You are on page 1of 43

PERKEMBANGAN SMA TRIMURTI (1988-2011) SEBAGAI WUJUD HARMONISASI HINDU-ISLAM DI DESA KARANGPANDAN, KECAMATAN PAKISAJI, KABUPATEN MALANG Oleh

: Fidda Zurika Islamia1 Abstrak : Konsep harmonisasi yang terjadi antara umat Hindu-Islam diMalang Raya
selama ini lebih terfokus pada partisipasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. SMA Tri Murti 01 Pakisaji Malang merupakan lembaga pendidikan Hindu yang menerapkan konsep harmonisasi umat beragama dalam sistem pendidikannya. : Harmonisasi, Hindu-Islam, SMA Tri Murti 01 Malang.

Kata kunci PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Disintegrasi merupakan masalah lama yang masih saja berdiam di republik Indonesia. Mulai dari DI/TII, APRA, RMS adalah contoh kasus disintegrasi yang mewarnai masa lalu. Kata kuncinya adalah satu yakni ketidakpuasan sekelompok orang yang diekspresikan dengan gerakan separatis. Benih-benih disintegrasi sebenarnya lahir karena kondisi negara Indonesia sendiri yang terdiri dari kepulauan, suku, adat budaya yang berbeda. Perbedaan ini apabila tidak ditanggapi dengan bijak mampu menjadi bom waktu yang bisa meledak sewaktu-waktu. Konflik antarumat beragama adalah contoh kasus disintegrasi masa kini. Konflik antara umat Islam-Kristen di Ambon dan Poso adalah kasus nyata. Agama dijadikan benteng untuk kepentingan-kepentingan pribadi dan alasan untuk melakukan penyerangan kepada umat beragama lain. Konflik umat Islam dan Kristen bukanlah satusatunya potensi konflik. Tidak menutup kemungkinan bahwa konflik akan terjadi antara umat Islam-Hindu, Islam-Budha, Kristen-Hindu atau Kristen Budha. Namun, kemungkinan konflik tersebut dapat teratasi apabila antarumat beragama dapat menumbuhkan sikap toleransi di dalam hidup bermasyarakat. Malang merupakan wilayah yang dilihat dari sudut pengembangan agama terdapat lembaga pendidikan agama yang bersifat nasional maupun Internasional. Contohnya, UIN Malang, ratusan pondok pesantren, puluhan seminari dan sekolah teologi, STAH (Sekolah Tinggi Agama Hindu), Yayasan Tri Murti dan Sekolah Tinggi Agama Budha. Berdasarkan pengamatan peneliti, hubungan antarumat beragama berjalan cukup baik. Salah satu fakta yang menarik perhatian peneliti adalah beberapa
1

Penulis adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah Offering A angkatan 2009.

konflik kecil yang terjadi justru terjadi antara umat Kristen-Islam, sedangkan konflik antara umat Hindu-Islam hampir tidak pernah terjadi. Harmonisasi yang terjadi diantara kedua pemeluk agama merupakan contoh toleransi yang bisa diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Beberapa penelitian mengenai harmonisasi umat Hindu-Islam memang

menyatakan bahwa harmonisasi terjadi karena ada kesadaran serta tanggung jawab sosial di kedua umat tersebut. Bentuk toleransi yang terjadi adalah kerjasama dalam hal partisipasi sosial dan proses persiapan ritual keagamaan. Erni Budiwati (1989) misalnya yang melakukan penelitian di Bali dengan judul Minoritas Islam dalam Perspektif Integrasi Nasional : Studi Kasus di Desa Pegayaman, Bali Utara. Penelitian ini melaporkan bahwa dari segi akidah agma, toleransi yang terjadi adalah sikap saling menghormati apabila setiap agama merayakan hari rayanya. Dari segi budaya terjadi interaksi positif dengan penggunaan nama-nama Bali bagi umat muslim di daerah tersebut seperti wayan, ketut, nyoman, nengah dll. Terdapat pula perkawinan campur antara wanita Hindu yang menjadi muallaf dengan pria Muslim. Nurhayati (1999) dengan judul penelitian Toleransi Antar Umat Beragama, Studi Kasus Umat Islam dan Hindu di Kampung Lebah kabupaten Klungkung Bali melaporkan bahwa toleransi yang terjadi antar umat Hindu-Islam di daerah Klungkung adalah toleransi dalam suka & duka, toleransi pada saat hari raya, serta toleransi generasi muda dalam pergaulan. Adapun faktor-faktor pendukung terwujudnya sikap toleransi yaitu adanya sistem kekerabatan menyama braya antara umat Islam-Hindu, adanya ajaran dalam agama Hindu untuk bersikap toleransi dan adanya kegiatan-kegiatan yang

melibatkan antara umat Islam-Hindu. Dewa Agung Gde Agung (2011) dengan judul penelitian Model Keharmonisan Interaksi Sosial Antara Umat Muslim dan Hindu Sebagai Upaya Menjaga Integritas Bangsa melaporkan bahwa toleransi yang terjadi antara umat Hindu-Islam di Malang Raya diwujudkan dalam empat hal yakni kegiatan desa (kerja bakti, membangun jalan dll), kegiatan kenegaraan (perayaan HUT RI), kegiatan kegamaan (kegiatan buka bersama yang diikuti oleh warga Hindu-Islam) dan kegiatan pelestarian budaya lokal (kegiatan nyadran atau bersih desa, mitoni, kajatan dll). Telah disebutkan diatas bahwa lembaga pendidika merupakan bukti

berkembangnya agama dengan baik di Malang salah satunya adalah yayasan Tri Murti. Yayasan yang didirikan oleh umat Hindu di daerah Pakisaji ini menaungi beberapa sekolah diantaranya SMP Tri Murti, SMA Tri Murti dan TK. Dalam melakukan observasi, peneliti menemukan fakta unik bahwasanya harmonisasi umat Hindu-Islam
2

tidak hanya terjadi dalam lingkup kehidupan masyarakat secara luas. Namun, dalam dunia pendidikan pun terjadi harmonisasi yang begitu kuat diantara guru dan murid di SMA Tri Murti Pakisaji, Malang. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengungkap bagaimana proses harmonisasi antara umat Hindu-Islam yang terjadi di lingkungan SMA Tri Murti baik dalam kegiatan formal (proses belajar-mengajar) maupun kegiatan informal. 2. Rumusan Masalah Masalah yang hendak dibahas dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana latar belakang sejarah berdirinya yayasan Tri Murti dan SMA Tri Murti 01, Karangpandan-Pakisaji, kabupaten Malang yang dihubungkan dengan kebangkitan umat Hindu pasca G30S 1965? b. Bagaimana pola dan sistem pengajaran di sekolah SMA Tri Murti 01 KarangpandanPakisaji, Kabupaten Malang? c. Bagaimanakah wujud harmonisasi Hindu-Islam di sekolah SMA Tri Murti 01, Karangpandan-Pakisaji, Kabupaten Malang.

METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dimana teknik pengumpulan yang dilakukan adalah dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Pada awalnya peneliti melakukan observasi pendahuluan serta wawancara tak berstruktur kepada sejumlah murid SMA Tri Murti di bulan Noveember 2011. Tujuannya adalah untuk memfokuskan masalah penelitian. Kemudian peneliti mengajukan permohonan penelitian kepada kepala sekolah SMA Tri Murti dan pada waku itu belum disertai surat pengantar penelitian dari fakultas. Tetapi pihak kepala sekolah memperbolehkan surat pengantar dari fakultas menyusul kemudian. Wawancara berstruktur pertama dilakukan di SMA Tri Murti dengan objek siswasiswi SMA Tri Murti. Dilanjutkan dengan kepala sekolah SMA Tri Murti dan bapak Paijan Santoso selaku rohaniawan sekolah. Untuk memperkuat data tentang profil agama Hindu di desa karangpandan, peneliti menemui perangkat desa setempat dan ketua PHDI desa karangpandan yakni bapak Tri Budi Wibowo. Selanjutnya sebagai pembanding, peneliti melakukan wawancra dengan tokoh Islam setempat yang diwakili oleh LDII selaku lembaga Islam yang cukup berkembang di desa tersebut. Pertemuan dengan wakil LDII tidaklah mudah. Untuk itu, peneliti melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada kerabat ketua LDII

yakni ibu Lilik. Dari ibu Lilik inilah akhirnya peneliti bisa terhubung dengan ketua LDII cabang Pakisaji Malang, yakni bapak Sugeng Mulyono. Dalam hal dokumentasi, peneliti mencari data dalam bentuk foto dan akta pendirian sekolah/yayasan Tri Murti yang diperoleh dari kepala sekolah SMA Tri Murti. Dalam penelitian ini digunakan analisis data induktif yaitu tidak dengan cara melakukan pencarian data atau bukti untuk menguji kebenaran atau kesalahan hipotesis yang telah ditentukan sebelum melaksanakan studi melainkan membangun abstraksi-abstraksi sebagai hal-hal khusus yang telah terkumpul dan diklasifikasikan. Dengan demikian pembahasan yang dilakukan bersifat khusus kemudian dibawa ke arah pembahasan yang bersifat umum.

KERANGKA PEMIKIRAN Dalam penelitian digunakan teori sosiologi untuk menganalisis dan mendeskripsikan fenomena yang terjadi. Teori yang dimaksud adalah teori Strukturasi oleh Giddens. Teori strukturasi Giddens memusatkan perhatian pada praktik sosial yang berulang itu pada dasarnya adalah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur. Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan tindakan sosial (Ritzer & Goodman (Eds), 2008:508). Dalam upaya mencari perasaaan aman, aktor merasionalisasikan

kehidupan mereka. Yang dimaksud Giddens dengan rasionalisasi adalah mengembangkan kebiasaan sehari-hari yang tak hanya memberikan rasa aman kepada si aktor, tetapi juga memungkinkan mereka menghadapi kehidupan sosial secara efisien. Aktor juga mempunyai motivasi untuk bertindak dan motivasi ini meliputi keinginan dan hasrat yang mendorong adanya tindakan. Dalam kajian harmonisasi Hindu-Islam di SMA Tri Murti, yang menjadi agen adalah seluruh keluarga besar SMA Tri Murti. Sedangkan kegiatan rasionalisasi yang dimaksud Giddens bisa dianalogikan dengan tindakan saling menghormati diantara pemeluk umat beragama. Tindakan ini akan menimbulkan rasa aman dan nyaman kepada si aktor (seluruh warga SMA Tri Murti) dan memungkinkan mereka untuk menjalani kehidupan sosial yang harmoni di lingkungan sekolah SMA Tri Murti. Praktik sosial yang dimaksud Giddens bisa dicontohkan pada kegiatan yang beorientasi pada toleransi yang dilaksanakan secara berulang, seperti kegiatan anjangsana setiap hari raya keagamaan. PEMBAHASAN

1. Sejarah berdirinya yayasan Tri Murti dan SMA Tri Murti 01, KarangpandanPakisaji, kabupaten Malang yang dihubungkan dengan kebangkitan umat Hindu pasca G30S 1965 SMA Tri Murti 01 Malang merupakan sekolah umum yang dikemas dengan nuansa Hindu. SMA Tri Murti terletak di jalan Garuda no. 81 , desa Karangpandan, Pakisaji, kabupaten Malang. Menurut keterangan bapak Kusmono selaku kepala sekolah SMA Tri Murti, pendirian sekolah ini diawali oleh pendirian yayasan Tri Murti. Yayasan ini didirikan oleh beberapa tokoh Hindu antara lain Gusti Made Oka, Nyoman Sumardika, Pak Slamet, Pak Mukani, Pak Made Suru,dan Pak Tarjo. Alasan pendirian yayasan ini bahwa suatu sekolah akan lebih kuat unsur legalitasnya apabila dinaungi dibawah yayasan. Sementara itu, alsan pendirian sekolah sendiri adalah di wilayah tersebut memang banyak komunitas Hindu sehingga dibutuhkan suatu wadah untuk mendidik generasi muda Hindu di bidang keagamaan. Selain itu juga mewadahi masyarakat Hindu sekitar dalam bidang keagamaan khususnya mengenai fasilitas peribadatan seperti pura. Siswa SMA Tri Murti sendiri berasal dari berbagai daerah yang cukup jauh,seperti Blitar, Lumajang, dan Pasuruan. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti, alasan mereka untuk bersekolah di SMA Tri Murti adalah mereka untuk mempelajari agama Hindu lebih dalam. Dan kelebihannya, dari segi fasilitas keagamaan SMA Tri Murti sangat lengkap. Jadi materi yang sudah diterima bisa langsung dipraktekkan lewat serangkaian upacara dan perayaan di pura Kendalisodo dekat sekolah atau waktu materi pasraman. Adapula siswa non-Hindu yang bersekolah di SMA Tri Murti. Namun domisilinya dari daerah setempat seperti dari daerah Bendo dan desa Blawu. Untuk guru dan staff, juga ada yang non Hindu seperti Islam dan Katolik. Suatu susunan yang unik dalam sekolah berbasis agama Hindu. Sebelum berdirinya sekolah Tri Murti sudah ada bangunan pura yang didirikan pada tahun 1967 dan selesai pembangunannya akhir 1968. Pura ini bernama Pura Kayangan Jagad Kendalisodo. Status pura sebagai kayangan jagad menyiratkan bahwa pura ini adalah pura besar yang dalam pemfungsiannya mencakup seluruh umat Hindu di wilayah Malang Raya. Sampai saat ini, pura Kendalisodo berada dibawah naungan PHDI kabupaten Malang dan dalam perawatannya bekerjasama dengan pihak sekolah Tri Murti. SMA Tri Murti sendiri baru didirikan pada tahun 1988. Semboyan SMA Tri Murti adalah Aparijita yakni generasi yang pantang menyerah. Konsep Tri Murti sendiri juga mempunyai makna dan tujuan. Tri Murti merupakan perwujudan Sang Hyang Widi
5

Wasa dalam tiga bentuk dalam koridor untuk menjalankan tugasnya. Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan Syiwa sebagai pengontrol. Brahma disimbolkan menjadi ang, Wisnu sebagai ung dan Syiwa sebagai Man. Apabila digabung menjadi AUMOM . Itulah mengapa salam orang Hindu menjadi Om Swastiyastu. Kata Om itu representatif dari Tri Murti. Ini sejalan dengan dengan filosofi hidup yakni Lahir, Hidup, Mati. Maksud para pendiri mengambil konsep Tri Murti adalah bahwasanya Tri Murti merupakan suatu konsep yang harus melandasi kehidupan setiap umat Hindu. Komunitas Hindu sendiri di wilayah desa Karangpandan menduduki posisi kedua setelah Islam. Umat Hindu sendiri berdiam di desa Karangpandan sebelum kemerdekaan RI. Menurut keterangan pak Bowo selaku ketua PHDI desa Karangpandan, komunitas Hindu sebelum kemerdekaan masih sangat sedikit, yang banyak adalah Islam kejawen. Namun, pasca peristiwa G30S tahun 1965, jumlah umat Hindu membludak. Penyebabnya adalah pada waktu itu banyak terjadi pemburuan anggota PKI dan orang-orang yang pro-Soekarno (Marhaenissantri abangan). Di desa Karangpandan sendiri terjadi beberapa peristiwa pembantaian umat Islam kejawen yang dilakukan oleh pemuda Anshor sehingga banyak umat Islam kejawen (penganut kepercayaan) yang akhirnya memilih menjadi Hindu karena takut akan dibantai pertama dan mereka ingin tetap mempertahankan tradisi nenek moyang yang dekat dengan agama Hindu. Menurut keterangan pak Bowo sampai sekarang ada sekitar 400-450 orang umat Hindu di Karangpandan. Jumlah itu sudah mengalami penuruna akibat adanya program transmigrasi pada masa presiden Soeharto. Dari keterangan yang didapat kiranya dapat dikaitkan dengan tulisan Thomas Reuter yakni peneliti dari Australia yang menulis tentang adanya kemungkinan kebangkitan Hindu di dunia. Dalam tulisannya Reuter menyebutkan bahwa identitas agama menjadi masalah hidup-mati saat agama Hindu memperoleh status resminya, yakni di saat terjadinya kerusuhan anti komunis di tahun 1965-66. Orang-orang yang tidak dapat menyebutkan agamanya digolongkan sebagai orang atheis dan dituduh komunis. Terlepas alasan politis ini, kebanyakan orang menganut Hindu karena juga ingin mempertahankan agama nenek moyang dan bagi masyarakat di luar Jawa, Hindu merupakan pilihan terbaik dibandingkan Islam. Sebaliknya, kebanyakan orang Jawa tidaklah melihat Hindu sebagai agama pilihan di saat itu karena kurang adanya organisasi Hindu dan juga karena takut pembalasan organisasi-organiasi Islam besar seperti Nahdatul Ulama (NU). Anggota-anggota muda NU tidak hanya aktif membunuhi orangorang komunis tapi juga unsur-unsur Jawa Kejawen atau anti Islam yang banyak dianut
6

Partai Nasionalis Islam milik Sukarno selama tahap pertama pembunuhan masal di jaman itu. Sejalan dengan dibangunnya pura kayangan jagad Kendalisodo dan sekolah Tri Murti, memang Hindu sedang bangun dari tidur yang panjang pasca runtuhnya kerajaan Majapahit. 2. Pola dan sistem pengajaran di sekolah SMA Tri Murti 01 Karangpandan-Pakisaji, Kabupaten Malang Menurut keterangan dari kepala sekolah dan staff kurikulum SMA Tri Murti, sekolah ini menggunakan kurikulum nasional yang berlaku layaknya di sekolah-sekolah lainnya. Namun, perbedaannya adalah pada muatan lokal diselipkan ajaran khusus agama Hindu yakni materi pasraman dan Dharmagita. Pada dasarnya mata pelajaran yang diajarkan sama dengan SMA lain. Materi agama pun juga ada Islam, Hindu, Kristen/Katolik tetapi materi agama yang dimaksud hanya bersifat umum saja. Khusus materi agama Hindu yang masuk dalam muatan lokal adalah materi yang berkaitan dengan ritual agama Hindu seperti kidungan, manggala upakara, bebanten atau membuat sesaji, bahasa Sansekerta sebagai bahasa kitab suci. Materi ini juga disebut dengan materi pasraman. Proses belajar-mengajar untuk sekolah umum berlangsung pukul tujuh hingga pukul satu kurang seperempat siang. Sebelum memulai pelajaran para murid akan berbaris di depan patung Dewi Saraswati untuk melakukan sembahyang. Selepas sekolah umum, kegiatan dilakukan dengan materi pasraman (berkaitan dengan ritual agama tadi). Setiap hari pun materi yang diajarkan berbeda. Menurut keterangan bapak Paijan selaku rohaniawan dan pemangku2 dalam Paruman Pandita kabupaten Malang, di sekolah Tri Murti, untuk bahan-bahan praktek persembahyangan anak-anak diwajibkan membawa dari rumah sedangkan untuk kegiatan upacara besar seperti perayaan Saraswati atau Purnama bahan bebanten akan disediakan oleh pihak sekolah. Materi pasraman berpusat pada tiga hal yakni filsafat, susila dan etika yang diwujudkan dalam beberapa materi pasraman. Setiap liburan sekolah selama satu tahun sekali akan diadakan kegiatan pasraman selama satu minggu penuh. Istilahnya dalam Islam adalah pondok ramadhan. Kegiatan ini diikuti tak hanya umat Hindu yang ada di sekolah Tri Murti tetapi juga seluruh umat Hindu di wilayah kabupaten Malang.
2

Pemangku adalah orang yang bertugas melakukan upacara agama di pura atau tempat tempat suci lainnya. Mereka boleh memakai genta atau tidak tergantung dari besar kecilnya upacara yang dilaksanakan. Baca : Dekker, I Nyoman & Ktut Sudiri Panjarikan. 1972. Pokok-Pokok Agama Hindu. Malang: IKIP Malang, hlm. 14.

Kegiatan ini bersifat umum dan tujuannya untuk pendalaman agama Hindu, baik secara materi maupun tata upacara yang benar. 3. Wujud harmonisasi Hindu-Islam di sekolah SMA Tri Murti 01, KarangpandanPakisaji, Kabupaten Malang Pemeluk agama di desa Karangpandan termasuk majemuk. Mulai dari Islam (LDII, Muhammadiyah, NU), Kristen/Katolik, Hindu dan kejawen (kepercayaan). Kemajemukan ini apabila tidak disikapi secara bijak maka bisa menimbulkan konflik. .Menurut Furnival dalam Pelly dan Menanti (1994) ciri utama masyarakat majemuk adalah orang hidup berdampingan secara fisik tetapi karena perbedaan sosial budaya mereka terpisah dan tidak tergabung dalam satu kesatuan politik. Apabila dikaitkan dengan kondisi masyarakat desa Karangpandan, kesatuan politik yang dimaksud mungkin adalah organisasi sosial keagamaan seperti PHDI, LDII, NU, Muhammadiyah dll. Siswa SMA Tri Murti sendiri berasal dari berbagai daerah yang cukup jauh,seperti Blitar, Lumajang, dan Pasuruan. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti, alasan mereka untuk bersekolah di SMA Tri Murti adalah mereka untuk mempelajari agama Hindu lebih dalam. Dan kelebihannya, dari segi fasilitas keagamaan SMA Tri Murti sangat lengkap. Jadi materi yang sudah diterima bisa langsung dipraktekkan lewat serangkaian upacara dan perayaan di pura Kendalisodo dekat sekolah atau waktu materi pasraman. Adapula siswa non-Hindu yang bersekolah di SMA Tri Murti. Namun domisilinya dari daerah setempat seperti dari daerah Bendo dan desa Blawu. Untuk guru dan staff, juga ada yang non Hindu seperti Islam dan Katolik. Suatu susunan yang unik dalam sekolah berbasis agama Hindu. Tahun 1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000/2001 2001/2002 2002/2003 2003/2004 2004/2005 Hindu 29 orang 23 orang 27 orang 26 orang 28 orang 28 orang 39 orang 37 orang 35 orang 35 orang 35 orang 55 orang Jumlah Siswa Islam Kristen/Katolik 2 orang 2 orang 1 orang 1 orang 2 orang 2 orang 1 orang 1 orang 3 orang 3 orang 2 orang 1 orang 2 orang 1 orang 3 orang
8

2005/2006 35 orang 3 orang 2006/2007 41 orang 6 orang 2007/2008 23 orang 2008/2009 28 orang 2 orang 1 orang 2009/2010 26 orang 2 orang Tabel komposisi murid di SMA Tri Murti 01 Pakisaji berdasarkan agama. Sumber : Buku induk siswa SMA Tri Murti 01 Pakisaji Malang. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa komposisi murid di SMA Tri Murti sangat beragam dilihat dari segi agama. Tidak hanya Islam, Hindu tetapi juga ada yang dari Kristen Katolik. Dari guru dan staff pun sekarang ada enam guru beragama Islam, 1 guru beragama Katolik yang mengajar di SMA Tri Murti. Data murid diatas hanya mulai tahun 1993/1994 sampai 2009/2010 karena data yang tersedia di sekolah Tri Murti hanya sampai pada tahun tersebut. Bentuk harmonisasi yang terjadi di SMA Tri Murti antara lain adalah bagi siswa non-Hindu tidak ada paksaan untuk mengikuti materi pasraman yang berkaitan dengan ritual keagamaan agama Hindu. Mereka hanya diwajibkan hadir sebagai bentuk kehadiran siswa di tiap pelajaran. Tetapi mereka juga tidak melarang mereka untuk ikut dalam materi pasraman dengan tujuan menambah pengetahuan terhadap agama lain. Dalam tata pergaulan guru dan staff sehari-hari harmonisasi yang terjadi adalah dalam bentuk tidak membicarakan hal agama di lingkungan sekolah. Tujuannya dalah satu yakni memajukan sekolah Tri Murti. Kegiatan lain yang biasa dilakukan para guru adalah acara kumpul-kumpul sebulan sekali dalam rangka membina kerukunan. Dalam agama Hindu, dikenal konsep Trihita Karana yakni tiga hubungan yang harmonis sehingga mampu menjadikan dunia yang sejahtera. Pertama adalah hubungan antara manusia denga Tuhan yang sifatnya vertikal. Kedua, hubungan manusia dengan manusia lain, yang sifatnya horisontal. Dan yang terakhir hubungan manusia dengan alam, kita wajib menjaga kelestariannya. Sehingga konsep hubungan yang harmonis tersebut disimbolkan dalam simbol agama Hindu yakni swastika. Garis yang ke atas itu menyimbolkan hubungan harmonis manusia dengan Tuhan, garis yang horisontal itu menyimbolkan hubungan harmonis antar manusia sedangkan garis yang ke bawah menyimbolkan hubungan harmonis antara manusia dengan alam sekitar. Konsep inilah yang digunakan dalam membina hubungan harmonis di lingkungan sekolah Tri Murti. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik bersama dengan belajar (Koentjaraningrat, 2002:180). Agama merupakan salah
9

satu dari ketujuh

unsur kebudayaan universal. Jadi pembahasan agama bisa dikaji

melalui kacamata budaya. Karena pada dasarnya agama juga penyebab lahirnya kebudayaan agama. Misalnya agama Islam, melahirkan kebudayaan seperti Grebeg maulud, slametan dsb. Kebudayaan yang muncul dalam harmonisasi umat Hindu-Islam di SMA Tri Murti adalah kebiasaan anjangsana setiap ada perayaan hari-hari besar keagamaan. Isu yang sangat sentral dan cepat menimbulan konflik di kalangan masyarakat adalah isu masalah agama dan paham keagamaan (Mutah dkk, 2009: 158). Dengan isu paham keagamaan ini, penganutnya berani mengorbankan nyawanya sekalipun. Konflik dan ketegangan hubungan antar umat beragama tersebut sering terjadi di tengah-tengah masyarakat yang agama dan paham keagamaannya pluralis seperti halnya di desa Karangpandan. Suatu fakta yang menarik yang peneliti temukan bahwa konflik yang terjadi bukan antarumat beragama tetapi didalam umat beragama itu sendiri. Seperti yang diinformasikan oleh Ibu Lilik bahwasanya sempat terjadi ketegangan saat LDII hendak membangun sebuah masjid yakni antara LDII dan umat Islam dari golongan lain. Justru dari pihak non-Islam yang akhirnya ikut memperjuangkan masjid tersebut. LDII sendiri yang dikenal agak keras dalam hal budaya Jawa, juga nyatanya sangat menghormati keberadaan umat lain bahkan aliran kepercayaan sekalipun. Menurut pak Sugeng Mulyono selaku ketua LDII cabang Pakisaji Malang, segala sesuatunya dikembalikan pada yang bersangkutan. LDII boleh tidak setuju namun juga tidak berhak untuk menghina apalagi melarang-larang. Masayarakat LDII pun juga melakukan hal yang sama dengan warga SMA Tri Murti yakni saling anjangsana ketika ada perayaan hari besar keagamaan. Menurut Geertz dalam Roberson (Ed) salah hal-hal yang mampu meredam konflik antara lain ; a. Perasaan memiliki satu kebudayaan termasuk main pentingnya nasionalismeyang lebih menekankan pada kesamaan yang dipunyai orang Jawa. b. Kenyataan bahwa pola-pola keagamaan tidak diungkapkan secara langsung dalam bentuk-bentuk sosial, secara murni dan sederhana, melainkan melalui proses yang rumit hingga komitmen keagamaan dan komitmen lainnya (terhadap kelas, tetangga, dsb) cenderung seimbang sehingga muncullah berbagai individu dan kelompok tipe campuran sebagai perantara. c. Pertumbuhan mekanisme sosial yang mantap menuju kepada bentuk-bentuk integrasi sosial yang majemuk dan nonsinkretis yang didalamnya orang-orang yang memiliki
10

berbagai pandangan sosial dan nilai dasar yang berbeda secara radikal dapat bergaul dengan cukup baik satu sama lain untuk menjaga agar masyarakat tetap berfungsi. Ketiga faktor diatas dapat dikaitkan dengan harmonisasi yang terjadi di sekolah Tri Murti maupun di desa Karangpandan itu sendiri. Dalam penelitian sebelumnya, harmonisasi yang terjadi antara umat Hindu-Islam hanya sebatas partisipasi sosial di dalam kehidupan bermasyarakat. Alasannya adalah ada hubungan yang dekat antara Hindu dengan Islam khususnya Islam yang masih dekat dengan kejawen. Memang hal itu benar, namun temuan dalam penelitian ini mengatakan bahwa umat Kristen/katolik atau bahkan Islam dari kalangan LDII yang terkenal penentang adat/kebiasaan Jawa dalam Islam ternyata mampu hidup berdampingan secara harmoni. Dalam penelitian ini, konsep harmonisasi tersebut dibawa dalam dunia pendidikan yakni dalam sekolah Tri Murti, baik antara murid dengan murid, murid dengan guru atau guru dengan guru. Temuan lain yang menarik bahwasanya konflik yang sempat terjadi di desa Karangpandan adalah konflik yang terjadi bukan antarumat beragama tetapi didalam umat beragama itu sendiri. Yakni sempat terjadi ketegangan saat LDII hendak membangun sebuah masjid yakni antara LDII dan umat Islam dari golongan lain. Namun, hal ini tidak sampai menimbulkan konflik yang besar. KESIMPULAN Konsep harmonisasi yang terjadi di SMA Tri Murti didasarkan pada ajaran Trihita Karana yakni tiga hubungan yang harmonis sehingga mampu menjadikan dunia yang sejahtera. Pertama adalah hubungan antara manusia denga Tuhan yang sifatnya vertikal. Kedua, hubungan manusia dengan manusia lain, yang sifatnya horisontal. Dan yang terakhir hubungan manusia dengan alam, kita wajib menjaga kelestariannya. Sehingga konsep hubungan yang harmonis tersebut disimbolkan dalam simbol agama Hindu yakni swastika. Garis yang ke atas itu menyimbolkan hubungan harmonis manusia dengan Tuhan, garis yang horisontal itu menyimbolkan hubungan harmonis antar manusia sedangkan garis yang ke bawah menyimbolkan hubungan harmonis antara manusia dengan alam sekitar. Konsep inilah yang digunakan dalam membina hubungan harmonis di lingkungan sekolah Tri Murti. Wujud harmonisasi tersebut diwujudkan dalam bentuk bagi siswa non-Hindu tidak ada paksaan untuk mengikuti materi pasraman yang berkaitan dengan ritual keagamaan agama Hindu. Mereka hanya diwajibkan hadir sebagai bentuk kehadiran siswa di tiap pelajaran. Tetapi mereka juga tidak melarang mereka untuk ikut dalam materi pasraman dengan tujuan menambah pengetahuan terhadap agama lain.

11

Dalam tata pergaulan guru dan staff sehari-hari harmonisasi yang terjadi adalah dalam bentuk tidak membicarakan hal agama di lingkungan sekolah. Tujuannya dalah satu yakni memajukan sekolah Tri Murti. Kegiatan lain yang biasa dilakukan para guru adalah acara kumpul-kumpul sebulan sekali dalam rangka membina kerukunan. Harmonisasi akan terjadi apabila ada kesadaran di masing-masing individu untuk menempatkan dirinya secara tepat di masyarakat. Boleh melaksankan keyakinannya tetapi jangan sampai merugikan orang lain. DAFTAR RUJUKAN Dekker, I Nyoman & Ktut Sudiri Panjarikan. 1972. Pokok-Pokok Agama Hindu. Malang : IKIP Malang. Gde Agung, Dewa Agung. 2011. Model Keharmonisan Interaksi Sosial Antara Umat Muslim dan Hindu Sebagai Upaya Menjaga Integritas Bangsa. Laporan Penelitian Strategis Nasional yang dibiayai oleh DIKTI DP2M (tidak diterbitkan). Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Anthropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Mutiah, Anisatun dkk. 2009. Harmonisasi Agama dan Budaya Indonesia Jilid 1. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta. Pelly, Usman, & Asih Menanti. 1994. Teori-teori Sosial Budaya. Jakarta: Depdikbud. Ritzer, George & Douglas. J. Goodman (Eds). 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Robertson, Rolland (Ed.). 1988. Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. Jakarta: CV Rajawali.

12

Lampiran Transkrip Wawancara 1. Wawancara dengan siswa SMA Tri Murti yang beragama Hindu a. Identitas narasumber : Nama lengkap Alamat Status : Siska Aniscara : Desa Kesamben, kecamatan Ngajum, kabupaten Blitar. : siswa kelas XII SMA Tri Murti 01 Karangpandan,Pakisaji-

Kabupaten Malang. b. Isi Wawancara : Fidda (peneliti) Siska F S F : Selamat pagi, kalau boleh tahu ini dengan mbak siapa? : Dengan Siska Aniscara mbak, siswa kelas 3. : Alamat mbak dimana, ya? : di Ngajum, Kesamben mbak! : Mohon maaf, kemarin saya dengar di SMA ini juga ada siswa

beragama non-Hindu. Atau Islam-lah. Untuk mbak Siska sendiri, Hindu atau Islam? S F : Hindu.. : Yang saya ingin tanyakan adalah emm.. kalau dilihat kan,

sekolah ini jelas letaknya jauh dari rumah mbak Siska. Apa alasan mbak Siska memilih untuk bersekolah disini, padahal di Kesamben saya rasa ada juga sekolah SMA yang lain, kan? S : Karena mata pelajaran disini itu bisa diaplikasikan langsung

ke dalam kehidupan ritual di masyarakat. F : Oh, maksudnya untuk materi agama Hindu sendiri ada praktek

yang langsung bisa diaplikasikan ke dalam kehidupan ritual keagamaan langsung, begitu?? S F : Iya, seperti itu mbak.. : Jadi bukan karena mbak Siska ingin menjadi seorang yang

ahli dalam agama Hindu? S F apa? : Hahaha... ya bukanlah, mbak... : Baik..baik...contoh materi yang mbak maksud tadi seperti

13

S banten atau sesaji. F

: Materi upakara, mbak.. jadi upakara itu isinya membuat

Untuk

perayaan

sendiri,

apabila

ada

kegiatan

persembahyangan yang hadir keluarga besar SMA Tri Murti atau ada masyarakat luar yang ikut?? S : Kalau untuk hari raya Siwaratri dan Saraswati jelas ada

masyarakat sekitar yang ikut, mbak. Kalau kegiatan persembahyangan kecil sepeti Tilem atau purnama hanya siswa SMP/SMA Tri Murti saja. F : Menurut mbak sendiri, apakah pengajaran yang diberikan di

kelas sudah cukup baik dan apa ukurannya mbak mengatakan baik atau tidak? Misal dari segi prasarana atau yang lain begitu.. S : Pengajarannya sudah cukup baik. Untuk prasarana keagamaan

sangat baik, tapi untuk prasarana yang lain itu mbak yang kurang. Misalnya fasilitas untuk olahraga, kayak lapangan. Yah, minimal lapangan basket lah... F ke sekolah? S F S lho...mbak!! F : Berbicara mengenai pengembangan pembelajaran disini, : Ada mbak, itu...apa...emmm bantuan dana. : Wujudnya dalam bentuk apa begitu tahu??? : Komputer sama gedungnya, yang catnya warna oranye itu :Emmm..pernah tahu nggak kalau ada bantuan dari pemerintah

apakah mbak pernah tahu ada proyek penelitian seputar pendidikan atau minimal ada mahasiswa calon guru yang praktek ngajar disini mungkin?? S F : Setahu saya tidak ada mbak..PPL pun juga nggak ada. : Emm..kalau dari pihak guru apakah mereka sudah cukup

dalam artian satu guru mengajar satu mata pelajaran atau masih merangkap? S F : Masih merangkap, mbak... : Untuk proses pembelajaran sendiri, apakah berlangsung

seperti biasa dengan materi pelajaran umum atau ada materi tentang agama Hindu yang diberikan waktu khusus begitu?? S : Pelajarannya ya seperti biasa mbak, kayak sekolah umum

lainnya. Tapi ditambahi dengan pelajaran khusus agama Hindu..masuk muatan lokal mbak..

14

: Oh..jadi materi pelajaran ya seperti sekolah lainnya, materi

umum. Tapi untuk materi pelajaran agama Hindu dimasukkan dalam muatan lokal tersendiri, begitu?? S F : Iya begitu, mbak! : Maaf, adik sendiri tahu nggak kalau ada salah satu temannya

yang beragama Islam? S F : Tahu, mbak.. : Lalu, hubungan dengan teman seperti apa?? Apakah ada

perasaan dia diminoritaskan?? S F bagaimana?? S : Dia ikut, mbak. Tapi nggak diwajibkan mbak, jadi ikut nggak : Nggak, biasa saja mbak.. : Emm...waktu muatan lokal agama Hindu itu, dia ikut atau

apa-apa, nggak ikut juga nggak apa-apa. Itu kan kemauan dia sendiri. Tapi biasanya mereka malah ikut, mbak.. F : Jadi dari pihak sekolah tidak ada kewajiban untuk ikut seperti

itu. Untuk biaya pendidikan disini, murah, mahal atau cukup?? S F : Murah, mbak..apalagi ada kebijakan mencicil seperti itu. : Menurut mbak sendiri, memandang pemeluk agama yang

terlalu fanatik itu seperti agama. Semacam, garis keras begitu lah... S : Menurut saya kurang baik, mbak. Apalagi sampai merugikan

orang lain. Karena menurut saya di semua agama bukan hanya Hindu, tidak ada yang mengajarkan untuk berbuat merugikan orang lain. Apalagi sampai membunuh dengan cara bom bunuh diri. F fanatik seperti itu?? S F : Setahu saya tidak ada mbak... : Emm..seperti itu. Di Hindu sendiri, ada tidak ajaran yang :Oh..seperti itu. kalau di Hindu sendiri ada tidak yang sifatnya

mengajar tentang toleransi terhadap agama lain? S F S : Emmm...setahu saya Tatwamasi itu mbak.. : Apa itu?? : Artinya Aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Maksudnya

kita ini berbeda tetapi sebenarnya sama. Dalam artian begini..mbak. Kita ini kalau

15

menyebut Tuhan kan berbeda, tetapi intinya sama kita menyembah Tuhan. Hanya saja namanya yang berbeda. F yang diberikan. 2. Wawancara dengan siswa SMA Tri Murti yang tinggal di pasraman a. Identitas Narasumber Nama lengkap Alamat Status pasraman Tri Murti. b. Isi wawancara Fidda (peneliti) Ririn F R F R F disini? R : Soalnya, di Blitar sendiri nggak ada sekolah Hindu mbak. Diharapkan : : : Ririn Yunita W.S. : Desa Semen, kecamatan Gandusari kabupaten Blitar. : Siswa kelas XII SMA Tri Murti dan sekaligus peghuni : Baik, saya rasa cukup informasinya. Terima kasih ats waktu

: Selamat pagi, mbak..dengan mbak siapa ini?? : Ririn. : Alamatnya dimana, mbak? : Gandusari, Blitar.. : Oh...lumayan jauh, ya!! : Yah, gitu lah, mbak.. : Ok, sekarang kan rumahnya jauh dari sini. Kenapa memilih sekolah

setelah lulus dari sini, bisa mendapatkan pengetahuan yang luas seputar agama Hindu dan bisa diberikan ke orang-orang di rumah. F R F sendiri? R juga.. F R F : Adik tinggak di asrama, kan?? Kegiatannya apa saja sih, di asrama? : Misalnya kalau hari raya gitu, buat Banten. : Emm..kan terkenal kalau asrama itu terkait dengan peraturan yang : Keinginan sendiri, mbak. Lagipula mas saya dulu kan lulusan sini : Berarti keluarga Hindu?? : Iya, semua Hindu. : Untuk memutuskan sekolah disini, disuruh orang tua atau keinginan

disipliner. Aada nggak disiplin yang diterapkan di asrama? R F : Ada, mbak! : Contohnya???
16

: Misal anak cowok nggak boleh masuk, trus kalau mau ambil barang

dan masuk kamar harus seizin si pemilik kamar. Lalu, ada juga larangan merokok di lingkungan asrama. Trus, boleh keluar untuk beli-beli kebutuhan, tapi jam delapan malam harus sudah kembali. F R F hari? R F : Nggak ada mbak, hanya ada kegiatan piket asrama secara bergiliran. : Hanya sebatas itu ya.. Jadi fungsi asrama hanya sebagai tempat : Kepala asrama itu sendiri, guru disini atau pendeta dari luar? : Guru sini mbak, namanya pak Tri Wawan. : Ada nggak kegiatan asrama yang dijadwalkan dari pagi hingga sore

tinggal siswa yang rumahnya jauh. R F R F R F : Iya seperti itu mbak.. : Untuk biaya di asrama sendiri, berapa? : Rp 20.000,- perbulan. : Fasilitasnya sendiri? : Tempat tidur, meja, air, lampu dan penggunaan listrik. : Saya mendengar dari narasumber lain, bahwasanya faktor yang

mendorong mereka bersekolah disini adalah biaya disini lebih murah. Apakah hal itu termasuk dalam alasan adik memutuskan sekolah disini? R : Nggak juga, mbak. Awalnya saya kira sama dengan sekolah lain. Pas

masuk ternyata memang biayanya lebih murah dari sekolah lain. F : Menurut mbak, apakah pendidikan yang diberikan di sekolah ini

sudah cukup baik? R F R : Emmm...belum kayaknya, mbak. : Apa alasannya? : Di sekolah itu masih banyak jam kosong trus guru sering ngasih tugas

yang kadang nggak dikumpulin. Jadi kita jadi males ngerjain.. F R : Kalau dari segi sarana prasarana? : Kalau untuk keagamaan cukup, tapi untuk fasilitas olahraga itu yang

kurang. Kalau mau sepak bola atau voli kita masih harus nyari tempat di luar. F R : Pura di depan itu difungsikan setiap hari atau seperti apa? : Pas hari raya besar sama punama mbak. Kalau selain hari itu cuman

kegiatan sembahyang pagi sebelum memulai pelajaran di depan patung Dewi Sarawati ini. Sekitar jam setengah tujuh pagi.
17

F R F F fanatik? R

: Oh..seperti itu. Hindu disini termasuk Hindu apa?? : Setahu saya, Hindu Dharma mbak.. : Oh..ya, saya tahu Hindu Dharma. : Bagaimana pandangan mbak mengenai pemeluk agama yang terlalu

: Menurut saya kurang baik, mbak.. Karena kita kan hidup di

masyarakat luas, jadi hubungannya juga harus baik. Jangan yang terlalu keras sampai merugikan orang lain. F seperti apa? R F : Ya tidak membedakan dia, mbak. Biasa saja. : Ada tidak kegiatan lomba di luar yang sudah diikuti yang berkaitan : Tahu kan, ada temannya yang neragama Islam. Bentuk toleransinya

dengan agama Hindu? R : Lomba sembahyang, panca sembah. Itu kalau setelah sembahyang

Trisadnya tu kan ada yang memegang bunga gini,lho mbak. Itu ada lombanya. F R F R F : Tingkat apa? : Tingkat propinsi.. : Oh, sudah tingkat propinsi. Menang? : Sementara ini belum,mbak!! Hehe... : Baik, saya rasa cukup. Terima kasih atas informasinya...

18

3. Wawancara dengan kepala sekolah SMA Tri Murti a. Identitas narasumber Nama lengkap Status b. Isi wawancara Fidda (peneliti) Kusmono (K) Malang. F K : Kapan sekolah ini didirikan? : Pendirian SMA ini didahului dengan pendirian yayasan Tri : Selamat siang, pak. Dengan bapak siapa kalau boleh tahu? : Bapak Kusmono selaku kepala sekolah SMA Tri Murti 01 : Kusmono : Kepala sekolah SMA Tri Murti 01 Malang.

Murti yakni tahun 1985. Kemudian sekolah SMP dan SMA tahun 1988. F K : Lalu mengenai tokoh pendiri yayasan ini, siapa saja pak? : Gusti Made Oka, Nyoman Sumardika, Pak Slamet, Pak

Mukani, Pak Made Suru, Pak Tarjo dan masih banyak lagi, mbak. F :Apa latar belakang para tokoh ini mendirikan yayasan

kemudian sekolah Hindu, pak? K : Pandangan para pendiri dahulu bahwa sekolah itu akan lebih

kuat apabila berdiri di bawah naungan yayasan dari segi legalitasnya. Dan di wilayah Malang ada dua SMP Tri Murti, SMA-nya hanya satu dan TK-nya ada enam. F : Apakah pendirian sekolah di wilayah tersebut karena

pertimbangan banyak komunitas Hindunya? K : Betul mbak. Jadi pandangan para pendiri yayasan serta

sekolah tersebut adalah selain letaknya yang strategis, juga ingin membangun sebuah wadah yang memberikan pengetahuan keagamaan atau Hindu kepada generasi muda Hindu. Dan juga sebagai wahana untuk pelatihan masyarakat di bidang pembuatan bebanten, tata upacara yang benar sehingga kita tidak lagi direpotkan dengan tempat. F K yang pantang menyerah. F : Untuk nama Tri Murti ini apa maksudnya? Dan mengapa : Untuk semboyan sekolah sendiri di Tri Murti sperti apa, pak? : kalau di Tri Murti namanya Aparajita adalah suatu generasi

dipakai sebagai nama sekolah?


19

:Tri Murti kan perwujudan Sang Hyang Widi Wasa dalam tiga

bentuk dalam koridor untuk menjalankan tugasnya. Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan Syiwa sebagai pengontrol. Brahma disimbolkan menjadi ang, Wisnu sebagai ung dan Syiwa sebagai Man. Apabila digabung menjadi AUMOM . Itulah mengapa salam orang Hindu menjadi Om Swastiyastu.. Om itu representatif dari Tri Murti. Ini sejalan dengan dengan filosofi hidup yakni Lahir, Hidup, Mati. Maksud para pendiri mengambil konsep Tri Murti adalah bahwasanya Tri Murti merupakan suatu konsep yang harus melandasi kehidupan setiap umat Hindu. Karena Tri Murti ini kan dewa yang senantiasa kita sebut, yakni konsep Hidup, Lahir, mati yang selalu melekat dalam diri umat Hindu. F lainnya? K : Kalau disini sebenarnya kan sekolah umum yang dikemas : Untuk kurikulum sendiri apakah berbeda dengan sekolah

dalam nuansa Hindu. Tetapi kita juga mengikuti kurikulum yang diterapkan dari pusat, baik secara standart nasional maupun lokal. Dan sebagai perbedaan di Tri Murti ada materi-materi agama Hindu yang disebut dengan pasraman. Materi ini tidak ikut dalam kurikulum nasional tetapi masuk kurikulum lokal. Jadi materi pasraman ini merupakan materi khusus mengenai agama Hindu yang dikelola oleh embaga khusus yakni pasraman.Materinya meliputi membuat banten atau sesaji, kidungan, manggala upakara (mantra-mantra), bahasa Sansekerta dan pembelajaran Weda. Semua ini tidak disampaikan dalam pelajaran di kelas, tetapi disampaikan di luar jam pelajaran di kelas tetapi masuk dalam kurikulum lokal. F : Jadi mungkin seperti ini pak. Pada jam-jam seperti ini

memang hanya bersifat sekolah umum lalu nanti ada waktu-waktu khusus yang memang untuk materi pasraman. Seperti itu? K : Ya, memang. Kalau sekolah umum itu dari jam setengah tujuh

sampai jam satu kurang seperempat. Selanjutnya akan ada materi pasraman sampai sore biasanya. Dan setiap hari materinya pasti berbeda. Sifatnya kan seperti muatan lokal begitu. F K : Mengenai bangunan pura itu kapan didirikan? : Kalau pura dibangun tahun 1967, malah duluan pura itu

daripada sekolah ini. Jadi pura itu tetap pada pengelolaan umat yakni dibawah PHDI cabang kabupaten Malang. Sekolah dan umat saling bekerja sama untuk merawat pura. Nama pura tersebut adalah pura Kayangan Jagad Kendalisodo. Kalau pura tersebut
20

statusnya pura kayangan Jagad maka pengusungnya adalah seluruh masyarakat di Malang. F Malang? Benar, pak? K : Iya benar dan bahkan 50% siswa kami berasal dari luar : Saya mendengar bahwa siswa disini banyak yang dari luar

Malang, seperti Lumajang, Pasuruan dan Blitar. Dan ada yang tinggal di asrama di belakang itu. F : kan saya juga mendengar bahwa ada siswa yang non-Hindu

bersekolah disini. Lalu bagaimana pihak sekolah menyikapinya, pak? K : Sekolah memberikan kelonggaran, jadi untuk pendidikan

agama Islam kita serahkan pada guru-guru Islam. Jadi sekalipun kita berbasis agama Hindu tetapi di dalamnya ada berbagai agama yang mendukung. Untuk guru sendiri yang Muslim ada enam orang. Nah, murid yang beragama Islam ini untuk pelajaran agama Hindu, kami tidak melarang yang bersangkutan tersebut ikut mengikuti materi pasraman dengan tujuan sebagai pengetahuan baru dalam hal agama lain. Malah kadang anak-anak ini lebih pintar karena mereka biasanya lebih antusias. Mungkin bagi mereka ini adalah hal baru seperti itu. Dan kita tidak pernah mamaksakan untuk menjadi atau beralih ke agama Hindu. F K Blawu juga ada. F K : Lalu, apa pertimbangan sekolah menerima siswa non-Hindu? : Lingkup kita kan akademis, mbak. Jadi masalah agama bukan : Untuk domisili siswa non-Hindu sendiri darimana, pak? : Yah, dari sekitar sini saja, mbak. Ada yang dari Bendo,dari

menjadi soal. Kan sekolah kita menerapkan kurikulum nasional seperti sekolah lain. Hanya saja untuk materi pasraman kita ada lembaga dan waktu di luar sekolah umum. jadi tidak ada perjanjian harus Hindu dan sebagainya. F : Jadi kesimpulannya, untuk umum kita sama-sama tapi untuk

hal agama itu hal yang berbeda, seperti itu, pak? K F : Ya, kira-kira seperti itu, mbak. : Tadi sempat disinggung bahwasanya ada guru dan staff guru

yang Islam. Lalu bagaiman hubungannya dalam dunia kerja disini, pak? K : Yah, intinya kita sama-sama lah, mbak. Sebagai suatu

keluarga besar SMA Tri Murti. Dalam hal pengambilan kebijakan pun kami senatiasa bermusyawarah bersama. Jadi tidak ada minoritas mengikuti mayoritas, seperti itu.
21

F K

: Sebagai orang awam, Hindu Dharma sendiri seperti apa, pak? : Jadi Hindu sendiri itu kan berkembang pesat dan yang

menjadi pusat ada di Bali. Dan di Indonesia sendiri waktu itu adalah sekte Waisnawa, sekte Syiwa seperti itu. Dan yang dominan di Indonesia adalah Hindu sekte Syiwa. Karena adanya banyak sekte tersebut maka ada pula banyak pertentangan sehingga ada inisiatif untuk menyatukan sekte tersebut dengan masih membawa ciri khas agama sebelum Hindu yakni Sanatanadharma dan akhirnya menjadi Hindu Dharma. Dulu ada Hindu-Bali, tetapi karena Hindu tidak hanya di Bali akhirnya diubah menjadi Hindu Dharma. F : Mengenai ritual sendiri adakah yang berbeda atau ada

konvensi khusus mengenai penyeragaman, seperti itu? K : Ritual itu semuanya ditentukan oleh Pesamuan Pandita atau

pimpinan rohani. Jadi tata upacara yang baku dan yang wajib dilaksanakan tersebut sudah di tentukan secara resmi oleh pesamuan pandita tersebut. Terkait memang adanya perbedaan kita memang tidak memungkiri. Karena kadang agama ini sedikit berakulturasi dengan budaya setempat. Artinya, masih ada budaya lokal yang mempengaruhi ritual. Tetapi yang paling penting adalah esensinya. Contohnya ngaben, ngaben di jawa dan di Bali jelas berbeda, kan? Kalau Bali memang besar karena terkait dengan nilai estetika. Tetapi kalau di Jawa , dibuat lebih sederhana, dan intinya tetap sama kan? Yakni, Ngaben. F K : Kalau dari pemerintah apakah ada bantuan dari pemerintah? : Tetap ada, contohnya dibawah ini mbak, ada proyek renovasi

ruang kelas, kemudian yang terbaru adalah proyek bantuan komputer dan gedungnya. F : Menurut pandangan Bapak, eksklusivisme beragama itu

seperti apa, Pak? Atau jelasnnya garis keras seperti itu. K : Eksklusif ataupun inklusif, garis keras maupun garis lunak

saya rasa pemeluknya mempunyai pandangan sendiri. Garis keras itu merupakan suatu bentuk gerakan dari umat itu sendiri untuk menegakkan agama secara murni. Dan terkadang garis lunak itu juga terlalu banyak toleransi. Saya tidak menyalahkan para pemeluk agama garis keras, karena menurut saya mereka pasti punya pandangan masingmasing. Tapi yang terpenting adalah bahwa kita hidup di dalam masyarakat sehingga semua harus sesuai denga aturan yang berlaku. Sekeras apapun kita harus tetap menghargai semua sebagai umat manusia. Terus terang untuk kelompok ekstremis

seperti itu saya kurang setuju karena semua ada mekanismenya, ada hukumnya. Sehingga
22

agama yang eksklusif tadi menurut saya , ya boleh-boleh saja semasih dalam koridor toleransi yang sewajarnya berlaku di masyarakat. Saya rasa semua pun tidak setuju apabila ada tindak kekerasan dan semua agama pun saya rasa tidak ada yang mengajari untuk berbuat demikian. F K F : Untuk agama Hindu sendiri, ada tidak yang garis keras? : Sepengatahuan saya tidak ada mbak.. : Kalau mengenai konsep harmonisasi umat beragama sendiri dalam

Hindu istilahnya apa, pak? K : Jadi di Hindu itu ada istilah namanya Trihita Karana. Yakni tiga

hubungan yang harmonis sehingga mampu menjadikan dunia yang sejahtera. Pertama adalah hubungan antara manusia denga Tuhan yang sifatnya vertikal. Kedua, hubungan manusia dengan manusia lain, yang sifatnya horisontal. Dan yang terakhir hubungan manusia dengan alam, kita wajib menjaga kelestariannya. Sehingga konsep hubungan yang harmonis tersebut disimbolkan dalam simbol agama Hindu itu, yakni swastika. Garis yang ke atas itu menyimbolkan hubungan harmonis manusia dengan Tuhan, garis yang horisontal itu menyimbolkan hubungan harmonis antar manusia sedangkan garis yang ke bawah menyimbolkan hubungan harmonis antara manusia dengan alam sekitar. F : Kira-kira menurut Bapak, apakah toleransi yang ada di SMA Tri

Murti bisa diterapkan di sekolah-sekolah lain? K : Saya rasa itu tergantung dari kebijakan masing-masing individu di

sekolah dan manajemen di sekolah tersebut. Saya mulai dari guru dulu ya, mbak. Untuk menjaga kerukunan, kita ada semacam silaturrahim atau anjangsana di hari-hari besar. Jadi waktu Nyepi, siapa yang bisa ketempatan kita sama-sama ke rumah guru yang bersangkutan. Begitu pula pas hari raya Idul Fitri, siapa yang ketempatan maka kita juga sama-sama berkunjung ke rumahnya. Kita juga ada acara kumpul-kumpul setiap bulanny kok, mbak. Hal ini juga terjadi di kalangan siswa. Kami tidak pernah membicarakan agama di sekolah, pas waktu pasraman kita sudah wajib membicarakan agama. Bahkan pas ada acara keagamaan banyak teman-teman guru yang Islam datang sekalipun tidak ikut didalamnya. Terkadang mereka malah ikut membantu seperti menyiapkan makanan, tempat dsb.. F : Yah, mungkin cukup pak...informasinya. Sekali lagi terima kasih atas

waktu yang sudaj diberikan. K : Ya, sama-sama, mbak...

23

4. Wawancara dengan pendeta yang mengajar di SMA Tri Murti a. Identitas narasumber Nama lengkap Status : Paijan Santoso. : Rohaniawan sekolah,pengasuh materi pasraman bidang

manggala upakara dan mantra, pemangku dalam Paruman Pandita kabupaten Malang. b. Isi wawancara Fidda (peneliti) Paijan : Boleh tahu ini dengan Bapak siapa? : Dengan bapak Paijan Santoso selaku pengasuh materi

pasraman bidang manggala upakara. F mengampu? P lain ada. F P : Di PHDI sendiri, kedudukan Bapak sebagai apa? : Untuk PHDI kabupaten sendiri saya sebagai Paruman : Untuk manggala upakara hanya ada saya, tapi untuk materi : Untuk materi pasraman apakah ada guru lain yang

Pandita, yang statusnya sebagai anggota (pinandita/pemangku). F Hindu? P : Ya, memang ada yang sudah dijelaskan pak kepala sekolah, : Dalam agama Hindu apakah ada toleransi dalam agama

yakni konsep Trihita Karana. Tapi di sekolah ini baik-baik saja saya rasa. F P : Untuk materi pasrama sendiri seperti apa, pak? : Intinya hanya tiga, mbak. Filsafat, etika dan susila. Dari ketiga

hal tersebut kemudian dapat diterjemahkan dalam beberapa materi pasraman. F apa? P : Menurut saya itu tergantung pemeluknya dan itu hak mereka : Menurut bapak, pemeluk agama yang eksklusif itu seperti

untuk melaksanakan apa yang mereka yakini. Di Hindu ada istilah tatwamasi. Misalnya, apabila dicubit sakit maka jangan mencubit orang seperti itu.Intinya jangan merugikan orang lain, lah.. F seperti apa? P : Yah, biasanya ada kumpul-kumpul gitu...
24

: Untuk konsep harmonisasi agama sendiri, menurut Bapak

: Untuk materi membuat bebanten, siswa menyiapkan sendiri

atau disediakan dari rumah? P : kalau untuk hari-hari besar ada panitia khusus yang

menyiapkan dari pihak sekolah. Kalau untuk anak-anak yang praktek mereka yang menyiapkan sendiri dari rumah. F seperti apa? P : baik,baik sekali. Saya tidak mewajibkan untuk ikut, hanya : kan, ada siswa yang non-Hindu. Hubungannya dengan Bapak

saja dia harus duduk dengan mendengarkan dan tidak mengganggu. Intinya untuk absen seperti itu. F P : Lalu hubungan bapak dengan guru-guru yang non-Hindu? : Oh, baik sekali. Kita ini berada dalam satu wadah yakni Tri

Murti yang intinya untuk memajukan sekolah. F P : Untuk materi pasraman, apakah setiap hari berbeda? : Ya, setiap hari ada jadwal yang berbeda. Ada kegiatan juga

terkait pasraman, biasanya ada materi pasraman biasanya setelah liburan sekolah. Waktunya biasanya satu minggu penuh, intinya kayak pondok ramadhan gitu lho, mbak.. isinya materi keagamaan saja. Tujuannya untuk mendalami agama Hindu seperti itu.. F P : Baik, saya rasa cukup informasinya. Terima kasih, pak.. : Ya, sama-sama mbak...

25

5. Wawancara dengan Kepala PHDI cabang dusung Karangpandan (Kepala Dusun Karangpandan). a. Identitas narasumber Nama lengkap Status : Tri Budi Wibowo : Kepala Dusun (kamituwo) Karangpandan dan Ketua PHDI

cabang dusun Karangpandan. b. Isi wawancara Fidda (peneliti) Pak Wibowo (W) F W : Selamat pagi, pak. : Ia selamat pagi, mbak. : Kalau boleh tahu ini dengan Bapak, siapa? : Pak Bowo, nama lengkapnya Tri Budi Wibowo selaku

kamituwo dusun Karangpandan dan ketua PHDI cabang desa Karangpandan. F : Baik, pak. Untuk perkembangan umat Hindu sendiri di desa

Karangpandan itu mulai tahun berapa, Pak? Kira-kira saja. W : Kalau dikira-kira ya....pasca G30S 1965 itulah, mbak. Umat

Hindu mulai banyak yang menetap di desa ini. F W : Mengapa pasca G30S 1965? Apa faktor penyebabnya, pak? : Jadi mbak, setelah runtuhnya Majapahit agama Hindu kan

sempat vakum dan karena situasi politik banyak orang yang beralih ke Islam. Tetapi ya sperti mbak tahu bahwa orang Islam sendiri itu juga banyak yang kehindu-hinduan sehingga muncul istilah Islam kejawen. Nah, pasca G30S 1965 tersebut, kan orangorang Soekarno atau Marhaen tersebut terkenal sebagai islam kejawen. Karena ada sentimen terhadap PKI yang dihubung-hubungkan dengan Soekarno, maka terjadi pembantaian orang-orang marhaen, terutama di desa Karangpandan ini, mbak. Nah, orang-orang yang membunuh tersebut adalah jamaah Anshor.Orang-orang Islam kejawen tersebut pertama karena takut dan yang kedua karena melihat orang Islam sendiri yang melakukan pembunuhan, akhirnya tidak mau mengikuti agam Islam lagi dan kembali menjadi Hindu. F W : Oh, seperti itu pak... : kalau menurut orang Hindu ya... ramalan Ronggowarsito itu

bahwasanya Hindu akan kembali bangkit setelah adanya peristiwa besar (ya G30s 1965) itu... F Bapak seperti apa?
26

: Nah, menyinggung Islam kejawen sendiri menurut pandangan

: Pasca runtuhnya Majapahit itu kan, orang-orang Hindu lari ke

tiga tempat yakni pegunungan (Arjuna dsb), wilayah Tengger dan Bali. Nah, mereka ini tetap mengamalkan ajaran agama Hindu namun status mereka adalah Islam. Menurut saya, aliran kejawen itu merupakan suatu bentuk kebingungan masyarakat Hindu dengan ajaran islam. Di satu sisi mereka tidak mau meninggalkan tradisi leluhur dan di sisi lain mereka memeluk agam baru yakni Islam. Sehingga akulturasi dari kedua hal tersebut melahirkan apa yang dinamakan kepercayaan atau Islam kejawen. Di desa Karangpandan ini juga ada, mbak. Contohnya Jowo Lugu, Budi Pekerti Luhur... F : Lalu, mengenai PHDI sendiri, selain kegiatan keagamaan atau

persembahyangan, adakah kegiatan lain yang bersifat ekstern? W : Yah, ada mbak.Contohnya kegiatan karawitan, ruwatan

massal, serta santunan di hari-hari raya besar. F ikut? W : Oh, umum mbak. Apalagi ruwatan massal dan karawitan. : Pesertanya dari umat Hindu sendiri atau ada umat lain yang

Untuk program santunan pun kita tidak memandang agama selama si orang dipandang kurang mampu kita akan memberikan santunan tanpa memandang ia dari umat mana. F orang, pak? W : Untuk pendataan secara resmi kami memang belum : Lalu mengenai jumlah pemeluk Hindu disini kira-kira berapa

melaksanakan. Tetapi saya bisa mengatakan antara 90-100 KK atau kalau diorangkan sekitar 400-450 orang. F : Saya mendengar bahwa pemeluk agama di desa

Karangpandan sangat beragam. Lalu, bagaimana hubungan antar pemeluk agama tersebut? Sehubungan Bapak juga sebagai perangkat desa setempat. W : Ya disini sangat beragam mbak, semua agama ada. Hindu,

Islam, Kristen, Katolik, kejawen atau kepercayaan. Hubungannya sangat bagus, toleransinya amat tinggi. Tidak ada sentimen-sentimen yang menimbulkan konflik. Yah, sangat harmonis begitu,lah.... F W : Bentuk toleransinya seperti apa, pak?? : kalau di islam silaturahim, kalau di agama Hindu namanya

anjangsana. Kita biasa mbak, setiap ada hari raya besar umat beragama kita selalu
27

gantian untuk saling mengunjungi. Pas Nyepi pun banyak orang islam datang berkunjung ke rumah, begitu pula saat Idul Fitri banyak orang Hindu yang juga berkunjung ke rumah orang Islam. Yah, saling menghormati, lah...Pokoknya setiap hari raya selalu rame, lah....hahaha... F :Yah, selalu banyak makanan berarti pak... lalu untuk

pembangunan Pura Kayangan Jagad kendalisodo, apakah pernah ada pertentangan atau kendala? W : Oh, tidak ada mbak...kan pembangunan pura tersebut ada

dibawah naungan PHDi dan pemerintah daerah. Lagipula alasannya juga kuat, kan banyak masyarakat Hindu di sekitar sini yang membutuhkan fasilitas peribadatan. F : Antara tahun 1965an sampai sekarang, kalau menurut bapak

jumlah umat Hindu berkurang atau bertambah? W : jelas berkurang mbak. Sebabnya kan pada masa pak Harto

dulu ada program transmigrasi besar-besaran dan kebetulan desa Karangpandan ini kena program tersebut. Akibatnya banyak warga yang pindah dan diantara yang pindah tersebut banyak yang Hindu. Kalau sebab lain seperti pindah agama karena pernikahan, ya ..ada. tetapi hanya satu-dua artinya tidak terlalu signifikan. F : Emmm, baik saya rasa sudah cukup informasinya. Terima

kasih atas waktunya, pak Bowo... W : Ya, sama-sama mbak...

28

6. Wawancara dengan salah satu anggota LDII a. Identitas narasumber Nama lengkap Status : Lilik : Anggota LDII cabang Pakisaji, kab. Malang sekaligus kerabat

dekat dari bapak Sugeng selaku ketua LDII cabang Pakisaji, kab. Malang. b. Isi wawancara Fidda (peneliti) Lilik F Karangpandan ini? L tahun 1972 mungkin. F L F : Oh..sudah cukup lama ya, bu!! : Iya... : Begini bu, penelitian saya ini kan menyangkut harmonisasi : Emmm..pokoknya sebelum saya lahir kok, mbak. Sekitar : Selamat siang, bu... ini dengan ibu siapa? : Ibu Lilik. : Sebenarnya LDII sendiri sudah ada sejak kapan bu di desa

Hindu-islam di Karangpandan, sebagai bahan perbandingan untuk pihak Islam saya mengambil dari tokoh LDII. Saya dengar disini pemeluk agamanya beragam, ya bu? L F L : Iya, mbak...Semua ada, Hindu, Islam, Kristen, Katolik. : Hubungannya gimana, bu?? Baik? : Alhamdulillah baik-baik saja, mbak... Tidak ada konflik-

konflik yang terjadi semuanya berjalan dengan baik. Tapi namanya orang juga pasti pemikirannya beda-beda. Ada sih yang ngomong nggak enak tentang LDII tapi ya satu dua-orang dan itupun di belakang. Kalau konflik yang terbuka belum pernah ada. F L : Oh, ya...memang setiap orang berbeda bu.. : Dulu, jamaahnya sedikit mbak karena semakin berkembang

akhirnya jamaah LDII memutuskan untuk membangun masjid, satu di Jatisari dan satu di dekat sini. Lalu juga ada masjid di dekat jembatan, hampir kepanjen sana itu,juga masjid LDII. Saat pembangunan sempat ada yang nggak setuju dulu, tapi secara personal nggak bawa-bawa agama. Tapi alhamdulillan bisa teratsi dan sudah satu tahun ini digunakan. F L : Yang menentang itu orang Islam atau non-Islam? : Non Islam mbak, yang non LDII. Justru umat agama lain

mendukung kani untuk melakukan pembangunan.


29

F L

: Wuah...sampai seperti itu ya, bu.. : Iya.. Karena memang kami ini terkenal kalau mau bangun

masjid tidak pernah minta sumbangan ke orang lain. Pasti dari jamaah sendiri, bahkan orang non-Muslim sampai memuji kinerja pembangunan masjid kami. F : Emmm...begitu..Baik bu, apakah sekarang sudah bisa ke

rumahnya bapak Sugeng? L sudah selesai. F : baik terima kasih, bu. : Oh, ya mari saya antarkan mbak. Sepertinya shalat jumatnya

30

7. Wawancara dengan ketua LDII cabang Pakisaji Malang a. Identitas narasumber Nama lengkap : Sugeng Mulyono Status b. Isi wawancara Fidda (peneliti) Sugeng (S) kabupaten Malang. F : Untuk LDII sendiri muncul dan berkembangnya di desa : Maaf, ini dengan bapak siapa? : Dengan bapak Sugeng selaku ketua LDII cabang Pakisaji, : Ketua LDII cabang Pakisaji, kabupaten Malang.

Karangpandan sendiri kira-kira mulai tahun berapa, pak? S : Waduh, berapa ya...mungkin sekitar tahun 1980an. Yah,

mungkin sekitar tahun itu. F : Ketika LDII sendiri masuk ke desa ini, bagaimana reaksi

masyarakat? Adakah yang menentang? S : Yah, memang awalnya ada pertentangan tapi hal itu saya rasa

karena pemahaman akan agama yang minim sehingga apa yang kami bawa untuk disampaikan tidak apa ya..istilahnya tidak sampai ke warga tersebut. Tapi lambat laun, ketika sudah mengkuti beberapa pengajian kami dan merasa cocok ya..akhirnya banyak yang akhirnya menjadi jamaah. F : Emm..begitu. Lalu begini, pak. Kemarin saya kan menemui

pak Bowo, ketua PHDI Karangpandan dan kamituwo-nya. Ada pertanyaan seperti ini bahwasanya orang-orang yang menganut kepercayaan, Islam kejawen dsb, itu merupakan ekspresi dari kebingungan antara memilih agama Hindu dan agama Islam. Di satu sisi mereka ingin tetap mempertahankan budaya leluhur dan di sisi lain mereka masuk ke dalam agama Islam. Apakah bapak setuju dengan pernyataan tersebut? S : Saya rasa saya kurang setuju, mbak. Karena dalam setiap diri

manusia itu kan pasti ada keyakinan untuk senantiasa mendekatkan diri dengan Tuhan. Menurut saya kepercayaan itu berkembang akibat minimnya pengetahuan agama dengan benar. Seiring dengan berkembangnnya agama yang ada, saya rasa apabila tetap pada kepercayaan saya kok kurang sreg.. kan sudah ada agama, mereka kurang mau mempelajari secara mendalam saja. Tapi memang saya tidak mengingkari masih banyak sekali masyarakat sini yang mengaku Islam tetapi juga masih menganut kepercayaan.
31

: Emmm....ya. lalu mengenai hubungan diantara umat beragama

sendiri disini seperti apa, pak? S : Alhamdulillah tidak ada kendala apapun. Semuanya berjalan

sesuai dengan jalannya masing-masing. F S : Bentuk toleransinya seperti apa, pak? : Saling bekerjasama mbak, seperti kerja bakti, begitu. Kadang

pas, hari raya agama kita saling mengunjungi satu sama lain sebagai bentuk silaturrahim dan penghormatan terhadap agama lain. F : Menurut bapak, batasan seorang Muslim melaksanakan

toleransi terhadap umat beragama lain seperti apa? Saya mendapatkan keterangan dari narasumber bahwa ada umat Muslim yang membantu umat Hindu menyiapkan bebanten untuk sembahyang, menurut bapak seperti apa? S : yah, saya rasa toleransi yang seperti itu juga tidak baik,

ya...Artinya kalau sudah seperti itu berarti kita kan setuju terhadap apa yang mereka lakukan. Sementara ini, apa yang mereka lakukan adalah menyekutukanAllah, kan. Jadi juga toleransi yang bisa ditolerir yah..seperti yang saya sebutkan tadi. F : Untuk kegiatan LDII yang sifatnya keluar itu seperti apa, Pak?

Kalau keterangan dari PHDI kemarin ada kegiatan ruwatan massal, karawitan, dan santunan di hari besar keagamaan. S : Banyak mbak, misalnya Persinas yakni persatuan pencak silat

nasional untuk bidang keolahragaan. Lalu untuk masyarakat itu contohnya sunatan massal dan korban hewan di hari raya Idul Adha. Biasanya kami akan membagikan daging korban ke masyarakat sekitar dan peserta sunatan massal pun ada yang dari pihak Hindu ataupun Kristen. F S : Baik, saya rasa sudah cukup, pak! Trima kasih atas waktunya. : Iya, sama-sama mbak.

32

Lampiran : Dokumentasi a. Keadaan Sekolah Tri Murti

Tampilan depan SMA Tri Murti Sumber : Koleksi pribadi

Bagian Dalam SMA Tri Murti Sumber : Dokumentasi pribadi

Patung Dewi Saraswati, tempat dimana murid-murid SMA Tri Murti melakukan sembahyang sebelum pelajaran dimulai. Sumber : koleksi pribadi
33

b. Keadaan Pura Kayangan Jagad Kendalisodo

Bagian dalam Pura Kayangan Jagad Kendalisodo Sumber : koleksi pribadi


34

c. Persembahyangan saat hari raya Saraswati

Bapak Paijan sedang memimpin upacara

Kegiatan saat upacara Saraswati tanggal 19 November 2011. Sumber : koleksi sekolah Tri Murti.

35

d. Foto peneliti bersama kepala sekolah SMA Tri Murti, Bapak Kusmono saat wawancara di sekolah.

e. Foto peneliti bersama siswa SMA Tri Murti saat wawancara di luar kelas.

Foto peneliti bersama Siska

Foto peneliti bersama Ririn

f. Foto peneliti bersama Bapak Paijan Santoso saat wawancara di sekolah.

36

g. Foto peneliti bersama Bapak Tri Budi Wibowo selaku ketua PHDI cabang desa Karangpandan saat wawancara di kantor desa Karangpandan.

h. Foto peneliti bersama keluarga besar LDII

Papan nama LDII di depan jalan

Peneliti bersama ibu Lilik (kerabat pak Sugeng, ketua LDII cabang pakisaji) di rumahnya

Peneliti bersama bapak Sugeng Mulyono Selaku ketua LDII cabang Pakisaji

Peneliti sedang memegang majalah Nuansa, terbitan LDII yang diberikan oleh Pak Sugeng.

37

i. Surat Keterangan Dari Kepala Sekolah dari SMA Tri Murti

38

j. Beberapa potongan akte pendirian yayasan Tri Murti dan sekolah Tri Murti.

39

40

41

42

43

You might also like