You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Rawa merupakan istilah umum yang digunakan untuk semua daerah yang tergenang air baik secara musiman atau permanen dan ditumbuhi vegetasi. Air yang menggenangi rawa dapat asin, payau atau tawar. Rawa yang dijumpai dipesisir umumnya dipengaruhi oleh pasang surut (rawa pasang surut), sedangkan rawa yang jauh dari pantai, di dekat sungai atau lahan basah lainnya tidak dipengaruhi oleh pasang surut air (rawa non pasang surut). Rawa merupakan salah satu sumber daya alam potensial yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Luas lahan rawa mencapai sekitar 33,4 juta ha. Sebagian besar lahan rawa tersebut terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Luas lahan rawa di pulau Kalimantan adalah sebesar 10,56 juta ha. Rawa tanpa hutan, merupakan bagian dari ekosistem rawa hutan. Rawa tanpa hutan yang didominasi oleh rumput-rumputan dan herba aquatik lainnya, serta memiliki badan air tergenang yang cukup luas, biasanya dikenal dengan lebak, rawa herba, rawa rumput dan rawa gambut permanen serta badan-badan air tergenang lainnya yang mengalami pendangkalan.

Gambar 1. Rawa tanpa hutan Namun sebagian rawa tanpa hutan ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk usaha pertanian sehingga potensi pengembangannya masih sangat besar,

sehingga memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan kebutuhan pangan.

B. Perumusan masalah 1. Apa sajakah jenis rawa tanpa hutan yang ada di Kalimantan Selatan 2. Bagaimana pengelolaan rawa tanpa hutan yang tidak merusak lingkungan

C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan adalah 1. Untuk mengidentifikasi jenis rawa tanpa hutan yang ada di Kalimantan Selatan 2. Untuk mengidentifikasi cara-cara pemanfaatan rawa tanpa hutan yang tidak merusak lingkungan

BAB II PEMANFAATAN RAWA TANPA HUTAN

A. Jenis-jenis rawa tanpa hutan yang ada di Kalimantan Selatan Adapun jenis-jenis rawa tanpa hutan yang ada di Kalimatan Selatan, adalah : 1. Rawa Lebak Kata lebak diambil dari kosakata Bahasa Jawa yang berarti lembah atau tanah rendah. Rawa lebak adalah wilayah daratan yang mempunyai genangan hampir sepanjang tahun, minimal selama tiga bulan dengan tinggi genangan minimal 50 cm. Bahan induk tanah rawa lebak umumnya berupa endapan aluvial sungai, endapan marin, atau gambut yang terbentuk pada periode era Holosen, yaitu sejak 10.000 sampai 5.000 tahun silam yang jauh lebih tua jika dibandingkan dengan endapan di delta sepanjang sungai yang diperkirakan terbentuk antara 2.500-3.000 tahun silam. Sifat fisika tanah dari lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian melumpur, kandungan lempung (clay) tinggi, atau gambut tebal dengan berbagai taraf kematangan dari mentah (fibrik) sampai matang (saprik). Lapisan bawah dapat berupa lapisan pirit (FeS2) yang berpotensi masam; atau pasir kuarsa yang miskin hara; sifat kimia, kesuburan, dan biologi tanah tergolong sedang sampai sangat jelek. Hidrologi atau sistem tata air kebanyakan lahan rawa lebak sangat buruk. Ketersediaan sarana dan prasarana tata air yang mendukung belum memadai sehingga kinerja pengatusan (drainage), pelindian (leaching), dan penggelontoran (flushing) belum mampu mempercepat perkembangan tanah. Rawa lebak dibagi ke dalam tiga zona hidrotopografi, yaitu :
1.

Lebak dangkal : wilayah yang mempunyai tinggi genangan 25-50 cm dengan lama genangan minimal 3 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi nisbi lebih tinggi dan merupakan wilayah paling dekat dengan tanggul.

2.

Lebak tengahan : wilayah yang mempunyai tinggi genangan 50-100 cm dengan lama genangan minimal 3-6 bulan dalam setahun. Wilayahnya

mempunyai hidrotopografi lebih rendah daripada lebak dangkal dan merupakan wilayah antara lebak dangkal dengan lebak dalam.
3.

Lebak dalam : wilayah yang mempunyai tinggi genangan > 100 cm dengan lama genangan minimal > 6 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi paling rendah. Potensi lahan rawa lebak di Indonesia mencapai 14 juta hektar, terdiri dari

rawa lebak dangkal seluas 4.166.000 ha, lebak tengahan seluas 6.076.000 ha, dan lebak dalam seluas 3.039.000 ha Umumnya Pola pemanfaatan dari rawa lebak yang selama ini diterapkan diprioritaskan pada zona lebak pematang dan tengahan sedangkan zona lebak dalam tetap dipertahankan seperti keadaan alaminya. Untuk rawa lebak dangkal dan rawa lebak tengahan biasanya dimanfaatkan untuk usaha pertanian padi dan palawija sedangkan untuk rawa lebak dalam dimanfaatkan untuk kolam ikan dan usaha tani ikan dan perternakan itik baik petelur maupun pedaging ataupun ternak kerbau rawa jika memungkinkan.

Gambar 2. Pembagian hidrotopografi rawa lebak

Sementara petani di daerah Hulu Sungai Kalimantan Selatan, umumnya membagi rawa lebak dengan sebutan watun (lahan rawa lebak = Bahasa Banjar), yaitu watun I, II, III, dan IV. Batasan dan klasifikasi watun didasarkan menurut hidrotopografi dan waktu tanam padi adalah sebagai berikut : 1. Watun I : wilayah sepanjang 200-300 depa menjorok masuk dari tanggul (1 depa = 1,7 meter). Hidrotopografinya nisbi paling tinggi. 2. Watun II : wilayah sepanjang 200-300 depa (= 510 m) menjorok masuk dari batas akhir watun I. Hidrotopografinya lebih rendah daripada watun I.

3.

Watun III : wilayah sepanjang 200-300 depa (= 510 m) menjorok masuk dari batas akhir watun II. Hidrotopografinya lebih rendah daripada watun II.

4.

Watun IV : wilayah yang lebih dalam menjorok masuk dari batas akhir watun III. Hidrotopografinya nisbi paling rendah.

Watun I, II, III, dan IV masing-masing identik dengan istilah lebak dangkal, lebak tengahan, lebak dalam, dan lebak sangat dalam atau lebung.

2. Rawa Herba Rawa herba di Indonesia mencapai lebih dari 2 juta Ha. Di Kalimantan Selatan seperti; rawa sungai negara (Rawa Danau Bangkau (HSS) dan Rawa Danau Panggang (HSU). Rawa jenis ini didominasi oleh herba akuatik dan mempunyai badan air yang relatif terbuka. Rawa yang menjadi habitat Kerbau Rawa ini merupakan contoh rawa yang tidak berhutan yang mana diperkirakan bahwa rawa herba yang ada di Indonesia mencapai 2 juta hektar dan terdiri dari 600 spesies tanaman herba (herba aquatik).

B. cara-cara pemanfaatan rawa tanpa hutan yang tidak merusak lingkungan 1. Rawa Lebak Salah satu faktor kunci keberhasilan pengelolaan rawa lebak adalah teknik pengelolaan tanah dan tata air yang tepat, sehingga terciptanya media tumbuh yang baik bagi tanaman. Dengan mempertimbangkan aspek teknik, sosio-

ekonomi dan lingkungan maka pengelolaan dilakukan secara bertahap. Adapun tahapan dalam pengembangan rawa lebak yang dilakukan, yaitu : 1. Proses reklamasi dilakukan dengan membangun prasarana pengairan yang bersifat sederhana, yaitu berupa jaringan saluran yang bersifat terbuka yaitu saluran yang dibangun tanpa dilengkapi bangunan pengatur, berfungsi untuk keperluaan drainase secara garvitasi. Pengaturan tata airnya masih sepenuhnya bergantung pada kondisi alam, dengan kemampuan pelayanan tata air untuk budidaya pertanian padi pada tingkat subsistem. Begitu pula untuk prasarana lainnya masih bersifat minimum 2. Merupakan kelanjutan dari tahap 1 dengan melakukan penyempurnaan dalam meningkatkan kemampuan pelayanan prasarana yang ada yang dilakukan

dengan pendekatan secara multi sektoral dan terpadu. Jaringan tata airnya disesuaikan dengan kondisi lokalitas setempat, yang dapat berfungsi sebagai prasarana drainase terkendali, penyiraman air, pemasok air dan pengamanan banjir. Begitu juga system budidaya dan pola tanam pertaniannya disesuaikan dengan potensi lahan. Untuk mengatasi keanekaragaman kondisi local

setempat pada satu hamparan pengembangan, maka diterapkan pendekatan zona-zona pengelolaan air. 3. Merupakan tahap pemanfaatan penuh dari potensi sumber daya lahan dan air yang ada dalam kondisi kelembagaan dan ketenagakerjaan yang mendukung. Pada tahap ini, adanya pembangunan polder dan system irigasi teknik

menyebabkan kondisi air sudah sepenuhnya terkendali dan tidak tergantung dengan hidrologi sekeliling area serta mekanisasi dan budidaya pertanian secara intensif dalam spectrum luas.

Gambar 2. Bangunan pengaturan air rawa lebak, Polder Alabio, Kalimantan Selatan. 2. Rawa Herba Cara-cara pengelolaannya dibiarkan seperti keaadaan alami rawa herba itu sendiri.

BAB III Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini, adalah : 1. jenis-jenis rawa tanpa hutan yang ada di Kalimantan Selatan, yaitu : a. rawa lebak b. rawa herba 2. cara-cara pengelolaan rawa tanpa hutan, yaitu : a. rawa lebak dengan : 1. Proses reklamasi dilakukan dengan membangun prasarana pengairan yang bersifat sederhana 2. Merupakan kelanjutan dari tahap 1 dengan melakukan penyempurnaan dalam meningkatkan kemampuan pelayanan prasarana yang ada yang dilakukan dengan pendekatan secara multi sektoral dan terpadu. 3. Merupakan tahap pemanfaatan penuh dari potensi sumber daya lahan dan air yang ada dalam kondisi kelembagaan dan ketenagakerjaan yang mendukung. b. Rawa herba Cara pengelolaannya dibiarkan seperti kondisi alamnya saja.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.lablink.or.id/Eko/Wetland/lhbs-rawa.htm http://repository.upi.edu/operator/upload/s_geo_0602486_chapter2.pdf http://balittra.litbang.deptan.go.id/prosiding06/Document14.pdf http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/120/file/Mengubah-Lahan-RawaLebak-.pdf

You might also like