You are on page 1of 7

Sel darah merah atau lebih dikenal sebagai eritrosit memiliki fungsi utama untuk mengangkut hemoglobin, dan

seterusnya membawa oksigen dari paru-paru menuju jaringan. Jika hemoglobin ini bebas dalam plasma, kurang lebih 3 persennya bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang jaringan atau melalui membran glomerolus pada ginjal terus masuk dalam saringan glomerolus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada dalam aliran darah, maka ia harus tetap berada dalam sel darah merah. Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah primitif yang berinti diproduksi dalam yolk sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi, hepar dianggap sebagai organ utama untuk memproduksi eritrosit, walaupun terdapat juga eritrosit dalam jumlah cukup banyak dalam limpa dan limfonodus. Lalu selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya diproduksi sumsum tulang. Pada sumsum tulang terdapat sel-sel yang disebut sel stem hemopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi. Sel pertama yang dapat dikenali dari rangkaian sel darah merah adalah proeritroblas. Kemudian setelah membelah beberapa kali, sel ini menjadi basofilik eritroblas pada saat ini sel mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada tahap selanjutnya hemoglobin menekan nukleus sehingga menjadi kecil, tetapi masih memiliki sedikit bahan basofilik, disebut retikulosit. Kemudian setelah bahan basofilik ini benar-benar hilang, maka terbentuklah eritrosit matur (Guyton&Hall Fisiologi Kedokteran Edisi 9:529). Hemoglobin terdiri dari 4 rantai polpeptida globin yang berikatan secara non-kovalen, yang masing-masing mengandung sebuah grup heme (molekul yang mengandung Fe) dan sebuah oxygen binding site. Dua pasang rantai globin yg berbeda membtk struktur tetramerik dengan sebuah heme moiety di pusat (center). Molekul heme penting bagi RBC untuk menangkap O2 diparu-paru dan membawanya keseluruh tubuh. Protein Hb lengkap dapat membawa 4 molekul O2 sekaligus. O2 yang berikatan dengan Hb memberi warna darah merah cerah. Konsentrasi selsel darah merah dalam darah pada pria normal 4,6-6,2 juta/mm3, pada perempuan 4,2-5,4 juta/mm3, pada anak-anak 4,5-5,1 juta/mm3. Dan konsentrasi hemoglobin pada pria normal 1318 g/dL, pada perempuan 12-16 g/dL, pada anak-anak 11,2-16,5 g/dL (Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29). Dalam keadaan normal, sel darah merah atau eritrosit mempunyai waktu hidup 120 hari didalam sirkulasi darah, Jika menjadi tua, sel darah merah akan mudah sekali hancur atau robek sewaktu sel ini melalui kapiler terutama sewaktu melalui limpa. penghancuran sel darah merah bisa dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti :genetik, kelainan membran, glikolisis, enzim, dan hemoglobinopati, sedangkan faktot ekstrinsik : gangguan sistem imun, keracunan obat, infeksi seperti akibat plasmodium Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik. (Guyton&Hall Fisiologi Kedokteran Edisi 9 :61). Fungsi utama eritrosit adalah untuk pertukaran gas yang membawa oksigen dari paru menuju ke jaringan tubuh dan membawa karbondioksida (CO) dari jaringan tubuh ke paru. Eritrosit tidak mempunyai inti sel tetapi mengandung beberapaorganel dalam sitoplasma. Sitoplasma dalam eritrosit berisi hemoglobin yang mengandung zat besi (Fe) sehingga dapat mengikat oksigen.

Eritrosit berbentuk bikonkaf dan berdiameter 7-8 mikron. Bentuk bikonkaf tersebut menyebabkan eritrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewatipembuluh darah yang sangat kecil dengan baik. Bentuk eritrosit pada mikroskop biasanya tampak bulat berwarna merah dan dibagian tengahnya tampak lebih pucat, atau disebut (central pallor) diameter 1/3 dari keseluruhan diameter eritrosit. Eritrosit berjumlah paling banyak diantara sel-sel darah lainnya. Dalam satu milliliter darah terdapat kira-kira 4,5 6 juta eritrosit, oleh sebab itu darah berwarna merah. Eritrosit normal berukuran 6 8 Nm atau 80 100 fL (femloliter). Bila MCV kurang dari 80 fL disebut (mikrositik) dan jika lebih dari 100fL disebut (makrositik). Kelainan Eritrosit Kelainan eritrosit dapat digolongkan menjadi : Kelainan berdasarkan ukuran eritrosit Ukuran normal eritrosit antara 6,2 8,2 Nm (normosit) Kelainan berdasarkan ukuran: Makrosit Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 Nm terjadi karena pematangan inti eritrosit terganggu, dijumpai pada defisiensi vitamin B atau asam folat. Penyebab lainnya adalahkarena rangsangan eritropoietin yang berakibat meningkatkatnya sintesa hemoglobin dan meningkatkan pelepasan retikulosit kedalam sirkulasi darah. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin macrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia paska pendarahan. Mikrosit Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 Nm. Terjadinya karena menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria yang mempengaruhi unsure hem dalam molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik, dan pada anemia defisiensi besi. Anisositosis Pada kelainan ini tidak ditemukan suatu kelainan hematologic yang spesifik, keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apusan darah tepi (bermacam-macam ukuran). Sel ini didapatkan pada anemia mikrositik yang ada bersamaan anemia makrositik seperti pada anemia gizi.

1) a)

b)

c)

2) a)

Kelainan berdasarkan berdasarkan bentuk eritrosit Ovalosit Eritrosit yang berbentuk lonjong . Evalosit memiliki sel dengan sumbu panjang kurang dari dua kali sumbu pendek. Evalosit ditemukan dengan kemungkinan bahwa pasien menderita kelainan yang diturunkan yang mempengaruhi sitoskelekton eritrosit misalnya ovalositosis herediter. b) Sferosit Sel yang berbentuk bulat atau mendekati bulat. Sferosit merupakan sel yang telah kehilangan sitosol yang setara. Karena kelainan dari sitoskelekton dan membrane eritrosit. c) Schistocyte Merupakan fragmen eritrosit berukuran kecil dan bentuknya tak teratur, berwarna lebih tua. Terjadi pada anemia hemolitik karena combusco reaksi penolakan pada transplantasi ginjal. d) Teardrop cells (dacroytes)

e)

f)

g) h) i)

Berbentuk seperti buah pir. Terjadi ketika ada fibrosis sumsum tulang atau diseritropoesis berat dan juga dibeberapa anemia hemolitik, anemia megaloblastik, thalasemia mayor, myelofibrosi idiopati karena metastatis karsinoma atau infiltrasi myelofibrosis sumsum tulang lainnya. Blister cells Eritrosit yang terdapat lepuhan satu atau lebih berupa vakuola yang mudah pecah, bila pecah sel tersebut bisa menjadi keratosit dan fragmentosit. Terjadi pada anemia hemolitik mikroangiopati. Acantocyte / Burr cells Eritrosit mempunyai tonjolan satu atau lebih pada membrane dinding sel kaku. Terdapat duri-duri di permukaan membrane yang ukurannya bervariasi dan menyebabkan sensitif terhadap pengaruh dari dalam maupun luar sel. Terjadi pada sirosis hati yang disertai anemia hemolitik, hemangioma hati, hepatitis pada neonatal. Sickle cells (Drepanocytes) Eritrosit yang berbentuk sabit. Terjadi pada reaksi transfusi, sferositosis congenital, anemia sel sickle, anemia hemolitik. Stomatocyte Eritrosit bentuk central pallor seperti mulut. Tarjadi pada alkoholisme akut, sirosis alkoholik, defisiensi glutsthione, sferosis herediter, nukleosis infeksiosa, keganasan, thallasemia. Target cells Eritrosit yang bentuknya seperti tembak atau topi orang meksiko. Terjadi pada hemogfobinopati, anemia hemolitika, penyakit hati.

3) a)

Kelainan berdasarkan warna eritrosit Hipokromia Penurunan warna eritrosit yaitu peningkatan diameter central pallor melebihi normal sehingga tampak lebih pucat. Terjadi pada anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik, thallasemia dan pada infeksi menahun. b) Hiperkromia Warna tampak lebih tua biasanya jarang digunakan untuk menggambarkan ADT. c) Anisokromasia Adanya peningkatan variabillitas warna dari hipokrom dan normokrom. Anisokromasia umumnya menunjukkan adanya perubahan kondisi seperti kekurangan zat besi dan anemia penyakit kronis. d) Polikromasia Eritrosit berwarna merah muda sampai biru. Terjadi pada anemia hemolitik, dan hemopoeisis ekstrameduler. 4) a) Kelainan berdasarkan benda inklusi eritrosit Basophilic stipping Suatu granula berbentuk ramping / bulat, berwarna biru tua. Sel ini sulit ditemukan karena distribusinya jarang. b) Kristal Bentuk batang lurus atau bengkok, mengandung pollimer rantai beta Hb A, dengan pewarnaan brilliant cresyl blue yang Nampak berwarna biru. c) Heinz bodies

Benda inklusi berukuran 0,2 -22,0 Nm. Dapat dilihat dengan pewarnaan crystal violet / brillian cresyl blue. d) Howell-jouy bodies Bentuk bulat, berwarna biru tua atau ungu, jumlahnya satu atau dua mengandung DNA. Karena percepatan atau abnormalitas eritropoeisis. Terjadi pada anemia hemolitik, post operasi, atrofi lien. e) Pappenheimer bodies Berupa bintik, warna ungu dengan pewarnaan wright. Dijumpai pada hiposplenisme, anemia hemolitika. Cara menghitung jumlah eritrosit Prinsip darah diencerkan dalam larutan isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis Larutan pengencer yang digunakan : a) Larutan hayem, terdiri dari: Natrium sulfat 5 g Natrium chloride 0,5 g Mercury chloride 0,5 g Aquadest add 200 ml b) Larutan gowers, terdiri dari : Natrium sulfat 12,5 g Asam asetat glacial 33,3 ml Aquadest add 200 ml 1) 2) 3) 4) Cara menghitung : Mengisi pipet eritrosit Darah dihisap sampai garis tanda 0,5 dan larutan pengencer sampai tanda 101 Mengisi kamar hitung Menghitung jumlah sel dengan menggunakan mikroskop perbesaran sedang atau 40x Hitunglah semua eritrosit yang terdapat dalam 5 bidang yang tersusun dari 16 bidang kecil. Nilai normal jumlah eritrosit : Laki-laki : 4,6 s/d 6,2 juta/ml Wanita : 4,2 s/d 5,4 juta/ml Kesalahan-kesalahan pada hitung eritrosit yaitu pada menghitung jumlah eritrosit memakai lensa objektif kecil yaitu perbesaran 10x, sehingga sangat tidak teliti hasilnya. Akibat eritrosit yang berlebih dan kekurangan eritrosit : Penurunan eritrosit Kehilangan darah (perdarahan) Anemia, infeksi kronis, leukemia, dan hidrasi berlebihan. Peningkatan eritrosit Polisitemia vena Hemokonsentrasi Dehidrasi Penyakit kardio vaskuler Nilai indeks eritrosit Mean Corpuscular Volume (MCV), menggambarkan volume rata-rata eritrosit.

a) b) 1)

2) 3)

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), menggambarkan rata-rata kandungan hemoglobin. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), menggambarkan kandungan hemoglobin rata-rata dalam tiap eritrosit.

You might also like