You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. (UU Kesehatan No. 23 th 1992 ). Sedangkan kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain (UU No. 3 th 1966 pasal 1 ). Dengan melihat kedua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan diantaranya mengenai jiwa yang merupakan bagian integral dari bagian lainnya baik fisik, sosial maupun ekonomi. Dan ketika seseorang dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak optimal baik fisik, intelektual dan emosionalnya dalam keselarasan dengan orang lain maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut mengalami kelainan jiwa. Dalam kenyataannya, ada individu yang mampu mencapai derajat kesehatan secara optimal sehingga bisa selaras dan beradaptasi dengan lingkungannya. Namun terdapat pula individu yang tidak mampu mencapai derajat kesehatan secara optimal dalam pertumbuhan dan perkembangannya sehingga terjadilah konflik dalam dirinya dan dengan ketidakmampuannya tersebut membawa dampak pada kelainan jiwa.

Jenis gangguan jiwa yang terjadi dapat berupa Neurosa, Psikosomatik, Gangguan Kepribadian, Mental Retardasi, Gangguan Akibat Zat Psiko Aktif dan Psiko Adiktif serta Psikosa, dimana Psikosa ini terbagi 2 bagian yaitu Psikosa Organik (terjadi pada otak : Meningitis, Ensepalitis, Tumor Otak) dan Psikosa Fungsional terdiri dari Schizofrenia, Afektif dan Paranoid. Penyakit Schizofrenia masih dapat dibagi-bagi lagi menjadi Schizofrenia Simpleks, Schizofrenia Hebefrenik, Schizofrenia Katatonik, Schizofrenia Paranoid, Schizofrenia

Residual, Episode Schizofrenia Akut dan Schizofrenia tak tergolongkan. Menurut data laporan kasus klien yang berkunjung ke RSJP Cimahi periode Januari Juni 2002 diperoleh data sebagai berikut : Tabel 1 Jumlah Penderita Gangguan Jiwa yang dirawat di RSJP Cimahi Periode Januari Juni 2002
No
(1)

Kode
(2)

Diagnosa
(3)

01
(4)

02
(5)

Bulan 03 04
(6) (7)

05
(8)

06
(9)

Jmh
(10)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
(1)

F00-03 F04-09 F10-19 F20.0 F20.1 F20.2 F20.3


(2)

Gg. mental organik termasuk symtomatik Gg. mental lain akibat disfungsi otak Gg. mental dan perilaku akibat zat psikoaktif Schizofrenia Paranoid Schizofrenia Hebeprenik Schizofrenia Katatonik Schizofrenia Tak Terinci
(3)

0 1 0 13 0 4 1
(4)

0 0 0 8 0 8 0
(5)

0 0 0 12 5 2 4
(6)

1 1 0 3 3 8 0
(7)

0 0 1 19 2 4 0
(8)

0 0 0 13 3 7 0
(9)

1 2 1 68 13 33 5
(10)

8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

F20.4 F20.5 F20.6 F20.8 F20.9 F23 F24 F25 F28 F29 F31

Depresi pasca Schizofrenia Schizofrenia Residual Schizofrenia Simpleks Schizofrenia Form Schizofrenia YTT Gg. Psikosa akut dan sementara Gg. Waham Induksi Gg. Schizoaffektif Gg. Psikotik non organik lainnya Psikosa tak khas Gg. Affektif Bipolar

0 30 0 0 3 17 0 2 0 0 0

0 38 0 0 5 22 0 1 0 1 0

1 21 0 1 5 35 0 2 0 0 0

0 29 0 1 4 20 0 6 0 0 0

0 29 0 0 8 32 0 4 0 0 1

0 17 1 1 7 20 0 0 0 0 0

1 164 1 3 32 146 0 15 0 1 1

19. 20. 21. 22.

F32 F40-41 F70-79 G40

Gg. Episode Depresi Gg. Anxietas Fobik, Gg. Anxietas lainnya Retardasi Mental Epilepsi TOTAL

3 0 1 1 76

1 0 0 0 84

3 0 1 2 94

4 0 0 0 80

2 0 0 0 102

1 0 0 4 74

14 0 2 7 510

Sumber : Rekapitulasi Medik, RSJP Cimahi tahun 2002 Dengan melihat tabel di atas ternyata penyakit Schizofrenia Residual memiliki jumlah yang banyak sekitar 32% selama periode Januari Juni 2002 sehingga diperlukan suatu penanganan dalam upaya - upaya untuk penyembuhan penyakit melalui pemeliharaan kesehatan dengan perawatan dan pengobatan. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Sdr. W Dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Di Ruang Merak RSJP Cimahi. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum a. Memperoleh pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR). b. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR) secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan.

10

2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam pembuatan laporan studi kasus ini diharapkan agar dapat : a. Melaksanakan pengkajian pada klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR). b. Merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR). c. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah ditetapkan. d. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan. e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR). C. Metoda Penulisan Metoda yang digunakan adalah metoda deskriptif yang berbentuk studi kasus. Teknik pengumpulan data pada kasus melalui wawancara, observasi langsung, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi dan kepustakaan serta penjelasan perawat ruangan. D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan studi kasus ini sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan umum dan tujuan khusus, metoda penulisan serta sistematika penulisan.

11

BAB II

: TINJAUAN TEORITIS Membahas tentang konsep dasar penyakit meliputi definisi, faktor predisposisi dan presipitasi, psikodinamika ; proses keperawatan jiwa meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN Tinjauan kasus berisi dokumentasi asuhan keperawatan meliputi : pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan

perkembangan. Pembahasan menguraikan tentang kesenjangan antara kasus dengan konsep/ teori. BAB IV : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan pelaksanaan asuhan keperawatan serta rekomendasi yang operasional.

12

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar 1. Definisi Konsep Diri Stuart dan Sundeen dalam Keliat (1992 : 2 ) mengemukakan bahwa : Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut Beck dalam Keliat (1992 : 2) lebih menjelaskan lagi bahwa : Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh : fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Berdasarkan dua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri adalah penilaian individu terhadap dirinya secara menyeluruh baik biopsiko-sosio-spiritual yang diketahui secara sadar serta berpengaruh dalam berinteraksi dengan orang lain. Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas kehidupan.

13

Berdasarkan Stuart and Sundeen dalam Hamid, et al (2000 : 98 100 ) menjelaskan bahwa konsep diri terdiri dari komponen-komponen berikut : a. Citra diri (Body Image) Pandangan individu terhadap tubuhnya, disadari atau tidak disadari. Termasuk persepsi dan perasaan masa lalu dan sekarang, tentang ukuran tubuh, fungsi, penampilan dan potensi. Pandangan ini terus berubah oleh pengalaman dan persepsi baru. Citra tubuh yang diterima secara realistis akan meningkatkan keyakinan diri sehingga dapat mantap dalam menjalani kehidupan. b. Ideal diri (Self Ideal) Persepsi individu tentang perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai yang ditetapkan. Ideal diri diperlukan oleh individu untuk memacu pada tingkat yang lebih tinggi. c. Harga diri (Self Esteem) Penilaian tentang nilai individu dengan menganalisa kesesuaian perilaku dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi berakar dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, sebagai individu yang penting dan berarti. Harga diri diperoleh dari penghargaan diri sendiri dan orang lain. Faktor yang mempengaruhi harga diri tinggi adalah perasaan diterima, dicintai, dihormati serta frekuensi kesuksesan.

14

d. Peran (Role Performance) Seperangkat perilaku yang diharapkan oleh masyarakat sesuai dengan fungsi individu di dalam masyarakat tersebut. Ada 5 faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dengan peran : 1) Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran 2) Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran individu 3) Keseimbangan dan kesesuaian antara peran yang dilakukan 4) Keselarasan harapan dan kebudayaan dengan peran 5) Kesesuaian situasi yang dapat mendukung pelaksanaan peran e. Identitas (Identity) Penilaian individu terhadap dirinya sebagai satu kesatuan yang utuh, berlanjut, konsisten dan unik. Ini berarti individu tersebut otonom, berbeda dengan orang lain, termasuk persepsinya terhadap jenis kelamin. Pembentukan identitas dimulai sejak lahir dan berkembang melalui siklus kehidupan dan terutama pada periode remaja. Konsep diri dapat berkembang dengan baik apabila budaya dan pengalaman di keluarga dapat memberikan perasaan positif, memperoleh kemampuan yang berarti bagi individu / lingkungan dan dapat beraktualisasi, sehingga individu menyadari potensi diri. Tetapi jika hal hal tersebut

mengalami perubahan akan terjadi gangguan konsep diri. Individu yang mengalami gangguan konsep diri tidak mempunyai salah satu atau semua ciri kepribadian yang sehat :

15

a. b. c. d. e. f.

Citra tubuh yang positif dan sesuai Ideal diri yang realistik Konsep diri yang positif Harga diri yang tinggi Penampilan peran yang memuaskan Rasa identitas yang jelas Gangguan konsep diri dapat ditemukan pada klien dengan Schizofrenia

yang memiliki karakteristik tersendiri yang akan sedikit diuraikan berikut ini : Schizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal (Ingram, 1993 : 51). Jadi bisa dikatakan bahwa Schizofrenia adalah penyakit psikosa yang ditandai dengan penyimpangan terhadap kenyataan, pikiran, dan perbuatan yang tidak wajar. Adapun kriteria diagnostik dari Schizofrenia secara umum menurut Kaplan, et al ( 1997 : 707) adalah harus ada sedikitnya dua atau lebih dari gejala gejala berikut selama periode satu bulan : a. b. c. d. Waham Halusinasi Bicara terdisorganisasi ( misal : sering menyimpang atau inkoheren ) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas seperti keadaan gaduh, gelisah, fleksibilitas cerea, negativisme dan mutisme.

16

e.

Gejala negatif seperti sifat yang apatis, bicara yang jarang, respon emosional yang menumpul atau tidak wajar. Ada beberapa jenis dari Schizofrenia, salah satu diantaranya yaitu

Schizofrenia Residual yang memiliki karakteristik menurut Kaplan, et al (1997 : 713 ) : a. Tidak adanya kumpulan lengkap gejala aktif (waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi dan gejala negatif). b. Sering ditemukan penumpulan emosional, penarikan sosial, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis dan pengunduran asosiasi ringan. c. Jika waham atau halusinasi ditemukan, maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai oleh afek yang kuat 2. Definisi Harga Diri Rendah ( HDR ) Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain ( Hamid, et al, 2000 : 98 ). HDR atau yang disebut gangguan harga diri dapat terjadi secara : a. Situasional Yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misalnya : harus operasi , kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi.

17

b. Kronik Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi yang negatif terhadap dirinya. Stuart dan Sundeen dalam Keliat (1992 : 18) mengemukakan cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah : a. Mengejek dan mengkritik diri sendiri b. Merendahkan / mengurangi martabat c. Rasa bersalah dan khawatir d. Manifestasi fisik e. Menunda keputusan f. Gangguan berhubungan g. Menarik diri dari realitas h. Merusak diri i. Merusak atau melukai orang lain. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah menurut Stuart dan Sundeen dalam Hamid, et al ( 2000 : 102 ) adalah sebagai berikut : a. Mengkritik diri sendiri dan orang lain. b. Produktifitas menurun. c. Destruktif pada orang lain. d. Gangguan berhubungan e. Merasa diri lebih penting

18

f. Merasa tidak layak g. Rasa bersalah h. Mudah marah dan tersinggung i. Perasaan negatif terhadap diri sendiri j. Pandangan hidup yang pesimis k. Keluhan keluhan fisik. l. Pandangan hidup terpolarisasi. k. Mengingkari kemampuan diri. m. Mengejek diri sendiri n. Mencederai diri sendiri o. Isolasi sosial p. Penyalahgunaan zat q. Menarik diri dari realitas r. Khawatir s. Ketegangan peran 3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi a. Faktor Predisposisi Faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah : 1) Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis

19

2) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran yang sesuai dengan jenis kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran yang sesuai dengan kebudayaan. 3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya dan kultur sosial yang berubah. b. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau luar individu ( internal or eksternal sources ), yang dibagi dalam 5 (lima) katagori sebagai berikut : 1) Ketegangan peran Adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan seperti konsep berikut ini : (a) Konflik Peran Ketidaksesuaian peran antara yang dijalankan dengan yang diinginkan (b)Peran yang tidak jelas Kurangnya pengetahuan individu tentang peran yang dilakukannya. (c) Peran yang berlebihan Kurang sumber yang adekuat untuk menampilkan seperangkat peran yang kompleks.

20

2) Perkembangan transisi Adalah perubahan norma yang berkaitan dengan nilai untuk menyesuaikan diri. 3) Situasi transisi peran Adalah bertambah atau berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti. 4) Transisi peran sehat sakit Yaitu peran yang diakibatkan oleh keadaan sehat atau keadaan sakit. Transisi ini dapat disebabkan : (a) Kehilangan bagian tubuh (b) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh (c) Perubahan fisik yang berkaitan dengan pertumbuhan dan

perkembangan. (d) Prosedur pengobatan dan perawatan 5) Ancaman fisik Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan,

ketidakseimbangan biokimia, gangguan penggunaan obat, alkohol dan zat.

21

4. Psikodinamika a. Proses terjadinya Schizofrenia 1) Faktor Biologis Schizofrenia dapat terjadi pada individu yang mengalami kerusakan otak yaitu kerusakan otak di sistem limbik, lobus frontalis dan ganglia basalis. Sistem emosi, limbik karena peranannya dalam dalam dasar

mengendalikan

dihipotesiskan

terlibat

patofisiologis untuk Schizofrenia. Sedangkan ganglia basalis terlibat dalam mengendalikan pergerakan, dengan demikian patologi pada ganglia basalis dilibatkan dalam patofisiologis Schizofrenia. Faktor lain yang melibatkan ganglia basalis dalam patofisiologi Schizofrenia adalah kenyataan bahwa ganglia basalis berhubungan timbal balik dengan lobus frontalis, dengan demikian meningkatkan kemungkinan bahwa kelainan pada fungsi lobus frontalis mungkin disebabkan oleh patologi di dalam ganglia basalis bukannya di dalam lobus frontalis itu sendiri ( Kaplan, et al, 1997 : 697 ). 2) Faktor Psikososial Schizofrenia bisa dikatakan sebagai respon regresif terhadap frustasi dan konflik yang melanda seseorang di dalam lingkungan.Pada regresi ini melibatkan suatu penarikan penanganan emosional atau cathexis dari perwakilan objek internal dan orang sebenarnya di

22

dalam lingkungan, yang menyebabkannya kembali ke suatu stadium autoerotik dari perkembangan.Keadaan cathexis klien ditanamkan kembali ke dalam diri, dengan demikian memberikan gambaran penarikan autistik. Bila neurosis melibatkan suatu konflik antara ego dan id, psikosis dipandang sebagai suatu konflik antara ego dan dunia luar, dimana kenyataan diingkari dan selanjutnya dibentuk kembali (Kaplan, et al, 1997 : 705). b. Rentang Respon Konsep Diri Rentang Respon Konsep Diri
Respon adaptif Konsep diri positif Aktualisasi Diri Harga Diri Rendah Respon Maladaptif Kekacauan identitas Depersonalisasi

Respon individu terhadap konsep diri berfluktuasi sepanjang rentang respon adaptif sampai maladaptif. Respon adaptif dari konsep diri meliputi : 1) Aktualisasi diri Yaitu pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.

23

2) Konsep diri positif Yaitu apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. Respon maladaptifnya meliputi : 1) Kekacauan identitas Yaitu kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial

kepribadian pada masa dewasa yang harmonis. 2) Depersonalisasi Yaitu perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain. Sedangkan harga diri rendah adalah keadaan transisi antara respon adaptif dan maladaptif dari konsep diri. c. Dampak Harga Diri Rendah Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia Menurut teori Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia terbagi kedalam 5 bagian yang berbentuk piramid dengan semakin ke atas bentuknya semakin meruncing/mengecil. Adapun dampak terjadinya gangguan konsep diri : HDR terhadap kebutuhan dasar tersebut adalah : 1) Kebutuhan Fisiologis

24

a) Kebutuhan Nutrisi Tidak semua klien dengan HDR pemenuhan kebutuhan nutrisi. mengalami gangguan ada,

Sebagian

memang

dikarenakan klien selalu asyik dengan dunianya. b) Istirahat dan Tidur Pada klien dengan HDR ada kalanya mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur dikarenakan aktifitas fisiknya yang hiperaktif atau karena pikirannya yang fokus pada suatu masalah sehingga klien tidak bisa tidur. c) Perawatan Diri Klien dengan HDR hampir semuanya mengalami defisit perawatan diri, hal ini disebabkan ketidaktahuan,

ketidakmampuan dan tidak ada minat. Tetapi ada juga yang bisa merawat dirinya sendiri dengan baik. d) Aktivitas Klien dengan HDR cenderung menarik diri, kurang bergaul dengan orang lain tetapi ada juga yang menjadi hiperaktif sehubungan dengan adanya perubahan isi pikir. e) Eliminasi BAB dan BAK tidak mengalami gangguan karena intake makanan cukup dan aktifitas fisik meningkat.

25

2) Kebutuhan Rasa Aman Harga diri yang rendah bisa mengakibatkan individu marasa gelisah, bingung, kadang takut terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi sehingga menimbulkan dampak pada rasa aman. 3) Kebutuhan Mencintai dan Rasa Memiliki Dengan harga diri yang rendah cenderung individu tidak

memperhatikan dirinya apalagi bila masalah yang dihadapi adalah masalah keluarga, maka ia lebih memperhatikan keluarganya sendiri. 4) Kebutuhan Harga Diri Dengan masalah yang dihadapinya, seperti masalah keluarga maka individu cenderung untuk mengalah, diam sehingga menyebabkan harga dirinya merasa direndahkan. 5) Kebutuhan Aktualisasi Diri Dengan adanya harga diri rendah menyebabkan individu tidak dapat mengatasi kelemahannya secara adekuat bahkan tidak bisa menyadari bahwa ia memiliki kemampuan yang patut dibanggakan. B. Proses Keperawatan Jiwa 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, analisa data dan perumusan masalah klien.

26

Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pada pengkajian klien dengan gangguan jiwa termasuk klien dengan gangguan konsep diri : HDR meliputi : faktor predisposisi dan presipitasi, fisik, psikososial, status mental dan kebutuhan persiapan pulang. Setelah data dikelompokkan, dilakukan analisa data kemudian dirumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah yang ada pada klien. Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan konsep diri : HDR ialah : a. Resiko tinggi perilaku kekerasan : diarahkan pada diri sendiri dan oranglain b. Perubahan sensori persepsi : halusinasi c. Isolasi sosial d. Perubahan proses pikir e. Gangguan konsep diri : HDR f. Berduka disfungsional g. Gangguan pola tidur 2. Perencanaan Perencanaan merupakan tahap lanjut dari pengkajian yang terdiri dari : menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan keperawatan. kriteria evaluasi, merumuskan intervensi dan aktifitas

27

Tujuan perencanaan terdiri dari : tujuan umum ( TUM ) dan tujuan khusus ( TUK ). Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosa tertentu. TUM dapat dicapai jika serangkaian TUK telah tercapai. TUK berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosa tertentu. TUK merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Adapun intervensi dan rasionalisasi yang dilakukan pada klien dengan gangguan jiwa terutama pada klien dengan gangguan konsep diri : HDR sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada pada pengkajian di atas adalah: a. Resiko tinggi perilaku kekerasan : diarahkan pada diri sendiri dan orang lain Intervensi (1)
1) Bina hubungan saling percaya 2) Pertahankan agar lingkungan klien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana, tingkat kebisingan yang rendah). 3) Salurkan perilaku merusak diri ke kegiatan fisik untuk menurunkan ansietas. 4) Pertahankan penampilan dan perilaku perawat yang tenang di hadapan klien.

Rasionalisasi (2)
1) Hubungan saling percaya merupakan dasar terjalinnya komunikasi terbuka. 2) Tingkat ansietas akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus yang dirasakan sebagai ancaman

3) Latihan fisik adalah cara yang aman dan efektif untuk menghilangkan ketegangan yang terpendam. 4) Ansietas dapat ditransper dari perawat pada klien.

28

b. Perubahan sensori persepsi : halusinasi Intervensi (1)


1) Bina hubungan saling percaya 2) Klien dapat mengenal halusinasinya 3) Klien dapat mengendalikan halusinasinya 4) Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengendalikan halusinasinya 5) Klien menggunakan obat untuk mengendalikan halusinasinya

Rasionalisasi (2)
1) Hubungan saling percaya merupakan dasar terjalinnya komunikasi terbuka 2) Untuk memberikan intervensi yang tepat pada saat klien menunjukkan perilaku halusinasi 3) Mengajarkan kepada klien untuk memilih tindakan yang positif pada saat halusinasi terjadi 4) Memberikan motivasi kepada keluarga untuk berperan serta dalam perawatan. 5) Membantu mencegah terjadinya halusinasi

c. Isolasi sosial Intervensi (1)


1) Bina hubungan saling percaya 2) Luangkan waktu dengan klien 3) Ajarkan teknik assertif interaksi dengan orang lain 4) Berikan penghargaan positif bila klien secara sukarela berinteraksi dengan orang lain

Rasionalisasi (2)
1) Hubungan saling percaya merupakan dasar terjalinnya komunikasi terbuka 2) Kehadiran perawat dapat meningkatkan persepsi diri klien sebagai seorang pribadi yang berharga 3) Dapat meningkatkan hubungan klien dengan orang lain 4) Penghargaan positif akan meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan

29

d. Perubahan proses pikir Intervensi (1)


1) Bina hubungan saling percaya 2) Jangan menyangkal keyakinan klien

Rasionalisasi (2)
1) Hubungan saling percaya merupakan dasar terjalinnya komunikasi terbuka 2) Menyangkal keyakinan klien tidak akan bermanfaat dan akan menghalangi perkembangan hubungan saling percaya 3) Jika klien dapat belajar untuk menghentikan meningkat, ansietas pikiran yang wahamnya

3) Bantu

klien

untuk

mencoba

menghubungkan keyakinan yang salah tersebut dengan peningkatan ansietas yang dirasakan oleh klien 4) Bicarakan tentang kejadian dan orang orang yang nyata 5) Bantu dan dukung klien dalam usahanya mengungkapkan perasaannya secara verbal

mungkin dapat dicegah 4) Diskusi yang berfokus pada ide ide yang ada tidak akan mencapai tujuan dan mungkin akan menjadi lebih buruk 5) Ungkapan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak mengancam akan menolong klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah terpendam cukup lama

30

e. Gangguan konsep diri : HDR Intervensi (1)


1) Bina hubungan saling percaya

Rasionalisasi (2)
1) Hubungan saling percaya merupakan dasar terjalinnya komunikasi terbuka

2) Bersikap

menerima

klien

dan

2) Meningkatkan perasaan makna diri 3) Untuk memperlihatkan penerimaan dan perhatian perawat terhadap klien

negativismenya 3) Luangkan waktu bersama klien

4) Dorong

klien

untuk

berpartisipasi

4) Klien dapat menerima umpan balik positif dan dukungan dari teman temannya

dalam terapi aktifitas kelompok 5) Bantu klien mengidentifikasi bagian diri yang ingin dirubah. 6) Bantu klien untuk melakukan aspek aspek perawatan diri saat dibutuhkan.

5) Harga

diri

yang

rendah

dapat tentang

mengganggu

persepsi

kemampuan menyelesaikan masalah. 6) Umpan balik positif meningkatkan harga diri.

f. Berduka disfungsional Intervensi (1)


1) Bina hubungan saling percaya

Rasionalisasi (2)
1) Hubungan saling percaya merupakan dasar terjalinnya komunikasi terbuka

2) Perlihatkan membolehkan

sikap

menerima klien

dan untuk

2) Sikap menerima menunjukkan kepada klien bahwa ia merupakan seorang pribadi yang bermakna 3) Klien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek positif maupun negatif dari proses berdukanya

mengekspresikan perasaannya 3) Dorong klien untuk meninjau proses berdukanya

4) Bantu klien dalam pemecahan masalah

4) Membantu meringankan beban yang dihadapi oleh klien

31

g. Gangguan pola tidur Intervensi (1)


1) Buat catatan secara terperinci tentang pola tidur klien

Rasionalisasi (2)
1) Data dasar yang akurat penting dalam perencanaan keperawatan untuk membantu klien menangani masalahnya

2) Jangan dukung klien untuk tidur sepanjang hari 3) Bantu dengan tindakan yang dapat menambah minuman waktu yang tidur, seperti

2) Untuk memberi kesempatan tidur yang nyenyak malam hari 3) Meningkatkan kenyamanan klien saat tidur

tidak

merangsang, 4) Membantu mengurangi ansietas yang dialami klien

mandi air hangat dan gosok punggung 4) Lakukan menggunakan sebelum tidur 5) Batasi minuman yang mengandung kaffein 5) Kaffein merupakan stimulan untuk SSP sehingga mengganggu kemampuan latihan musik yang relaksasi lembut

klien untuk istirahat tidur.

3. Pelaksanaan / Implementasi Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka perlu adanya kontrak dengan klien untuk menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang diharapkan. Beberapa petunjuk pada pelaksanaan / implementasi adalah : a. b. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat

32

c. d.

Keamanan fisik dan psikologis dilindungi Dokumentasi intervensi dan respon klien

4. Evaluasi Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan.

You might also like