You are on page 1of 9

Tugas Mandiri I Sejarah Islam Asia Tenggara

Dosen Pembimbing Abdul Ghafur, M.A

KONDISI UMAT ISLAM DI SINGAPURA

Gita Tanika 10952006706

Jurusan Teknik Industri II A Fakultas Sains dan Teknologi universitas islam negeri sultan syarif kasim riau 2009-2010

KATA PENGANTAR Segala puja dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kondisi Umat Islam Di Singapura. Makalah ini penulis ajukan sebagai Tugas Mandiri I. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis haturkan kepada kedua orangtua, abang, kakak dan adik-adik serta teman-teman yang berperan dalam penyelesaian makalah ini. Dan tidak lupa ucapan terima kasih yang tidak terkira penulis ucapkan kepada bapak Abdul Ghafur, M.A selaku dosen pembimbing. Penulis menyadari, dalam penulisan makalah ini ada kemungkinan terdapat kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk penulisan makalah selanjutnya.

Pekanbaru, 15 Mei 2010 Penulis

Daftar isi
Kata Pengantar Daftar Isi. Bab I Pendahuluan A. Latar belakang B. Perumusan masalah. C. Metode

Bab II Pembahasan A. Umat Islam Di Singapura Berdasarkan Sorotan Sejarah. Bab III Penutup A. Kesimpulan B. Saran.. Referensi

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang

Dewasa ini, sejarah umat islam di seluruh dunia menjadi sorotan dan perhatian dunia.

B. Perumusan Masalah

C. Metode

Bab II Pembahasan
A. Umat Islam Di Singapura Berdasarkan Sorotan Sejarah Asal usul nama Singapura semula bernama Temasik, Tumasek (Jawa), Ta-ma-sek (Cina), sebagaimana dijelaskan kitab Tuhfat al-Nafis dimana saat itu sultan Singapura dipimpin oleh Sultan Husein Syah (1819). Ada versi lain, nama asal Singapura, ini muncul ketika pangeran dari Sumatera bernama Sang Nila Utama singgah di pulau ini tahun 1299 dan menemukan seekor binatang mirip singa, sehingga pulau in disebut lion city (kota singa). Ada versi lain bahwa nama Singapura itu adalah dari kata Singgah (singgah) dan pura berarti (kota), karena pada abad ke 14 Singapura merupakan bagian dari karajaan Majapahit, para pedagang dari penjuru manapun suka singgah disana. Kerajaan Singapura mengambil tarikh ketibaan Raffles di Singapura pada 29 Januari 1819 sebagai tarikh permulaan sejarah Singapura. Sesungguhnya tarikh 1819 itu juga merupakan permulaan lakaran sejarah nasib umat Melayu Muslim Singapura. Selama 144 tahun ditentukan oleh penjajah Inggeris dan semenjak 1963 ditentukan oleh pemerintah yang didominasi orang Cina. Bila Raffles menjejak kaki di Singapura terdapat kira-kira 150 orang penduduk, hampir semuanya orang Melayu-Muslim di bawah Temenggong Abdul Rahman (keturunan Bugis). Raffles membuat perjanjian dan dibenarkan membuka gudang dan Temenggong diberikan sagu hati $3,000 setahun. Untuk mendapat kebenaran Sultan, Inggeris menaikkan Tengku Long sebagai sultan (Sultan Husein) kerana Sultan Abdul Rahman yang memerintah dan berada di Riau Lingga

tidak mengizinkannya. Pada 6 Februari 1819 Sultan Husein membuat perjanjian dan sebagai balasan beliau mendapat sagu hati $5,000 setahun. Pada Juni 1823 Raffles berjaya mendapat kebenaran daripada sultan untuk mengawal semua perdagangan di Singapura. Apabila Temenggong Abdul Rahman meninggal pada tahun 1825 anaknya Ibrahim menggantikannya. Apabila Sultan Husein meninggal pada tahun 1835, Inggeris tidak mengiktiraf tuntutan anaknya Ali sebagai Sultan. Manakala pada tahun 1841 Temenggong Ibrahim telah dilantik sebagai Temenggong Seri Maharajah di Singapura di hadapan gabenor Inggeris. Inggeris menyokong Temenggong Ibrahim dalam rebutan kuasa dengan Ali, dan walaupun Ali disahkan sebagai Sultan pada tahun 1855, kekuasaan sepenuhnya di negeri Johor diberikan kepada Temenggong Ibrahim. Apabila beliau meninggal dunia pada tahun 1862, beliau digantikan oleh anaknya Abu Bakar. Dengan kematian Sultan Ali pula pada tahun 1877 maka berakhirnya sultan keturunan Bendahara di negeri Johor dan bermulalah sultan dari keturunan Temenggong. Pada tahun 1826 Inggeris telah menggabungkan Singapura dengan Pulau Pinang dan Melaka serta mewujudkan pemerintahan Negeri-Negeri Selat. Pada tahun 1867 pula Singapura telah dijadikan tanah jajahan Inggeris, dan Inggeris terus berkuasa hingga 1963 (kecuali zaman Jepun) apabila Singapura diberikan kemerdekaan melalui Malaysia. Namun Singapura hanya berada selama dua tahun dalam persekutuan Malaysia, dan pada tahun 1965 ia telahpun keluar atau dikeluarkan dan menjadi sebuah negara yang berasingan. Semenjak merdeka Singapura telah berada di bawah partai PAP (ditubuhkan 1954 dan menang pilihan raya pertama 1959) bawah Lee Kuan Yew. Beliau menjadi Perdana Menteri semenjak 1959 dan berhenti pada tahun 1990. Namun beliau terus memainkan peranan sebagai Senior Minister hingga tahun 2004 dan Minister Mentor semenjak itu. Apa kata Lee Kuan Yew selepas sahaja Singapura berpisah dari Malaysia: Kita hidup di tengah-tengah lautan orang Melayu. Andainya lautan ini bertukar menjadi gelombang, dan gelombang itu bergerak memukul pulau ini, dan jika kita tidak kuat kita akan ditenggelami oleh lautan itu. Persoalannya Kepada siapa mesej ini ditujukan? Yang pastinya mesej itu bukan ditujukan kepada penduduk Melayu Singapura kerana mereka juga merupakan sebahagian daripada ‘lautan Melayu’, lautan yang berkemungkinan bergabung menjadi gelombang. Dengan kata lain ia merupakan ingatan, amaran dan ancaman kepada penduduk Singapura bukan Melayu. Bagi Kerajaan Singapura/Lee Kuan Yew, ‘lautan’ ini mesti dikawal agar ia tidak berpotensi menjadi gelombang, dan mungkin kalau berair sekalipun ia

hanya merupakan kolam (kolam renang? kolam ikan?). Sesungguhnya apa yang tersurat, yang terang lagi nyata, dan yang tersirat, yang juga terang lagi nyata, kenyataan ini menjadi asas kepada pembentukan dasar dan sikap Lee Kuan Yew dan kerajaan Singapura. Model survival negara Singapura adalah persis sama, malahan mencontohi model Israel, yaitu model confrontational. Bedanya ialah ia tidak bersifat militer. Demikianlah bentuk dan pola perhubungannya dengan jiran Melayu-Muslim dan dengan penduduk Melayu-Muslim Singapura. B. Komponen Penduduk di Singapura Negara Singapura adalah negara kota, berdiri pada tanggal 9 Agustus 1965 atau keluar dari negara federasi Malaysia. Negara ini menganut paham sekuler-modern, dimana pemerintah bersikap netral terhadap semua agama dan ras. Etnis Melayu muslim berlatar belakang dari pesisir Malaysia, Jawa, Bugis, Bawean. Selain ada juga dari muslim India, Cina, Pakistan dan Arab. Diantara keluarga besar keturunan Arab yang besar dan kaya adalah Al-Sagoff, Al-Kaff, dan AlJuneid. Penduduk mayoritas adalah Cina 77%, Melayu 15%, (kurang lebih 376.000 jiwa) dari 4 juta lebih ; India 6% dan lain-lain. Melayu muslim kebanyakan hidup dengan standar ekonomi lebih rendah dibanding dengan non-Melayu, termasuk tertinggal di bidang pendidikan sosial ekonomi dan politik. Tahun 1980-an hanya terdapat 679 orang yang lulus Sarjana (Muslim In Singapore, 1985). Singapura adalah sebuah negara Republik dengan sistem pemerintahan parlementer. Dalam UUD negara ini terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. Presiden adalah sebagai kepala negara, tetapi tidak memiliki kekuatan politik. Sedangkan Perdana Menteri adalah pemimpin kabinet dan administrasi pemerintahan hingga otomatis kekuatan politik dipegang penuh oleh Perdana Menteri. C. Tokoh dan Lembaga Islam di Singapura Islam di Singapura disyiarkan oleh para ulama dari berbagai belahan Asia Tenggara dan benua kecil India, seperti Syaikh Hatib al-Minangkabaui; Syaikh Tuanku Mudo Aceh; Syaikh Ahmad Aminudin; Syaikh Syed Usman bin Yahya bin Akil (mufti Betawi); Syaikh Habib Ali Habsi (Kwitang, Jakarta); Syaikh Anwar Sribandung (Palembang); Syaikh Muhammad Jamil Jaho (Padang Panjang), dan lain-lain. Sistem pendidikan Islam modern dari awal hingga sekarang merujuk pada sistem Mesir dan Barat seperti madrasah, sekolah Arab atau sekolah Agama, tetapi tidak mengenal pondok pesantren. Ada 4 madrasah terbesar di Singapura yaitu :

1. Madrasah al-Junied al-Islamiyah, didirikan tahun 1927 M oleh pangeran Syarif al-Sayid Umar bin Ali al-Juneid dari Palembang. Materi terdiri dari Ilmu Hisab, Tarikh, Ilmu Alam, Bahasa Melayu, Bahasa Inggris, Sains, Sastra Melayu dan Pelajaran Agama. 2. Madrasah Al- Maarif, didirikan tahun 1940-an, gurunya dari lulusan Al-Azhar Mesir. 3. Madrasah Wak Tanjung al-Islamiyah, didirikan tahun 1955 M. 4. Madrasah Al-Sagoff atau as-Saqaff, didirikan tahun 1912 di atas tanah wakaf Syed Muhammad bin Syed al-Saqoff. Untuk meyakinkan kaum muslimin bahwa pemerintah memegang prinsip kebebasan dalam beragama dan melindungi keyakinan mereka, maka MUIS (Majlis Ugama Islam Singapura) didirikan dibawah perundang-undangan dan ketentuan Administration of Muslim Law Act of 1966 (AMLA). MUIS bertanggung jawab dalam mengatur administrasi hukum Islam di Singapura, termasuk mengumpulkan zakat mall, pengaturan perjanjian haji; sertifikasi halal, aktifitas dakwah, mengorganisasi sekolah-sekolah agama, mengorganisasi pembangunan masjid dan manajerialnya (ada 90 masjid yang dikelola); pemberian beasiswa pelajar muslim; dan bertugas mengeluarkan fatwa agama. Ketua dan anggota MUIS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, melalui usulan dari kelompok melayu muslim. Sebagai komunitas minoritas, muslim Singapura tidak bisa melepaskan diri dari berbagai kebijakan pemerintah dan arus utama (mainstream) masyarakat Singapura yang dikenal sebagai salah satu negara industri baru (NICs) selain Jepang, Korea Selatan dan Hongkong. Konsekuensi dari minoritas ini berdampak pada peminggiran langsung atau tak langsung di berbagai bidang, antara lain : a. Pendidikan, pemerintah memberlakukan sistem meritokrasi, yaitu memberikan kesempatan setiap warga berdasarkan persaingan sehat dan prestasi, bukan pertimbangan etnis atau agama. Kebijakan ini menyulitkan anak-anak muslim yang memiliki kompetisi rendah untuk masuk ke sekolah-sekolah unggulan, etnis Cina dalam hal ini lebih berprestasi. b. Bidang sosial, pemerintah menerapkan kebijakan membangun rumah rakyat dengan Housing and Development Board (HDB), program ini mewajibkan setiap warga tinggal diperumahan baru di flat atau kondominium.

Konsekuensinya, semula muslim Melayu tinggal di pemukiman tradisional dan homogen, terpaksa tinggal di flat atau sejenis yang multi etnik dan menanggung biaya hidup tinggi (living cost). Mereka teralienasi (terasingkan) dari tradisi budaya Melayu. Di samping itu Melayu Muslim terbebani dengan biaya hidup tinggi yang membuat mereka harus bekerja ekstra dan minim aktivitas sosialkeagamaan. c. Bidang politik, Melayu Muslim juga tidak mendapatkan haknya secara proporsional (termarjinalkan). Di lembaga dewan belum merepresentasikan jumlah warga muslim. Di kabinet hanya ada satu orang yang duduk sebagai menteri, itu pun hanya menteri khusus yang mengurus persoalan keIslaman. d. Melayu Muslim menyadari kondisi real ini sebagai kelompk minoritas, sehingga lebih memprioritaskan sektor kultural dengan mendirikan asosiasi Islam seperti MUI, MENDAKI, Muhammadiyah, dan lain-lain. Dilatarbelakangi oleh sensus penduduk tahun 1980-an yang menyatakan Melayu-Muslim adalah kelompok tertinggal dari etnis lain secara sosial-ekonomi, maka pada tahun 1982 didirikan Majlis Pendidikan untuk Anak-anak Islam (MENDAKI). Lembaga ini mengarahkan tujuannya bagi pendidikan anak-anak muslim, terutama mengkoordinir lembaga-lembaga pendidikan Islam, membuat konferensi, seminar, penerbitan jurnal dan artikel, serta program pendidikan kehidupan keluarga sakinah. Dilihat dari sisi nasionalisme minoritas Melayu-Muslim, maka dipahami bahwa mereka telah memiliki pilihan tepat, yaitu tetap berada di bawah sistem pemerintah Singapura yang sekuler, meskipun dalam waktu bersamaan mereka harus melestarikan dan mempertahankan identitas keMelayuan dan keIslamannya. Ada tiga indikator yang dapat dilihat : 1. Tidak menuntut keistimewaan dan bersaing secara bebas dengan etnis lain. Hal ini berbeda dengan minoritas muslim di Philippina dan Thailand. Sikap ini membantu terciptanya keharmonisan dan integrasi nasional. 2. Mewujudkan stabilitas negara. Keberhasilan ini mampu menekan sentimen etnis dan golongan menuju sikap multikultural dan semangat kebersamaan tidak terlepas dari dukungan muslim Melayu.

3. Menerima nilai-nilai politik negara. Partisipasi muslim Melayu dalam kemajuan negara Singapura tidak dapat dipungkiri, karena mereka umumnya menerima prinsip-prinsip pemerintahan, seperti multiracialism, meritocracy, sehingga loyalitas masyarakat ikut menentukan keberhasilan sebuah bangsa. Disumbang Oleh Ahmad Mohamade Said Friday, 02 June 2006 Kemas Kini Terakhir Friday, 02 June 2006 Pada tahun 1819 hampir semua penduduk, kecuali beberapa orang Cina, terdiri daripada Melayu -Muslim. Pada tahun 1824, daripada 10,000 ke 11,000 penduduk, peratus Melayu -Muslim telah menurun menjadi kurang daripada 50% dan Cina telah meningkat kepada sepertiga. Dengan kemajuan ekonomi lebih ramai lagi orang Cina datang ke Singapura menyebabkan peratusannya terus meningkat, manakala peratusan Melayu-Muslim terus merosot. Menurut CIA World

Daftar Pustaka
http://khairaummah. 31 May, 2010, 22:43 Ghofur Abdul, Handout SIAT, 2010 Pekanbaru Sayuti Hendri, Pergumulan Melayu Muslim di Singapura, Altaf Riau. November 2003. Pekanbaru

Bab III Penutup


Kesimpulan saran

You might also like