You are on page 1of 4

Etika Dakwah Kalau kita sebutkan Etika, yang sebenarnya yang sebenarnya kita maksudkan ialah jiwa dan

roh yang menyertai suatu tindakan. Karena tindakan lahir saja dapat juga disertai oleh jiwa dan keinginan yg berbeda-beda. Memberikan uang kepada pengemis dapat terjkadi dengan maksud supaya dipuji dan dianggap dermawan. Tetapi dapat pula agar pengemis itu segera berlalu dan jangan terlalu lama mengganggunya. Atau mungkin didorong oleh kasih sayang dan belas kasihan.aristoteles, mula-mula memakai kata-kata itu beraasal dari kata Ethos untuk suatu kehendak baik, yang tetap. Etika hubunmgan dengan sosial baik atau buruk, benar atau salah. Baik dan buruk berhubungan dengan kemanusiaan dan sering dikaitkan dengan perasaan dan tujuan seseorang, tidak berlaku umum dan merata. Seorang yg menganggap suatu perbuatan itu baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain, tergantung pada adat kebiasaan yang dipakai oleh tiap-tiap kelompok. Meskipun demikian, etika berlainan dengan adat, karena adat hanya memandang lahir, melihat tindakan yg dilakukan, sedangkan etika lebih memperhatikan hati dan jiwa orang yg melakukannya, dengan maksud apa ia dilakukan. Seorang yg membungkukan badannya ketika berlalu di hadapan orang yg tua-tua, telah dianggap memenuhi suruhan adat, telah mematuhi adat, tetapi belum tentu etis, tergantung kepada maksud apa ia mebungkukan badan. Tetapi hati dan jiwa itu tidak dapat dilihat, maksud seseorang tidak mudah diketahui, apalagi kalau disembunyikan rapat-rapat. Sebab itu etika berhubungan pula dengan tindakan. Maksud itu harus diringi dengan perbuatan, kalau tidak demikian tentu tidak dapat dilihat dan diketahui. Yang dilihat hanyalah geark-gerik dan bentuk-bentuk lahir itu. jadi etika adalah perbuatan lahir yang dilaksanakan dengan maksud yang baik. Bukan perbuatan yg lahir saja tanpa tujuan dan bukan pula tujuan saja karena tujuan itu tak dapat dilihat. Ada yg mengatakan bahwa etika itu digerakan dari luar, dari lingkungan manusia. Perundang-undangan, adat, dan tekanan-tekanan luar membuat manusia bertindak dan berbuat sesuai dengan tekanan-tekanan itu, dengan begitu terbentuklah Etika Heteronom (dari kata heteros yg berarti bergantung, dan kata nomos yg berarti undang-undang). Tetapi tindakan itu masih karena tekanan luar. Orang tidak mencuri hanya karena takut dihukum undang-undang, sebenarnya orang itu masih belum disebut etis. Sebab itu ada orang yg berpendapat Ethika Otonom (authos berarti sendiri), harus berpangkal dari diri sendiri, tidak mau mencuri karna memang mencuri itu buruk dan dirasakan tidak pantas. Kemudian menjadi persoalan pula apakah bisikan jiwa yang membawa tindakan etis (concscientia) sekaligus diberikan kepada manusia dalam keadaan sempurna atau berangsur-angsur berkembang atas dasar pengalaman. Descartes, Spinorza, dan lain-lain berpendapat didatangkan sekaligus. Descartes mengeluarkan dalil: Cogitu

Ergo Sum (saya berpikir jadi saya ada) semua disangsikannya kecuali ada dirinya karena diri itu berpikir. Dengan pikiran-pikiran timbul perasaan-perasaan yang membawa etiket. Karena pikiran itu datangnya sekaligus setelah manusia dewasa, sudah tentu etika yang yang timbul dari pikiran itu datangnya juga sekaligus, segera setelah ada pikiran. Manusia menentukan tindakannya dengan kekuatan akal dirinya sendiri sejak diketahuinya apa yang baik dan yang jahat tanpa membutuhkan pengalaman lebih dahulu. Pendapat demikian disebut pendapat Ethika Priorisme, atau boleh juga disebut Rationalisme (ratio: otak) atau nativisme (natus: lahir). Socrates juga berpendapat demikian, antara lain ia berkata : Pengertian susila yang sama telah tersedia pada manusia sejak lahirnya. Tugas manusia hanya memperoleh pengertian yang terang dan jelas (clear and distinct) tentang yang baik dan yang jahat. (terang dimaksudkan lawan dari gelap atau kabur selamany seluruhnya, sedang jelas yaitu dapat diketahui seluruh bagian-bagiannya, dapat dibedakan satu bagian dengan yang lain, lawan dari samar-samar). Jalan untuk mencapainya, menurut Socartes, ialah berpikir secara betul dan selalu ingat akan nosce te ipsum (kenalilah dirimu sendiri). Hanya orang yg tidak mengetahui saja yang berbuat salah, orang yang pinta selamanya baik. Orang baru dianggap dewasa stelah ia: 1. Mengenali dirinya (nerani mengakui nilainya sendiri); 2. Berani mengakui aku-nya yang kedua (isterinya); 3. Mengakui masyarakat tempatnya berada, dan 4. Berani memempertahankan filsafat sendiri. Kalau manusia telah mempunyai pengertian yang terang dan jelas tentang yang baik, dengan sendirinya, ia akan bertindak. Sebaliknya ketidaksusilaan adalah disebabkan ketidakadaan pengetahuan. Demikian Socartes. Spinoza membentangkan etika-nya dengan menurunkan kodrat alam semesta. Manusia hidup bersusila, kalau ia hidup sesuai dengan alam, dipimpin oleh hokumhukum alam yang telah ada dalam aku-nya. Semakin sempurna suatu benda, semakin nyatalah dia, lalu orang bertindak lebih banyak (sibuk). Dengan demikian ia lebih sedikit menderita. 9kalau orang mau sempurna bertindaklah dengan sibuk, karena sibuk tidak akan menderita). Selanjutnya ia menjelaskan: Kita sibuk bila kita menjadi sebab dari apa yg terjadi di luar kita, sebaliknya kita menderita bila kita tidak menjadi sebab atau hanya sebagian menjadi sebab. Roh manusia menjadi sibuk dan gembira bila mempunyai tanggapan yang kacau dan tidak sempurna.segala penderitaan sebenarnya disebabkan tanggapan yang kacau dan tidak sempurna, tanggapa-tanggapan yang kacau inilah yang menimbulkan hawa nafsu dalam aku kita. Manusia demikian bukan lagi tuan dari dirinya sendiri, tetapi telah takluk dan diperbudak oleh keadaan dan demikian telah terikat

kepadanya sehingga ia terpaksa menempuh jalan yang salah. Yang baik ialah kita ketahui secara pasti sesuatu itu berguna bagi kita. Yang jahat juga kita ketahui secara pasti merintangi kita memperoleh sesuatu yang baik. Immanuel Kant (1723 1804) juga menganut etika priorisme ini, dengan mengajarkan: Pengalaman tidak menunjukan kepada manusia bagaimana ia mesti bertindak, hanya menunjukan bagaimana sebenarnya ia bertindak. Sebagaimana akal memberi undang-undang kepada dunia peristiwa, demikianlah saat praktis memberikan undang-undang kepada dirinya sendiri untuk berbuat baik. Sebutan baik hanya hanya dapat diberikan kepada kehendak dan tindakan, apabila kita memperkembangkan kehendak baik yang ada pada aku kita tanpa suatu pembatasan, tanpa kalau dan tanpa akan tetapi, hanya didorong oleh kesadaran kewajiban bertindak yg bersifat susila dan menjadikan hak-hak susila itu sebagai Kategorische Imperatio (perintah yg berlaku untuk segala zaman dan tempat) John Locke (1632 1704) dan teman-teman membantah pendapat ini dengan ajarannya: bila dasar-dasar kesusilaan itu merupakan pembawaan yang sama bagi seluruh manusia, bagaimana kita dapat menyesuaikan hal itu dengan orang-orang jahat dan suku-suku liar yang tidak mempunyai pandangan kesusilaan yang sama dengan kita? Memang kepada kita mereka tidak diberikan, sewaktu ia lahir, tanggapan baik dan jahat yang sama dengan yang kita miliki. Garis petunjuk etika kita peroleh dari pengalaman, dan oleh penglaman itulan kehendak manusia yang bebas menjadi terkekang. Kehendak itu selalu digerakkan oleh suatu perasaan tidak senang terhadap keadaan sekarang. Perasaan tidak senang ini menimbulkan keinginan dan hawa nafsu untuk memperoleh suatu yang disukai.pendorong yang sehebat-hebatnya bagi segala tindakan manusia, ialah hasrat untuk memperoleh bahagia. Darwin berkata: sebagaimana berlaku bagi dunia alami, bagi dunia susila juga berlaku adil perkembangan (the principle of evolution) factor pengalamanlah yang membentuk convensia, karena dalam perjuangan hidup (the struggle for life) tidak hanya tinggal yang terbaik dan yang terkuat. Tetapi juga tercapai kemajuan perasaan sosial yang bermanfaat untuk memelihara masyawakat hidup. Perjuangan hidup itu menimbulkanj undang-undang hidup dan syarat umum kehidupan yang menjadi ukuran tindakan manusia, ukuran yang menentukan mana yang baik dan mana yang jahat. Baik, apabila dapat memajukan perkembangan, dan buruk, bila merintangi perkembangan itu Demikian simpang siurnya pendapat orang mengenai etika, orang menggali dan menggalitetapi satu hal yang sudah jelas bahwa orang memerlukan etika bukan saja karena tuntutan alam sekitarnya, tetapi juga untuk kepuasan dan kebahagiaan dirinya sendiri. Sesuatu yang melanggar etika, bukan saja perlu dikerjakan, tapi juga harus benar-benar dijauhi, tidak hanya lahirnya saja ditinggalkan, tetapi hati benarbenar merasa jijik mendekatinya dan melihat orang lain mengerjakannya. Dalam

hubungannya dengan dakwah, akan kita catatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

You might also like