Professional Documents
Culture Documents
Khamer adalah minuman yang memabukkan yang berasal dari perasan anggur saja.
Adapun yang memabukkan dari selain anggur, seperti minuman yang terbuat dari
perasan kurma dan gandum, maka tidak dinamakan khamer, akan tetapi dinamakan
nabidz. Ini adalah madhabnya ulama Kufah, Al-NakhaI, Al-Tsauri dan Ibnu Laila
Dengan pendapatnya tersebut, ia mengemukakan dua alasan :
a. Karena alasan bahasa. Mereka berpegang pada kata-kata Abu al-Aswad al Duali
sebuah syairnya yang berbunyi sebagai berikut :
Biarlah khamer itu diminum orang-orang yang sesat,
Karena aku yakin bahwa sang pemabuk tetap menyanyikan (membela)
keberadaanya
Baik Khamer itu tak ada untuknya atau sang pemabuk tak memilikinya.
Sesungguhnya mereka berdua adalah saudara yang pernah disusui seorang ibu
Dengan alasan ini mereka berpendapat bahwa sesungguhnya nabidz bukan termasuk
khamer. Dan yang dinamakan khamer adalah sesuatu (minuman) yang sangat keras
(memabukkan) yang berasal dari perasan anggur.
b. Karena alasan agama, (berlandaskan sunnah nabi). Yaitu hadis yang diriwayatkan
oleh Abi Said al Khudri :
Ketika Nisywan datang kepada rasulullah, beliau berkata kepadanya: Apakah kau
minum khamer? Ia menjawab: saya tidak meminumnya sejak Allah dan rasulnya
mengharamkan. Kalau begitu apa yang kau minum? Ia menjawab: Dua campuran.
Maka rasulullah mengharamkan kedua campuran tersebut.
Hadis tersebut menjelaskan bahwa peminum meniadakan penamaan khamer dari dua
campuran minuman dihadapan rasulullah sedangkan beliau tidak mengingkarinya.
2. Jumhur Ulama (Mayoritas Ulama)
Di antara mayoritas ini, antara lain, adalah Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam
Ahmad. Mereka berpendapat:
.
.
Khamer adalah nama (sebutan) bagi setiap minuman yang memabukkan baik terbuat
dari anggur, kurma, gandum, atau lainnya. Ini merupakan pendapat mayoritas dari
kalangan ahli hadis dan ulama Hijaz
Alasan mereka bahwa yang dinamakan khamer adalah segala sesuatu yang
memabukkan, menjadi sangat kuat sekali dengan ditopang beberapa dalil hadits
berikut:
1. Hadis Ibnu Umar yang mengatakan
) (
Segala yang memabukkan adalah khamer, dan segala yang memabukkan hukumnya
haram.(H.R. Abu DAud dari Ibnu Umar).
2. Hadis Ibnu Umar
:
) (
Khamer diharamkan semenjak ditetapkan keharamanya, dan khamer yang dimaksud
yang terbuat dari lima hal: anggur, kurma, biji gandum, jewawud (jelai), dan sari pati.
Khamer adalah apa yang dapat menutupi akal.(H.R. Abu Daud).
3. Hadis Ummi Salimah
)
.(
Rasulullah melarang segala minuman yang memabukkan dan menutupi akal .(HR.
Abu Daud dari Ummi Salamah RA).
4. Hadis Abu Hurairah:
( )
Zuhair bin Harb bercerita padaku, bahwa Isnail bin Ibrahim telah bercerita kepada
kita, kita telah mendapatkan kabar dari Al Hajjaj bin Abi Usman, bahwa Yahya bin
Abi Katsir bercerita padaku sesungguhnya Aba Katsir mendengar Abu Hurairah
berkata : Rasulullah saw, bersabda : khamer itu terbuat dari kedua pohon ini, yaitu
kurma dan anggur.(H.R.Muslim).
5. Hadits Anas:
( ) .
Ahmad bin Yunus bercerita kepada kita, bahwa Abu Syihab Abdu Rabbih bin Nafi,
dari Yunus, (ia) dari Tsabit Al Bunnani, (ia) dari Anas telah bercerita kepada kita,
diharamkan khamer semenjak ditetapkan keharamanya, dan di Madinah kami tidak
mendapatkan khamer yang terbuat dari anggur, kecuali hanya sedikit. Sedangkan
umumnya khamer kita kebanyakan terbuat dari kurma atau kurma yang masih muda.
Al-Fahru al Rozi berpendapat bahwa hal di atas merupakan argumentasi yang paling
kuat dalam hal menamakan khamer dalam pengertian semua yang memabukkan.
Al-Imam al-Alusi pun juga mengemukakan komentarnya sebagai berikut:
.
Menurut saya, sesungguhnya yang benar dan tidak boleh diingkari, bahwa minuman
yang dibuat dari apa saja selain anggur, apapun adanya serta apapun namanya,
sekiranya memabukkan maka hukumnya haram. Baik sedikit maupun banyak.
Peminumnya dikenai hukuman had, talaknya dianggap sah serta najisnya terhitung
najis mughalladhah
Dari berbagai argumentasi di atas, Muhammad Ali al-Shabuni berpendapat bahwa
sesungguhnya segala sesuatu yang memabukkan adalah khamer.
Selain permasalahan di atas, yang juga menjadi perbincangan para ulama adalah
bentuk zat dari khamer. Muhammad al-Zuhri al Ghamrawi menyatakan:
.
Yang dimaksudkan dengan peminumnya adalah orang yang mengonsumsi khamer,
sekali pun berupa zat padat, adalkan berasal dari zat cair
Dari pernyataan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
khamer harus berupa zat cair atau zat padat yang berasal dari zat cair. Oleh karena itu
yang tidak berbentuk zat cair (minuman), seperti: ganja, opium, dan sebagainya
bukan termasuk khamer. Oleh karenanya, tidak berlaku hukuman had bagi
penggunanya (peminumnya). Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim al Bajuri yang
mengatakan:
.
Dikecualikan dari minuman (syarab), tumbuh-tumbuhan seperti ganja, opium, dan
lainya, maka tidak diberlakukan hukum had, sekalipun semua itu haram dan menutupi
akal. Tetapi sebaiknya hal tersebut dijauhkan dari pandangan orang awam
Dari ulasan di atas, secara definitive, khamer bisa diartikan sebagai: Zat cair atau zat
padat yang berasal dari zat cair yang disajikan untuk minuman, yang apabila diminum
akan mengakibatkan mabuk atau tertutupnya akal. Dengan demikian sekalipun
berupa zat cair, tetapi tidak disajikan untuk diminum, tidak termasuk kategori
khamer, seperti alkohol dan sebagainya.
b. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Miras (Khamer)
Sebagian telah dimaklumi, bahwasanya al-Quran merupakan sumber hukum yang
pertama dalam mengatur segala persoalan kehidupan. Kemudian setelah itu secara
berurutan adalah: Sunnah rasul (al-Hadis), Ijma, dan yang terakhir adalah Qiyas.
Dengan bersandar pada empat hal inilah segala persoalan sosial baik yang sudah
terjadi , maupun yang sedang dan akan terjadi, ditetapkan sebagai aturan aturan
hukum yang harus ditaati. Karena al-Quran diturunkan oleh Allah ke dunia
diperuntukkan sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Sebagaimana
firman-Nya dalam al-Quran surat Al-Anbiya, ayat 107:
uBt-! Z_ 9e=(\~=v0e( u(HttZ )ee &|=(+o~
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.
Secara universal, kandungan isi al-Quran, mencakup persoalan sosial, yang terdiri
dari :
1) Ilmu-ilmu tentang hokum.
2) Ilmuilmu tentang jidal (dialog).
3) Ilmuilmu tentang bagaimana orang mengingat-ingat kenikmatan yang telah
diberikan oleh Allah kepadanya.
4) Ilmu-ilmu tentang peringatan terhadap manusia akan adanya hari pembalasan.
5) Ilmuilmu tentang kematian dan kehidupan setelah mati.
Masalah minuman keras memang sudah ditetapkan keharamanya di dalam al-Quran.
Dan segala sesuatu yang telah ditetapkan aturanya di dalam al-Quran , wajib ditaati
dan tidak boleh seorang pun mengingkarinya. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Ibnu Abbas sebagai berikut:
.
.
Apabila telah kami kumpulkan dan kami tetapkan al-Quran di hatimu, maka
berbuatlah kamu dengannya. Yang dimaksudkan Ibnu Abbas adalah al-Quran yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.maka jadilah al-Quran itu baginya
bagaikan ilmu.
Setelah melalui perdebatan panjang di kalangan para ulama dalam menentukan
apakah sesunguhnya khamer tersebut, pada akhirnya bisa disimpulkan bahwa mereka
(ulama) terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
Pertama, adalah golongan Hanafiyah. Mereka memutuskan bahwa khamer adalah:
Minuman yang memabukkan yang terbuat dari perasan anggur. Sedangkan yang
terbuat dari selain anggur tidak disebut khamer, akan tetapi disebut nabidz.
Kedua, adalah golongan jumhur ulama, yaitu Malik, Syafii, dan Ahmad. Mereka
memutuskan bahwa khamer adalah:Nama (sebutan) bagi setiap minuman yang
memabukkan , baik terbuat dari perasan anggur, kurma, gandum atau yang lainnya.
Setelah mencermati perbedaan pendapat tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa
secara definitive khamer adalah: Zat cair atau zat padat yang berasal dari zat cair
yang disajikan untuk minuman, yang apabila diminum akan mengakibatkan mabuk
atau tertutupnya akal fikiran.
Islam memandang khamer sebagai sesuatu yang kehadiranya akan menimbulkan
mafsadat atau kerusakan dalam perjalanan hidup manusia. Oleh karenanya khamer
harus dijauhkan dari segala aktifitas manusia, agar bisa mendapatkan kebahagiaan
hidup baik di dunia maupun akhirat. Firman Allah dalam al -Quran, surat Al-
Maidah, ayat 90 menyatakan:
t~+kt- u#-{uP,->: u#-9.0.s #-:.o0( )eP+0-
'u#Bt+u)#( #-!vet (o--(Ite7uv #-9.:o~ t0~ Bie(
_(+ u#-{u.9o~N ?\.=eou|t 9o\=+3'N|
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum (khamer), berjudi
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
Kata rijs( ) dalam ayat di atas, sekalipun oleh kebanyakan orang diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dengan kata keji, sesungguhnya merupakan terjemahan
yang kurang tepat (kurang pas). Karena dalam ayat di atas, perbuatan (keji) itu
dinyatakan sebagai bagian dari syaitan. Kesimpulannya, orang yang minum khamer
telah mengambil alih satu perbuatan dari perbuatan-perbuatan syaitan. Sebagaimana
diinformasikan al-Quran , bahwa syaitan adalah musuh bagi manusia, dan manusia
harus memposisikanya sebagai musuh yang nyata. Bukan hanya Islam yang
menyatakan bahwa syaitan adalah musuh bagi manusia, tetapi hampir semua agama
dan keyakinan menyatakan bahwa syaitan adalah musuh yang selalu bertujuan untuk
menyesatkan dan merusak sendi-sendi agama yang bertujuan memelihara
kelangsungan dan keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Untuk memberikan pemeliharaan terhadaap kelangsungan dan keselamatan serta
kebahagiaan hidup yang dimaksud, Imam Syathibi, menetapkan lima tujuan yang
paling mendasar dengan diturunkanya syariat Islam. Lima tujuan dasar itu, ia
menyebutnya dengan al dlaruriyyah al khams, yang diantaranya, Hifdzu al din
(menjaga agama), Hifdzu al nasl (menjaga keturunan), Hifdzu al mal (menjaga harta),
Hifdzu al aql (menajga akal), Hifdzu al Irdli (menjaga harga diri).
Kelima hal tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia yang wajib dijaga. Oleh
karena itu datangnya khamer yang berpotensi merusak, harus dihindarkan jauh-jauh
dengan tujuan untuk:
1) Menjaga agama
Agama merupakan suatu keyakinan yang mengatur perjalanan hidup manusia demi
mencapai kebahagiaanya di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu agama merupakan
kebutuhan asasi manusia yang harus dihormati dan dijaga dari segala hal yang
merusaknya. Baik dalam hubunganya antara manusia dengan sesame (muamalah),
maupun dengan penciptanya (ibadah). Baik dalam bidang muamalah maupun ibadah,
kesehatan jasmani dan rohani merupakan kebutuhan fital yang tidak boleh ditiadakan.
Sebab itulah minum khamer yang berpotensi merusak ditetapkan sebagai perbuatan
syaitan. Ibadah, (khususnya shalat) merupakan perintah Allah yang harus dijalankan
dengan sepenuh hati dan ikhlas, serta dalam konsentrasi maksimal. Yaitu
melaksanakan ibadah penuh dengan kesadaran berfikir serta hadirnya hati yang
diikuti dengan gerakan-gerakan anggota badan secara teratur dan tumaninah.
Kehadiran khamer (miras) yang berpotensi merusak akal dan jiwa serta membuat
lemahnya fisik, sangat bertentangan dan bahkan bisa mengacaukan perbuatan shalat
tersebut. Oleh karena itu Islam melarang orang mendekati perbuatan shalat ketika
dalam keadaan mabuk. al-Quran suran An-Nisa:
#-9'=vu4ov ?o).t/u#( e 'u#Bt+u#( #-!vet t~+kt- c_
?o)^u9'u|t Bt- ?o\|=v0u#( A4 3o~t3 u&PuO(
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.
Ayat tersebut sesungguhnya tidak menunjukkan larangan tentang shalat. Karena
shalat merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Hanya saja ayat tersebut
menjelaskan bahwa shalat tidak boleh didekati(dikerjakan) ketiak orang itu dalam
keadaan mabuk. Artinya fokus larangan dalam ayat tersebut adalah larangan mabuk
(minum khamer). Karena ketika orang itu mabuk , jiwa, raga, dan fikiranya
terganggu, hingga ia tidak menyadari apa yang ia ucapkan di dalam shalat, dan tidak
pula menyadari akan gerakan-gerakan yang ia kerjakan di dalamnya. Hal semacam
ini sangat bertentangan dengan tujuan syariat dalam hal shalat atau ibadah-ibadah
yang lainnya.
2) Menjaga Keturunan.
Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan jawaban tegas bahwa
minuman keras ternyata berakibat buruk pada generasi penerus. Bahaya minuman
keras, bukan hanya mengancam peminumnya saja. Namun secara tidak manusiawi,
anak yang masih kecil, bahkan ketika anak masih berada dalam kandungan , sudah
terpengaruh (mengalami gangguan-gangguan kesehatan) manakala ketika sang ibu
hamil terbiasa minum alkohol. Bahkan resiko si kecil berkembang menjadi pecandu
alkohol pun besar. Masalah ini dikemukakan dalam suatu studi: Jumlah dan
frekuensi alkohol yang diminum ibu hamil bisa menjadi patokan berapa besar anak
berkembang menjadi alkoholik. . Pengaruh buruk alkohol atau miras tidak hanya
berpengaruh fisik saja, melainkan juga berpengaruh pada karakter atau akhlak si
anak, yang dalam pepatah Jawa dikatakan kacang ora ninggalno lanjaran. Artinya
seseorang meniru keadaan akhlak orang tuanya.
3) Untuk menjaga harta
Orang hidup tidak mungkin bisa dipisahkan dari harta. Artinya tanpa harta orang
tidak akan bisa hidup. Oleh karena itu harta termasuk kebutuhan asasi yang harus
dipenuhi dan dijaga. Membelanjakan harta ke jalan yang tidak benar (untuk minuman
keras atau khamer) merupakan perbuatan yang tidak ada artinya dan sia-sia atau
mubadzir, sekaligus merupakan perbuatan syaitan yang seharusnya dijauhi.
Sebagaimana al-Quran , surat Al-Isyra ayat 27 menyatakan :
)e,|uu|t .Pu)#( #-9.06t_t )e| Z. .^u+# 9et/vee
#-9.:o~ u.|t ( #-9u~:e
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan
itu adalah sangat ingkar kepada Tuhanya.
4) Untuk menjaga akal
Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang menerangkan bahwa akal adalah sesuatu
yang amat penting bagi manusia. Dengan akalnya manusia bisa mengetahui tanda-
tanda kekuasaan dan kebesaran Allah. Dan dengan akalnya pula manusia akan
mendapatkan kebahagiaanya. al-Quran surat Al-Baqarah ayat 242 menegaskan
sebagai berikut:
9o6^N| #-!+ 7tie .9e ._. ?o\|)=\u|t 9o\=+3'N|
'u#t~Iee
Demikian Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum hukum-Nya)
supaya kamu memahaminya.
Mengenal Tuhan adlaah suatu kebahagiaan tersendiri bagi orang yang mengerti apa
artinya hidup dalam naungan agama. Irulah sebabnya pada suatu ketika Siti Aisyah
menyatakan sebagai berikut:
.
Sungguh berbahagialah orang-orang yang diberi akal oleh Allah.
Demikian halnya Al Hasan Ra. Dalam suatu komentarnya ia mangatakan:
Tidaklah sempurna agama seseorang hingga sempurna akalnya, dan Alloh tidak
menitipkan akal kepadanya kecuali pada suatu hari Allah berkenan
menyelamatkanya.
Ia berkomentar demikian tidak lain karena memandang betapa akal itu merupakan
sesutau yang sangat berharga baginya. Agama seseorang tidak akan sempurna jika
akalnya tidak sempurna. Dan keselamatan seseorang pun tergantung pada
kesempurnaan akalnya pula.
5) Untuk menjaga Kehormatan
Mengkonsumsi minuman keras, tidak hanya menyebabkan rusaknya fisik, dan
kerugian harta saja, melainkan juga menyebabkan penderitaan manusia secara moral
atau kejiwaan serta menterlantarkan keluarga yang seharusnya dijunjung tinggi. Para
ahli dibidang kedokteran menyatakan:
Tidak sedikit orang yang kecanduan (selalu minum khamer), akhirnya kehilangan
kepedulian terhadap dirinya sendiri , keluarga, bahkan menyeret dirinya untuk
berbuat kriminal lainya demi mendapatkan harta untuk menghancurkan dirinya
sendiri, keluarga, bahkan memperlemah umat dan negaranya.
Realitas sosial menunjukkan bahwa banyak sekali kejadian-kejadian kriminal. Yang
disebabkan karena pelakunya dalam keadaan mabuk. Perbuatan tersebut dilakukan
diluar kesadarannya. Karena otak (pikiran) orang yang sedang mabuk khamer,
terganggu oleh serangan alkohol pada syaraf pusatnya. Dalam kitabnya Dalil al Sailin
dituturkan:
. :
Berkatalah seorang Badui, minuman keras (khamer) adalah pangkal semua
kejahatan , asal segala bencana dan sebab segala kerusakan.
Dengan demikian jelaslah bahwa miras (khamer) merupakan penyebab segala
terjadinya perbuatan jahat (criminal), sesuai dengan al-Quran surat Al-Maidah ayat
91:
&| #-9.:o~ c )eP+0- #-:.oK|c e u#-9.7t(.-!'u
#-9.\uov /t|Zu3'N ue (o~| ( #-9'=vu4o_ ut #-!
e..c t utls.'N| u#-9.0|se _ BZ0tku|t &P'A
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamer dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu mengingat Allah dan sembahyang, maak berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu).
Setelah mencermati ulasan di atas, secara garis besar bisa disimpulkan bahwa miras
adalah sesuatu yang sangat merugikan, karena adanya daya perusaknya sangat besar
terhadap sendi-sendi kehidupan, yaitu: agama, keturunan, harta, akal dan harga diri
manusia.
c. Pertimbangan Hukum Islam terhadap Miras (Khamer)
Proses yang panjang dalam perjalanan manusia bersama minuman keras (khamer),
pada akhirnya membuahkan suatu ketetapan bahwa miras adalah sebagai sesuatu
yang dilarang (diharamkan)
Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan dampak negatip yang ditimbulkan
oleh miras, yaitu:
1). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya agama
2). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya keturunan
3). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya harta.
4). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya akal
5). Miras sebagai penyebab terganggunya harga diri.
Maka berdasarkan:
1. Q.S. Al-Baqarah 219-220:
#-9.0(c tC oT(t=\uPt7 + 9e=Z- uBt+o~e
27e )eO.N\ (ee0-! \~| ( u#-9.0|se Bt-o#
uoT(t=\uPt 3 P+.\ee0- Be &2}9t u)eO.00-!
#-ut~Me 9o3'N #-!+ 7tie .9e 3 #-9.\.uu \~
Ze)^u|t 3 u#-u,to_ #-9P|u- e _. ?out3v|t
9o\=+6^N| u)e| ( ,| ;N| )e=( \~| ( #-9.uIt~04 t
uoT(t=\uPt7 Be, #-9.0.T t\|=vN u#-!+ 4
(o-e,|uuP3'N| Bo-9e:'uo\N| t_ #-!v )e| 4 {(Zuut3'N|
#-!+ v-!'u u9ou| 4 #-9.0(=e. .. 3O
Tentang dunia dan akhirat, Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim,
katakanlah: Menurut urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul
dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu, dan Allah mengetahui siapa yang
membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah
menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijak.(220).
2. Q.S. Al-Maidah 90
t~+kt- u#-{uP,->: u#-9.0.s #-:.o0( )eP+0-
'u#Bt+u)#( #-!vet (o--(Ite7uv #-9.:o~ t0~ Bie(
_(+ u#-{u.9o~N ?\.=eou|t 9o\=+3'N|
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum (khamer), berjudi
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
3. Q.S. Al-Maidah 91
c )eP+0- e u#-9.7t(.-!'u #-9.\uov /t|Zu3'N
ue &| #-9.:o~ ut #-! e..c t utls.'N|
u#-9.0|se #-:.oK|c _ BZ0tku|t &P'A (o~| (
#-9'=vu4o_
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamer dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, amak berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu).
4. Hadits Anas
:
:
( )
Dari Anas RA. Bahwasanya nabi Muhammad SAW, menjilid (melaksanakan
hukuman had) dengan menggunakan pelepah kurma dan sandal. Kemudian Abubakar
menjilid 40 kali. Ketika sampai pada giliranya Umar, sedangkan manusia mulai
berdatangan dari pedesaan, beliau bertanya: apa pendapatmu tentang penjilitan
terhadap masalah khamer? Seraya Abdurrahman bin Auf menjawab: aku melihat
bahwa engkau menjilid dengan hukuman had yang paling ringan. Maka selanjutnya
Umar menjilid sebanyak 80 kali.
5. Hadits Abu Hurairoh
: :
: :
( )
Berkatalah Abu Hurairoh RA, seorang laki-laki peminum khamer didatangkan
kehadapan Rosululloh, seraya beliau berkata: Pukullah dia. Maka diantara kita (para
sahabat nabi) ada orang yang memukul dengan tanganya, ada yang memukul dengan
sandalnya, dan ada yang memukul dengan pakaianya. Setelah lelaki tersebut pergi,
sebagian kaum mengatakan semoga Allah menghinakan kamu. Maka bersabdalah
Rosulullah SAW, jangan kau katakana demikian, jangan kau memberikan
pertolongan kepada syetan atas dia. (HR. Al-Bukhori dan Abu Daud)
Hukum Islam, menetapkan bahwa khamer adalah barang diharamkan. Barang siapa
melanggar, berarti ia berbuat melawan hukum. Bagi peminumnya dikenakan
hukuman had atau dicambuk (dipukul) sebanyak 40 kali. Berdasarkan hadits ini juga,
hukuman had bisa ditingkatkan menjadi 80 kali, apabila hakim memandang perlu.
Hal itu dilakukan manakala hakim melihat masalah dalam pemberatan hukuman had
tersebut. Seperti apabila peminum sudah berkali-kali dijatuhi hukuman had tetapi
tidak juga jera.
Adapaun alat yang dipergunaakn untuk memukul, boleh dengan segala sesuatu yang
apabila dipukulkan bisa menimbulkan rasa sakit (bisa membuat si peminum jera),
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhori dan Abu Daud di atas,
maka dengan demikian jelaslah bahwa persoalan alat untuk mencambuk atau
melaksanakan hukuman had, menjadi kewenangan hakim.
Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa khamer atau miras dalam tinjauan
(perspektif) hukum Islam adalah:
1) Hukumnya haram.
2) Peminumnya dikenakan hukuman had (dicambuk 40 kali hingga 80 kali), menurut
keputusan hakim.
3) Penentuan alat untuk hukuman had, merupakan wewenang hakim.
2. Narkoba
a. Pengertian Narkoba Menurut Hukum Islam
Narkoba yang dikenal sekarang ini, sesungguhnya tidak pernah ada pada masa
permulaan Islam. Bahkan tidak satu ayat-pun dari ayat-ayat al-Quran maupun Hadis
Nabi yang membahas masalah tersebut. Pembahasan pada waktu itu hanya berkisar
pada permasalahan khamer saja, sebagaimana ulasan sebelumnya.
Adapun narkoba yang dalam istilah agama Islam disebut mukhoddirot, baru dikenal
oleh umat Islam pada akhir abad ke 6 H. itupun masih terbatas pada ganja. Yaitu
ketika bangsa Tartar memerangi atau menjajah negara-negara Islam. Pada waktu
itulah orang-orang Islam yang masih lemah imanya, dan orang-orang fasiq dari
kalangan umat Islam terpengaruh dan kemudian mengkonsumsi barang tersebut. Baru
setelah itu persoalan ganja dikenal dan tersebar dikalangan umat Islam. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah telah membahas panjang dan lebar mengenai tumbuhan
marihuana (dalam bahasa Arab disebut Hasyisyah) yang ternyata belakangan ini
tergolong narkotika. Hasil kajiannya dapat ditemukan dalam kitabnya yang berjudul
Majmu al-Fatawa. Diantaranya ia menyatakan sebagai berikut:
...
...
Sesungguhnya awal dikenalnya ganja oleh umat Islam adlaah pada akhir abad ke 6
H atau abad ke 7 H, yaitu ketika bangsa Tatar dengan panglimanya bernama Jenghis
Kan merambah kewilayah Negara Islam.
Begitu juga Syaikh Muhammad Ali Husin Al-Maliki RA. Menyatakan bahwa
marihuana belum pernah dibahas oleh ulama-ulama mujtahidin pada masanya, dan
belum pernah juga dibicarakan oleh ulama-ulama salaf. Karena sesungguhnya ganja
atau marihuana tersebut tidak dikenal pada waktu itu. Tumbuhan ini baru dikenal dan
tersebar pada akhir abad ke 6, yaitu pada masa pendudukan bangsa Tatar. Hal ini
diketahui dari pernyataan yang termuat dalam kitab Tahdziful furuq sebagai berikut:
.
ketahuilah sesungguhnya tumbuh-tumbuhan yang dikenal dengan nama
marihuana(ganja) belum pernah dibahas oleh ulama-ulama mejtahidin, dan belum
pernah juga dibicarakan oleh ulama-ulama slaaf. Karena sesungguhnya ganja atau
marihuana tersebut tidak ada pada zaman mereka. Barang tersebut baru dikenal dan
tersebar pada akhir abad ke 6, yaitu pada masa pendudukan bangsa Tatar.
Sejak itulah ulama-ulama Islam mulai mendiskusikan dan memperdebatkan
permasalahan narkoba, baik dalam pengertianya, jenisnya, macam-macamnya serta
segala sesuatu yang terkait denganya. Dalam kenyataan al-Quran dan Al-Hadis tidak
pernah membahas secara langsung persoalan narkoba tersebut. Bahkan tidak pernah
membahas jenis tumbuh-tumbuhan tertentu, yang kemudian hari dinyatakan sebagai
tumbuhan (tanaman) terlarang. Kini narkoba menjadi permasalahan umat, yang
menuntut para ulama untuk segera memberikan jawaban tentang hukumnya yang
pada kenyataanya barang tersebut memang memabukkan. Ini artinya antara miras dan
narkoba memiliki kesamaan sifat (illat), yaitu iskar atau sifat memabukkan.
b. Tinjauan hukum Islam terhadap Narkoba
Sekalipun narkoba memiliki kesamaan sifat iskar dengan miras, namun secara
definitive menunjukkan adanya perbedaan. Karena miras berupa zat cair sedangkan
narkoba tidak. Dari sini muncul pertanyaan apakah narkoba yang memiliki dasar
kesamaan iskar dengan miras, juga memiliki potensi muatan hukum yang sama?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus diketahui dahulu sumber hukum yang
dipergunakan di dalam hukum Islam yang sudah menjadi kesepakatan para yuris
(dalam hal ini ulama Syafiiyah), yaitu: al-Quran, al-Hadis, dan Qiyas.
Sebagaimana mereka telah sepakat bahwa dalil dalil tersebut adalah sebagai alat
istidlal (menetapkan dalil suatu peristiwa) juga telah sepakat tentang tertib atau
jenjang dalam beristidlal dari dalil-dalil tersebut.
Diatas telah dijelaskan bahwa baik al-Quran maupun Al-Hadis , tidak pernah
menjelaskan secara langsung persoalan narkoba. Begitu juga halnya dengan ijma,
baik dari para sahabat nabi maupun ulama mujtahid. Karena pada masa itu narkoba
memang belum dikenal. Oleh karena itu alternative terakhir dalam memutuskan
hukumnya narkoba adalah melalui jalan qiyas.
Secara etimologis kata qiyas berarti qadara, artinya mengukur, membandingkan
sesuatu dengan yang semisalnya. Sedangkan menurut terminology hukum Islam, Al-
Imam Al-Ghozali mendefinisikan qiyas sebagai berikut:
.
Menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal
menetapkan hukum pada keduanya disebabkan ada hal yang sama antara keduanya,
dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.
Karena sifat Iskar yang berpengaruh di dalam penggunaan narkoba sangat ditentukan
oleh besar kecilnya kadar yang dikonsumsi, maka hasil penetapan besar kecilnya
muatan hukum narkoba tersebut harus disesuaikan dengan qiyas yang dipergunakan.
Apakah qiyas awlawi (yaitu qiyas yang berlkunya hukum furu lebih kuat dari
pemberlakuan hukum pada asal karena kekuatan illat pada furu). Atau dengan
menggunakan qiyas musawi (qiyas yang berlakunya hukum furu sama keadaanya
dengan berlakunya hukum asal karena kekuatanillatnya sama). Ataukah
menggunakan qiyas adwan (qiyas yang berlakunya hukum pada furu lebih lemah
dibandingkan dengan berlakunya hukum pada asal meskipun qiyas tersebut
memenuhi persyaratan.
c. Pertimbangan hukum Islam terhadap Narkoba
Pada pasal miras menurut hukum Islam telah dijelaskan bahwa seperti epium dan
sebagainya, tidak diberlakukan hukuman had. Karena pada kenyataanya narkoba
bukanlah miras. Untuk itu diperlukan qiyas sebagai alat beristidlal. Dengan maksud
untuk menentukan hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba secara pasti dan
adil. Oleh karena itu mekanisme penetapanya diserahkan kepada yang berwewenang
atau hakim. Kalau menurut pandangan hakim, penyalahgunaan narkoba itu kadarnya
di bawah standar miras, maka hakim menggunakan qiyas adwan. Dan hukuman yang
dijatuhkan , potensinya berada di bawah hukuman had. Akan tetapi kalau
penyalahgunaan narkoba itu sama kadarnya dengan miras, maka qiyas yang harus
dipergunakan adalah qiyas musawi. Dan hukuman yang ditetapkan dipersamakan
dengan hukuman had. Bergitu juga apabila penyalahgunaan narkoba itu kadarnya
lebih besar dari pada miras, maka yang dipergunakan adalah qiyas aulawi. Dan
hukuman yang ditetapkan harus lebih berat dari hukuman miras sesuai dengan
muatan kadar narkoba yang dikonsumsi atau disalahgunakan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sepanjang narkoba dipergunakan di jalan
benar, maka Islam masih memberikan toleransi. Artinya narkoba dalam hal-hal
tertentu boleh dipergunakan, khususnya pada kepentingan medis pada tingkat
tingkat tertentu:
a. Pada tingkat darurat. Yaitu pada aktifitas pembedahan atau operasi besar, yakni
operasi pada organ-organ tubuh yang vital seperti hati, jantung, dan lain-lain. Yang
apabila dilaksanakan tanpa diadakan pembiusan total, kemungkinan besar si pasien
akan mengalami kematian.
b. Pada tingkat kebutuhan atau hajat. Yaitu pada aktifitas pembedahan yang apabila
tidak menggunakan pembiusan, pasien akan merasakan sangat kesakitan, tetapi pada
akhirnya akan mengganggu jalanya pembedahan. Walaupun tidak sampai pada
kekhawatiran matinya si pasien.
c. Tingkatan bukan darurat dan bukan hajat. Yaitu tingkatan pada aktifitas
pembedahan ringan yakni pembedahan paada organ tubuh yang apabila tidak
dilakukan pembiusan, tidak apa-apa. Seperti pencabutan gigi, kuku, dan sebagainya.
Namun pasien akan merasakan kesakitan juga.
Setelah melalui proses diskusi dan perdebatan panjang, akhirnya para ulama sampai
pada kesepakatan bahwa narkoba adlaah haram, karena pada narkoba terdapat illat
(sifat) memabukkan sebagaimana pada khamer, sekalipun mekanisme hukumanya
berbeda. Hal ini selaras dengan pernyataan Ibnu Taimiyah yang berbunyi:
- -: "
"
Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah r.a. mengkonsumsi ganja hukumnya
adalah haram, bahkan termasuk sejelek-jelek perkara, baik sedikit maupun banyak,
hanya saja mengkonsumsi secara banyak hukumnya haram berdasarkan kesepakatan
umat Islam.
Sejalan dengan itu Al-Imam Al-Qarafi juga berpendapat:
Tumbuh-tumbuhan yang terkenal dengan anam ganja yang dikonsumsi oleh orang-
orang fasiq, telah disepakati keharamanya oleh para ulama, yaitu penggunaan
dengan kadar banyak sehingga menghilangkan (berpengaruh) pada akal.
Ulama yang lain memberikan ulasan agak luas. Artinya tidak terbatas pada ganja saja.
Mereka sudah memasukkan opium , marihuana dan sebagainya. Sebagaimana Syekh
Muhammad Alauddin Al Hashkafi al-Hanafi, beliau mengatakan :
...
dan haram mengonsumsi ganja, marihuana dan epium , karena merusak akal dan
menghalangi ingatan (dzikir) pada Allah dan shalat.
Dari ulasan di atas bisa disimpulkan bahwa narkoba menurut Islam adalah:Segala
sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan kesadaran, tetapi bukan minuman
keras, baik berupa tanaman maupun yang selainya. Selanjutnya istilah narkoba dalam
terminology Islam disebut mukhoddirot.
Hukum keharaman narkoba ditetapkan melalui jalan qiyas yang terdiri dari: qiyas
aulawi, qiyas musawi dan qiyas adwan. Adapun sangsi hukumnya, bagi pengguna
narkoba sepenuhnya menjadi wewenang hakim. Selain itu, Islam memandang
narkoba merupakan barang yang sejak awal sudah diharamkan. Oleh karenanya pada
kebutuhan medis, penggunaan narkoba dianggap tingkat darurat atau toleransi.
6. Kesimpulan
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari tulisan ini, dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal mendefinisikan miras
(khamer), sebagai berikut:
a. Imam Abu Hanifah
Menurut al Imam Abu Hanifah, khamer (miras) adalah : Minuman keras yang
memabukkan yang berasal dari perasaan anggur saja. Sedangkan yang terbuat dari
selain anggur, dinamakan nabidz. Oleh karena itu bagi peminumnya (nabidz) tidak
dikenakan hukuman had.
b. Jumhur ulama (Syafii, Maliki, dan Ahmad)
Menurut mereka Khamer adalah:Nama (sebutan) dari setiap minuman yang
memabukkan . Oleh karenanya dari apapun minuman itu dibuat, asalkan
memabukkan, maka minuman tersebut layak dinamakan khamer. Bagi peminumnya
dikenakan hukuman had.
c. Untuk memperoleh definisi yang kongkrit, dan sesuai dengan pendapat ulama
Syafiiyah sebagai panutan mayoritas masyarakat hukum di Indonesia, diadakan
penggabungan kedua definisi di atas. Sehingga khamer didefinisikan sebagai: Zat
cair atau zat padat yang berasal dari zat cair yang disajikan untuk minuman, yang
apabila diminum akan memabukkan.
2. Dari definisi di atas (definisi miras), menunjukkan bahwa menurut pandangan
Hukum Islam, narkoba bukanlah miras (khamer). Hanya saja pada narkoba terdapat
illat yang sama dengan khamer. Illat tersebut adalah sifat iskar (memabukkan). Oleh
karena itu bagi pelaku penyalahgunaan narkoba tidak dikenakan hukuman had,
melainkan dikenakan hukuman dengan jalan qiyas terhadap miras. Yaitu:
a. Apabila penyidikannya menunjukkan illat yang lebih rendah (ringan) dari pada
khamer, maka yang dipakai adalah qiyas adwan. Dalam arti derajat hukuman
pidananya harus di bawah hukuman had.
b. Apabila penyidikanya menunjukkan illat yang sama dengan khamer, maka yang
dipakai adalah qiyas musawi. Dalam arti derajat hukumanya dipersamakan dengan
hukuman had. Akan tetapi apabila penyidikanya menunjukkan lebih berat dari pada
khamer, maka yang dipakai adalah qiyas aulawi. Artinya , derajat hukumanya lebih
berat dari hukuman had. Sedangkan muatan berat-ringanya (berat) hukuman
sepenuhnya menjadi wewenang hakim.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mazid, Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar bin, (t.th.), Ahkam al
Jirohah al Thibbiyah wa al Atsar al Mutarottabah alaiha, (Madinah: Al Jamiah al
Islamiyah bin al Madinah al Nabawiyah).
Al Alusi, (1994), Ruhu al Maani, juz 2, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Al Bajuri, Ibrohim, (t.th.), Hasyiyah al Bajuri, (Indonesia: Dahlan).
Al Dahlawi, Ahmad bin Abdul Rahim, (1987), Al Fauzul Kabir Fi Ushuli al Tafsir,
(Bairut: Dar al Basyair al Islamiyah).
Al Ghifari, Abu, (2002), Generasi Narkoba, (Bandung: Al Mujahid).
Al Ghomrowi, Muhammad al Zuhri, (1923), Al Sirojol Wahhaj, (t.t: Musthofa al Babi
al Halbi).
Al Jashshas, (1994), Ahkamu al-Quran, juz 1, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Al Qarafi, (t.th.), Al Furuq, jilid 1, (Beirut: Darul Fikri).
Al Sadlan, Sholeh bin Ghonim, (2000), Bahaya Narkoba Mengancam Umat, (Jakarta:
Darul Haq).
Al Syatibi, Abi Ishaq, (t.th.), Al Muwafaqot, jilid 4, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Aris, Widodo Moch, (1996), Makalah Penyalahgunaan Obat Psikotropika (obat
terlarang),Dampaknya pada kesehatan, (t.tp)
Atmasasmita, Romli, (2003), Pemberantasan Terorisme dari Aspek Hukum Pidana
Internasiona, (Malang: Makalah Seminar Nasional dan Temu Alumni Mahasiswa
Fakultas Hukum Unisma Malang).
Bukhari, (1999), Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katir al Yamamah).
Departemen Agama RI, (2001), Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve).
Departemen Agama RI, (1978), Al Quran dan Terjemahanya, (Jakarta: Bumi Restu).
Ismail, Anas Abu Daud, (1996), Dalilussailin, (t.tp: Al Mamlakatul Arabiyah).
Mansur, Ali Nasif, (1975), Al Taj, (Beirut: Daru al Fiar).
Muhammad, Ali Al Shabuni, (t.th.), Rowai al Bayan,juz 1, (t.tp: Daru al Fikr).
Muslim, (1999), Sohih Muslim,jilid 3, (Beirut: Daru Al Ihyaal Turats).
Sanusi, Ahmad Mushofa, (2002), Problem Narkotika Psikotropika dan HIV-AIDS,
(Jakarta: Zikrul Hakim).
Sartono, (1999), Racun dan keracunan, (Jakarta: Widya Medika).
Sudiro, Amsruhi, (2000), Islam melawan Narkoba, (Jogjakarta: Madani Pustaka).
Syarifudin, Amir, (1997), Ushul Fiqh,jilid 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu).
Taimiyah, Ibnu, (t.th.), Majmual Fatawa, jilid 34, (Beirut: Daru Al Ihyaal Turats).
Thohon, Ahmad bin Muhammad, (t.th.), Al Mukhoddirut Syarrun Mustatir.
Yahya, Mukhtar dkk, (1983), Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, (Bandung:
Al Maarif).
Jawa Pos, 18 April 2003.
Kompas, 29 Januari 2003.
Tempo, 27 Mei 2001.
Majalah Interview, 20 Januari 2001.
Undang-undang Nomor 5, Tahun1997 tentang Psikotropika.
Undang-undag Nomor 22, Tahun1997 tentang Narkoba.