You are on page 1of 10

Mawardi Proseding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia HKI Cabang Sumatera Barat, 22 Oktober 2011 pp.

244-252 ISBN : 978-602-8821-28-5

INNOVATION IN LEARNING CHEMISTRY, AN OVERVIEW TOERITIS * By Mawardi ** Laboratory of Analytical Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Padang State University, Jl. Prof. Dr.Hamka 25 131 Padang, Indonesia E-mail: mawardianwar@yahoo.com Abstract Learning is a process that allows a person to change his behavior quickly enough, and the changes are relatively fixed, so that similar changes do not need to happen again and again every new situation. Teaching is a complex act, in which the teaching of a teacher charged with using his skills in integrated, according to the message contained in the curriculum, which is unique in its application is simultaneously influenced by the components involved and associated with learning activities, including students who learning, teacher factors, learning resources and approaches and strategies. Chemistry is part of the Natural Sciences basically involves four elements: (1) product: the form of facts, principles, laws, theories and models (2) process: the procedure of solving problems through scientific methods, that includes observation, hypothesis formulation, experimental design, trial or investigation, hypothesis testing, evaluation, measurement, and inference, (3) application: the application form or the working methods of scientific and chemical concepts in everyday life, (4) attitude: the object of curiosity about natural phenomena, as well as causal relations that give rise to new problems can be solved through the correct procedure. Chemistry Curriculum Development is located on the match between the dimensions of knowledge (knowledge) and the dimensions of cognitive processes. Cognitive knowledge dimension contains the category of factual knowledge, conceptual, procedural, and metacognitive. The fourth category is assumed to be located between the concrete (Factual) to abstract (metacognitif). While the dimensions of the cognitive processes include: remember (remember), understand (understand), applies (apply), analyze (Analyse), evaluate (evaluate), and create (create)

INOVASI DALAM PEMBELAJARAN KIMIA, SUATU TINJAUAN TOERITIS*


Oleh Mawardi**
Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang, Jl. Hamka Air Tawar Padang 25131, Indonesia E-mail: mawardianwar@yahoo.com

Abstrak

Belajar merupakan suatu proses yang memungkin seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan itu bersifat relatif tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulangkali setiap menghadapi situasi baru. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang komplek, dimana dalam kegiatan mengajar seorang guru dituntut menggunakan keterampilannya secara integratif, sesuai dengan pesan yang terkandung dalam kurikulum, yang dalam aplikasinya secara unik dipengaruhi secara simultan oleh komponen-komponen yang terlibat dan terkait dengan kegiatan pembelajaran, diantaranya siswa yang belajar, faktor guru, sumber belajar dan pendekatan dan strategi yang digunaka. Ilmu Kimia yang merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains pada dasarnya meliputi empat unsur, yaitu: (1) produk: berupa fakta, prinsip, hukum, teori dan model (2) proses: yaitu prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, yang meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3) aplikasi: berupa penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep kimia dalam kehidupan sehari-hari; (4) sikap: yaitu rasa ingin tahu tentang obyek fenomena alam, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Pengembangan Kurikulum Kimia (IPA) terletak pada kesesuaian antara dimensi pengetahuan (knowledge) dan dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan kognitif berisi katagori pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Keempat katagori tersebut diasumsikan terletak antara konkrit (faktual) sampai abstrak (metacognitif). Sedangkan dimensi proses kognitif meliputi: mengingat (remember), mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create) I. Pendahuluan :

Belajar merupakan suatu proses yang memungkin seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan itu bersifat relatif tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulangkali setiap menghadapi situasi baru. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang komplek, dimana dalam kegiatan mengajar seorang guru dituntut menggunakan keterampilannya secara integratif, sesuai dengan pesan yang terkandung dalam kurikulum, yang dalam aplikasinya secara unik dipengaruhi secara simultan oleh komponen-komponen yang terlibat dan terkait dengan kegiatan pembelajaran, antara lain: tujuan yang ingin dicapai, siswa yang belajar, faktor diri guru,
245

sumber belajar, pendekatan dan strategi yang digunakan, fasilitas dan lingkungan belajar siswa serta kurikulum yang berlaku. Substansi dari Ilmu Kimia sebagai bidang penyelidikan ilmiah terdiri dari komponenkomponen: proses yang digunakan untuk mendapatkan (menemukan) pengetahuan kimia; konsep umum (kongkrit atau abtrak) dan fakta-fakta spesifik yang dihasilkan (produk); penerapan (aplikasi) pengetahuan dalam memahami dan mengubah dunia, implikasi dari pemahaman dan perubahan bagi individu dan masyarakat (sikap)(Gilbert, 2009), serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi merupakan salah satu acuan utama bagi satuan pendidikan dalam penyusunan kurikulum (KTSP). Standar isi merupakan gambaran lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada

jenjang dan jenis pendidikan tertentu. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik (Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Kerangka dasar kurikulum memuat rambu-rambu yang dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum yang kedalaman muatannya dituangkan dalam kompetensi, yaitu standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Keterlaksanaan pembelajaran adalah ketercapaian standar isi dibandingkan dengan keadaan ideal, dalam hal : 1) desain atau rancangan pembelajaran, baik berupa penyusunan silabus maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); 2) pelaksanaan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar (KBM) dan 3) penilaian hasil pembelajaran. Untuk terujudnya keterlaksanaan standar isi terdapat beberapa masalah yang dihadapi guru, diantaranya, penjabaran kompetensi dasar menjadi indikator dan penjabaran materi pokok dalam KD menjadi uraian materi pokok dalam indikator. Materi pokok dalam KD adalah materi minimal dari segi cakupan materi yaitu keluasan dan kedalaman materi, sehingga harus diuraikan menjadi uraian materi pokok dengan dasar keluasan dan kedalaman materi. Disamping itu pemilihan pendekatan, metode, dan media pembelajaran, buku teks pelajaran dan buku non-teks mata pelajaran dan sistem penilaian hasil belajar secara menyeluruh (aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik) merupakan masalah lain yang harus dihadapi guru. Untuk melihat gambaran implementasikan pendidikan IPA, termasuk kimia, di Indonesia hasil penelitian yang dilakukan Programme for International Student Assessment
246

(PISA) pada tahun 2000 dan tahun 2003 menunjukkan bahwa literasi sains anak-anak Indonesia usia 15 tahun masing-masing berada pada peringkat ke 38 (dari 41 negara) dan peringkat ke 38 dari (40 negara) (Bastari Purwadi, dalam Puskur 2007). Skor rata-rata pencapaian siswa ditetapkan sekitar nilai 500 dengan simpangan baku 100 point. Hal ini disebabkan kira-kira dua per tiga siswa di negara-negara peserta memperoleh skor antara 400 dan 600 pada PISA 2003. Ini berarti skor yang dicapai oleh siswa-siswa Indonesia kurang lebih terletak di sekitar angka 400, yang dinterpretasikan bahwa siswa-siswa Indonesia diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (Rustaman, dalam Puskur 2007). Demikian juga hasil survei yang dilakukan oleh Trends
International in

Matemathics and Science Study (TIMSS) terhadap pencapaian sains siswa kelas 4 (9 tahun

saat di tes) dan kelas 8 (13 tahun saat dites) dengan ruang lingkup domain konten dan domain kognitif, untuk domain konten dibedakan: level kelas 4 mencakup Life science, Physical science, dan Earth science. Untuk level kelas 8 mendapat tambahan Kimia (Chemistry) dan pengetahuan lingkungan (Environmental science) Domain kognitif mencakup pengetahuan tentang fakta (factual knowledge), pemahaman konsep (conceptual understanding), serta penalaran dan analisis (reasoning & analysis). Survai TIMSS menunjukkan bahwa dari 38 negara yang berpartisipasi pada tahun 1999 dan dari 46 negara yang berpartisipasi pada tahun 2003, masing-masing anak Indonesia menempati peringkat 32 dan 37. Skor rata-rata perolehan anak Indonesia untuk IPA mencapai 420,221, skor ini tergolong ke dalam katagori low benchmark artinya siswa baru mengenal beberapa konsep mendasar dalam Fisika dan Biologi (Rustaman, dalam Puskur 2007). Hasil peneilitian PISA dan TIMSS diatas sesuai dengan kenyataan di lapangan dan dapat menggambarkan sebagian persoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita yaitu masalah kualitas hasil pendidikan yang hanya tampak dari kemampuan menghafal fakta, konsep, teori atau hukum. Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materi yang dipelajarinya. Kenyataan di atas dikemukan oleh Puskur (2007), dimana salah satu sebab rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses pembelajaran, karena proses pembelajaran masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan sehingga menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat.
247

II.

Pendekatan Chemistry triangle Dalam Pendidikan Kimia Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ilmu kimia dianggap sebagai pelajaran

yang sulit bagi siswa. Kesulitan mungkin terletak pada manusia yang belajar serta dalam sifat intrinsik dari pelajaran itu sendiri. Bentuk konsep dari indera kita dengan memperhatikan faktor-faktor umum dan keteraturan dan dengan menetapkan contohcontoh dan non-contoh. Pembentukan konsep secara langsung adalah mungkin dengan pengenalan langsung, misalnya, logam atau zat mudah terbakar, tetapi pembentukan konsep cukup mustahil untuk konsep seperti 'unsur' atau 'senyawa', jenis ikatan, struktur kristal internal dan keluarga kelompok gugus fungsi alkohol, keton atau karbohidrat (Johnstone, 2006) . Psikologi untuk pembentukan sebagian besar konsep kimia sangat berbeda dibanding dunia 'normal' (Johnstone , 2000; Sirhan, 2007) Sebagaimana telah dikemukan di atas bahwa substansi dari Ilmu Kimia sebagai bidang penyelidikan ilmiah terdiri dari komponen-komponen: proses yang digunakan untuk mendapatkan (menemukan) pengetahuan kimia; konsep umum (kongkrit atau

abtrak) dan fakta-fakta spesifik yang dihasilkan (produk); penerapan (aplikasi) pengetahuan dalam memahami dan mengubah dunia, implikasi dari pemahaman dan perubahan bagi individu dan masyarakat. Dengan demikian dalam pembelajaran kimia melibatkan pengenalan terhadap ide-ide pokok, seperti: unsur-unsur kimia secara periodic ditampilan dalam bentuk sifat sifat fisik dan kimianya, senyawa terdiri dari dua atau lebih unsur yang dalam banyak kasus ini melibatkan penciptaan spesifik, ikatan kimia akan terbentuk apabila electron berpasangan, ada hambatan energik dan geometri untuk terjadinya reaksi kimia, reaksi oksidasi-reduksi menyangkut transfer suatu elektron, ikatan kovalen masalah berbagi elektron, dll. Untuk memahami ide-ide tersebut, melibatkan mental yang menyangkut representasi (gambaran) ide dan fenomena dimana ide tersebut berhubungan. Namun cara untuk merepresentasikan gagasan merupakah hal yang tidak mudah (Gilbert, 2009), karena representasi yang dibuat tidak mengandung informasi (pesan) yang diinginkan. Untuk itu Johnstone mengusulkan suatu model untuk memahami masing-masing elemen inti, yang digambarkan menggunakan tiga jenis representasi di mana ide-ide kimia dikemukakan (Johnstone, 1982, 1991, 1993 dalam Gilbert, 2009). Suatu gambar geometris segitiga planar sering (Gambar 1) digunakan pendidik kimia secara efektif dalam dekade terakhir untuk menjelaskan apa yang kita nilai dalam mengajar dan belajar tentang dunia atom dan molekul. Metafora ini telah membantu kita melihat bahwa tiga tingkatan
248

pembelajaran (three learning levels), sering disebut Chemistry triangle, yaitu simbolis, makroskopik dan sub-mikroskopis, atau molekul yang diperlukan untuk siswa untuk memahami kimia (Mahaffy 2004; Talanquer, 2011; Silberberg, 2010; Moore et al, 2011; Zumdahl, 2012).

Gambar 1. Chemistry triangle (Johnstone ,1999 dalam Norman Reid, 2009)

Gambar 2. Pelarutan garam NaCl, pendekatan Chemistry triangle (Sumber : Tro, N.J, Chemistry: a molecular approach, Pearson Prentice Hall, New Jersey, 2011)
249

Pemahaman segitiga planar telah terbukti menjadi nilai besar, membentuk desain kurikulum sekolah menengah dan pasca-sekolah menengah, termasuk buku (Gambar 2-5), manual laboratorium dan visualisasi. Ini merupakan fitur yang mengawali "Note to Students dalam Kata Pendahuluan buku-buku teks kimia (Tro, N.J, 2011; Silberberg, M.S, 2010; Moore, J.W et al, 2011; Chang, R, et al, 2011).

Gambar 3. Pembentukan senyawa ionik, pendekatan Chemistry triangle (Sumber : Tro, N.J, Chemistry: a molecular approach, Pearson Prentice Hall, New Jersey, 2011)

Gambar 5. Reaksi pendesakan logam, pendekatan Chemistry triangle (Sumber: Chang, R, et al. General Chemistry, The Essential Concepts 6th ed, The McGraw-Hill, Companies, New York, 2011
250

Segitiga planar ini bahkan telah merupakan benchmarks untuk standar pendidikan sains nasional di AS (NRC, 1996 dalam Mahaffy, 2004). Informasi dan teknologi komputer (ICT) telah digunakan untuk mengembangkan animasi komputer, simulasi, dan model molekuler dinamis, mengubah kemampuan kita untuk memvisualisasikan molekul dan perubahan kimis pada tingkat molekuler (Barke, 2004; Falvo, 2008).

III. Penguasaan Materi Prasyarat (PMP) dalam tingkatan Chemistry triangle Sebagai Strategi Dalam Pembelajaran Kimia Pada strategi Penguasaan Materi Prasyarat (PMP) dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran kimia dengan memanfaatkan pengetahuan awal dan pengalaman keseharian mereka sebagai titik tolak dalam mendiskusikan atau menggali informasi (materi) baru yang akan dipelajari. Pengetahuan awal yang seharusnya telah dimiliki siswa berupa fakta dan konsep, (mungkin prinsip) disebut sebagai materi prasyarat untuk mempelajari materi pokok baru. Pengetahuan awal tersebut mungkin diperoleh melalui proses pembelajaran sebelumnya, pengalaman hidup alam takambang jadi guru, atau dari intuisi. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan tahapan : 1) meninjau ulang materi prasyarat dengan pendekatan Chemistry triangle, kemudian guru dengan menggunakan teknik bertanya, metoda diskusi dan tetap mempertahankan tingkatan mikroskopis ; 2) mengarahkan siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi yang sudah mereka miliki (materi prasyarat) dengan materi (konsep) baru yang ditergetkan (sesuai dengan tujuan pembelajaran/indicator pembelajaran). Siswa dimotifasi menggunakan logika dan melihat hubungan sebab-akibat dalam usaha memahami dan menemukan konsep baru; dan 3) Siswa diminta atau dibimbing mengungkapkan hasil analisisnya dengan kalimatnya sendiri ; dan 4) akhirnya secara bersama-sama menulis kesimpulan dengan kalimat yang mereka susun sendiri, sedangkan guru hanya berperan memberi penguatan. 5). kesimpulan yang sudah disepakati harus segera dicoba diterapkan pada masalah yang ditemukan (diberikan oleh guru), berupa persoalan (soal) yang ada dalam buku sumber atau kehidupan seharihari. Jika siswa gagal, guru kembali mendiskusikan materi prasyarat awal (tidak menggunakan materi/kasus baru) pada tingkatan mikroskopis. Kesimpulan yang sudah disepakati harus segera dicoba diterapkan pada masalah yang ditemukan (diberikan oleh guru), berupa persoalan (soal) yang ada dalam buku sumber atau kehidupan sehari-hari. Jika siswa gagal, guru kembali mendiskusikan materi prasyarat awal (tidak menggunakan materi/kasus baru) pada tingkatan mikroskopis.
251

PENUTUP. Dalam pembelajaran kimia melibatkan pengenalan terhadap ide-ide pokok, yang melibatkan mental yang menyangkut representasi (gambaran) ide dan fenomena yang membutuhkan tingkat kognitif lebih tinggi. Salah satu persoalan dalam pembelajaran kimia adalah masalah kualitas hasil pembelajaran yang hanya tampak dari kemampuan tingkat hafalan yang baik tetapi kurang memahami secara mendalam substansi materi yang dipelajarinya. Untuk mengatasi masalah pembelajaran kimia tersebut salah satu alternative yang dapat dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran kimia dengan suatu Strategi Penguasaan Materi Prasyarat (PMP) dalam tingkatan Chemistry triangle. Dimana dalam pembelajaran dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam dimensi pengetahuan
(knowledge) dan dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan kognitif berisi empat katagori, yaitu: pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, yang diasumsikan terletak antara konkrit (faktual) sampai abstrak (metacognitif). Sedangkan dimensi proses kognitif meliputi: mengingat (remember), mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create).

Proses pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan awal dan pengalaman keseharian siswa sebagai titik tolak dalam mendiskusikan atau menggali informasi (materi) baru yang akan dipelajari. Pengetahuan awal yang seharusnya telah dimiliki siswa berupa fakta dan konsep, (mungkin prinsip) disebut sebagai materi

prasyarat untuk mempelajari materi pokok baru. Untuk memahami masing-masing elemen inti digambarkan menggunakan tiga jenis representasi di mana ide-ide kimia dikemukakan yaitu simbolis, makroskopik dan sub-mikroskopis, atau molekul yang diperlukan siswa untuk memahami konsep kimia yang sedang dipelajarinya Daftar Pustaka Barke, H.D and Wirbs, H., 2002, Structural Units and Chemical Formula, Chemistry Eduation: Reseach and Practice in Europe, Vol 3 (2):185-200 Chang, R, Overby, J., 2011, General Chemistry, The Essential Concepts 6th ed, The McGraw-Hill, Companies, New York Falvo, D.A., 2008, Animaions and simulatios for teaching and learning molecular chemistry, International Jornal of Technology in Teaching and Learning, Vol 4 (1) : 68-77

252

Gilbert, J.K., and Treagust, D., 2009, Introduction: Macro, Submicro, and Symbolic Representaions and the Relationship Between Them: Key Models in Chemistry Education (ed), Multiple Representaions inChemical Education, Springer Johnstone, A.H., 2000, Teaching of Chemistry Logical or Psychological, Chemistry Eduation: Reseach and Practice in Europe, Vol 1 (1): 9-15 Johnstone, A.H., 2006, Chemical Education Research in Glasgow in Perspective, Chemistry Eduation: Reseach and Practice, Vol 7 (2):4 9-63 Mahaffy P., 2004, The Future Shape of Chemistry Education, Chemistry Eduation: Reseach and Practice in Europe, Vol. 5 (3) : 229-245 Moore, J.W., Stanitski, C. L., Jurs, P.C., 2011, Chemistry: The Molecular Science, 4nd ed, Mary Finch, Madison, 2011 Puskur, 2007, Naskah Akademik : Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA, Puskur, Balitbang Depdiknas, Jakarta Reid N., 2009, Working Memory and Science Education : Concusions and Implication, Research in Science & Technological Education Vol. 27 ( 2) : 245250 Silberberg, M.S., 2010, Principles of General Chemistry, 2nd ed, The McGraw-Hill Companies, Inc, New York Sirhan, G., 2007, Learning Difficulties in Chemistry : On Overview, Turkish Science Education, Vol. 4(2): 2-20 Talanquer, V, 2011, Macro, Submicro, and Symbolic: The many faces of the chemistry triplet, International Journal of Science Education, Vol. 33 (2) : 179-195 Tro, N.J, 2011, Chemistry: a molecular approach, Pearson Prentice Hall, New Jersey Zumdahl, S.S. and Zumdahl, S.A, 2012, Chemistry: An Atoms First Approach, BROOK COLE Cengange Learning, Belmont

253

You might also like