You are on page 1of 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata pelajaran kelautan yang berjudul Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir. Penulis mengucapkan terima kasih kepada guru pembimbing Ibu Dewi Susilowati, ST yang telah membimbing dan memberi kesempatan untuk menyusun makalah mengenai potensi pengelolaan sumber daya pesisir ini. Tentunya dalam penulisan ini banyak sekali kekurangan dan kelebihan yang tidak dapat dielakkan. Penulisan atau hal-hal yang kiranya baik dan positif hendaknya dapatlah kita realisasikan atau kita terapkan dalam kehidupan kita. Sedangkan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penulisan ini dan ditambah oleh para pembaca. Dimana kritikan dan saran yang dapat menambah wawasan dan membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan penulis, yang gunanya agar penulis dikemudian hari dapat lebih baik lagi.

Penulis,

Calvin Destanto & Delfi Kartikawati

PENDAHULUAN

Sumber daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya kawasan pesisir pantai dikenal kaya akan sumber daya alam yang meliputi: sumber daya hayati, sumber daya non-hayati, sumber daya buatan dan jasa-jasa lingkungan. Sumber daya hayati antara lain meliputi terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya non hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan darat laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di kawasan pesisir pantai. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km. Di sepanjang garis pantai ini terdapat wilayah pesisir yang relatif sempit tetapi memiliki banyak potensi sumber daya serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, terutama sumber daya mangrove yang merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah perairan pesisir. Potensi-potensi tersebut perlu dikelola secara terpadu agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang atas sebagian wilayah pesisir laut, hal ini tentu saja memberikan peluang yang lebih besar bagi daerah untuk mengelola dan memanfaatkan potensi pesisir dan kelautannya bagi kesejahteraan masyarakatnya dan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Tetapi di sisi lain saat ini telah memicu konversi dalam pemanfaatan sumber daya tersebut dan pada gilirannya akan menimbulkan konflik, berupa konflik ruang dan konflik kegiatan. Adanya konflik tersebut akan mengakibatkan berkurangnya efektifitas pengelolaan dan terjadinya degradasi kualitas dan kuantitas lingkungan ekosistem wilayah pesisir dan laut.

LUASAN HUTAN MANGROVE INDONESIA TERSISA 25 PERSEN

BALIKPAPAN--MICOM: Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, dari total enam juta hektare luas lahan mangrove Indonesia, tinggal 25 persen yang masih bertahan lestari. "Maka itu saya mengajak masyarakat untuk tidak lagi memanfaatkan kawasan mangrove untuk membuat tambak ikan dan budidaya kelautan lainnya," kata Menteri Zulkifli Hasan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat kemarin (13/4). Apalagi produksi tambak setelah hutan mangrove ditebang hanya bisa bertahan 10 tahun. Setelah itu, lahan tidak produktif. Tanahnya telah kehabisan semua unsur haranya yang diperlukan untuk kehidupan berikutnya. "Padahal manfaat mangrove banyak sekali. Secara alami, mangrove adalah penahan abrasi dan angin kencang," kata Menteri Hasan. Selain itu, tambahnya, hutan bakau adalah tempat berkembang biaknya biota laut. Mangrove juga mampu mengubah kondisi air laut yang terkena limbah menjadi bersih. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan datang ke Balikpapan untuk berbicara dalam forum PNLH atau Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup di Asrama Haji Batakan, Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur. Pertamina melalui Yayasan Pertamina melakukan penanaman pohon sebanyak 5 ribu pohon di kawasan Mangrove Center, di tepi perumahan Batu Ampar, Balikpapan Utara. Menurut Direktur Yayasan Pertamina Rina Pramono, Pertamina mulai melakukan kegiatan penanaman mangrove ini sejak Desember 2011. Kemudian dari 2012 ini hingga 2017 nanti, Pertamina akan menanam dan memelihara hingga 100 juta pohon di seluruh Indonesia.

"Pertamina, sudah giat dalam pemeliharaan lingkungan hidup ini selama 10 tahun. Di Balikpapan kami sudah menanam 100 ribu mangrove dan akan terus kami lakukan secara berkelanjutan. Kami juga telah membuat Sekolah Sobat Bumi Champion di 8 provinsi yang mengajarkan kepedulian kepada lingkungan," kata Rina.

(Sumber : http://www.mediaindonesia.com/read/2012/04/14/312817/89/14/LuasanHutan-Mangrove-Indonesia-Tersisa-25-Persen )

ANALISIS MASALAH

Mangrove merupakan suatu ekosistem yang terdapat didaerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang pasang surut, tapi tidak tergantung oleh iklim. Ekosistem hutan mangrove juga merupakan suatu komunitas yang adaptif terhadap kondisi lingkungan yang berair, kondisi salinitas yang rendah sampai sedang dan tinggi dan terdapat pada kondisi habitat tanah lumpur, pasir, atau lumpur berpasir. Mangrove merupakan vegetasi yang khas di zonasi pantai, floranya berhabitus semak hingga berhabitus besar dengan tinggi hingga 50 60 m, dan hanya mempunyai satu stratum tajuk. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting seperti penyedia kayu, pemanfaatan daunnya bagi bahan baku, obat-obatan, dan lain-lain. Ada lebih dari 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi kepentingan umat manusia, baik produk langsung seperti: bahan bakar, bahan bangunan, alat tangkap ikan. Disamping itu, ekosistem hutan mangrove juga memberikan manfaat tidak langsung, yakni terutama sebagai habitat bagi bermacam-macam binatang seperti

binatang laut (udang, kepiting, dan beberapa jenis ikan), serta binatang melata lainnya. Potensi hutan mangrove yang mempunyai banyak fungsi di khawatirkan semakin rusak dan mengecil. Hal ini disebabkan antara lain karena perubahan hutan mangrove menjadi tambak, atau peruntukan lain (industri dan pemukiman), juga karena penebangan oleh masyarakat. Apabila kecenderungan semakin mengecilnya hutan mangrove tidak segera memperoleh perhatian dan penanganan yang serius dikhawatirkan mempengaruhi akan semakin berat tingkat kerusakannya (tambak sehingga tangkap) dapat dan

tingkat

produktivitas

perikanan

dan

mengganggu fungsi-fungsi lain dari hutan mangrove. Artikel Luasan Hutan Mangrove Indonesia Tersisa 25 Persen (dihalaman sebelumnya) terdapat konflik dalam pengelolaan wilayah. Adanya konflik tersebut akan mengakibatkan berkurangnya efektifitas pengelolaan. Secara logis, produksi tambak ikan dan budidaya kelautan lainnya itu bukan hal yang merugikan. Tambak ikan juga memiliki fungsi berikut: a. Fungsi ekologis: menjadi tempat hidup (habitat) yang mampu mendukung pertumbuhan ikan, udang, dan hewan payau budidaya lainnya; sebagai wadah penumbuh makanan alami (seperti plankton dan klekap) bagi hewan budidaya; sebagai tempat singgah dan mencari makan burung-burung air, contohnya Numenius phaeophus, Charadriidae, dan Phalacrocoridae; sumber plasma nutfah (Pembangunan tambak di wilayah estuari menyebabkan terperangkapnya berbagai jenis hewan air liar yang menjadi sumber plasma nutfah untuk meningkatkan hasil perikanan). b. Fungsi ekonomis: Menghasilkan berbagai sumber daya alam bernilai ekonomis Meningkatkan perekonomian masyarakat

Namun jika dibandingkan dengan fungsi mangrove, konversi areal mangrove menjadi tambak ikan ini tampaknya akan mengurangi efisiensi pemanfaatan wilayah. Apalagi produksi tambak ikan akan tidak berfungsi lagi pada 10 tahun yang akan datang setelah pembuatan. Dan telah ditemukan beberapa permasalahan yang dihadapi para pembuka lahan, seperti pengasaman tanah (Hassan & Ti, 1986), tidak bercampurnya tanah (Giesen, dkk, 1991) serta berkurangnya anakan untuk keperluan perkembangan ikan (Wardoyo & Rasyid, 1985). Dalam banyak kasus, pestisida dan antibiotika juga kerap kali digunakan, bahkan untuk tambak tradisional. Statistik perikanan untuk Sulawesi Selatan menunjukkan sekitar 16.559 ton pestisida digunakan untuk tambak selama tahun 1990 (BPS, 1990), yang berarti lebih dari 18 kg pestisida per hektar per bulan (asumsi seluruhnya digunakan di Sulawesi Selatan). Dampak yang ditimbulkan oleh pestisida terhadap lingkungan dijelaskan oleh Primarvera (1991) dan Baird (1994). Di Indonesia Pengelolaan Sumberdaya berbasis Masyarakat telah ditetapkan dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan negara atas sumberdaya alam khususnya sumberdaya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak.

LANGKAH-LANGKAH

Untuk mengurangi konversi wilayah yang dapat mengurangi kegunaan ekosistem sumber daya yang sebelumnya, maka masyarakat dan pemerintah hendaklah memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara proporsional dan arif, agar kekayaan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari.

Dimana prinsip pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara terpadu dapat difokuskan pada empat aspek yaitu: Keterpaduan antara berbagai sektor dan swasta yang berasosiasi. Keterpaduan antara berbagai level pemerintahan, mulai dari pusat, kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Integrasi antara pemanfaatan ekosistem darat dan laut Integrasi antara sain/teknologi dan manajemen. Prinsip pengelolaan yang terpadu ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa pemanfaatan sumber daya pesisir pada saat ini tidak boleh mengorbankan kebutuhan sumberdaya pesisir bagi generasi yang akan datang. Untuk mengatasi isu yang muncul pada artikel Luasan Hutan Mangrove Indonesia Tersisa 25 Persen, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah mengadakan kegiatan penanaman pohon mangrove, dan wilayah-wilayah yang ditanami pohon mangrove dijadikan kawasan konservasi, karena berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990, Pasal 26 menerangkan bahwa perlindungan terhadap kawasan hutan bakau harus dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangnya berbagai biota laut disamping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya dibelakangnya. Dengan mengikuti langkah-langkah diatas, maka

keberlanjutan dari sumber daya mangrove dapat terjamin.

You might also like