You are on page 1of 7

Apa itu Assessment???

(WHAT)

a. Menurut Angelo (1991: 17) Classroom Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how well their students are learning what they are being taught. (Penilaian Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat menggunakan fakultas (sekolah) untuk mengumpulkan umpan balik, awal dan setelahnya, pada seberapa baik para siswa mereka belajar apa yang mereka ajarkan.) b. Menurut Suharsimi yang dikutip oleh Sridadi(2007) penilaian adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk bersifat kualitatif. c. Menurut Depag yang dikutip Sridadi (2007) penilaian adalah suatu usaha untuk mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang ditetapkan sehingga dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah selanjutnya. d. Menurut Rusli Lutan (2000:9) assessment termasuk pelaksanaan tes dan evaluasi. Asessment bertujuan untuk menyediakan informasi yang selanjutkan digunakan untuk keperluan informasi.

Sumber : Angelo, T.A., (1991). Ten easy pieces: Assessing higher learning in four dimensions. In Classroom research: Early lessons from success. New directions in teaching and learning (#46), Summer, 17-31.

Sridadi. (2007). Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY William Shockley. id.wilkipedia.org/wiki/pengukuran). Diakses tanggal 20 September 2007 Wolf, Richard, M. (1984). Evaluation in education. New York: Praeyer Publishers Bagaimana melakukan Assesment?? (HOW) Terdapat beberapa pendekatan yang dilakukan dalam assessment, yaitu: 1. Pendekatan perbandingan (Comparative approach).

a. Rangking langsung. (Ranking) Dalam rangking langsung, atasan mengurutkan para pemegang jabatan, dari yang terbaik sampai yang terburuk, yang biasanya berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Rangking semacam ini hanya cocok dalam organisasi kecil karena semakin banyak pemegang jabatan maka semakin sulit melihat perbedaan-perbedaan kinerja mereka. b. Rangking alternatif. Penilai akan memilih pekerja yang terbaik untuk posisi teratas dan pekerja terburuk di posisi terburuk. Kemudian memilih pekerja kedua terbaik di posisi kedua terbaik dan pekerja terburuk kedua di posisi kedua terburuk. Demikian seterusnya hingga posisi yang tengah dapat terakhir diisi. c. Perbandingan berpasangan. (Paired Comparison) Pendekatan perbandingan berpasangan melibatkan perbandingan tiap individu dengan individu lainnya, dua orang sekaligus, dengan standar tunggal untuk menentukan siapa yang lebih baik. Urutan rangking individu dapat diperoleh dengan menghitung berapa kali masing-masing individu terpilih sebagai yang lebih baik untuk satu buah pasangan.

d. Metode distribusi paksaan. (Forced distribution) Istilah distribusi paksaan digunakan untuk menggambarkan format penilaian dimana penilai dipaksa mendistribusikan orang yang dinilai kepada beberapa kategori kinerja. Penilaian tersebut biasanya menggunakan beberapa kategori yaitu dari terendah (mewakili kinerja yang buruk) sampai dengan tingkat tertinggi (Mewakili kinerja yang sangat baik) 2. Pendekatan berdasarkan sifat (attribute approach). a. Skala rating grafik. (Graphic Rating Scale) Pada metode ini, penilai menentukan dimensi kinerja yang akan dinilai. Kemudian penilai menentukan kategori penilaian yang akan dilakukan. Kategori penilaian ini menggunakan angka 5 untuk yang terbaik dan angka 1 untuk yang terburuk. Kemudian penilai langsung menilai kinerja dari individu tersebut dan nilai yang dihasilkan akan dijumlahkan. Individu dengan nilai

yang tertinggi merupakan individu dengan kinerja yang terbaik dan individu dengan nilai yang terendah merupakan individu dengan kinerja terburuk. b. Skala standar campuran.(Mixed standart scale) Pada metode ini penilai membuat beberapa pernyataan untuk menguji apakah karyawan tersebut telah melaksanakan tugasnya dengan baik, lebih dari yang diminta atau bahkan kurang dari yang diminta oleh atasan. Beberapa pernyataan tersebut haruslah berhubungan dengan kemauan, kepandaian dan juga hubungan dengan masyarakat. Apabila individu tersebut telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan penyataan tersebut maka akan diberi nilai 0, jika kurang yang ada dalam penyataan maka akan diberi nilai dan jika lebih dari yang diminta maka akan diberi nilai +. Selanjutnya semua pernyataan tersebut akan diberitingkatan (level) untuk menentukan nilai. Nilai disetiap kategori pernyataan tersebut yang akan menentukan tingkat kinerja dari individu tersebut. 3. Pendekatan Berdasarkan Hasil (Result approach) (Schuler&Jackson,1996 : 205) a. Manajemen berdasarkan sasaran (Management by objectives) Penilai pada metode ini adalah orang-orang yang berpengalaman dan berkinerja tinggi yang dapat mengembangkan strategi mereka sendiri. Cara kerja dari metode ini adalah bagaimana suatu sasaran dapat tercapai dengan menguraingi ambiguitas dan juga hambatan yang mungkin dapat menghalangi tercapainya sasaran. Penilaian yang dilakukan dapat secara sederhana maupun secara rumit, bergantung pada kebutuhan sasaran yang akan dicapai. Atasan dan bawahan akan sama-sama melakukan evaluasi atas kegagalan yang mungkin terjadi dankemudian memutuskan sasaran-sasaran baru yang dimungkinkan bagi sasaran yang belum tercapai sebelumnya. Rata-rata sistem MBO membutuhkan waktu 2 tahun sesudah penerapannya untuk berjalan dengan efektif. a. Pendekatan standar kinerja.

Pendekatan ini mirip dengan MBO hanya saja pendekatan ini lebih banyak menggunakan ukuran langsung, dengan penekanan pada pengujian kinerja. Standar yang digunakan adalah indikator-

indikator kinerja yang diharapkan dan juga kinerja yang tidak biasanya dilakukan. c. Pendekatan Indeks langsung. Pendekatan ini mengukur kinerja dengan kriteria impersonal obyektif, seperti produktivitas, absensi dan keluar-masuknya karyawan. Ukuran-ukuran itu juga dapat dipecah menjadi ukuran kuantitas yang dihasilkan dalam suatu waktu tertentu. 4. Pendekatan berdasarkan perilaku. (Schuler&Jackson, 1996 : 209) a. kejadian kritis (Critical incident)

Pendekatan dengan metode ini memerlukan kejelian dari penilai dalam mengamati setiap perilaku orang yang dinilai. Penilai diharuskan untuk mencatat apa yang akan dilakukan oleh orang tersebut apabila pada suatu waktu terjadi suatu kejadian yang berbeda dengan yang biasa dia alami. Penilai melihat respon dari orang yang dinilai, apakah orang tersebut dapat tetap fokus dan mendukung sasaran yang telah ditetapkan atau bahkan malah menghambat pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. b. Skala rating yang diberi bobot menurut perilaku (Behaviorally Anchored rating scales/ BARS). Langkah pertama yang harus dilakukan dalam metode ini adalah mengumpulkan data yang menggambarkan perilaku yang baik, rata-rata, dan buruk untuk masing-masing kategori jabatan. Kejadian-kejadian ini kemudian dikelompokkan menjadi dasar penilaian yang akan dilakukan. Kemudian kejadian-kejadian tersebut diberi nilai sesuai dengan kontribusinya pada kinerjanya. c.Skala pengamatan perilaku (Behavioral Observation Scales). Metode ini sangat mirip dengan BARS atau dengan Skala standar campuran. Perbedaan ini adalah bahwa BOS menilai kinerja pelayanan karyawan dengan cara megamati seberapa sering mereka melakukan kejadian-kejadian kritis (critical incidents) serta frerkuensi kejadian-kejadian tersebut. Nilai diperoleh tiap pelaku dengan memberi angkakepada penilaian frekuensi secara keseluruhan. Sumber : ( Noe et al ., 2000 ; Schuler & Jackson,1996 ):

Mengapa diperlukan Assesment?? (WHY) Rivai mengungkapkan tujuan penilaian kinerja karyawan adalah: a). Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan, b). Pemberian imbalan yang serasi, c). Mendorong

pertanggungjawaban dari karyawan, d). Meningkatkan motivasi kerja, e). Meningkatkan etos kerja, f). Memperkuat hubungan antara karyawan dan supervisor melalui diskusi kemajuan kerja mereka, g). Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, h). Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan, i). Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja, j). Untuk mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjan, dan k). Sumber : (Rivai dan Basri, 2005: 77).

Keterampilan pemimpin dalam melakukan assessment : Dimensi yang dipergunakan di dalam melakukan penilaian kinerja karyawan sebagai berikut: 1. Pengetahuan atas pekerjaan, kejelasan pengetahuan atas tanggung jawab pekerjaan yang menjadi tugas karyawan. 2. Perencanaan dan organisasi, kemampuan membuat rencana pekerjaan meliputi jadwal dan urutan pekerjaan, sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas. 3. Mutu pekerjaan, ketelitian dan ketepatan pekerjaan. 4. Produktivitas, jumlah pekerjaan yang dihasilkan dibandingkan dengan waktu yang digunakan. 5. Pengetahuan teknis, dasar teknis dan kepraktisan sehingga pekerjaannya mendekati standar kinerja. 6. Judgement, kebijakan naluriah dan kemampuan menyimpulkan tugas sehingga tujuan organisasi tercapai. 7. Komunikasi, kemampuan berhubungan secara lisan dengan orang lain. 8. Kerjasama, kemampuan bekerja sama dengan orang lain dan sikap yang konstruktif dalam tim.

9. Kehadiran dalam rapat, kemampuan dan keikutsertaan (partisipasi) dalam rapat berupa pendapat atau ide. 10. Manajemen proyek, kemampuan mengelola proyek, baik membina tim, membuat jadwal kerja, anggaran dan menciptakan hubungan baik antar karyawan. 11. Kepemimpinan, kemampuan mengarahkan dan membimbing bawahan, sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas. 12. Kemampuan memperbaiki diri sendiri, kemampuan memperbaiki diri dengan studi lanjutan atau kursus-kursus. Berdasarkan teori tentang kinerja tersebut, maka dalam penelitian ini dimensi kinerja yang akan dipakai sebagai indikator adalah judgement, produktivitas dan kualitas kerja, dan kerjasama.

Sumber : Prawirosentono (1999: 236)

TUGAS

LEADERSHIP
ASSESSMENT

Kelompok X / Kelas A

Lindawati Alhabshy

K11109578

Malsya Jeniv Lololuan K11109588 Sarlin Djuna Asriati Nur Rahman K11109596 K11110026

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012

You might also like