You are on page 1of 4

Sedatif dan Hipnotik Sedatif dan hipnotik merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP).

Efek sedatif hipnotik bergantung pada dosis. Mulai dari yang ringan yaitu menenangkan atau menyebabkan kantuk, menidurkan serta hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma, bahkan kematian. Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan, respon terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur seperti tidur fisiologis. Terdapat 3 golongan agen sedatif hipnotik, yaitu : 1. Benzodiazepine Golongan nebzodiazepine menurut lama waktu kerjanya dapat dibagi menjadi 4 golongan senyawa: bekerja sangat cepat dengan t1/2 kurang dari 2 jam ( midazolam, tiopental), bekerja cepat dengan t1/2 kurang dari 6 jam (triazolam, non-benzodiazepine; zolpidem, zolpiklon), bekerja sedang dengan t1/2 antara 6 24 jam (estazolam, temazepam), bekerja lambat dengan t1/2 lebih dari 24 jam (flurazepam, diazepam, quazepam). Mekanisme kerja Benzodiazepine berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat (GABA). Benzodiazepine bekerja pada reseptor GABAA. Benzodiazepine berikatan langsung pada sisi spesifik () reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida), sedangkan GABA berikatan pada subunit atau . Pengikatan ini menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel, menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi. Benzodiazepine tidak secara langsung mengaktifkan reseptor GABA A tapi membutuhkan GABA untuk mengekspresikan efeknya. Ikatan benzodiazepine dengan reseptor dapat bekerja sebagai agonis,antagonis atau invers agonis tergantung senyawa yang terikat. Farmakokinetik Semua benzodiazepine dalam bentuk non-ionik memilkiki koefisien distribusi lemak air yang tinggi, namun sifat lipofiliknya bervariasi bergantung pada polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa benzodiazepine. Benzodiazepine diabsorbsi secara sempurna saat melewati traktus gastro intestinal, kecuali klorazepat. Klorazepat baru diabsorbsi sempurna setelah didekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil diazepam. Benzodiazepine dimetabolisme secara ekstensif oleh kelompok enzim sitokrom P450 di hati. Beberapa benzodiazepine seperti oksazepam, dikonjugasi langsung dan tidak dimetabolisme oleh enzim tersebut. Metabolisme benzodizepine terjadi dalam tiga tahap; desalkilasi, hidroksilasi, konjugasi. Metabolit aktif benzodizepine umumnya dibiotransformasi lebih lambat dari senyawa asalnya, sehingga lama kerja benzodiazepine tidak sesuai dengan waktu paruh eliminasi obat asalnya, hal ini memperpanjang efek terapi.

Kadar benzodiazepine pada cairan serebrospinal (CSF) kira kira sama dengan kadar obat bebas di dalam plasma. Pemberian secara IV, ambilan (up take) ke dalam otak cepat, sehingga efek pada SSP relatif singkat. Ekskresi benzodiazepine dapat melewati ginjal, air susu, dan plasenta. Farmakodinamik : Pada sistem susunan saraf pusat, benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat deprsei saraf sekuat golongan barbiturat atau anestesi umum. Semua benzodiazepin memiliki profil farmakologi yang hampir sama, namun efek utamanya bervariasi. Peningkatan dosis benzodiazepine dapat menyebabkan depresi SSP yang meningkat dari sedasi ke hipnosis, dan berlanjut ke stupor, keadaan ini sering dinyatakan sebagai efek anestesi namun kesadaran pasien tetap bertahan dan tidak tercapai relaksasi otot yang diperlukan untuk pembedahan. Pada dosis preanastetik, benzodiazepine menimbulkan anamnesia anterograd. Pada sistem respirasi, dosis hipnotik tidak berefek pada orang normal. Pada dosis yang lebih tinggi, benzodiazepine mendepresi ventilasi alveoli dan menyebabkan asidosis respiratoar. Benzodiazepine dapat menyebabkan apnea selama anestesi atau saat pemberian bersama opioat. Pada pasien apnea saat obstructive sleep apnea (tidur karena sumbatan), efek hipnotiknya dapat menurunkan tonus otot pada saluran napas atas dan meningkatkan terjadinya episode apnea pada hipoksia alveolar, hipertensi pulmonaris dam pembebanan ventrikular jantung. Pemberian benzodiazepine pada anak-anak dan individu yang mempunyai kelainan fungsi hati perlu diperhatikan. Pada sistem kardiovaskular, efek bevzodiazepine umumnya ringan kecuali pada intoksikasi berat. Pada dosis preanestesi, dapat menurunkan tekanan darah dan menaikkan denyut jantung. Indikasi Benzodiazepine dapat digunakan untuk berbagai indikasi, antara lain: pengobatan insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi, dan anestesi. Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung pada waktu paruh, dan tidak selalu sesuai dengan indikasi yang dipasarkan. Penggunaan sebagai hipnotik menggunakan benzodiazepine dengan waktu paruh

pendek, walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan beratnya gejala putus obat setelah penghentian penggunaan secara kronik. Kontraindikasi Benzodiazepine dikontraindikasikan pada pasien yang secara reguler tidur mendengkur, karena dapat mengubah penyumbatan jalan napas parsial menjadi OSA (obstructive sleep apnea). Efek samping Benzodiazepine dosis hipnotik pada kadar tinggi dapat menimbulkan efek samping, antara lain : kepala ringan, malas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, miam, muntah, diare, nyeri dada, nyeri sendi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotorik, gangguan koordinasi berpikir, disartria, dan amnesia anterograd. Efek residual terliahat pada beberap benzodiazepine dan berhubungan erat dengan dosis yang diberikan. Intensitas dan insiden

intoksikasi SSP umumnya meningkat sesuai dengan usia pasien, farmakokinetik dan farmakodinamik obat. 2. Barbiturat Mekanisme Barbiturat bekerja pada seluruh SSP walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanestesi menekan respon pasca sinapsis. Penghambatan hanya terjadi pada sinapsis GABAnergik. Walau demikian efek yang terjadi tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat membantu kerja GABA, namun pada dosis lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABAnergik, sehingga pada dosis tinggi dapat menimbulkan depresi SSP yang berat. Farmakodinamik Susnan saraf pusat Efek utama barbiturt adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi tercapai ; sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesi, koma, sampai kematian. Barbiturat mengurangi rasa nyeri dengan disertai hilangnya kesadaran, dan dosis keci barbiturat dapat meningkatkan reaksi terhadap rangsangan nyeri. Efek pada tingkatan tidur Efek hipnotik barbiturat meningkatkan total lama waktu tidur dan mempengaruhi tingkatan tidur yang bergantung pada dosis. Barbiturat mengurangi masa tidur laten, jumlah terbangun, dan lama tidur REM serta tidur gelombang pendek. Toleransi Toleransi farmakodinamik terjadi dalam penurunan efek, dan berlangsung lebih lama daripada toleransi farmakokinetik. Toleransi terhadap efek sedasi-hipnotik terjadi lebih cepat dan kuat daripada efek antikonvulsi. Farmakokinetik Barbiturat yang diberikan secara oral diabsorbsi secara cepat dan sempurna. Barbiturat betuk garam natrium diabsorbsi lebih cepat daripada bentuk asam bebasnya. Barbiturat didistribusi secara luas dan melewati plasenta. Barbiturat yang sangat larut lemak, kadarnya dalam plasma dan otak menurun secara cepat. Setelah depot lemak jenuh, terjadi redistribusi ke aliran sistemik, akibatnya pemulihan setelah pemberian barbiturat sangat larut lemak memerlukan waktu yang lama. Barbiturat yang kurang larut lemak dimetabolisme hampir sempurna di hati sebelum diekskresikan lewat ginjal dan diekskresikan dalam urin sebagai obat bebas. Namun, hampir semua aprobartial dan 25% fenobarbital diekskresi ke dalam urin dalam bentuk utuh. Waktu paruh meningkat selam kehamilan dan penyakit hati kronik, terutama sirosis. Barbiturat sebagai sedatif dan hipnotik memiliki waktu paruh yang cukup singkat (10-70 jam) untuk dapat dieliminasi secara sempurna dalam 24 jam. Indikasi Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatit telah menurun karena efeknya terhadap SSP kurang spesifik. Barbiturat masih digunakan pada terapi darurat kejang, seperti tetanus, eklamsia,

epilepsi, perdarahan serebral, dan keracunan konvulsan. Sebagai anestetik IV menggunakan barbiturat yang bekerja sangat singkat. Barbiturat juga digunakan pada narkoanalisis dan narkoterapi di klinik psikiatri. Fenorbartial digunakan untuk pengibatan hiperbilirubinemia dan kernicetus pada neonatus. Kontraindikasi Barbiturat tidak boleh diberikan pada pasien alergi barbiturat, penyakit hati, ginjal, hipoksia, dan penyakit parkinson, serta pasien psikoneuritik tertentu karena dapat menambah kebingungan di malam hari pada pasien usia lanjut. Efek samping Hangover / after effects. Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah hipnotik berakhir. Dapat terjadi setelah beberapa hari dari pemberian obat dihentikan. Efek residu berupa mual, muntah, vertigo, diare, dan kadang muncul kelainan emosional serta fobia bertambah hebat Nyeri Barbiturat dapat menimbulkan mialgia, neuralgia, artragia, terutama pada pasien psikoneuretik yang menderita insomnia. Hipersensitivitas Reaksi alergi terjadi pad individu yang menderita asma, urtikaria, sngiodema. Semua gejala hipersensitivitas dapar terjadi, terutama dermatitis. Interaksi obat Barbiturat secara kompetitif menghambat metabolisme beberapa obat. Bagian terbanyak interaksi barbiturat ialah induksi enzim mikrosomal hati yang mengakibatkan peningkatan eliminasi banyak obat dan senyawa endogen lain. Metabolisme vitamin D dan K ditingkatkan, yang kemudian menahan mineralisasi tulang dan menurunkan absorbsi Ca2+ pada pasien yang diberi fenorbatital, penyebab gangguan pembekuan darah pada neonatus. Induksi enzim di hati memacu metabolisme hormon steroid endogen, hal ini mengganggu keseimbangan hormonal dan obat kontrasepsi oral, yang kemudian menyebabkan kehamilan yang tidak didinginkan. 3. Sedatif-hipnotik golongan lain Obat sedatif-hipnotik golongan lain, antara lain: paraldehid, kloral hidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, etinamat, dan meprobamat. Semua obat tersebut memiliki efek farmakologi yang menyerupai barbiturat kecuali meprobamat. Obat obat tersebut merupakan depresan SSP yang dapat menghasilkan efek hipnotik dengan sedikit atau tanpa efek analgetik. Penggunaan obat tersebut dapat menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik. Meprobamat memiliki sifat yang menyerupai benzodiazepine, tetapi memiliki potensi kuat untuk disalahgunakan dan antiansietasnya kurang efektif.

Dapus Universitas Indonesia, Farmakologi dan Terapi ed.5, 2007, Jakarta: Gaya baru

You might also like