You are on page 1of 23

ANAKON DAN ANAKES BAHASA DAN BUDAYA ANALISIS KONTRASTIF MIKROLINGUISTIK: SINTAKSIS DAN LEKSIKAL

Dosen Pengampu: Dr. Hasnidar Kahar, M.Pd Dr. Sri Harini Ekowati, M.Pd

Oleh:

ANNA FAUZIAH DWI PUSPITASARI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA PROGRAM PASCASARJANA 2012

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kuasa Nya dan karunia Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa tak akan dapat menyelesaikan makalah ini tanpa bantuan dan dukungan dari pihak lain baik moril dan spiritual. Karena itulah, melalui kata pengantar ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Anakon dan Anakes Bahasa dan Budaya pada Jurusan Pendidikan Bahasa Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Makalah ini jauh dari kesempurnaan, dan masih membutuhkan saran dan masukan dari berbagai pihak. Namun demikian, penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi para pembaca.

Jakarta, April 2012

Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar .....................................................................................................i Daftar Isi .............................................................................................................. ii BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................1 BAB II : PEMBAHASAN....................................................................................2 A. SINTAKSIS..........................................................................................2 a. Kata.................................................................................................3 b. Frasa................................................................................................5 c. Klausa.............................................................................................7 d. Kalimat...........................................................................................9 B. LEKSIKOLOGI.................................................................................10 a. b. Bidang kata..................................................................................11 Komponen-komponen semantik..................................................13

BAB III : KESIMPULAN..................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................20

BAB I PENDAHULUAN Analisis kontrastif disebut pula linguistik kontrastif yaitu salah satu cabang linguistik yang mengkaji dan mendeskripsikan persamaan dan perbedaan struktur atau aspek-aspek yang terdapat dalam dua bahasa atau lebih. Sejak akhir Perang Dunia II sampai pertengahan tahun 1960-an, Analisis Kontrastif (Anakon) mendominasi dunia pengajaran bahasa kedua (B2) dan pengajaran bahasa asing (Tarigan , 1989: 3). Analisis Kontrastif, berupa prosedur kerja, adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa. Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa yang diperoleh dan dihasilkan melalui Anakon, dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan kesulitan atau kendala-kendala belajar berbahasa yang akan dihadapi para siswa disekolah, terlebih-lebih dalam belajar B2 (Tarigan, 1989: 5). Anakon membahas tataran mikrolinguistik dan makrolinguistik. Tataran mikrolinguistik yang dikaji adalah sisi fonologi, morfologi, kosakata dan sintaksis. Sedangkan dalam tataran makro linguistik yang biasanya dikaji analisis wacana dan analisis teks. Makalah ini, akan membahas tataran mikrolinguistik yaitu dari sisi sintaksis dan leksikal. Pada tataran sintaksis akan dibahas tentang perbedaan aspek kata menjadi sebuah klausa dan kalimat. Dan pada aspek leksikal akan dibahas tentang pengkontrasan bahasa berdasarkan makna dan pemakaian kata dalam bahasa.

BAB II

PEMBAHASAN
A.

SINTAKSIS Dalam linguistik atau ilmu bahasa terdapat dua tataran, yaitu tataran fonologi dan tataran tata bahasa/ gramatika. Sintaksis dan morfologi bersama-sama merupakan tataran tata bahasa. Fonologi merupakan tataran linguistik yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa, morfologi merupakan tataran linguistik yang mempelajari satuan-satuan gramatikal di dalam kata yaitu morfem dan kata, sedangkan sintaksis mempelajari satuan-satuan gramatikal di atas tataran kata, meliputi frase, klausa dan kalimat. Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, suntattein, yang dibentuk dari sun artinya dengan, dan tattein artinya menempatkan. Istilah suntattein secara etimologi berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompokkelompok kata menjadi kalimat (Verhaar dalam Sukini, 1992:70). Kata sintaksis dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Belanda, syntaxis, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah syntax (Ramlan, dalam Sukini 1987:21). Sintaksis menurut Kridalaksana (1983:154) adalah pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuansatuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Arifin dan Junaiyah (2008:1) menyatakan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan (speech), dan unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah frase, klausa, dan kalimat. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sintaksis atau syntax (Ing) adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk frase, klausa, dan kalimat dengan satuan terkecilnya berupa bentuk bebas, yaitu kata. Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundangundangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

a.

KATA

Agar dapat memproduksi bahasa Indonesia dengan baik, kita harus memahami makna kata yang digunakan dan menguasai alat-alat sintaksisnya. Kentjono dan Kridalaksana mengemukakan adanya empat macam alat sintaksis dalam bahasa Indonesia, yaitu: urutan kata, bentuk kata, intonasi dan kata tugas. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis. Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah kata yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia. Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan konjungsi. 1. Urutan kata Urutan kata merupakan alat sintaksis yang pertama dan utama. Dikatakan demikian karena urutan kata sangat menentukan makna gramatikal sebuah satuan sintaksis. Dalam suatu satuan sintaksis, urutan kata yang berbeda mengakibatkan makna gramatikal yang berbeda. Contoh : a) Oki tidak pernah tinggal kelas. b) Oki pernah tidak tinggal kelas. c) Pernah tinggal kelas tidak Oki! Satuan-satuan sintaksis di atas berupa kalimat, dan makna gramatikal ketiga satuan sintaksis itu berbeda. Kalimat (a) mengandung makna gramatikal : Oki belum pernah tinggal kelas atau selalu naik kelas. Kalimat (b) mengandung mkana gramatikal : Oki lebih sering tinggal kelas, hanya dua tiga kali tidak. Kalimat (c) mengandung makna keraguan/pertanyaan mengenai pernah atau tidaknya Oki tinggal kelas. Dari uraian di atas diketahui bahwa dalam sintaksis, urutan kata yang berbeda, mengakibatkan makna gramatikal yang berbeda. 2. Bentuk kata Perhatikan bentuk kata pada kata-kata yang bercetak miring dalam kalimat-kalimat berikut: a) Dedi mengambil mangga b) Dedi mengambili mangga

c) Dedi mengambilkan temannya mangga Dalam kalimat (a) kata mengambil menyatakan tindakan aktif yang diikuti kata mangga sebagai penderita. Dalam kalimat (b) kata mengambili menyatakan tindakan aktif ( yang dilakukan secara berulang-ulang) yang diikuti kata mangga sebagai penderita. Dalam kalimat (c) kata mengambilkan mengharuskan hadirnya dua kata benda di belakangnya, yaitu temannya yang berperan sebagai penerima dan kata mangga sebagai penderita. Dari paparan tersebut diketahui bahwa bentuk kata sebagai alat sintaksis ditandai oleh penggnaan berbagai imbuhan/afiks (baik prefiks, infiks, sufiks, konfiks maupun simulfiks). Penggunaan imbuhan yang berbeda, mengakibatkan makna gramatikal yang berbeda pula.Itulah sebabnya bentuk kata digolongkan sebagai alat sintaksis. 3. Intonasi Intonasi merupakan perpaduan dari berbagai gejala, yaitu tekanan (stress), titi nada (pitch), durasi/ tempo (length), perhentian/jeda (pause) dan suara yang meninggi, mendatar, atau menurun pada akhir arus ujaran. Intonasi dengan segala unsur pembentuknya, dalam linguistik disebut prosodi/suprasegmental. Jadi intonasi merupakan serangkaian nada yang diwarnai oleh tekanna, tempo, jeda, dan suara meninggi, mendatar, atau menurun pada akhir arus ujaran. Contoh : 1. Bajunya bagus...sekali. 2. Bajunya ba...gus sekali. 3. Bajunya bagus sekali. Pada kalimat (1) pengujar memberikan tempo yang agak lama pada segmen gus dengan tujuan untuk memberi pebekanan pada segmen gus tersebut. Pada kalimat (2) pengujar memberikan tempo yang agak lama pada segmen ba dengan tujuan untuk memberikan penekanan pada segmen ba tersebut, dan pada kalimat (3) pengujar mengucapkan kata bagus sekali sedara datar. Pengucapan dengan tempo yang berbeda tersebut, tidak membedakan makna. Namun demikian, dalam kegiatan berbahasa lisan tempo biasa digunakan oleh penceramah atau motivator untuk memberi penekanan bahwa kalimat, klausa, frase atau kata yang diucapkan dengan tempo yang berbeda itu penting adanya. 4. Kata Tugas

Kata tugas atau disebut pula kata sarana berfungsi menghubungkan kata atau kelompok kata yang berada di depan dan di belakangnya. Kata tugas tidak memiliki makna leksikal. Maknanya menjadi jelas setelah digunakan dalam frase, klausa atau kalimat. Kata tugas dikelompokkan menjadi lima jenis : preposisi (kata depan), konjungsi (kata penghubung), interjeksi (kata seru), artikel (kata sandang), partikel (penegas). Penggunaan kata-kata tugas dalam kalimat akan memperjelas maknanya. Contohnya : Mereka duduk di teras Ia dijuluki sebagai sang guru Pada hari ini aku dan dia akan pergi ke luar negeri. Almost all people Not a few friend Much more money b. FRASA Frasa lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampauui batas fungsi unsur klausa. Artinya, gabungan dua kata atau lebih itu tidak melampaui fungsi subjek atau fungsi predikat. Berdasarkan distribusi unsur-unsurnya, frasa dibedakan menjadi dua : 1. Frasa endosentrik : Frasa yang berdistribusi paralel dengan pusatnya.
a.

Frasa endosentrik koordinatif : terdiri atas unsur-unsur yang kedudukannya setara, secara potensial dapat dihubungkan baik dengan konjungtor tunggal (dan,atau, tetapi) dalam bahasa Inggris (and, but, nor, not, rather than) only...but also, either...nor..., both...and). Contoh : ayah dan ibu, belajar atau bekerja, bagus tetapi kotor Red, white and blue, by the people He choose to eat insects rather than starve atau konjungtor terbagi (baik...maupun...) dalam bahasa Inggris disebut split structure of coordination ( not

b. Frasa endosentrik atributif : terdiri atas unsur-unsur yang kedudukannya tidak setara, terdiri atas unsur pusat/ unsur yang diterangkan (D) dan unsur atribut/ penjelas atau unsur yang menerangkan (M). Contoh : Halaman luas, sepatu baru, rumah besar, anak malas, udara segar D M D M D M D M D M

Pengontrasan antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dalam bidang struktur modifikasi ini yang paling nyata terlihat yang berintikan kata benda. Dalam bahasa Inggris berstruktur MD. Contoh : big house, tall man, lazy boy, short story, lazy boy
c.

Frasa endosentrik apositif : frasa yang secara semantik unsur yang satu sama dengan unsur yang lain dan dapat saling menggantikan, terdiri atas unsur pusat dan unsur aposisi, antara keduanya biasanya dihubungkan oleh tanda koma. Frasa ini terdiri dari struktur kata benda atau yang berintikan kata benda yang diikutinya. Contoh : Jakarta, ibukota Indonesia Ir. Soekarno, Presiden I RI Vice-President Hatta (Wakil presiden, Hatta) The poet Amir Hamzah (Penyair, Amir hamzah)

2. Frasa eksosentrik : Frasa yang berdistribusi komplementer dengan pusatnya, artinya unsurunsurnya tidak bisa menggantikan keseluruhan kedududkan frasa tersebut. a. Frasa eksosentrik direktif : frasa yang terdiri atas unsur perangkai dan unsur pusat.
- Preposisional

(kopulatif) : Unsur perangkai yang berupa preposisi, dan unsur lain

sebagai pusat. Contoh : dari rumah, di jalan, sejak pagi


- Konjungtif

: terdiri atas unsur perangkai yang berupa konjungsi dan unsur lain sebagai

pusat. Contoh : karena lupa, jika tahu, meskipun hujan, andaikata kaya
- Artikel

: terdiri atas unsur perangkai yang berupa artikel/ kata sandang dan unsur lain

sebagai pusat. Contoh : Sang pangeran, yang Maha pemurah, si usil


b.

Frasa eksosentrik konektif : frasa yang salah satu unsurnya berupa kopula (linking) yang bertindak sebagai konektor dan berfungsi sebagai penghubung antara unsur sebelum dan sesudahnya. Contoh : ....sebagai sekretaris, adalah guru teladan, merupakan pelajaran Kopula nomina kopula frase nomina kopula nomina

Berdasarkan kelas katanya, frasa dibedakan menjadi lima jenis : 1. Frasa nominal : frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan nomina/kata benda. Contoh : buku cerita, teman seperjuangan, kedai kopi, anak manis. Pedagang asongan. 2. Frasa verbal : frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan verba/kata kerja. Dalam kalimat frasa ini berpotensi menjadi predikat. Contoh : makan dan minum, akan berangkat, duduk lagi, membaca dan menulis. 3. Frasa adjektival : frasa ini memiliki distribusi yang sama dengan adjektif.

Contoh : sangat merdu, indah nian, hitam legam, gagah berani, riang gembira. 4. Frasa numeral : frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan kata bilangan. Contohnya : dua rumah, lima helai, sepuluh ekor. 5. Frasa preposisional : frasa yang terdiri atas kata depan sebagai perangkai, diikuti oleh kata atau frasa sebagai aksis/pusatnya. Contohnya : sejak tadi siang, dengan sabar, kepada masyarakat. c. KLAUSA Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan maupun tidak. Contoh : ibu memasak daging. Berdasarkan kelengkapan unsur intinya. Klausa dibedakan menjadi: 1. Klausa lengkap: minimal terdiri dari unsur S dan P Contoh : adik bermain, Gita sedang menulis 2. Klausa tak lengkap : biasanya terdapat pada kalimat jawaban dan kalimat majemuk. Contoh : sedang berdiskusi (klausa dari jawaban pertanyaan mereka sedang apa?) Berdasarkan struktur internalnya, klausa dibagi menjadi dua : 1. Klausa berstruktur runut : klausa yang subjeknya berada di depan unsur predikat. Contoh : ia pandai, anak-anak bermain. S P S P 2. Klausa berstruktur inversi : klausa yang unsur subjeknya berada di belakang predikat Contoh : pandai ia, indah lukisannya, disiplin orangnya P S P S P S

Berdasarkan distribusinya, klausa dibedakan menjadi : 1. Klausa bebas : klausa yang mampu berdiri sendiri sebagai kalimat sempurna Contoh : Ayo membaca! BRI Depok mengutamakan kenyamanan nasabah. 2. Klausa terikat: klausa yang tidak mampu berdiri sendiri/menjadi bagian dari konstruksi lain. Contoh : Jika tidak mengikuti ujian,.... Meskipun tanpa petugas,.....

Berdasarkan ada atau tidaknya unsur negasi pada P (predikat), klausa dibagi menjadi : 1. Klausa positif : klausa yang tidak mempunyai kata negasi/ pengingkaran dalam kalimatnya. 2. Klausa negatif : klausa yang terdapat kata negasi/ pengingkaran dalam kalimat. Contoh : Ia tidak hadir hari ini. Jangan diambil makanan itu. Wina bukan dokter. Berdasarkan kategori pengisi fungsi predikat, klausa dibedakan menjadi : 1. Klausa verbal : klausa yang predikatnya berkategori kata kerja. a. Verba transitif : klausa yang kata kerja yang memerlukan objek. Contoh : Dedi mengagumi indah. S S P P O O Pel Ayah membelikan adik sepatu. b. Verba intransitif : klausa yang kata kerjanya tidak memerlukan objek. Contoh : Mereka berkumpul di aula. S S P P K K Matahari terbit di timur. 2. Klausa nonverbal: klausa yang unsur predikatnya bukan verba, bisa adjektival, nomina, numeral, preposisional. Contoh : Ia perawat dirumah sakit ini. (klausa nominal) Mahasiswa di kelasnya tigapuluh orang. (klausa numeral) Bapak dari Surabaya. (klausa preposisional) Rumahnya sangat jauh. (klausa adjektival) d. KALIMAT Dengan mengaitkan peran kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat didefinisikan sebagai Susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap . Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.

Fungsi Unsur-unsur Kalimat Fungsi merujuk pada fungsi sintaksis (jabatan) dalam satuan gramatik dalam kalimat. Fungsi dalam kalimat adalah predikat, subjek, objek, pelengkap dan keterangan. Unsur kalimat Predikat Menunjukkan aktivitas/kegiatan, Ibunya sedang tidur (FV) Ayahnya pegawai bank (FN) Fungsi Contoh kalimat

predikat merupakan konstituen pokok yang diikuti oleh unsur lainnya. Adapun predikat. Subjek Sebagai perbuatan pelaku/ yang

subjek berada pada sebelah kiri sebelum Saudaranya dua orang (Fnum)

melakukan Mobil itu mengangkut sayur-mayur. Pak Udin sedang membaca surat. Anak-anak sedang bermain.

Objek

Merupakan konstituen kalimat yang Ibu sangat menyayangi aku. kehadirannya dituntut oleh verba transitif pada kalimat aktif. Letaknya menduduki dipasifkan. sebagai subjek jika Adik memukul kucing.

langsung setelah predikat. Objek bisa Sinta mengunjungi Joni.

Keterangan

Hampir mirip dengan fungsi objek. Dia berdagang pakaian di pasar. Berfungsi sebagai pelengkap dalam kalimat. Ibu menjahitkan aku baju tidur. Ia belajar bahasa Jepang.

B.

LEKSIKOLOGI Leksikologi (dari bahasa Yunani: lexiko-, "leksikon") adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari kata, sifat dan makna, unsur, hubungan antarkata (semantis), kelompok kata, serta keseluruhan leksikon. Ilmu ini terkait erat dengan leksikografi yang juga mempelajari kata, terutama dalam kaitannya dengan penyusunan kamus. Secara sederhana, leksikografi

disebut sebagai penerapan praktis dari leksikologi. penerjemahan.

Selain terkait dengan ilmu yang

mempelajari penyusunan kamus, leksikologi juga berkaitan dengan antropolinguistik dan

Richard dalam Tarigan mengemukakan bahwa leksikologi adalah kajian mengenai butir-butir kosakata (leksem-leksem) suatu bahasa, termasuk makna-makna dan hubunganhubungannya, serta perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna sepanjang waktu. Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.(Chaer, 2003; 289). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus. Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer: 290). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna dapat, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal tidak sengaja Kebanyakan orang mengabaikan pembelajaran mengenai leksikal ini, dan lebih cenderung berkutat pada struktur, hal ini seperti diungkapkan oleh Leech dalam Tarigan, bahwasannya Bahasa mempunyai suatu kecenderungan atau tendensi untuk memaksakan struktur pada dunia nyata dengan cara memperlakukan beberapa pembedaan sebagai suatu hal yang penting dan mengabaikan yang lainnya (Tarigan; 129). Kemudian, pada bahasan kali ini, akan dibahas dua hal yang menjadi fokus dalam kajian leksikologi kontrastif yaitu bidang kata dan komponen-komponen semantik.

a.

Bidang kata Yang dimaksud dengan bidang kata atau medan makna/ leksikal adalah seperangkat unsur leksilal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu (Chaer : 315-316). Lehmann dalam Tarigan telah melakukan anakon verba dalam bahasa Inggris dan bahasa Jerman dengan membuat spesifikasi pada kata: say, speak, talk, tell . dalam bahasa Jerman sagen, sprechen, erzahlen, reden.
(i)

Lehmann

memperkenalkan sejumlah kontras 4 kata bahasa Inggris tadi dengan mencari padanan nya

SAY dapat mempunyai subjek gramatikalnya orang, teks atau institusi: My mother The brochure Scotland Yard SAGEN mengacu pada subjek insani dan tidak bisa subjeknya berupa teks *Ihre Broschure sagt... says...

(ii)

SPEAK mengacu pada kemampuan dan kualitas komunikasi lisan: He speaks six languages : Hes a French speaker. He speaks well : Hes a good speaker. Akan tetapi, TALK mengacu pada kuantitas : Hes a great talker. REDEN mengacu pada kualitas SPEAK dan TALK: Er ist ein guter Redner. Er redet zu viel.

(iii) TELL menyampaikan / membawa kenyataan bahwa si alamat diberi informasi, diperintah atau dihibur: The smoke told us a new Pope had been found.

He told the kids to make less noise. SAGEN berkorespondensi dengan TELL dalam fungsi-fungsi informasinya dan imperatifnya: Sein Gesicht sagte uns,dar er argerlich war. Er sagte den Kindern, ruhig zubleiben. Banyaknya unsur leksikal dalam satu medan makna antara bahasa yang satu dengan lainnya tidak sama, hal ini bergantung pada sistem budaya masing-masing bahasa. Dalam bahasa Indonesia mengenal nama-nama warna dalam medan warna, yaitu: merah, coklat, kuning, abuabu dan sebagainya. Untuk menyatakan nuansa yang berbeda, bahasa Indonesia memberi keterangan perbandingan seperti merah darah, merah jambu, merah bata. Sementara dalam bahasa Inggris mengenal sebelas warna dasar yaitu: white, red, green, yellow, blue, brown, purple, pink, orange dan grey. Sedangkan dalam bahasa Hunanco, salah satu bahasa daerah di Filipina, hanya terdapat empat warna yaitu: (ma) biru, yakni warna hitam dan warna gelap lainnya; (ma) langit, yakni warna putih dan warna cerah lainnya; (ma) rarar, yakni kelopmpok warna merah; dan (ma) latuy, yakni warna kuning, hijau muda, dan coklat tua. Pada bahasa Indonesia, konsep penamaan kakak dan adik merujuk pada orang yang lahir dari ibu yang sama. Dalam bahasa Inggris disebut dengan brother and sister. Kalau dalam bahasa Indonesia penamaan kakak dan adik berdasarkan usia, lebih tua atau lebih muda, sementara dalam bahasa Inggris berdasarkan pada jenis kelamin. Kata-kata atau leksem yang mengelompok dalam satu medan makna, berdasarkan sifat hubungan semantisnya dibedakan menjadi medan kolokasi dan medan set. Kolokasi merujuk pada hubungan sintagmatik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal, contoh: Tiang layar perahu nelayan itu patah dihantam badai, lalu perahu itu digulung ombak dan tenggelam beserta isinya. Kata-kata layar, perahu, nelayan, ombak, badai dan tenggelam merupakan kata yang satu kolokasi. Contoh lain adalah cabe, bawang, garam, terasi, lada, merica merupakan satu kolokasi yang berkenaan dengan bumbu dapur. Kelompok set merujuk pada hubungan paradigmatik, karena kata-kata yang ada dalam satu set bisa saling disubstitusikan. Contoh:

Manula / lansia Dewasa


b.

terik panas

Komponen-komponen semantik Setiap kata, leksem atau butir leksikal tentu mempunyai makna. Makna yang dimiliki oleh setiap kata terdiri dari sejumlah komponen (komponen makna). menggambarkan komponen-komponen tersebut sebagai berikut: Man Bull Ram woman cow ewe child calf lamb Lyons dalam Tarigan

Perbandingannya adalah man dan bull adalah (+ male) Woman dan cow adalah (+ female) Child dan calf adalah ( + immature) Secara vertikal bisa dikontraskan bahwa semua perangkat pertama adalah (+human), semua perangkat kedua adalah (+ bovine keluarga sapi) dan semua perangkat ketiga adalah (+ovine keluarga domba). Ciri ciri tersebut merupakan komponen-komponen semantik. Setiap leksem merupakan kompleks dari komponen-komponen, lamb contohnya dapat dispesifikasi dengan (+ovine + young). Leech dalam Tarigan mengemukakan perbedaan antara kesemestaan formal yaitu semua batasan leksikal dalam semua bahasa (harus) dapat dianalisis sebagai seperangkat komponenkomponen dan kesemestaan substantif yaitu semua bahasa mempunyai kontras. Perhatikan contoh berikut ini: Boy, girl, child, anak
Komponen makna bo y girl chil d anak

1. 2.

Manusia Dewasa

+ -

+ -

+ -

3.

Jantan

Pada katakata yang memilki tanda (+) artinya memiliki kesamaan pada komponen maknanya, tanda (-) artinya tidak mempunyai komponen pada maknanya, dan tanda ( atau pda seumber lain dilambangkan dengan 0) artinya bisa relevan atau tidak. Analisis komponen berguna untuk mencari perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim. Umpamanya kata ayah dan bapak (dua buah kata yang mempunyai sinonim dalam bahasa Indonesa), namun perhatikan komponen maknanya di bawah ini:
Komponen makna 1. 2. 3. 4. Manusia Dewasa Sapaan kepada orang tua laki-laki Sapaan kepada orang yang dihormati Ayah + + + Bapak + + + +

Dari bagan di atas dapat terlihat bahwa walaupun kedua kata tersebut bersinonim, namun ada perbedaan pada komponen maknanya. Kegunaan analisis komponen yang lain adalah untuk membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi, reduplikasi, dan komposisi pada bahasa Indonesia. Contoh pada afiksasi dengan prefiks me- pada nomina yang memiliki komponen makna /+alat/ akan mempunyai makna gramatikal melakukan tindakan dengan alat (yang disebut kata dasarnya). Begitupun pada proses reduplikasi yang memilki komponen makna / sesaat/ maka gramatikal nya akan menjadi kegiatan yang berulang-ulang seperti memotong-motong, memukul-mukul dan sebagainya. Dan pada komposisi, terlihat pada contoh: rumah paman terdiri dari komponen makna /+ manusia/ dan / milik/. Fungsi selanjutnya dari komponen makna adalah pada penerapan contoh polisemi yaitu adanya relasi makna yang erat antara kata yang bentuknya dan ucapannya sama., berikut ini adalah contohnya: kata Inggris hand mempunyai empat pengertian, yaitu: (i) Part of the arm , with fingers (komponen: part of body, end of arm, for holding, etc)

(ii) On a watch or clock (komponen: part of clock, on dial, moving) (iii) A person who helps with work (komponen: human, working, wage-earning) (iv) A round of applause (komponen: human agent, public appreciation, movement) Lalu kita bandingkan dengan bahasa Jerman dengan korespondensi leksikal-leksikal sebagai berikut: Hand 1 = die Hand Hand 2 = der Zeiger Hand 3 = der Hilssarbeiter Hand 4 = der Beifall Dari contoh hand 1, hand 3, dan hand 4 semuanya merujuk pada human, sedangkan hand 2 besama hand 4 komponen yang sama adalah movement. Siswa Inggris yang belajar bahasa Jerman cenderung menggunakna die Hand untuk mengacu kepada der Zeiger. Dengan anakon leksikal yang mencakup pengontrasan semua makna dapat dikenali dan dengan mudah menentukan leksem mana yang seharusnya digunakan pada situasi tertentu. Komponen-komponen semantik juga berfungsi untuk mengontraskan kata-kata yang mempunyai satu leksem dasar dan mempunyai banyak unsur kesamaannya (KOHIPONIM). Contohnya adalah kata cook dalam bahasa Inggris yang akan dibandingkan dengan bahasa Jerman dengan melibatkan penerapan panas dalam berbagai cara terhadap makanan. Pada kata cook hipernimnya adalah cook itu sendiri, dan hiponim dari cook adalah boil, fry, broil dan bake. Berikut disajikan perbedaannya. (+)= komponen relevan, (-) = tidak punya komponen yang relevan, (0) = tidak menerapkan salah satu pun secara distingtif.
C1= water Cook Boil Simmer Fry 0 + + with C2 with fat 0 + = C3 = with oven 0 C4 = contact with flame 0 + + + C5 gentle 0 + 0 =

Roast Toast bake Kochen 1 Kochen 2 Kochen 3 Braten Rosten Backen

0 + + 0

0 0 0

+ + 0 0 +

+ 0 + + 0 + -

0 0 0 0 + 0 0 0

Cook = kochen 1 : keduanya bermakna mempersiapkan makanan dalam setiap cara yang diterapkan oleh c1-c5. Boil = kochen 2; yaitu dalam air, di atas nyala api. Simmer = kochen 3 : yaitu dalam air, di atas nyala api, dengan hati-hati. Braten ditentukan secara positif hanya dengan keabsenan air. Selain itu non distingtif (ditandai dengan 0). Pada kata Bratkkartoffeln berarti dimasak di dalam panci, di atas api dengan lemak, yaitu digoreng dan dalam bahasa Inggris diwakilkan dengan fry. Sementara itu braten dalam kata ein Rindbraken berarti dalam oven, tanpa lemak, diwakilkan dengan kata roast. Yang demikian ini disebut dengan generalitas divergen. Lado dalam bukunya mengadakan analisis kontrastif dua sistem kata yang mencakup tiga aspek, yakni: (1) bentuk yaitu yang terdiri dari fonem segmental dan suprasegmental contoh: book adalah buku; (2) makna ialah makna leksikal seperti terdapat dalam kamus dan makna morfologis contoh : buku dan buku-buku; (3) distribusi kosakata ialah (a) batasan gramatik, contoh: water (nomina), to water (verba), (b) batasan geografik, contoh: (Inggris UK : hood) dan (Inggris Amerika: bonnet) dan (c) batasan tingkat sosial, contoh: you are not good dan you aint no good.

Lado juga memberi pola-pola kesukaran dalam mencari bentuk-bentuk kesukaran pada bidang ini: 1. Bentuk sama, makna berlainan Contoh: (Ing) concept : pemikiran -----(Ind) konsep : draft yang belum jadi. 2. Bentuk berlainan, makna sama Contoh: house dan home 3. Bentuk cognated Cognates adalah kata-kata yang mirip dalam bentuk dan makna khususnya pada bahasa serumpun/ pinjaman dari bahasa asing. Contoh: Ind Hostes (wanita tuna susila) Flai (orang yang linglung) Isu (suatu topik yang belum tentu benar dan negatif) Ing hostess (nyonya rumah) fly (terbang) issue (suatu hal yang penting 4. Makna-makna yang kurang dimengerti dan dianggap aneh Contoh: Ind: gedung lantai 1 = lantai dasar ; lantai 2 = lantai 1 dst. Ing (UK): lantai dasar = ground floor; lantai 2 = first floor Ing (Amerika): lantai dasar = first floor; lantai 2 = second floor 5. Konotasi berlainan Makna tambahan yang berkaitan dengan budaya suatu bangsa disebut konotasi Contoh: Ing : fat (gemuk) dan funny (lucu) berkonotasi negatif Ind : gemuk dan lucu adalah pujian 6. Ungkapan idiom Contoh: Ind Dia panjang tangan (pencuri) Ing The long arms of the laws (hukum pasti tahu siapa yang salah) John punya mata untuk wanita (mata keranjang) John has an eye for art (John suka seni) yang diajukan pada forum

BAB III KESIMPULAN

Kajian mikrolinguistik sintaksis dan leksikal merupakan kajian yang pada dasarnya membahas tentang kata.

Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat, dan

berperan dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundangundangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

Sedangkan analisis leksikal mengacu pada pengontrasan makna kata dan komponenkomponen semantik antara satu bahasa dengan bahasa lain. Dengan mengontraskan kedua hal tersebut, maka diharapkan guru maupun siswa mampu untuk mengatasi kesukaran dalam berbahasa asing dalam kaitannya dengan unsur klausa dan kalimat (sintaksis) serta kata itu sendiri (leksikal).

DAFTAR PUSTAKA Tarigan,Henry Guntur. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1989. Chaer, Abdul. Linguistik Umum .Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Sukini. Sintaksis Sebuah Panduan Praktis. Surakarta:Yuma Pustaka. 2010. Kridalaksana, Harimurti. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2009.

Subyakto, Sri Utari dan Nababan. Analisis Kontrastif dan Kesalahan Suatu Kajian dari Sudut Pandang Guru Bahasa. Jakarta: Program Pendidikan Bahasa Pascasarjana IKIP. 1994.

You might also like