You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sumber daya manusia dengan pengetahuan yang dimiliknya, memiliki peran penting dalam untuk menentukan keberhasilan organisasi. Dalam konteks manajemen, sumber daya manusia adalah people who are ready willing, and able to contribute to organizational goals (Wherther and Davis, 1993:635). Oleh karena itu, sumber daya manusia dalam suatu organisasi memerlukan pengelolaan yang baik. Meningkatnya kinerja sumber daya manusia memerlukan pengelolaan yang sistematis dan terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini berarti bahwa manajemen sumber daya manusia merupakanhal yang sangat penting untuk keberhasilan perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis industrinya (Schuller and Jackson, 1997:32). Untuk mengelola sistem di dalam organisasi supaya tetap berjalan dengan baik, tentu harus memperhatikan aspek-aspek penting seperti pelatihan, pengembangan, dan motivasi. Dalam kenyataannya, keadaan ini kadang tidak diikuti dengan pengelolaan yang memadai dan profesional. Pengelolaan sumber daya manusia yang efektif, efisien, dan ekonomis dapat mewujudkan tercapainya suatu tujuan organisasi. Audit SDM diharapkan dapat mengidentifikasi kesenjangan antara praktik dan harapan manajemen dan pada akhirnya akan dapat memberikan rekomendasi terbaik untuk meningkatkan pengelolaan SDM dengan paradigma baru bahwa SDM merupakan salah satu faktor kunci keunggulan organisasi. Audit sumber daya manusia sesungguhnya merupakan suatu penilaian yang didesain untuk menentukan bagaimana suatu perusahaan memenuhi tanggung jawabnya yang berhubungan dengan aturan-aturan sumber daya manusia. Untuk lebih mengerti makna dan isi audit sumber daya manusia yang sebenarnya, seseorang terlebih dahulu harus memahami pengertian, manfaat, dan bentuk laporan audit secara umum untuk kemudian dihubungkan dengan pengertian dan manfaat audit sumber daya manusia. Hal lain yang perlu diketahui adalah bahwa audit sumber daya manusia tidak semata-mata selalu ditekankan untuk mencari kesalahan atau pelanggaran di dalam suatu organisasi. Akan tetapi berguna juga untuk menciptakan inovasi baru. Auditor memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya untuk menggali potensi nilai dari
1

perspektif sumber daya manusia memotivasi auditee guna memacu prestasi dengan melakukan berbagai perubahan atau inovasi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas, kita dapat merumuskan beberapa masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana mendefinisikan Audit SDM ? 2. Bagaimana tahapan dalam Audit SDM ? 3. Bagaimana menentukan metode laporan Audit yang tepat ? 4. Bagaimana mengevaluasi kegiatan SDM yang dilakukan SDM ?

1.3 TUJUAN

Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Mendefinisikan Audit SDM. 2. Mengerti tahapan dalam Audit SDM. 3. Menentukan jenis laporan Audit yang tepat. 4. Dapat mengevaluasi kegiatan-kegiatan SDM yang dilakukan SDM dalam suatu perusahaan.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN AUDIT SDM Salah satu fungsi manajemen adalah pengawasan (controlling) yang bertujuan untuk menjaga serta mengamankan harta milik perusahaan dari penyimpangan-penyimpangan baik oleh pihak intern perusahaan ataupun eksteren perusahaan tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk pelaksanaan fungsi tersebut adalah dengan audit. Menurut Konrath ( Dalam Sukrisno Agoes 2004:1), audit adalah suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai arsesi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antar arsesi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan. Pada mulanya audit merupakan ruang lingkup dari tugas manajemen suatu perusahaan, sejalan dengan hakikat pengawasan itu sendiri hingga menjadi fungsi dari setiap level manajemen. Sehingga semakin besar organisasi suatu perusahaan, memungkinkan perusahaan memiliki cabang yang tersebar di seluruh negeri dan bahkan hingga ke luar negeri. Dengan demikian, kegiatan audit tidak mungkin lagi dirangkap secara fungsional oleh para manajer/ departemen tertentu karena akan kehilangan objektivitas dan indenpendensi dalam pelaksanaan tugasnya. Sehingga terkadang diperlukan suatu organisasi yang berdiri sendiri terpisah dari kegiatan rutin. Audit Sumber Daya manusia merupakan suatu proses sistematik dan formal yang didesain untuk mengukur biaya dan manfaaat keseluruhan program Manajemen Sumber Daya Manusia dan untuk membandingkan efisiensi dan efektivitas keseluruhan program Manajemen Sumber Daya Manusia tersebut dengan kinerja organisasi di masa lalu, kinerja organisasi lain yang dapat dibandingkan efektivitasnya, dan tujuan organisasi, merupakan suatu proses sistematik dan formal untuk mengevaluasi kompatibilitas fungsi Sumber Daya Manusia dengan tujuan dan strategi implementasi berbagai fungsi SDM, kebijakan dan prosedur SDM serta kinerja setiap program SDM. Menurut Gomez-Mejia (200 1:28), audit sumber daya manusia merupakan tinjauan berkala yang dilakukan oleh departemen sumber daya manusia untuk mengukur efektiovitas penggunaan sumber daya manusia yang terdapat di dalam suatu perusahaan. Audit Sumber Daya Manusia (Human Resource Audit) mengevaluasi aktivitasaktivitas sumber daya manusia di dalam sebuah organisasi dengan tujuan memperbaiki aktivitas-aktivitas tersebut. Audit dapat meliputi satu divisi atau seluruh organisasi. Audit ini
3

memberikan umpan balik mengenai fungsi sumber daya manusia kepada manajer-manajer operasi dan spesialis-spesialis sumber daya manusia. Audit ini juga memberikan umpan balik perihal seberapa baik manajer memenuhi tanggung jawab sumber daya manusia mereka. Singkatnya, audit merupakan kontrol kualitas keseluruhan yang memeriksa aktivitas sumber daya manusia di dalam sebuah departemen, divisi, atau seluruh perusahaan. Kembali kepada fungsi audit ini sendiri dapat dikategorikan ke dalam tiga bidang utamanya yang tentu fokusnya ada pada audit sumber daya manusia, antaranya terdiri atas : 1. Police audit/ manajemen audit atau penilaian yang dilaksanakan secara sistematis dan independent, berorientasi ke masa depan terhadap: keputusan dan kebijakan yang dilakukan oleh manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM melalui perbaikan pelaksanaan fungsi manajemen, pencapaian rencana yang sudah ditetapkan serta pencapaian social objective. 2. Performance/ Operasioanal audit, merupakan suatu kegiatan penilaian yang sistematis yang dilaksanakan cesara objective dan independent berorientasi atas masa depan untuk semua kegiatan yang ada dalam suatu perubahan yang utamanya dalam bidang SDM. 3. Financial audit, yang mempunyai orientasi pengujian/ penilaian secara independent dan objektif atas tingkat dan kecermatan serta data keuangan untuk memberikan perlindungan keamanan asset perusahaan dengan melakukan evaluasi kelayakan internal control yang ditetapkan. Audit ini sendiri dapat dilakukan dalam beberapa situasi, antaranya: a. Ketika suatu kekuatan eksternal yang memaksa untuk dilakukan suatu tinjauan. b. Ketika seorang manajer baru yang merasa bertanggung jawab atas dep. SDM. c. Ketika suatu perusahaan yang signifikan dalam suatu dunia usaha yang memaksa untuk melakukan considerasi ulang manajemen SDM. d. Ketika suatu keinginan spesialis SDM untuk meningkatkan praktik dan sistem SDM perusahaan.

Secara garis besar, maka HR Audit terdiri dari beberapa area: 1. Audit fungsi SDM. Audit fungsi SDM ini bertujuan untuk mengukur efektivitas dari fungsi SDM yang berada pada organisasi. Dalam tahap audit ini, maka auditor melakukan analisa terhadap tujuan dari setiap aktivitas SDM, kemudian
4

mengkaji kinerja mereka yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan tersebut. Seringkali, misalnya, masalah yang terjadi adalah peran dan tanggung jawab tidak terdefinisikan dengan baik, sehingga ini menghambat tercapainya tujuan organisasi. Melaui Audit SDM, maka masalah seperti ini bisa ditemukan untuk kemudian dicari solusinya. 2. Audit kepatuhan yang merupakan audit yang mengkaji kepatuhan perusahaan terhadap hukum, kebijakan maupun prosedur yang terkait dengan fungsi SDM. Hal ini penting sekali karena jika kepatuhan tidak dipenuhi, maka srtinya perusahaan melakukan pelanggaran di bidang SDM. Isu-isu yang berkaitan dengan ini antara lain adalah masalah kesehatan dan keselamatan, aturan jam kerja, aturan UMR, dan lainnya. 3. Audit iklim SDM, dimana ini sangat mempengaruhi kondisi karyawan, mulai dari motivasi, semangat hingga kepuasan kerja. Audit ini bisa dilakukan dengan memperhatikan absensi, turnover karyawan, ataupun melakukan pengamatan langsung terhadap perilaku karyawan. 4. Audit strategi perusahaan. Mengapa audit strategi perusahaan manjadi penting? Hal ini dikarenakan strategi perusahaan menentukan keunggulan dalam bersaing di pasar. Melalui audit strategi, maka perusahaan akan mampu melakukan analisa SWOT yang merupakan informasi penting dalam menentukan strategi perusahaan ke depan. Kemudian bagaimana hubungannya dengan SDM? Tentunya fungsi SDM harus memahami strategi, karena segala aktivitas SDM seperti rekrutmen, kompensasi, succession planning, dan lainnya harus selalu sesuai dengan strategi perusahaan. Menurut Sherman & Bohlander, audit SDM memberikan peluang untuk: 1. Menilai efektivitas fungsi SDM. 2. Memastikan ketaatan terhadap hukum, kebijakan, peraturan dan prosedur. 3. Menetapkan pedoman untuk penetapan standar. 4. Memperbaiki mutu staff SDM. 5. Meningkatkan citra dari fungsi SDM. 6. Meningkatkan perubahan dan kreatifitas. 7. Menilai kelebihan dan kekurangan dari fungsi SDM. 8. Memfokus staff SDM pada masalah-masalah penting. 9. Membawa SDM lebih dekat pada fungsi-fungsi yang lain.

2.2 TAHAPAN DALAM AUDIT SDM Audit Sumber Daya Manusia merupakan suatu proses sistematik dan formal untuk mengevaluasi kompatibilitas fungsi sumber daya manusia dengan tujuan dan strategi implementasi berbagai fungsi SDM, kebijakan dan prosedur SDM, serta kinerja setiap program SDM. Audit SDM dapat dilaksanakan dalam beberapa situasi, antara lain: 1. Ketika dirasa perlu oleh manajemen puncak. 2. Ketika suatu kekuatan eksternal yang memaksa suatu tinjauan (perusahaan induk, perusahaan yang mengakuisisi, dewan komesaris, badan pemerintah dan lain-lain) 3. Ketika seorang manajer baru bertanggung jawab atas departemen sumber daya manusia. 4. Ketika suatu perusahaan yang signifikan dalam dunia usaha yang memaksa konsiderasi ulang manajemen sumber daya manusia (contohnya, penurunan bisnis, ekspansi yang gencar, ancaman sedikit pekerja, dan perputaran karyawan yang tinggi sekali) 5. Ketika suatu keinginan spesialis sumber daya manusia untuk meningkatkan praktik dan sistem SDM perusahaan. Menurut Rivai (2004: 565), audit SDM biasanya meliputi langkah-langkah sebagai berikut ini: 1. Suatu perencanaan rapat yang melibatkan staf kunci dan manajer senior. Prosedur audit disesuaikan untuk memberi penekanan pada isu yang dirasakan penting, rencana pengumpulan data dan wawancara yang dikembangkan. 2. Pemeriksaan informasi terkait, termasuk data karyawan, kapabilitas computer, buku manual karyawan dan manajerial, buku pedoman, formulir dan materi penilaian kerja, materi rekrutmen, komunikasi dan bahan-bahan lainnya yang kemungkinan relevan. 3. Wawancara dengan manajer kunci unit operasi, staf kunci divisi, eksekutif senior, dan perwakilan karyawan untuk menunjuk isu yang menjadi perhatian, kekuatan saat ini, kebutuhan yang diantisipasi, dan filosofi manajerial mengenai sumber daya manusia. Jumlah wawancara ditentukan dalam rapat permulaan. 4. Informasi tambahan seperti rencana bisnis, anggaran, data penilaian, dan data kompensasi dapat berguna dalam menyelidiki isu tertentu yang diidentifikasi sebagai pembenaran konsiderasi dalam perencanaan kebutuhan di masa yang akan datang.

5. Berbagai masukan disatukan dalam rangka menyajikan suatu gambaran yang terintegrasi dari aktivitas saat ini, prioritas SDM, dan permasalahan yang diidentifikasi. 6. Normalnya, hasil-hasil audit didiskusikan dalam serangkaian rapat yang melibatkan manajer dan staf profesional. Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa secara umum proses audit fungsi sumber daya manusia terdiri dari enam langkah, yaitu: 1. Mengkomunikasikan gagasan dan makna audit SDM, menekankan berbagai manfaat yang dapat diperoleh, serta mendapatkan dukungan manajemen puncak. 2. Memilih personalia dengan berbagai keterampilan dan menyusun tim audit, serta memberikan pelatihan yang dibutuhkan. 3. Mengumpulkan data dari berbagai jenjang, fungsi dan unit yang berbeda dalam organisasi. 4. Menyiapkan laporan audit bagi para manajer lini dan evaluasi departemen SDM. 5. Membahas laporan dengan para manajer pengoperasian terkait yang kemudian menindaklanjuti hasil evaluasi. 6. Memasukkan berbagai tindakan korektif ke dalam proses penetapan sasaran operasi organisasi regular. Sedangkan menurut Erwin Miftah, tahapan audit fungsi SDM sama seperti audit-audit yang lain yang harus melewati beberapa tahapan seperti: 1. Audit Program, dimana auditor melakukan preeliminary survey dengan mereview pernyataan misi, visi, strategi perusahaan, struktur organisasi, tujuan utama pengelolaan SDM, wawancara kepada beberapa top manajemen. Dari kegiatankegiatan tersebut dihasilkan suatu audit program yang memuat ruang lingkup pemeriksaan, prosedur yang akan dijalankan, jumlah personil audit, rincian biaya dan jangka waktu auditnya. 2. Audit Implementation. Kegiatan audit ini berupa pelaksanaan dengan mengadakan penyesuaian yang diperlukan karena adanya perubahan kondisi di lapangn atau ketidakakuratan data pada saat preeliminary survey. 3. Audit Report yang akan disajikan dengan format berupa (1) Executive Summary; (2) Organizational Climate Backgrounds; (3) Audit Methology; dan (4) Audit Result. Jadi tahap-tahap dalam audit fungsi SDM dimulai dengan mengevaluasi apakah fungsi-fungsi MSDM dilaksanakan secara efektif dan ekonomis dengan cara mengevaluasi setiap aktivitas SDM perusahaan yang meliputi: deskripsi pekerjaan, praktek perekrutan, seleksi, dan penempatan, program upah dan gaji, kompensasi dan tunjangan, sistem penilaian
7

kinerja melalui penilaian prestasi, serta perencanaan SDM, pelatihan, pengembangan, keamanan dan kesehatan kepada pelaporan dan rekomendasi untuk perbaikan fungsi-fungsi tersebut.

2.3 METODE LAPORAN AUDIT SDM Menurut Agus Sunyoto (2008, h. 109), riset sumber daya manusia adalah penelitian sistematik sumber daya manusia sebuah perusahaan untuk tujuan memaksimalkan pencapain tujuan organisasional pribadi. Menurut Veithzal Rivai (2008, h. 570), riset juga digunakan untuk mengaudit kegiatan SDM. Riset ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja dari departmen tersebut. Beberapa alat pengumpulan data dapat membantu dalam menghimpun data mengenai aktivitas SDM sebuah perusahaan. Setiap alat menyajikan pandangan yang berbeda mengenai aktivitas suatu perusahaan. Adapun alat-alat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Interview atau Wawancara Wawancara terhadap karyawan dan manajer memberikan auditor alat yang sangat kuat untuk mengumpulkan informasi tentang kegiatan SDM dan mengidentifikasi bidang-bidang yang membutuhkan perbaikan. Contohnya, ketika ada masalah pergantian karyawan, misalnya pada departmen loan officer diidentifikasikan kepada divisi SDM dan seorang konsultan

mengadakan wawancara dengan manajer yang terkait untuk mempelajari masalah tersebut. Di sini kritik dan sasaran yang didapat dari wawancara dapat membantu menunjukkan dengan tepat persepsi dan penyebab yang dapat menyusun dasar bagi tindakan-tindakan ke departemen tersebut. 2. Informasi sebagai alat utama auditor. Perbandingan dari luar memberikan auditor suatu perspektif dalam menghadapi kegiatan-kegiatan perusahaan yang dapat dinilai. Beberapa informasi yang dibutuhkan diperoleh dengan mudah, sementara data lain sulit diperoleh. Sumber informasi yang signifikan adalah dari pemerintah. Melalui departemen ini secara rutin mempublikasikan informasi tentang kesempatan kerja di masa mendatang, tingkat pergantian karyawan, proyeksi karyawan, survei upah dan gaji serta frekuensi kecelakaan kerja yang dapat dijalankan sebagai pedoman atau pembanding. 3. Survei Untuk survei ini memakan waktu dan biaya yang relatif besar, sehingga dalam praktiknya dibatasi hanya pada beberapa orang saja, sehingga untuk ini
8

banyak departemen SDM menggunakan kuesioner untuk memperluas ruang lingkup penelitian mereka. Kuesioner juga dapat memunculkan jawabanjawaban yang lebih jujur daripada wawancara langsung. 4. Eksperimen SDM Cara ini sebagai cara terakhir, terutama eksperimen lapangan, yang membandingkan kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di bawah kondisi nyata. Cara ini dipakai untuk penelitian ketidak hadiran, pergantian, kepuasan kerja, kompensasi, keselamatan kerja karyawan dan kegiatan lainnya. 5. Analisis Sejarah Terkadang informasi dapat berisi cacatan analisis yang seringkali dilakukan untuk memastikan kepatuhan pada aturan dan prosedur perusahaan, sebagai audit keselamatan kerja dimana auditor harus mencari keterangan atau cacatan tentang semua pelanggaran keselamatan kerja dan kesehatan kerja. 6. Audit Internasional Audit internasional labih kompleks dan lebih penting. Kompleksitasnya mengaudit kegiatan SDM lintas batas luar negeri dipersulit dengan perbedaan dalam hal hukum, budaya, tradisi, sikap dan harapan. Kesulitan bagi auditor terletak pada masalah pengidentifikasikan bidang-bidang yang berbeda dari praktik-praktik perusahan yang tidak sesuai dengan keadaan negara asing. Di situ sisi fungsi SDM mencari kesefagaman pada praktik dan prosedur semua kegiatan untuk memastikan kepatuhan pada kebijakan perusahaan dan menjamin keseragaman budaya perusahaan. Di pihak lai, kometisi, hukum, kebudayaan dan kepuasan karyawan dapat menuntut perbedaan dari kebijakan, praktik dan prosedur perusahaan.

Mengaudit SDM dengan riset, ada enam pendekatan yang dapat diterapkan, yaitu: 1. Riset Terapan (Applied Resarch) Riset ini digunakan untuk mengevaluasi aktivitas-aktivita SDM. Kadang kala risetnya mungkin canggih, tergantung pada desain dan statistik yang digunakan. Melalui riset ini berupaya untuk memperbaiki kinerja departemen. 2. Pendekatan Kompratif (Comparative Approach) Bentuk riset ini adalah bentuk yang sederhana. Pendekatam ini menggunakan perusahaan lain sebagai model, setelah itu membandingkan hasil atau prosedur mereka dengan prosedur dari perusahaan lain tersebut. Pendekatan
9

ini sering digunakan untuk membandingkan masalah ketidakhadiran, perputaran karyawan, dan data gaji. Pendekatan ini dapat membantu dalam mendeteksi bidang-bidang yang memerlukan perbaikan. Tim audit sumber daya manusia membandingkan perusahaan atau divisi lainnya guna menyingkap bidang-bidang yang berkinerja buruk. Pendekatan lini lazimnya digunakan untuk membandingkan hasil-hasil dari aktivitas-aktivitas atau program sumber daya manusia spesifik. Pendekatan ini membantu mendetekdi bidang-bidang yang membutuhkan pembenaran. 3. Pendekatan otoritas pihak luar (Outside Authority Approach) Auditor dapat menggunakan pendekatan keahlian yang standarnya ditentukan oleh konsultan atau dari temuan penelitian yang telah dipublikasikan, kemudian dijadikan sebagai standar atas kegiatan dan selanjutnya dievaluasi. Dalam hal ini konsultan dapat membantu mendiagnosis penyebab timbulnya masalah. Tim audit sumber daya manusia bergantung pada keahlian-keahlian konsultan dari luar atau temuan-temuan riset yang dipublikasikan sebagai suatu standar terhadapnya aktivitas-aktivitas atau program sumber daya manusia dievaluasi. Konsultan ataupun temuan-temuan riset dapat membantu mendiagnosis penyebab masalah-masalah yang timbul. 4. Pendekatan Statistik (Statistical Approach) Melalui pendekatan ini adalah dengan mengembangkan ukuran statistical kinerja berdasarkan sistem informasi perusahaan yang ada. Sebagai contoh, dari catatan yang ada dalam perusahaan mengungkapkan tingkat

ketidakhadiran dan perputaran karyawan. Data ini menunjukkan seberapa baik aktivitas SDM dan manajer operasi dalam mengendalikan permasalahan ini. Pendekatan ini biasanya dilengkapi dengan perbandingan terhadap informasi eksternal yang dapat dikumpulkan dari perusahaan lain. Informasi ini sering dinyatakan juga sebagai rasio yang mudah dihitung dan digunakan. Dengan standar statistik ini, dapat ditemukan kesalahan-kesalahan sebelum kejadian tersebut menjadi berlarut ke arah yang merugikan perusahaan. Dari catatan-catatan yang ada, tim audit sumber daya manusia menghasilkan standar-standar statistical terhadapnya aktivitas-aktivitas dan programprogram sumber daya manusia dievaluasi. Dengan standar matematis ini, tim audit dapat menemukan kesalahan-kesalahan pada saat kesalahan-kesalahan tersebut masih kecil, berupa data yang dikumpulkan per tahun.
10

5. Pendekatan Kepatuhan (Compliance Appoach) Pendekatan kegiatan ini adalah strategi audit SDM lainnya. Metode ini meninjau praktik-praktik di masa lalu untuk menentukan apakah tindakantindakan tersebut telah sesuai atau tidak mengikuti kebijakan dan prosedur perusahaan, atau bahkan terjadi penyimpangan hukum. Cara kerjanya adalah dengan mengambil sampel data/informasi dari formulir kerja, kompensasi, disiplin, dan penilaian kerja. Tujuan pendekatan ini adalah untuk memastikan apakah para manajer patuh terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku di perusahaan. Dengan mengambil sample elemen-elemen system informasi sumber daya manusia, tim audit mencari penyimpangan-penyimpangan dari berbagai peraturan, kebijakan, serta prosedur-prosedur perusahaan, melalui upaya-upaya pencarian fakta, tim audit dapat menemukan apakah terdapat kepatuhan berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan. 6. Pendekatan Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective Approach) Pendekatan terakhir adalah meminta staf SDM dan manajer menetapkan tujuan sesuai dengan tanggung jawab mereka. Pendekatan manajemen berdasarkan sasaran ini menciptakan tujuan khusus terhadap kinerja sehingga dapat diukur. Selanjutnya diteliti kinerja aktual dan membandingkannya dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Dalam praktiknya pendekatan di atas tidak semuanya diterapkan sekaligus pada semua departemen SDM. Lazimnya, hanya menggunakan beberapa dari pendekatan tersebut, tergantung pada aktivitas-aktivitas SDM yang diaudit. Di sini auditor biasanya memberikan umpan balik terhadap temuan-temuan yang ada di dalam departemen tersebut, demikian pula kepada para manajer dan para karyawan. Umpan balik yang tidak menguntungkan akan menyebabkan tindakan korektif yang membenahi kontribusi aktivitas-aktivitas SDM.

2.4 EVALUASI KEGIATAN SDM Evaluasi menurut beberapa ahli seperti: Tyler (1950), Cronbach (1963), Alkin (1969), Stufflebeam dan Provus (1971), maka Umar (2002, p. 36) merangkum semuanya, sehingga evaluasi didefinisikan sebagai suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh.
11

Prosedur evaluasi pada umunya memilik tahapan-tahapan yang biasa digunakan (Umar, 2002, p.39), yaitu: 1. Menentukan apa yang akan dievaluasi. 2. Merancang (desain) kegiatan evaluasi. 3. Pengumpulan data. 4. Pengolahan dan analisis data. 5. Pelaporan hasil evaluasi. 6. Tindak lanjut hasil evaluasi. Standar yang dipakai untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu dapat dilihat dari tiga aspek utama (menurut Committe on Standart for Educational Evaluation seperti dikutip oleh Umar, 2002, p.40) yang dapat digunakan pada aspek bisnis, yaitu: 1. Utility (manfaat) Hasil evaluasi hendaknya bermanfaat bagi manajemen untuk pengambilan keputusan atau program yang sedang berjalan. 2. Accuracy (akurat) Informasi atas hasil evaluasi hendaknya memiliki tingkat ketepatan tinggi. 3. Feasibility (layak) Hendaknya proses evaluasi yang dirancang dapat dilaksanakan secara layak. Selain tahap-tahap dalam melaksanakan proses evaluasi, diperlukan juga alat-alat evaluasi. Dimana penggunaan alat evaluasi akan tergantung pada apa yang akan dievaluasi. Jika yang akan dievaluasi adlah aspek SDM maka yang digunakan adalah alat-alat evaluasi SDM, begitu juga dengan pengevaluasian aspek-aspek yang lain. Evaluasi kegiatan SDM disini tentu saja berkaitan erat dengan kinerja dari SDM sendiri. Menurut Suyadi Prawirosentono (1999, h 1), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujaun organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 67) istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kinerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
12

Kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi beberapa unsur sebagai berikut (Mathis dan Jackson, 2006, h 378) : a. Kuantitas dari hasil b. Kualitas dari hasil c. Ketepatan waktu dari hasil d. Kehadiran e. Kemampuan untuk bekerja sama. Sedangkan penilaian kinerja (performance evaluation) menurut Mathis dan Jackson (2006, h 382) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Menurut M. B. Tika (2006, h 121), pengertian kinerja telah dirumuskan oleh beberapa ahli manajemen sebagai berikut: a. Stoner (1978) mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dar motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan. b. Bernardin dan Russel (1993) (dalam Achmad S. Ruky) mendefinisikan kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. c. Handoko mengidentifikasikan kiinerja sebagai proses di mana organisasi mengevaluasi atau manilai prestasi kerja karyawan. d. Prawiro Suntoro (1999) dalam Merry Dandian Panji, kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Menurut Kreithner dan Kinicki dalam Wibowo (2007, h 351) evaluasi kinerja merupakan pendapat yang bersifat evaluatif atas sifat, perilaku seseorang, atau prestasi sebagai dasar untuk keputusan dan rencana pengembangan personil. Newstroom dan Davis dalam Wibowo (2007, h 352) memandang sebagai suatu proses mengevaluasi kinerja pekerja, membagi informasi dengan mereka, dan mencari cara memperbaiki kinerjanya. Pendapat lain mengemukakan sebagai proses mengevaluasi pekerja pada berbagai dimensi yang berkaitan dengan pekerjaan menurut Geenberg dan Baron dalam Wibowo (2007, h 352). Evaluasi kinerja dapat dipergunakan untuk sejumlah kepentingan organisasi. Manajemen menggunakan evaluasi untuk mengambil keputusan tentang SDM. Evaluasi memberikan masukan untuk keputusan penting seperti promosi, mutasi, dan pemberhentian.
13

Menurut Veithzal Rivai (2008, h 309), kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahanan yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan prilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan pertanyaan dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Evaluasi mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Evaluasi menunjukan keterampilan dan kompetensi pekerja yang ada sekarang ini kurang cukup sehingga dikembangkan program. Efektifitas pelatihan dan pengembangan diperhitungkan dengan mengukur seberapa baik pekerja yang berprestasi mengerjakan evaluasi kinerja. Evaluasi juga memenuhi kebutuhan umpan balik bagi pekerja tentang bagaimana pandangan organisasi terhadap kinerjanya. Selanjutnya, evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar untuk mengalokasi reward. Keputusan tentang siapa yang mendapatkan kenaikan upah dan reward lain yang sering dipertimbangkan melalui evaluasi kinerja. Untuk mempertahankan hubungan antara kinerja dan motivasi ini, organisasi haruslah menyediakan: a. Evaluasi yang akurat, manajemen melatih mengembangkan sebuah sistem penilaian kinerja yang akurat untuk mengidentifikasi siapa-siapa yang menonjol, karyawan lemah, dan pelaksanaan jelek. b. Imbalan kinerja, manajemen harus mengidentifikasikan imbalan organisasi yang tekait erat dengan level-level kinerja mau mengatakan kepada karyawan mengenai gaji, peningkatan tunjangan, perubahan dalam jam kerja atau kondisi kerja. c. Umpan balik para penyelia, para penyelia mestilah memberikan umpan balik yang lengkap dan akurat kepada karyawan pada saat menilai kinerja mereka. Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2007, h.352) melihat sasaran evaluasi dan strategi pendekatannya, yang disebutkan sebagai pendekatan terhadap sifat, prilaku, hasil, dan kontijensi. Sementara menurut Robbins dalam Wibowo (2007) melihat evaluasi kinerja dalam ukuran hasil pekerjaan individu, perilaku dan sikap. Pendapat diantara keduanya bersifat saling melengkapi dan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pendekatan sikap
14

Pendekatan ini menyangkut penilaian terhadap sifat atau karakteristik individu. Sifat biasanya diukur dalam bentuk inisiatif, kecepatan membuat keputusan, dan ketergantungan. Meskipun pendekatan sifat sangat luas dipergunakan oleh manajer, pada umumnya dipertimbangkan oleh para ahli sebagai yang paling rendah. Penilaian sifat kurang sempurna karena relatif bermuka ganda terhadap kinerja aktual. Misalnya, penilaian seseorang yang mempunyai inisiatif rendah tidak memberikan sesuatu tentang bagaimana memperbaiki prestasi kerja. demikian juga, pekerja cenderung bereaksi defensif terhadap umpan balik tentang keperibadiannya, terutama apabila dirasakan kurang menguntungkan dirinya. Ciri seseorang seperti mempunyai sikap baik menunjukan tingkat kepercayaan diri tinggi, menjadi bergantung, kelihatan sibuk atau kaya pengalaman, namun tidak ada korelasinya dengan hasil pekerjaan. a. Pendekatan prilaku Masalah dalam pendekatan prilaku menunjukan bagaimana orang berprilaku, dan bukan tentang kepribadiannya. Kemampuan orang untuk bertahan meningkat apabila penilaian kinerja didukung oleh tingkat prilaku kinerja. Dan banyak hal sulit untuk mengidentifikasi hasil spesifik yang dapat dihubungkan dengan tindakan pekerja. Hal tersebut benar terutama apabila penugasan individu pekerja merupakan bagian dari usaha kelompok. Kinerja kelompok mungkin siap dievaluasi, tetapi kontribusi masing-masing anggota sulit atau tidak mungkin diidentifikasikan dengan jelas. Dalam hal seperti ini tidak biasa bagi manajemen mengevaluasi perilaku pekerja. Perilaku seorang plant manager yang dapat digunakan untuk evaluasi kinerja adalah ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan bulanan atau gaya kepemimpinan yang ditunjukkan. Perilaku seorang tenaga penjualan di tunjukan oleh rata-rata jumlah kontak telepon perhari atau jumlah hari sakit yang dipergunakan dalam setahun. b. Pendekatan hasil Apabila pendekatan sikap mengfokuskan pada orang dan pendekatan perilaku mengfokuskan pada proses, pendekatan hasil mengfokuskan pada produk atau hasil usaha seseorang. Dengan kata lain, adalah apa yang telah diselesaikan individu. Manajemen berdasarkan sasaran merupakan format yang umum untuk pendekatan hasil. Dengan menggunakan kriteria hasil, seorang plant manager dapat dinilai berdasarkan kriteria jumlah yang diproduksi, sisa yang ditimbulkan, dan biaya produksi per unit. Demikian pula halnya, seorang tenaga penjualan
15

dapat diukur dari volume penjualan seluruhnya, peningkatan penjualan dan jumlah rekening yang akan diciptakan. c. Pendekatan kontijensi Pendekatan sifat, prilaku, dan hasil cocok untuk dipergunakan tergantung pada kebutuhan situasi tertentu. Oleh kaena itu diusulkan pendekatan kontijensi yang selalu dicocokkan dengan situasi tertentu yang sedang berkembang. Namun demikian, pendekatan sikap cocok ketika harus membut keputusan promosi untuk calon yang mempunyai pekerjaan yang tidak sama. Sementara itu, pendekatan hasil dibatasi oleh kegagalannya menjelaskan mengapa tujuan penilai tidak tercapai. Secara keseluruhan, pendekatan prilaku muncul sebagai yang terkuat, tetapi tergantung pada situasi, seperti ketika pekerja dengan pekerjaan yang tidak sama dievaluasi untuk promosi. Menurut Kreither dan Kinicki dalam Wibowo (2007, h. 355) evaluasi kinerja dapat dipergunakan untuk : a. Administrasi penggajian b. Umpan balik kinerja c. Identifikasi kekuatan dan kelemahan individu d. Mendokumentasi keputusan kepegawaian e. Penghargaan terhadap kinerja individu f. Mengidentifikasi kinerja buruk g. Membantu mengidentifikasi tujuan h. Menetapkan keputusan promosi i. Memberhentikan pegawai j. Mengevaluasi pencapaian tujuan Evaluasi dapat dipergunakan untuk kepentingan yang lebih luas lagi, seperti evaluasi terhadap tujuan dan sasaran, terhadap rencana, lingkungan, proses kerja, pengukuran kinerja dan evaluasi terhadap hasil. a) Evaluasi tujuan dan sasaran Evaluasi terhadap tujuan dimaksudkan untuk mengetahui apakan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat terjadi atau tidak. Apabila tujuan tidak tercapai, dicari faktor penyebabnya. Mungkin disebabkan kesalahan dalam merumuskan tujuan organisasi sehingga tidak dapat dijangkau oleh kinerja organisasi. Dalam hal demikian perlu dilakukan perumusan ulang tujuan organisasi. Namun, disisi lain mungkin saja disebabkan kinerja organisasi buruk sehingga memerlukan perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Evaluasi terhadap sasaran dilakukan untuk mengukur seberapa jauh
16

dasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai. Evaluasi terhadap tujuan dan sasaran memberikan umpan balik bagi proses perencanaan dalam penetapan tujuan dan sasaran kinerja organisasi di waktu yang akan datang. b) Evaluasi rencana Evaluasi kinerja melakukan penilaian apakah hasil yang dicapai telah sesuai dengan apa yang direncanakan. Apabila hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan dalam rencana, dicari tahu apa yang menyebabkan. Evaluasi terhadap rencana juga perlu dilakukan penilaian apakah penetapan target organisasi selalu tinggi sehingga tidak mungkin tercapai. Apakah personal contact yang dilakukan para pekerja terlalu tinggi sehingga tidak mampu dipengaruhi pekerja atau karena kompetensi yang dipersyaratkan tidak terpenuhi? c) Evaluasi lingkungan Evaluasi kinerja melakukan penilaian apakah kondisi lingkungan yang dihadapi pada waktu proses pelaksanaan tidak seperti diharapkan, tidak kondusif dan mengakibatkan kesulitan atau kegagalan dalam mencapai hasil kinerja. Dalam hal terjadi demikian, antisipasi tindakan apa yang perlu dilakukan untuk menghadapi kinerja di waktu yang akan datang. d) Evaluasi proses kerja Evaluasi kinerja melakukan penilaian apakah terdapat kendala dalam proses pelaksanaan kerja. Apakah mekanisme kerja dapat berjalan seperti diharapkan? Apakah terdapat masalah kepemimpinan dan hubungan antarmanusia dalam organisasi? Apakah terdapat masalah dalam SDM yang menyangkut kompetensi, produktifitas, sistem penghargaan dan kepuasan kerja? langkah-langkah apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi di kemudian hari? e) Evaluasi pengukuran kinerja Evaluasi kinerja menilai apakah penilaian kinerja telah dilakukan dengan benar, apakah sistem review dan coaching telah berjalan dengan benar serta apakah metode yang dipergunakan dalam pengukuran kinerja sudah tepat dan dilakukan dengan benar oleh seorang penilai yang objektif. Evaluasi terhadap pengukuran kinerja dilakukan untuk memperbaiki metode pengukuran kinerja di kemudian hari sehingga memberikan kesimpulan yang objektif bagi organisasi dan menimbulkan kepercayaan dan para pekerja. f) Evaluasi hasil g) Evaluasi terhadap hasil kinerja dapat dilakukan terhadap hasil kinerja organisasi, kelompok maupun individu masing-masing pekerja. Evaluasi terhadap hasil kinerja
17

organisasi dapat diketahui dari seberapa besar tujuan dan sasaran organisasi telah dapat dicapai. Apabila terdapat deviasi, dicari faktor yang menyebabkan dan berusaha memperbaikinya dikemudian hari. Evaluasi terhadap pencapaian hasil juga dapat dipergunakan untuk menetapkan tujuan dan besaran sasaran dikemudian hari. Evaluasi terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan indikasi apakah pelaksanaan kinerja yang dilakukan dalam kelompok dapat diselesaikan dan masalah apa yang dihadapi. Evaluasi terhadap kinerja dapat dijadikan referensi untuk promosi jabatan, tanggung jawab yang lebih besar dan dapat pula dipergunakan untuk menentukan peringkat pekerja, penggajian, pemberian kompensasi, pemberian bonus, dan sebagainya. Metode yang digunakan dalam evaluasi kinerja menurut Gordon C.Anderson (1993,h 23) yaitu : a. Peringkat atas dasar huruf dan angka (Alpabetical/ numerical rating) b. Peringkat yang dipaksakan, termasuk indikator peringkat yang dipaksakan (Forced choice rating, including force choice rating indices). c. Peringkat perilaku keperibadian (Personal trait rating). d. Skala peringkat secara grafis (Graphic rating scale). e. Distribusi yang dipaksakan (Forced distribution) f. Peringkat (Ranking) g. Perbandingan Berpasangan (Paired comparison) Seperti yang dikemukakan oleh Mondy dan Noe dalam Mutiara S. Panggabean (2004, h. 68), metode evaluasi kinerja terdiri dari : a. Skala Peringkat (rating scale) b. Insiden Kritis (critical inscidents) c. Esai (essay) d. Standar Kerja (works Standard) e. Peringkat (ranking) f. Distribusi yang Dipaksakan (forced distribution) g. Pilihan yang Dipaksakan dan Laporan Kinerja Tertimbang (forced-choiced and weighted checklist performance report) h. Skala Jangkar Perilaku (behaviorally anchored scale) i. Pendekatan Manajemen melalui Sasaran (management by objectives). Menurut Wibowo (2007, h 359) metode yang dapat dipergunakan dalam melakukan evaluasi kinerja pada dasarnya sama dengan metode yang dipergunakan dalam mendapatkan umpan balik, melakukan penilaian dan review.
18

Pandangan Vecchio, Robbins, Kreitner, dan Kinicki dalam Wibowo (2007, h. 359) pada dasarnya sama dan bersifat saling melengkapi. Metode yang dapat dipergunakan adalah: a. Penilaian diri sendiri dari pekerja yang bersangkutan b. Penilaian dari atasan langsung c. Penilaian dari rekan sekerja d. Penilaian dari bawahan langsung e. Penilaian dari sumber lain seperti pelanggan, pemasok, komite para manajer, konsultan ekternal, dan evaluasi 360-derajat. Diantara berbagai metode evaluasi tersebut di atas, yang paling lengkap adalah metode 360-derajat karena dapat mencakup kelima metode lainnya di atas. Evaluasi kinerja organisasi pada umumnya dikakukan bersifat tahunan sehingga dapat memperoleh gambaran kinerja organisasi selama satu tahun. Penilaian kinerja organisasi sebenarnya dapat dilakukan setiap saat dipandang perlu, berdasarkan waktu secara periodik seperti bulanan, triwulan, atau tengah tahunan. Namun, penilaian tersebut dinamakan evaluasi apabila dilakukan di akhir tahun sehingga dapat diperoleh gambaran menyeluruh kinerja organisasi. Menurut Robbins dalam Wibowo (2007,h 364) merupakan beberapa metode yang dapat dipergunakan tentang mengevaluasi kinerja karyawan. Teknik yang dapat dipergunakan dalam evaluasi individu adalah sebagai berikut: a. Written Essays Teknik ini memberikan evaluasi kerja dengan cara mendeskripsikan apa yang menjadi penilaian terhadap kinerja individu, tim maupun organisasi. b. Critical Incidents Teknik ini mengevaluasi perilaku yang menjadi kunci dalam membuat perbedaan antara menjalankan pekerjaan secara efektif dengan tidak efektif. c. Graphic Rating Scales Teknik ini merupakan metode evaluasi di mana evaluator memperingkat faktor kinerja dalam skala inkermental. d. Behaviorally Anchored Rating Scales Teknik ini merupakan pendekatan skala yang mengkombinasi elemen utama dari critikal incident dan graphic ranting scale. Penilai memeringkat pekerja berdasarkan butir-butir sepanjang kontinum, tetapi titiknya adalah contoh prilaku aktual pada pekerjaan tertentu daripada deskripsi umum atau sifat.

19

e. Group Order Ranking Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menempatkan pekerja dari terbaik ke terburuk. f. Individual Ranking Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menyusun/rank-order pekerja dari terbaik ke terburuk. g. Paired Comparison Teknik ini merupakan metode evaluasi yang membandingkan masing-masing pekerja dengan setiap pekerja lain dan menyusun peringkat berdasarkan pada jumlah nilai supervisor yang dicapai pekerja. Konsep evaluasi kinerja hampir dikembangkan hanya dengan pekerja individu dalam pikiran. Hal tersebut mencerminkan kepercayaan bahwa individu merupakan bangunan utama yang dibangun di sekitar organisasi.Namun, semakin banyak organisasi yang membangun tim, bagaimana mereka harus mengevaluasi kinerja. Terdapat empat saran muntuk merancang sistem yang mendukung dan memperbaiki kinerja tim, yaitu sebagai berikut: a. Mengikat hasil tim pada tujuan organisasi. Untuk itu, penting menemukan ukuran yang diterapkan pada tujuan yang penting yang diharapkan dapat diselesaikan tim. b. Memulai dengan pelanggan tim dan proses kerja yang diikuti tim untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. Produk akhir yang diterima pelanggan dapat dievaluasi dalam bentuk persyaratan pelanggan. Transaksi di antara tim dapat dievaluasi berdasar pada pengirim dan kualitas. Langkah proses dapat dievaluasi berdasar pada waste dan cycle time. c. Mengatur kinerja tim dan individu. Untuk itu didefinisikan peran setiap anggota tim dalam bentuk penyelesaian yang mendukung proses kerja tim. Kemudian, mengukur kontribusi masing-masing anggota dan kinerja menyeluruh tim. Keterampilan individu penting untuk keberhasilan tim, tetapi tidak cukup untuk kinerja tim yang baik. d. Melatih tim untuk menciptakan ukuran sendiri. Tim mendefinisikan sasarannya dan setiap anggota memastikan bahwa setiap orang memahami perannya dalam tim dan membantu mengembangkan ke dalam unit yang lebih erat.

20

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Sumber Daya Manusia diharapkan dapat memberikan kontribusi strategi yang dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Dalam upaya menyempurnakan pengelolaan Sumber Daya Manusia maupun terhadap Sumber Daya Manusia (karyawan) yang ada. Audit tersebut perlu dilakukan agar Manajemen mendapatkan gambaran mengenai sistem Sumber Daya Manusia yang harus disusun dan disempurnakan serta profil dari Sumber Daya Manusia yang ada. Dengan hasil audit tersebut, selanjutnya dapat dianalisis apakah sistem Sumber Daya Manusia serta profil Sumber Daya Manusia yang ada telah mendukung pencapaian profesionalisme Sumber Daya Manusia.

3.2 SARAN Setelah menyusun pembahasan di dalam makalah ini, penyusun

merekomendasikan pentingnya untuk menguasai konsep Audit Sumber Daya Manusia karena hal tersebut tidak hanya membantu mengevaluasi kegiatan-kegiatan Sumber Daya Manusia yang dilakuakan dalam suatu perusahaan. Akan tetapi hasilnya memberikan umpan balik tentang fungsi Sumber Daya Manusia bagi para manajer operasional dan departemen Sumber Daya. Ini juga menjadi indikator seberapa baik para manajer mengelola perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas Sumber Daya Manusia.

21

DAFTAR PUSTAKA

http://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/manajemen-sdm-pendidikan/ (diakses, 17 Desember 2011) http://ilmusdm.wordpress.com/2008/03/06/mengenal-audit-sdm-hr-audit/ (diakses, 17 Desember 2011) http://badaiabu.wordpress.com/2009/10/11/audit-sumber-daya-manusia/ (diakses, 17 Desember 2011) http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=pengertian+audit+menurut+para+ahli&source=web&cd=3&ved =0CCYQFjAC&url=http%3A%2F%2Frepository.upi.edu%2Foperator%2Fupload%2Fs_l5151_060370_c hapter2.pdf&ei=Ou_sTpiqJcntrAe-o6SOCQ&usg=AFQjCNE31AXCAgEPYFeKPjzIQtVSIH5MQg (diakses, 18 Desember 2011) http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=tahapan+audit+sdm+menurut+para+ahli&source=web&cd=5& ved=0CDQQFjAE&url=http%3A%2F%2Frepository.upi.edu%2Foperator%2Fupload%2Fs_ak_0700141 _chapter2.pdf&ei=HfjsTrLwH4nZrQeU8LmHCQ&usg=AFQjCNFimFA5mk--LqwqhOmBRNe4653gTA (diakses, 18 Desember 2011)

22

You might also like