You are on page 1of 16

MIKROBA PELARUT FOSFAT

Oleh : Dra. Ina Darliana,Msi.


Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya

I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara agraris yang masih mengandalkan pasokan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman. Kebutuhan pupuk setiap tahun terus meningkat, padahal pupuk yang diberikan hanya sebagian saja yang dapat diserap oleh tanaman. Seperti halnya pupuk P yang diberikan dalam bentuk TSP, sebagian besar tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Mieke.R ,2005). Tanaman tidak di Indonesia sebagian besar tidak dapat memanfaatkan pupuk secara maksimal, hal ini disebabkan tingginya curah hujan yang menyebabkan banyak unsur hara dalam bentuk kation-kation basa yang ikut tercuci. Kondisi ini menyebabkan tanah menjadi banyak mengandung ion H+ dan tanah menjadi masam (Nasih. W, 2006). Pada kondisi tanah yang masam, banyak anion Al
3+ 3+

dan Fe

didalam

tanah yang dapat mengikat ion H2PO4 yang berasal dari pupuk P, akibatnya sebagian kecil saja pupuk P yang dapat diserap tanaman (Ahmad, N and K.K. Jha, 1982). Pada kondisi tanah dengan curah hujan rendah seperti di Nusatenggara, biasanya tanah banyak mengandung kapur (tanah alkalin), kation Ca 2+ yang banyak pada tanah tersebut akan mengikat unsur P akibatnya ketersediaan P dalam tanah rendah (Mieke. R, 2005). Unsur P bagi tanaman sangat penting diantaranya untuk pembelahan sel, perkembangan akar, pembentukan bunga dan buah, juga biji. Beberapa peneliti bidang bioteknologi tanah saat ini sudah banyak yang memanfaatkan mikroba pelarut fosfat sebagai pupuk biologis atau biofertilizer (mikroba yang dapat menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman). Kelompok mikroba pelarut fosfat tersebut bisa dari golongan bakteri seperti Pseudomonas, Bacillus, Escherichia, Brevibacterium dan Serratia, sedangkan dari golongan jamur seperti Aspergillus, Penicillium, Culvuvaria, Humicola, dan

Phoma. Populasi mikroba tersebut tersedia dalam tanah berkisar antara ratusan sampai puluhan ribu sel per gram tanah (Arshad, M and W.T Frankerberger, 1993). Mikroba Pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat dan suksinat (Hilda, R and Reynaldo, F, 2000). Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat (kompleks yang stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2PO4 menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap (Johansson. JF et al, 2004). Fosfo bakterin adalah contoh inokulan yang dijual secara bebas di beberapa negara Eropa. Fosfo bakterin mengandung bakteri pelarut fosfat Bacillus megatherium. Beberapa species jamur yang lain seperti genus Aspergillus mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam melarutkan fosfat terikat dibandingkan dengan bakteri. Hal ini memberi peluang yang baik untuk dikembangkan di daerah tropis karena jamur menyukai lingkungan pertumbuhan yang bersifat masam. Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat yang terikat dapat diketahui dengan mengembangkan biakan murninya pada agar Pikovskaya yang berwarna putih keruh, karena mengandung P yang tidak larut seperti Kalsium Fosfat Ca3(PO4)2 (Mieke R, 2005). Pada akhir masa inkubasi (48-72 jam) pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan adanya zona bening disekitar koloni mikroba yang tumbuh, sedangkan mikroba yang lainnya tidak terbentuk. Mikroba pelarut fosfat yang unggul dapat diseleksi dengan uji tersebut, yaitu yang menghasilkan diameter zona bening yang paling besar dibandfingkan koloni mikroba yang lainnya (Ahmad, N and K.K.Jha,1982).

Jamur Aspergillus sp

Jamur Penicillium

Percobaan skala rumah kaca dan lapangan dengan mengunakan berbagai inokulan mikroba pelarut fosfat untuk tanaman sayuran, padi dan palawija dapat meningkatkan hasil antara 20-70%. Pemberian inokulan mikroba pelarut fosfat pada tanaman biasanya harus dengan kepadatan tinggi, yaitu 10
-8

CFU/gram

media pembawanya. Dengan kepadatan spora yang tinggi diharapkan mikroba pelarut fosfat dapat bersaing dengan mikroba lain yang ada didalam tanah, sehingga terjadi dominansi disekitar perakaran tanaman (daerah rhizosfere akar). Pemberian inokulan biasanya dilakukan pada saat bersamaan dengan pemupukan P. Pada kondisi tanah dengan kandungan P yang tinggi akibat akumulasi atau residu pemberian pupuk P yang menumpuk, maka mikroba pelarut fosfat dapat digunakan sebagai penambang P dari tanah tersebut. Tabel dibawah memperlihatkan estimasi yang dihasilkan biofertilizer dari beberapa jenis mikroba. Tipe Biofertilizer Rhizobium Azotobacter Azospirillum Blue Green Algae Phospate solublisin Total Demand (Tonnes) 34,999 145,953 74,342 251,738 255,340 762,372

Sumber : National Bank For Agriculture and Rural Development, 2007 Dengan pemberian mikroba pelarut fosfat diharapkan mikroba tersebut dapat meningkatkan pelarutan P dari pupuk P yang diberikan, maupun senyawa P yang berasal dari sisa pemupukan sebelumnya di dalam tanah.

II. MIKROBA PELARUT FOSFAT Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang mempunyai kemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjdi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman (Kundu,BS. and A.C Gaur,1980). Bakteri pelarut fosfat seperti Pseudomonas, Bacillus, Escherichia, Actinomycetes hampir semuanya dapat diisolasi dari dalam tanah dan mampu melarutkan fosfat. Jumlah bakteri tersebut berkisar antara 10 510
7

per gram tanah, dan bakteri ini banyak dijumpai didaerah rhizosfere akar.

Menurut Rodriguezz dan Fraga (1999) dari beberapa strain bakteri, ternyata genus Pseudomonas dan Bacillus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan fosfat.

Bacillus polymixa Pseudomonas merupakan bakteri berbentuk batang dengan ukuran sel 0,51,0 X 1,5-5,0 m, motil dengan satu atau lebih flagella, merupakan bakteri gram negatif, tidak membentuk spora dan katalase positif, menggunakan H 2 atau karbon sebagai sumber energinya. Beberapa bersifat patogen bagi tanaman, kebanyakan tidak dapat tumbuh pada kondisi masam (pH 4,5) . Salah satu jenis dari genus Pseudomonas yang terbaik adalah Pseudomonas fluorescens seperti terlihat pada gambar dibawah :

Pseudomonas fluorescens

III. MEKANISME KERJA BAKTERI PELARUT FOSFAT (BPF) Mekanisme kerja BPF dalam melarutkan P tanah dan P yang berasal dari pupuk yang diberikan diduga didasarkan pada sistem sekresi bakteri yang berupa asam organik. Meningkatnya asam organik biasanya diikuti dengan pembentukan khelat dari Ca dengan asam organik tersebut sehingga P dapat larut dan P tersedia meningkat (Dubey,S.K. 1997). Mikroorganisme didalam melarutkan P didalam tanah yang terikat dan P yang berasal dari alam diduga karena asam-asam organik yang dihasilkan akan bereaksi dengan AlPO4, FePO4 dan Ca(PO4)2. Dari reaksi tersebut terbentuk khelat organik dari Al, Fe, dan Ca sehingga P terbebaskan dan larut serta tersedia untuk tanaman (Johansson, J.F et al 2004). Menurut Kundu,B.S dan A.C.Gaur (1980), jenis bakteri seperti Pseudomonas sp. lebih efektif dalam melarutkan P dalam bentuk Ca-P seperti apatit dan brushit, sedangkan dari jenis jamur seperti Aspergillus sp. dan Penicillium sp. lebih efektif melarutkan P dalam bentuk Al-P. Ahmad,N dan K.K. Jha (1982) menyatakan bahwa mekanisme pelarutan fosfat dari bahan yang sukar larut banyak dikaitkan dengan aktivitas mikroba yang mempunyai kemampuan menghasilkan enzim fosfatase, fitase, dan asam organik hasil metabolisme seperti asam asetat, propionat, glikolat, fumarat, oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat dan ketoglutarat. Tetapi pelarutan P dapat pula dilakukan oleh mikroorganisme yang tidak menghasilkan asam organik, yaitu melalui (1) mekanisme pelepasan proton ion H
+

pada proses respirasi. (2)

asimilasi amonium NH4 +, dan (3) adanya kompetisi antara anion organik dengan

ortofosfat pada permukaan koloid yang dapat pula menyebabkan terjadinya movilizais ortofosfat. Menurut Hilda,R dan Reynaldo Fraga (2000) Pelarutan fosfat oleh mikroorganisme pelarut fosfat selain terjadi karena terbentuknya khelat dan reaksi pertukaran, juga disebabkan oleh menurunnya pH rhizosfere akibat adanya asam organik. Sebelumnya Kundu, BS dan A.C. Gaur (1980) berpendapat bahwa mekanisme utama agar tanaman dapat mengekstrak P dari sumber-sumber yang tidak dapat larut terjadi melalui produksi asam organik yang dapat menyebabkan pH rhizosfere menurun (penurunan pH menjadi penting jika banyak asam organik yang diekskresikan). Produksiu asam organik yang dapat berkompetisi dengan P pada tempat adsorpsi, dan produksi asam organik dapat membentuk kompleks yang dapat larut dengan ion logam dan membebaskan P. Dubey, S.K (1997) menyatakan bahwa selain enzim fosfatase yang dihasilkan BPF yang dapat menghasilkan fosfat bebas, adapula enzim yaitu firofosfatase dan metafosfatase. Reaksi Pelarutan oleh berbagai enzim pelarut P dapat ditulis sebagai berikut : Ester fosfat + H2O------ ROH + fosfat Fosfatase (tersedia) Firofosfat + H2O--------- 2 Ortofosfat Firofosfatase (tersedia) Heksafosfat inositol + 6 H2O-------- inositol + 6 fosfat (tersedia) Fitase Metafosfat--------------------------------> Ortofosfat (tersedia) Metafosfatase Reaksi yang terjadi selama proses pelarutan P dari bentuk tidak tersedia adalah reaksi khelasi antara ion logam dalam mineral tanah dengan asam-asam organik. Khelasi adalah rteaksi keseimbangan antara ion logam dengan agen pengikat, yang dicirikan dengan terbentuknya lebih dari satu ikatan antara logam tersebut dengan molekul agen pengikat, yang menyebabkan terbentuknya struktur cincin yang mengelilingi logam tersebut. Mekanisme pengikatan Al
3+

dan Fe2+

oleh gugus fungsi dari komponen organik adalah karena adanya satu gugus

karboksil dan satu gugus fencik, atau dua gugus karboksil yang berdekatan dan bereaksi dengan ion logam. Percobaan Ahmad,N dan K.K. Jha (1982) menunjukkan bahwa besarnya P yang terlarut memiliki korelasi dengan Ca dan Mg yang dilepaskan, hal ini membuktikan bahwa P tersebut semula terikat oleh Ca dan Mg. Pelarutan P dalam tanah dapat ditingkatkan pada suasana pH rendah, kadar Ca dapat ditukar rendah dan kadar P dalam larutan tanah rendah. Asam-asam organik yang mempunyai berat molekul rendah meliputi, asam alifatik sederhana, asam amino dan asam fenolik. Asam alifatik terdapat pada tanaman yang banyak mengandung selulosa, asam amino dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung N (misalnya legum), sedang asam fenolik dihasilkan dari tanaman golongan herba (berbatang basah seperti bayam). Asamasam organik tersebut antara lain laktat, glikolat, suksinat, alfa ketoglutarat, asetat, sitrat, malat, glukonat, oksalat, butirat dan malonat akan terbentuk selama proses perombakan bahan organik oleh mikroba yang berupa msenyawa antara (transisi). Meskipun dalam jumlah yang sedikit yaitu sekitar 10 nM, namun karena pembentukan yang terus menerus maka peranannya menjadi penting. Sebagian besar asam yang terbentuk merupakan asam lemah. Konsentrasi yang agak besar dapat ditemukan ditempat terjadinya aktivitas mikroba tertinggi yaitu disekitar rhizosfere akar atau pada seresah tanaman yang sedang mengalami perombakan. Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah : asam sitrat > asam oksalat = asam tartrat = asam malat > asam laktat = asam format = asam asetat. Asam organik yang membentuk kompleks yang lebih stabil dengan kation logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar. Demikian juga asam aromatik dapat melepas P lebih besar dibandingkan asam alifatik. Sedangkan kemudahan fosfat terlepas mengikuti urutan Ca3(PO4)2 > AlPO4 > FePO4.. Kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam organik ditentukan oleh : 1. Kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah. 2. Waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral.

3. Tingkat disosiasi asam organik. 4. Tipe dan letak gugus fungsi asam organik. 5. Aktifitas kimia agen pengkhelat terhadap logam. 6. Kadar asam organik dalam larutan tanah. Menurut Johansson, J.F. (2004) mikroba pelarut fosfat dapat ditumbuhkan dalam media yang mengandung Ca3(PO4)2, FePO4, AlPO4, apatit, batuan P dan komponen P anorganik yang lainnya sebagai sumber P. Mikroba dapat dibuat pelet yang telah mengandung jasad pelarut fosfat, dan dapat bertahan hidup setelah masa simpan 90 hari.

IV. JAMUR MIKORIZA ARBUSKULAR SEBAGAI PELARUT FOSFAT Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Jamur mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawasenyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Toro,M.etal (1997) mengatakan bahwa cendawan mikoriza menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Menurut Edson, L et al (2006) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawasenyawa polysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifahifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer agregat mikro tanah menjadi butir sekunder agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).

Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara. Tanaman bermikoriza dapat menyerap P, dalam jumlah beberapa kali lebih besar dibanding tanaman tanpa mikoriza, khususnya pada tanah yang miskin P. Disamping itu tanaman yang terinfeksi mikoriza ternyata daya tahan tanaman dan laju fotosintesis lebih tinggi dibanding tanaman tanpa mikoriza, meskipun konsentrasi P pada daun rendah (kekurangan). Dengan adanya hifa (benang-benang yang bergerak luas penyebarannya), maka tanaman menjadi lebih tahan kekeringan. Hifa cendawan ini memiliki kemampuan istimewa, disaat akar tanaman sudah kesulitan menyerap air, hifa jamur masih mampu meyerap air dari pori-pori tanah (Asyakur, 2007). Mikoriza mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroba tanah lainnya (Subiksa, 2002). Semakin banyak tingkat infeksi akar yang terjadi, memungkinkan jaringan hifa eksternal yang dibentuk semakin panjang dan menjadikan akar mampu menyerap fosfat lebih cepat dan lebih banyak (Asyakur, 2007). Mikoriza mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produktivitas tanaman di lahan marginal maupun dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Dengan demikian inokulasi mikoriza diharapkan dapat membantu dalam merehabilitasi lahan kritis, yang sampai saat ini belum ada usaha pelestarian lahan kritis secara maksimal. Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Asyakur, 2007). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk.

Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Mieke, R. (2005) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu : Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan daDalam teknik pemberian mikoriza, dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: menggunakan tanah yang sudah mengandung mikoriza, menggunakan akar yang mengandung mikoriza, menggunakan miselia cendawan, dan menggunakan spora mikoriza yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul.

Gambar A. Jamur unggul Pelarut fosfat http://www.ipard.com

Gambar B. Endomikoriza

http://www.ipard.com

V. PENGARUH MIKROBA PELARUT FOSFAT TERHADAP TANAMAN Hubungan timbal balik antara mikoriza dengan tanaman inangnya

mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, jamur mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah,

meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, jamur mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Nuhamara (1994) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu : 1. Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah 2. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar. 3. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim 4. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin. 5. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis. Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Plencette et al dalam Munyanziza et al (1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field mycorrhizal depedency" (RFMD) : RFMD [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK.

Tanaman tanpa mikoriza ] x 100 % Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan jamur, tapi juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobial, spesies jamur, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar jamur mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza tapi respon tanaman yang rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa jamur mikoriza lebih bersifat parasit (Kilham, 1994). Mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya

dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Mikoriza menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang

sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah menyebabkan rusaknya jaringan hifa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat sedikit. Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah dengan tekstur berliat atau berpasir. Nuhamara (1994) menyatakan bahwa mikoriza pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka beranggapan bahwa jamur mikoriza bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi juga bagi tanah. Jaringan hifa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994). Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S. sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat. Disamping serapan hara melalui aliran masa, serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hifa jamur juga mengeluarkan enzim phosphatase yang mampu melepaskan P dari ikatanikatan spesifik, sehingga tersedia bagi tanaman. Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat dan pada tanaman gandum . Adanya

interaksi sinergis antara mikoriza dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh Munyanziza et al (1997) bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman kedelai juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum. Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Struktur mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya patogen akar. Mekanisme perlindungan dapat diterangkan sebagai berikut 1. Adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen. 2. Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen. 3. Jamur mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan patogen. 4. Akar tanaman yang sudah diinfeksi jamur mikoriza, tidak dapat diinfeksi oleh jamur patogen yang menunjukkan adanya kompetisi. Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994). Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa jamur. Killham (1994) menyatakan bahwa mikoriza dapat terjadi secara alami pada tanaman pioneer di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik. KESIMPULAN Mikoriza, suatu bentuk simbiosis mutualistis antara jamur atau bakteri dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang memiliki spektrum yang sangat luas baik dari segi tanaman inang, jenis jamur atau bakteri, mekanisme asosiasi, efektivitas, mikrohabitat maupun penyebarannya.

Pertumbuhan tanaman meningkat dengan adanya mikoriza karena meningkatnya serapan hara, ketahanan terhadap kekeringan, produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh, perlindungan dari patogen akar dan unsur toksik. Sedangkan jamur dan bakteri mendapat manfaat dari suplai hasil fotosintat dan tempat berkembang hidupnya. Usaha bioremidiasi tanah tercemar logam berat , limbah industri atau tailing pertambangan dapat dipercepat dengan tanaman bermikoriza, karena mikoriza dapat melindungi tanaman inang dari serapan unsur beracun tersebut melalui efek filtrasi, kompleksasi dan akumulasi. Inokulum mikoriza yang berasal dari ekosistem lahan tercemar logam berat lebih efektif menanggulangi lahan-lahan tercemar logam berat jika dibandingkan dengan isolat yang sama yang berasal dari ekosistem yang tidak tercemar.

DAFTAR PUSTAKA Ahmad,N and K.K. Jha, 1982. Effect Of Phosphate Solubilizer On Dry Matter Yield and Phosphorus Uptake By Soybean. J.Indian Soc.Soil.Sci. 30 : 105106.

Arshad, M and W.T Frankenberger. 1993. Microbial Production of Plant Growth Regulators. In F.B. Metind (ed.) Soil Microbial Ecology. Marcel Dekker, Inc. NewYork. Basel. Hongkong p.307-347.

Asyakur,

2007

Mikoriza

Tanah

dan

Tanaman

di

Lahan

Kering.

http://mbojo.wordpress.com/2007/06/20/mikoriza tanah dan tanaman di lahan kering. Diakses pada tanggal 4 februari 2012.

Dubey, S.K. 1997. Co-Inoculation of Phosphorus bacteria with Bradyrhizobium japonicum to increase phpsphate availability to rainfed soybean on vertisol.J.India.Soil Sci, 45:506-509.

Edson,L.

Souchie.,Orivaldo,J.,Sagin Junior.,Eliane,M.R.

Silva.,Eduardo,F.C.

Campello.,Rosario Azcon.,Jose M Barea. 2006. Communities of Psolubilizing bacteria, fungi and arbuscular mycorrhizal fungi in grass pasture and secondary forest of Paraty,R.J-Brazil.

http://www.Scielo.br/scielo. Diakses tanggal 4 februari 2012.

Ferreira, D.F. 1999. Programa Sisvar Versao 4.6 (Build 61) Disponivel em : http://www.dex.ufla.br/danielff/dff02.htm.

Hilda Rodriguez and Reynaldo Faga. 2000. Phosphate solubilizing bacteria and their role in plant growth promotion. Departement of Microbiology, Cuban Research Institute On Sugarcane By-Products (ICIDCA), P.O.Box 4026, CP 11000, Havana, Cuba. http://www.molecular-plant-biotechnology. Diakses tanggal 4 februari 2012.

Johansson,J.F, Paul, L.R and Finlay R.D 2004. Microbial Interaction in the mycorrhizosfere and their significance for Sustainable agriculture FEMS Microbiol Ecol 48:1-13.

Killham, 1994 Soil Ecology. Cambridge University Press.

Kundu,B.S. and A.C. Gaur, 1980. Establishment of Nitrogen Fixing and Phosphate Solubilizing Bacteria in Rhizosfere and their effect on Yield and nutient uptake of wheat crop. Plant Soil 57:223-230.

Mieke,R. Setiawati, 2005. Pupuk Biologis Dari Mikroba Pelarut Fosfat. http://www.Pikiran Rakyat.com. Diakses tanggal 4 februari 2008.

Munyanziza,

1997.

Agricultural

intensificationSoil

Biodiversity

and

Agroecosystem Function in The Tropic : The Role Of Mycorrhyza in Crops and Trees. Applied Soil Ecology 77-85.

Nasih Widya Yuwono, 2006. Pupuk Hayati. http://www.nasih@ugm.ac.id. Diakses tanggal 17 November 2011.

Nuhamara, S.T.I 1994 Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza.

Subiksa,I.G.M, 2002 Pemanfaatan Mikoriza untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Toro,M.,Azcon,R.,and Barea,J.M, 1997. Improvement Of Arbuscular Mycorrhiza development by inoculation of soil with phosphate-solubilizing

rhizobacteria to improve rock phosphate bioavailability (P 32) and nutrient cycling. Appl Environ Microbiol 63:4408-4412.

You might also like