You are on page 1of 3

BELAJAR MENURUT PANDANGAN PIAGET

Piaget ( Muh. Joko S, 2005) berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Perkembangan intelak melalui tahap-tahap berikut: a. Sensori motor (0,0 2,0 tahun). b. Pra-operasional (2,0-7,0 tahun). c. Operasional konkrit (7,0-11,0 tahun), dan d. Operasi formal (11,0- ke atas). Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, peradabaan, dan penggerakan gerakannya. Pada tahap pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Disamping itu juga telah mampu mengunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis, walau kadang-kadang memecah masalah secara trial and error. Pada tahap operasi formal anak dapat berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari 3 bentuk, yaitu: pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Belaar pengetahuan meliputi 3 fase. Fese-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, siswa mampu mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.

Menurut Piaget ( Muh. Joko S, 2005), pembelajaran terdiri dari 4 langkah berikut: a. Langkah satu: menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri. Penentuan topik tersebut dibimbing dengan beberapa pertanyaan, seperti berikut: 1. pokok bahasan manakah yang cocok untuk eksperimentasi?;

2. Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi kelompok. 3. Topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi secara fisik sebelum secara verbal?. b. Langkah dua: memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut. Hal ini dibimbing dengan pertanyaan seperti: 1. Apakah aktifitas itu memeberi kesempatan untuk melaksanakan metode eksperiment?. 2. Dapatkah kegiatan ini menimbulkan pertanyaan siswa?. 3. Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan di kelas?. 4. Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang tidak dapat dipecah atas dasar pengisyaratan perceptual?. 5. Apakah aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognutuf?. 6. Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang sudah dipelari?. c. Langkah ketiga: mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah. Bimbingan pertanyaan berupa: 1. Pertanyaan lanjut yang memencing berfikir seperti bagaimana jika?. 2. Memperbandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan?.

d. Langakah empat: menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan kebersihan, dan melakukan revisi. Bimbingan pertanyaan seperti: 1. Segi kegiatan apakah yang menghasilkan minat dan keterlibatan siswa yang besar?. 2. Segi kegiatan yang tidak menarik, dan apakah alternatifnya?. 3. Apakah aktifitas itu memberikan peluang untuk mengembangkan siasat baru untuk penelitia atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari?. 4. Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk pembelajaran lebih lanjut?. Secara singkat, Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru memilih masalah yang berciri kegiatan prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi.

Sumber Referensi: Susilo, M. Joko. 2005. Bekal Bagi Calon Guru ~ Belajar Dan Mengajar~. Yogyakarta: LPI21 Press. Susilo, M. Joko. 2006. Sukses Dengan Gaya Belajar. Cetakan 2-. Yogyakarta: Pinus.

You might also like