You are on page 1of 49

2.

TEORI PENUNJANG

2.1. Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Gas Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) merupakan salah satu dari sekian jenis pembangkit listrik yang ada di Indonesia. Pada PLTG ini bahan bakar yang digunakan tidak selalu gas (gas alam) tetapi bisa menggunakan bahan bakar minyak seperti solar/HSD (High Speed Diesel Oil). Untuk PLTG yang ada di Unit Pembangkit Gresik ini menggunakan bahan bakar gas alam dan HSD. Berikut ini adalah flow chart dari proses kerja PLTG itu sendiri yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.1. Flow Chart Proses Kerja PLTG 5


Universitas Kristen Petra

Prinsip kerja dari PLTG yaitu berawal menjalankan poros kompresor dan turbin gas agar berputar, untuk itu maka diperlukan suatu daya mekanis untuk mengkopel agar poros tersebut berputar sehingga digunakan mesin diesel sebagai starter untuk menstart turbin dan kompresor. Pada mesin diesel ini menggunakan motor arus searah dengan menggunakan baterai sebagai media starternya. Setelah itu pengambilan udara sekeliling dengan menggunakan kompresor melalui air filter (penyaring udara) yang berguna agar partikel debu tidak ikut masuk ke dalam kompresor tersebut. Di dalam kompresor ini udara diolah sehingga tekanan udara menjadi naik menjadi bertekanan 13kg/cm2. Selanjutnya udara bertekanan tinggi tersebut dialirkan menuju ruang bakar (combustion chamber). Dalam ruang bakar ini, udara yang bertekanan dicampur dengan bahan bakar dan dibakar. Untuk bahan bakarnya apabila menggunakan gas (gas alam) yang berasal dari sumur gas dipasok melalui pipa bawah laut maka gas dapat langsung dicampur dengan udara untuk dibakar tetapi apabila menggunakan bahan bakar solar/HSD yang dipasok dari kapal tangker maka harus dijadikan kabut terlebih. Untuk itu bahan bakar solar/HSD tadi dilewatkan pada fuel nozzle (pengabut) yang berfungsi mengabutkan bahan bakar tersebut dan mengarahkannya ke ruang bakar. Setelah itu bahan bakar yg telah menjadi kabut, baru dicampur dengan udara yang selanjutnya dibakar. Apabila menggunakan bahan bakar gas alam untuk menghasilkan daya 1 kWh akan membutuhkan bahan bakar sebesar 0,011 MMBTU (Juta British Termal Unit) dan jika menggunakan solar/HSD akan membutuhkan bahan bakar sebesar 0,35 liter/kWh Dari pembakaran tersebut menghasilkan gas panas bertekanan ( 1000C, tekanan 13kg/cm2). Selanjutnya gas tersebut dialirkan dengan pipa pancar (transition piece) menuju turbin untuk disemprotkan kepada sudu-sudu turbin sehingga turbin bisa berputar. Apabila turbin gas berputar maka akan menggerakkan generator. Selanjutnya dari berputarnya generator menghasilkan beda potensial pada medan magnetnya antara rotor dan stator sehingga generator menghasilkan energi listrik. Gas hasil dari semua proses tadi berupa gas panas yang bersuhu 500C akan keluar ke udara luar melalui saluran gas buang (exhaust gas). Energi listrik yang dihasilkan oleh generator ini bertegangan 11 KV, selanjutnya tegangan 11 kV dinaikkan menjadi 150 kV melalui transformator

Universitas Kristen Petra

step up selanjutnya masuk ke switchyard untuk segera ditransmisikan dengan transmisi tegangan tinggi sistem interkoneksi Jawa-Bali.

Gambar 2.2. Proses Kerja PLTG Sumber: Marsudi, Djiteng: Pembangkit Energi Listrik. Jakarta: Penerbit Erlangga,2005, p.113. 2.2. Peralatan PLTG Peralatan PLTG terdiri dari peralatan yang ada di dalam seperti mesin diesel starter, kompresor, ruang bakar, turbin, saluran gas buang (exhaust gas), generator dan peralatan yang di luar seperti transformator step-up yang sebagai penaikan tegangan yang dihasilkan dari generator.

2.2.1. Mesin Diesel Starter Untuk menjalankan poros kompresor dan turbin gas agar berputar maka diperlukan suatu daya mekanis untuk mengkopel agar poros tersebut berputar sehingga digunakan mesin diesel sebagai starter untuk menstart turbin dan kompresor. Pada mesin diesel ini menggunakan motor arus searah dengan menggunakan baterai sebagai media starternya. Mesin diesel ini berhenti bekerja apabila turbin gas mulai bekerja yaitu pada saat gas panas bertekanan tinggi menggerakkan turbin dengan kecepatan tinggi dan mulai menggerakkan generator.

2.2.2. Kompresor Fungsi dari kompresor ini yaitu untuk menaikan tekanan udara yang ada di dalam kompresor. Pada PLTG ini ada 2 jenis komproser yang digunakan yaitu sentrifugal dan aksial. Kebanyakan yang digunakan pada PLTG ini memakai jenis
Universitas Kristen Petra

aksial karena mempunyai efisiensi yang lebih tinggi daripada setrifugal. Cara kerja dari kompresor ini yaitu udara yang mengalir secara aksial mulai inlet sampai outlet kompresor maka udara yang mengalir makin kedalam kompresor makin tinggi tekanannya. Arah aliran arus seperti pada gambar 2.3 yang dimana udara mengalir melalui kompresor aksial. Pada setiap turbin gas memiliki tingkatan aliran yang berbeda, hal tersebut tergantung dari jenis dan spesifikasi turbin.

Gambar 2.3. Arah Aliran Udara Pada Turbin Dengan Kompresor Aksial Sumber: Operation and Routine Maintenance. California: Solar Turbines International. Training and Technical Resources Development, 1981, p.2.0-13. Komponen utama pada bagian ini adalah aksial flow compressor, berfungsi untuk mengkompresikan udara yang masuk hingga bertekanan tinggi sehingga pada saat terjadi pembakaran dapat menghasilkan gas panas berkecepatan tinggi yang dapat menimbulkan daya output turbin yang besar. Aksial flow compressor terdiri dari dua bagian yaitu: 1. Compressor rotor assembly Pada bagian compressor rotor assembly ini berasal dari kompresor aksial yang berputar pada porosnya. Dimana rotor ini memiliki 17 tingkat sudu yang

mengompresikan aliran udara secara aksial dari 1 atmosfir (atm) menjadi 17 atmosfir (atm) sehingga diperoleh udara yang bertekanan tinggi. Bagian ini

Universitas Kristen Petra

tersusun dari wheels, stubshaft, tie bolt dan sudu-sudu yang disusun secara kosentris di sekeliling sumbu rotornya.

Gambar 2.4. Compressor Rotor Assembly Sumber : Inisiator Aceh Power Investment. Konferensi dan Seminar Aceh Power Investment: Habis Gelap, Terbitlah Terang, 2008. <http://www.tva-aceh.org/api/files/Turbine%20Gas.pdf> 2. Compressor stator Pada bagian compressor stator ini berasal dari casing gas turbin yang terdiri dari: a. Inlet casing, merupakan bagian dari casing yang mengarahkan udara masuk ke inlet bellmouth dan selanjutnya masuk ke inlet guide vane b. Forward compressor casing, bagian casing yang didalamnya terdapat empat stage compressor blade c. Aft casing, bagian casing yang didalamnya terdapat compressor blade tingkat 5 sampai tingkat 10 d. Discharge casing, merupakan bagian casing yang berfungsi sebagai tempat keluarnya udara yang telah dikompresi. Pada bagian ini terdapat compressor blade tingkat 11 sampai tingkat 17 Sebelum udara masuk ke dalam kompresor ini, maka udara harus melawati air filter (penyaring udara) yang berguna agar partikel debu tidak ikut masuk ke dalam kompresor sehingga udara yang masuk di dalam kompresor ini harus benar-benar bersih. Udara yang pada kondisi sebelum masuk kompresor bertekanan 1 atm (atmosfir) maka setelah masuk ke dalam kompresor maka udara tersebut dinaikkan tekanananya hingga menjadi 13 kg/cm2 dan selanjutnya udara

Universitas Kristen Petra

10

bertekanan tersebut masuk ke dalam ruang bakar untuk dicampur dengan bahan bakar.

Gambar 2.5. Compressor Stator Sumber: Inisiator Aceh Power Investment. Konferensi dan Seminar Aceh Power Investment: Habis Gelap, Terbitlah Terang, 2008. <http://www.tva-aceh.org/api/files/Turbine%20Gas.pdf> 2.2.3. Ruang Bakar Pada ruang bakar ini berbentuk ruangan untuk tempat pembakaran antara bahan bakar gas atau minyak dan udara sehingga menjadi gas panas yang bertekanan tinggi untuk menggerakkan turbin melalui pipa pancar (transition piece). Ruang bakar ini terdiri dari selubung luar dan suatu tabung silinder yang dibagian dalamnya dilengkapi dengan pembakar dan di kelilingi oleh beberapa penyemprot bahan bakar yang jumlahnya tergantung jenis turbinnya. Sistem pembakaran ini terdiri dari komponen-komponen berikut yang jumlahnya bervariasi tergantung besarnya turbin gas dan dari sisi penggunaan turbin gas tersebut. Komponen-komponen itu adalah : a. Combustion chamber, berfungsi sebagai tempat terjadinya pencampuran antara udara yang telah dikompresi dengan bahan bakar yang masuk. Combustion chamber yang ada disusun kosentris mengelilingi aksial flow compressor dan disambungkan dengan keluaran kompresor udara dari aksial

Universitas Kristen Petra

11

flow compressor yang dialirkan langsung ke masing-masing chambers. Zona pembakaran pada combustion chamber ada tiga yaitu: Primary zone, merupakan tempat dimana bahan bakar berdifusi dengan udara kompresor untuk membentuk campuran udara bahan bakar yang siap dibakar. Secondary zone, adalah zona penyempurnaan pembakaran sebagai kelanjutan pembakaran pada primary zone. Dilution zone, merupakan zona untuk mereduksi temperatur gas hasil pembakaran pada keadaan yang diinginkan pada saat masuk ke first stage nozzles. b. Combustion liners, terdapat didalam combustion chamber yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya pembakaran. Combustion liners didesain dengan satu seri lubang dan bilih jendela (louvers) yang ditempatkan didalam chambers. Digunakan untuk mencampurkan bahan udara dari kompresor dan bahan bakar dari nozzle yang membakar campuran ini. c. Fuel nozzle, berfungsi sebagai tempat masuknya bahan bakar ke dalam combustion liner. Fuel nozzle terdapat pada ujung combustion chamber dan masuk ke combustion liners. Fungsi dari fuel nozzle ini adalah untuk mengabutkan bahan bakar dan mengarahkannya ke reaction zone pada ruang bakar. d. Ignitors (spark plug), berfungsi untuk memercikkan bunga api ke dalam combustion chamber sehingga campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar. Spark plugs terdapat pada bagian samping combustion chamber dan masuk ke combustion liners. Spark plugs berfungsi untuk menyulut campuran bahan bakar dan udara pada saat turbin gas start up. Pembakaran akan terus terjadi selama suplai bahan bakar dan udara terus berlangsung. Spark plugs terpasang pada sebuah pegas setelah proses pembakaran terjadi, tekanan yang dihasilkan meningkat dan akan memaksa plugs naik menuju casing dan mengeluarkan gas panas. e. Transition pieces, berfungsi untuk mengarahkan dan membentuk aliran gas panas agar sesuai dengan ukuran nozzle dan sudu-sudu turbin gas. Transition piece terdapat antara combustion liners dan first stage nozzle. Alat ini

Universitas Kristen Petra

12

digunakan untuk mengarahkan udara panas yang dihasilkan pada combustion section ke first stage nozzle. f. Cross fire tubes, berfungsi untuk meratakan nyala api pada semua combustion chamber. Cross fire tube berfungsi untuk menghubungkan semua combustion chamber. Tabung ini digunakan untuk mengirimkan pengapian dari satu combustion liners ke yang berikutnya selama start up. g. Flame detector, merupakan alat yang dipasang untuk mendeteksi proses pembakaran terjadi.

Gambar 2.6. Sistem Pembakaran Sumber : Inisiator Aceh Power Investment. Konferensi dan Seminar Aceh Power Investment: Habis Gelap, Terbitlah Terang, 2008. <http://www.tva-aceh.org/api/files/Turbine%20Gas.pdf> Untuk bahan bakar yang masuk dalam ruang bakar ini ada 2 jenis bahan bakar yaitu bisa menggunakan gas alam atau menggunakan minyak solar/ HSD. Untuk pembakaran dengan menggunakan gas alam maka dalam menghasilkan daya sebesar 1 kWh akan menghabiskan gas alam sebesar 0,011 MMBTU (juta british termal unit) dan apabila menggunakan solar/HSD maka dalam menghasilkan daya 1 kWh akan menghabiskan sebesar 0,35 liter. Dalam perbandingan kedua jenis bahan bakar tersebut maka bila menggunakan solar/HSD akan lebih boros dalam segi biaya karena harga solar/HSD mahal dibandingkan dengan gas alam. Gas alam ini kapasitasnya terbatas sehingga tidak bisa menggunakan bahan bakar tersebut terus menerus sehingga digunakan
Universitas Kristen Petra

13

solar/HSD sebagai pengganti apabila kebutuhan bahan bakar gas alam yang ada di PLTG tidak mencukupi. Sebagai perbandingan apabila 1 MMBTU = 250.000 kkal dan 1 liter solar = 10.000 kkal berarti dalam 25 liter solar = 1 MMBTU. Dari pembakaran antara udara bertekanan dengan bahan bakar yang digunakan maka menghasilkan gas panas yang bertekanan tinggi dengan suhu sekitar 1000C dan bertekanan 13 kg/cm2, setelah itu gas panas bertekanan tinggi tersebut dialirkan dengan transition piece (pipa pancar) untuk salurkan menuju turbin.

2.2.4. Turbin Gas Turbin adalah suatu penggerak mula yang memanfaatkan gas sebagai fluida kerja. Di dalam turbin gas ini berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi mekanik (energi putar). Pada semulanya energi panas dalam bentuk gas diubah menjadi energi kinetik oleh beberapa komponen turbin seperti : a. First stage nozzle, yang berfungsi untuk mengarahkan gas panas ke first stage turbine wheel b. First stage turbine wheel, berfungsi untuk mengkonversikan energi kinetik dari aliran udara yang berkecepatan tinggi menjadi energi mekanik berupa putaran rotor c. Second stage nozzle dan diafragma, berfungsi untuk mengatur aliran gas panas ke second stage turbine wheel, sedangkan diafragma berfungsi untuk memisahkan kedua turbine wheel d. Second stage turbine, berfungsi untuk memanfaatkan energi kinetik yang masih cukup besar dari first stage turbine untuk menghasilkan kecepatan putar rotor yang lebih besar.

Universitas Kristen Petra

14

Gambar 2.7. Komponen di Dalam Turbin Sumber : Inisiator Aceh Power Investment. Konferensi dan Seminar Aceh Power Investment: Habis Gelap, Terbitlah Terang, 2008. <http://www.tva-aceh.org/api/files/Turbine%20Gas.pdf> Selanjutnya gas panas yang bertekanan dengan kecepatan tinggi tersebut masuk ke dalam turbin dengan cara membentur, mendorong dan memutar turbin gas selanjutnya gas panas yang bertekanan tinggi tersebut keluar dan membentur sudu-sudu maka menghasilkan tenaga putar pada turbin tersebut. Gas panas yang bertekanan tinggi tersebut keluar melalui saluran gas buang (exhaust gas). Sedangkan kontruksinya terdiri dari bagian turbin yang berputar disebut rotor atau roda turbin dan bagian turbin yang diam disebut stator atau rumah turbin. Rotor memutar poros daya yang menggerakkan beban. Pada kompresor dan turbin ini berada pada rotor yang sama (single shaft). Untuk sistem sudu-sudu turbin gas terdiri dari sudu pengarah yang ditempatkan di dalam rumah turbin atau sudu penyangga dan sudu jalan

Universitas Kristen Petra

15

Gambar 2.8. Turbin Gas Poros Tunggal (Single Shaft) Sumber: Dietzel, Fritz. Turbin Pompa Dan Kompressor. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1993, p.179. 2.2.5. Saluran Gas Buang (Exhaust Gas) Saluran gas buang adalah bagian akhir turbin gas yang berfungsi sebagai saluran pembuangan gas panas sisa yang keluar dari turbin gas. Pada saluran gas buang terdiri dari beberapa bagian yaitu : 1. Exhaust frame assembly 2. Exhaust diffuser assembly

Gambar 2.9. Exhaust Frame Sumber : Inisiator Aceh Power Investment. Konferensi dan Seminar Aceh Power Investment: Habis Gelap, Terbitlah Terang, 2008. <http://www.tva-aceh.org/api/files/Turbine%20Gas.pdf>
Universitas Kristen Petra

16

Cara kerja dari exhaust gas ini yaitu exhaust gas keluar dari turbin gas melalui exhaust diffuser terlebih dahulu pada sebuah exhaust frame assembly, lalu mengalir ke exhaust plenum dan kemudian didifusikan atau disebar dan dibuang ke atmosfir melalui exhaust stack. Suhu gas panas yang dibuang tersebut sebesar 500 C. Sebelum dibuang ke atmosfir, gas panas sisa tersebut diukur dengan exhaust thermocouple yang dimana hasil pengukuran ini digunakan juga untuk data pengontrolan temperatur dan proteksi temperatur trip.

Gambar 2.10. Exhaust Diffuser Sumber : Inisiator Aceh Power Investment. Konferensi dan Seminar Aceh Power Investment: Habis Gelap, Terbitlah Terang, 2008. <http://www.tva-aceh.org/api/files/Turbine%20Gas.pdf> 2.2.6. Generator Generator adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Energi mekanik ini diperoleh dari proses yang ada di turbin gas, selanjutnya energi mekanik ini diteruskan ke poros generator

Universitas Kristen Petra

17

sehingga memutar rotor generator dan menghasilkan daya listrik. Energi listrik yang dihasilkan oleh generator ini sebesar 11 kV khususnya di PLTG Gresik. Prinsip generator serempak (alternator) dalam suatu pembangkit listrik dinyatakan dalam hukum Faraday, yang menyatakan jika sebatang penghantar berada pada medan magnet yang berubah-ubah, maka pada penghantar tersebut akan terbentuk gaya gerak listrik. Rotor yang dicatu oleh sumber arus searah akan menghasilkan medan magnet yang berasal dari arus yang mengalir pada belitan rotor. Rotor tersebut diputar oleh prime mover (turbin gas) dengan kecepatan tertentu sehingga medan magnet yang dihasilkan rotor tersebut akan memotong kumparan-kumparan pada stator. Hal ini menyebabkan tegangan terinduksi pada kumparan stator tersebut sesuai dengan rumus berikut ini (Charles I Hubert. p.140.):
E = c .n Dimana : E = tegangan terinduksi (Volts) c = konstanta n = kecepatan (Rpm) = fluks medan magnet (Webers) Frekuensi dari tegangan yang dibangkitkan oleh stator dengan menggunakan rumus (Charles I Hubert. p.105.):
f = p .n 120 (2.2)

(2.1)

Dimana: f = frekuensi p = jumlah dari kutub-kutub magnet n = kecepatan motor (rpm) Sedangkan daya generator dinyatakan dalam rumus berikut ( Kadir, Abdul. p.71): P = V . I .Cos Dimana : P V = daya ( Watt) = tegangan (Volt) 3 (2.3)

Universitas Kristen Petra

18

= arus (A)

Cos = faktor daya

2.2.6.1. Konstruksi Generator Pada konstruksi generator ini terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari rangka mesin, inti stator, rotor dan kumparan peredam. a. Rangka mesin Pada rangka mesin ini berfungsi sebagai pemegang inti jangkar atau biasa disebut stator. Rangka stator dibuat menyerupai tabung silinder yang bagian dalamnya diperkuat dengan rusuk-rusuk berupa rangkaian lempenganlempengan cincin baja yang dilas. Disekeliling rangka silinder ini kemudian dipasang batang-batang baja bulat yang juga dilas sehingga menyerupai bentuk sangkar

Gambar 2.11. Stator Pada Generator Sumber : Kasbiantoro & Lentera Semesta. Sukses Memelihara Generator Dengan Pendingin Hidrogen. Jakarta: Lintang Pancar Semesta, 2007.

Universitas Kristen Petra

19

b. Inti stator Inti stator terbuat dari segmen-segmen dimana setiap segmen terdiri dari laminasi lembaran plat baja silikon yang memiliki sifat kemagnetan sangat baik. Mula-mula lembaran plat baja yang permukaannya dilapisi dengan permis (varnish) dipotong sesuai pola segmen. Potongan lembaran plat tersebut selanjutnya disusun dan pada jumlah susunan tertentu dipasang sebuah pemisah (spacer) guna membentuk celah atau rongga untuk ventilasi. Susunan plat ini kemudian dipres menjadi satu dan setelah seluruh segmen dipasang, maka terciptalah satu laminasi inti stator yang berbentuk melingkar lengkap dengan alur memanjang untuk menempatkan kumparan serta ronggarongga ventilasi. Inti stator dibuat berlaminasi dengan tujuan untuk mengurangi aliran arus pusar (Eddy Current) didalam inti. c. Rotor Pada rotor ini ada 2 jenis yaitu rotor dengan kutub yang menonjol (salient pole) dan rotor kutub silinder. Rotor kutub menonjol ini kebanyakan digunakan untuk mesin dengan putaran yang rendah atau menengah sedangkan untuk mesin besar menggunakan rotor kutub silinder yang ada pada generator yang digerakkan oleh turbin uap. Rotor pada putaran rendah atau menengah biasanya berdiameter kecil dan panjang. Pada kumparan rotor ini diatur sedemikian rupa agar terdapat fluks maksimum pada suatu posisi tertentu.

Gambar 2.12. Rotor Pada Generator Sumber : Kasbiantoro & Lentera Semesta. Sukses Memelihara Generator Dengan Pendingin Hidrogen. Jakarta: Lintang Pancar Semesta, 2007.
Universitas Kristen Petra

20

d. Kumparan peredam Pada kumparan peredam ini biasa disebut kumparan sangkar yang terdiri dari batang-batang alumunium atau tembaga yang ujung-ujungnya dihubung singkat. Kumparan ini berguna untuk meredam osilasi sehingga tidak terjadi perubahan kecepatan sesaat (hunting)

2.2.6.2. Sistem Eksitasi Semua generator pusat pembangkit pasti dilengkapi dengan sistem eksitasi untuk mensuplai arus listrik ke kumparan medan. Ada beberapa macam cara penyediaan arus listrik ke kumparan medan generator sinkron ini antara lain : 1. Dengan generator arus searah ( shunt) tunggal atau kombinasi antara penguat utama (main exiter) dengan penguat pembantu (pilot exiter) yang dihubungkan langsung dengan poros generator sinkrun 2. Dengan eksitasi sendiri (statis), dimana arus bolak balik yang dihasilkan generator sinkron kemudian disearahkan oleh penyearah semikonduktor 3. Dengan penguat tanpa sikat (brushless), dimana arus bolak balik dari generator yang dipergunakan sehingga eksitasi disearahkan dengan penyearah yang terletak pada rotor generator sinkron langsung dialirkan pada kumparan medan trafo slip ring.

2.2.6.3. Pengaturan Tegangan Pengaturan tegangan atau voltage regulation dari suatu generator sinkron didefinisikan sebagai perubahan tegangan dari beban nol ke beban penuh dengan menjaga eksitasinya tetap dan putaran tetap. Untuk memperoleh harga tegangan pada beban nol, generator sinkron diputar pada kecepatan normal. Eksitasinya diatur agar menghasilkan tegangan nominal (V) pada beban penuh dan kemudian beban dilepas dengan agar putaran serta arus eksitasinya tetap konstan.

Universitas Kristen Petra

21

Gambar 2.13. Rangkain Voltage Regulation Sumber: Operation and Routine Maintenance. California: Solar Turbines International. Training and Technical Resources Development, 1981, p.3.0-8. 2.2.6.4. Sistem Pendinginan Generator. Selama beroperasinya generator pasti ada timbul rugi-rugi, diantaranya rugi arus pusar, rugi histeris dan rugi tembaga. Akibat dari rugi-rugi tersebut timbul panas yang dapat mengganggu kelangsungan operasi maka diperlukan sistem pendingin untuk meredam panas tersebut. Medium yang digunakan pada generator turbin gas adalah udara sedangkan untuk generator turbin uap adalah gas hidrogen.

2.2.7. Transformator Step Up Transformator step up adalah transformator yang mengubah tegangan bolak balik (AC) rendah menjadi tegangan tinggi. Transformator ini hanya terdapat di pusat pembangkit listrik yang berguna menaikan tegangan yang dihasilkan oleh generator sebesar 11 KV menjadi tegangan 150 KV setelah dinaikkan dengan transformator step up ini, setelah itu tegangan 150 KV dialirkan menuju switchyard untuk masuk jaringan interkoneksi Jawa-Bali setelah itu baru ditransmisikan melalui saluran transmisi maka sampailah ke Gardu Induk (GI) untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun tegangan (step down transformer).

Universitas Kristen Petra

22

Gambar 2.14. Transformator Step Up di PLTG Unit 1 Gresik

2.2.7.1. Konstruksi Transformator Step Up Pada konstruksi transformator ini terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian utama, peralatan bantu dan peralatan pengaman. 1. Bagian utama Pada bagian utama dari transformator meliputi: a. Inti besi Inti besi berfungsi untuk mempermudah jalan fluksi yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melalui kumparan. Dibuat dari lempengan-lempengan besi tipis yang berisolasi, untuk mengurangi panas (sebagai rugi-rugi besi) yang ditimbulkan oleh eddy current b. Kumparan trafo Beberapa lilitan kawat berisolasi akan membentuk suatu

kumparan. Kumparan tersebut diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap kumparan lain dengan isolasi padat seperti karton, pertinax dan lain-lain. Umumnya pada trafo terdapat kumparan primer dan sekunder. Bila Kumparan maka primer pada

dihubungkan

dengan

tegangan/arus

bolak-balik

kumparan tersebut timbul fluksi. Fluksi ini akan menginduksikan tegangan, dan bila pada rangkaian sekunder ditutup (bila ada rangkaian beban) maka akan menghasilkan arus pada kumparan ini. Jadi kumparan sebagai alat transformasi tegangan dan arus.
Universitas Kristen Petra

23

c. Minyak trafo Sebagian besar trafo tenaga kumparan-kumparan dan intinya direndam dalam minyak-trafo, terutama trafo-trafo tenaga yang berkapasitas besar, karena minyak-trafo mempunyai sifat sebagai media pemindah panas (disirkulasi) dan bersifat pula sebagai isolasi (daya tegangan tembus tinggi) sehingga minyak-trafo tersebut berfungsi sebagai media pendingin dan isolasi. d. Bushing Hubungan antara kumparan trafo ke jaringan luar melalui sebuah bushing yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator, yang sekaligus berfungsi sebagai penyekat antara konduktur tersebut dengan tangki trafo e. Tangki utama (main tank) dan konservator Pada umumnya bagian-bagian dari trafo yang terendam minyak trafo ditempatkan dalam tangki. Untuk menampung pemuaian minyak trafo, tangki dilengkapi dengan konservator 2. Peralatan bantu Untuk peralatan bantu dari transfomator meliputi: a. Pendingin Pada inti besi dan kumparan-kumparan akan timbul panas akibat rugi-rugi besi dan rugi-rugi tembaga. Bila panas tersebut mengakibatkan kenaikan suhu yang berlebihan, akan merusak isolasi (didalam transformator), maka untuk mengurai kenaikan suhu yang berlebihan tersebut trafo perlu dilengkapi dengan alat/system pendingin untuk menyalurkan panas keluar trafo. Media yang dipakai pada sistem pendingin dapat berupa udara/gas, minyak, air, dan sebagainya. Sedangkan pengalirannya (sirkulasi) dapat dengan cara: Alamiah (natural) Pada cara alamiah (natural), pengaliran media sebagai akibat adanya perbedaan suhu media dan untuk mempercepat perpindahan panas dari media tersebut ke udara diperlukan bidang perpindahan panas yang

Universitas Kristen Petra

24

lebih luas antara media (minyak-udara/gas), dengan cara melengkapi transformator dengan sirip-sirip (radiator). Tekanan/paksaan (forced). Bila diinginkan penyaluran panas yang lebih cepat lagi, cara

natural/alamiah tersebut dapat dilengkapi dengan peralatan untuk mempercepat sirkulasi media pendingin dengan pompa-pompa sirkulasi minyak, udara dan air. Cara ini disebut pendingin paksa (forced). Pada Transformator step up memiliki 3 macam metode pendinginan yang dimana penggunaan masing-masing metode tersebut tergantung pada daya yang dibebankan pada sisi tegangan tinggi dan sisi tegangan rendah transfomator. Ketiga macam metode pendinginan tersebut adalah: ONAN (Oil Natural Air Natural) Dalam metode ini, minyak dan udara pendingin dalam kondisi alami atau diam. Cara ini digunakan saat beban tidak terlalu besar sehingga panas yang ditimbulkan rendah ONAF (Oil Natural Air Force) Dalam metode ini, minyak pendingin dalam kondisi alami atau diam sedangkan udara pendingin dihembus oleh putaran kipas agar mendinginkan minyak pendingin dan bagian-bagian transfomator. Cara ini digunakan saat beban mulai meningkat sehingga panas yang ditimbulkan cukup tinggi. ODAF (Oil Draft Air Force) Dalam metode ini, minyak pendingin disirkulasi oleh motor pompa dan udara pendingin yang dihembus oleh putaran kipas agar mendinginkan minyak pendingin dan bagian-bagian transfomator. Cara ini digunakan saat beban mulai meningkat sehingga panas yang ditimbulkan sangat tinggi b. Tap changer Tap changer adalah alat perubah perbandingan transformasi untuk mendapatkan tegangan operasi sekunder yang lebih baik dari tegangan

Universitas Kristen Petra

25

jaringan/primer yang berubah-ubah. Tap changer yang hanya dapat beroperasi untuk memindahkan tap trafo dalam keadaan trafo tidak berbeban disebut off load tap changer, dan hanya dapat dioperasikan secara manual. Tap changer yang dapat beroperasi untuk memindahkan tap trafo, dalam keadaan trafo berbeban disebut on load tap changer dan dapat dioperasikan secara manual dan otomatis. c. Alat pernafasan (dehydrating breather) Karana pengaruh naik turunnya beban trafo maupun suhu udara luar, maka suhu minyak pun akan berubah-ubah mengikuti keadaan tersebut. Bila suhu minyak tinggi, minyak akan memuai dan mendesak udara diatas permukaan minyak keluar dari dalam tangki, sebaliknya apabila suhu minyak turun, minyak menyusut maka udara luar akan masuk kedalam tangki. Kedua proses diatas disebut pernafasan trafo. Akibat pernafasan trafo tersebut maka permukaan minyak akan selalu bersinggungan dengan udara luar. Udara luar yang lembab akan menurunkan nilai tegangan tembus minyak-trafo, maka untuk mencegah hal tersebut, pada ujung pipa penghubung udara luar dilengkapi dengan alat pernafasan, berupa tabung berisi kristal zat hygroskopis. Untuk mengawasi selama trafo beroperasi, maka perlu adanya indikator pada trafo. Indikatornya berupa indikator suhu minyak, indikator permukaan minyak, indikator sistem pendingin, indikator kedudukan tap, dan sebagainya. 3. Peralatan pengaman Pada peralatan pengaman meliputi: pengaman utama (main protection) dan pengaman cadangan (back up protection) yang terdiri dari berbagai jenis relay proteksi seperti differential relay, bucholz relay, over current relay dan lain sebagainya.

2.3. Pengertian Sistem Proteksi


Sistem proteksi adalah suatu sistem pengaman yang dilakukan terhadap peralatan-peralatan listrik yang terpasang pada sistem tenaga listrik untuk mengamankan dari berbagai gangguan yang ada.

Universitas Kristen Petra

26

Tujuan dipasangnya sistem proteksi pada suatu sistem tenaga listrik adalah sebagai berikut : Menghindari atau mengurangi kerusakan peralatan listrik akibat adanya gangguan (kondisi abnormal). Contoh dari kondisi abnormal adalah terjadi hubung singkat pada sistem listrik, tegangan lebih atau tegangan kurang, beban lebih, frekuensi naik turun, dan sebagainya. Mencegah meluasnya daerah gangguan, sehingga daerah yang terganggu menjadi sekecil mungkin. Dalam arti apabila terjadi gangguan di suatu instalasi maka sistem proteksi akan men-trip PMT (pemutus tenaga) yang berdekatan dengan gangguan itu saja. Meningkatkan keandalan dan mutu pelayanan listrik terhadap konsumen. Menyelamatkan manusia terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh listrik

2.3.1. Sistem Relay Proteksi Relay proteksi adalah susunan peralatan yang direncanakan untuk dapat mendeteksi adanya kondisi abnormal pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik dan segera secara otomatis membuka pemutus tenaga (PMT) untuk memisahkan peralatan atau bagian dari sistem tenaga listrik yang terganggu dan memberi isyarat berupa lampu dan bel (alarm). Relay proteksi dapat merasakan adanya gangguan pada peralatan yang diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaran-besaran yang diterimanya, misalnya arus, tegangan, daya, sudut fasa, frekuensi, impedansi dan sebagainya, dengan besaran yang telah ditentukan, kemudian mengambil keputusan untuk seketika ataupun dengan perlambatan waktu mengirimkan tanda kepada pemutus tenaga (PMT). Berdasarkan uraian di atas, relay proteksi dapat dibagi menjadi 3 elemen dasar antara lain adalah: 1. Elemen sensor (sensing element), merupakan elemen yang berfungsi untuk memberi tanggapan/ reaksi terhadap adanya perubahan-perubahan besaran yang menandakan adanya gangguan.

Universitas Kristen Petra

27

2. Elemen pembanding (comparison element), merupakan suatu elemen yang berfungsi untuk membandingkan besaran listrik yang diukur atau dideteksi terhadap suatu besaran yang telah ditentukan. 3. Elemen pemutus (control element), merupakan suatu elemen yang berfungsi untuk mengambil keputusan dalam mengirimkan sinyal kepada pemutus tenaga (PMT) baik secara seketika ataupun dengan perlambatan waktu.

To trip or signal circuit Sensing element Comparison element Control element

Relay

Gambar 2.15. Elemen Dasar Relay Proteksi. Sumber: M. Titarenko and I. Noskov-Dukelsky. Protective Relaying in Electric Power Systems. Moscow: Peace Publishers, p. 16 Sistem relay proteksi adalah susunan peralatan-peralatan (relay-relay proteksi, trafo arus, dll) dalam suatu bentuk rangkaian tertentu yang mampu memberikan respon terhadap suatu gangguan yang terjadi pada bagian sistem tenaga listrik. Sistem relay proteksi secara otomatis akan mengerjakan peralatan pemutus daya atau peralatan pemberi tanda berupa lampu dan bel (alarm) untuk membebaskan bagian yang mengalami gangguan itu dari sistem tenaga listrik lainnya.

2.3.2. Syarat - Syarat Sistem Relay Proteksi Pada sistem tenaga listrik, relay proteksi dapat berfungsi untuk: Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta memisahkan secepatnya sehingga sistem lainnya yang tidak terganggu dapat beroperasi secara normal. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem yang lain yang tidak terganggu di dalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya gangguan.

Universitas Kristen Petra

28

Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang terganggu. Memperkecil bahaya bagi manusia.

Untuk dapat melaksanakan fungsi tersebut, maka relay proteksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

2.3.2.1. Cepat Bereaksi Relay harus cepat beraksi atau bekerja bila suatu sistem mengalami gangguan atau bekerja secara abnormal. Kecepatan beraksinya dari relay yaitu pada saat relay mulai merasakan adanya gangguan sampai dengan pelepasan circuit breaker (trip) oleh perintah relay tersebut. Pada waktu beraksinya harus diusahakan agar secepat mungkin untuk menghindarkan peralatan listrik dari kerusakan serta membatasi daerah gangguan yang ada. Mengingat suatu sistem tenaga mempunyai batas-batas stabilitas dan tidak jarang gangguan sistem bersifat sementara maka relay diberi time delay untuk memperlambat kerjanya. Untuk memperkecil waktu yang diperlukan dalam memutuskan bagian yang terganggu dari sistem, maka relay proteksi kecepatan tinggi harus dioperasikan bersama dengan pemutus tenaga (PMT) kecepatan tinggi. Selang waktu yang diperlukan dimana suatu bagian sistem yang terganggu dapat dipisahkan dari sistem atau waktu bebas (clearing time) adalah jumlah dari waktu operasi relay proteksi ditambah waktu operasi pemutus tenaga (PMT). Waktu operasi dari relay proteksi adalah waktu mulai dari saat terjadinya gangguan sampai dengan bekerjanya kontak pada rangkaian penggerak di PMT. Waktu pemutusan dari PMT adalah waktu mulai dari menutupnya kontak pada rangkaian penggerak sampai dengan terputusnya arus gangguan (akibat membukanya PMT). Hubungan antara waktu bebas (clearing time) dan pembebanan (load power) sistem, untuk berbagai jenis gangguan dapat dilihat pada kurva di bawah ini.

Universitas Kristen Petra

29

PHASE-EARTH LOAD POWER PHASE-PHASE TWO PHASE-EARTH

THREE PHASE TIME

Gambar 2.16. Kurva Waktu Bebas dan Pembebanan. Sumber: GEC ALSTHOM. Protective Relays Apllication Guide, p. 4.

2.3.2.2. Sensitifitas / Kepekaan Relay proteksi diharapkan sudah mulai bekerja walaupun gangguan yang terjadi masih dalam tingkat yang ringan. Demikian diharapkan sistem relay proteksi peka terhadap semua tingkat gangguan, baik gangguan yang berat maupun gangguan yang ringan. Sensitifitas suatu sistem relay proteksi arus dapat dinyatakan dengan rumus berikut (M.Titarenko and I.Noskov-Dukelsky. p.29.):

Ks =

Ihs min I op

(2.4)

Dimana: Ks Ihsmin = faktor sensitifitas relay = arus hubung singkat minimum yang terjadi pada peralatan yang diproteksi Iop = arus minimum yang dibutuhkan agar relay mulai bekerja

Semakin tinggi tingkat kepekaan sustu sistem relay proteksi, maka rangkaian akan semakin kompleks dan memerlukan semakin banyak peralatan, sehingga harganya akan semakin mahal.

2.3.2.3. Selektifitas Merupakan kemampuan untuk menentukan pada titik mana terjadinya gangguan, sehingga dapat ditentukan dengan tepat pemutus daya yang harus

Universitas Kristen Petra

30

dibuka. Dengan demikian maka hanya bagian yang mengalami gangguan saja yang dipisahkan atau diisolir dari sistem tersebut. Relay pengaman dengan kemampuan selektif yang baik dibutuhkan untuk mencapai keandalan sistem yang tinggi karena tindakan pengaman yang cepat dan tepat akan dapat memperkecil gangguan menjadi sekecil mungkin.

2.3.2.4. Reliabilitas / Keandalan Reliabilitas memiliki dua aspek yaitu dependability (dapat diandalkan) dan

security (keamanan). Dependability didefinisikan sebagai derajat kepastian bahwa


sistem relay proteksi akan bekerja secara tepat. Security berhubungan dengan derajat kepastian, bahwa sebuah relay tidak akan beroperasi secara tidak tepat atau relay tidak boleh salah bekerja.

2.3.2.5. Simplicity / Sederhana

Relay proteksi sederhana dalam kondisi, kualitas bahan yang baik,


ketelitian perencanaan, kemudahan pemasangan dan pemeliharaan, merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh kepada keandalan relay proteksi. Semakin sederhana proteksi, semakin sedikit jumlah relay proteksi beserta kontak dan rangkaiannya, maka akan semakin tinggi keandalannya. Keandalan berhubungan erat dengan kesederhanaan, oleh karena itu kebutuhan paling utama dari suatu teknik proteksi adalah kesederhanaan.

2.3.2.6. Faktor Biaya Dalam perencanaan suatu sistem proteksi, tingkat biaya memegang peranan yang cukup penting. Semakin banyak proteksi yang digunakan pada sistem tenaga akan menyebabkan semakin besarnya biaya yang dibutuhkan, sehingga diperlukan optimasi yang tepat, untuk memberikan proteksi yang secukupnya agar ekonomis tetapi tidak mengabaikan faktor-faktor keandalan, selektifitas, dan sensitifitasnya.

2.3.3. Pola Sistem Relay Proteksi Pada dasarnya ada dua jenis pola sistem relay proteksi, yaitu:

Universitas Kristen Petra

31

1. Pola sistem relay proteksi utama / primer (main protection) Pada pola sistem relay proteksi utama akan bekerja membatasi gangguan yang terjadi dalam daerah proteksinya secepat mungkin dengan memberi perintah ke PMT untuk membuka dan memisahkan bagian sistem yang terganggu dan ini merupakan pengaman utama (main protection). Elemen-elemen pengaman utama yang terdiri dari relay proteksi, Current Transformer (CT), Potential Transformer (PT) serta rangkaiannya, battery serta pemutus tenaga (PMT) dapat juga mengalami gagal bekerja. Karena itu beberapa proteksi cadangan sangat diperlukan 2. Pola sistem relay proteksi cadangan (back-up protection) Kegagalan pada proteksi utama harus dapat diatasi, yaitu dengan proteksi cadangan (back-up protection). Proteksi cadangan ini umumnya mempunyai perlambatan waktu (time delay), hal ini untuk memberikan kesempatan kepada proteksi utama beroperasi terlebih dahulu, dan jika proteksi utama gagal baru proteksi cadangan yang akan beroperasi

2.3.4. Karakteristik Waktu Kerja Relay Waktu kerja relay proteksi umumnya diatur dengan memilih skala-skala pada relay tersebut yang biasanya disebut dengan time dial atau time lever. Karakteristik waktu kerja relay proteksi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Sesaat (instantaneous) Karakteristik waktu kerja sesaat, yaitu bila relay bekerja sangat cepat, sehingga hampir tidak terdapat beda waktu saat terjadinya gangguan dengan saat bekerjanya kontak-kontak pada rangkaian pemutus (tripping circuit). 2. Difinite time lag Karakteristik waktu kerja difinite time lag ini, yaitu bila terdapat beda waktu tertentu antara saat terjadinya gangguan dengan saat bekerjanya kontak-kontak pada rangkaian pemutus. Beda waktu tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya arus gangguan ataupun besaran lain yang mengerjakan relay tersebut. Jadi beda waktu tersebut telah ditetapkan pada suatu harga tertentu dalam perencanaannya.

Universitas Kristen Petra

32

3. Inverse time lag Karakteristik waktu kerja inverse time lag, yaitu bila panjang waktu antara saat terjadinya gangguan dengan saat bekerjanya kontak-kontak pada rangkaian pemutus, berbanding terbalik dengan besar arus gangguan atau besaran lainnya yang mengerjakan relay tersebut.

2.3.5. Klasifikasi Relay Proteksi 2.3.5.1. Klasifikasi Berdasar Prinsip Kerja Berdasarkan pada prinsip kerjanya, relay proteksi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu jenis elektromagnetik, thermis, dan statis. 1. Jenis elektromagnetik

Relay proteksi jenis elektromagnetik ini merupakan relay yang bekerja


berdasarkan hukum elektromagnet. Relay jenis ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Jenis jangkar bergerak Pada jenis jangkar bergerak ini, gaya elektromagnet dibangkitkan oleh fluksi magnet yang timbul sebagai akibat dari kumparan relay berinti besi dialiri arus. Gaya elektromagnet yang besarnya sebanding dengan besar fluksi dalam celah udara kuadrat atau arus udara kuadrat, digunakan untuk menggerakkan jangkar sehingga relay menutup kontaknya. Relay ini dapat bekerja dengan gambar arus bolak-balik maupun dengan sumber arus searah.

Jenis induksi Pada jenis induksi ini, prinsip kerjanya sama dengan prinsip kerja motor induksi, dimana momen yang ditimbulkan dibagian rotor secara induksi.

Relay ini mempunyai lempengan metal yang diletakkan pada medan


magnet yang berubah-ubah. Momen putar akan timbul pada lempengan tersebut yang disebabkan oleh interaksi arus eddy pada lempengan metal tersebut dengan medan yang berubah-ubah. Besaran penggerak untuk relay ini dapat berupa sebuah besaran saja (arus atau tegangan), dan dapat pula berupa interaksi dari dua belitan, yaitu arus dan arus, tegangan dan tegangan, atau arus dan tegangan. Relay elektromagnetik

Universitas Kristen Petra

33

jenis induksi dengan sebuah besaran ukur biasa disebut dengan relay induksi tak berarah (non directional induction relay). Oleh karena itu relay ini dapat bekerja untuk besaran ukur yang datang dari segala arah. Sebaliknya relay induksi dengan dua besaran ukur biasa disebut dengan relay induksi berarah (directional induction relay), dimana hanya besaran ukur dari suatu arah tertentu saja yang dapat mengerjakan relay tersebut. Oleh karena itu relay jenis ini sering dipakai untuk mendeteksi perubahan arah arus atau daya dari suatu sistem tenaga. 2. Jenis thermis

Relay jenis ini bekerja karena panas yang ditimbulkan oleh arus yang
melewatinya dan dapat beroperasi dengan sumber arus searah maupun sumber arus bolak-balik. Relay jenis ini sering dipakai untuk proteksi terhadap arus lebih, dengan mendeteksi panas yang terjadi akibat arus lebih tersebut. 3. Jenis statis

Relay ini bekerja dengan menggunakan komponen-komponen statis seperti


transistor, dioda, dll untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan.

2.3.5.2. Klasifikasi Berdasar Kegunaan Berdasarkan penggunaannya, relay proteksi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain: 1. Relay yang akan bekerja bila besarnya ukuran turun sampai dibawah harga tertentu. Contoh relay ini adalah:

Relay tegangan kurang (under voltage relay) Relay arus kurang (under current relay)

2. Relay yang akan bekerja jika besaran ukurannya melebihi suatu harga tertentu. Contoh relay ini adalah:

Relay tegangan lebih (over voltage relay) Relay arus lebih (over current relay)

3. Relay daya Jenis relay berarah (directional relay) yang akan bekerja jika arah daya mengalir ke suatu arah tertentu dan akan reset untuk arah yang berlawan.

Universitas Kristen Petra

34

4. Relay diferensial

Relay diferensial adalah relay yang bekerja berdasarkan pada perbedaan arus
atau fasa antara dua buah tempat atau lebih. 5. Relay jarak Dimana operasi relay tergantung pada perbandingan tegangan dan arus. Pada

relay jarak perbandingan antara tegangan (V) dan arus (I) ini dinyatakan oleh
impedansi. Jadi dapat dikatakan bahwa besaran yang dideteksi adalah impedansi.

2.4. Proteksi Generator


Generator sebagai sumber energi listrik perlu untuk diamankan apabila terjadi gangguan-gangguan yang membuat generator tidak bisa bekerja secara optimal karena apabila generator sampai mengalami kerusakaan akan sangat mengganggu jalannya operasi sistem tenaga listrik. Maka dari itu diperlukan suatu sistem proteksi yang bekerja untuk mengamankan generator secara penuh dari adanya gangguan tersebut.

2.4.1. Jenis Gangguan Generator Pada generator sinkrun 3 fasa ini pada saat bekerja atau beroperasi pasti tidak bisa lepas dari gangguan-gangguan yang ada. Gangguan-gangguan tersebut membuat PLTG tidak bisa bekerja secara optimal dalam memproduksi listrik. Berikut ini jenis gangguan yang ada yaitu : 1. Kegagalan diesel starter Gangguan ini merupakan gangguan nyata yang pernah terjadi di PLTG Gresik yang dimana pada saat start, diesel bekerja hingga sampai putaran 1900 Rpm kemudian diesel mengalami trip sehingga diesel tidak bisa menggerakkan poros dari kompresor dan turbin. Penyebab yang terjadi karena baterai sebagai media starternya tidak mencukupi dalam menyuplai daya listrik ke diesel sehingga pada saat diesel bekerja diputaran tinggi maka bisa terjadi trip. Gangguan seperti ini harusnya bisa dicegah dengan pengecekan secara rutin dari baterai yang akan digunakan pada saat diesel starter yang akan bekerja sehingga bisa mengurangi resiko terhadap gangguan.

Universitas Kristen Petra

35

2. Kegagalan start pembakaran Gangguan ini merupakan salah satu gangguan mekanik yang pernah terjadi di PLTG Gresik. Sebenarnya gangguan ini melibatkan banyak peralatan yang ada dalam fuel oil system (sistem bahan bakar) tetapi yang paling bermasalah terletak pada pompa flow divider. Fungsi dari pompa flow divider yaitu suatu alat yang mengatur aliran bahan bakar, dari aliran yang besar kemudian dibagi ke 10 buah fuel nozzle dalam jumlah yang sama melalui pipa-pipa penghubung dan diteruskan masuk ke dalam ruang bakar (combustion

chamber). Pompa flow divider ini mempunyai kapasitas mengalirkan bahan


bakar sebesar 46 galon/menit dengan putaran 3240 Rpm. Pompa flow divider ini bekerja tanpa menggunakan alat bantu atau bekerja dengan kecepatan putaran pompa flow divider itu sendiri sehingga jika terjadi gangguan dalam sistem fuel oil maka pompa flow divider tidak bisa menyalurkan bahan bakar dan terjadi kegagalan start pembakaran. Maka solusi yang ditempuh yaitu harus memodifikasi pompa flow divider dengan menambahkan motor DC dengan spesifikasi : Daya motor : 0,43 KW Arus Tegangan Putaran : 5A : 125 V : 3000 Rpm

Dengan penambahan motor DC ini bisa mengurangi gangguan mekanik di PLTG Gresik pada saat proses start pembakaran. 3. Gangguan vibrasi generator Gangguan vibrasi mekanik merupakan gangguan yang cukup sering terjadi di PLTG Gresik. Gangguan ini bisa terjadi pada kompresor, turbin dan generator. Pengertian dari vibrasi adalah pergerakan suatu mesin atau bagian mesin maju mundur atau ke kiri ke kanan (secara tidak beraturan) dari posisi asal/berhenti dan vibrasi terjadi karena adanya gaya. Berbagai macam penyebabnya yaitu

Unbalance bagian mesin


Poros yang bengkok Bermasalahnya kopling dan bearing

Universitas Kristen Petra

36

Kelonggaran mekanik misalnya kelonggaran pada baut dan retaknya blok mesin maupun dudukan bearing

Untuk PLTG Gresik ini gangguan vibrasi yang sering pada bearing (bantalan) turbin sehingga membuat vibrasi tinggi maka secara otomatis dideteksi oleh sistem kontrol speedtronic yang kemudian melakukan kerjanya langsung menghentikan atau mentripkan PLTG. 4. Gangguan penguatan hilang Meskipun gangguan pada penguat generator jarang terjadi, namun gangguan ini dapat menyebabkan terganggunya kelangsungan kerja generator. Penguatan yang hilang dapat menimbulkan pemanasan berlebihan pada kumparan stator. Selain itu penguatan generator sinkron yang lemah dapat menyebabkan generator menjadi lepas dari hubungan sinkron dengan generator lainnya. Dalam keadaan lepas dari sinkron, generator yang penguatannya lemah masih diberi kopel pemutar oleh mesin penggerak sehingga generator ini berubah menjadi generator asinkron. Pada keadaan ini akan menimbulkan pemanasan yang berlebihan pada rotor generator sinkron ini karena tidak direncanakan untuk beroperasi secara asinkron. Salah satu contoh dari gangguan yang pernah terjadi di PLTG Gresik ini tentang masalah eksitasi yaitu gangguan yang berasal dari sistem eksitasi generator. Gangguan ini disebabkan karena terdapat komponen di dalam sistem eksitasi yang berupa rotating diode pada pilot exciter yang rusak sehingga mengakibatkan tahanan rotor generator naik sebesar 0,778 ohm dari nilai normalnya sebesar 0,314 ohm dan terjadilah vibrasi tinggi. Karena terjadi vibrasi tinggi maka secara otomatis dideteksi oleh sistem kontrol speedtronic yang kemudian melakukan kerjanya langsung menghentikan atau mentripkan PLTG. Untuk memastikannya maka PLTG distart kembali sampai putaran turbin bekerja 5000 Rpm tanpa menggunakan eksitasi atau yang dikenal dengan istilah full speed no load maka akan terlihat bahwa vibrasi tinggi yang terjadi karena masalah elektrik. Dengan begitu maka hal yang harus dilakukan yaitu mengeluarkan rotor generator untuk memperbaikinya bagian-bagian yang rusak. Dan untuk gangguan lain yang menyebabkan vibrasi tinggi pada generator bisa juga disebabkan karena sensor vibrasi pada sisi eksitasi

Universitas Kristen Petra

37

generator kurang kencang dan kontaktor 41 F gagal beroperasi karena kontaktor tersebut terbakar sehingga perlu untuk dilakukan penggantian komponen tersebut. 5. Gangguan hubung singkat antar fasa Gangguan ini terjadi karena isolasi antar fasa jebol yang biasanya terletak di dalam stator generator maupun di luar stator generator. Untuk melindungi generator terhadap gangguan ini digunakan relay diferensial yang segera mentripkan circuit breaker generator (52G). Sesungguhnya relay diferensial ini tidak dapat menghindarkan terjadinya gangguan hubung singkat antar fasa tetapi hanya dapat mendeteksi dan kemudian memberhentikan hubung singkat antar fasa yang terjadi agar menghindarkan kerusakan yang lebih besar. 6. Hubung singkat fasa ke tanah Pada gangguan ini menggunakan relay hubung tanah untuk melindungi generator. Adanya gangguan hubung singkat fasa ke tanah pada stator harus segera diatasi, sebab gangguan ini dapat menimbulkan panas yang berlebihan, kerusakan laminasi alur generator bahkan kebakaran. Maka apabila terjadi gangguan ini harus dengan cepat relay ini mendeteksi dan kemudian memerintahkan circuit breaker generator (52G) membuka atau trip. 7. Gangguan tegangan lebih Gangguan ini terjadi karena tegangan yang dihasilkan generator melebihi batas nominalnya. Misalnya disebabkan ketidak beresan penguat magnit atau pengaturan penguat magnit terlalu besar sehingga mengakibatkan tegangan yang dihasilkan generator melebihi batas nominalnya. Gangguan ini bisa juga disebabkan oleh putaran lebih akibat pelepasan beban yang mendadak. Didalam generator biasanya sudah dilengkapi dengan pengatur tegangan otomatis atau automatic voltage regulator (AVR) yang akan mengatur kestabilan tegangan keluarannya. Namun, rentang waktu yang diperlukan cukup lama sehingga pada saat itu terjadi tegangan lebih yang sangat membahayakan piranti-piranti kelistrikan lainnya. Tegangan lebih ini akan merusakkan isolasi kumparan generator termasuk kabel kabel penghubungnya akibat panas yang berlebihan. Maka digunakan relay tegangan lebih untuk mengamankannya (over voltage relay) mendeteksi adanya gangguan tersebut.

Universitas Kristen Petra

38

Relay tegangan lebih yang digunakan dilengkapi dengan piranti waktu tunda
(time delay) agar diperoleh selektivitas yang memadai. 8. Gangguan arus lebih Gangguan arus lebih pada generator sering kali terjadi akibat adanya hubung singkat. Pada saat ini generator telah dibuat sedemikian rupa sehingga mampu bertahan terhadap adanya arus lebih, meskipun tidak terlalu lama. Penyetelan waktu tunda (time delay) dari relay harus mempertimbangkan kemampuan generator untuk bertahan terhadap kondisi hubung singkat yang terjadi di generator. Sebagaimana diketahui bahwa pada saat terjadi hubung singkat, ada tiga kondisi arus atau reaktansi yang ada pada generator, yaitu arus subperalihan (subtransient), arus peralihan (transient), dan arus tetap (steady

state). Oleh karena itu, penyetelan (settings) arus dan waktu tunda hendaknya
juga mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut. Penyetelan arus hendaknya lebih besar dari nilai arus nominal generator sehingga memungkinkan generator mampu menahan beban lebih untuk beberapa detik. Hal yang penting pada pengaman generator terhadap arus lebih adalah adanya koordinasi relay, baik koordinasi besaran arus maupun waktu tundanya (time

delay). Disamping itu perlu dipertimbangkan pula adanya relay pengaman


cadangan (back up) pada generator 9. Gangguan putaran lebih Putaran lebih pada generator disebabkan adanya penurunan beban yang mendadak. Sebenarnya pada generator telah dilengkapi dengan perangkat

governor. Tugas dari governor yaitu untuk mengatur kecepatan putaran agar
tetap normal. Pada saat terjadinya pelepasan beban, governor tersebut akan mengatur atau menutup katup darurat (emergency valve) sehingga tidak terjadi putaran yang berlebihan. Namun demikian generator masih perlu dilengkapi dengan pengaman terhadap putaran lebih yang mampu memberikan sinyal untuk trip pada pemutus tenaga. Oleh sebab itu digunakan over speed relay untuk mengatasi gangguan tersebut. 10. Gangguan isolasi Kegagalan isolasi pada kumparan generator akan menyebabkan gangguangangguan hubung singkat, baik hubung singkat didalam kumparan, antar

Universitas Kristen Petra

39

kumparan, maupun hubung singkat kumparan dengan inti besi. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan isolasi, antara lain terjadinya tegangan lebih, panas yang berlebihan pada kumparan, kerusakan pada sistem pendingin atau ventilasi maupun adanya vibrasi yang berlebihan.

2.4.2. Relay Proteksi Generator Untuk pengamankan generator dari berbagai gangguan yang ada digunakan relay-relay yang mendukung agar bisa mendeteksi dan mengamankan gangguan tersebut. Adapun relay-relay yang digunakan yaitu sebagai berikut : 1. Under voltage relay

Relay dengan kode peralatan 27 ini digunakan untuk mendeteksi adanya


tegangan kurang yang disebabkan oleh menurunnya putaran generator karena adanya pengurangan tekanan gas pada turbin gas sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan tegangan. Untuk seting relay (Blackburn, J.Lewis. p.255) ini bekerja apabila terjadi penurunan tegangan maksimal sampai di bawah 80% tegangan input generator. Untuk mendapatkan setting dari tap tegangan kurang pada relay ini menggunakan rumus sebagai berikui (Wasito. p.40): Vminimum = % tegangan kurang x kVbase (2.5) (2.6)

Tap = Vminimum x PT (sisi sekunder)


= Vminimum x Vsekunder V Vprimer

2. Reverse power relay

Reverse power relay atau biasa disebut relay daya balik dengan kode peralatan
32, relay ini diperlukan untuk melindungi kerja generator secara paralel dengan generator lain yang bekerja sebagai motor. Secara spesifik tugas

reverse power relays adalah untuk mencegah bahaya dari kerusakan yang
akan timbul dari kegagalan kerja peralatan, sebagai contohnya mengamankan generator terhadap daya balik akibat terputus atau rendahnya input daya oleh penggerak mula/turbin sehingga fungsi generator bisa berubah menjadi motor.

Universitas Kristen Petra

40

3. Loss of field relay

Relay dengan kode peralatan 40 ini yang digunakan untuk mendeteksi adanya
gangguan eksitasi yang diakibatkan oleh gangguan pada AVR (Automatic

Voltage Regulator), generator penguat medan, hubung singkat pada belitan


medan. Hilang penguatan pada generator akan mengakibatkan pemanasan yang berlebihan pada kumparan stator serta menyebabkan generator keluar dari sinkronisasi sistem. Pengaman hilang penguatan (loss of field relay) bekerja memutuskan pemutus tenaga generator dengan terlebih dahulu membuka alarm agar operator dapat melakukan langkah-langkah pengamanan. Untuk setting dari relay ini dengan menggunakan rumus (Wasito. p.19): sebagai berikut: - Menentukan Zsekunder pada sistem:
Z base sekunder = Z base
X

(2.7)

NCT Ohm NPT

Keterangan: NCT = rasio dari transformator arus (CT) NPT = rasio dari transformator tegangan (PT) - Reaktansi sinkrun sekunder sebagai berikut : Xd2 = Zbase sekunder x (% Xd) - Reaktansi transient sekunder sebagai berikut : Xd2 = Zbase sekunder x (% Xd) - Reaktansi offset sekunder untuk nilai setting tap relay: Xm = (2.10) (2.9) (2.8)

X' d 2 Ohm 2 (2.11)

- Setting tap (forward) sebagai setting diameter dari relay: = Xd2 - Xm 4. Load unbalance relay

Ketidakseimbangan beban generator biasanya disebabkan adanya kebocoran atau hubung singkat penghantar ketanah atau antar penghantar. Juga bisa disebabkan oleh adanya beban yang tidak seimbang pada ketiga fasa generator. Gangguan ini menyebabkan adanya arus urutan negatif yang mengalir pada penghantar bernilai nol. Relay dengan kode peralatan 46 ini yang bekerja untuk mendeteksi adanya arus urutan negatif yang mengalir di
Universitas Kristen Petra

41

dalam rotor. Arus tersebut secara spontan akan masuk ke dalam rotor sebagai arus frekuensi ganda di dalam besi rotor, sehingga mengakibatkan terjadinya pemanasan yang berlebih di rotor dan retaining rings dari rotor. Untuk setting relay ini apabila relay terhubung pada sisi sekunder dari transformator arus (CT) maka rumus yang digunakan (Wasito,p.20): Irelay = I base x CT (sisi sekunder) = I base x I sekunder I primer (2.12)

Untuk rumus-rumus yang digunakan untuk menentukan nilai I2 pada relay ini (GEC ALSTHOM, p.312.) yaitu: (I2)2 t = K Keterangan: I2 = arus urutan negatif saat generator berbeban K = kontanta dari generator dengan pendingin udara/hidrogen t = waktu kerja relay Dimana nilai K pada masing-masing tipe generator berbeda-beda. untuk tipe generator yang turbo mempunyai 2 kutub dan menggunakan kecepatan putaran 3000 Rpm bisa dilihat pada tabel berikut ini : (2.13)

Tabel 2.1. Menentukan Nilai K

Sumber: GEC ALSTHOM. Protective Relay Application Guide, p.312.

Universitas Kristen Petra

42

Tabel 2.2 Generator Putaran 3000 Rpm

Sumber: Say, M.G. The Performance And Design Of Alternating Current Machines. London: Sir Isaac Pitman & Sons LTD, p.552. 5. Over current relay
Relay dengan kode peralatan 50 ini yang bekerja apabila ada kenaikan arus

yang melewatinya sehingga peralatan yang diamankan tidak rusak bila dilewati arus yang melebihi kemampuannya. Relay ini juga berfungsi untuk mendeteksi stress thermal generator akibat mengalirnya arus lebih atau gangguan hubung singkat pada stator yang menggunakan sistem pentanahan langsung, pentahanan dengan reaktansi dan pentanahan dengan tahanan. Relay arus lebih ini akan mendeteksi besaran arus yang melalui suatu jaringan dengan bantuan trafo arus. Ada dua parameter yang penting dalam melakukan
seting dari relay ini yaitu seting arus dan seting waktu. Penyetelan arus

hendaknya lebih besar dari nilai arus nominal generator sehingga memungkinkan generator mampu menahan beban lebih untuk beberapa detik. Hal yang penting pada pengaman generator terhadap arus lebih adalah adanya koordinasi relay, baik koordinasi besaran arus maupun waktu tundanya (time
delay). Pada setting relay pada over current ini biasanya digunakan 120%

(Wasito, p.15.) dari arus lebih yang masuk dalam sistem. Untuk rumus mencari nilai waktu setting pada relay ini (GEC ALSTOM, p.139) dalam keadaan standar inverse yaitu:

Universitas Kristen Petra

43

t=

0,14 I 1
0.02

(2.14)

keterangan: t I = Waktu trip = Setting tap arus

6. Stator ground fault relay


Relay dengan kode peralatan 51GN juga biasa disebut relay gangguan hubung

tanah. Relay ini dipasang pada sirkuit stator yang biasa terkena gangguan hubung tanah. Prinsip kerja dari relay ini yaitu mendeteksi adanya kebocoran tahanan isolasi antar belitan stator dengan frame generator dan juga mendeteksi gangguan hubung tanah yang terjadi pada sirkuit yang terhubung dengan sirkuit stator dari generator sehingga menghasilkan arus urutan nol, karena setiap gangguan hubung tanah menghasilkan arus urutan nol. Setelah itu relay hubung tanah pada sirkuit 3 fasa ini dengan menjumlahkan melalui transformator arus ke 3 fasa yang ada. Apabila tidak terjadi gangguan hubung tanah maka jumlahnya sama dengan nol, akan tetapi bila terjadi gangguan hubung tanah maka jumlahnya tidak sama dengan nol sehingga relay akan bekerja. Adanya gangguan hubung tanah pada stator harus segera diatasi, sebab gangguan ini dapat menimbulkan panas yang berlebihan, kerusakan laminasi alur generator bahkan kebakaran sehingga diperlukan relay pengaman yang baik. Untuk setting dari relay ini yaitu menghitung terlebih dahulu gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah. Dan pada umumnya pengaman ini hanya bisa mengamankan hingga 95% dari winding stator sehingga hanya 5% saja yang tidak bisa diproteksi. 7. Over voltage relay Didalam generator biasanya sudah dilengkapi dengan pengatur tegangan otomatis atau Automatic Voltage Regulator (AVR), yang akan mengatur kestabilan tegangan keluarannya. Namun demikian untuk mengantisipasi kalau pengatur tegangan otomatis gagal bekerja, maka relay tegangan lebih dengan kode peralatan 59 digunakan sebagai pengaman. Tegangan lebih yang melewati peralatan bisa merusak isolasi generator termasuk kabel-kabel penghubungnya. Relay tegangan lebih ini mendeteksi tegangan antar fasa

Universitas Kristen Petra

44

melalui transformator tegangan. Apabila tegangan melewati batas tertentu, maka relay ini akan bekerja dan segera memberikan sinyal untuk men-trip
circuit breaker generator (52G). Biasanya relay ini akan mendeteksi dan

bekerja bila tegangan pada sistem generator mengalami kenaikan mencapai 120% (Blackburn, J.Lewis. p.269) Untuk mendapatkan setting dari tap tegangan lebih pada relay ini menggunakan rumus sebagai berikui (Wasito. p.49): Vmaksimum = % Tegangan Naik x kVbase
Tap = Vmaksimum x PT (sisi sekunder)

(2.15) (2.16)

= Vmaksimum x

Vsekunder V Vprimer

8. Generator field ground relay


Relay dengan kode peralatan 64F ini biasa disebut relay rotor hubung tanah. Relay ini mendeteksi adanya gangguan yang disebabkan putusnya rangkaian

magnet dan terhubungnya fasa dengan tanah. Gangguan yang terjadi dalam hubung tanah dalam sirkuit rotor yaitu hubung singkat antara konduktor rotor dengan badan rotor dimana dapat menimbulkan distorsi medan magnet yang dihasilkan rotor dan selanjutnya dapat menimbulkan getaran (vibrasi) berlebihan dalam generator. Oleh karena itu harus dihentikan dengan relay rotor hubung tanah. 9. Generator differential relay
Relay diferensial dengan kode peralatan 87G ini digunakan untuk

mengamankan generator dari kerusakan akibat adanya gangguan internal pada kumparan stator. Relay ini bekerja berdasarkan perbedaan arus yang mengalir ada suatu sistem di generator. Prinsip kerja relay ini yaitu membandingkan besarnya arus sekunder kedua trafo arus (CT) yang digunakan. Pada saat tidak terjadi gangguan/keadaan normal atau gangguan di luar daerah pengaman maka kedua arus sekunder tersebut besarnya sama, sehingga tidak ada arus yang mengalir pada relay dan relay tidak bekerja. Saat terjadi gangguan di daerah pengaman, maka kedua arus sekunder tersebut tidak sama, sehingga ada arus yang mengalir pada relay dan relay akan bekerja. Berikut merupakan gambar wiring dari relay diferensial:

Universitas Kristen Petra

45

Gambar 2.17. Differential Relay Sumber: GEC ALSTHOM. Protective Relay Application Guide, p.306 Untuk setting pada relay ini dengan menggunakan setting slope. Maksud dari
setting slope yaitu nilai toleransi setting relay dari error atau kesalahan pada

transformator arus (CT) yang berada di sisi sekunder terhubung pada relay karena pada kedua CT ini pasti tidak mungkin memberikan nilai arus yang sama persis pada relay sehingga selisih sedikit arus bisa ditoleransi dengan mensetting slope agar relay tidak terlalu sensitif. 10. Relay suhu
Relay suhu dengan kode peralatan 49 ini digunakan untuk mendeteksi adanya

panas yang berlebihan pada kumparan stator generator. Panas yang timbul pada kumparan stator dapat terjadi karena adanya gangguan hubung singkat pada kumparan, baik antar fasa maupun pada kumparan fasa sendiri. Disamping itu sistem pendingin yang kurang memadai tidak bisa menurunkan suhu kumparan stator pada saat generator tersebut aktif. Relay suhu menggunakan elemen pemanas yang dialiri arus listrik dari transformator arus (CT) dari kumparan generator. Relay ini terdiri dari kepingan logam yang dipanaskan oleh arus listrik yang mengalir pada elemen pemanas. Pada kondisi arus lebih, kepingan logam akan memuai dan menutup kontak triping akibat panas yang berlebihan yang dipancarkan oleh elemen pemanas. 11. Under and Over Frequency
Relay dengan kode peralatan untuk under frequency 81L dan over frequency 81 H digunakan untuk mendeteksi adanya penurunan atau kenaikan frekuensi

yang ada dalam sistem. Tidak semua generator dipasang relay ini karena pada

Universitas Kristen Petra

46

penurunan atau kenaikan frekuensi ini bersifat sesaat dan hal itu bisa ditoleransi.

2.5. Proteksi Transformator


Energi listrik yang dihasilkan dari generator dan kemudian dialirkan menuju ke transformator step up untuk dinaikkan tegangannya menjadi 150 kV diharapkan mempunyai pengaman yang cukup terhadap gangguan-gangguan yang terjadi agar tidak mengganggu jalannya operasi sistem tenaga listrik khususnya penyaluran listrik dari transfomator step up ke switchyard dan diteruskan ke jaringan transmisi

2.5.1. Jenis Gangguan Transformator Pada saat transformator beroperasi adanya gangguan-gangguan pasti tidak dapat dihindari lagi, maka hal yang perlu dilakukan adalah meminimalkan adanya gangguan tersebut. Adapun jenis gangguan transformator yaitu sebagai berikut : 1. Internal fault, merupakan gangguan yang bersumber dari dalam transformator tenaga. Jenis-jenis internal fault antara lain:
Incipient fault, sering disebut dengan gangguan awal karena berawal dari

gangguan yang kecil namun kemudian berkembang menjadi gangguan besar. Gangguan ini antara lain dapat disebabkan oleh kendornya bautbaut pada penjepit inti dan pada terminal konduktor, gangguan pada inti besi akibat kerusakan laminasi isolasi, gangguan pada sistem pendingin seperti kerusakan sirkulasi minyak atau kipas pendingin yang pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan suhu, gangguan akibat arus sirkulasi pada transformator yang disusun secara paralel. Gangguan hubung singkat (short circuit) dalam transformator, antara lain disebabkan oleh hubung singkat antar fasa, hubung singkat antar fasatanah, gangguan pada bushing dan gangguan antar lilitan pada kumparan yang sama. 2. Through fault, merupakan gangguan yang terjadi di luar transformator dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Universitas Kristen Petra

47

Gangguan di luar (external fault), dapat disebabkan oleh gangguan hubung singkat antar fasa atau gangguan fasa ke tanah di luar transformator. Arus gangguan ini cukup besar dan dapat dideteksi.

Beban lebih (overload), transformator dapat beroperasi secara kontinu pada beban nominal. Bila beban lebih besar daripada beban nominal, maka transformator akan
overloading,

akan

menimbulkan

arus

lebih

(overcurrent) yang mengakibatkan pemanasan lebih. Ini akan menurunkan kemampuan isolasi. Keadaan beban lebih (overload) berbeda dengan arus lebih (over current).

2.5.2. Relay Proteksi Transformator Untuk pengamankan transformator dari berbagai gangguan yang ada digunakan relay-relay yang mendukung agar bisa mendeteksi dan mengamankan gangguan tersebut. Adapun relay-relay yang digunakan yaitu sebagai berikut: 1. Relay bucholz
Bucholz relay dengan kode peralatan 62 adalah suatu relay yang digerakkan

oleh timbulnya gas dan digunakan untuk melindungi dari segala gangguan di dalam transformator. Gangguan di dalam trafo akan menyebabkan timbulnya gas yang segera akan bergerak ke atas. Gas ini timbul disebabkan karena hubung singkat antar lilitan dalam fasa, hubung singkat antar fasa, hubung singkat antar fasa ke tanah, busur api listrik antar laminasi dan busur api listrik karena kontak yang kurang baik. Gas ini digunakan sebagai besaran ukur untuk menggerakkan relay. Jika terjadi gangguan di dalam trafo (internal fault) seperti: kerusakan isolasi antar gulungan, tembusnya isolasi, pemanasan inti, hubungan kontak yang kurang baik, salah sambung dan lain-lain, maka akan timbul gelembung gas yang bergerak ke atas ke permukaan minyak ke udara luar melalui bucholz
relay dimana aliran gas dideteksi oleh sebuah katup yang dapat memberikan

alarm dan tripping dari pemutus tenaga (PMT). Relay ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi tinggi minyak di dalam trafo dan memberikan peringatan.

Universitas Kristen Petra

48

Gambar 2.17. Relay bucholz Sumber: GEC ALSTHOM. Protective Relay Application Guide, p.94 2. Relay arus lebih (over current relay)
Relay arus lebih dengan kode peralatan 50T ini yang digunakan untuk

mengamankan terhadap gangguan yang terjadi di transformator, misalnya gangguan hubung singkat antar fasa di luar transformator atau pembebanan yang berlebihan pada transformator. Relay ini bekerja bila terdapat arus yang melebihi dari batas keamanan transformator. Disisi lain, relay ini bisa digunakan sebagai back up bagi relay diferensial yang bekerja apabila terjadi perbedaan atau selisih arus. 3. Transformer differensial relay
Relay dengan kode peralatan 87T ini berfungsi melindungi tranformator

terhadap gangguan dari dalam (internal) transformator tersebut. Apabila terjadi gangguan dalam transformator, maka timbul selisih antara arus yang masuk dan keluar dari transformator bersangkutan dan selisih arus inilah yang mengoperasikan relay ini. Gangguan yang membuat relay ini bekerja antara lain, flash over antara kumparan dengan kumparan atau kumparan dengan tangki atau belitan dengan belitan didalam kumparan ataupun beda kumparan.

Universitas Kristen Petra

49

Gambar 2.18. Transformer Differensial Relay Sumber: GEC ALSTHOM. Protective Relay Application Guide, p.283. Sama halnya dengan generator differential relay, pada transformer differential
relay ini juga menggunakan setting slope. Dimana untuk setting slope pada relay ini yang harus diperhatikan hal berikut ini:

- Ketidakseimbangan antara arus I1 dan I2 - Ketidakseimbangan antar Aux.CT (trafo untuk menyamakan arus antara I1 dan I2) - Toleransi error pada tap changer transformator - Toleransi error pada transformator arus (CT) 4. Over current ground fault relay
Relay ini biasa disebut relay hubung tanah dengan kode peralatan 64TN ini

berfungsi melindungi transformator terhadap gangguan hubung tanah yang terjadi di dalam maupun di luar transformator. Gangguan hubung tanah adalah gangguan yang paling banyak terjadi misalnya gangguan satu fasa ke tanah.
Relay hubung tanah pada prinsipnya adalah Relay yang mendeteksi adanya

arus urutan nol karena gangguan hubung tanah menghasilkan arus urutan nol. Rumus yang digunakan bila terjadi gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah yaitu sebagai berikut (Wasito, p.10): Io = 3 x

1 x 3Z1

kVA base 3 x kVbase

(2.17)

Keterangan: Z0 = Z1 = Z2 = impedansi transformator.

Universitas Kristen Petra

50

Gambar 2.19. Over Current Ground Fault Relay Sumber: GEC ALSTHOM. Protective Relay Application Guide, p.283 5. Relay suhu
Relay ini dengan kode peralatan 49T berfungsi mengukur suhu kumparan

transformator. Cara kerja dan fungsinya sama dengan relay suhu pada genarator. Pada suhu tertentu relay ini akan membunyikan alarm. Jika suhu kumparan transformator terus naik, maka relay ini kemudian men-trip PMT transformator di sisi primer dan sekunder.

2.6. Koordinasi Pengaman


Pengertian dari koordinasi pengaman yaitu terdapat 2 jenis atau lebih peralatan proteksi diantara titik kesalahan/gangguan (fault). Peralatan ini harus dikoordinasikan untuk memastikan bahwa peralatan yang berada di titik terdekat dengan gangguan harus dioperasikan terlebih dahulu. Kegagalan pada proteksi utama harus dapat diatasi, yaitu dengan proteksi cadangan (back up protection). Proteksi cadangan ini umumnya mempunyai perlambatan waktu (time delay), hal ini untuk memberikan kesempatan kepada proteksi utama beroperasi terlebih dahulu, dan jika proteksi utama gagal baru proteksi cadangan yang akan beroperasi. Hal seperti ini disebut koordinasi selektif yang dimana merupakan kemampuan untuk menentukan pada titik mana terjadinya gangguan, sehingga dapat ditentukan dengan tepat pemutus daya yang harus dibuka. Dengan demikian maka hanya bagian yang mengalami gangguan saja yang dipisahkan atau diisolir dari sistem tersebut. Relay pengaman dengan kemampuan selektif yang baik
Universitas Kristen Petra

51

dibutuhkan untuk mencapai keandalan sistem yang tinggi karena tindakan pengaman yang cepat dan tepat akan dapat memperkecil gangguan menjadi sekecil mungkin. Syarat yang diperlukan pada peralatan proteksi harus menilai atau menentukan pada saat beroperasi harus melihat pada nilai minimal
overcurrent, nilai minimal waktu dan tetap pada kondisi selektif dari peralatan

lain dalam suatu sistem sehingga setting arus dan setting waktu yang digunakan
relay pengaman sangat diperlukan untuk menentukan respon bekerja dengan cepat

apabila terjadi gangguan agar gangguan tersebut tidak menyebar merusak peralatan yang lain dalam sistem.

2.6.1. Koordinasi Pengaman di Generator Adanya koordinasi pengaman di generator sangat diperlukan untuk menentukan setting relay yang akan digunakan agar dengan cepat merespon apabila terjadi gangguan. Dari relay yang akan di setting tersebut maka bisa menentukan setting waktu yang digunakan agar relay cepat bekerja terhadap gangguan, setting arus bila terjadi arus gangguan yang melewati relay melebihi dari setting relay tersebut sehingga relay akan bekerja (mendeteksi), kemudian memerintahkan circuit breaker generator untuk membuka atau trip. Dan juga diperlukan waktu tunda (time delay) dari relay cadangan apabila relay utama mengalami gagal bekerja. Untuk beberapa relay di generator yang bekerja apabila terjadi tegangan lebih (over voltage) atau tegangan kurang (under voltage) maka harus di setting tegangan yang baik agar relay dengan cepat mendeteksi adanya gangguan tegangan lebih atau tegangan kurang. Berikut ini merupakan beberapa koordinasi relay di generator: Adanya koordinasi antara relay hubung tanah (stator ground fault relay) dengan relay arus lebih (over current relay), dimana apabila terjadi gangguan hubung singkat fasa ke tanah pada stator maka akan menimbulkan kenaikan arus di daerah stator sehingga diperlukan pengaman yang cepat dan tepat dalam bekerja. Karena gangguan berada di daerah stator maka yang bekerja sebagai relay utama adalah relay hubung tanah dan apabila relay hubung tanah tersebut gagal untuk mendeteksi maka relay cadangan (back up) yaitu
relay arus lebih akan mendeteksi gangguan tersebut. Pada relay arus lebih ini

Universitas Kristen Petra

52

diberi waktu tunda (time delay) agar memberikan kesempatan relay utama bekerja terlebih dahulu. Setting nilai arus dan waktu pada relay hubung tanah tentunya lebih cepat daripada relay arus lebih dalam mendeteksi gangguan. Setelah relay utama bekerja maka secara otomatis memerintahkan circuit
breaker generator (52G) untuk membuka atau trip.

Untuk sistem koordinasi relay diferensial ini hanya berkoordinasi dengan pemutus tenaga atau circuit breaker generator (52G) tanpa berkoordinasi dengan relay yang lain. Sehingga bisa dikatakan bahwa relay ini hanya bekerja sendiri tanpa melibatkan relay lain karena relay ini bekerja sangat selektif dan cepat bekerja, tidak perlu dirangkaikan dengan relay lain. Akan tetapi dibeberapa sistem tenaga listrik, differential relay ini bisa koordinasikan dengan over current relay sebagai relay back up apabila differential relay ini gagal bekerja sehingga sistem tersebut sangat aman dan terlindungi. Biasanya
differential relay yang berkoordinasi dengan over current relay ini digunakan

pada sistem pembangkit listrik karena pada sistem pembangkit ini diharuskan mempunyai sistem yang aman untuk menangani semua jenis gangguan.
Differential relay ini digunakan sebagai pengaman utama, tidak dapat

digunakan sebagai pengaman cadangan dan daerah pengamannya dibatasi oleh sepasang trafo arus (CT) yang mempunyai spesifikasi sama dimana
differential relay itu dipasang.

2.6.2. Koordinasi Pengaman Antara Generator-Tranformator Step Up Pada pengaman yang ada antara generator-transformator step up yaitu menggunakan transformer differentiall relay (87T) yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada bagian internal transformator. Pada relay diferensial transformator ini mempunyai trafo arus (CT) yang terletak di dua tempat yaitu di daerah LV (Low Voltage) 11 KV yang terletak di sisi sebelum circuit breaker generator yang berguna apabila terjadi gangguan maka dengan cepat menggerakkan ciruit breaker generator (52G) untuk membuka atau trip sehingga tidak ada tegangan lagi yang akan lewat menuju transformator step up dan yang kedua terletak di daerah HV (High Voltage) 150 kV yang bila ada gangguan di
internal transformator tadi akan menggerakkan circuit breaker 52L yang berada

Universitas Kristen Petra

53

di daerah switchyard. Untuk koordinasi yang ada apabila terjadi gangguan seperti tadi maka untuk setting waktu dari relay yang ada akan bersamaan untuk menggerakkan circuit breaker generator yang terletak di sisi LV dan circuit
breaker di sisi HV. Antara koordinasi relay diferensial (87T) dengan circuit breaker generator harus berjalan dengan baik agar apabila terjadi gangguan

hubung singkat di dalam transformator.

2.7. Sistem Per Unit ( PU )


Harga per-unit adalah harga yang sebenarnya dibagi harga dasar dari sistem. Berikut ini merupakan rumus-rumus pada sistem tiga fasa (Blackburn, J.Lewis 40): Rumus: kVAbase = 3 x kVbase x Ibase (2.18) (2.19)

I base =

kVA base 3kVbase

(A)

Z base =

(kVbase ) 2 1000 (Ohm) kVA base

(2.20)

Impedansi per-unit dari suatu elemen rangkaian dengan menggunakan rumus (Stevenson Jr, W. D. p.190):

Z(pu) = Atau:

impedansi sebenarnya (pu) impedansi dasar

(2.21)

Z Ohm (pu) Z base Rumus apabila harga dasar sistem berubah : Z pu =

Zbaru (pu) = Zlama

kV lama dasar 2 kVAbaru dasar kV baru dasar kVAlama dasar


(2.22)

Universitas Kristen Petra

You might also like