You are on page 1of 17

ISRAILIYAT DALAM TAFSIR Oleh: Abstrak: Tulisan ini membahas tentang Israiliyat dalam tafsir al-Qur'an, Israliyyat adalah

bentuk jamak dari Israiliyyah yakni bentuk kata yang dinisbahkan kepada kata Israil (bahasa Ibrani), Yakub dan Ishak bin Ibrahim, Israiliyyat dalam tafsir al-Qur'an tidak lepas dari kondisi sosio cultural masyarakat Arab pada zaman Jahiliyyah, pengetahuan mereka tentang ini telah masuk ke dalam benak keseharian mereka sehingga tidak dapat dihindari adanya interaksi kebudayaan Yahudi dan Nashrani dengan kebudayaan Arab yang kemudian menjadi jazirah Islam, keberadaan Israiliyyat dalam tafsir banyak memberi pengaruh buruk terhadap sikap teliti yang telah diperaktikan oleh para sahabat dalam mentransper Israiliyyat dan tidak menjadi perhatian generasi sesudahnya, sehingga banyak cerita Israiliyyat yang mengandung khurafat dan bertentangan dengan nash mewarnai kitab tafsir. Kata kunci : Israiliyyat, Tafsir.

PENDAHULUAN

Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa al-Quran adalah sumber utama dan pertama dalam ajaran Islam. Dapat dikatakan, bagi kaum muslimin, al-Quran adalah manuskrip langit yang paling otentik, yang telah dijamin oleh Allah SWT. akan terjaga dari berbagai bentuk pemalsuan dan perubahan. Perhatian dan kecintaan kaum muslimin terhadap al-Quran sangatlah besar. Al-Quran tidak hanya dibaca dan dihafal oleh jutaan kaum muslimin di setiap masa. Namun juga dipelajari, mulai dari bagaimana cara membaca makhraj dan hurufnya, cara penulisan (rasam) al-Quran, cara menafsirkan, sampai kepada hal yang paling kecil, seperti menghitung jumlah surah, ayat, kata, bahkan hurufhuruf dalam al-Quran. Bahkan sekarang kaum muslimin sudah mulai menggali kemujizatan al-Quran yang dihubungkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di antara usaha yang dilakukan kaum muslimin untuk mempelajari alQuran adalah melalui pemahaman dan tafsir. Para ulama mencurahkan perhatian dalam tafsir al-Quran ini dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang apa yang dikehendaki Allah, sehingga al-Quran dapat difahami dengan baik dan diamalkan dengan benar. Paling tidak ada tiga istilah yang dipakai para ulama untuk menyebut aliran yang dipakai oleh para ulama mufassir dalam menafsirkan al-Quran, yaitu tafsir bi al-riwayat, disebut juga tafsir bi al-matsur atau tafsir bi-al-manqul (menafsirkan al-Quran berdasarkan riwayat dari Rasulallah, Sahabat, tabiin dan tabiut tabiin ), yang kedua tafsir bi al-dirayah, disebut juga tafsir bi al-rayi wa al-ijtihad atau tafsir bi al-maqul ( menafsirkan al-Quran dengan bersandarkan kepada dirayat yaitu rasio dan olah pikir serta penelitian terhadap kaidah-kaidah bahasa), dan tafsir bi al-isyarat atau tafsir isyari (disandarkan kepada tafsir sufiyah, yaitu menafsirkan al-Quran bukan dengan makna dzahirnya, melainkan dengan suara hati nurani).1 Para sahabat umumnya memakai tafsir bi al-matsur dari pada tafsir bi alrayi, sebab mereka sangat berhati-hati dari menjelaskan al-Quran berdasarkan pendapat pribadi. Para ulama sepakat bahwa tafsir bi al-matsur ini dianggap sebagai metode tafsir yang paling utama dan lebih selamat dari berbagai kemungkinan penyimpangan. Namun demikian bukan berarti tafsir dengan riwayat ini tidak ada sisi kelemahannya. Diantara kelemahan tafsir bi al-matsur adalah adanya riwayat yang dhaif, mungkar dan maudhu dari riwayat yang disandarkan kepada Rasulallah, sahabat dan tabiin. Termasuk juga masuknya riwayat-riwayat israiliyyat, yang sulit dideteksi kebenarannya, meskipun riwayat israiliyyat ini pada umumnya sekedar kisah yang menjelaskan sesuatu yang tidak disebutkan dalam al-Quran secara detil.2 Keberadaan riwayat-riwayat israiliyyat dalam kitab-kitab tafsir

dikhawatirkan dapat menimbulkan khurafat dan dapat merusak aqidah islamiyyah. Disamping itu kisah-kisah israiliyyat tersebut membuka celah bagi para musuh
1

Muhammad Ali al-Shabuni, Al-Tibyan fi Ulum al-Quran (Beirut: Alim al-Kutub, 1405 H), hal.67. 2 Ibid, hal. 71

Islam untuk mengatakan bahwa ajaran Islam adalah agama ciptaan Muhammad yang dipadukan dari ajaran Yahudi dan Nasrani. Dan bahwa al-Quran adalah kitab karangan Muhammad, disebabkan isinya yang banyak membincang tentang kaum-kaum dan nabi-nabi terdahulu yang juga terdapat dalam kitab Taurat dan Injil. Permasalahan tentang riwayat israiliyyat, sesungguhnya telah menjadi suatu tema bahasan yang sudah secara panjang lebar dibahas oleh para ulama. Makalah yang sangat terbatas ini hanya sekedar menghimpun dan mengulang segala yang telah dibahas dalam banyak kitab dan risalah tentang israiliyyat tersebut.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Israiliyat Kata Israiliyat bentuk jamak dari kata Israiliyat. Israiliyat merupakan cerita yang dikisahkan dari sumber Israili. Israiliyat dinisbahkan kepada Israil, yaitu Yakub dan Ishak bin Ibrahim, yang mempunyai keturunan dua belas. Yang dinyatakan sabagai Yahudi adalah juga Bani Israil. Di dalam al-Quran banyak disebutkan tentang Bani Israil yang dinisbahkan kepada Yahudi.3 Misalnya firman Allah yang tercantum dalam surat al-Maidah ayat 78:

) : . (
Artinya: Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa bin Maryam, yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.4 Para ulama menggunakan istilah israilliyat untuk riwayat yang didapat dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, baik berupa kisah-kisah atau dongengan
3

Ahmad Syadali, Ahmad Rofii, ULUMUL QURAN I, Cet. II (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 238 4 DePag, Al-Quran al-Karim dan Terjemahnya, (Madinah Munawarah, 1411 H ) hal. 174

yang umumnya berkaitan dengan fakta-fakta sejarah, keadaan umat pada masa lampau dan berbagai hal yang pernah terjadi pada para nabi dan Rasul, serta informasi tentang penciptaan manusia dan alam.5 Definisi lain dari asy-Syarbasi adalah kisah-kisah dan beritaberita yang berhasil diselundupkan oleh orang-orang Yahudi ke dalam Islam. Kisah-kisah dan kebohongan mereka kemudian diserap oleh umat Islam, selain dari Yahudi merekapun menyerapnya dari yang lain.6 Formulasi tentang israillyat tersebut terus berkembang di kalangan para pakar tafsir al-Qur'an dan hadits sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia. Bahkan di kalangan mereka ada yang berpendapat bahwa israiliyyat mencakup informasi-informasi yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam manuskrip kuno dan hanya sekedar sebuah manipulasi yang dilancarkan oleh musuh Islam yang diselundupkan pada tafsir dan hadits untuk merusak aqidah umat Islam dari dalam. Meskipun israiliyyat banyak diwarnai oleh kalangan Yahudi, kaum Nashrani juga turut ambil bagian dalam konstalasi versi israiliyyat ini. Hanya saja dalam hal ini, kaum Yahudi lebih popular dan dominan. Karenanya kata Yahudi lebih dimenangkan lantaran selain Yahudi lebih lama berinteraksi dengan umat Islam, di kalangan mereka juga banyak yang masuk Islam.

2. Latar Belakang Timbulnya Israiliyat Cara merembesnya cerita-cerita Israiliyat ke dalam tafsir dan hadis didahului oleh masuknya kebudayaan Arab zaman jahiliyah.7 Menurut Ibnu Khaldun, sebagaimana dikutip Mana al-Qaththan dalam Mabahits fi Ulum alQuran, dalam sejarah diketahui bahwa orang-orang Arab telah berinteraksi dengan orang Yahudi jauh sebelum Rasulallah Muhammad datang membawa Islam. Orang-orang Arab adakalanya menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penciptaan alam semesta, rahasia-rahsia yang terkandung dalam penciptaan alam,

Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan al-Quran Versi Imam Al-Ghazali (Bandung: Cita Pustaka Media,2007), hal. 135. 6 Rosihan Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 24-25. 7 Ahmad Syadali, Ahmad Rofii, ULUMUL QURAN I, hal. 242

sejarah masa lalu, tokoh-tokoh tertentu, atau tentang suatu peristiwa yang pernah terjadi pada suatu masa, kepada orang-orang Yahudi karena mereka memiliki pengetahuan yang didapat dari kitab Taurat atau kitab-kitab agama mereka lainnya.8 Setelah Islam datang, ada sebagian kecil orang Yahudi yang menerima ajaran Islam dan menjadi muslim, seperti Abdullah bin Salam dan Kaab al-Ahbar (masuk Islam pada masa pemerintahan Umar). Para sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibnu Abbas pernah bertanya kepada orang orang-orang Yahudi yang telah muslim ini tentang beberapa peristiwa masa lalu, namun terbatas pada sesuatu yang tidak berhubungan dengan akidah dan ibadah. Ini artinya bahwa israiliyyat merupakan salah satu rujukan dalam menafsirkan al-Quran pada masa sahabat, hanya saja mereka menganggap itu sebagai suatu kebolehan saja, bukan keharusan. Setelah Rasulallah wafat, para sahabat tidak lagi bisa mendapatkan orang yang bisa memberi penjelasan terhadap suatu ayat yang ingin mereka pahami, sehingga dalam hal-hal yang terkait dengan peristiwa umat terdahulu, mereka menanyakan kepada sahabat yang dulunya ahli kitab.9 Barangkali para sahabat yang menyampaikan berita israiliyyat ini tidak bermaksud menyampaikan berita bohong. Sebab selama mereka memeluk agama lamanya, kisah-kisah itulah yang mereka punya. Dan ketika ayat al-Quran menyinggung kisah yang sama, merekapun memberi komentar berdasarkan apa yang pernah mereka baca dari kitab-kitab mereka sebelumnya. Kalaupun ada kebohongan atau dusta, bukan terletak pada sahabat itu, melainkan dusta itu sudah sejak lama ada dalam agama mereka sebelumnya. Rasulallah sendiri dalam menyikapi berita dari kalangan sahabat yang dulunya ahli kitab sangatlah bijaksana. Beliau tidak menggeneralisir bahwa semua yang bersumber dari Yahudi pasti salah dan demikian juga tidak langsung membenarkannya. Beliau hanya mengingatkan untuk berhati-hati dalam menerimanya, dengan sabdanya:
8

Mana Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran, Cet. 3 (Riyadh: Mansyurat al-Ashr al-Hadits, 1393 H/ 1973 M), hal. 355. 9 Abu Fida Ismail ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1 (Beirut: Dar alFikr, 1407 H/ 1986 M), hal. 5.

) (
Dan janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka, katakanlah kami telah beriman kepada Allah dan segala yang Ia turunkan kepada kami Namun setelah masa tabiin, proses periwayatan israiliyat ini semakin aktif disebabkan kecendrungan masyarakat untuk mendengarkan cerita-cerita yang agak luar biasa. Di masa ini penafsiran al-Quran dengan israiliyyat menjadi sesuatu yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena, di satu sisi, semakin banyak ahli kitab yang memeluk ajaran Islam dan di sisi yang lain, kecendrungan manusia untuk mengetahui segala sesuatu (termasuk tentang umat terdahulu), terpenuhi dengan keberadaan kisah-kisah israiliyyat ini. Sehingga pada masa tabiin ini muncul kelompok yang disebut al-qashshash, yaitu para penyampai berita yang tidak bertanggung jawab. Cerita-cerita israiliyat pada masa tabiin banyak bersumber dari Wahab ibn Munabbih, seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam, Muhammad ibn Saib al-Kalbi, Muqatil ibn Sulaiman, Muhammad ibn Marwan al-Suddi dan Abdul Malik ibn Abdul Aziz ibn Juraij seorang Nasrani berbangsa Romawi yang kemudian masuk Islam.10 Lambat laun pengaruh israliyyat ini sangat besar dalam penafsiran alQuran, sehingga hampir semua kitab tafsir memuatnya. Para mufassir pada masa itu sangat berbaik sangka kepada segala pembawa berita. Mereka beranggapan bahwa orang yang sudah masuk Islam, tentu tidak akan berdusta. Itulah sebabnya para mufassir ketika itu tidak mengoreksi dan memeriksa lagi kabar-kabar yang mereka terima. Lagi pula para mufassir ketika memuat israiliyyat, sifatnya hanya menghimpun data, tanpa meneliti mana yang shohih dan yang tidak shohih. Seperti Al-Thabari yang lebih menekankan kepada pencatatan semua hal yang berkaitan dengan suatu ayat.

10

Muhammad Hasbi Ash-Shiddiedy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Cet.3 (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hal.212.

Suatu hal yang cukup menarik, manurut Dr.Yusuf Qaradhawi, bahwa kisah-kisah yang diistilahkan dengan israiliyyat itu ternyata tidak atau jarang terdapat dalam kitab-kitab induk kalangan ahli kitab itu sendiri. Kisah-kisah tersebut hanya berkembang dari mulut ke mulut dikalangan masyarakat awam Yahudi dan Nasrani, yang kemudian disampaikan kepada kaum muslimin. Menurut analisa Al-Qaradhawi, penyampaian riwayat israiliyyat ini disamping sebagai hasil interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat Arab dan kaum Yahudi, juga ada unsur kesengajaan dari kalangan Yahudi untuk

menyebarkannya. Sebagaimana telah diketahui, bahwa kaum muslimin telah berinteraksi dengan orang-orang Yahudi sejak hijrahnya Rasulallah ke Madinah, dimana penduduknya terdiri dari komunitas Arab dan Yahudi yang telah menetap di sana cukup lama. Kekalahan Yahudi dalam perang Khaibar, meninggalkan dendam pada hati kaum Yahudi, untuk bisa mengalahkan kaum muslimin dengan cara lain. Maka senjata budaya menjadi pilihan yang paling mungkin, sebab tidak memerlukan biaya, tenaga dan pasukan yang banyak. Mereka mulai menyusupkan berita-berita israiliyyat agar tercampur dengan berita-berita yang datangnya dari Allah dan Rasulnya.11 Kalangan Yahudi sangat mengetahui bahwa Rasulallah begitu perduli terhadap kemurnian ajaran Islam, sehingga disebutkan dalam satu hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulallah pernah melihat Umar ibn al-Khattab memegang suatu lembaran Taurat di tangannya, maka Rasulallah SAW. dengan nada tidak senang bersabda:

. ,
Apakah engkau masih meragukan agamamu, wahai Ibnu al-Khattab? Padahal aku telah membawa agama ini kepada kalian dengan terang dan sejelas-jelasnya.

11

Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Quran, Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, cet. 2 ( Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 495.

Demi Dzat yang jiwaku dalam genggaman-Nya, seandainya Musa hidup pasti dia akan mengikutiku(HR. Ahmad, Abu Yala, dan al-Bazzar) Ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya israiliyyat dalam tafsir yaitu:12 Pertama, perbedaan metodologi antara al-Qur'an. Taurat dan Injil dalam global dan ringksan titik tekannya adalah memberikan petunjuk jalan yang benar bagi manusia, sedangkan Taurat dan Injil mengemukakan secara terinci, perihal, waktu dan tempatnya. Ketika menginginkan pengetahuan secara lebih teperinci tentang kisah-kisah umat Islam bertanya kepada kelompok Yahudi dan Nasrani yang dianggap lebih tabu. Kedua, ada pula pendapat yang mengatakan rendahnya kebudayaan masyarakat Arab karena kehidupan mereka yang kurang banyak yang pandai dalam hal tulis menulis (ummi). Meskipun pada umumnya ahli Kitab juga selalu berpindah-pindah., tetapi pengetahuan mereka tentang sqarah masa lampau lebih luas. Ketiga, ada justifikasi dari dalil-dalil naqlilah yang difahami masyarakat Arab sebagai pembenaran bagi mereka untuk bertanya pada ahli Kitab. Keempat, adalah heterogenitas penduduk. Menjelang masa kenabian Muhammad saw jazirah Arab dihuni juga oleh kelompok Yahudi dan Nasrani. Kelima, adanya rute perjalanan niaga. masyarakat Arab, rute selatan adalah Yaman yang dihuni oleh kalangan Nasrani, sedangkan rute ke utara adalah Syam yang dihuni oleh kalangan Yahudi. Menurut Rosehan Anwar sumber israiliyyat dimotori oleh tokohtokoh primer yaitu Abdullah bin Salam, nama lengkapanya adalah Abu Yusuf bin Salam bin al-Haris al-Ansari. Ia menyatakan keislamannya sesaat setelah Rasulullah tiba di Madinah dalam peristiwa hijrah, dalam perjuangan menegakan Islam, Ia termasuk pejuang dalam perang Badar dan ikut menyaksikan penyerahan Bait alMaqdis ke tangan umat Islam. Riwayat-riwayatnya banyak diterima oleh kedua

12

Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi'i, Ulumul Qur'an, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 242-243.

putranya, Yusuf dan Muhammad, Auf bin Malik, Abu Hurairah. Imam Bukhari pun memasukan beberapa riwayat darinya.13 Lebih lanjut Rosihan menambahkan selain tokoh tersebut tercatat nama Ka'ab al-Ahbar. Nama aslinya adalah Abu Ishaq Ka'ab bin Mani al-Humairi yang terkenal dengan Ka'ab al-Ahbar karena pengetahuannya yang dalam, ia berasal dari Yahudi Yaman dan memeluk Islam pada masa Umar bin Khattab. Dalam perjuangan menegakan Islam ia turut berjuang menuju Syam bersama kaum muslimin lainnya. Banyak cerita israiliyyat yang dinisbahkan kepadanya. Riwayat-riwayatnya diterima oleh Muawiyah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Malik bin Abi Amir al-Asbani, Atha bin Abi Rabbah dan lain-lain. Kestsiqatannya menjadi perdebatan para ulama, Ahmad bin Amir misalnya meragukan ketsiqatannva bahkan keagamaannya. Nama lain adalah Wahab bin Munabbih, nama langkapnya adalah Abu Abdillah bin Munabbih bin Sij al-Yamani. Ia masuk Islam pada masa Rasululah saw. Dzahabi mengatakan ia adalah orang jujur, terpercaya dan banyak menukilkan israiliyyat. Menurut Ibnu Hajar ia adalah tabi'in miskin yang mendapat kepercayaan dari Jumhur ulama. Abu Zahrah dan Nasa'i mengatakan la adalah orang terpercaya.

3. Macam-macam Israiliyat Kisah-kisah Israiliyyat terbagi menjadi tiga macam14: 1. Kisah yang dibenarkan oleh Islam, maka hal tersebut adalah haq. Contohnya: Imam Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayaAtkan dari Ibnu Masud radhiyallaahu anhu, dia mengatakan: Datang salah seorang pendeta Yahudi kepada Rasulullah shallallhu alaihi wa sallam, dia berkata: Wahai Muhammad, sesungguhnya kami menjumpai (dalam kitab suci kami, pent.) bahwa Allah Azza wa Jalla akan meletakkan semua langit di atas satu jari, semua bumi di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari,
13

Rosihan Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 37.
14

http://almuslimah.wordpress.com

tanah di atas satu jari dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka Allah berfirman: Akulah Raja. Mendengar hal tersebut, tertawalah Nabi shallallaahu alaihi wa sallam sehingga nampak gigi-gigi geraham beliau shallallaahu alaihi wa sallam karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu. Kemudian beliau shallallaahu alaihi wa sallam membaca firman Allah Azza wa Jalla:


Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (QS. Az-Zumar: 67) 2. Kisah yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa kisah tersebut adalah dista, maka ini adalah bathil. Contohnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir radhiyallaahu anhu bahwa dia berkata: Dahulu orang Yahudi apabila mendatangi istrinya dari belakang berkata: Anaknya nanti bermata juling, maka turunlah firman Allah Azza wa Jalla:


Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanammu bagaimana saja kamu menghendaki. (QS. Al-Baqarah: 223) 3. Kisah yang Islam tidak membenarkan tidak pula mengingkarinya, maka kita wajib mendiamkannya. Berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu bahwa dia berkata: Dahulu Ahlul Kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka menafsirkannya untuk orang-orang Islam dengan bahasa Arab, maka Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Jangan kalian benarkan Ahlul Kitab dan jangan kalian dustakan mereka namun katakanlah:

10


(Kami beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan pada apa yang telah diturunkan kepada kami dan apa yang telah diturunkan kepada kalian). Bercerita dengan kabar seperti ini boleh apabila tidak ditakutkan menyebabkan terjatuhnya seseorang ke dalam larangan, karena Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat dan tidak mengapa kalian menceritakan tentang Bani Israil. Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah dia menyiapkan tempat duduknya di neraka. (HR. Al-Bukhari) Kebanyakan berita yang diriwayatkan dari Ahlul Kitab dalam hal ini tidak mempunyai manfaat untuk urusan agama, seperti penetuan warna anjing Ashhabul Kahfi dan yang lainnya. Adapun bertanya kepada Ahlul Kitab tentang suatu perkara agama maka hukumnya haram, berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir bin Abdillah radhiyallaahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Jangan kalian bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab karena mereka tidak akan memberi petunjuk bagi kalian dan sungguh mereka telah tersesat, karena bisa jadi kalian akan membenarkan sesuatu yang batil atau mendustakan yang haq. Seandainya Musa alaihis salaam hidup di antara kalian, maka tidak halal baginya kecuali mengikutiku. Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallaahu anhuma bahwa dia berkata: Wahai kaum muslimin! Bagaimana kalian bisa bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab sedangkan Al-Quran yang Allah Azza wa Jalla turunkan kepada Nabi kalian telah menceritakan sesuatu yang benar dan murni tentang Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla telah memberitahukan kepada kalian bahwa Ahlul Kitab telah mengganti dan merubah isi Al-Kitab kemudian mereka menulisnya sendiri dengan tangan-tangan mereka, lalu berkata Ini berasal dari Allah Azza wa Jalla, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatannya. Tidakkah pengetahuan kalian tentang (pengkhiatan) mereka itu memalingkan kalian dari bertanya kepada mereka. Lalu, sekali-kali

11

tidak demi Allah! Tidak pernah kami melihat seorangpun dari Ahli Kitab bertanya kepada kalian tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian.

4. Pandangan Ulama tentang Israiliyat Para ulama tidak dapat menetapkan hukum secara mutlaq atau general terhadap kisah-kisah israiliyyat. Hal ini disebabkan ada dalil yang membolehkan untuk mengambil informasi dari kalangan Ahli Kitab, yaitu sabda Rasulallah:

, ) (
Sampaikannlah dariku walau hanya satu ayat. Dan ambillah riwayat dari Bani Israil, tanpa halangan, dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah untuk mengambil tempatnya di neraka (HR. Bukhari) Namun ada juga hadits Rasulallah yang seolah-olah melarang hal tersebut, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut ini:

, !, , . , ,
Bagaimana kalian bertanya kepada ahli kitab, sedangkan kitab kalian diturunkan kepada Nabi kalian yang beritanya lebih baru dari Allah, kalian membacanya dan tidak mencela?!. Allah memberitahukan kapada kalian bahwa ahli kitab telah mengganti apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan merubahnya dengan tangan-tangan mereka, kemudian mereka mengatakan bahwa ia berasal dari Allah untuk menjualnya dengan harga yang murah. Tidakkah Ia telah melarang kalian untuk bertanya kepada mereka. Demi Allah, mereka tidak

12

menanyakan sesuatupun kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian.(HR. Al-Bukhari) Menyikapi kedua dalil diatas yang seolah bertentangan ini, para ulama mendudukkannya sebagai berikut; bahwa yang dimaksud Rasulallah untuk mengambil riwayat dari ahli kitab sesungguhnya tidaklah mutlaq, namun terikat hanya kepada riwayat yang baik dan cerita yang tidak jelas status benar atau dustanya namun tidak ada indikasi tentang kebatilannya. Ibnu Katsir menjelaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa riwayat israiliyyat dapat diklasifikasikan menjadi tiga: 1. Kisah israiliyyat yang diketahui kebenarannya karena sesuai atau tidak bertentangan dengan informasi al-Qur,an dan Sunnah shahihah, maka kisah itu benar dan bisa diterima. Diperbolehkan menggunakannya sebagai

pembanding, bukan sebagai rujukan utama atau sebagai sumber hukum. Seperti kisah yang menceritakan bahwa nama teman seperjalanan nabi Musa adalah Khidir. Nama Khidir pernah disebutkan oleh Rasulallah, sebagaimana tersebut dalam Shahih Bukhari. 2. Kisah israiliyyat yang diketahui kebohongannya karena bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah shahihah atau tidak sejalan dengan akal sehat Kisah seperti ini harus dibuang dan tidak boleh digunakan. Seperti cerita malaikat Harut dan Marut yang terlibat perbuatan dosa besar, yaitu mabuk, berzina dan membunuh. 3. Kisah israiliyyat yang didiamkan karena tidak dapat dipastikan statusnya benar atau dusta. Kisah seperti ini tidak boleh dibenarkan ataupun didustakan, namun boleh menceritakannya. Seperti kisah tentang bagian sapi betina yang diambil untuk dipukulkan kepada orang mati dari Bani Israil.15 Ibnu Katsir juga menyatakan bahwa meskipun sebagian ulama salaf merekomendasikan kebolehan meriwayatkan israiliyyat tanpa mengamalkannya, namun sesungguhnya riwayat-riwayat ini tetap tidak ada gunanya dan tidak bermanfaat dalam masalah agama. Kalaupun ada yang beranggapan israiliyyat ini

15

Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, hal.5.

13

bermanfaat untuk kesempurnaaan informasi yang terdapat dalam agama, maka manfaat itu sangat kecil dan tidak signifikan. Para ulama, semisal Anas ibn Malik sangat berhati-hati terhadap periwayatan israiliyyat ini, sehingga untuk itu ia menyeleksi dengan ketat para perowi yang akan ia ambil hadits darinya. Qatadah adalah salah satu rawi tabiin yang ditolak riwayatnya oleh Anas ibn Malik karena ia banyak meriwayatkan israiliyyat.16 Keberadaan israiliyyat yang telah dinyatakan tidak memberi manfaat bagi agama ini, dikomentari oleh Yusuf Al-Qaradhawi secara tegas bahwa mengutip israiliyyat di dalam kitab tafsir, seolah-olah seperti memenuhi berlembar-lembar halaman dan membuang-buang waktu bagi sesuatu yang tidak didukung ilmu, yang tidak dapat dijadikan petunjuk dan keterangan.17 Namun karena israiliyyat ini telah tersebar di sebagian kitab-kitab tafsir, maka diperlukan kejelian dan kehati-hatian, bagi siapa saja yang mendapati beritaberita yang bernuansa israiliyyat, yaitu dengan mengikuti kaidah-kaidah dalam periwayatan israiliyyat, sebagai berikut: 1. Melakukan penelitian terhadap rawi-rawi sanadnya 2. Melakukan pengamatan terhadap matan atau kandungan riwayat tersebut 3. Merujuk kepada para ulama yang mendalami persoalan ini, seperti: Ibnu Hazm dalam kitab al-Fashl fi al-Milal wa Ahwal al-Nihal Al-Thabari dalam kitab Tarikh al-Umam wa al-Muluk Al-Qadhi Iyadh dalam Kitab al-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Nubuwwah dan al-Jawabu al-shahih li man Baddala Diin al-Masih Ibn Al-Qayyim dalam kitab Hidayah al-Hiyar fi Ajwibat al-Yahud wa al-Nashara Ibn al-Katsir dalam kitab tafsirnya dan kitab al-Bidayah wa al-Nihayah Jamaluddin al-Qasimi dalam kitab Mahasin al-Tawil Muhammad Husin al-Zahabi dalam kitab al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa al-Hadits dan Kitab al-Tafsir wa al-Mufassirun, dll.
16 17

Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, hal. 212. Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan al-Quran, hal. 500.

14

PENUTUP Metode yang dipakai al-Quran dalam menceritakan umat-umat terdahulu memang tidak bersifat rinci dan detil. Al-Quran tidak mengulas secara runut nama-nama tokoh, tempat dan waktu kejadian atau bagian lain dari cerita tersebut. Karena al-Quran memang bukan buku cerita yang memaparkan setiap episodenya dengan rinci. Akan tetapi tujuan al-Quran mengangkat sebuah kisah lebih kepada pelajaran (ibrah) dan nilai-nilai yang bisa terwujud dengan pemaparan tersebut. Firman Allah SWT.:

,
sesungguhnya pada kisah-kisah mereka ada terdapat pelajaran bagi orangorang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dbuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman(Yusuf /12:111) Keberadaan israiliyyat yang sudah terlanjur masuk ke dalam sebagian kitab-kitab tafsir, dan turut memberikan penjelasan terhadap suatu kisah yang diangkat oleh al-Quran memang menjadi suatu hal yang dilematis. Terlepas dari kebolehan mengambil riwayat israiliyyat sebagaimana tersebut di atas, sesungguhnya masih ada pertanyaan yang tertinggal; bagaimana mungkin ayatayat yang datangnya dari Yang Maha Benar, dijelaskan dan dirinci oleh sesuatu yang tidak jelas kebenarannya. Dengan kata lain, mengutip israiliyyat di samping ayat-ayat Allah, tidakkah itu berarti memberi kesan bahwa berita yang tidak jelas kebenaran dan dustanya itu dapat menjadi penjelas makna firman Allah dan menjadi pemerinci apa yang disebut secara global di dalamnya. Di seluruh dunia Islam, cerita-cerita israiliyyat kini telah tersebar luas melalui media tulisan yang terdapat di kitab-kitab tafsir atau pada kitab-kitab lainnya, demikian juga cerita-cerita ini telah beralih dari mulut ke mulut, melalui

15

khutbah, ceramah, pengajaran di madrasah dan lain sebagainya. Disampaikan oleh berbagai kalangan dari umat ini, mulai orang awam sampai kepada orang terpelajar. Tentu menjadi tidak mudah untuk membersihkan israiliyyat yang sudah tersebar di masyarakat ini. Sikap bijaksana yang seharusnya diambil oleh muslim yang mempelajari al-Quran ketika berhadapan dengan ayat-ayat yang mubham (tidak jelas), adalah mencari penjelasannya pada ayat-ayat lainnya, jika tidak dijumpai penjelasannya dalam al-Quran, maka hendaklah ia mencari dari hadits-hadits shohihah, dan jika pada haditspun tidak kemubhamannya.18 Namun pada kenyataannya seringkali kita tidak merasa puas dengan pola seperti itu dan tergoda untuk mencari dan memberi interpretasi sendiri. Disatu sisi, sikap seperti itu memang tidak salah, sebab para ulama telah menbuka peluang tafsir bi al-rayi wa al-ijtihad dengan berbagai persyaratan tentunya. Namun disisi lain, jika sang pencari ini kurang taqwanya kepada Allah, bukan tidak mungkin ia akan berkata atas kekuasaan Allah tanpa didasari ilmu, dan dapat keluar dari pemahaman yang Qurani. dijumpai, maka biarkanlah ayat tersebut dalam

18

Sholah Al-Khalidi, Membedah al-Quran Versi al-Quran: Upaya Tadabbur Kitabullah di Tengah-Tengah Pesatnya Perdaban Ummat, Terjemahan Muhil D.A. (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 136.

16

DAFTAR PUSTAKA Abu Fida Ismail ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H/ 1986 M) Ahmad Syadali, Ahmad Rofii, ULUMUL QURAN I, Cet. II (Bandung: Pustaka Setia, 2000) Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan al-Quran Versi Imam AlGhazali (Bandung: Cita Pustaka Media,2007) Departemen Agama, Al-Quran al-Karim dan Terjemahnya, (Madinah

Munawarah, 1411 H ) Mana Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran, Cet. 3 (Riyadh: Mansyurat alAshr al-Hadits, 1393 H/ 1973 M) Muhammad Ali al-Shabuni, Al-Tibyan fi Ulum al-Quran (Beirut: Alim al-Kutub, 1405 H) Muhammad Hasbi Ash-Shiddiedy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Cet.3 (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000) Rosihan Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: Pustaka Setia, 1999) Sholah Al-Khalidi, Membedah al-Quran Versi al-Quran: Upaya Tadabbur Kitabullah di Tengah-Tengah Pesatnya Perdaban Ummat, terj. Muhil D.A. (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) Yusuf Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Quran, terj. Abdul Hayyie alKattani, cet. 2 ( Jakarta: Gema Insani Press, 2000) http://almuslimah.wordpress.com

17

You might also like