You are on page 1of 18

Partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada keikutsertaan

warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative democracy atau demokrasi musawarah. Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya tingkat apatisme politik di Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat pemilih (hanya berkisar 50 60 %). Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam proses politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang dengan konsep deliberative democracy. Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi (politik) lebih sering mengacu pada dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat oleh para pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin "Saya mengharapkan partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi penggunaan listrik di rumah masihng-masing". Sebaliknya jarang kita mendengar ungkapan yang menempatkan warga sebagai aktor utama pembuatan keputusan. Dengan meilhat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau pemerintahan bisa dilihat dalam spektrum:

Rezim otoriter - warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan keputusan politik Rezim patrimonial - warga diberitahu tentang keputusan politik yang telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa memengaruhinya. Rezim partisipatif - warga bisa memengaruhi keputusan yang dibuat oleh para pemimpinnya. Rezim demokratis - warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik.

PARTISIPASI POLITIK
Juni 1, 2009 oleh 05sagitarius Pengertian Partisipasi Politik Secara etimologis, partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya bagian dan capere, yang artinya mengambil, sehingga diartikan mengambil bagian. Dalam bahasa Inggris, participate atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil peranan. Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara. Batasan partisipasi politik berdasarkan pengertian Huntington dan Nelson Partisipasi politik menyangkut kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Subyek partisipasi politik adalah warga negara preman (private citizen)atau orang per orang dalam peranannya sebagai warga negara biasa, bukan orang-orang profesional di bidang politik. Kegiatan dalam partisipasi politik adalah kegiatan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dan ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai wewenang politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan mempengaruhi pemerintah, terlepas apakah tindakan itu memunyai efek atau tidak. Partisipasi politik menyangkut partisipasi otonom dan partisipasi dimobilisasikan Bentuk-bentuk Partisipasi Politik A. Berdasarkan kegiatan partisipasi politiknya (Sastroatmodjo; 1995): Partisipasi aktif, WN mengajukan usul kebijakan, mengajukan alternatif kebijakan, mengajukan saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemerintah. Partisipasi pasif, berupa kegiatan mentaati peraturan/pemerintah, menerima dan melaksanakan setiap keputusan pemerintah Bentuk partisipasi politik Menurut Huntinton & Nelson (1994:16-17) 1. Kegiatan pemilihan; memberikan suara, memberikan sumbangan untuk kampanye, mencari dukungan bagi seorang calon dll. 2. Lobbying; upaya-upaya untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah atau pimpinanpimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil. 3. Kegiatan organisasi; kegiatan sebagai anggota atau pejabat organisasi yang tujuannya mempengaruhi pengambilan keputusan politik. 4. Mencari koneksi, (contacting); tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya seorang atau beberapa orang. Partisipasi ini oleh Verba, Nie dan Kim disebut mencari koneksi khusus/particularized contacting. Bentuk partisipasi politik secara hierarkis oleh Rush dan Althoff (1990:124 Menduduki jabatan politik atau administrasi Mencari jabatan politik atau administrasi Keanggotaan aktif suatu organisasi politik Keanggotaan pasif suatu organisasi politik Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb

Partisipasi dalam diskusi politik informasi, minat umum dalam politik Voting (pemberian suara) Apathi total. Berdasarkan Jumlah Pelaku Partisipasi Politik dibedakan 1. Partisipasi individual, dilakukan oleh orang per orang secara individual 2. Partisipasi kolektif, dilakukan oleh sejumlah warga negara secara serentak yang dimaksudkan untuk mempengaruhi penguasa. Partisipasi kolektif ini dibedakan: partisipasi kolektif yang konvensional, dan partisipasi politik non-konvensional. Fungsi Partisipasi Politik Menurut Robert Lane; 1. sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi 2. sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhn bagi penyesuaian sosial 3. sebagai sarana mengejar niai-nilai khusus. 4. sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan kebutuhan psikologis tertentu. Menurut Arbi Sanit; 1. Memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya beserta sistem politik yang dibentuknya. 2. Sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan kekurangan pemerintah 3. Sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya sehingga diharapkan terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam sistem politik Fungsi Partisipasi Politik bagi Pemerintah 1. Mendorong program-program pemerintah 2. Sebagai institusi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meninngkatkan pembangunan. 3. Sebagai sarana untuk memberikan masukan, saran dan kritik terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan program-proram pembangunan. AGEN AGEN SOSIALISASI POLITIK Keluarga Sekolah Kelompok pergaulan Lingkungan kerja Media masa Partai politik CONTOH PERAN AKTIF DALAM KEHIDUPAN POLITIK Lingkungan keluarga, misal : musyawarah keluarga; pemesang atribut kenegaraan pada hari besar nasional; membaca dan mengikuti berbagai berita di media masa dan elektronik. Lingkungan sekolah, misal : pemilihan ketua kelas, ketua osis, dan lain lain; pembuatan AD ART dalam setiap organisasi yang diikuti; forum-forum diskusi atau musyawarah; membuat artikel tentang aspirasi siswa. Lingkungan masyarakat, misal : partisipasi dalam forum warga; pemilihan ketua RT, RW, dsb. Lingkungan bangsa dan bernegara, misal : menggunakan hak pilih dalam pemilu; menjadi anggota aktif dalam partai politik; ikut aksi unjuk rasa dengan damai, dan sebagainya. Fungsi Partai Politik 1. Sosialisasi Politik 2. Rekruitmen Politik

3. Partisipasi Politik 4. Artikulasi Kepentingan 5. Pemandu Kepentingan 6. Komunikasi Politik 7. Pengendalian Konflik (Manajemen Konflik) 8. Kontrol Politik 9. Persuasi 10. Represi 11. Pembuatan Kebijakan

Wednesday, 31 May 2006 BELUM lupa dalam ingatan kita mogok makan di Sutet dengan menyakitkan fisik (menjahit mulut). Kemudian di minggu pertama bulan Mei ini telah dua kali aksi masyarakat yang membuat atmosfer politik di Indonesia terasa memanas. Pertama, tindakan kekerasan politik terhadap benda dan perusakan yang terjadi di Tuban. Kedua, demonstrasi buruh di Jakarta. Presiden Susilo Bambang Yudoyono mensinyalir ada yang memboncengi mereka di balik aksi-aksi tersebut. Diduga berasal dari oknum individu yang belum bisa menerima kekalahan dalam pemilihan presiden langsng tahun 2005 lalu. Terlepas dari benar tidaknya sinyalemen presiden tersebut, ada data menarik yang disajikan dari hasil pengamatan Lambaga Survey Indonesia yang dikeluarkan pada 5 Mei 2006 menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Pada Oktober 2004 tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah (60%), Oktober 2005 (50%) dan April 2006 (40%). Dalam tulisan kali ini penulis tidak mau terlalu tendensius, tetapi mencoba memberikan pembelajaran politik bagi masyarakat bahwa masih ada cara-cara partisipasi politik yang lebih elegan, bermatabat, tegas tapi santun (asertif). Partisipasi politik di atas lebih berbentuk partisipasi politik nonkonvensional dengan gaya komunikasi yang agresif. Kecenderungan kejadian belakangan ini ditandai dengan ciri-ciri yang dikemukakan berikut ini. Pertama, tidak langsung (menjahit mulut) yang tidak dibenarkan dalam agama seseorang menyakitkan tubuhnya sendiri. Kedua, melanggar hak orang lain, seperti membakar pendopo dan merusak pemilikan pribadi orang lain serta memacetkan lalu lintas, sehingga mengganggu ketertiban umum, merusak fasilitas umum. Ketiga, berusaha agar hak-hak, keinginan dan kebutuhannya lebih penting disbanding orang lain. Mengapa demikian cara-cara yang konvensional demokrasi dan asertif tidak mereka tampuh? Apakah cara-cara nonkonvensional dan agresif dibenarkan dalam partisipasi politik? Partisipasi Politik Bentuk partisipasi yang bersifat pasif kurang dihargai oleh masyarakat, tetapi yang bersifat agresif juga banyak mudaratnya. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang dikatagorikan nonkonvensional dan bersifat agresif adalah (1) pengajuan petisi, (2) berdemonstrasi, (3) konfrontasi, (4) mogok, (5) tindak kekerasan politik terhadap harta benda, perusakan, pemboman, pembakaran, (6) tindakan kekerasan terhadap manusia, penculikan dan pembunuhan, (7) revolusi.

Jika partisipasi bentuk ini yang dipilih jelas tidak ada kedamaian hakiki yang diperoleh. Sudah pasti ada pihak yang dikalahkan (dirugikan), bahkan yang tidak tahu apa-apapun akan terkena imbasnya. Oleh sebab itu, marilah setiap persoalan diselesaikan secara arif, dengan kepala dingin dan tanpa dendam. Hal ini jelas lebih elegan dan bermoral. Bentuk konvensional (1) pemberian suara (voting), (2) diskusi politik, (3) kegiatan kampanye, (4) bergabung dalam kelompok kepentingan, (5) komunikasi individual dengan pejabat politik/administratif. Cara kedua ini menurut penulis santun, elegan dan bermoral. Mengapa Nonkonvensional? Kejadian lama terulang kembali seperti aksi kekerasan, pembakaran yang terjadi di masa reformasi tahun 1998. Artinya, elite politik gagal menangkap aspirasi yang dikehendaki masyarakat dan elite politik dan pemerintah gagal memberikan pembelajaran politik, bahwa kejadian tersebut sebenarnya tidak dibenarkan. Menurut Prof Dr Muchtar Mas'oed, bentuk partisipasi politik berwujud demonstrasi, protes dan tindak kekerasan ini biasanya digunakan oleh orang untuk mempengaruhi kehidupan politik dan kebijaksanaan pemerintah bila bentuk-bentuk aktivitas lain tidak bisa dilakukan atau tidak efektif. Sama seperti yang dikemukakan Goh Tjoh Ping (kandidat Wabup dari Tuban) bahwa "masyarakat melakukan aksi kekerasan karena cara-cara demokrasi yang ditempuh mengalami kebuntuan". Selanjutnya Mas'oed mengemukakan, demonstrasi dilakukan dengan frekuensi yang berbeda-beda menurut situasi dan masyarakatnya. Dalam beberapa masyarakat jarang terjadi karena sistem politiknya cukup tanggap terhadap kebutuhan dan tuntutan warganya, tetapi dalam masyarakat-masyarakat lainnya tindakan-tindakan semacam itu mungkin lebih umum atau bahkan merupakan alat aktivitas politik yang rutin. Di negara yang telah maju tingkat demonstrasinya seperti Amerika Serikat (AS), Inggris dan Perancis selama tiga atau empat dekade terakhir, tidak banyak mengalami kekerasan politik. Ini sangat menarik perhatian kalau dilihat di sana tingkat partisipasi legal dan konvensional yang dijalankan rakyatnya cukup tinggi. Tampaknya bentuk-bentuk konvensional ini jauh lebih banyak dijalankan oleh kelas menegah ke atas. Pada era tahun 1960-an aksi kekerasan di AS berasal dari rakyat kulit hitam yang menuntut persamaan politik dan sosial atau dari rakyat kulit putih yang menentang integrasi. Ditambah lagi dengan keterlibatan dalam perang Vietnam yang juga banyak menimbulkan protes dengan kekerasan. Tapi, setelah itu sudah jarang kita mendegar aksi protes yang diikuti dengan kekerasan terjadi di AS.

Yang menarik lagi di Inggris, kemampuannya menyelenggarakan pemerintah tanpa tindak kekerasan, paksaan atau revolusi. Sehingga, lembaga-lembaga politik Inggris seperti parlemen telah ditiru secara luas oleh bangsa lain seperti India dan Kanada. Mengeliminir Demonstrasi Pertama, kelompok-kelompok kepentingan perlu diadakan persuasi oleh elite politik maupun pemerintah dengan menyadarkan mereka untuk menahan diri dan memberikan pemahaman kepada mereka bahwa tindakan-tindakan demonstrasi yang agresif tidak memecahkan masalah, tetapi menimbulkan persoalan baru yang lebih rumit. Kedua, menanamkan sifat sensivitas yang tinggi terhadap kebutuhan dan tuntutan rakyat (terutama rakyat kelas bawah). Dengan kata lain jangan membiarkan saja tuntutan masyarakat tersebut. Seperti kasus Sutet, elite politik tidak memberi dukungan dan pemerintah tidak respek terhadap persoalan tersebut, akhirnya rakyat yang telah menjahit mulutnya capek sendiri dan melepaskan lagi jahitannya karena takut mati. Ketiga, pemerintah hendaknya meningkatkan kredibilitas lembaga-lembaga demokrasi yang ada, seperti KPU/KPUD, lembaga pengadilan. Dengan demikian, masyarakat tidak main hakim sendiri dan bertindak brutal. Keempat, merekrut elite politik yang sudah mapan (establishment). Seperti di (Amerika, Inggris dan Perancis), jabatan-jabatan politik cenderung berasal dari orang-orang yang mempunyai latar belakang kelas menengah atau kelas atas, dan orang-orang yang kelas rendah yang berhasil memperoleh pendidikan. Kelima, dalam proses pengambilan keputusan politik hendaknya melibatkan masyarakat tingkat bawah dan kelompok-kelompok kecil, yaitu kembali ke masyarakat. (Penulis adalah dosen PNSD di lingkungan Kopertis Wilayah X, dan Pudir I ASM)

Partisipasi Politik 1. Definisi Partisipasi Politik Secara umum definisi Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan Negara dan, secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Berikut beberapa definisi Partisipasi Politik : Partisipasi politik adalah kegiatan kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum. ( The term political participation will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and, direcly or indirectly, in the formation of public policy ). ( Herbert Mc Closky ) Dalam hubungan dengan Negara Negara baru Samuel P. Hunington dan Joan M. Nelson dalam No Easy Choice: Political Participation in develoving Countries member tafsiran yang lebih luas dengan memasukan secara eksplisit tindakan illegal dan kekerasan. Menurut mereka Partisipasi Poilitik adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. ( By political participation we mean activity by private citizens designed to influence government decision making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective ). Partisipasi politik memberi perhatian pada cara-cara warga negara berinteraksi dengan pemerintah, warga negara berupaya menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut. ( Kevin R. Hardwick ) Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Partisipasi politik berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. ( Ramlan Surbakti ) Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik.( Michael Rush dan Philip Althoft ) 2. Penyebab Timbulnya Gerakan Partisipasi Politik Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai berikut : a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik. b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik. c. Pengaruh kaum intelektual dan kemunikasi masa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang. d. Konflik antar kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elite, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan kaum aristokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.

e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik. 3. Jenis Partisipasi Politik Partisipasi politik sangat terkait erat dengan seberapa jauh demokrasi diterapkan dalam pemerintahan. Negara yang telah stabil demokrasinya, maka biasanya tingkat partisipasi politik warganya sangat stabil, tidak fluktuatif. Negara yang otoriter kerap memakai kekerasan untuk memberangus setiap prakarsa dan partisipasi warganya. Karenanya, alih-alih bentuk dan kuantitas partisipasi meningkat, yang terjadi warga tak punya keleluasaan untuk otonom dari jari-jemari kekuasaan dan tak ada partisipasi sama sekali dalam pemerintahan yang otoriter. Negara yang sedang meniti proses transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi galib disibukkan dengan frekuensi partisipasi yang meningkat tajam, dengan jenis dan bentuk partisipasi yang sangat banyak, mulai dari yang bersifat konstitusional hingga yang bersifat merusak sarana umum. Karena begitu luasnya cakupan tindakan warga negara biasa dalam menyuarakan aspirasinya, maka tak heran bila bentuk-bentuk partisipasi politik ini sangat beragam. Secara sederhana, jenis partisipasi politik terbagi menjadi dua: Pertama, partisipasi secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik secara pasti oleh semua warga. Kedua, partisipasi secara nonkonvensional. Artinya, prosedur dan waktu partisipasi ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat yang melakukan partisipasi itu sendiri (PPIM, 2001). Jenis partisipasi yang pertama, terutama pemilu dan kampanye. Keikutsertaan dan ketidakikutsertaan dalam pemilu menunjukkan sejauhmana tingkat partisipasi konvensional warganegara. Seseorang yang ikut mencoblos dalam pemilu, secara sederhana, menunjukkan komitmen partisipasi warga. Tapi orang yang tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilu bukan berarti ia tak punya kepedulian terhadap masalah-masalah publik. Bisa jadi ia ingin mengatakan penolakan atau ketidakpuasannya terhadap kinerja elite politik di pemerintahan maupun partai dengan cara golput. Sementara jenis partisipasi politik yang kedua biasanya terkait dengan aspirasi politik seseorang yang merasa diabaikan oleh institusi demokrasi, dan karenanya, menyalurkannya melalui protes sosial atau demonstrasi. Wujud dari protes sosial ini juga beragam, seperti memboikot, mogok, petisi, dialog, turun ke jalan, bahkan sampai merusak fasilitas umum. 4.Partisipasi Politik di Negara Demokrasi Di negara demokrasi, partisipasi dapat ditunjukan di pelbagai kegiatan. Biasanya dibagi bagi jenis kegiatan berdasarkan intensitas melakukan kegiatan tersebut. Ada kegiatan yang yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri besar sekali jumlahnya dibandingkan dengan jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi pimpinan partai atau kelompok kepentingan. Di Negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Prilaku warga Negara yang dapat dihitung itensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang yang menggunakan hak pilihnya ( voter turnout ) disbanding dengan warga Negara yang berhak memilih seluruhnya. Di Amerika Serikat umumnya voter turnout lebih rendah dari Negara Negara eropa barat. Orang Amerika tidak terlalu bergairah untuk member suara dalam pemilihan umum. Akan tetapi mereka lebih

aktif mencari pemecahan berbagai masalah masyarakat serta lingkungan melalui kegiatan lain, dan menggabungkan diri dengan organisasi organisasi seperti organisasi politik, bisnis, profesi dan sebagainya. 5. Partisipasi Politik di Negara Otoriter Di Negara otoriter seperti komunis, partisipasi masa diakui kewajarannya, karena secara formal kekuasaan ada di tangan rakyat. Tetapi tujuan yang utama dari partisipasi massa dalam masa pendek adalah untuk merombak masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat modern dan produktif. Hal ini memerlukan pengarahan yang ketat dari monopoli partai politik. Terutama, persentase yang tinggi dalam pemilihan umum dinilai dapat memperkuat keabsahan sebuah rezim di mata dunia. Karena itu, rezim otoriter selalu mengusahakan agar persentase pemilih mencapai angka tinggi. Akan tetapi perlu diingat bahwa umumnya system pemilihan di Negara otoriter berbeda dengan system pemilihan di Negara Demokrasi, terutama karena hanya ada satu calon untuk setiap kursi yang diperebutkan, dan para calon tersebut harus melampaui suatu proses penyaringan yang ditentukan dan diselenggarakan oleh partai komunis. Di luar pemilihan umum, partisipasi politik juga dapat di bina melalui organisasi organisasi yang mencakup golongan pemuda, golongan buruh, serta organisasi organisasi kebudayaan. Melalui pembinaan yang ketat potensi masayarakat dapat dimanfaatkan secara terkontrol. Partisipasi yang bersifat community action terutama di Uni soviet dan China sangat intensif dan luas. Melebihi kegiatan Negara demokrasi di Barat. Tetapi ada unsur mobilisasi partisipasi di dalamnya karena bentuk dan intensitas partisipasi ditentukan oleh partai. Di Negara Negara otoriter yang sudah mapan seperti China menghadapi dilema bagaimana memperluas partisipasi tanpa kehilangan kontrol yang dianggap mutlak diperlukan untuk tercapainya masyarakat yang diharapkan. Jika kontrol ini dikendorkan untuk meningkatkan partisipasi, maka ada bahaya yang nantinya akan menimbulkan konflik yang akan mengganggu stabilitas. Seperti yang dilakuakn oleh China di tahun 1956/1957. Pada saat itu dicetuskannya gerakan Kampanye Seratus Bunga yaitu dimana masyarakat diperbolehkan untuk menyampaikan kritik. Namun pengendoran kontrol ini tidak berlangsung lama, karena ternyata tajamnya kritik yang disuarakan dianggap mengganggu stabilitas nasional. Sesuda terjadi tragedy Tiananmen Square pada tahun 1989, ketika itu ratusan mahasiswa kehilangan nyawanya dalam bentrokan dengan aparat, dan akhirnya pemerintah memperketat kontrol kembali. 6. Partisipasi Politik di Negara Berkembang Negara berkembang adalah negara Negara baru yang ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar ketertinggalannya dari Negara maju. Hal ini dilakukan karena menurut mereka berhasil atau tidaknya pembangunan itu tergantung dari partisipasi rakyat. Peran sertanya masyarakat dapat menolong penanganan masalah masalah yang timbul dari perbedaan etnis, budaya, status sosial, ekonomi, agama dan sebagainya. Pembentukan identitas nasional dan loyalitas diharapkan dapat menunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik. Di beberapa Negara berkembang partisipasi bersifat otonom, artinya lahir dari diri mereka sendiri, masih terbatas. Oleh karena itu jika hal ini terjadi di Negara- Negara maju sering kali dianggap sebagai tanda adanya kepuasan terhadap pengelolaan kehidupan politik. Tetapi jika hal itu terjadi di Negara berkembang, tidak selalu demikian halnya. Di beberapa Negara yang rakyatnya apatis, pemerintah menghadapi menghadapi masalah bagaimana caranya meningkatkan partisipasi itu, sebab jika tidak

partisipasi akan menghadapi jalan buntu, dapat menyebabkan dua hal yaitu menimbulkan anomi atau justru menimbulkan revolusi. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat 1. Faktor Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga. 2. Faktor Politik Arnstein S.R (1969) peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir. Faktor politik meliputi : a. Komunikasi Politik. Komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara aktual maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik. (Nimmo, 1993:8). Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi antara dua pihak yang menerapkan etika (Surbakti, 1992:119). b. Kesadaran Politik. Kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik (Eko, 2000:14). Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan atau pembangunan (Budiarjo, 1985:22). c. Pengetahuan Masyarakat terhadap Proses Pengambilan Keputusan. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan akan menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil (RamlanSurbakti 1992:196). d. Kontrol Masyarakat terhadap Kebijakan Publik. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek kebijakan tertentu (Arnstein, 1969:215). Kontrol untuk mencegah dan mengeliminir penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan politik (Setiono,2002:65). Arnstein1969:215), kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of directing. Juga mengemukakan ekspresi politik, memberikan aspirasi atau masukan (ide, gagasan) tanpa intimidasi yang merupakan problem dan harapan rakyat (Widodo, 2000:192), untuk meningkatkan kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan agenda tuntutan mengenai pembangunan (Cristina, 2001:71). 3. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas serta ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi dan makhluk hidup, yang berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta lembaga dan pranatanya (K. Manullang dan Gitting,1993:13). 4. Faktor Nilai Budaya Gabriel Almond dan Sidney Verba (1999:25), Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik (Soemitro 1999:27) atau peradapan masyarakat (Verba, Sholozman, Bradi, 1995). Faktor nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan politik.

1 Partisipasi Politik 1. Pengertian Istilah partisipasi politik mengacu pada semua kegiatan orang dari semua tingkat system politik,misalnya pemilih (pemberi suara) berpartisipasi dengan memberikan suaranya dalam pemilihan umum,menteri luar negeri berpartisipasi dalam menetapkan kebijaksanaan luar negeri, dan sebagainya. Dengandemikian, partisipasi politik dapat diartikan sebagai penentuan sikap dan keterlibatan setiap individudalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai cita-cita bangsanya. Beberapa pengertian partisipasi politik menurut para ahli: y Herbert McClosky dalam Inter national Encyclopedia of The Social S cience ;Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung terlibat dalam proses pembentukankebijaksanaan umum. y N orman H .NiedanSidney Verbadalam H an dbook of Political S c ie nc e ; Partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga Negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat Negara dan/atau tindakan-tindakan yang merekaambil. y Prof. Miriam Budiharjo dalam D asarD asar I lmu Politik ; Partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik. Partisipasi politik mencakup semuakegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum. 2 . Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan non-konvensional, termasuk yang mungkin legal (seperti petisi)maupun ilegal (cara kekerasan atau revolusi). Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapatdipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik,kepuasan/ketidakpuasan warga negara. Berikut ini adalah bentuk-bentuk partisipasi politik menuru

Konvensional Nonkonvensional
y

Pemberian suara (voting) Pengajuan petisi


y

Diskusi politik Berdemonstrasi

Kegiatan berkampanye Konfrontasi


M

embentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan


M

ogok Komunikasi individual dengan pejabat politik/administ

ratif Kekerasan politik terhadap harta benda: perusakkan, pemboman, dan pembakaranKekerasan politik terhadap manusia: penculikkan, pembunuhan, peranggerilya/revolusiD alam hal partisipasi politik,

usseau menyatakan bahwa hanya melalui partisipasi seluruh warganegara dalam kehidupan politik secara langsung dan berkelanjutan, maka negara dapat terikat ke dalamtujuan kebaikan

sebagai kehendak bersama.Berbagai bentuk partisipasi politik tersebut dapat dilihat dari berbagai kegiatan warga negara yan

memboikot v bersekongkol menolak untuk bekerja sama (berurusan dagang, berbicara, ikut serta, dsb): wakil partai itu tetap akan - pembicaraan undang-undang itu dl parlemen; sudah tiga bulan mereka -ku; pemboikot n orang (pihak) yg memboikot; pemboikotan n proses, cara, perbuatan memboikot: - ditujukan pd kapal-kapal asing yg mengangkut alat-alat perang

You might also like