You are on page 1of 9

RESUME BUKU

Quantum Teaching-Bimbingan dan Konseling

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling )

Disusun Oleh:

Fitriyati (109016100012) Biologi VI.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Judul Buku : Quantum Teaching-Bimbingan dan Konseling Penerbit Tahun Penulis : PT. Ciputat Press : 2005 : Dra. Hallen A., M.Pd.

Resume Isi Buku

BAB I: Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling Pada buku ini yang pertama kali disinggung ialah mengenai konsep dasar bimbingan dan konseling. Istilah bimbingan dan konseling pada awalnya diartikan sebagai bimbingan dan penyuluhan yang merupakan terjemahan dari istilah guidance and counseling, yang dicetuskan oleh Tatang Mahmud, MA. Namun karena kata penyuluhan banyak dipakai di berbagai bidang lain maka istilah penyuluhan dikembalikan ke istilah aslinya yakni counseling, sehingga saat ini dipopulerkan istilah bimbingan dan konseling. A. Pengertian Bimbingan Kata bimbingan diterjemahkan dari kata guidance atau to guide yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun, atau membantu. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan, namun tidak semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan. Banyak para ahli mengemukakan definisi bimbingan beserta prinsip-prinsipnya seperti Crow, Arthur J. Jones, DR. Moh Surya, DR. dan Rachman Natawijaya sehingga dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah merupakan proses pemberian bantuan yang terus-menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai media dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya. B. Pengertian Konseling Istilah konseling berasal dari bahasa Inggris to counsel atau to cousel yang berarti memberi saran dan nasihat. Istilah konseling sering dirangkaikan dengan istilah bimbingan karena keduanya merupakan kegiatan yang integral. Berdasarkan definisi para

ahli seperti Roger, Hansen Cs, Mortenson, Schmuller, Pepinsky, dan F.P Robinson dapat dimengerti bahwa konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan melalui tatap muka antara guruu pembimbing/konselor dengan klien dengan tujuan agar klien tersebut mampu memahami dirinya sendiri, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi secara optimal sehingga dapat mencapai kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial. C. Bimbingan konseling Islami Bimbingan islami adalah proses pemberian bantuan yang terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam al Quran dan Hadits Rasulullah ke dalam diri, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan al Quran dan Hadits. Sehingga manusia yang mempunyai hubungan baik dengan Allah Swt dengan manusia dan alam semesta sebagai tercapainya tujuan bimbingan Islami (Hablum minal lahi wa hablu minan nas). Dalam hal ini Seorang konselor Islami yang profesional harus mempunyai dua pijakan, yakni pengetahuan tentang bimbingan dan konseling serta pengetahuan agama yang cukup mendalam. yang menjadi klien dari bimbingan dan konseling Islami itu adalah setiap individu mulai dari lahirnya sehingga terinternalisasikan norma-norma yang terkandung dalam al Quran dan Hadits dalam setiap perilaku dan sikap hidupnya, serta individu yang mengalami penyimpangan dalam perkembangan fitrah beragama yang dimilikinya.

BAB II: Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan Pada bab ini dibahas mengenai perlunya usaha pelayanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan. Banyak faktor yang melatarbelakangi perlunya pelayanan bimbingan dan konseling untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkaan, diantaranya: A. Faktor Perkembangan pendidikan 1. Demokratisasi pendidikan; dalam suatu lembaga pendidikan kebanyakan peserta didik berasal dari berbagai latar belakang kondisi sosial, ekonomi, budaya, suku bangsa, dan agama yang berbeda sehingga peserta didik diharuskan dapat menyesuaikan diri. Para peserta didik biasanya mempunyai tingkat penyesuaian diri yang berbeda-beda Disinilah peran bimbingan dan konseling dibutuhkan untuk membantu peserta didik yang dalam penyesuaian diri dengan lingkungan agar proses jalannya pendidikan tidak terganggu.

2. Perubahan sistem pendidikan; sistem pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis, baik dari segi kurikulum, strategi belajar mengajar, media pengajaran, maupun sumber referensi sehingga peserta didik dituntut untuk menyesuaikan dan membuat keputusan. Namun terkadang banyak peserta didik yang mengalami problem yang tidak mungkin dapat diselesaikan oleh tenaga edukatif (guru) karena waktu lebih banyak tersita dalam pembelajaran. Oleh arena itu suatu lembaga diperlukan bantuan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. 3. Perluasan program pendidikan; peran bimbingan dan konseling sangat diperlukan pada saat peserta didik memilih sekolah/jurusan yang paling tepat karena disamping adanya pertimbangan kemampuan, sikap, dan minat peserta didik terhadap bidang studi/jurusan/sekolah, adapula pertimbangan dukungan moral dan kondisi ekonomi keluarganya. B. Faktor Sosio Kultural Perkembangan zaman dan kemajuan masyarakat banyak menimbulkan perubahan dan kemajuan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat berpengaruh pada kehidupan individu baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Lembaga pendidikan bertanggung jawab untuk mempersiapkan siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang kelak akan dihadapinya. Adanya bimbingan dan konseling akan membantu melalui bimbingan karir serta penelusuran minat dan bakat, agar para peserta didik siap terjun ke lapangan pekerjaan dan masyarakat setelah menyelesaikan studinya dengan dukungan keterampilan sosial yang memadai. C. Faktor Psikologis Peserta didik adalah pribadi yang berkembang menuju proses kedewasaannya, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan. Keduanya faktor tersebut akan optimal jika saling melengkapi, sehingga diperlukan bimbingan dan konseling untuk memberikan asuhan terhadap proses perkembangan pribadi peserta didik tersebut untuk mencapai perkembangan yang ditandai dengan kematangan dan kesehatan mental/pribadi. Program bimbingan dan konseling mencatat ada 14 perbedaan individu yang menimbulkan masalah dan perlu diatasi, yaitu kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, sikap, kebiasaan, pengetahuan, bakat, kepribadian, cita-cita, kebutuhan minat, pola-pola dan tempo perkembangan, ciri-ciri jasmani, dan latar belakang lingkungan.

BAB III: Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan Pada bab ini menjelaskan secara singkat tentang kedudukan bimbingan dan konseling dalam pendidikan dan bagaimana pula peranannya dalam mencapai tujuan pendidikan. A. Kedudukan bimbingan dan konseling dalam pendidikan. Dalam kegiatan pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan formal dapat berjalan baik dan ideal hendaknya mencakup ketiga bidang ruang lingkup, yaitu bidang instruksional dan kurikulum (bertujuan untuk membekali pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada peserta didik), Bidang administrasi dan kepemimpinan (mencakup kegiatan perencanaan, organisasi pembiayaan, pembagian tugas staf, dan pengawasan/supervisi), dan bidang pembinaan pribadi (bertanggungjawab pada kesejahteraan lahiriah dan batiniah peserta didik dalam proses pendidikan yang ditempuhnya). B. Pola kedudukan bimbingan dan konseling dalam pendidikan Menurut DR. Tohari musnamar dalam bukunya yang berjudul Bimbingan dan Wawanwuruk Sebagai Suatu Sistem mengemukakan pola-pola hubungan bimbingan dan konseling dengan aspek lain dalam pendidikan, diantaranya: bimbingan identik dengan pendidikan (sama-sama mengantarkan individu untuk mempertumbuhkan dan

memperkembangkan dirinya secara optimal), bimbingan sebagai pelengkap pendidikan, bimbingan dan konseling bagian dari kurikuler, bimbingan dan konseling bagian dari urusan kesiswaan, dan bimbingan dan konseling sebagai sub sistem pendidikan (bimbingan merupakan suatu sistem yang memiliki komponen yang berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan). C. Peranan bimbingan dan konseling dalam pendidikan Dalam hal kualifikasi ahli para tamatan suatu sekolah atau lembaga pendidikan, ada empat kompetensi pokok, yaitu kompetensi religius, kompetensi akademis atau profesional, kompetensi kemanusiaan, dan kompetensi sosial. Keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah sudah seharusnya diarahkan untuk mencapai terwujudnya keempat kompetensi pada setiap peserta didik, agar mereka tidak hanya memiliki kompetensi di bidang akademik saja namun berkompeten pula dalam kemanusiaan dan sosial serta ketaatan kepada penciptanya.

BAB IV: Fungsi Bimbingan dan Konseling Dalam buku ini sebelum dipaparkan fungsi bimbingan dan konseling, terlebih dahulu penulis mengajak pembaca untuk mengetahui tujuan dari bimbingan dan konseling, yaitu menempati bidang pelayanan pribadi dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan bagi

seluruh peserta didik agar dapat mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai pemberi layanan kepada peserta didik agar dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang utuh dan mandiri. Dalam hal ini bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi, diantaranya fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan (kuratif atau terapeutik dengan arti pengobatan atau penyembuhan), fungsi pemeliharaan dan pengembangan, dan fungsi advokasi (pembelaan terhadap peserta didik dalam upaya pengembangan seluruh potensi peserta didik ksecara optimal).

BAB V: Prinsip dan Asas-asas Bimbingan dan Konseling A. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling Menurut Prayitno dan Eman Amti (1994:220), rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan. Diantaranya: 1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan 2. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan Permasalahan individu 3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan Program pelayanan 4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan Tujuan dan pelaksanaan pelayanan B. Asas-asas bimbingan dan konseling Dalam bimbingan dan konseling, ada asas yang dijadikan dasar pertimbangan kegiatannya. Ada dua belas asas yang dijadikan pertimbangan menurut Prayitno, yaitu asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kemandirian, asas, kegiatan, asas kedinamisan, asa keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asasalih tangan, dan asas Tut Wuri Handayani (secara sistematis, terencana, terusmenerus, dan terarah kepada satu tujuan).

BAB VI: Pola Umum Bimbingan dan Konseling di sekolah Di sekolah, pola ini sering disebut BK Pola 17 karena di dalamnya terdapat 17 butir pokok yang amat perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah yang dilaksanakan secra terprogram, teratur dan berkelanjutan. ketujuhbelas pola tersebut dapat dibagi menjadi empat kegiatan, yaitu:

1. Kegiatan Bimbingan dan Konseling (BK) secara menyeluruh meliputi empat bidang bimbingan, yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir. 2. Kegiatan BK dalam keempat bidang bimbingan di atas diselenggarakan melalui tujuh jenis layanan, yaitu layanan orientasi (memahami lingkungan baru), informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, konseling kelompok, dan bimbingan kelompok. 3. Untuk mendukung ketujuh jenis layanan di atas, diselenggarakan lima kegiatan pendukung, yaitu instrumentasi bimbingan dan konseling (pengumpulan data dan keterangan peserta didik baik test maupun non-test), himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah (bertujuan untuk perolehan data dan pengentasan), dan alih tangan. 4. Di atas itu semua, kegiatan BK didasari oleh suatu pemahaman yang menyeluruh dan terpadu tentang wawasan BK yang meliputi pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asas-asas BK.

BAB VII: Data dalam Pelayanan Bimbingan dan konseling Seorang pembimbing atau konselor harus mampu memahami kliennya secara utuh serta memahami kondisi lingkungannya sepenuhnya. Pemahaman yang utuh dapat diperoleh dari data tentang kondisi klien dan lingkungannya. Berikut hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan data. 1. Jenis data; ada dua jenis data yang perlu dikumpulkan, yaitu data pribadi dan data tentang lingkungan, 2. Sumber data; informasi atau seumber data yang diperoleh langsung oleh pihak yang bersangkutan dinamakan sumber data primer, sedangkan sumber data yang diperoleh dari pihak-pihak lain dinamakan sumber data sekunder. 3. Teknik pengumpulan data; digunakan dua macam teknik dalam pengambilan data, yaitu teknik test dan non-test. Teknik test merupakan proses pengumpulan data dengan menggunakan test yang telah terstandari. Sedangkan teknik non-test adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan instrumen yang tidak tergolong terstandarisasi. Misalnya dengan wawancara, pengisian angket, pengamatan/observasi (catatan anekdot, daftar cek, skala penilaian/rating scale). Contoh teknik pengumpulan data 1. Sosiometri; teknik pengumpulan data mengenai hubungan sosial dan tingkah laku sosial peserta didik (psikosoial).

2. Pemeriksaan fisik dan kesehatan; dapat dilakukan oleh para ahli kesehatan seperti dokter, perawat dan lain sebagaianya. hal ini perlu dilakukan karena cukup penting untuk menunjang kegiatan pendidikan sekolah. 3. Inventori; digunakan untuk mengungkap keadaan pribadi siswa seperti minat, kebiasaan, sikap, kegiatan sehari-hari dan lain sebagainya. 4. Analisis hasil belajar; umumnya hasil belajar yang diperoleh pe serta didik dapat memberikan petunjuk tentang kesulitan belajar yang dialaminya. 5. Riwayat hidup dan catatan harian; disini dapat ditemukan berbagai peristiwa yang pernah dialaminya, sedang dialami dan cita-citanya. 6. Studi dokumentasi; misalnya buku induk, buku pribadi, dan surat-surat keterangan lainnya. 7. Studi kasus; data atau informasi yang dikumpulkan bersifat menyeluruh dan terpadu karena meliputi seluruh aspek kepribadian individu macam pendekatan. 8. Himpunan data; setelah data telah terkumpul, kemudian disimpan dan dihimpun dalamm himpunan data secara sistematis, rahasia, dan dinamis. dan menggunakan berbagai

BAB VIII: Diagnosis kesulitan Belajar di Sekolah Kesulitan belajar yang dialami oleh para peserta didik di sekolah akan membawa dampak negatif baik terhadapdiri siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungannya. Maka para pendidik harus waspada terhadap gejala-gejala kesulitan belajar yang mungkin dialami oleh para peserta didiknya. A. Karakteristik peserta didik dalam belajar Setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, diantaranya Peserta didik yang cepat dalam belajar, Peserta didik yang lambat dalam belajar, Peserta didik yang Drop Out (putus belajar), dan Peserta didik yang Underachiever (taraf inteligensi tinggi namun prestasi rendah). B. Gejala kesullitan belajar di sekolah Dalam hal menghadapi peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar, pemahaman yang utuh dari guru tentang kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didiknya merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan dan bimbingan yang tepat. Berikut merupakan ciri tingkah laku yang merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar, diantaranya Menunjukkan hasil belajar rendah, Hasil belajar tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, Lambat dalam melakukan tugas, Menunjukkan sikap yang

kurang wajar, Menunjukkan tingkah laku berkelainan, dan Menunjukkan gejala emosional yang tidak wajar. C. Latar belakang kesulitan belajar Kesulitan belajar dilatarbelakangi oleh dua faktor, yang pertama faktor internal (faktor dari dalam peserta didik); misalnya kurangnya kemampuan dasar, kurangnya bakat khusus, kurangnya motivasi, situasi pribadi (emosional), faktor jasmaniah, dan faktor hereditas (bawaan). Yang kedua faktor eksternal (faktor lingkungan); misalnya lingkungan sekolah yang kurang memadai, situasi kelluarga kurang mendukung, dan situasi lingkungan sosial yang mengganggu kegiatan belajar. D. Patokan kesulitan belajar Dengan adanya patokan yang jelas, diharapkan seorang pendidik dapat dengan mudah menandai peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Patokan yang digunakan dapat berupa tujuan pendidikan, seperti tujuan institusioanal yang dapat dijabarkan menjadi tujuan kurikuler, yakni tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi tertentu. Sehingga dapat diketahui peserta didik yang tidak dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. E. Diagnosis kesulitan belajar Diagnosis kesulitan belajar dapat dilakukan dengan cara mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, memahami sifat dan jenis kesulitan belajarnya, menetapkan latar belakang kesulitan belajar, menetapkan usaha-usaha bantuan, pelaksanaan bantuan, dan tindak lanjut.

You might also like