You are on page 1of 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Landasan Teori Teori agensi, menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu prinsipal atau lebih yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomi rasional dan dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Hal ini dapat memicu terjadinya konflik keagenan. Untuk itu, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal

(shareholders) dengan pihak agen (manajer) dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006 dalam Praptitorini dan Januarti, 2007). Laporan audit dengan modifikasi mengenai pengungkapan going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) seksi 341 (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2001) menyatakan apabila auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Apabila auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Dalam hal satuan usaha tidak memiliki

7
Universitas Sumatera Utara

rencana manajemen atau auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif mengurangi dampak negatif suatu kondisi atau peristiwa maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat. Apabila rencana manajemen dimungkinkan efektif untuk dilaksanakan, maka auditor harus mempertimbangkan kecukupan pengungkapan mengenai sifat, dampak kondisi, dan peristiwa yang semula menyebabkan ia yakin adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup satuan usaha. Dalam hal ini opininya adalah wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Going concern, Hany et. al. (2003), mendefinisikan going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Setiawan (2006), menyatakan bahwa going concern sebagai asumsi bahwa perusahaan dapat mempertahankan hidupnya, dan secara langsung akan mempengaruhi laporan keuangan laporan keuangan yang disiapkan menggunakan dasar going concern akan berbeda secara subtansial dengan laporan keuangan yang disiapkan pada asumsi bahwa perusahaan tidak going concern. Laporan keuangan yang disiapkan pada dasar going concern akan mengasumsikan bahwa perusahaan akan bertahan melebihi jangka waktu pendek. Auditor sebagai pihak ketiga yang independen dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui laporan keuangan. Auditor bertugas untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan dan mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi

Universitas Sumatera Utara

perusahaan

apabila

auditor

meragukan

kemampuan

perusahaan

dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Auditor bertanggung jawab mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, yaitu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (Ikatan Akuntan Indonesia, 2001:seksi 341). Petronela (2004), menyatakan kajian atas going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan yang tercermin dalam profitabilitas, likuiditas ataupun respon investor terhadap perusahaan. Prediksi tentang kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang going concern. Dengan demikian, jika suatu perusahaan dinyatakan dalam kategori bangkrut oleh model keputusan tersebut, prediksi ini akan membantu kepastian dalam opini auditor yang berkaitan dengan kelangsungan hidup suatu entitas. Going concern merupakan asumsi yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah kelangsungan hidup (SPAP, 2001). Arens (2002), menyatakan beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan adalah: 1. 2. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek.

Universitas Sumatera Utara

3.

Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa bumi atau banjir atau masalah perburuhan yang tidak biasa atau banjir atau masalah perburuhan yang tidak biasa.

4.

Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah terjadi membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi. Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan

kenyataannya. Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan indikator masalah going concern (Ramadhany, 2004). Kondisi ini digambarkan dari rasio keuangan yang dapat memberikan indikasi apakah perusahaan dalam kondisi baik (sehat) atau dalam kondisi buruk (sakit). Perusahaan yang baik (sehat) mempunyai profitabilitas yang besar dan cenderung memiliki laporan keuangan yang sewajarnya sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik akan lebih besar dibandingkan dengan jika profitabilitasnya rendah (Petronela, 2004). Kondisi keuangan perusahaan dalam hal ini diukur dari tingkat likuiditas. Likuiditas diukur dengan perbandingan antara aset lancar dibagi dengan kewajiban lancar. Perusahaan yang memiliki likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio lancar sebesar 100%. Ukuran likuiditas perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat likuiditas perusahaan ditunjukkan dengan current ratio (kas terhadap kewajiban lancar). Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam

Universitas Sumatera Utara

memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besaraktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain. Menurut Sartono (1997), analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang financial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa mendatang. Dengan analisis keuangan ini dapat diketahui ini dapat diketahui kekuatan serta kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio tersebut memberikan indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup memadai untuk memenuhi kewajiban finansialnya, besarnya piutang cukup rasional, efisiensi manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat dicapai. Opini audit tahun sebelumnya, Opini going concern tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali going concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali going concern pada tahun berjalan. Nogler (1995, dalam Carcello dan Neal (2000), memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini dengan pengungkapan going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh keuangan yang signifikan untuk memperolah asumsi bersih pada tahun berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

Jika tidak mengalami peningkatan keuangan, maka pengeluaran going concern dapat diberikan kembali. Ramadhany (2004), dalam penelitian analisis faktor faktor yang

mempengaruhi penerimaan opini audit dengan pengungkapan going concern pada perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress di BEJ. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. Pertumbuhan perusahaan, Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Bringham, 1993). Perusahaan yang mempunyai laba yang tinggi cenderung memiliki laporan sewajarnya, sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik (opini non going-concern) akan lebih besar. Altman (1968), dalam Petronela (2004), mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan sehingga perusahaan yang laba tidak akan mengalami kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit dengan pengungkapan going concern, maka perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima opini going concern. Ukuran perusahaan, McKeown et. al. (1991), mengatakan bahwa perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, sehingga auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan opini audit going

Universitas Sumatera Utara

concern pada perusahan besar. Mutchler (1985) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuanga yang dihadapinya daripada perusahaan kecil. Mutchler et. al. (1997), dalam penelitian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laporan audit pada perusahaan yang gulung tikar. Memberikan bukti empiris bahwa ada hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern. Reputasi auditor sebuah kantor akuntan publik dipertaruhkan ketika opini yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Auditor harus memiliki keberanian untuk mengungkapkan permasalahan mengenai kelangsungan hidup (going concern) perusahaan klien. Permasalahan pengungkapan going concern seharusnya diberikan oleh auditor dan dimasukkan dalam opini auditnya pada saat opini audit itu diterbitkan. Auditor bertanggung jawab mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas. Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor tersebut. Dalam penelitian ini reputasi auditor diproksikan dengan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Craswell et al. (1995), dalam Fanny dan Saputra (2005), menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP internasional yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki

Universitas Sumatera Utara

karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. Auditor yang memiliki reputasi dan nama besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern demi menjaga reputasi mereka. Jensen dan Meckling (1976) memandang hubungan antara manajer dan pemilik dalam kerangka hubungan keagenan. Dalam hubungan keagenan, terjadi kontrak antara satu pihak, yaitu pemilik (prinsipal), dengan pihak lain, yaitu agen. Dalam kontrak, agen terikat untuk memberikan jasa bagi pemilik. Berdasarkan pendelegasian wewenang pemilik kepada agen, manajemen diberi hak untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik. Karena kepentingan kedua pihak tersebut tidak selalu sejalan, makasering terjadi benturan kepentingan antara prinsipal dengan agen sebagai pihak yang diserahi wewenang untuk mengelola perusahaan. Dalam konteks keagenan tersebut, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator antara prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini berfungsi memonitor perilaku manajer sebagai agen dan memastikan bahwa agen bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Penggunaan auditor eksternal yang independen merupakan mekanisme yang didorong oleh pasar, dengan tujuan untuk mengurangi agency cost (Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan Zimmerman, 1986). Pemegang saham mengharapkan auditor untuk dapat menekan kemungkinan terjadinya moral hazard yang dilakukan manajemen, sehingga agency cost yang ditanggung pemegang saham akan berkurang. Namun dari sudut pandang manajer, sejalan dengan morald hazard hypothesis dan kondisi informasi asimetri, manajer cenderung memilih auditor yang

Universitas Sumatera Utara

memberi keleluasaan untuk memilih prosedur akuntansi yang disukainya, namun sekaligus juga bersedia memberi opini audit yang menguntungkan. Gavious (2007) mengatakan bahwa masalah keagenan auditor bersumber pada mekanisme kelembagaan antara auditor dan manajemen. Disatu pihak, auditor ditunjuk oleh manajemen untuk melakukan audit bagi kepentingan pemegang saham, namun dilain pihak, jasa audit dibayar dan ditanggung oleh manajemen. Hal ini menciptakan benturan kepentingan yang tidak dapat dihindari oleh auditor. Mekanisme kelembagaan ini menimbulkan ketergantungan auditor kepada kliennya, sehingga auditor merasa kehilangan independensinya dan harus mengakomodasi berbagai keinginan klien, dengan harapan agar perikatan auditnya dimasa depan tidak terputus. Riset terdahulu dari Palmrose (1984) serta Healy dan Lys (1986) menyatakan bahwa kualitas audit merupakan indikator utama dalam membangun teori pemilihan auditor. Artinya, kualitas pelayanan jasa auditor yang diberikan terhadap klien merupakan dasar pertimbangan utama dalam menyeleksi auditor. Konsisten dengan teori agensi, manajemen perusahaan senantiasa mencoba untuk memuaskan keinginan investor dengan memilih auditor yang dapat merefleksikan citra manajer yang baik dimata investor. Dilain pihak, auditor memiliki kepentingan yang alami untuk

mempertahankan pendapatan (dan bahkan kalau bisa meningkatkan) jasa auditnya dengan memenuhi keinginan klien audit, terutama klien jangka panjang. Hal ini dilakukan dalam rangka menjamin kelanjutan perikatan audit. Insentif untuk bekerja sama dengan manajemen yang curang berasal dari ketergantungan ekonomi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Jadi dalam perspektif kepentingan ekonomi, perikatan audit jangka panjang akan membuat kedekatan dan loyalitas antara auditor dan klien. Hal ini akan menurunkan obyektifitas audit dan menurunkan independensi auditor. Masalah yang perlu diperhatikan adalah jika penugasan auditor yang sekarang dipertahankan untuk jangka waktu lama dimasa depan, maka kemungkinan besar, auditor tersebut akan merasa nyaman, sehingga obyektifitas audit akan terganggu Masalah timbul ketika banyak terjadi kegagalan audit (audit failures) menyangkut lain, masalah selffulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status going concern dalam laporan audit. Hal ini terkait dengan kekhawatiran auditor tentang akibat pengungkapan going concern yang justru dapat mempercepat kegagalan perusahaan (Venuti, 2004). Namun dilain pihak,

pengungkapan going concern yang diungkapkan dengan segera dapat mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah. Masalah kedua yang menyebabkan kegagalan audit (audit failures) adalah tidak terdapatnya prosedur penetapan pengungkapan going concern yang terstruktur (Joanna, 1994). Dengan demikian, hampir tidak ada panduan yang jelas atau hasil penelitian yang tersedia untuk dapat dijadikan acuan dalam menentukan pengungkapan going concern (La Salle dan Anandarajan, 1996). Karena itu pemberian pengungkapan going concern bukanlah suatu tugas yang mudah. Mutchler et al. (1997) menemukan bukti bahwa keputusan pengungkapan going concern sebelum terjadinya kebangkrutan secara signifikan berkorelasi dengan: (i) probabilitas kebangkrutan dan variabel lag laporan audit; serta (ii) adanya contrary information, seperti default. Jika default ini

Universitas Sumatera Utara

telah terjadi atau proses negosiasi untuk menghindari default tengah berlangsung, maka kecenderungan auditor untuk mengeluarkan opini going concern akan meningkat. Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya. Leverage mengacu pada jumlah pendanaan yang berasal dari utang perusahaan kepada kreditor. Rasio leverage diukur dengan menggunakan rasio debt to total assets. Rasio leverage yang tinggi dapat berdampak buruk bagi kondisi keuangan perusahaan. Semakin tinggi rasio leverage, semakin menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan lebih berpeluang mendapatkan opini audit going concern.

2.2.

Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Maping) Review peneliti terdahulu menjabarkan daftar peneliti terdahulu dengan topik

yang relevan dengan topik yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini terdapat empat penelitian yang digunakan sebagai review penelitian terdahulu. Dapat dilihat pada Tabel 2.1, bahwa review peneliti terdahulu dengan menggunakan alat uji regresi logistik memberikan hasil pengujian yang menyatakan bahwa opini audit tahun sebelumnya dan kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap peemberian opini audit dengan pengungkapan going concern. Kondisi keuangan perusahaan pada peneliti terdahulu diproksikan dengan empat model prediksi kebangkrutan (The Zmijeski Model, The Altman Model, Revised Altman Model, dan

Universitas Sumatera Utara

Springate Model) yang mempunyai pengaruh terhadap penerimaaan opini audit dengan pengungkapan going concern. Penelitian yang dilakukan oleh Eko Budi Setyarno, Indira Januarti, Faisal (2006) berjudul Pengaruh kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, Opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan Terhadap opini audit going concern. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan penjualan, kualitas audit, dan opini audit tahun sebelumnya. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 20032007. Proses pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria : (1) Terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian (20032007). (2) Mengalami laba bersih yang negatif sekurangnya dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan (20032007). Laba bersih yang negatif digunakan untuk menunjukkan kodisi keuangan perusahaan yang bermasalah dan memiliki kecenderungan untuk menerima opini audit going concern. (3) Data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap dan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen dari tahun 20032007. (4) Menggunakan periode laporan keuangan mulai 1 Januari sampai 31 dengan Desember dan atau rupiah sebagai mata uang pelaporan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik karena variabel terikatnya merupakan data kualitatif yang menggunakan variabel dummy. Hasil dari penelitian ini adalah variabel model prediksi kebangkrutan berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

pada penerimaan opini audit going concern. Sebaliknya, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor tidak berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern. Penelitian yang dilakukan oleh Arga Fajar Sentosa dan Linda Kesumaning Wedari (2007), yang berjudul Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

kecenderungan penerimaan opini audit going concern. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah penerimaan opini going concern, kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Pengambilan sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling, dengan criteria sebagai berikut: 1. Audit sudah terdaftar di BEJ 1 Januari 2001-2005 2. Menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember dari tahun (2001-2005) 3. Menerbitkan laporan auditor independen tahun sebelumnya (2001-2005) Pengujian hipotesis pada penelitian ini adalah dengan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Alat analisis yang digunakan adalah Penerimaan Opini Going Concern (variable dependen) yang diukur dari kualitas audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Opini Audit Tahun sebelumnya, dan ukuran perusahaan (variabel independen).

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan oleh Badingatus Solikah (2007), yang berjudul Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, dan opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going concern. Adapun variabel yang diteliti adalah opini going concern, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya. Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2005 dan 2006 yaitu sebanyak 147. Sampel penelitian berjumlah 40 perusahaan yang dipilih dengan metode purposive sampling. Dengan periode pengamatan 2 tahun, data dikumpulkan dengan metode content analysis dan metode dokumentasi. Data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) tersebut kemudian diolah dengan menggunakan alat analisis Regresi Logistik. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bukti empiris bahwa kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sementara itu variabel pertumbuhan perusahaan tidak terbukti berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan persamaan Regresi Logistik OPINI = 0.585 1.391 ZSCORE 1.605 SALES + 1.961 OPINI + , Kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Z Score, menunjukkan koefisien negatif sebesar 1.391 dengan tingkat signifikansi 0.028 dibawah 0.05 (alpha 5%) yang berarti Ha1 dapat diterima. Dengan demikian terbukti bahwa kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini going concern sebesar e1.391 atau senilai dengan 0.249 (24.9%). Variabel pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan (Sales Growth ratio) menunjukkan koefisien negatif sebesar 1.605 dengan tingkat signifikansi 0.140 > 0.05.

Universitas Sumatera Utara

Artinya dapat disimpulkan bahwa Ha2 tidak berhasil didukung, dengan demikian terbukti bahwa rasio pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Sedangkan variabel Opini tahun sebelumnya mempunyai angka probabilitas signifikansi 0.02 dibawah tingkat signifikansi 0.05 (5%) dengan nilai koefisien positif sebesar 1.961 yang berarti Ha3 diterima. Angka ini memberikan makna bahwa log of odd perusahaan akan menerima opini going concern searah dengan opini audit yang diterima pada tahun sebelumnya. Apabila pada tahun lalu auditee menerima opini going concern, maka resiko perusahaan menerima kembali opini going concern pada tahun sekarang akan naik dengan faktor 7.106 (e1.961) atau 7 kali lebih besar dibandingkan dengan auditee yang menerima opini non going concern. Sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan maka disarankan kepada investor agar tidak berinvestasi pada perusahaan yang menerima opini going concern. Sedangkan untuk auditee yang terkena opini going concern hendaknya segera mengambil tindakan perbaikan guna menyelamatkan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Arry Pratama Rudyawan, I Dewa Nyoman Badera (2008) berjudul Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuham Perusahaan, Leverage, dan Reputasi Auditor. Variabel yang diteliti adalah Penerimaan Opini Going Concern, Model

PrediksiKebangkrutan (Z) , Pertumbuhan Perusahaan, Leverage, Reputasi Auditor. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 20032007. Proses pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling. Metode purposive sampling adalah penentuan sampel

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti (Siagian dan Sugiarto, 2002:120). Kriteria perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian (20032007). (2) Mengalami laba bersih yang negatif sekurangnya dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan (20032007). Laba bersih yang negatif digunakan untuk menunjukkan kodisi keuangan perusahaan yang bermasalah dan memiliki kecenderungan untuk menerima opini audit going concern. (3) Data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap dan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen dari tahun 20032007. (4) Menggunakan periode laporan keuangan mulai 1 Januari sampai 31 dengan Desember dan atau rupiah sebagai mata uang pelaporan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik. Hasil dari penelitian ini adalah variabel model prediksi kebangkrutan berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern. Sebaliknya, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor tidak berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern. Review peneliti terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Review Peneliti Terdahulu


Nama dan Tahun Penelitian
Eko Budi Setyarno, Indira Januarti, Faisal (2006)

Topik
Pengaruh kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, Opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan Terhadap opini audit going concern

Variabel yang digunakan


kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan penjualan, kualitas audit, dan opini audit tahun sebelumnya

Hasil yang diperoleh


Hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik memberikan bukti empiris bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Untuk variabel kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Alat analisis yang digunakan adalah Penerimaan Opini Going Concern (variable dependen) yang diukur dari kualitas audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Opini Audit Tahun sebelumnya, dan ukuran perusahaan (variabel independen) Hasil penelitian diperoleh bukti empiris bahwa kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sementara itu variabel pertumbuhan perusahaan tidak terbukti berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Alat analisis yang digunakan adalah Opini Going Concern (variable dependen) yang diukur dari Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Opini Audit Tahun sebelumnya (variabel independen). Hasil dari penelitian ini adalah variabel model prediksi kebangkrutan berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern. Sebaliknya, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor tidak berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern.

Arga Fajar Sentosa, Linda Kesumaning Wedari (2007)

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini audit going concern

Y = Penerimaan Opini going concern X 1 = Kualitas audit X 2 = Kondisi keuangan perusahaan X 3 = Opini audit tahun sebelumnya X 4 = Pertumbuhan perusahaan X 5 = Ukuran perusahaan

Badingatus Solikah (2007)

Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit Going Concern

Y = Opini Going Concern X 1 = Kondisi Keuangan Perusahaan X 2 = Pertumbuhan Perusahaan X 3 = Opini Audit Tahun sebelumnya

Arry Pratama Rudyawan, I Dewa Nyoman Badera (2008)

Opini Audit Going Concern : Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuham Perusahaan, Leverage, dan Reputasi Auditor

Y = Penerimaan Opini Going Concern X 1 =Model PrediksiKebangkrutan (Z) X 2 = Pertumbuhan Perusahaan X 3 = Leverage X 4 = Reputasi Auditor

Universitas Sumatera Utara

You might also like