You are on page 1of 15

A.

Pengertian Weda Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa. B. Bahasa Weda Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta. Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci. C. Pembagian dan Isi Weda Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya

tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas. Srutistu wedo wijneyo dharma sastram tu wai smerth, te sarrtheswamimamsye tab hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o). Artinya: Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma) Weda khilo dharma mulam smrti sile ca tad widam, acarasca iwa sadhunam atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6). Artinya: Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orangorang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri). Srutir wedah samakhyato dharmasastram tu wai smrth, te sarwatheswam imamsye tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37). Artinya: Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu. Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha. Pengumpulan berbagai mantra menjadi himpunan buku-buku adalah merupakan usaha kodifikasi Weda. Sloka-sloka yang ribuan banyaknya telah diturunkan ke dunia ini tidak diturunkan sekaligus atau bersamaan ditempat yang sama, melainkan tidak bersamaan dan dari jaman ke jaman meliputi ribuan tahun. 1. Sruti

Kelompok ruti, menurut Bhagawan Manu merupakan Weda yang sebenarnya, atau Weda originair. Menurut sifat isinya Weda ini dibagi batas tiga bagian, yaitu : a. Bagian Mantra. b. Bagian Brahmana (Karma Kanda). c. Bagian Upanisad/Aranyaka (Jona kanda). a. Mantra. Bagian Mantra terdiri atas empat himpunan (samhita) yang disebut catur Weda samhita, yaitu : o Rg. Weda atau Rg Wedasamhita. o Sama Weda atau Samawedasamhita. o Yajur Weda atau Yajurwedasamhita. o Atharwa Weda atau Atharwaweda samhita Dari keempat kelompok Weda itu, tiga kelompok pertama sering disebut-sebut sebagai mantra yang berdiri sendiri. Karena itu disebut Tri Weda. Pengenalan catur Weda hanya karena kenyataan Weda itu secara sistematik telah dikelompokkan atas empat Weda. Pembagian empat kelompok ini itu yaitu : Rg. Weda Samhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran-ajaran umum dalam bentuk pujaan (Rc. atau Rcas). Arc. = memuja (Arc. Rc). Samawedasamhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran umum. mengenai lagu-lagu pujaan (saman). Yajur Weda samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran umum mengenai pokok-pokok yajus, (pluralnya Yajumsi). Jenis Weda ini ada dua macam, yaitu: o Yajurweda hitam (Krra Yajurweda) yang terdiri atas beberapa resensi a.l. Taiyiriya samhita dan Maitrayanisamhita. o Yajur weda putih (ukla yajurweda). yang juga disebut Wajasaneji samhita. Atharwa weda samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis (atharwan). Kitab Rg. Weda merupakan kumpulan dari sloka-sloka yang tertua. Kitab ini dikumpulkan dalam berbagai resensi seperti resensi Sakala, Baskala, Aswalayana, Sankhyayana dan Mandukeya. Dari lima macam resensi ini yang masih terpelihara adalah resensi Sakala sedangkan resensi-resensi lainnya banyak yang tidak sempurna lagi karena mantra-mantranya hilang. Didalam mempelajari ajaran-ajaran Hindu dewasa ini para sarjana umumnya berpedoman pada resensi Sakala untuk mengetahui seluruh ajaran yang terdapat didalam Rg. Weda itu. Berdasarkan resensi itu. Rg. WEDA samhita terdiri atas 1017 hymn (mantra) atau 1028 mantra

termasuk bagian mantra Walakhitanya. Atau disebut pula terdiri atas 10580 stanza at.au 153826 kata-kata atau 432000 suku kata. Rg. Weda terbagi atas 10 Mandala yang tidak sama panjangnya. Disamping pembagian atau 10 Mandala, Rg. Weda dibagi pula atas 8 bagian yang disebut Astaka Mandala 2 -- 8 merupakan himpunan sloka-sloka dan keluarga-keluarga Maha Rsi tunggal sedangkan mandala 1, 9, 10 merupakan himpunan sloka-sloka dari banyak Maha Rsi. Samaweda terdiri atas mantra-mantra yang berasal dari Rg. Weda. Menurut penelitian Samaweda terdiri atas 1810 Mantra atau kadang-kadang ada yang mengatakan 1875. Samaweda terbagi atas dua bagian yaitu bagian arcika terdiri atas mantra-mantra pujaan yang bersumber dari Rg. Weda dan bagian Uttararcika yaitu himpunan mantra-mantra yang bersifat tambahan. Kitab ini terdiri atas beberapa buku nyanyian pujaan (gana). Dan kitab-kitab yang ada, yang masih dapat kita jumpai a.l. Ranayaniya, Kautuma dan Jaiminiya (Talawakara). Walaupun demikian didalam usaha penulisan kembali kitab Samaweda itu telah diusahakan sedemikian rupa supaya tidak banyak yang hilang. Yajurweda terdirii atas mantra-mantra yang sebagian besar berasal dari Rg. Weda, ditambah dengan beberapa mantra yang merupakan tambahan baru. Tambahan ini umumnya berbentuk prosa. Menurut Bhagawan Patapjali, kitab ini terdiri atas 101 resensi yang sebagian besar sudah lenyap. Kita ini terbagi atas dua aliran, yaitu: Yajurweda hitam (Krsna Yajurweda). Kitab ini terdiri atas 4 resensi yaitu: o Katakhassamhita. o Mapisthalakathasamhita. o Taithiriyasamhita (Terdiri atas dua aliran yaitu Apastamba dan Hiranyakesin). Yajur Weda putih (ukla yajurweda, juga dikenal Wajasaneyi samhita). Kitab ini terdiri atas 2 resensi yaitu : o Kanwa dan o Madhyandina. Antara kedua resensi itu hanya terdapat sedikit perbedaan Yajurweda putih ini terdiri atas 1975 mantra yang isinya umumnya menguraikan berbagai jenis yajna besar seperti Wejapeya, Aswamedha, Sarwamedha dan berbagai jenis yajna lainnya. Bagian terakhir dari Weda ini memuat sloka-sloka yang kemudian dijadikan Isopanisad. Perbedaan pokok antara Yajurweda Putih dengan Yajurweda hitam hanya sedikit saja Yajurweda putih terdiri atas mantra-mantra dan doa-doa yang harus diucapkan pendeta didalam upacara sedangkan mantra-mantra didalam Yajurweda hitam

terdapat pula mantra-mantra yang menguraikan arti Yajna. Bagian terakhir ini merupakan bagian tertua dari Yajurweda itu. Di dalam Weda ini kita jumpai pula pokok-pokok upacara Darsapurnamasa yaitu upacara yang harus dilakukan pada saat-saat bulan purnama dan bulan gelap, disamping berbagai jenis upacaraupacara besar yang penting artinya dilakukan setiap harinya. Atharwaweda yang disebut Atharwangira, merupakan kumpulan mantra-mantra yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Kitab ini memiliki 5987 mantra (puisi dan prosa). Kitab ini terpelihara dalam dua resensi, yaitu: Resensi Saunaka. Resensi ini paling terkenal dan terdiri atas 21 buku. Resensi Paippalada. b. Brahmana (Karma Kanda) Bagian kedua yang terpenting dan kitab Sruti ini adalah bagian yang disebut Brahmana atau Karma Kanda. Himpunan buku-buku ini disebut Brahmana. Tiap-tiap mantra (Rg. Sama, Yajur, Atharwa) memiliki Brahmana. Brahmana berarti doa. Jadi kitab Brahmana adalah kitab yang berisi himpunan doa-doa yang dipergunakan upacara yajna. Kadang-kadang Brahmana diartikan penjelasan yang menjelaskan arti kata ucapan mantra. Kitab Rg. Weda memiliki dua jenis buku Brahmana, yaitu Aitareya Brahmana dan Kausitaki Brahmana (Sankhyana Brahmana). Kitab Brahmana yang pertama terdiri atas 40 Bab dan yang kedua terdiri atas 30 Bab. Kitab Samaweda memiliki kitab Tandya Brahmana yang juga sering dikenal dengan nama Pancawimsa. Kitab ini memuat legenda (ceritra-ceritra kuno) yang dikaitkan dengan upacara yajna. Disamping itu ada pula Sadwimsa Brahmana. Kitab ini terbagi atas 25 buku dimana bagian terakhir yang terkenal adalah kitab Adbhuta Brahmana, merupakan jenis Wedangga yang memuat mengenai ramalan-ramalan dan penjelasan mengenai berbagai mukjizat. Yajurweda memiliki beberapa kitab Brahmana pula. Yajurweda hitam (Krsna Yajurweda) memiliki Taittiriya Brahmana. Kitab ini merupakan lanjutan Taittiriya samhita Kitab ini yang menguraikan simbolisasi ,,Purusamedha yang telah diartikan secara salah didalam tradisi Yajurweda putih (Sukla Yajurweda) memiliki Saptatha Brahmana. Nama ini disebut demikian karena kitab ini terdiri atas 100 adhyaya. Bagian terakhir dari kitab ini merupakan sumber bagi kitab Brhadaranyaka upanisad. Didalam kitab Brabmana ini mula-mula kita jumpai ceritera Sakuntala, Pururawa, Urwasi dan ceritera-ceritera tentang ikan. Atharwa weda ini memiliki kitab Gopathabrabmana. c. Upanisad dan Arapyaka (Jona kanda).

Aranyaka atau Upanisad adalah himpunan mantra-mantra yang membabas berbagai aspek teori mengenai ke-Tuhan-an. Himpunan ini merupakan bagian Jona Kanda dari pada Weda ruti. Sebagaimana halnya dengan tiap-tiap Mantra memiliki kitab Brahmana, demikian pula tiap-tiap mantra ini memiliki kitab-kitab Aranyaka atau Upanisad. Kelompok kitab-kitab ini disebut Rahasiya Jqna karena isinya membahas hal-hal yang bersifat rahasia. Didalam penelitian mengenai berbagai naskah kitab suci Hindu Dr. G. Sriniwasa Murti didalam introduksi kitab Saiwa Upanisad mengemukakan bahwa tiap-tiap Sakha (cabang ilmu) Weda merupakan satu upanisad. Dari catatan yang ada: Rg.Weda terdiri atas 2l sakha. Sama Weda terdiri atas 1000 sakha. Yajur Weda terdiri atas 109 Sakha, dan AtharwaWedaterdlijatas5osakha. Berdasarkan jumlah sakha yaitu 1180 sakha maka jumlah Upanisad sayogyanya ada sebanyak 1180 buah buku tetapi berdasarkan catatan Muktikopanisad jumlah upanisad yang disebut secara tegas adalah sebanyak 108 buah buku. Adapun perincian daripada kitab-kitab upanisad itu adalah sebagai berikut: Upanisad yang tergolong jenis Rg. Weda, yaitu antara lain: Aitareya, Kausitaki, Nada-bindu, Atmaprabodha, Nirwana, Mudgala, Aksamalika, Tripura, Saubhagya dan Bahwrca Upanisad, yang semuanya berjumlah sepuluh Upanisad. Upanisad yang tergolong jenis Sama Weda adalah : Kena, Chandogya, Aruni, Maitrayani, Maitreyi, Wajrasucika, Yogacudamani, Wasudewa, Mahat, Sanyasa, Awyakta, Kondika, Sawirei, Rudraksajabala, Darsana dan Jabali. Semuanya berjumlah enam belas Upanisad. Upanisad yang tergolong jenis Yajurweda, adalah : o Untuk jenis Yajur Weda Hitam, terdiri atas Kathawali, Taittiriyaka, Brahma, Kaiwalya, Swetaswatara, Garbha, Narayana, Amrtabindu, Asartanada, Katagnirudra, K ausika, Sarwasara, Sukharahasya, Tejobindu, Dhyanabindu, Brahmawidya, Yogatattwa, Daksinamurti, Skanda Sariraka, Yogasikha, Ekaksara, Aksi, Awadhuta, Katha, Rudrahrdaya, Yogakundalini, Pancabrahma, Pranagnihotra, Waraha, Kalisandarana dan Saraswatirahasya. sernuanya berjumlah tiga puluh dua Upanisad. o Untuk Jenis Yajur Putih, terdiri atas: Isawasya, Brhadaranyaka, Jabala, Hamsa, Paramahamsa, Subata, Mantrika, Niralambha. Trisikhibrahmana, Mandalabrahmana, Adwanyataraka, Pingala Bhiksu, Turiyatita, Adhyatma, Tarasara, Yajnawalkya, Satyayani dan Muktika, semuanya berjumlah sembilan belas Upanisad.

Upanisad yang tergolong jenis Atharwaweda, yaitu, antara lain: Prasna, Munduka, Mandukya, Athawasira, Atharwasikha, Brhajjabala, Nrsimhatapini, Naradapariwrajaka, Sita, Sarabha, Mahanarayana, Ramarahasya, Ramatapini, Sandilya, Paramahamsa pariwrajaka, Annapurna, Surya, Atma, Pasupata, Parabrahmana, Tripuratapini, Dewi, Bhawana, Brahma, Gamapati, Mahawakya, Gopalatapini, Krsna, Hayagriwa, Dattatreya dan Garuda Upanisad, semuanya berjumlah tiga puluh satu Upanisad. Dengan memperhatikan deretan nama-nama kelompok Mantra, Brahmana dan Upanisad diatas, jelas bahwa kitab Sruti meliputi jumlah yang cukup banyak. Untuk mendalami Dharma, semua buku-buku itu adalah merupakan sumber utama dan kedudukannya mutlak perlu dihayati.

2. Smrti Smrti adalah Weda juga, karena kedudukannya dipersamakan dengan Weda (Sruti). Manawa Dharmasastra. II. 10. Srutistu wedo wijpeyo dharmaastram tu wai smrtih te sarwrtheswamimmsye tbhym dharmohi nirbabhau. Artinya : Sesungguhnya Sruti adalah Weda dan Smrti adalah dharmasastra; keduanya tidak boleh diragukan karena keduanya adalah sumber dari hukum suci. Dan ketentuan itu jelas bahwa Dharmasastra berusaha menunjukkan tingkat kedudukan Smrti sama dengan Sruti. Dalam peterjemahan istilah Smrti itu kadang-kadang mengandung banyak arti seperti : Sejenis kelompok buku Weda yang lahir dan ingatan. Nama untuk menyebutkan tradisi yang bersumber pada kebiasaan yang disebut didalam Weda (Mds. II. 12.). Nama jenis kitab Dharmasastra. Istilah ini lebih sempit artinya jika dibanding dengan istilah Smrti menurut arti kelompok a. Menurut tradisi dan lazim telah diterima dibidang ilmiah istilah Smrti adalah untuk menyebutkan jenis kelompok Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara lebih sistematis manurut bidang profesi. Secara garis besarnya, Smrti depat digolongkan kedalam dua kelompok Wedasmrti, yaitu: Kelompok Wedangga (Batang Tubuh Weda) Kelompok Upaweda (Weda tambahan).

a. Kelompok Wedangga. Adapun kelompok Wedangga ini terdiri atas enam bidang Weda, yaitu : o Siksa (Phonetika) o Wyakarana (Tata Bahasa) o Chanda (lagu) o Nirukta (Sinonim dan Antonim) o Jyotisa (Astronomi) o Kalpa (Ritual). 1) Sika (Phonetik) Untuk dapat memahami Weda dengan tepat cabang ilmu Weda yang disebut Siksa penting artinya. Kodifikasi Weda yang diuraikan berdasarkan ilmu phonetika erat sekali hubungannya dengan ilmu Weda Sruti. Isinya memuat petunjukpetunjuk tentang cara yang tepat dalam pengucapan mantra serta tinggi rendah tekanan suara. Buku-buku siksa ini disebut Pratisakhya yang dihubungkan dengan berbagai resensi Weda Sruti. Diantara buku-buku Pratiskhya yang ada, antara lain: Rg. Wedapratisakhya, himpunan Bhagawan Saunaka berasal dari resensi Sakala. Taittiriyapratisakhyasutra berasal dari resensi Taitiriya dari Krsna Yajur Weda. Wajasaneyipratisakhyasutra himpunan Bhagawan Katyayana berasal dari resensi Madhyandina (Sukla Yajurweda). Samapratisakhya untuk Sama Weda Atharwawedapratisakhyasutra (caturadhyayika) untuk kitab Atharwa Weda. Penulis-penulis lainnya yang juga membahas Pratisakhya itu antara lain Maha Rsi Bharadwaja, Maha Rsi Wyasa (Abyasa), Maha Rsi Wasistha dan Yajnawalkya. 2) Wyakarana (Tata Bahasa). Wyakarana sebagai suplemen batang tubuh Weda dianggap sangat penting dan menentukan karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar. Asal mula teori pengajaran Wyakarana, bersumber pada kitab Pratisakhya. Diantara pemuka-pemuka agama yang mengkodifikasi tata bahasa itu antara lain Sakatayana, Panini, Patanjali dan Yaska. Dari nama-nama itu yang terkenal adalah Bhagawan Panini yang menulis Astadhyayi dan Patanjali Bhasa. Dari Bhagawan Patanjali kita mengenal kata bhasa untuk menyebutkan bahasa sanskerta populer dan Daiwiwak (Bahasa para Dewa-Dewa) untuk bahasa sanskerta yang terdapat didalam kitab Weda, mula-mula disebut oleh Panini. 3) Chanda (lagu). Chanda adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Peranan Chanda di dalam sejarah penulisan Weda karena dengan

chanda itu semua sloka-sloka itu dapat dipelihara turun-temurun seperti nyanyian yang mudah diingat. Di antara berbagai jenis kitab Chanda yang masih terdapat dewasa ini adalah dua buah buku, yaitu : Nidanasutra dan Chandasutra. Kitab terakhir ini dihimpun oleh Bhagawan Pinggala. 4) Nirukta. Kelompok jenis kitab Nirukta isinya terutarna memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat didalam Weda. Kitab tertua dan jenis ini dihimpun oleh Bhagawan Yaska bernama Nirukta, ditulis pada tahun + 800 S.M. Kitab ini membahas tiga masalah yaitu : Naighantukakanda, memuat kata-kata yang sama artinya. Naighamakanda (Aikapadika), memuat kata-kata yang berarti ganda. Daiwatakanda (menghimpun nama Dewa-Dewa r yang ada diangkasa, bumi dan surga. 5) Jyotisa (astronomi). Kelompok Jyotisa merupakan pelengkap Weda yang isinya memiuat pokokpokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan Yajoa. Isinya yang penting membahas peredaran tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh didalam pelaksanaan yadnya. Satu-satunya buku Jyotisa yang rnasih kita jumpai adalah Jyotisawedngga yang penulisnya sendiri tidak dikenal. Kitab ini dihubungkan dengan Yajurweda dan Rg. Weda. 6) Kalpa. Kelompok kalpa ini merupakan kelompok Wedangga yang terbesar dan yang terpenting. Isinya banyak bersumber pada kitab Brahmana dan sedikit pada kitabkitab Mantra. Menurut jenis isinya kelompok ini terbagi atas beberapa bidang, yaitu: Bidang rauta. Bidang Grhya. Bidang Dharma, dan Bidang Sulwa. Sautra atau rautrastra memuat berbagai ajaran mengenai tatacara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, yang berhubungan dengan upacara keagamaan baik upacara besar, upacara kecil dan upacara harian. Demikian pula kitab Ghya atau Ghyastra memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yadnya yang harus dilakukan oleh orang-orang yang telah berumah tangga. Disamping itu terdapat pula jenis kitab-kitab Kalpa yang tergolong dalam bidang Srauta dan Ghya yaitu kitab Srddakalpa dan Pitrimedhatra. Kitab ini

memuat pokok-pokok ajaran mengenai tata-cara upacara yang berhubungan dengan arwah orang-orang yang telah meninggal. Ada pula kitab Prayascittasutra yang merupakan supllemen dari kitab Atharwa Weda. Dari semua jenis Kalpa yang terpenting adalah bagian Dharmasutra, yang membahas berbagai aspek mengenai peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Demikian pentingnya kitab ini sehingga menimbulkan kesan hahwa yang dimaksud Weda Smrti adalah Dharmasastra. Para penulis Dharmasastra yang terkenal adalah : Bhagawan Manu. Bhagawan Apastamba. Bhagawan Bhaudhayana. Bhagawan Harita. Bhagawan Wisnu. Bhagawan Wasistha. Bhagawan Waikanasa. Bhagawan Sankha Likhita. Bhagawan Yajnawalkya. Dan Bhagawan Parasara. Diantara nama-nama itu yang terkenal adalah Bhagawan Manu (Maha Rsi Manu autor Manawadharmasastra) yang karyanya ditulis oleh Bhagawan Bhrgu. Menurut tradisi, tiap yuga mempunyai ciri-ciri khas dan mempunyai dharmasastra tersendiri, antara lain : Manu menulis Manawadharmasastra untuk Satyayuga. Yajnawalkya menulis Dharmasastra untuk Tritayuga. Sankha Likhita menulis Dharmasastra untuk Dwaparayuga, dan Parasara menulis Dharmasastra untuk Kaliyuga. Walaupun pembagian itu telah ada namun secara materiil isinya overlapping antara yang satu dengan yang lain karena itu sifatnya saling mengisi. Bagian terakhir dari jenis Kalpa adalah kelompok kitab Sulwasutra. Kitab ini memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan (Pura, Candi), bangunan-bangunan lain, dan lain-lain yang berhubungan dengan ilmu arsitektur. Kelompok jenis ini memiliki beberapa buku antara lain Silpasastra, Kautama, Mayamata, Wastuwidya, Manasara, Wisnudharmatarapurana dan sebagainya. b. Kelompok Upadewa Kelompok Upadewa adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok ini kodifikasinya terdiri atas beberapa cabang ilmu, yaitu:

Jenis Itihasa. Jenis Purana. Jenis Arthasastra. Jenis Ayurweda. Dan Jenis Gandharwaweda.

1) Jenis Itihasa. Jenis Itihasa merupakan jenis epos yang terdiri atas dua macam yaitu: Rmayana terdiri atas tujuh kanda. Mahabharata, terdiri atas 18 buah Buku (Parwa) dan dua buku supplemen Mahabharata yaitu kitab Hariwamsa dan Bhagawadgita. Ramayana ditulis oleh Bhagawan Walmiki. Menurut tradisi, kejadian yang dilukiskan didalam Ramayana menggambarkan kehidupan pada jaman Tretayuga tetapi menurut kritikus Barat berpendapat bahwa Ramayana sudah selesai ditulis sebelum th. 500 S.M. Diduga ceriteranya telah populer 3100 S.M. Ramayana merupakan epos Aryanisasi yang ditulis dalam bentuk stanza, meliputi 24.000 buah stanza. Penulisnya sendiri menamakannya puisi, khyyana, gita dan samhita. Seluruh isi dikelompokkan kedalam tujuh kanda, yaitu, Bala kanda, Ayodhyakanda, Aranyakahda, Kiskindhakanda, Sundarakanda, Yuddhakanda dan Uttarakanda. Tiap-tiap kanda itu merupakan satu kejadian yang menggamharkan ceritera yang menarik. Kitab ini dikenal sebagai Adikawya sedangkan Walmiki dikenal sebagai Adikawi. Banyak gubahan ditulis dalam berbagai bentuk versi baru seperti Ramayanatatwapadika ditulis oleh Maheswaratirtha, Amrtakataka oleh ri Rma, Kakawin Ramayana oleh Mpu Yogiswara, dan sehagainya. Tentang kedudukan Itihsa diantara Weda itu disebutkan secara sepintas lalu saja didalam Weda Sruti dimana didalam Weda Sruti kita jumpai istilah-istilah akhyayana. Purna dan Itihasa. Akhyayana merupakan himpunan ceritera-ceritera tradisi kuna dan kadang-kadang Akhyayana itu dimasukkan pula kedalam Itihasa. Itihasa berasal dari tiga kata yaitu Iti ha asa yang artinya : Sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya. Jadi Itihasa memuat unsur sejarah yang memuat macam-macam isi. Menurut kritikus Barat, Ramayana dibandingkan sebagai kitab Illiad karya Homer. Berbeda halnya dengan Ramayana, Mahabharata, lebih muda umurnya dan menurut Prof. Pargiter kejadian Bhratayuddha diperkirakan pada + 950 S.M. Tetapi tradisi meletakkan kejadian itu pada permulaan zaman kaliyuga, 3101 S.M. Kitab Mahabharata menceriterakan kehidupan keluarga Bharata dan isinya menggambarkan pecahnya perang saudara antara bangsa Arya sendiri. Kitab ini

meliputi 18 buah buku (Parwa) yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasana parwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprasthanikaparwa dan Swargarohana parwa. Parwa ke 12 yang merupakan parwa terpanjang yaitu meliputi 14000 stanza. Seluruh parwa meliputi 8 x besarnya Illiad dan Odyessy. Menurut tradisi Mahabharata ditulis oleh Bhagawan Wyasa (Abyasa). Disamping kedelapan belas Parwa itu terdapat pula dua buku suplemen yaitu Hariwamsa dan Bhagawadgita. Bhagawan Wyasa dikenal pula dengan nama Krsnadwipayana, putra Maha Rsi Parasara. Maha Rsi Abyasa (Wyasa) terkenal bukan saja karena karya Mahabharata-nya tetapi juga karena karyanya dalam usaha menyusun sistematika Weda yang disumbangkan dalam menyusun kodifikasi catur Weda itu. Mahabharata banyak menggambarkan kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu, yang mirip dengan Dharmasastra dan Wisnusmrti. Hariwamsa membahas mengenai asal mula keluarga Bhatara Krsna seperti pula yang dapat kita jumpai didalam Wisnupurana dan Bhawisyaparwa. 2) Jenis Purna. Jenis ini merupakan kumpulan ceritera-ceritera kuno yang isinya memuat ,,case law dan tradisi tempat setempat. Adapun jenis-jenis kitab Purana itu ialah Bhrahmanda, Bhrahmawaiwarta, Markandya, Bhawisya, Wamana, Brahma, Wisnu, Narada, Bhagawata, Garuda, Padma, Waraha, Matsya, Kurma Lingga, Siwa, Skanda, dan Agni. Kadang-kadang ada pula yang menambahkan dengan nama Wayupurana, tetapi nyatanya kitab ini kadang-kadang dikelompokkan kedalam kitab Bhagawata purana. Berdasarkan sifatnya kedelapan belas purana itu dibagi atas tiga kelompok, yaitu: Stwikapurana terdiri dan Wisnu, Nrada, Bhgawata, Garuda, Padma dan Waraha. Rajasikapurana terdiri dari Brahmanda, Brahmawaiwarta, Markandeya Bhawisya, Wamana dan Brahma. Tamasikapurna terdiri dari Matsyapurana, Krmapurana, Linggapurana, Siwapurana, Skandapurana dan Agnipurna. Kitab-kitab Purana sangat penting karena memuat ceritera-ceritera yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah dijalankan. Kitab ini merupakan kumpulan-kumpulan jurisprudensi. Pada umumnya, suatu Purana yang lengkap dan baik memuat lima macam pokok isi. Menurut Wisnupurana III. 6. 24, meliputi hal-hal sebagai berikut:

Ceritera tentang pencipta dunia (cosmogony). Ceritera tentang bagaimana tanda dan terjadinya pralaya (qiamat/akhir jaman). Ceritera yang menjelaskan silsilah dewa-dewa dan bhatara. Ceritera mengenai jaman Manu atau Manwantara dan Ceritera mengenai silsilah keturunan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa. Definisi di atas tidaklah selalu sama, karena pada umumnya kitab-kitab Purana lainnya tidak sebanyak itu masalah isinya. Isi kitab-kitab Purana lainnya memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritera kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ketempat-tempat suci. Adapun peranan terpenting dari Purana ialah: karena kitab-kitab memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ke- Tuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Kitab-kitab Purana ini banyak yang telah digubah ke dalam bahasa Jawa Kuno atau bahasa Kawi yang dipelihara diberbagai Puri. Umumnya masih dalam rontal/lontar. Sejarah penulisan Purana dimulai pada tahun 500 S.M. dan mencapai kesempurnaan pada tahun 600 M. ketika Maha Raja Harsa Wardana memerintah wilayah Aryawarta. Sebagai diketahui bahwa jaman pemerintahan Harsawardana adalah merupakan zaman keemasan Hindu sehingga para pemukapemuka agama benar-benar memanfaatkan waktunya untuk pengabdian sepenuhnya bagi kepentingan agama. 3) Arthasastra. Jenis arthasastra adalah jenis ilmu pemerintahan Negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan menurut bidang ini antara lain, kitab Usana. Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Jenis terakhir inilah yang paling lengkap. Pokok-pokok ajaran Arthasastra terdapat pula didalam Ramayana dan Mahabharata. Sebagai cabang ilmu, jenis iimu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau Dandaniti. Bhagawan Brhaspati mempergunakan istilah Arthasastra, yang kemudian, Kautilya (Canakya) didalam menulis kitabnya mempergunakan istilah Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal dibidang Nitisastra mewakili empat pandangan teori ilmu politik, yaitu Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya sendiri. Penulis-penulis lainnya seperti Wisalaksa, Bharadwaja, Dandin dan Wisnugupta banyak pula sumbangan mereka.

Jenis-jenis Arthasastra yang banyak digubah di Indonesia adalah jenis Usana dan Nitisara disamping catatan-catatan kecil yang merupakan ajaran nibandha didalam bidang nitisastra. Umumnya naskah-naskah itu tidak lengkap lagi sehingga bila ingin mengadakan rekonstruksi diperlukan data-data dan bahan-bahan lain untuk penulisannya kembali. 4) yurweda Jenis kitab yang dikodifikasikan dibawah titel isi adalah kitab-kitab yang menurut materi isinya menyangkut bidang ilmu kedokteran. Ada banyak buku terkenal antara lain Ayurweda, Carakasamhita, Susrutasamhita Kasyapasamhita Astanggahrdaya, Yogasara dan Kamasutra. Pada umumnya kitab Ayurweda erat sekali hubungannya dengan kitab-kitab Dharmasastra dan Purana. Ajaran umum yang menjadi hakekat isi seluruh kitab ini adalah menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rokhani dengan berbagai sistim sifatnya. Jadi Ayurweda adalah filsafat kehidupan baik etis maupun medis. Oleh karena itu luas lingkup bidang isi ajaran yang dikodifikasikan didalam bidang Ayurweda ini meliputi bidang yang sangat luas dan yang merupakan hal-hal yang hidup. Menurut materinya, Ayur Weda meliputi delapan bidang ajaran umum, yaitu: Salya yaitu ajaran mengenai ilmu bedah. Salkya yaitu ajaran mengenai ilmu penyakit. Kayakitsa yaitu ajaran mengenai ilmu obat-obatan. Bhutawidya yaitu ajaran mengenai ilmu psikotherapy. Kaumarabhrtya yaitu ajaran mengenai pendidikan anak-anak dan merupakan dasar bagi ilmu jiwa anak-anak. Agadatantra yaitu ilmu toxikoloki. Rasayamatantra yaitu ilmu mukjizat, Wajikaranatantra yaitu ilmu jiwa remaja. Diantara jenis-jenis buku Ayurweda yang banyak disebut namanya disamping Ayurweda yang ditulis oleh Maha Rsi Punarwasu, terdapat pula kitab Carakasamhita. Kitab inipun memuat delapan bidang ajaran, yaitu: Sutrathana yaitu ilmu pengobatan. Nidanasthana yaitu ajaran umum mengenai berbagai jenis penyakit yang umum. Wimanasthana yaitu ilmu pathology. Sarithana yaitu ilmu anatomi dan emberiology. Indriyasthana yaitu mengenai bidang diagnosir dan pragnosis. Cikitsasthana yaitu ajaran khusus mengenai pokok-pokok ilmu therapy.

Kalpasthana. Siddhisthana. Kedua bidang terakhir merupakan ajaran umum mengenai pokok-pokok ajaran umum dibidang therapy. Kitab terakhir ini telah diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan Persia pada tahun 800 M. Kitab Susrutasamhita terutama menekankan ajaran umum dibidang ilmu bedah dengan mengemukakan berbagai alat yang dapat dipergunakan didalam melakukan perbedahan. Buku ini ditulis oleh Susanta. Nama beliau terkenal sampai ke dunia Barat pada abad ke IX. Kitab Yogasara dan Yogasastra ditulis oleh Bhagawan Nagarjuna. Isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya didalam pembinaan kesehatan jasmani dan rokhani. Merupakan cabang ilmu Ayurweda juga disebut kitab Kamasastra. Kitab ini tegolong dalam bidang ilmu Wajikaranatantra. Kitab Kamasastra yang terpenting adalah karya Bhagawan Watsyayana. Menurut penelitian kitab ini ditulis sebelum abad II Masehi. 5) Gandharwaweda. Jenis kitab yang dikodifikasi dibawah titel ini adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting antara lain Natyasastra meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri, disamping bukubuku lain seperti Rasarnawa, Rasaratnasamuccaya dan lain-lain. Jenis kitab ini belum banyak digubah di Indonesia. Dari uraian diatas maka jelas bahwa kelompok Weda smrti meliputi banyak buku dengan berbagai sub titelnya yang kodifikasinya mengkhusus menurut jenis bidang ilmu tertentu. Dengan uraian ini kiranya telah dapat diperkirakan betapa luas Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Didalam menggunakan ilmu Weda itu yang perlu adalah disiplin ilmu karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.

You might also like