You are on page 1of 8

BUDAYA, CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN PADA PERUSAHAAN MALAYSIA

1.

PENDAHULUAN Keragaman faktor lingkungan mempengaruhi praktek pengungkapan yang

diadopsi oleh perusahaan telah diidentifikasi dalam literatur (Wallace and Gemon, 1991; Radebough and Gray, 1983). Faktor ini meliputi ekonomi, pasar modal, kerangka aturan dan akuntansi, mekanisme enforcement dan budaya dan sebagian yang disebut sebagai Theory Determinisme Lingkungan (Cooke and Wallace, 1990). Salah satu masalah yang mengemuka dalam penelitian mengenai hal ini adalah kegagalan dalam menggali faktor budaya, meskipun adanya kesadaran tentang pentingnya faktor budaya. Saat ini, penelitian lebih banyak pada karakteristik budaya yang khas yang menjadi sifat dari sebuah negara dalam mendukung atau menolak 2 teori yang saling berlawanan; teori budaya VS hipotesis konvergen (Wallace & Germon, 1991). Lebih lanjut, tradisi dari suatu negara ada pada warga negaranya dan lebih mungkin dalam menjelaskan kenapa berpikir seperti mereka. Wallace & Germon (1991) lebih jauh menyarankan menggunakan karakter nasional (dirasakan sebagai pembawaan psikologis, personalitas modal, struktur personalitas dasar, sistem dari sikap, nilai dan kepercayaan yang merupakan kebiasaan, karakteristik tingkah laku, produk budaya, seperti filosofi dari suatu negara) untuk menjelaskan perbedaan dalam sistem akuntansi. Sebagai mana disebutkan, teori budaya (cultural theory) digunakan oleh peneliti seperti Hofstede (1987) dan Gray (1988) yang menyediakan landasan yang baik bagi budaya incorporate sebagai salah satu variabel penjelas dalam penelitian pengungkapan. Lebih lanjut, pendekatan emic (Wallace & Naser, 1995) pada penelitian subbudaya (menganalisa berbagai macam grup etnik dalam suatu negara) lebih cocok dalam masyarakat yang beranekaragam (plural) (Balkaoui et al, 1991) seperti Malaysia. Penelitian ini mengembangkan pemahaman kita tentang faktor manusia yang mempengaruhi pengembangan dari pengungkapan sukarela. Hal ini penting dalam kontek negara yang multi-rasial karena sikap dan tingkah laku setiap ras dalam masyarakat di asumsikan berbeda dalam beberapa pengembangan. Penelitian ini akan

menggabungkan corporate governance dan karakteristik individu dari direktur dalam model pengungkapan sukarela menggunakan karakteristik spesifik-perusahaan sebagai variabel kontrol. Sejak tidak ada penelitian dalam pengungkapan yang secara langsung memeriksa variabel ini ( corporate governance dan personal (individu)) sebagai determinan dari pengungkapan, penyelidikan ini akan berada pada konteks dari literatur corporate governance dan nilai sosial dari ras yang berbeda sebagaimana yang disarankan Hofstede (1991) dan Abdullah (1992) pada nilai akuntansi yang diusulkan oleh gray (1988). Oleh karena itu, kerangka teoritis adalah multiperspektif dalam mengenali kesulitan yang melekat dari membangun teori ground untuk menjelaskan fenomena sosial (Gibbins et al, 1982). Malaysia menarik bukan hanya karena sebagai negara berkembang tetapi karena pertimbangan divisional yang berdasarkan ras, etnik dan bahasa. Tentu saja, pada 1969 ada kerusuhan yang melibatkan Malay (orang melayu) (yang merupakan 56 % populasi Malaysia) melawan etnik group Cina yang mengarah pada affirmative action yang disebut the New economy policy 1970 (aturan ekonomi baru 1970). Elit politik di Malaysia mempunyai reputasi dalam isu rasial meskipun ada debat sebagaimana diskriminasi adalah sesuatu yang primodial (Mine, 1981) atau berdasarkan-kelas (Brennan, 1992). Bagaimanpun juga, The New York Economic Policy menjadikan adat diskriminasi positif dalam perlakuan dari Bumiputra (orang pribumi asli) dengan

menawarkan konsesi (kelonggaran) dalam perjanjian dana (uang bantuan/ pinjaman), perdagangan, pendidikan, dan pencarian kerja. Oleh karena itu, penyelidikan tentang pengungkapan dalam masyarakat yang multi-rasial seperti malaysia akan memberikan kontribusi pada pengetahuan.

2. 2.1 A.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS Corporate governance Komposisi dewan Komposisi dewan didefinisiskan sebagai proporsi direktur luar (outside director)

dari total jumlah direktur yang ada (Shamser & Annuar, 1993 hal. 44). Di Malaysia, ada bukti dominan dari non eksekutif direktur (ratio dari non-eksekutif direktur/jumlah total direktur) dalam dewan. Situasi ini lebih jauh dipengaruhi oleh persyaratan untuk

mendesain Komite Audit yang terdiri atas mayoritas dari non-eksekutif direktur. Berdasarkan diskusi yang mengarah pada keefektifan peran pemerintahan yang potensial dari non-eksekutif direktur, ditambah dengan keberadaan dari Komite Audit di Malaysia
H01a: H01b: tidak terdapat hubungan antara proporsi dari non-eksekutif direktur dalam dewan dan penyampaian pengungkapan sukarela atas informasi tidak tedapat hubungan antara proporsi anggota keluarga dalam dewan dan penyampaian pengungkapan sukarela atas informasi

B.

Dualitas Peran Salah satu aspek dari Corporate Governance adalah fenomena personalitas

dominan dan hal ini dihubungkan dengan pengungkapan yang sedikit (poor disclosure). Fenomena ini termasuk dualitas peran, ketika CEO atau managing director sekaligus anggota dewan (chair of the board). Ada 2 pandangan tentang hal ini: Agency teori menyatakan bahwa eksekutif manager sebagai oportunistic shirker, teori stewardship mengadopsi perspektif yang lebih positif sebagai steward yang baik dari aset korporasi dan secara esential memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Dalam pengungkapan, pemisahan peran dari anggota dan chief eksekutif akan membantu mempertinggi pengamataan kualitas dan mengurangi informasi yang ditahan, yang secara konsekuen berpengaruh pada kualitas laporan yang lebih baik (Forker, 1992). Dalam konteks Malaysia, dualitas peran bukan hal biasa bagi perusahaan

terdaftar tetapi patut di uji coba dalam hal dampaaknya terhadap pengungkapan. H02a: tidak terdapat hubungan diantara Dualitas CEO dan Penyampaian dari pengungkapan sukarela atas informasi Disamping dualitas peran, posisi dari keanggotaan juga penting dalam meningkatkan efektivitas dewan. Penelitian Rechner & Dalton (1991), Donaldson & Davis (1991) dan Berg & Smith (1978) menemukan bahwa keanggotaan (chairs) yang independen mengarah pada kinerja perusahaan yang lebih baik. Tetapi, Chiganti, Mahajan & Sharman (1995) menemukan bahwa kursi eksekutif tidak berpengaruh terhadap kinerja.
H02b: tidak terdapat hubungan antara non-eksekutif direktur sebagai seorang anggota (chairperson) dan penyampaian dari pengungkapan sukarela atas informasi.

C.

Hubungan antara Direktur Hubungan antar direktur mengacu pada situasi dimana direktur (baik eksekutif

atau non eksekutif) mempunyai kedudukan lebih dari satu dewan.

Di Malaysia,

hubungan antara direktur terjadi biasanya diantara perusahaan yang terdaftar. Signifikansi dari peran mereka dalam praktek pengungkapan tidak dipertimbangkan dalam studi sebelumnya. Argumen yang berdasarkan hipotesis sekresi akan menjadi relevan dalam meningkatkan transparasi.
H03a: tidak tedapat hubungan diantaara proporsi dari hubungan antara direktur (crossdirectorship) yang ada dalam dewan dan penyampian dalam pengungkapan sukarela atas informasi. H03b: tidak terdapat hubungan antara chairperson (keanggotaan) dengan cross-directorship (hubungan antara direktur) dan penyampaian dari pengungkapan sukarela atas informasi.

2.2 A.

Karakteristik Personal (individu) Ras. Parera & Mathews (1990) menyarankan ketika anggota keluarga memiliki dan

mengelola perusahaan, mereka tidak menerima kewajiban pada masyarakat/ orang luar. Di Malaysia, banyak perusahaan publik dimiliki dan dikelola oleh keluarga, dan hal ini khususnya pada orang Cina. Hal ini berarti bahwa orang Cina akan lebih suka manager dan direktur dari groupnya sendiri dan hal ini akan membatasi praktek pelaporan dalam hal untuk memenuhi persyaratan minimum yang legal. Hal ini bisa diduga bahwa orang Cina mengelola perusahaan akan sedikit transparansi (atau lebih rahasia) terhadap praktek pengungkapannya.
H04a: H04b: H04c: tidak terdapat hubungan antara proporsi dari direktur Bumiputra dalam dewan dan penyampaian dari pengungkapan sukarela atas informasi tidak terdapat hubungan antara direktur keuangan bumiputra dan penyampaian dari pengungkapan sukarela atas informasi tidak tedapat hubungan antara bumiputra chairperson dan penyampaian dari pengungkapan sukarela atas informasi

H04d: tidak terdapat hubungan antara managing direktor bumiputra dan penyampaian dari pengungkapan sukarela atas informasi

B.

Pendidikan Latar belakang pendidikan menjadi penting sebagai determinan dari praktek

pengungkapan. Ditemukan bahwa semakin berpendidikan seorang manager, semakin orang tersebut melakukan aktivitas inovatif dan menerima ambiguitas (Hambrick & Mason, 1984).
H05a: H05b: tidak terdapat hubungan dianatara direktur yang terlatih dalam bisnis atau akuntansi dan penyampaian dari pengungkapan sukarela atas informasi tidak terdapat hubungan antara finance controller yang menjadi dewan dan penyampaian dari pengungkapan sukarela atas informasi

C.

Karakteristik spesifik-perusahaan Ada banyak penelitian yang terkait dengan karakteristik spesifik-perusahaan

pada penyampaian dari pengungkapan sukarela yang berdasarkan argumen teoritis termasuk teori keagenan, teori sinyal, teori pasar modal dan teori cost-benefit. 14 variabel (ukuran (size), tipe industri, asset-in-place, listing age (lama listing),

kompleksitas bisnis, tingkat diversifikasi, status listing multiple, aktivitas luar negri/ asing, gearing, 10 besar shareholder, kepemilikan asing, investor institusional, profitabilitas dan tipe auditor) telah dilakukan pengujian pada penelitian sebelumnya.

3. 3.1

DESAIN PENELITIAN Variabel bebas Variabel bebas dikategorikan menjadi 3 grup; spesifik-perusahaan (variabel

kontrol), corporate governance dan karakteristik personal. Informasi tentang variabel ini didapat dari laporan tahunan the Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) Annual Companies handbook 1995/1996, Registrar of Company, New Malaysian Whos Who, artikel yang dipublikasikan dan surat yang dikirim ke sekretaris perusahaan yang meminta informasi publik yang tidak tersedia. 3.2 Sampel Laporan Tahunan Surat dikirimkan pada 167 perusahaan malaysia non fianncial dan non unit yang dipercaya sebagai perusahaan yang terdaftar dalam papan utama KLSE dan permintaan dibuat untuk laporan tahunan pada akhir tahun 1994. Perusahaan dipilih secara random

dengan alokasi proporsional untuk menjamin keterwakilan sampel dari semua group industri. 3.3 Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah indeks pengungkapan sukarela. Sebelum menentukan indeks perusahaan sampel, scoring sheet (kertas skor) disiapkan berdasarkan pilihan voluntary item (item sukarela ) atas informasi. Item-item ini dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya dan dicocokkan dengan lingkungan Malaysia dan berfokus pada kertas skor pengungkapan yang dikembangkan oleh Hosain et al (1994) dan Soh (1980). 3.4 Analisis data Data dianalisis dengan regresi berganda untuk menguji pengembangan hipotesis dalam penelitian ini. Pengujian multikolinearitas, Homokedastisitas, linearitas dan normalitas dilakukan.

4.

HASILNYA Nilai adjusted R2 sebesar 0,463 dan 5 variabel spesifik-perusahaan (asset-in-

place, kepemilikan oleh top ten shareholder, inversor asing, return on equity, dan tipe industri (konsumer dan industrial) sebagai variabel kontrol adalah signifikan. 2 variabel corporate governance, yaitu anggota keluarga dalam dewan dan kursi dari non-eksekutif direktur signifikan pada 5 % dan 1%, sedangkan tidak satupun variabel personalitas (individu) signifikan. Nilai adjusted R2 adalah 0,479 dan 7 variabel spesifik perusahaan (asset-inplace, total aset, diversifikasi, keepemilikan oleh top 10 shareholder, investor asing, return on equity dan jenis industri) digunakan sebagai variabel kontrol adalah signifikan. Proporsi dari anggota keluarga (family member) dalam dewan dan kursi (chair) yang NED ditemukan signifikan dan negatif terkait dengan pengungkapan. Bagaimanapun juga, hasil dari pengurangan model regresi pada variabe personal, rasio dari direktur bumiputra dalam dewan, adalah signifikan pada level 5% dan koefisien regresinya adalah positif.

5.

KESIMPULAN DAN SARAN UNTUK PENELITIAN SELANJUTNYA

Penelitian ini menyelidiki 3 variabel yaitu: spesifik-perusahaan (sebagai variabel kontrol), corporate governance dan atribut personal pada perusahaan yang terdaftar (listed ) di Malaysia. Hasilnya mengindikasikan bahwa spesifik-perusahaan dan karakteristik corporate governance berhubungan dengan penyampaian dari

pengungkapan. Signifikansi dari dua variabel corporate governance (anggota keluarga yang duduk dalam dewan dan kursi non-eksekutif direktur) yang diidentifikasi dalam penelitian ini, bahwa variabel ini penting sebagai determinan dari pengungkapan sukarela, dan penelitian dari pengungkapan harus dikembangkan termasuk variabel ini. Secara spesifik, the chairman sebagai non eksekutif direktur secara negatif diasosiasikan dengan penyampaian dari pengungkapan sukarela dan mempunyai koefisien regresi tertinggi dan kontradiksi dengan teori keagenan yang menyarankan non-eksekutif chair dibutuhkan sebagai pemeriksa dan mekanisme keseimbangan. Variabel personal, rasio direktur bumiputra adalah signifikan. Penemuan mengenai hubungan yang tidak signifikan antara pengungkapan dan variabel personal dalam model yang penuh tampaknya mendukung saran dari teori budaya-bebas (culturefree theorists) dimana sepanjang waktu, nilai sosial merupakan hasil dari pengembangan teknologi. Reduced model bertentangan dengan Hofstede-Gray Hipotesis tentang grup bumiputra lebih secretive (rahasia/ tertutup) (sejak koefisiennya adalah positif). Hasil ini mendukung nilai Islam bahwa keberanian transparansi dalam bisnis dan orang Malaysia, yang keseluruhan adalah muslim, diharapkan sedikit tertutup bila dibandingkan dengan etnik cina. Keterbatasan penelitian ini adalah hanya mempertimbangkan hubungan dari 3 variabel dengan penyampian dari pengungkapan sukarela. Pengembangan penelitian ini hendaknya menggabungkan ke tiga variabel ini dalam studi pengungkapan untuk melihat penyampaian dari pengungkapan wajib khususnya pada negara berkembang karena ada argumen yang menyatakan bahwa negara berkembang lebih tertutup (secretive) dan tidak memenuhi semua persyaratan. Keterbatasn lain penelitian ini adalah karena merupakan penelitian cross-sectioanl, sehingga penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian longitudinal untuk mengamati trend dalam policy (aturan) pengungkapan yang diadopsi oleh perusahaan dan hubungannya dengan variabel yang diidentifikasi.

BUDAYA, CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN PADA PERUSAHAAN MALAYSIA


Oleh Ros Haniffa dan Terry Cooke

Disusun Oleh Kelompok III : 1. I Putu Yoga Susmitha (1091662004) 2. I Dewa Made Endiana (1091662015) 3. I Wayan Budi Satriya (1091662001) 4. I Gede Eka Arya Kusuma(1091662017)

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012

You might also like