You are on page 1of 62

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikologi pada mulanya digunakan para ilmuwan dan para filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup mulai yang primitif sampai yang paling modern. Sedangkan pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dengan demikian Psikologi Pendidikan dapat didefinisikan sebagai psikologi yang menerapkan dan mengembangkan prinsip-prinsip dan teori-teori serta teknikteknik yang berkaitan dengan pelaksanaan proses pembelajaran yang memadai sehingga guru dapat mengarahkan perkembangan peserta didik ke arah perkembangan yang optimal. Dalam mengarahkan perkembangan tersebut, salah satu ruang lingkup yang menjadi media dan pembahasan dalam Psikologi Pendidikan adalah belajar. Belajar merupakan proses yang harus dilalui setiap individu dalam mencapai tugas perkembangannya ke arah yang optimal dengan tujuan adanya perubahan perilaku yang sesuai. Pada praktikya, tidak jarang individu yang melauli proses belajar namun pada dasarnya dia tidak mengetahui tentang apa yang sebenarnya dia harapkan dari proses yang ia lalui. Bagi orang-orang tersebut, apa yang dilakukan saat ini adalah apa yang harus dijalankan, tanpa mengetahui tentang hakikat, prinsip, faktor dan berbagai kemungkinan untuk kehidupannya di masa mendatang. Dengan bertumpu pada praktik tersebut, kami akan mencoba membahas sedikit tentang apa yang kami ketahui tentang belajar itu sendiri. Semoga dengan makalah ini, individu dapat lebih memaknai tentang proses belajar yang dilakukan, sehingga untuk ke depannya proses yang telah dilalui dalam waktu yang relatif lama tersebut tidak menjadi sesuatu hal yang sia-sia. Dengan kata lain, belajar itu tidak hanya sekedar pengguguran

kewajiban atau hiasan bibir, namun cenderung pada bagaimana proses tersebut dijalani dengan penuh makna, dan pada akhirnya membuahkan hasil yang optimal.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian belajar? 2. Apa saja teori-teori belajar? 3. Apa saja prinsip-prinsip belajar? 4. Apa saja ciri-ciri belajar? 5. Apa saja jenis-jenis belajar? 6. Apa saja faktor yang mempengaruhi belajar? 7. Apa saja tujuan belajar?

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas maka dapat ditarik tujuan penulisan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengertian belajar. 2. Untuk mengetahui apa saja teori-teori belajar. 3. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip belajar. 4. Untuk mengetahui apa saja ciri-ciri belajar. 5. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis belajar. 6. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi belajar. 7. Untuk mengetahui apa saja tujuan belajar.

D. Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini adalah Belajar sebagai Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan yang di dalamnya mencakup pengertian belajar, teori-teori belajar, prinsip-prinsip belajar, serta ciri-ciri belajar. Pembahasan lain adalah tentang jenis-jenis belajar dan faktor yang mempengaruhi belajar. Pembahasan yang terakhir adalah tentang tujuan belajar.

E. Metode Penulisan

Proses menyusun makalah bagi kami sebagai pemula bukan merupakan perkara yang mudah. Kami harus mempunyai motivasi lebih untuk menyelesaikannya. Dalam penyusunan makalah ini kami tidak hanya terpaku pada satu sumber saja. Namun karena berbagai faktor, sumber referensi kami belum bisa dikatakan cukup untuk mengupas topik yang kami angkat secara utuh. Melainkan hanya gambaran secara umum sesuai dengan referensi yang kami dapatkan. Kami hanya menggunakan sedikit referensi dari buku sebagai panduan dan sumber. Kalaupun memang ada, jumlahnya juga terbatas dan belum bisa dikatakan cukup. Kami cenderung memilih beberapa situs internet sebagai sumber dan acuan. Dari kesekian data yang terkumpul, kami olah dengan secara sederhana, memadukan antara sumber yang satu dengan sumber yang lain hingga akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah rujukan. ini tepat pada waktunya dan sesuai dengan kaidah penulisan, mulai dari halaman judul sampai daftar

F. Manfaat Penulisan Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mendalami materi tentang Belajar sebagai Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan. 2. Dapat menambah pengetahuan tentang mata kuliah Psikologi Pendidikan. 3. Sebagai media latihan dan belajar menyusun karya tulis. 4. Sebagai alat untuk menyalurkan pola pikir dan hasil belajar. 5. Dapat dijadikan sebagai media pembiasaan dalam belajar.

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Berikut ini adalah pengertian belajar dari para ahli : 1. Moh. Surya (1997) Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 2. Witherington (1952 Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. 3. Crow & Crow dan (1958) belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru. 4. Hilgard (1962) Belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi. 5. Di Vesta dan Thompson (1970) Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. 6. Gage & Berliner Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman. Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, dapat dipahami bahwa kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku dalam semua aspek kepribadian yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman serta dapat terwujud sebagai perilaku positif maupun perilaku negatif.

Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
1. Kebiasaan,

misalnya peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari

kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan, misalnya menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik,

keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
3. Pengamatan, yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang

masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
4. Berfikir asosiatif, yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya

dengan menggunakan daya ingat.


5. Berfikir rasional dan kritis, yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar

pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti bagaimana (how) dan mengapa (why).
6. Sikap, yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau

buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
7. Inhibisi. menghindari hal yang mubazir. 8. Apresiasi, menghargai karya-karya bermutu. 9. Perilaku afektif, yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah,

sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.

B. Teori-teori Belajar Menurut Sardiman (2006:30-36) selama perkembangan sejarah psikologi, kita banyak sekali mengenal aliran psikologi. Setiap aliran tersebut mempunyai pandangan sendiri mengenai belajar. Berikut ini adalah beberapa teori tentang belajar :

1. Teori Behaviorisme Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : a. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike. Teori ini mengatakan belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respon ini akan terjadi suatu hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu akan terbiasa, otomatis. Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang

memuaskan, maka hubungan stimulusrespons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara stimulus-respons.
2) Law of Readiness, artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan

organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3) Law of Exercise, artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respons akan

semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

b. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov Pada tahun 1927, Pavlov melakukan percobaan mengenai fungsi kelenjar ludah dari anjing bila disodori makanan atau dibunyikan lonceng. Dari percobaan ini, menghasilkan konsep bahwa tingkah laku tertentu dapat dibentuk, dipelajari melalui latihan yang direncanakan. Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov tersebut menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1) Law of Respondent Conditioning, yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua

macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2) Law of Respondent Extinction, yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks

yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. c. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1) Law of Operant Conditining, yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus

penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.


2) Law of Operant Extinction, yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat

melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah. Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

d. Social Learning menurut Albert Bandura Teori belajar sosial atau disebut juga teori Observational Learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behaviorisme ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan metode ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method). Selanjutnya, Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

2. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Secara sederhana konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Jadi seseorang yang belajar itu membentuk pengertian. Bettencourt dalam Sardiman (2006 : 37) menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu. 10

Jadi menurut teori konstruktivisme belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana si subjek belajar membangun sendiri pengetahuannya. Subjek belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari. Salah satu sumbangan pemikiran Piaget yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : sensory motor, pre-operational, concrete operational dan formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asimilasi adalah the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit dan akomodasi adalah the difference made to ones mind or concepts by the process of assimilation. Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

11

3. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu : motivasi, pemahaman, pemerolehan, penyimpanan, ingatan kembali, generalisasi, perlakuan dan umpan balik. Gagne mengatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapatdibagi menjadi lima kategori yang disebut dengan the domainds of learning yaitu sebagai berikut : a. Informasi Verbal Yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara lisan maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya. b. Kecakapan Intelektual Yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya : penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah. c. Strategi Kognitif Kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan caracara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.

12

d. Sikap Yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak. e. Kecakapan Motorik Ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

4. Teori Belajar Gestalt Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu : a. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship) Menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samarsamar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure. b. Kedekatan (proxmity) Bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu. c. Kesamaan (similarity) Bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki. d. Arah bersama (common direction) Bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

13

e. Kesederhanaan (simplicity) Bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya dalam bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan. f. Ketertutupan (closure) Bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: a. Perilaku Molar hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku Molecular. Perilaku Molecular adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku Molar adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Misalnya, berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola, dan lain sebagainya. Perilaku Molar lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku Molecular. b. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis). c. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu. d. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

14

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain : a. Pengalaman tilikan (insight), bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa. b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya. c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior), bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya. d. Prinsip ruang hidup (life space), bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. e. Transfer dalam Belajar, yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).

15

Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

C. Prinsip-prinsip Belajar Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensif, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar. Davies (1991 : 32), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar belajar dalam proses pembelajaran, yaitu : 1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement). 4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. 5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik. Banyak teori dan prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli . prinsip dan teori tersebut antara yang satu dengan yang lain memiliki persamaan namun juga ada perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajarn, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan metode mengajarnya. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah sebagai berikut ini : 16

1. Prinsip Perhatian dan Motivasi Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Untuk menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar (Gagne and Berliner 1984 : 355). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu dibangkitkan perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari, peserta didik dapat menerima dan memilih stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Hamalik (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan). Perubahan energi di dalam diri seseorang tersebut kemudian membentuk suatu aktivitas nyata dalam bebagai bentuk kegiatan. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu, cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

17

Selain memiliki keterkaitan dengan minat,

motivasi juga terkait erat dengan

kebutuhan. Semakin besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat motivasi untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu akan mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan motivasi anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain (Djamarah, 2006 : 148). Motivasi juga dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan : a. Bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar. b. Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut. c. Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan. Motivasi dapat bersifat internal dan eksternal. Beberapa penulis atau ahli yang lain menyebutnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi internal atau motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu aktivitas. Motivasi eksternal adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi eksternal yang diperoleh melalui proses belajar dan interaksi individu dengan lingkungannya, dapat berubah menjadi motivasi internal. Proses perubahan dari motivasi ekstrinsik menjadi motivasi intrinsik pada seseorang disebut transformasi motif (Dimyati dan Mudjiono, 1994:41). Penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsung dengan baik, bilamana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut : a. Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek biologis, sosial dan emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang ia miliki saat ini. b. Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha. 18

c. Motivasi dipengaruhi oleh unsr-unsur kepribadian. d. Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar. e. Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi. f. Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terdapat motivasi dan perilaku. g. Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena memang ingin belajar. h. Kompetisi dan insentif dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi. i. Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan. j. Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi.

2. Prinsip Keaktifan Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka pikir setiap guru adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang aktif. Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif bilamana lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan itu. 19

Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi (Gagne and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisi, menafsirkan dan menarik kesimpulan. Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum "law of exercise"nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin paham. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu" (Mc. Keachie, 1976 : 230 dari Gredler MEB, terjemahan Munandir 1991 : 105). Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran orang yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide dan pegertian kepada seorang murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh si murid lewat pengalamannya (Glasersferld dalam Battencourt, 1989). Dalam proses konstruksi itu menurut Glasersferld, diperlukan beberapa kemampuan;

20

a. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. b. Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai

persamaan dan perbedaan c. Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada pengalaman yang lain.

3. Prinsip Keterlibatan Langsung/Pengalaman Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan (direct performance), bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe (demonstrating), apalagi hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling). Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri.

21

Belajar akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan begitu pentingnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak dapat diartikan sebagai keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu, terutama adalah keterlibatan mental emosional, kegiatan dalam kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihanlatihan dalam pembentukan keterampilan. Modus Pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%. Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang filsof Cina Confocius, bahwa: Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham. Dari kata-kata bijak tersebut, kita dapat mengetahui betapa pentingnya leterlibatan langsung dalam belajar. 4. Prinsip Pengulangan 22

Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, manghafal, menanggapi, merasakan, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Begitu pula sebaliknya, semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya. Dalam proses belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan. Di samping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori Psikologi Asosiasi atau koneksionisme yang dipelopori oleh teori Thorndike dengan salah satu hukum belajarnya Low of exercise yang mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar. Selain dua teori di atas, pandangan psikologi kondisioning juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses latihan. Psikologi ini berpandangan bahwa munculnya respons, tidak saja disebabkan oleh adanya stimulus, akan tetapi lebih banyak disebabkan karena adanya stimulus yang dikondisikan. Stephen R. Covey, pengarang buku The 7 Habits of Effective People, mengemukakan bahwa kebiasaan sebagai titik pertemuan dari pengetahuan, keterampilan dan keinginan. Pengetahuan adalah paradigma teoritis, apa yang harus dilakukan dan mengapa. Keterampilan adalah bagaimana melakukannya. Dan keinginan adalah motivasi, keinginan untuk melakukan. Agar sesuatu bisa menjadi kebiasaan dalam hidup kita, kita harus mempunyai ketiga hal tersebut. 5. Prinsip Tantangan 23

Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam mempelajari bahan belajar, maka timbulah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran harus menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang tidak menyenangkan. Selain hal-hal yang disebutkan di atas, Deporter (2000 : 23) mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang serta ramah, dan mereka memiliki peran di dalam pengambilan keputusan. Bilamana anak merasa tertantang dalam suatu pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Beberapa bentuk kegiatan berikut dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru untuk menciptakan tantangan dalam kegiatan belajar, yaitu : a. Merancang dan mengelola kegiatan inquiry dan eksperimen. b. Memberikan tugas-tugas pemecahan masalah kepada siswa. c. Mendorong siswa untuk membuat kesimpulan pada setiap sesi pembelajaran. d. Mengembangkan bahan-bahan pembelajaran yang menarik. e. Membimbing siswa menemukan fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi. f. Merancang dan mengelola kegiatan diskusi. 6. Prinsip Balikan dan Penguatan

24

Prinsip balikan dan penguatan pada dasarnya merupakan implementasi dari teori belajar yang dikemukakan oleh Skiner melalui Teori Operant Conditioning dan salah satu hukum belajar dari Thorndike yaitu law of effect. Menurut hukum belajar ini, siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil belajar, apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh positif bagi upaya-upaya belajar berikutnya. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi. Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Apabila hasilnya baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Dorongan belajar menurut Skinner tidak hanya muncul karena penguatan yang menyenangkan, akan tetapi juga terdorong oleh penguatan yang tidak menyenangkan, dengan kata lain penguatan positif dan negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan Operant Conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif. Memberi penguatan (reinforcement) merupakan tindakan atau respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan kualitas tingkah laku pada waktu yang lain. Sumantri dan Permana (1999 : 274) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari pemberian penguatan, yaitu: a. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik. b. Merangsang peserta didik berpikir lebih baik. c. Menimbulkan perhatian peserta didik. d. Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi. e. Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar.

25

Ketepatan pemberian dan penggunaan penguatan harus mendapat perhatian guru. Bilamana penguatan dipergunakan pada situasi dan waktu yang tidak tepat, maka hal itu dapat kehilangan keefektifannya. Sebaliknya bilamana penguatan itu dipergunakan secara tepat, maka akan memberikan pengaruh yang positif terhadap aktivitas belajar peserta didik. Terdapat beberapa jenis penguatan yang dapat dilakukan guru: a. Penguatan verbal, yaitu penguatan yang diberikan guru berupa kata-kata/kalimat yang diucapkan, seperti : bagus, baik, smart, tepat dan sebagainya. b. Penguatan gestural, yaitu penguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik kepada peserta didik. Penguatan gestural dapat berupa : tepuk tangan, acungan jempol, anggukan, tersenyum, dan sebagainya. c. Penguatan dengan cara mendekati, yaitu perhatian guru terhadap perilaku peserta didik dengan cara mendekatinya. Penguatan dengan cara mendekati ini dapat dilakukan ketika peserta didik menjawab pertanyaan, bertanya, berdiskusi atau sedang melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. d. Penguatan dengan cara sentuhan, yaitu penguatan yang dilakukan guru dengan cara menyentuh peserta didik, seperti menepuk pundak, menjabat tangan, mengusap kepala peserta didik, atau bentuk-bentuk lainnya. e. Penguatan dengan cara memberikan kegiatan yang menyenangkan. Memberikan penghargaan kepada kepada kemampuan peserta didik dalam suatu bidang tertentu, seperti peserta didik yang pandai bernyanyi diberikan kesempatan untuk melatih vokal pada temannya. f. Penguatan berupa tanda atau benda, yaitu memberikan penguatan kepada peserta didik berupa simbol-simbol atau benda-benda. Penguatan ini dapat berupa komentar tetulis atas karya peserta didik, hadiah, piagam, lencana, dan sebagainya.

26

7. Prinsip Perbedaan Individual Peserta didik merupakan individu yang memiliki keunikan, yang mana masingmasing mempunyai perbedaan yang khas dan tidak satupun yang memiliki ciri-ciri persis sama meskipun mereka itu kembar. Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap. Mereka berbeda pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu. Siswa akan berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memiliki tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Oleh karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasik yang dilakukan di sekolah kurang memperhatikan masalah perbedaan individual. Umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya. Pembelajaran yang bersifat klasikan yang mengabaikan perbedaan-perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara. Cara-cara yang dapat ditempuh oleh guru antara lain penggunaan metode atau pendekatan secara bervariasi sehingga semakin besar memberikan peluang tumbuhnya perhatian siswa di dalam latar belakang perbedaan individual. Upaya lain yang dapat dilakukan guru adalah dengan menambah waktu belajar bagi siswa-siswa yang memiliki kemampuan rendah, atau memberikan pengayaan bagi siswa-siswa yang memiliki kemampuan lebih dari yang lain. Hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan dan gaya belajar, pengetahuan serta memberikan dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen, 1998 : 5).

27

Dalam pandangan DePorter & Hernacki (2001 : 117) terdapat tiga karakteristik atau modalitas belajar siswa yang perlu diketahui oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu: a. Orang-orang yang visual, yang sering kali ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di telpon, berbicara dengan tepat, lebih suka melihat peta daripada mendengar penjelasan. b. Orang-orang yang auditorial, yang sering ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka mendengarkan ceramah atau seminar daripada membaca buku, lebih suka berbicara daripada menulis. c. Orang-orang yang kinestetik, yang sering ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk dan diam. Implikasi atau penerapan prinsip-prinsip perbedaan individual dalam proses belajar perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Peserta didik harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan untuk selanjutnya mendapat perlakuan dan layanan kegiatan belajar yang mereka butuhklan. b. Peserta didik harus terus didorong memahami potensi dirinya dan untuk selanjutnya mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan. c. Peserta didik membutuhkan variasi layanan, tugas, bahan dan metode yang selaras dengan minat, tujuan, dan latar belakang mereka. Hal ini terutama disebabkan peserta didik cenderung memilih kegiatan belajar yang sesuai dengan pengalaman masa lampau yang mereka rasakan bermakna untuk dirinya. d. Peserta didik harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya serta pemenuhan kebutuhan belajar maupun bimbingan yang berbeda dengan siswasiswa yang lain. e. Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar dapat lebih diperkuat bilamana peserta didik tidak merasa terancam oleh proses yang ia ikuti serta lingkungannya sehingga mereka memiliki keleluasan untuk berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan belajar. f. Peserta didik yang telah memahami kekuatan dirinya akan lebih cenderung memiliki dorongan dan minat untuk belajar secara lebih sungguh-sungguh. 28

Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tampak dalam setiap kegiata perilaku mereka selam proses pembelajaran berlangsung. Namun demikian yang peril disadari bahwa implementasi prinsip-prinsip belajar sebagai implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siwa dan guru tidak semuanya terwujud dalam setiap proses pembelajaran. Penjelasan mengenai implikasi prinsip-prinsip belajar bagisiswa dan guru adalah sebagai berikut : 1. Implikasi Prinsip-prinsip Belajar bagi Siswa Peserta didik sebagai primus motor (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan apa pun tidak dapat mengabaikan begitu saja tentang adanya prinsip-prinsip belajar. Peserta didik akan berhasil dalam proses belajar jika mereka menyadari implikasi prinsipprinsip belajar terhadap diri mereka. a. Perhatian dan Motivasi Peserta didik dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua stimulus yang megarahkan pada pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, peserta didik harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam bentuk stimulus suara, warna, bentuk, gerak dan stimulus lain yang dapat diindera. Dengan demikian, peserta didik diharapkan selalu melatih inderanya untuk memperhatikan rangsang yang muncul dalam proses belajar. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah satui faktor yang mempengaruhi motivasi (Gagne and Berliner, 1984 : 373). Contoh kegiatan atau perilaku peseta didik baik fisik atau psikis, seperti mendengar ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya. Semua kegiatan atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh peserta didik secara sadar sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya. Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi peserta didik adalah disadarinya bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan dikembangkan secara terus-menerus. Untuk membangkitkannya, peserta didik dapat melakukannya dengan menentukan/mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai,

29

menanggapi secara positif pujian/dorongan dari orang lain, menentukan target/sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. b. Keaktifan Sebagai primus motor dalam kegiatan belajar, peserta didik dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi peserta didik terwujud dalam perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisa hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi peserta didik lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung peserta didik dalam proses belajar. c. Keterlibatan Langsung/Pengalaman Hal apapun yang dipelajari peserta didik, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorang pun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1978 : 32). Pernyataan di atas secara mutlak menuntut adanya keterlibatan langsung dari setiap peserta didik dalam kegiatan belajar. Implikasi prinsip ini peserta didik dituntut agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung ini secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi peserta didik adalah peserta didik ikut dalam pembuatan lapangan bola voli, peserta didik melakukan reaksi kimia, peserta didik berdiskusi untuk membuat laporan, peserta didik membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis lainnya. d. Pengulangan Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987 : 32). Dari pernyataan inilah pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan belajar. Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi peserta didik adalah kesadaran peserta didik untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan kesadaran ini diharapkan peserta didik tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku belajar yang merupakan implikasi prinsip pengulangan diantaranya menghafal unsur30

unsur kimia setiap valensi, mengerjakan soal-soal latihan, menghafal nama-nama latin tumbuhan atau mengahfal taun-tahun terjadinya peristiwa sejarah. e. Tantangan Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila peserta didik diberikan tanggungjawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik (Davies, 1987 : 32). Hal ini berarti siwa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh, memproses dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi peserta didik adalah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri atau mencari yahu pemecahan suatu masalah. f. Balikan dan Penguatan Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian peserta didik akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforcer) bagi dirinya sendiri. Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement) (Davies, 1987 : 32). Kesadaran adanya kebutuhan untuk memperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Untuk memperolehnya, bentuk-bentuk perilaku peserta didik yang memungkinkan diantaranya adalah segera mencocokkan jawaban, menerima kenyataan terhadap skor/nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/orang tua karena hasil belajar yang jelek. g. Perbedaan Individual Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karena hal tersebut, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri, dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987 : 32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain akan 31

membantu siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajar dirinya sendiri. Implikasi adanya prinsip perbedaan individual bagi peserta didik diantaranya adalah menetukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, dan hal sejenis yang lainnya. 2. Implikasi Prinsip-prinsip Belajar bagi Guru Guru sebagai orang tua kedua dalam kegiatan belajar tidak terlepas dari adanya prinsip-prinsip belajar. Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi guru dapat diamati baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan kegiatan. Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi guru terwujud dalam perilaku fisik maupun psikisnya. a. Perhatian dan Motivasi Guru sejak merencanakan kegiatan pembelajarannya sudah memikirkan perilakunya terhadap siswa sehingga dapat menarik perhatian dan menimbulkan motivasi bagi peserta didik. Implikasi perhatian bagi guru terlihat pada perilaku-perilaku sebagai berikut :
1) Guru menggunakan metode secara bervariasi. 2) Guru menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi yang diajarkan. 3) Guru menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton. 4) Guru mengemukakan pertanyaan-pertanyaan membimbing (direction question).

Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi guru terlihat pada perilaku-perilaku yang diantaranya adalah :
1) Memilih bahan ajar sesuai minat siswa. 2) Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai siswa. 3) Mengoreksi

sesegera

mungkin

pekerjaan

siswa

dan

sesegera

mungkin

memberitahukan hasilnya kepada siswa.


4) Memberikan pujian verbal atau non-verbal terhadap siswa yang memberikan respon

terhadap pertanyaan yang diberikan.


5) Memberitahukan nilai guna dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa.

32

b. Keaktifan Guru memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik, memberikan peluang dilaksanakannya implikasi prinsip keaktifan secara optimal. Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing peserta didik berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualisasi, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada (Sten 1988 : 224). Hal ini berarti pula bahwa kesempatan belajar yang diberikan oleh guru menuntun siswa selalu aktif mencari, memproses dan mengelola perolehan belajarnya. Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa, diantaranya guru dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut :
1) Menggunakan multimetode dan multimedia. 2) Memberikan tugas secara individual dan kelompok. 3) Memberikan kesempatan kepada peserta didik melaksanakan eksperimen dalam

kelompok kecil (beranggota tidak lebih dari 3 orang).


4) Memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang

jelas.
5) Mengadakan tanya jawab dan diskusi.

6) Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam prose pembelajarannya.

c. Keterlibatan Langsung/Pengalaman Guru harus menyadari bahwa keaktifan membutuhkan keterlibatan langsung siswa dalam belajar. Namun demikian, perlu diingat bahwa keterlibatan langsung secara fisik tidak menjamin keaktifan belajar. Untuk dapat melibatkan siswa baik secara fisik, mental-emosional dan intelektual dalam kegiatan pembelajaran, maka guru hendaknya merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan karkteristik isi pelajaran. Perilaku sebagai implikasi prinsip keterlibatan langsung/pengalaman diantaranya adalah :

33

1) Merancang kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada pembelajaran individual

dan kelompok kecil.


2) Mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan dengan metode

demonstrasi.
3) Menggunakan media yang langsung digunakan oleh siswa. 4) Memberikan tugas kepada siswa untuk mempraktikkan gerakan psikomotorik yang

dicontohkan.
5) Melibatkan siswa mencari informasi/pesan dari sumber informasi di luar kelas atau

luar sekolah.
6) Melibatkan

siswa

dalam

merangkum

atau

menyimpulkan

informasi/pesan

pembelajaran. 7) Memberikan tugas-tugas praktik. Implikasi lain adanya prinsip keterlibatan langsung/pengalaman bagi guru dalah kemampuan guru untuk bertindak sebagai manajemen pengelola kegiatan pembelajarannya yang mampu mengarahkan, membimbing dan mendororng peserta didik ke arah tujuan belajar yang ditetapkan.

d. Pengulangan Implikasi prinsip pengulangan bagi guru adalah mampu memilahkan jegiatan pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan dengan yang tidak membutuhkan pengulangan. Hal demikian perlu dimiliki oleh guru karena tidak semua pesan pembelajran membutuhkan pengulangan. Pengulangan terutama dibutuhkan oleh pesan-pesan belajar yang harus dihafalkan dilakukan kembali secara tetap tanpa ada kesalahan sedikit pun. Selain itu pengulangan juga diperlukan terhadap pesan-pesan pembelajaran yang membutuhkan latihan. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip pengulangan diantaranya adalah :
1) Merancang pelaksanaan pengulangan. 2) Mengembangkan/merumuskan soal-soal latihan. 3) Mengembangkan petunjuk kegiatan psikomotorik yang harus diulang. 4) Mengembangkan alat evaluasi kegiatan pengulangan.

34

5) Membuat kegiatan pengulangan yang bervariasi.

e. Tantangan Apabila guru menginginkan peserta didik selalu berusaha mencapai tujuan, maka guru harus memberikan tantangan pada siswa dalam kegiatan pembelajarannya. Tantangan dalam kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan oleh guru melalui bentuk kegiatan, serta alat dan bahan yang dipilih untuk kegiatan pembelajaran. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip tantangan diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Merancang dan mngelola kegiatan eksperimen yang memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk melakukannya secara individual atau kelompok kecil (34 orang).
2) Memberikan tugas pada siswa memecahkan masalah yang membtuhkan informasi

dari orang lain di luar sekolah sebagai sumber inforamsi.


3) Menugaskan kepada peserta didik untuk menyimpulkan isi pelajaran yang selesai

disajikan.
4) Mengembangkan bahan pembelajaran (teks, handout, modul dan lain-lain) yang

memperhatikan kebutuhan siswa untuk mendapatkan tantangan di dalamnya, sehingga tidak harus semua pesan pembelajaran disajikan secara detail tanpa memberikan kesempatan siswa mencari dari sumber lain.
5) Membimbing siswa untuk menemukan fakta, konsep, prinsip generalisai sendiri. 6) Guru merancang dan mengelola kegiatan diskusi untuk menyelenggarakan masalah-

msalah yang disajikan dalam topik dikusi.

f. Balikan dan Penguatan Balikan dapat diberikan secara lisan maupun tertulis, baik secara individual maupun kelompok. Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran harus dapat menetukan bentuk, cara, serta kapan balikan dan penguatan diberikan. Agar balikan dan penguatan bermakna bagi peserta didik, guru hendaknya memperhatikan karakteristik peserta didik terlebih dahulu. Implikasi prinsip balikan dan penguatan bagi bagi guru terwujud dalam perilaku sebagai berikut :

35

1) Memberikan jawaban yang benar setiap kali mengajukan pertanyaan yang telah

dijawab siswa secara benar ataupun salah.


2) Mengoreksi dan membahas pekerjaan rumah yang diberikan kepada peserta didik

pada waktu yang telah ditentukan.


3) Memberikan catatan-catatan pada hasil kerja siswa (berupa makalah, laporan,

kliping maupun pekerjaan rumah) berdasarkan hasil koreksi terhadap hasil kerja pembelajaran.
4) Membagikan lembar jawaban tes pelajaran yang telah dikoreksi guru, disertai skor

dan catatan-catatan bagi peserta didik.


5) Mengumumkan atau mengkonfirmasikan peringkat yang diraih peserta didik

berdasarkan skor yang dicapai dalam tes.


6) Memberikan anggukan atau acungan jempol atau isyarat lain kepada peserta didik

yang menjawab dengan benar pertanyaan yang disajikan guru.


7) Memberikan

hadiah atau ganjaran kepada peserta didik yang berhasil

menyelesaikan tugas.
8) Mengumumkan atau menginformasikan peringkat secara terbuka.

g. Perbedaan Individual

Setiap guru tentunya harus menyadari bahwa menghadapi peserta didik dengan jumlah yang tidak sedikit dalam satu kelas, berarti menghadapi karakteristik yang juga tidak sedikit. Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian kepada semua keunikan yang melekat pada setiap peserta didik. Dengan kata lain, guru tidak mengasumsi bahwa siswa dalam kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan merupakan satu kesatuan yang memiliki karaketeristik yang sama. Konsekuensi logis adanya hal ini, guru harus mampu melayani setiap peserta didik sesuai karakteristik mereka. Implikasi prinsip perbedaan individu bagi guru terwujud dalam perilaku-perilaku sebagai berikut : 1) Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan peserta didik sesuai karakteristiknya. 2) Merancang dan memanfaatkan berbagai 36 media dalam menyajikan pesan pembelajaran.

3) Mengenali karakteristik setiap peserta didik, sehingga dapat menentukan perlakuan

pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan. 4) Memberikan remidiasi ataupun pengayaan kepada peserta didik yang membutuhkan.

D. Ciri-ciri Belajar Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku. Menurut Syaifull Bahri Djamarah (2002:15) dan Moh Surya (1997) belajar yang menghasilkan perubahan perilaku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Belajar adalah Perubahan yang Terjadi Secara Sadar dan Disengaja (Intensional) Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan. 2. Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang Psikologi Pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam Psikologi Pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.

37

3. Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam proses belajar mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip prinsip perbedaan individual maupun prinsipprinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru. 4. Perubahan dalam Belajar Bersifat Aktif Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang Psikologi Pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku Psikologi Pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang Psikologi Pendidikan dan sebagainya. 5. Perubahan dalam Belajar Tidak Bersifat Sementara (Permanen) Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut. 6. Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar Psikologi Pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang Psikologi Pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

38

7. Perubahan mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang teori-teori belajar. Di samping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang teori-eori belajar, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai teori-teori belajar. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan teori-teori belajar. 8. Perubahan dalam Belajar Berkesinambungan Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang hakekat belajar. Ketika dia mengikuti perkuliahan strategi belajar mengajar, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang hakikat belajar akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan strategi belajar mengajar.

E. Jenis-jenis Belajar Menurut Nasution (2000 : 57) menyebutkan ada beberapa jenis belajar yang berhubungan dengan hal yang harus di pelajari antara lain : 1. Belajar Berdasarkan Pengamatan Pengamatan sangat penting sebagai dasar untuk memperoleh pengertian dan tanggapan yang jelas tentang sesuatu misalnya tanggapan visual dalam ilmu hayat, ilmu alam, kimia, geografi dan sebagainya yang banyak memerlukan pengamatan langsung. 2. Belajar Berdasarkan Gerak Belajar berdasarkan gerak ini membutuhkan gerakan fisik seperti cara menulis, membaca, gerakan olah raga. Oleh karena itu dalam belajar berdasarkan gerak ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan siswa yaitu mengetahui tujuan, mempunyai tanggapan yang jelas tentang kecakapaaan, pelaksanaan yang tepat pada taraf kecakapan itu dan latihan untuk mempertinggi kecepatan.

39

3. Belajar Berdasarkan Menghafal Belajar yang bersifat hafalan ini yang paling banyak digunakan di sekolah,baik di sekolah dasar maupun di sekolah yang lebih tinggi sebab belajaradalah menempuh ujian dan untuk itu di perlukan penguasaan sejumlahpengetahuan 4. Belajar Berdasarkan Pemecahan Masalah Metode pemecahan masalah dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai mata pelajaran seperti matematika, fisika, sejarah, biologi dan sebagainya. Selain itu, metode pemecahan masalah ini diperlukan juga untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. 5. Belajar Berdasarkan Emosi Segi-segi pribadi seperti ketekunan, ketabahan menghadapi masalah, ketelitian, kebersihan, kecakapan dalam bergaul dengan orang lain dan sering dipelajari dalam setiap pelajaran sebab selalu tersimpul di dalamnya. Akan tetapi belajar berdasarkan emosi ini sangat kurang mendapat perhatian pendidik karena belajar jenis ini sukar sifatnya dan pelaksanaan juga tidak mudah.

F. Faktor yang Mempengaruhi belajar Dalam proses belajar tidak selamanya peserta didik mengalami kelancaran seperti apa yang diharapkan. Ada kalanya mereka harus menemui hambatan, tetapi juga tidak jarang mereka mendapatkan sebuah hasil belajar (prestasi) yang membanggakan. Keberhasilan atau hambatan yang dialami tersebut juga tidak akan terjadi begitu saja, melainkan ada berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Berikut ini merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut beberapa ahli :
1. Menurut Caroll dalam R. Angkowo & A. Kosasih (2007:51)

Proses belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor yaitu : bakat belajar, waktu yang tersedia untuk belajar, kemampuan individu, kualitas pengajaran, lingkungan.
2. Clark dalam Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2001:39)

40

Mengungkapkan bahwa proses belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

41

3. Sardiman (2007:39-47)

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor intern (dari dalam) diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa. Berkaitan dengan faktor dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal.
4. Thomas F. Staton dalam Sardiman (2007:39)

Menguraikan enam macam faktor psikologis yaitu : motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman, dan ulangan.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar, ada dua faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu : 1. Faktor Endogen atau Internal Faktor Internal adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar seperti: a. Faktor Fisiologis, meliputi : 1) Faktor kesehatan Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan orang terganggu, selain itu juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk, kurang darah atau gangguan fungsi alat indera. Hal ini juga berkaitan dengan asupan gizi yang dikonsumsi. Tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang dikonsumsi peserta didik juga akan berpengaruh pada proses belajar yang dialami serta hasil yang diperoleh. Anak yang asupan gizinya kurang, daya tangkap dan kemampuan belajarnya akan kurang dibandingkan dengan anak yang mendapat asupan gizi secara cukup. 2) Cacat tubuh Cacat tubuh ini dapat berupa buta (gangguan penglihatan), tuli (gangguan pendengaran), patah kaki, patah tangan, dan berbagai cacat tubuh yang lain. Anak yang mengalami cacat tubuh akan menghadapi kesulitan untuk bereaksi dan berineteraksi dengan lingkungan sekelilingnya. 42

3) Faktor Kelelahan Faktor kelelahan, meliputi : kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk karena terjadi
kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagianbagian tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya

kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang. Kelelahan baik secara jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan
caracara sebagai berikut:
a) Tidur. b) Istirahat. c) Mengusahakan variasi dalam belajar, juga dalam bekerja. d) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah, misalnya obat

gosok.
e) Reaksi dan ibadah yang teratur.

f)

Olahraga secara teratur. (memenuhi empat sehat lima sempurna).

g) Mengimbangi makan dengan makanan yang memenuhi syarat syarat kesehatan h) Jika kelelahan sangat serius cepatcepat menghubungi seorang ahli, misalnya dokter,

psikiater dan lainlain.

b. Faktor Psikologis Banyak faktor yang termasuk dalam aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas proses belajar. Faktor tersebut diantaranya sebagai berikut : 1) Inteligensi/keceerdasan Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep konsep yang abstrak secara efektif, serta mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kecerdasan merupakan salah satu aspek penting, dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensial dapat mencapai prestasi yang tinggi. Namun dalam kenyataan, kadang-kadang kita menjumpai murid yang mempunyai tingkat kecerdasan di atas normal tetapi prestasi belajarnya rendah sekali bahkan ada yang gagal sama sekali. 43

2) Perhatian Perhatian menurut Gazali dalam buku Slameto (2003 : 57) adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun sematamata tertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa atau menarik, maka timbulah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. 3) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaikbaiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Siswa segan segan untuk belajar, dan tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan siswa. 4) Bakat Bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberi kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar, akan menjadi kecakapan yang nyata. Seseorang yang tidak berbakat akan sukar untuk mempelajari sesuatu secara mendalam. Menurut Hilgard dalam buku Slameto (2003 : 58), bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu. Mengetahui bakat yang dimiliki siswa itu sangat penting karena dengan mengetahuinya, maka akan dapat menempatkan siswa tersebut belajar di sekolah sesuai dengan bakatnya. 5) Motivasi Motivasi merupakan dorongan yang mendasari dan mempunyai setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini akan memperbesar kegiatan dan usahanya untuk mencapai prestasi yang tinggi. 44

Motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak pendorongnya. Motivasi yang sangat kuat perlu di dalam belajar. Dalam membentuk motivasi yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihanlatihan/kebiasaankebiasaan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat, jadi latihan/kebiasaan itu sangat perlu dalam belajar. 6) Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terusmenerus. Untuk itu diperlukan latihanlatihan dan pelajaran. Dengan kata lain anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar. 7) Kesiapan Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah : Preparedness to respon or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. 8) Cara Belajar Cara belajar seseorang mempunyai pencapaian hasil belajarnya. Belajar tanpa memperhatikan teknik, faktor fisiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan akan mempengaruhi hasil yang kurang memuaskan. Ada seseorang yang sangat rajin belajar, siang dan malam tanpa istirahat yang cukup, cara belajar seperti ini tidak baik. Belajar harus ada istirahat untuk memberi kesempatan kepada mata, otak serta organ tubuh yang lainnya untuk memperoleh tenaga kembali.

45

Selain itu teknik-teknik belajar perlu diperhatikan bagaimana caranya membaca, mencatat, menggaris bawahi, membuat ringkasan dan sebagainya. Selanjutnya, perlu diperhatikan waktu belajar, tempat, fasilitas, penggunaan media dan penyesuaian bahan pelajaran. Karena semua itu dapat mempengaruhi minat belajar siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik. 2. Faktor Eksogen atau Eksternal, meliputi : a. Faktor Keluarga Menurut pandangan sosiologis, keluarga adalah Lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Keadaan keluarga akan sangat menentukan berhasil tidaknya anak dalam menjalin proses belajarnya. Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar, terdiri dari lima aspek, yakni : 1) Kondisi Ekonomi Keluarga Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuh kebutuhan pokoknya, misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lainlain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulismenulis, bukubuku dan lainlain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.

2) Relasi antar Anggota Keluarga Relasi antara anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau anggota keluarga yang lain pun turut mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi itu apakah hubungan itu penuh kasih sayang dan pengertian, ataukah diliputi oleh kebencian. Sebetulnya relasi antar anggota keluarga ini erat hubungannya dengan cara orang tua mendidik. Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak tersebut. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh 46

pengertian dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman hukuman untuk mensukseskan belajar anak sendiri.

47

3) Suasana Rumah Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadiankejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak disengaja. Suasana rumah yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Agar anak dapat belajar dengan baik perlu diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram. Dalam suasana rumah yang tenang dan tentram selain anak kerasan/betah tinggal dirumah, anak juga dapat belajar dengan baik.

4) Pengertian Orang Tua Anak belajar perlu dorongan dan perhatian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugastugas di rumah. Kadangkadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya serta membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Bahkan jika perlu menghubungi guru anaknya untuk mengetahui perkembangannya.

5) Latar belakang Kebudayaan Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaankebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.

6) Cara Mendidik atau Pola Asuh Anak Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan kepentingan dan kebutuhankebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan/melengkapi alat belajarnya, tidak memperhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimanakah kemajuan belajar anaknya, kesulitankesulitan yang dialami dalam belajar dan lainlain, dapat 48

menyebabkan anak tidak/kurang berhasil dalam belajarnya. Pada umumnya adala tiga metode dalam mendidik anak yaitu sebagai berikut :

49

a) Permisif Ada dua macam pengasuhan permisif, yaitu permisif memanjakan dan permisif tidak peduli (Maccoby & Martin dalam Santrock, 2003). Gaya pengasuhan permisif tidak peduli adalah suatu pola pengasuhan orang tua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan anak. Orang tua dengan gaya seperti ini, biasanya tidak bisa menjawab pertanyaan, Sekarang sudah jam 10 malam. Apakah anda tahu di mana anak anda berada? Sedangkan gaya pengasuhan permisif-memanjakan adalah suatu pola di mana orang tua sangat terlibat dengan anak tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan mereka. Orang tua yang bersifat permisif-memanjakan mengijinkan anak melakukan apa yang mereka inginkan.

b) Otoriter Yaitu gaya pengasuhan yang membatasi dan bersifat menghukum, yang menuntut anak untuk mengikuti petunjuk orang tua tanpa disertai penjelasan dan kesempatan pada anak untuk mengutarakan keinginannya. Orang tua yang bersifat otoriter membuat batasan dan kendali yang tegas terhadap anak-anaknya, dan hanya melakukan sedikit komunikasi verbal. Komunikasi dalam pola asuh ini bersifat satu arah, yaitu bersumber hanya dari orang tua. Sebagai contoh, seorang orang tua otoriter dapat me-ngatakan, Kamu harus melakukan apa yang saya katakan. Tidak ada tawar-menawar!

c) Demokratis Pola pengasuhan demokrasi mendorong dan membebaskan anak tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan atau perilaku anak. Dalam pola pengasuhan ini, komunikasi verbal secara timbal balik bisa berlangsung dengan bebas (komunikasi bersifat 2 arah). Orang tua bersikap hangat dan bersifat membesarkan hati remaja. Orang tua yang demokrasi dapat merangkul anaknya bila anak berada dalam suatu permasalahan, biasanya secara verbal orang tua akan mengatakan, Kamu tahu, kamu seharusnya tidak 50

melakukan hal itu. Ayo, kita bicarakan bagaimana kamu bisa mengatasi situasi tersebut dengan lebih baik lagi.

51

b. Faktor Sekolah Lingkungan sekolah yang meliputi para guru, pegawai administrasi dan teman teman sekolah, di mana komponen-komponen tersebut sangat mempengaruhi semangat belajar seorang anak. Ada beberapa aspek yang dapat dilihat dari faktor lingkungan sekolah ini, diantaranya : 1) Cara atau Metode Mengajar Pendidik Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Mengajar itu sendiri menurut Ign. S. Ulih Bukit Karo Karo adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan mengembangkannya. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode belajar harus diusahakan yang setepat, seefisien dan seefektif mungkin, karena guru yang progresif berani mencoba metodemetode yang baru, yang dapat meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

2) Waktu Sekolah Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi, siang, sore/malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Jika terjadi siswa terpaksa masuk sekolah sore hari, sebenarnya kurang dapat dipertanggungjawabkan, dimana siswa harus istirahat tetapi terpaksa harus masuk sekolah sehingga mereka masuk sekolah dengan keadaan mengantuk dan sebagainya. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar.

3) Hubungan Emosional atau Relasi antara Pendidik dan Peserta Didik Di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikan, sehingga siswa berusaha mempelajarinya sebaibaiknya. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya, jika

52

siswa membenci gurunya, maka ia segan mempelajari mata pelajaran yang diberikannya, akibatnya pelajarannya tidak maju.

53

4) Hubungan Emosional atau Relasi antara Peserta didik dengan Sesama Siswa yang mempunyai sifatsifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanantekanan batin, akan diasingkan dari kelompok. Akibat makin parah masalahnya dan akan mengganggu belajarnya. Lebihlebih lagi ia menjadi malas untuk masuk sekolah dengan alasanalasan yang tidaktidak, karena di sekolah mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan dari temantemannya. Menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu, agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.

5) Kedisiplinan Sekolah Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai/karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan/keteraturan kelas, gedung sekolah dan lainlain. Dengan demikian agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin di dalam belajar baik di sekolah, di rumah dan di perpustakaan, agar siswa disiplin haruslah guru beserta staf yang lain disiplin pula.

6) Kepribadian Pendidik Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standar. Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata pelajarannya, guru semacam itu merasa senang. Tetapi berdasarkan teori belajar yang mengingat perkembangan psikis dan kepribadian siswa yang berbedabeda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masingmasing. Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.

7) Fasilitas atau Sarana dan Prasarana Belajar

54

Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju. Berkaitan dengan hal ini, keadaan gedung juga merupakan faktor yang menjadi pertimbangan. Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masingmasing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas. Bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan enak, kalau kelas itu tidak memadai bagi setiap siswa.

8) Kurikulum Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Perlu diingat bahwa sistem instruksional sekarang menghendaki proses belajar mengajar yang mementingkan kebutuhan siswa, guru perlu mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani siswa belajar secara individual.

9) Metode Belajar Banyak siswa malaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat dan efektif, maka hal itu akan berbanding lurusdengan hasil belajar siswa itu. Juga dalam pembagian waktu belajar. Kadangkadang siswa belajar tidak teratur, atau terusmenerus, karena besok akan tes.

c. Faktor Lingkungan Lain, meliputi :

55

1) Lingkungan masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap

perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, misalnya berorganisasi, kegiatankegiatan sosial, keagamaan dan lainlain, belajarnya akan terganggu. Lebihlebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orangorang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan berpengaruh jelek kepada anak (siswa) yang berada di situ. Anak/siswa tertarik untuk ikut berbuat seperti yang dilakukan oaringorang di sekitarnya.

2) Teman Bergaul Pengaruhpengaruh dari teman bergaul siswa lebih dapat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa. Begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga.

3) Mass Media Yang termasuk mass media adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, bukubuku, komikkomik dan lainlain. Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Akan tetapi sebaliknya, mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa. Maka dari itulah perlu kiranya siswa mendapatkan bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat agar tidak terjadi salah langkah.

4) Lingkungan Sekitar

56

Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas dan sebagainya. Misalnya bangunan rumah penduduk yang sangat sempit, lalu lintas yang membisingkan, suasana hiruk pikuk orang di sekitar, suara pabrik, polusi udara, iklim yang terlalu panas, semuanya akan mempengaruhi gairah dan minat belajar. Sebaliknya tempat yang sepi dengan iklim yang sejuk, ini akan menunjang proses belajar. Keadaan alam yang tenang dengan udara yang sejuk ikut mempengaruhi kesegaran jiwa murid sehingga memungkinkan hasil belajarnya akan lebih tinggi daripada lingkungan yang gaduh dengan udara yang panas dan kotor.

57

G. Tujuan Belajar Dalam Sadirman (2001 : 26), disebutkan ada tiga jenis tujuan belajar, yakni : 1. Untuk Mendapatkan Pengetahuan Untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir diperlukan bahan pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol. 2. Penanaman Konsep dan Keterampilan Penanaman atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu ketrampilan. Ketrampilan di sini diartikan ketrampilan jasmani dan rohani. Ketrampilan jasmani menitikberatkan pada ketrampilan gerak dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar sedangkan ketrampilan rohani menyangkut persoalan penghayatan, ketrampilan berpikir dan kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep. 3. Pembentukan Sikap Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of value. Oleh karena itu, guru tidak sekedar pengajar, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya.

58

BAB III PENUTUP


A. Simpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Belajar merupakan proses perubahan perilaku dalam semua aspek kepribadian yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman serta dapat terwujud sebagai perilaku positif maupun perilaku negatif. Hasil belajar akan tampak dalam : kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berfikir asosiatif, berfikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi, apresiasi, dan perilaku afektif. 2. Terdapat teori-teori belajar dalam Psikologi Pendidikan, diantaranya adalah :
a. Behaviorisme, meliputi : Connectionisme menurut Thorndike, Classical Conditioning

menurut Ivan Pavlov, Operant Conditioning menurut B.F Skinner, dan Social Learning menurut Albert Bandura.
b. Teori belajar Kognitif menurut Piaget. c. Teori Pemrosesan Informasi menurut Robert Gagne. d. Teori Belajar Gestalt.

3. Prinsip-prinsip belajar yang dapat dipakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya, maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan metode mengajarnya, antara lain :
a. Prinsip perhatian dan motivasi. b. Prinsip keaktifan. c. Prinsip keterlibatan langsung/pengalaman. d. Prinsip pengulangan. e. Prinsip tantangan. f. Prinsip balikan dan penguatan. g. Prinsip perbedaan individual.

4. Ciri-ciri belajar antara lain adalah sebagai berikut : a. Belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar dan disengaja. b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. c. Perubahan dalam belajar bersifat positif. d. Perubahan dalam belajar bersifat aktif.

59

e. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara (permanen). f. Perubahan dalam belajar bersifat bertujuan dan terarah. g. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. h. Perubahan dalam belajar berkesinambungan. 5. Jenis belajar yang berhubungan dengan hal yang harus dipelajari antara lain : a. Belajar berdasarkan pengamatan. b. Belajar berdasarkan gerak. c. Belajar berdasarkan menghafal. d. Belajar berdasarkan pemecahan masalah. e. Belajar berdasarkan emosi. 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah sebagai berikut : a. Faktor endogen atau internal, meliputi : 1) Faktor fisiologis (kesehatan, cacat tubuh, dan kelelahan) 2) Faktor psikologis (inteligensi/kecerdasan, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, kesiapan, dan cara belajar) b. Faktor eksogen atau eksternal, meliputi :
1) Faktor keluarga (kondisi ekonomi keluarga, relasi antar anggota keluarga, suasana

rumah, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan, dan cara mendidik atau pola asuh orang tua). 2) Faktor sekolah (cara atau metode mengajar pendidik, waktu sekolah, hubungan emosional atau relasi antara pendidik dengan peserta didik, hubungan emosional atau relasi antara peserta didik dengan sesama, kedisiplinan sekolah, kepribadian pendidik, fasilitas atau sarana prasarana, kurikulum, dan metode belajar).
3) Faktor lingkungan lain (lingkungan masyarakat, teman bergaul, mass media, dan

lingkungan sekitar). 7. Tujuan belajar diantaranya adalah sebagai berikut : a. Untuk mendapatkan pengetahuan. b. Penanaman konsep dan keterampilan. c. Pembentukan sikap.

60

B. Saran Seperti yang diketahui bersama, belajar merupakan aspek penting dalam kehidupan individu, hampirr semua perilaku dan sikap diperoleh individu dengan belajar. Sehingga keberadaan dari belajar ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Namun demikian, belajar bukan hanya sekedar kalimat yang tidak memiliki makna. Lebih dari itu, belajar adalah sebuah kegiatan yang berarti, yang didalamnya terdapat teori, prinsip ciri dan berbagai aspek lain yang terpola secara sistematis dan tertata. Akan tetapi, tidak semua individu yang melalui proses ini memahami akan apa yang sedang ia lakukan, apa yang dia harapakan, dan tujuan apa yang ingin dia peroleh setelah serangkaian proses belajar itu dilalui. Bagi individu tertentu, belajar adalah sebuah kewajiban, tanpa ada rasa ingin tahu untuk mengetahui esensinya. Apa yang dikerjakan memang apa yang tidak bisa dilewatkan. Hal ini sangat disayangkan sekali karena pada dasarnya, belajar adalah sesuatu yang amat bermakna. Oleh karenanya, kita sebagai individu yang juga sedang mengalami atau melalui proses belajar ini sudah sepantasnya memahami makna dari segala kegiatan yang kita lakukan, bukan hanya sekedar pengguguran kewajiban. Kita sebagai individu yang hidup dalam naungan dunia pendidikan seyogyanya dapat memaknai segala kegiatan, mengambil hikmah dan faedah, sehingga ke depannya, apa yang telah kita lalui dengan berbagai macam bentuk pengorbanan, baik waktu, finansial, pikiran, tenaga dan sebagainya itu idak menjadi suatu hal yang sia-sia. Hingga pada akhirnya apa yang didapatkan sebagai hasil dari usaha yang berkepanjangan itu menjadi sesuatu yang bermanfaat, bagi diri sendiri dan bagi masyarakat dalam lingkup yang luas.

61

DAFTAR RUJUKAN
Anonymous. 2010. Ciri dan Proses Belajar serta Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar. (http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t111-ciri-dan-proses-belajar-serta-faktoryang-mempengaruhi-kesulitan-belajar) diakses tanggal 12 November 2011. Anonymous. 2010. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar. (http://belajarpsikologi.com/faktor-yang-mempengaruhi-prestasi-belajar/) diakses tanggal 12 November 2011. Anonymous. 2011. Pembelajaran. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran) diakses tanggal 12 November 2011. Arifin, Saeful. 2010. Prinsip-prinsip Belajar. (http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/25/prinsipprinsip-belajar/) diakses tanggal 12 November 2011. Asih, Tuti. 2005. Tujuan Belajar . (http://www.scribd.com/doc/36537893/19/Tujuan-Belajar) diakses tanggal 9 Desember 2011. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Dimyati, dkk. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Labarasi. 2007. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. (http://labarasi.wordpress.com/2011/04/19/faktor-yang-mempengaruhi-hasil-belajar/) diakses tanggal 12 November 2011. Sudrajat, Akhmad. 2008. Hakikat dan Pengertian Belajar. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/hakikat-belajar/) diakses tanggal 12 November 2011. Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-teori Belajar. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/) diakses tanggal 12 November 2011. Tina, Panca. 2011. Psikologi Pendidikan. (http://tinakh68.blogspot.com/2011/03/psikologipendidikan.html) diakses tanggal 12 November 2011. Wahyuni, Asti. 2007. Ciri-ciri Belajar. (http://www.scribd.com/doc/26707467/3/Ciri-ciri-Belajar) diakses tanggal 2 Desember 2011.

62

You might also like