang sifat-sifat tersebut terdapat kata-kata bersemayam, dating diatas, sisi, wajah, mata, tangan, dan diri yang dijanjikan sifat Allah. Keadaan tersebut menunjukkan keadaan, tempat dan anggota yang layaknya dipakai bagi makhluk yang misalnya manusia. Kaena kata-kata tersebut dibangsakan Allah, maka sulit dipahami akan maksud yang sebenarnya. Namun, jika ada pertanyaan apa maksud dari ayat-ayat tersebut? Maka disini terdapat perbedaan jawaban antara ulama salaf dan ulama Khalaf, sebagai berikut: Ulama salaf Ulama ini mempercayai dan memahami ayat-ayat tentang sifat-sifat mutasyabihat itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah. Pada intinya, mereka menyerahkan urusan hakikat mereka ayat-ayat tersebut kepada Allah.

Ulama Khalaf Ulama ini lebih dikenal dengan nama Muawwilah atau madzhab takwil. Mereka menakwilkan semua sifat-sifat yang terdapat pada ayat-ayat mutasyabihat diatas dengan takwilan yang rasional. Bersemayam mereka takwilkan dengan pengendalian Allah terhadap ala mini tanpa mereasa kesulitan. Kedatanggan Allah mereka artikan dengan kedatangan perintah Nya. Allah berada diatas Hamba-Nya diartikan dengan Allah maha tinggi, bukan berada pada suatu tempat. Kata sisi, mereka artikan hal Allah. Wajah mereka artikan dzat Allah. Mata mereka artikan dengan pengawasan. Tangan mereka artikan dengan kekuasaan Allah. Diri mereka artikan dengan siksaan-Nya. Demikianlah dua pendapat ulama yang berbeda dalam menanggapi ayat-ayat mutasyabihat tesebut. D. Hikmah keberadaan ayat-ayat mtasyabih dalam al-quran Diantara hikmah kebeadaan ayat-ayat mutasyabih di dalam al-quran dan ketidak mampuan akal untuk mengetahuinya adalah sebagai berikut: 1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. 2. Teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih 3. Memberikan pemahaman abstrak-ilahah kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang biasa disaksikannya. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Jika kita coba renungkan bersama, maka kita akan mnemukan satu hikmah bahwa adanya ayat-ayat mutasyabihat tersebut sangat strategis dan teramat penting, terutama dalam rangka mengembangkan potensi akal-budi dan nalar pikiran. Dengan ayat-ayat mutasyabihat yang kurang terang pemahaman tersebut, maka para ulama, pakar, ilmuan dan sebagainya berusaha mengerahkan segenapkemampuan, daya piker dan zikir mereka untuk mengetahui makna-makna yang terselubung dibalik ungkapan yang samar-samar. Perlu diketahui bahwa hal-hal yang sifatnya selalu mendorong seseorang untuk mengetahui hakikat dibalik kesamaran it. Dengan demikian, terjadilah usaha-usaha yang kreaktif dan inovatif secara berkesinambungan untuk mencapai suatu citacita. Kondisi inilah kemudian yang membuat peradaban islam berkembang sebagaimana tercatat dalam sejarah dunia khususnya pada abad-abad pertengahan yang dikenal dengan zaman keemasan Islam. Dimana semua bidang ilmu agama, maupun ilmu umum berkembang dengan sangat pesat. DAFTAR PUSTAKA Anwar,Abu. Ulumul Quran. Pekan baru: Ambah, 2002 As-Sholih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Quran. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990 Baidan, Nasruddin, Wawasan baru ilmu tafsir. Yogyakarta: Pustaka belajar, 2005

Djalal, Abdul. Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu, 1998 Syanehchi, Mudhir Kathim dkk. Al-Quran buku yang menyesasatkan dan buku yang mencerahkan.Jakarta: PT Gugus Press, 2002 Rosihon anwar, ulum quran, pustaka setia, Bandung, 2007

Abu Anwar, Ulumul Quran, pecan baru, Amzah, cet I 2002, hal. 77. ibid Nasrudin Baidan, wawasan baru ilmu tafsir, Yogyakarta, pustaka belajar, cet. I. 2005, Hal. 9. As-Suyuti, Al-itqan fi ulumul Quran, juz 2, dan Al-fikr, hal 2. Muhammad Al-Bakn Ismail, dirosat fi ulumul Al-Quran, cet I, dan Al-manar, 1991, hal.211. Abu anwar, Ulumul quran, Pekan baru, Amzah, cet I, 2002, Hal 78. Al-Subri Soleh, Terjemah pustaka firdaus, Mabahits fi ulumul Quran, pustaka firdaus, Jakarta, 1993, hal 372. Nasrudin Baidan, op.cit, hal 157. Subhi Saleh, op.cit, hal 372. . Rosihon anwar, ulum quran, pustaka setia, Bandung, 2007, hal. 134-135

You might also like