You are on page 1of 14

MAKALAH HADITS DAN ILMU HADIST Al-Jarh Wa At-Tadil

Disusun oleh: DHANI HANIFAH ELA NURLELA ELIS SULASTRI FAUZI AZZAMAHSYARI GINA SEPTRIANA W. GURIANG

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2012

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan taufiq-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun maksud dan tujuan disusunnya makalah ini di antaranya adalah memenuhi salah satu tugas untuk mata kuliah Hadits dan Ilmu Hadits, dan menjadikan makalah ini sebagai sarana pembelajaran bagi para pembaca. Ucapan terima kasih penyusun tujukan kepada Allah SWT. yang senantiasa memberi kekuatan kepada penulis, kepada pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini, dan kepada para pembaca yang bersedia mengapresiasi karya penyusun ini. Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penyusun berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sebagai pengingat bagi penyusun agar menyusun karya selanjutnya dengan baik.

Bandung, Mei 2012

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Hadist sebagai pernyataan, pengalaman, taqrir dan hal ihwal nabi Muhammad SAW.merupakan sumber ajaran islam yang kedua setelah al-Quran. Hadist sampai kepada kita melalui jalan perawi. Dengan begitu para perawi merupakan pusat utama dalam rangka mengetahui keshahihan hadist. Para ulama memperhatikan para periwayat hadist dalam upaya membedakan antara hadist yang dapat diterima dan hadist yang ditolak, yakni dengan memperhatikan kashalehan, kekuatan ingatan, kecermatan dan akhlak setiap periwayat hadist. Pengalaman para ulama dalam mengkaji periwayatan hadist ini berkembang dan melahirkan kaidah-kaidah yang pada akhirnya menjadi sebuah ilmu, disebut Ilmu Al-Jarh Wa At-Tadil. Hal utama yang ditelaah dalam kajian Ilmu Al-Jarh Wa At-Tadil adalah meneliti sanad hadist untuk mengetahui sifat dan perilaku perawi hadist yang berimplikasi kepada diterima atau ditolaknya hadist tersebut dan dapat difahami bahwa Ilmu Al-Jarh Wa AtTadil merupakan suatu kajian ilmu hadist yang sangat penting dpelajari dan ditelaah. Beranjak dari itulah dalam makalah ini penulis akan menguraikan sekilas tentang Ilmu AlJarh Wa At-Tadil dengan menjelaskan pengertian, lafal-lafal, kaidah-kaidah yang berlaku dalam Ilmu Al-Jarh Wa At-Tadil, syarat-syarat, serta menjelaskan tokoh-tokoh dan karyanya dan membahas karya yang membahas Ilmu Al-Jarh Wa At-Tadil.

B. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengertian dari ilmu al-jarh wa at-tadil. 2. Untuk mengetahui keadilan dan kecacatan rawi. 3. Untuk mengetahui syarat-syarat mentadilkan dan mentajrihkan.

C. Rumusan masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Al Jarh Wa At-Tadil Kalimat aljarh wa at-tadilmerupakan satu dari kesatuan pengertian yang teriri dari dua kata, yaitu al-jarh dan al-adl. Al Jarh secara bahasa merupakan bentuk masdar,dari kata - yang berarti seseorang menbuat luka pada tubuh orang lain, yang ditandai dengan mengalirnya darah dari luka itu. Kemudian pengertian al-adl scara etimologi berarti sesuatu yang tedapat dalam jiwa bahwa sesuatu itu lurus merupakan lawan dari lacur. Orang adil berarti orang yang diterima kesaksiannya. Tadil pada diri seseorang berarti nilai positif. Adapun secara terminologi, aladl berarti orang yang memiliki sift yang mencacatkan keagamaan dan keperwiraannya. Ilmu jarh wa al-tadil adalah ilmu tentang hal ihwal para rawi dalam hal mencatat keaiban dan menguji keadilannya.tadil atinya menganggap adil seorang rawi, yakni memuji rawi dengan sifat-sifat yang membawa maqbuknya riwayat. Aljarh atau tajrib artinya mencacatkan, yakni menuturkan sebab-sebab cacatnya rawi.

Perbuatan tajrih termasukyang dibolehkan oleh agama,sbabuntuk keperluan agama dan tidak mlampaui batas kemanusiaan. Menurut Nur Al-Din al-jarh didefinisikan dengan: Kecacatan pada perawi Hadits disebabkan oleh seauatu yang dapat merusak keadilan atau kedabitan perawi. Sedangkan at-tadil yang secara bahasa berarti at-tasywiyah (menyamarkan), menurut iatilah berarti: Lawan dari al-jarh, yaitu pembersihan atau pensucian perawi dan letetapan, bahwa ia adil atau dabit. Muhammad Ajjaj Al-Khatib mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu al-jarh wa al-ta;dil adalah suatu yang membahas hal-ihwal para rawi dari segi diterima atau ditolak periwayatannya. Sedangkan menurut ulama lain, ilmu al-jarh wa at-tadil itu adalah ilmu yang membahas tentang para perawi hadist dari segi yang dapat menunjukankeadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau membersihkanmereka dengan ungkapan atau lapadz tertntu (Subhi al-shalah, 2007:109).

B. Manfaat Ilmu Al-Jarh Wa At-Tadil Ilmu al-jarh wa at-tadil, pertama bermanfaat untuk menetapkan apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali. Apabila seorang rawi dinilai oleh para ahl sebagai seorang rawi yang cacat, periwayatannya harus ditolak, dan apabila seorang rawi dipuji sebagai seorang yang adil, niscaya periwayatannya diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadist terpenuhi.(faturrahman, 1991:87) Kedua, di butuhkan oleh para ulama hadits karena dengan ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana informasi yang benar datang dari Nabi saw, dan mana yang bukan. Sesuai dengan fakta sejarah, pemalsuan hadits yang terjadi sejak dulu dan makin marak pada masa perilaku kekuasaan politik islam. Fakta itu menunjukan bahwa ternyata, tidak semua pembawa hadits itu dapat dipercaya. Menunjukan cacat periwayat hadits bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan martabat individu , apalagi ulama, tatapi untuk melindungi informasi nabi saw dari kepalsuan. Para ulama sadar sepenuhnya bahwa menunjukan aib orang lain itu dilarang oleh agama. Akan tetapi bila jarh (kritik) tidak dilakukan, maka bahaya yang timbul akan lebih besar dan hadits nabi tidak dapat diselamatkan. Al- Baghdadi mengutip penilaian ibnu Mubarak atas kebohongan al-mala abnu hilal. Mengapa engkau berbuat ghibah (memperlihatkan aib orang lain). Ibdul Mubarak menjawab. kalau saya tidak menjelaskan , bagaiman mugkin dapat dipilah antara yang hak dan yang batil. Ketiga manfaat untuk mengetahui Ilmu al-jarh wa at-tadil, kita juga akan menyeleksi mana hadis yang sahih, hasan ataupun hadis dhaif, terutama dari segi kualitas rawi, bukan dari matanya.

C. Metode Untuk Mengetahui Kadilan Dan Kecacatn Rawi Dan Masalah-Masalahnya Keadilan rawi dapat diketahui dengan salah satu dari dua ketepatan : 1. Dengan kepopuleran di kalangan para ahli ilmu bahwa ia dikenal sebagai seorang yang adil (Bisy-Syuhrah)seperti terkenalnya sebagai orang yang adil di kalangan para ahli ilmu bagi Anas bin Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Syubah bin Al-Hajjai, dan sebagainya. Oleh karena itu, mereka sudah terkenal dikalangan para ahli sehingga tidak perlu lagi diperbincangkan lagi tentang keadilannya. 2. Dengan pujian dari seseorang yang adil (tazkiyah), yaitu ditetapkan sebagai rawi yang adil oleh orang yang adil semula rawi yang di tadil-kan itu belum terkenal sebagai rawi yang adil.

Penetapan keadilan seorang rawi dengan jalan tazkiyah ini dapat dilakukan oleh: a. Seorang rawi yang adil. b. Setiap orang yang dapat menerima periwayatannnya baik laki-laki maupun perempuan, baik orang yang merdeka atau budak. Penetapan tentang kecacatan seorang rawi juga dapat ditempuh melalui dua jalan, yaitu: a. Berdasarkan berita tentang ketenaran rawidalam keaibanya. b. Berdasarkan pen-tajrih an dari seorang yang adil, yang telah mengetahui sebab-sebab dia cacat. Ada beberapa masalah yang berhubungan dengan men-tadil-kan dan men-jarh-kan seorang rawi, diantaranya apabila penilaian itu secara mubham (tak disebutkan sebab-sebabnya) dan ada kalanya mujasar (disebutkan sebab-sebabnya ). Tentang mubham ini diperselisihkan oleh para ulama dalam beberapa pendapat , yaitu: a. Men-tadil-kan tanpa menyebutkan sebab-sebabnya dapat diterima, karena sebab itu banyak sekali, sehingga kalau disebutkan semuanya tentu akan menyibukkan saja.. adapun men-tajrih-kan tidak diterima, kalau menyebutkan seba-sebabbya, karena jarh itu dapat berhasil dengan satu sebab. Dan karena orang-orang itu berlainan dalam mengemukakan sebab jarh, hingga tidak mustahil seseorang men-tajrih menurut keyakinannya, tetapi tidak perlu disebutkan sebab-sebabnya. b. Untuk tadil harus disebutkan sebab-sebabnya, tetapi men-jarh-kan tidak perlu. Karena men-tadilkan itu bias dibuat-buat, hingga harus diterangkan. c. Untuk kedua-duanya , harus disebutkan sebab-sebabnya. d. Untuk kedua-duanya tidak perlu disebutkan sebab-sebabnya Masalah berikutnya adalah perselisihan dalam menentukannnya mengenai jumlah orang yang dipandang cukup untuk mentadilkan dan men-jarh-kan raw, sebagai berikut: a. Minimal dua orang, baik dalam soal syahadah maupun soal riwayah. b. Cukup satu orang saja, dalam soal riwayah bukan dalam soal syahadah. c. Cukup seorang saja, baik dalam soal riwayah maupun syahadah

D. Syarat-Syarat Bagi Orang Yang Men-Tadil-Kan Dan Men-Tajrih-Kan Kiata tidak boleh menerima bagitu saja penilaian seorang ulama terhadap ulama lainnya, melainkan harus jelas dulu sebab-sebab penilaian tersebut. Terkadang orang yangenganggap orang lain cacat, malah ia sendiri juga cacat. Oleh sebab itu, kita tidak boleh menerima langsung suatu perkataan sebelum ada yang menyetujui. Beranjak dari sikap selektif terhadap sesuatu, ada beberapa syarat bagi orang yang men-tadil-kan dan orang yang men-tajrih-kan, yaitu: 1. Berilmu pengetahuan 2. Takwa 3. Wara (orang yang selalu menjauhi perbuatan maksiat, syabhat, dosa-dosa yang kecil dan makruhat. 4. Jujur 5. Menjauhi fanatic golongan 6. Mengetahui sebab-sebab untuk men-tadil-kan dan men-tajrihkan E. Pertentangan Antara Al-Jarh Dan At-Tadil Terkadang pernyatan-pernyataan ulama tentang tajrih dan tadil terhadap orang yang sama bias saling bertentangan. Sebagian men-tajrih-kannya, sebagian lain men-tadilkan. Bila keadannya seperti itu, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang keadaan sebenarnya. Dalam masalah ini, para ulama terbagi dalam beberapa pandapat, sebagai berikut: a. Al-jarh harus didahuukan secara mutlak, walaupun jumlah mutadilnya lebih banyak banyak dari pada jarh-nya b. Tadil didahulukan daripada jarh, bila yang mentadilkan lebih banyak karena banyaknya yang mentadil bias mengukuhkan keadaan rawi-rawi yang bersangkutan c. Bila jarh dan tadil bertentangan, salah satunya tidak bisa didahulukan, kecuali

dengan adanya perkara yang mengukuhkan salah satunya yakni keadaan dihentikan sementara, sampai diketahu yang lebih kuat diantaranya. d. Tetap dalam taarudh bila tidak dikemukaan yang men-tajrih-kan Melihat dari perbedaan tersebut sekarang kita bisa mengetahui bahwa konsep (mendahulukan jarh dari pada tadil) bukan merupakan konsep yang mutlak, tetapi merupakan konsep dari mayoritas ulama.

F. Lafazh-Lafazh Ilmu Al-Jarh Wa At-Tadil Lafazh-lafazh yang digunakan untuk men-tajrih dan men-tadil itu bertingkat. Menurut Ibnu Hatim, Ibnu Shalah, dan Imam An-Nawawy, lafazh-lafazh itu disusun menjadi 4 tingkatan, menurut Al-Hafidz Ad-Dzahaby dan Al-Iraqi menjadi 5, sedangkan menurut Ibnu Hajar menyusunnya 6 tingkatan yaitu sebagai berikut. Tingkatan pertama, segala sesuatu yang mengandung kelebihan rawi dalam keadilan dengan menggunakan lafazh-lafazh yang Af'lu Al-Tadil atau ungkapan lain yang mengandung pengertian sejenis = orang yang paling tsiqat, orang yang paling kuat hapalnnya = Orang yang paling mantap hapalan da keadilannya = Orang yang palingf menonjol keteguhan hatinya dan akidahnya = Orang yang paling tsiqat melebihi orang tsiqat

Tingkatan kedua , memperkuat ke-tsiqah-an rawi dengan membubuhi satu sifat yang menunjukan keadilan dan ke-dhabit-annya, baik sifatnya yang dihubungkan itu selafazh (dengan mengulangnya) maupun semakna, misalnya: = Orang yang teguh (lagi) teguh, yaitu teguh dalam pendiriannya. = Orang yang tsiqat (lagi) tsiqah, yaitu orang yang sangat percaya. = Orang yang ahli (lagi) petah lidahnya. = Orang yang teguh (lagi) tsiqah, yaitu teguh dalam pendiriannya. = Orang yang hafidz (lagi) petah lidahnya. = Orang yang kuat ingatan (lagi) meyakinkan ilmunya.

Tingkatan ketiga, menunjukan keadilan dengan suatu lafazh yang mengandung arti kuat ingatan, misalnya = Orang yang teguh (hati-hati lidahnya). = Orang yang meyakinkan ilmunya. = Orang yang hafidz = Orang yang petah lidahnya

Tingkatan keempat, menunjukan keadilan dan ke-dhabit-an, tetapi dengan lafazh yang tidak mengandung arti kuat ingatan dan adil ( tsiqah) , misalnya = Orang yang sangat jujur. = Orang yang memegang amanat = Orang yang tidak cacat

Tingkatan kelima, menunjukan kejujuran rawi, tetapi tidak diketahui adanya ke-dhabit-an, misalnya:

= Orang yang berstatus jujur. = Orang yang baik hadisnya. = Orang yang bagus hadisnya. = Orang yang hadisnya berdekatan dengan hadist lain yang tsiqah.

Tingkatan keenam, menunjukan arti mendekati cacat seperti sifat-sifat diatas yang diikuti dengan lafazh Insya Allah atau lafazh tersebut di-tashir-kan ( pengecilan arti ) atau lafazh itu dikaitkan dengan suatu pengharapan, misalnya: = Orang yang jujur. = Orang yang diharapkan tsiqah. = Orang yang sedikit kesalehannya. = Orang yang diterima hadist-hadistnya.

Para ali menggunakan hadist-hadist yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang di tadilkan menurut tingkatan pertama sampai tingkatan keempat sebagai hujjah. Adapun hadits-hadits para rawi yang di-tadilkan menurut tingkatan kelima dan keenam hanya dapat berbentuk afalu yang ditulis, dan baru dapat dipergunakan bila dikuatkan oleh hadits periwayat lain. Kemudian tingkatan dan lafazh-lafazh untuk men-tajrihkan rawi-rawi yaitu: Tingkatan pertama, menunjukan pada keterlaluan si rawi tentang cacatnya dengan menggunakan lafazh-lafazh yang berbentuk mengandung pengertian sejenisnya, misalnya : = Orang yang paling dusta. = Orang yang pendusta. = Orang yang penipu. menggunakan lafazh-lafazh yang afalu al-tadil atau ungkapan lain yang

Tingkatan kedua, menunjukan sangat cacat dengan berbentuk shigat muballaguh, misalnya = Orang yang pembohong. = Orang yang pendusta. = Orang yang penipu.

Tingkatan ketiga, menunjuk pada tuduhan dusta, bohong atau sebagainya, misalnya: = Orang yang dituduh bohong. = Orang yang dituduh dusta. = Orang yang perlu diteliti. = Orang yang gugur. = Orang yang hadisnya tewlah hilang. = Orang yang ditinggalkan hadisnya.

Tingkatan keempat menunjukan sangat kelemahan dan kekacauan rawi mengenai hapalan, misalnya: = Orang yang dilempar hadisnya. = Orang yang lemah. = Orang yang ditolak hadisnya.

Tingkatan kelima, menunjuk kepada kelemahan dan kekacauan rawi mengenai hapalannya, misalnya: = Orang yang tidak dapat dibuat hujjah hadistnya. = Orang yang tidak dikenal hadistnya. = Orang yang munkar hadistnya. = Orang yang kacau hadistnya.

Tingkatan keenam, menyifati rawi dengan sifat-sifat yang menunjukan kelemahannya, tetapi sifat-sifat itu berdekatan dengan adil, misalnya: = Orang yang di-dhoif-kan hadistnya. =Orang yang diperbincangkan. = Orang yang disingkiri. = Orang yang lunak. = Orang yang tidak dapat digunakan hujjah hadistnya. = Orang yang tidak kuat.

Orang yang di-tajrih menurut tingkatan pertama sampai dengan tingkatan keempat, hadisnya tidak dapat dibuat Hujjah sama sekali. Adapun orang-orang yang di-tajrihkan menurut tingkatan kelima dan keenam, hadisnya masih dapat dipakai sebagai Itibar (tempat pembanding). Untuk menerima pen-tajrih-an atau pen-tadilan, ada yang harus diperhatikan, yaitu apabila kita temui sebagai ahli jarh dan tadil, dalam men-jarh seorang rawi, kita tidak perlu segera menerima pan-tajrihan tersebut tetapi hendaklah menyelidiki terlebih dahulu. Jika pentajrih-an itu membawa kegoncangan yang hebat , kendati yang men-tajrihkan adalh ulama`ulama yang mansyhur, pen-tajrih-anya tersebut tidak boleh diterima. Sebab, setelah kita adakan penelitian, terkadang sebab-sebab yang digunakannuntuk men-jarh-kannya tidak kuat sehingga kita bias menolak pen-jarh-annya. Hal itu disebabkan adannya kemungkinan-kemungkinan antara lain, adalah si-jarh sendiri termasuk orang yang di-tajrih-kan oleh orang lain, sehingga pen-tajrih-annya dan pentadil-annya tidak harus segera kita terima , selama orang-orang lain tidak menyetujuinya. Kemungkinan yang lain bias terjadi bahwa si jarh termasuk orang yang terlalu berlebihan

dalam men-tajrih-kan seseorang. Adapun pen-tajrih-an yang dilakukan oleh kebanyakan ahli tajrih dan tadil, lebih ringan. Jadi, riwayat yang kemungkinan bisa diterima adalah bukan berdasarkan banyak atau sedikitnya orang yang menilai. Tetapi terlebih dahulu berdasarkan kualitas orang yang menilainya.

G. Kitab-kitab ilmu al-jarh wa at-tadil Kitab-kitab yang membahas ilmu al-jarh wa at-tadil, mulai muncul pada abad ke-2 hijriah. Yakni ketika modifikasi ilmu mulai marak di segenap penjuru wilayah islam. Karya-karya tersebut adalah karya-karya Imam Yahya Ibn Main (158-235 H), Ali Ibn Al-Madiny (161-234 H), dan Imam Ahmad Ibn Hambal (164-241 H ) kemudian muncul secara berturut-turut karya berikutnya yang lebih luas uraiannya, mencakup berbagai bidang berbagai pendapat para tokoh al-jarh wa at-tadil tentang rawi-rawi yang lebih banyak jumlahnya. Karya itu mencakup sekitar 40 karya, baik yang dicetak maupun yang masih bebentuk manuskrip, sampai abad VII H. Karya-karya tersebut memiliki ukuran yang berbeda-beda, mulai yang paling kecil yang terdiri dari satu jilid dan memuat ratusan rawi, sampai yang terbesar yang terdiri dari puluhan jilid dan memuat ribuan rawi. Metode yang digunakannya pun berbeda-beda. Mulai dari yang membatasi karyanya dengan menyebut rawi-rawi yang dhaif dan kadzab saja. Sampai ada juga yang membatasi pada rwai-rawi yang tsiqat saja. Namun, ada juga yang memadukan antara rawi-rawi tsiqat dengan rawi-rawi dhaif. Karya-karya ini sebagian besar disusun secara alphabet. Karya-karya yang pertama-tama sampai kepada kita adalah kitab Marifat Ar-Rujal karya Yahya Ibn Main , kitab Adh-Dhuafa karya Imam Muhamad Bin Ismail Al-Bukhari (194-256 H.) dan telah dicetak di india pada tahun 1325 H. Dan bersamanya dicetak pula kitab Adh-Dhuafa Wa Al-Matrukin karya Imam Ahmad Ibn Syuaib Ali An-Nisa (215-303 H.) Karya-karya ulama mutaqadimin yang paling lengkap adalah kitab Al-Jarh Wa AtTadil karya Abdurrahman Ibn Abu Hatim Ar-Razi (240-327 H.). kitab ini terdiri dari empat juz dalam format yang besar dan memuat 1.850 biografi. Dicetak di india pada tahun 1375 H. dalam sembilan jilid. Jilid pertama merupakan muqaddimah-nya dan masing-masing juz lainnya terdiri dari dua jilid. Termasuk karya-karya yang popular adalah kitab at-tsiqat karya Abu Hatim Bin Hibban Al-Busty yang wafat tahun 354 H. dan Al-Kamil Fi Marifat Dhuafa Al

Muhadditsin Wa illal Al-hadist karya Al-Hafidz Abdullah Ibn Muhamad (Ibn Addiy) AlJurjaniy(277-365 H. ) Adapun karya cetakan yang paling lengkap dalm bidang ini adalah kitab Mizan AlItidal karya Imam Syamsuddin Muhammad Ibn Ahmad Adz-Dzahabi (673-748 H.) yang di cetak beberapa kali dan terakhir di mesir pada tahun 1382 H/1963 M dalam tiga juz memuat 1.105 biografi. Begitu juga. Kitab lisan Al-mizan karya Al-Hafidz Syihabuddin Ahmad Ali (Ibn Hajar) Al-Asqalani (773-852 H.) yang memuat semua hal yang dimuat Al-Mizan dengan beberapa tambahan. Didalamnya terdapat 14.343 biografi, dan dicetak di india pada tahun 1329-1331 H. dalam enam juz.

KESIMPULAN
Ilmu al-jarh wa at-tadil itu adalah ilmu yang membahas tentang para perawi hadist dari segi yang dapat menunjukankeadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau membersihkanmereka dengan ungkapan atau lapadz tertntu (Subhi al-shalah, 2007:109). Sedangkan Keadilan rawi dapat diketahui dengan salah satu dari dua ketepatan : Dengan kepopuleran di kalangan para ahli ilmu bahwa ia dikenal sebagai seorang yang adil. Dan dengan pujian dari seseorang yang adil (tazkiyah). syarat bagi orang yang men-tadil-kan dan orang yang men-tajrih-kan, yaitu: 1. Berilmu pengetahuan 2. Takwa 3. Wara (orang yang selalu menjauhi perbuatan maksiat, syabhat, dosa-dosa yang kecil dan makruhat. 4. Jujur 5. Menjauhi fanatic golongan 6. Mengetahui sebab-sebab untuk men-tadil-kan dan men-tajrihkan

DAFTAR PUSTAKA
Maslani dan Suntiah, Ratu. 2010. Ikhtisar Ulumul Hadits .Bandung: Sega Arsy. Suparta, Munzier. 2011 .Ilmu hadis. Jakarta Utara: Rajawali Pers. Solahudin, M.Agus. 2008. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia

You might also like