You are on page 1of 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Semester II Mata Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Pembimbing : Bpk. Widodo. Ms.,

Disusun Oleh : 1. 2. 3. 4. Fatma Dhian Masithoh Meilisa Dwi Jayanti Rahmawati Noerul Zanah Suratman ( P 2722 0009 051 ) ( P 2722 0009 060 ) ( P 2722 0009 067 ) ( P 2722 0009 037 )

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2010

TINJAUAN TEORI I. KONSEP


A. Anatomi dan Fisiologi Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% BB. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh ( Atmadja; 3: 1987 ). Menurut Evelin Pearce (1999, hal 239-241), Kulit dibagi menjadi dua lapisan yaitu Epidermis dan Dermis. 1. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel yang tersusun atas dua lapisan tampak : selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar dan tersusun atas tiga lapisan sel yang membentuk epidermis yaitu : a. Stratum Korneum b. Stratum Lusidum : Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus menerus dilepaskan : Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada intinya. c. Statum granulosum : Selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan juga granulosum. Zona Germinalis : Terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapis sel epitel yang berbentuk tegas yaitu a. Sel berduri b. Sel basal : Sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu dengan yang lainnya. : Sel ini terus memproduksi sel epidermis baru.

2. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan kolagen dan serat elastis menyokong epidermis. Ujung sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis. Pelengkap Kulit : rambut, kuku, dan kelenjar sebaseus. Kulit mempunyai fungsi ( Wikipedia, 2010 ) yaitu : 1. Perlindungan Lapisan epidermis atau lapisan terkematu merupakan lapisan perlindungan daripada kemasukan bakteria, ini merupakan perlindungan tahap pertama. Lapisan berkematu yang senantiasa gugur, menyebabkan bakteria sukar membiak dan bertapak tetap pada kulit. 2. Mencegah Dehidrasi Lapisan berkematu mencegah kehilangan air kepersekitaran. Lapisan ini amat berkesan untuk mencegah kehilangan air. 3. Rangsangan luar Lapisan kulit atau lapisan dermis yang mempunyai banyak reseptor, membolehkan kulit peka terhadap perubahan persekitaran. Reseptor-reseptor ini boleh mengesan pelbagai rangsang seperti tekanan, suhu, sentuhan dan sebagainya. 4. Menyimpan lemak Lapisan paling bawah kulit merupakan lapisan lemak subkulitan. Lapisan ini merupakan lapisan yang kaya dengan lemak. Lapisan lemak ini juga merupakan penebat haba. 5. Sintesis vitamin D Apabila lapisan kulit ini terdedah kepada sinaran ultraungu, sinaran ultraungu ini akan diserap oleh kulit dan bertindak ke atas prekursor, seterusnya menukarkannya kepada vitamin D. 6. Menghasilkan bau dan penyamaran akhir saraf

Bau berguna untuk tujuan pertahanan terutama bagi haiwan yang diburu oleh pemangsa. Bau juga bertujuan untuk membeza antara haiwan-haiwan lain. Pigmen dalam kulit sesetengah haiwan, mampu meniru atau mengikut perubahan warna persekitaran. 7. Pengaturan suhu Ini adalah proses homeostasis. B. Jenis dan Tipe Luka 1. Definisi Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong, 2004). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : a. b. c. d. e. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ. Respon stress simpatis. Pendarahan dan pembekuan darah. Kontaminasi bakteri. Kematian sel. 2. Jenis- jenis Luka A. Menurut Aziz Alimul (2008 ) berdasarkan sifat kejadian, Luka dibagi menjadi dua, yaitu : a. Intendonal Traumas ( luka disengaja) Luka terjadi karena proses terapi seperti operasi atau radiasi. b. Luka terjadi karena kesalahan seperti fraktur karena kecelakaan lalu lintas( luka tidak disengaja) Luka tidak disengaja dapat berupa : 1. Luka tertutup : Jika kulit tidak robek atau disebut juga dengan luka memar yang terjadi.

2. Luka terbuka : Jika kulit atau jaringan dibawahnya robek dan kelihatan seperti luka abrasio (Luka akibat gesekan), Luka Puncture (Luka akibat tusukan), hautration ( Luka akibat alat perawatan luka). B. Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka. Menurut Delaune dan Ladner (2002) menurut kontaminasi terhadap luka, luka dibagi menjadi : 1. Luka bersih ( clean wounds), yaitu luka takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan dan infeksi pada system pernapasan, pencernaan, genital dan urinary tidak terjadi. 2. Luka bersih terkontaminasi ( clean contamined wounds) merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontol, kontaminasi tidak selalu terjad. 3. Luka terkontaminasi ( contamined wounds), termasuk luka terbuka. fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptic atau kontaminasi dari saluran cerna. 4. Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds) yaitu terdapatnya mikor organisme pada luka. C. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka. Menurut R.Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (2004) berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dibagi menjadi : 1. Stadium I : Luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. 2. Stadium II : Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. 3. Stadium III : Luka full thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.

4. Stadium IV: Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dam tulang dengan adanya destruksi/ kerusakan yang luas. D. Menurut DeLauner dan Ladner (2002), berdasarkan waktu penyembuhan luka, luka dibagi menjadi: 1. Luka akut : Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. 2.Luka Kronis : Luka yamg mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dam endogen. E. Menurut Aziz Alimul (2008) berdasarkan penyebabnya, luka dibagai menjadi dua yaitu : 1. Luka Mekanik yaitu terdiri atas : a. Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka kelihatan rapi. b. Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah kulit akibat benturan benda tumpul. c. Vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan rusak yang dalam. d. Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar ( bagian mulut luka), akan tetapi besar di bagian dalamnya. e. Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi luka tampak kehitam-hitaman. f. Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka. g. Vulnus abrasion, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai ke pembuluh darah. 2. Luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau sengatan listrik.

3. Proses Penyembuhan Luka Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses peradangan dengan ditandai bengkak, kemerahan, nyeri, panas dan kerusakan fungsional. Proses penyembuhan mencakup beberapa fase , Menurut (R.Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2004 hlm: 66-67 ) fase-fase tersebut adalah : a. Fase inflamasi Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kirakira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokon-striksi, pengerutan pembuluh ujung yang putus (retraksi), dan reaksi hemotasis. Hemotasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin histamin yang meningkat permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembekakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Aktivitas selular yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapetesiso) menuju penyembuhan luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosot dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis) b. Fase proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karen ayang menonjol adalah proses prolifirasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamsi kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum diferensiasi, menghasilkan ukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuain diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mebgerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul. Pada fase fiblroflasi ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen., membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi yang terdiri dari atas sel basal terlepas dari dasar dan perpindah mengisi parmukaan luaka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang yang terbentuk dari sel proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi kearah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuhdan menutup semua permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibro flasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pamatangan dalam fase penyudahan. c. Fase penyudahan Fase Penyudahan ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perumpamaan kembali jaringan yang baru dibentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap dan sisanya mengerut

sesuai dengan regangan yang ada. Selama ini dihasilkan jaringan parut yang pucat tipis dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini permukaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80 % kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan. Permukaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu tahun atau lebih untuk membentuk jaringa yang normal secara histologi secara bentuk. 4. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka. Menurut Aziz Alimul (2008) Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh faktor, yaitu : a. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel. b.Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami kekurangan kadar haemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan lebih lama. c. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka. d.Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit seperti diabetes melitus dapat memperlambat proses penyembuhan luka. e. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaiakn sel, terutama karena terdapat kandungan zat gizi di dalamnya. Sebagai contoh, vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen ; vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein, karbonhidrat dan lemak ; vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroglas, mencegah timbulnya infeksi dan membentuk kapiler-kapiler darah,

Vitamin K membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah. f. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stres, memengaruhi proses penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan, merokok, atau stress, akan mengalami proses penyembuhan luka yang lebih lama. 5. Masalah yang Terjadi Pada Luka Menurut Aziz Alimul (2008) beberapa masalah yang dapat terjadi dalam proses penyembuhan luka adalah : a. Pendarahan, ditandai dengan adanya pendarahan disertai perubahan tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan lembab. b. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demem atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka meneras, serta adanya kenaikan leukosit. c. Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, sepertikegemukan, kekurangan nutrisi, terjadi trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh ( demam ), takikardia,dan rasa nyeri pada daerah luka. d. Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui luka. Hal ini dapat terjadi luka tidak segera menyatu dengan baik atau akibat proses penyembuhan yang lambat.

II. RENCANA KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN Dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami luka, perawat harus siap dihadapkan dengan kondisi luka dengan berbagai

keadaan dan variasinya. Luka dapat terjadi sejak pasien belum masuk kerumah sakit atau justru pasien sudah berada di rumah sakit. Apapun kondisi, penyebab dan variasi luka yang ada, perawat harus melakukan pendekatan dalam melakukan pengkajian sampai evaluasi penyembuhan luka sistematik. Perawat harus juga mampu menunjukkan kepekaan terhadap respon nyeri dan tingkat toleransi pasien selama pengkajian. Standart Precautions harus ditaati selama melakukan pengkajian luka. Berikut ini adalah kriteria dasar pengkajian luka menurut DeLaune dan Ladner (2002). 1. Data Subjektif A. Biodata 1. Identitas pasien Nama Umur Suku bangsa Agama BB dan TB Pendidikan Pekerjaan Alamat No. Register Nama Umur Agama
Alamat

: : : : : : : : : : : :
:

2. Identitas Penanggung Jawab

Suku Bangsa : B. Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan perlu dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi proses

penyembuhan luka, misalnya penyakit kardiovaskuler, diabetes, gagal ginjal, immunosuppresi, gastrointestinal, trauma infeksi,dsb. Selain itu pengkajian mengenai kronologi terjadinya luka misalnya sejak kapan, bagaimana kejadiannya, ukuran awal kejadiannya dan berbagai gejala yang dirasakan. Pengkajian riwayat luka juga mencakup faktor-faktor yang dapat memperberat atau mempercepat proses luka serta mendokumentasikannya secara lengkap. a. Kronis : -Lama luka -Bagaimana pengobatannya -Penyakit yang menyertai b. Akut : -Lama luka -Adanya benda asing yang masuk 2. Data Objektif A. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik tidak hanya dilakukan terhadap lukanya saja tetapi juga terhadap kondisi fisik secara umum. ( Stotts dan Cavanaugh, 1991 ), berarti kaji juga tanta-tanda vital pasien karena menurut (Aziz Alimul, 2008) adanya pendarahan disertai perubahan tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan darah. Mengidentifikasikan keadaan fisik luka dalam tiga kategori utama, yaitu : a. Vasculer ulcers, yaitu dengan mengevaluasi kulit, kuku, rambut, warna, capillary refill, temperatur, nadi, edema extremitas dan hemosiderin. b. Arterial ulcers, ditandai dengan adanya kelemahan atau hilangnya denyut nadi, kulit, dan hilangnya rambut pada ekstremitas. c. Neuropathic ulcers dengan menggunakan Wagner scale seperti pada pengkajian luka tekan ( pressure ulcer ).

Mengenai luka. a. Lokasi

pengkajian

luka

meliputi

cara

mengkaji,

mendokumentasikan lokasi dan gambaran luka serta area disekitar

Pengkajian diawali dengan mengamati lokasi misalkan terdapat sepuluh jahitan diarea keadran kanan bawah. b. Ukuran Ukuran luka mengacu pada panjang sejajar dari kepala ke kaki dan lebar sejajar dengan potongan horizontal badan. c. Gambaran umum luka Pengkajian dan dokumentasi gambaran luka meliputi warna, bau, cairan yang keluar, dari luka serta gambaran area sekitarnya. Lakukan inspeksi dan palpasi khususnya daerah sekitar luka. 1. Inspeksi : -Penampilan luka, kaji tanda penyembuhan luka -Adanya perdarahan -Pinggiran luka terikat/melekat bersama -Adanya gejala inflamasi ( rubor, kolor, dolor, tumor, functiolesa) -Kedalaman luka -Luas luka -Tempat luka -Produksi cairan -Bau dan warna cairan

2. Palpasi

: -Kedalaman luka -Nyeri -Pembengkakan

d. Nyeri

Pengkajian dan dokumentasi nyeri daerah luka meliputi intensitas nyeri dan perubahan intensitas nyeri dikaitkan dengan perubahan yang ada pada luka. Luka incisi post operasi biasanya masih dirasakan sampai hari ke tiga. e. Data Laboratorium Pemeriksaan kultur drainase luka dikerjakan untuk menentukan apakah luka mengalami infeksi atau tidak serta untuk mengetahui organisme penyebab infeksinya. Infeksi dapat diketahui dari adanya peningkatan jumlah leukosit. Penurunan leukosit mengindikasikan resiko terhadap infeksi. Pemeriksaan albumin dilakukan untuk menentukan perkembangan penyembuhan luka. Pemeriksaan laboraturium : 1. 2. 3. 4. 5. Hb Produksi cairan luka Leukosit Koagulasi Protein dan glukosa B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosis keperawatan pada pasien yang mengalami luka difokuskan pada upaya pencegahan terjadinya komplikasi dan peningkatan proses penyembuhan.

Berikut ini contoh diagnosis keperawatan menurut NANDA : No S P E

-Melaporkan rasa sakit ( Nyeri akut( pasopersi skala nyeri) -Perubahan tonus otot. Wajah menunjukan rasa sakit -Pemfokuskan diri -Distraktif/perilaku protektif intervensi bedah)

-gg/ luka pada kulit/ jaringan/integritas otot dan trauma musculosketal -Adanya selang/saluran

2 _

Resiko tinggi terhadap infeksi

-Kulit yang rusak. Trauma jaringan -Prosedur invasive,zat pathogen/kontaminan

-gg. Pada permukaan/ lapisan kulit, jaringan

Kerusakan Integritas kulit /jaringan

-Intrupsi mekanis pada kulit/jaringan

Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit

-Kelemahan umum,penurunan mobilitas, perubahan massa kulit dan otot

yang dihubungkan dengan umur, deficit sensori-motor. -Perubahan sirkulasi/edema/nutrisi sedikit -inkontinensia -masalah perawatan diri

-Takut penolakan/ reaksi orang lain -Perasaan negative oleh tubuh -Fokus pada fungsi/ penampilan masa lalu -Perasaan tidak berdaya/ putus asa -Fokus pada kehilangan bagian tubuh, tidak melihat/menyentuh tubuh

Gangguan Harga Diri dan Perubahan Penampilan Peran

-Faktor biofisikal: Kehilangan bagian tubuh/ Amputasi

Pertanyaan/ permintaan Kurang pengetahuan informasi -Pernyataan konsep -Instruksi lanjutan yang tidak akurat/ perkembangan komplikasi yang tidak dapat dicegah tentang kondisi/ situasi. kesalahan Prognosis, kebutuhan pengobatan (pasca operasi-intervensi bedah)

-Kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi -Tidak mengenal sumber informasi -Keterbatasan kognitif

C. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN KRITERIA HASIL Ketika merumuskan kriteria hasil, maka kita perlu mendasarkan pada kondisi kebutuhan pasien yang bersifat individual. Perubahan pelayanan kesehatan telah memungkinan pemulangan pasien lebih awal sehingga pasien harus mampu menindak lanjuti tindakan perawatannya dirumah. Secara umum tujuan perawatan pasien yang mengalami luka difokuskan pada upaya peningkatan proses penyembuhan luka, pencegahan infeksi dan pendidikan pada pasien tentang upaya-upaya tersebut.

1. a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan nyeri berkurang b. Kriteria hasil dagnosa 1 : 1. Pasien mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol, berkurang atau hilang. 2. Tampak santai. 3. Dapat beristirahat/tidur dan beraktifitas sesuai kemampuan. c. Intervensi Diagnosa 1 Mandiri Intervensi Relaksasi, misal : napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi Beri perawatan oral reguler Observasi efek analgesik Rasionalisasi Lepaskan tegangan emosional dan otot. tingkatkan kontrol perasaan bisa meningkatkan kemampuan koping. Mengurangi ketidaknyamanan membran mukosa yang kering akibat anestesi Respirasi mungkin menurun dan menimbulkan efek sinergistik Kolaborasi Intervensi Analgesik IM Rasionalisasi Segera mencapai pusat rasa sakit, efektif dengan dosis kecil. IM butuh waktu Analgesik dikontrol pasien (ADP ) lama dan tergantung tingkat absorpsi. Sangat efektif untuk pascaopersi, dosis kecil, instruksi harus detil dan dipantau Anestesi local, misal : blok epidural ketat Mungkin diinjeksikan ke lokasi opersi yang tetap terlindung pada pascaoperasi yang segera untuk mencegah rasa sakit

2. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada luka.

b. Kriteria hasil diagnosa 2 1. Menunjukkan penyembuhan luka 2. Bebas dari sekresi purulen/drainase 3. Bebas dari eritema dan afrebis c. Intervensi Diagnosa 2 Mandiri Intervensi Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi Resionalisasi Isolasi luka/linen dan cuci tangan dibutuhkan untuk mengalirkan luka, pembatasan pengunjung mengurangi Cuci tangan sebelum dan sesudah aktifitas walaupun menggunakan sarung tangan steril Batasi penggunaan alat invasive jika Mengurangi jumlah tempat kembang resiko infeksi Mengurangi kontiminasi silang

mungkin mikroorganisme Inspeksi luka/sisi alat invasive setiap hari, Mencatat tanda inflamasi/infeksi, dapat beri perhatian utama pada jalur hiparalimintasi memberikan gejala masukan porta, tipe infeksi, identifikasi awal, catatan: NGT dengan nutrien tinggi mendukung Gunakan teknik steril pada penggantian balutan/penhisapan/beriakn lokasi perawatan, misal jalur invasive, kateter urinaris Gunakan sarung tangan/pakaian steril pada merawat luka yang terbuka, antisipasi dari kontak langsung dengan sekresi/ekresi Buang balutan/bahan kotor dalam kantung ganda Pantau kecenderungan suhu Mengurangi kontaminasi/area kotor membatasi penyebaran infeksi Demam (38,50C-400C) adalah efek Mencegah penyebaran infeksi silang pertumbuhan bakteri Mencegah masuknya bakteri, nosokomial

pelepasan pirogen. Hipotermia (<360C) merefleksikan syok/penurunan perfusi Amati adanya mengigil dan diaforesis Memantau kegagalan dan penyimpangan selama terapi Kolaborasi Intervensi Dapatkan spesimen darah cairan luka Rasionalisasi Identifikasi terhadap portal entri dan mikroorganisme, penting dalam Berikan obat antiinfeksi sesuai pentujuk Bantu dengan/siapkan insisi dan drainase luka, irigasi, penggunaan sabun hangat/lembab sesuai indikasi pengobatan Dapat membasmi bakteri/memberi imun sementara untuk mengulangi infeksi Memberikan kemudahan untuk memindahkan material purulen/jaringan nekrotik jaringan Mengigil mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi umum Menunjukkan tepat atau tidaknya terapi yang diberikan

3. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam integritas kulit membaik. b. Kriteria hasil diagnosa 3: 1. Mencapai penyembuhan luka 2. Tidak terjadi komplikasi c. Intervensi Diagnosa 3 Mandiri Intervensi Periksa tegangan balutan, beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi luar dari balutan luka, hindari dari menutup seluruh extremitas Periksa luka secara teratur, catat karateristik cairan dan integritas Rasionalisasi Dapat mengganggu/membendung sirkulasi pada luka bagian distal dari extreitas Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka dan komplikasi untuk

Kaji jumlah dan karateritik cairan luka

mencegah kondisi yang, lebih buruk Menurunnya cairan erarti terjadi evolusi penyembuhan, menigkatnya cairan dan adanya eksudat menunjukkan komplikasi Menurunkan resiko infeksi dan kecelakaan secara kimiawi pada jaringan dan kulit Meningkatkan pengembalian aliran vena dan menurunkan pembentukan vena. Catatan: meninggikan daerah yang insufiensi pada vena menyebabkan kerusakan Meminimalkan resiko ruptur/dehinsens

Berikan kantong penampung cairan pada drain/insisi yang mengalami pengeluaran cairan Tinggikan daerah yang dioperasi sesuai kebutuhan

Tekanan areal atau daerah insisi abdominal saat batak/bersin dengan

bantal Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh Mencegah kontaminasi luka daerah luka Biarkan terjadi kontak udara dan luka atau dengan kain kasa tipis/batalan telfa Bersihkan luka dengan hydrogen setelah insisi tertutup Kolaborasi Intervensi Gunakan korset pada daerah luka jika perlu Berikan es pada daerah luka jika perlu Irigrasi luka, dendan debrideman sesuai kebutuhan Rasionalisme Memberi pergencangan tambahan pada insisi beresiko tinggi (pada pasien obesitas) Mencegah edema Membuang jaringan mati/eksidat Membantu mengeringkan luka, pemberian cahaya mungkin perlu untuk mencegah iritasi jika luka bergesekan dengan linen Menurunkan kontaminasi dan

peroksida/air mengalir dan sabun lunak membersihkan kulit

4. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami dikubitus b. Kriteria hasil diagnosa 4 : 1. Mempertahankan kondisi kulit 2. Mencegah kerusakan kulit 3. Kesembuhan meningkat c. Intervensi Diagnosa 4 Mandiri Intervensi Antisipasi pada pasien yang memiliki resiko kerusakan kulit Kaji status nutrisi dan lakukan perbaikan Ubah posisi sering (10 menit setiap jam) gerak Masase lembut pada oenonjolan tulang dengan krim/losion Pertahankan sprei dan selimut kering, bersih bebas dari kerutan dan benda lain yang mengiritasi Gunakan pelindung lutut, bantalan busa, kulit domba saat ditempat tidur maupun kursi Awasi pemejanan berlebih, suhu tinggi dan rendah Periksa permukaan kulit/lekukan terutama yang menggunakan pembalut Rawat derah kemerahan/iritasi ketika kerusakan kulit terjadi Observasi adanya dikubitus, obat sesuai Mengurangi resiko abrasi kulit dan penekanan kulit Mencegah trauma jaringan Kerusakan mudah terjadi pada daerah nekrotik dan resiko terinfeksi Perawatan rutin penting untuk mencegah dekubitus Intervensi dini dapat mencegah Rasinalisai Pasien kurus, kegemukan, lansia atau kelemahan beresiko mengalami kerusakan kulit Keseimbangan nutrisi penting jika terjadi kekeringan kulit Meningkatkan sirkulasi, tonus otot,

di tempat tidur atau kursi dengan rentang gerakan tulamg dan sendi Meningkatkan sirkululasi jaringan, meningkatkan tonus vaskuler dan mengurangi edema Menghindari friski/abrasi kulit

protocol

kerusakan lebih parah

Kolaborasi Intervensi Beri tempat tidur air, bantalan kursi, matras yang dapat diubah tekanannya Pantau Hb/Ht dan gula darah Beri tamban zat besi dan vitamain C Rasionalisasi Proteksi dan meningkatkan sirkulasi dengan mengurangi tekanan Anemia, gula darah tinggi adalah factor yang mempengaruhi kerusakan hati Membantu penyembuhan/regenerasi selular 5. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan harga diri pasien membaik. b. Kriteria hasil diagnosa 5: 1. Mulai menunjukkan adaptasi dan menerima kenyataan diri saat ini. 2. Mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa perasaan harga diri negatif. 3. Membuat rencana nyata untuk adaptasi peran baru/ perubahan peran

c.

Diagnosa 5 Mandiri Intervesi Kaji/ Pertimbangkan persiapan pasien dan pandangan terhadap amputasi. Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh. Rasionalisasi Pasien yang menganggap amputasi sebagai rekontruksi akan menerima lebih cepat. Ekspresi emosi membantu pasien mulai kenyataan dan realita hidup dengan cacat fisik.

Beri penguatan informasi pasca operasi termasuk tipe/ lokasi amputasi, tipe prostase bila tepat, harapan tindakan pasca operasi, kontrol nyeri dan rehabilitasi. Diskusikan persepsi pasien tentang yang biasanya. Dorong partisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Perhatikan perilaku, menarik diri, pernyataan negatif terhadap diri, terus melihat perubahan nyata.

Memberi kesempatan untuk menanyakan dan mengasimilasi informasi dan mulai menerima perubahan gambaran diri dan fungsi, yang dapat membantu penyembuhan. Membantu mengartikan dan hidupnya dulu. Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan harga diri. Mengidentifikasi tahap berduka untuk acuan untuk intervensi lanjutan.

perubahannya dengan pola/ peran fungsi memecahkan masalah sehubungan pola

Kolaborasi Intervensi Diskusikan adanya berbagai sumber, contoh : konseling psikiantrik, terapi kejuruan. Rasionalisasi Untuk membantu adaptasi lebih lanjut, pengoptimalan, dan rehabilitasi.

6. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan pengetahuan tentang kebutuhan pasien pasca operasi dapat terpenuhi. b. Kriteria hasil diagnose 6: 1. Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan pengobatan. 2. Dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan. 3. Memulai perubahan gaya yang diperlukan dan ikut serta dalam program perawatan. c. Intervensi Diagnosa 6 Mandiri

Intervensi Tinjau ulang pembedahan/ prosedur yang dilakukan dan harapan masa datang. Tinjau ulang dan minta pasien/ orang terdekat untuk menunjukkan perawatan luka/ balutan jika diindikasikan. Tinjau ulang penghindaran faktor-faktor resiko, missal : pemajanan pada lingkungan dan orang lain. Diskusikan terapi obat, meliputi resep dan analgesik yang dijual bebas. Rekomendasikan rencana/ latihan progresif. Jadwalkan periode istirahat adekuat. Beri pengertian diet nutrisi dan cairan adekuat. Tekankan pentingnya kunjungan lanjutan. Libatkan orang terdekat dalam pengajaran, menyediakan intruksi tertulis/ materi pengajaran. Identifikasi sumber info lain, seperti layanan perawatan dirumah, kunjungan perawat, terapi diluar, nomor telepon untuk saling berhubungan dan bertanya.

Rasionalisasi Agar pasien dapat membuat pilihan.

Meningkatkan kompetensi diri dan meningkatkan kemandirian. Mengurangi potensial infeksi.

Mengurangi resiko reaksi merugikan. Mengembalikan fungsi normal dan meningkatkan perasaan sehat. Mencegah kepenatandan mengumpulkan energi untuk kesembuhan. Untuk regenerasi/ penyembuhan jaringan, mengurangi perfusi jaringan, dan meningkatkan fungsi organ. Untuk memantau perkembangan penyembuhan dan evaluasi keefektifan regimen. Memberi sumber info tambahan.

Mendukung penyembuhan pasien, memberi evaluasi tambahan pada kebutuhan kebutuhan yang sedang berjalan/ perhatian baru.

D. IMPLEMENTASI Intervensi keperawatan untuk meningkatkan proses penyembuhan luka serta mencegah terjadinya infeksi dilakukan sejak masih berada dipelayanan

emergency untuk mempertahankan homeostasis dan membersihkan serta membalut. 1. Tindakan Keperawatan diruang Emergency Tindakan diawali dengan pengkajian jenis dan beratnya luka serta pengaruhnya terhadap fungsi umum pasien. Jika ditemukan adanya perdarahan, maka tindakan pertolongan harus dilakukan secara steril. Standart Precautions harus dijaga selama perawatan luka. Disamping itu pengukuran tanda-tanda vital harus dilakukan secara rutin dan apabila ditemukan adanya perubahan yang signifikan maka harus segala dilaporkan ke dokter. Apabila ditemukan adanya dehiscence atau evisceration maka anjurkan pasien untuk tetap tenang agar tidak menimbulakn tekanan yang menyebabkan luka lebih buruk. Luka harus segera ditutup dengan kasa yang sudah dibasahi normal saline steril untuk mencegah kontaminasi sebelum dilakukan tindakan lanjut dan pasien dipersiapkan untuk menjalani pembedahan untuk memperbaiki luka tersebut.

2. Membersihkan Luka Tujuan membersihkan luka adalah untuk mengangkat kotoran (debris) dan bakteri dari jaringan luka yang trauma yang seminimal mungkin untuk mendapatkan pertumbuhan jaringan yang sesehat mungkin. Pemilihan larutan untuk membersihkan luka pada umumnya telah diprogramkan oleh dokter atau berdasarkan ketentuan yang telah dibuat oleh rumah sakit. Pada umumnya cairan yang direkomendasikan untuk membersihkan luka bersih adalah normal saline atau lactated ringers. Penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka terbuka masih menjadi perdebatan berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan terhadap sel darah putih dan fiobriblast. Banyak penelitian menunjukkan bahwa larutan yang sering digunakan adalah povidone

iodine 10 %, hidrogen peroxide 3% sodium hypochlorite ( Dakins Solution ), acetic acid sangat efektif membunuih bakteri namun pada saat bersamaan dapat merusak fibroblasts dan jaringan granuler yang sehat . Prinsip utama yang harus dipegang ketika melakukan perawatan luka adalah sebagai berikut : a. Selalu menggunakan Standard Precautions. b. Ketika mengusap atau menghapus jaringan untuik membersihkan luka dengan kasa lakukan dari area yang lebih bersih ke area kotor. Ganti kasa setiap kali usap ketika akan mengulangi usapan berikutnya. c. Ketika melakukan irigasi luka, hangatkan terlebih dahului larutan yang akan digunakan sesuai temperatur badan. Pastikan larutan mengalir dari area yang lebih bersih ke area yang lebih kotor atu terkontaminasi. E. EVALUASI Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka perawat perlu melakukan evaluasi terhadap pencapaian tujuan dari rencana tindakan. Pada umumnya tujuan perawatan pasien yang mengaalmi luika difokuskan pada penyembuhan luka, pencegahan infeksi, dan pendidikan pasien. Apabila tujuan tidak tercapai maka perawat perlu mengevaluasi lagi rencana tindakan dan strategi yang telah dilakukan serta melakukan perbaikan rencana tindakan yang akan dilakukan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, Kulit, http://id.wikipedia.org/wiki/, diakses 11 Mei 2010 Delaune dan Ladner, 2002, Dasar-Dasar Keperawatan/ Fundamental Of Nursing Standards an Practice, Edisi 2, Thomson Learning. Doenges, Marilynn E.1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Hidayat, Aziz. Alimul, 2008, Pengantar KDM, Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika Pearce, Evelin, 1999, Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis, Jakarta : PT Gramedia Scotts dan Cavanaugh, 1991, Assesing the patient wint a wound, Vol 17 hal: 27-36, NA. Scootts, CE Cavanaugh. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: EGC Tjokronegoro, Arjatmo, 1987, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta : FKUI

You might also like