You are on page 1of 8

Penatalaksanaan Pengobatan hipertensi merupakan pengobatan seumur hidup.

The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of Jigh Blood Pressure, menganjurkan saat mulainya pengobatan berdasarkan pada tipe kelompok risiko yang ditentukan oleh derajat hipertensi, adanya kerusakan organ target dan faktor risiko kardiovaskular lainnya.
Derajat (mmHg) hipertensi Kelompok risiko A (Tak ada faktor risiko, tak ada kerusakan organ target) Perubahan gaya hidup Kelompok Risiko B (minimal 1 faktor risiko, tak termasuk diabetes, tak ada kerusakan organ target) Perubahan gaya hidup Kelompok risiko C (kerusakan organ target dan atau diabetes, dengan atau tanpa faktor risiko lain) Terapi obat

Normal tinggi (130-139/B589) Derajat 1 (140-159/90-99) Derajat 2 dan 3 ( 160/ 100)

Perubahan gaya hidup (sampai 12 bulan) Terapi obat

Perubahan gaya hidup (sampai 6 bulan) terapi obat

Terapi obat

Terapi obat

Adapun faktor resiko kardiovaskular dan kerusakan organ target pada pasien hipertensi diantaranya ialah : Faktor resiko utama Merokok Dislipidemia Diabetes mellitus Umur diatas 60 tahun Kerusakan organ target Penyakit jantung - Hipertrofi ventrikel kiri - Angina/riwayat infark miokard - Riwayat revaskularisasi koroner - Gagal jantung Jenis kelamin (pria dan wanita pasca Strok atau serangan iskemia selintas menopause) Riwayat penyakit kardiovaskular Nefropati

dalam keluarga Wanita < 65 tahun Pria < 55 tahun Penyakit arteri perifer Retinopati

Penanggulangan penatalaksanaan :

hipertensi

secara

garis

besar

dibagi

menjadi

jenis

I.

Penatalaksanaan Non Farmakologis (perubahan gaya hidup) Secara umum penatalaksanaan non farmakologis diantaranya: a. Menghilangkan stress b. Pengaturan diet c. Olahraga teratur d. Menurunkan berat badan (bila diperlukan) e. Kontrol faktor resiko lain yang bisa memperberat terjadinya aterosklerosis.

Pengaturan diet terdiri atas 3 aspek : 1. Karena kemanjuran dari restriksi natrium dan volume intravaskular dalam menurunkan tekanan darah, pasien sebelum diinstruksikan untuk mengurangi intake natrium secara drastis. Bagaimanapun juga beberapa penelitian menyebutkan adanya penurunan 5 mmHg pada tekanan darah sistolik dan penurunan 2,6 mmHg pada tekanan diastolik bila sodium dikurangi sampai 75 meq/hari. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa beberapa pasien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap garam dan kadar asupan sodium mempengaruhi tekanan darah. Karena tidak adanya resiko yang nyata dari restriksi natrium ringan, pendekatan yang paling praktis ialah dengan menyarankan diet restriksi natrium ringan (hingga 5 gr NaCl/hari), yang bisa didapatkan dengan tidak menambahkan garam pada makanan yang biasa. Pendekatan yang pada faktornya berguna ialah dengan metode diet DASH (dietary approaches to stop hypertension) yang menggunakan makananmakanan alami yang tinggi kalium dan rendah lemak jenuh, penekanan pada konsumsi buah dan sayuran serta produk-produk rendah kalori. Diet ini secara signifikan menurunkan tekanan darah kepada hipertensi stage I. Kombinasi dari diet DASH dengan restriksi natrium sedang akan membuat tekanan darha yang besar daripada dengan manipulasi diet tunggal. 2. Restriksi kalori diharuskan pada pasien hipertensi dengan overweight. Beberapa pasien yang obese menunjukkan penurunan tekanan darah yang signifikan sebagai konsekuensi dari penurunan berat badan. Pada penelitian TAIm (Trial of Antihypertensive Interventions and Management), penurunan berat badan (rata-rata 4,4 kg dalam 6 bulan) akan menurunkan tekanan darah sebanyak 2,5 mmHg.

3. Restriksi asupan kolesterol dan lemak jenuh direkomendasikan, karena dengan diet ini akan menurunkan insiden komplikasi arteriosklerosis.

Olahraga teratur dianjurkan sesuai dengan status batas kardiovaskular pasien. Olahraga tidak hanya membantu menurunkan berat badan tetapi juga terbukti menurunkan tekanan arteri. Olahraga isotonik (seperti berenang, joging) lebih baik daripada olahraga isometrik (seperti angkat beban)

II.

Penatalaksanaan Farmakologis Pengobatan hipertensi berlandasrkan beberapa prinsip: (1) pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan kausal, (2) pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi; (3) upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi selain dengan perubahan gaya hidup; (4) pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka panjang dengan kemungkinan besar untuk seumur hidup; (5) pengobatan menggunakan algoritma yang dianjurkan The Joint National Commitee on Detection, Evaluatio and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII).

Penatalaksanaan Farmakologis pada Hipertensi Sekunder 1. Hipertensi ginjal Terdapat cukup bukti bahwa hipertensi mempercepat penurunan fungsi ginjal. Bertalian dengan patofisiologi hipertensi dan kelainan ginjal, pengobatan hipertensi akan mengurangi progresivitas fungsi ginjal.

Pembatasan Natrium Retensi natrium disertai peningkatan cairan ekstraselular sangat berperan terhadap hipertensi ginjal dan penurunan tekanan darah. Caracara pembatasan natrium yaitu: (1) pembatasan natrium dalam sehari sampai 2 g (88 mmol); (2) Mengukur berat badan dan tekanan darah secara teratur; (3) pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dan (4) dilarang pemberian tambahan garam kalium.

Pembatasan natrium sebanyak 2 g/hari pada pasien rawat jalan sangat bermanfaat tetapi perlu pendidikan terhadap diet dan kerjasama dengan pasien. Pasien dievaluasi terhadap tanda-tanda dehidrasi

(hipotensi ortostatik atau penurunan berat badan yang cepat) atau peningkatan ureum dan kreatinin. Bila terjadi gagal ginjal terminal dengan gejala asidosis metabolik yang memerlukan bikarbonat,

pemakaian natrium perlu disesuaikan. Pemberian cairan sitrat lebih baik daripada natrium klorida. Bila dengan cara ini belum memberikan hasil yang memuaskan terhadap pengendalian tekanan darah, perlu

ditambahkan diuretic.

Diuretik Tiazid khasiatnya kurang bila diberikan pada pasien hipertensi renal dengan kadar kreatinin lebih dari 2 mg% atau kliren kreatinin kurang dari 30 mL/menit sebab kerjanya pada nefron distal dimana natrium rendah. Diuretik loop seperti furosemid, asam etakrin, bumetamid, dan toresemid merupakan pilihan utama untuk penanggulangan kelebihan cairan ekstraselular dan hipertensi dengan filtrasi glomerolus kurang dari 30 ml/menit. Kerja diuretik loop adalah menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada loop Henle yang naik di daerah medulla sebanyak 25 30%. Perlu pembatasan natrium selama pengobatan dengan diuretik, sebab retensi natrium dapat terjadi sebagai kompensasi. Berat badan ditimbang setiap hari dan waktu penimbangan yang sama untuk mengetahui keseimbangan natrium. Dosis permulaan furosemid pada pasien dengan filtrasi glomerolus kurang dari 50% adalah dosis tunggal intravena 40 mg perhari atau oral 80 mg perhari. Efek samping adalah hipokalemia dan gangguan toleransi gula. Efek furosemid menjadi toksik bila gagal ginjal memburuk atau pemberian bersama aminoglikosida. Pengobatan kombinasi diuretik loop dan tiazid Pengobatan kombinasi ini dapat memberi khasiat positif walaupun tes klirens kreatinin kurang dari 10 mL/menit. Kerja pengobatan kombiasi ini adalah diuretik loop bekerja pada bagian proksimal yang menghambat

absorbsi natrium, sehingga natrim yang tiba di distal diekskresi oleh diuretik tiazid

Penghambat Enzim Pengkonversi Angiotensin Kerja obat golongan ini adalah menurunkan tekanan dalam kapiler glumerulus sehingga mencegah terjadinya sklerosis dan kerusakan glomerulus. Menurut Diabetes Collaborative Study Group pada diabetes tipe II, pemberian kaptopril dapat memperlambat progresivitas fungsi ginjal. Jadi kerja penghambat enzim pengkonversi angiotensin selain antihipertensi juga untuk memperlambat progresivitas penyakit ginjal.

Antagonis Kalsium Antagonis kalsium mempunyai sifat vasodilatasi arteriol aferen sehingga tekanan dalam kapiler glomerulus meningkat. Keadaan tersebut dalam waktu lama akan mempengaruhi fungsi ginjal.

Pengobatan Kombinasi Pengobatan kombinasi antara golongan penghambat enzim

pengkonversi angiotensin dan antagonis kalsium diberikan pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal yang berat atau yang telah resisten. Bila kombinasi kedua obat tersebut belum berhasil dapat ditambahkan vasodilator seperti minoksidil. Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos dan mengakibatkan penurunan resisten vaskular yang diikuti oleh aktivitas simpatik dan terjadi takikardia. Penyekat beta perlu ditambahkan untuk mencegah rangsangan pada jantung. Diet Rendah Protein Diet rendah protein mempunyai pengaruh terhadap penurunan tekanan dalam kapiler glomerulus. Karena itu diet rendah protein perlu dilakukan bersamaan dengan cara-cara di atas untuk mengendalikan tekanan darah agar penurunan faal ginjal dapat diperlambat. Pembatasan protein adalah 0,3 sampai 0,5 kg/BB.

2. Hipertensi Renovaskular

Penatalaksanaan hipertensi renovaskular meliputi terapi obat, Percutaneus Transluminal renal Angiplasty (PTRA), nefrektomi, dan ablasi renal (renal ablation). Banyak studi menunjukkan bahwa tekanan darah dapat

dikendalikan pada kebanyakan pasien hipertensi renovaskular, terutama pada pemakaian penghambat enzim pengkonversi angiotensin dosis tinggi atau kombinasi beberapa obat antihipertensi. Namun demikian, pemakaian obat antihipertensi memberikan risiko penyumbatan arteri renalis yang dapat mengakibatkan trombosis arteri atau perburukan fungsi ginjal yang progresif. Penghambat enzim pengkonversi angiotensin walaupun efektif dalam menurunkan tekanan darah tetapi memberikan risiko yang tinggi untuk terjadinya azotemia, akibat penurunan laju filtrasi glomerulus. Antagonis kalsium menghambat aktivitas angiotensin II pada arteriol sistemik, arteriol aferen, mesangium dan zona glomerulosa korteks adrenal. Jadi, antagonis kalsium tidak menghambat secara penuh aksi angiotensin II pada arteri aferen. Dengan demikian, berbeda dengan penghambat enzim pengkonversi angiotensin, antagonis kalsium dapat mempertahankan laju filtrasi glomerulus pada daerah ginjal setelah stenotik (post stenotic area). Penyakit beta (beta blocker) juga efektif dalam menurunkan tekanan darah karena kerjanya yang menghambat sekresi renin. Tetapi risiko untuk terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus daerah ginjal setelah stenotik tetap tinggi. Diuretik, dapat dipergunakan pada hipertensi yang resisten, tetapi pada umumnya tidak terlalu efektif. Percutaneus transluminal renal angioplasty (PTRA), nefroktomi dan ablasi renal, adalah tindakan-tindakan bedah yang dapat mengatasi hipertensi renovaskular secara kausal.

3. Hiperaldosteronisme Primer Bila penyebabnya adalah suatu adenoma, pembedahan merupakan pengobatan pilihan, walaupun tidak semua pasien berhasil menjadi normotensi. Pada bentuk hiperplasia pengobatan ditujukan untuk

memperbaiki keseimbangan elektrolit yaitu dengan pemberian antagonis aldosteron (spironolakton) atau diuretik hemat kalium (amilorid). 4. Cushings Syndrome Pada tumor adrenal dilakukan tindakan pembedahan dan

pemberian kortikosteroid sebagai subtitusi. Pada kasus hyperplasia akibat rangsangan ACTH, pengobatan ditujukan baik terhadap kelenjar adrenal maupun terhadap hipofisis. Bila harus dilakukan pembedahan terhadap kelenjar adrenal, harus diikuti dengan pemberian kortkosteroid subtitusi.

5. Feokromositoma Pengobatan medikamentosa mendahului tindakan pembedahan sangat berfaedah. Fenoksibenzamin (dibenzilin) atau prazosin oral sangat efektif. Antagonis kalsium juga digunakan oleh beberapa sarjana. Penghambat dan yaitu labetalol secara teori bermanfaat.

Komplikasi
Komplikasi pada hipertensi yang tidak diobati berkaitan dengan meningkatnya tekanan darah yang menimbulkan perubahan fungsi pada sistem vaskularisasi dan hati, atau karena aterosklerosis yang biasanya menyertai suatu hipertensi yang lama. a. Penyakit hipertensif kardiovaskular Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab utama dari kematian karena hipertensi primer. Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri pada 15% kasus hipertensi kronik. Ini merupakan prediktor yang kuat untuk menentukan prognosis. Hipertrofi ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel, iskemia miokard dan kematian mendadak. b. Penyakit hipertensif serebrovaskular Hipertensi merupakan predisposisi utama dari stroke, terutama perdarahan intraserebral dan juga infark serebral. Komplikasi serebrovaskular ini sangat berkaitan dengan tekanan darah sistolik daripada tekanan darah diastolik. Insiden dari komplikasi ini dikurangi dengan penggunaan terapi antihipertensi. c. Penyakit ginjal hipertensi Hipertensi kronik dapat menimbulkan nefrosklerosis, penyebab umum dari renal insufisiensi. Pengontrolan tekanan darah yang agresif dapat mengurangi proses

ini. Pada pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/85 mmHg atau lebih rendah bila ada proteinuria. ACE inhibitor terbuktif efektif untuk mencegah komplikasi lanjut. d. Komplikasi aterosklerosis Merupakan komplikasi hipertensi jangka lama. Faktor resiko pembentukan aterosklerosis diantaranya juga termasuk : merokok, dislipidemia dan DM. Terapi antihipertensi dapat efektif untuk mengurangi adanya komplikasi lanjut yang dapat menimbulkan penyakit jantung koroner.

You might also like