You are on page 1of 23

Peranan Wisata Dalam Pembangunan Daerah

Aufa S Sarkomi, SP.M.Sc Kepala Kadisporabudpar OKU DALAM pelaksanaan pembangunan secara umum, tahun ke tahun pemerintah telah menunjukkan kesungguhan dan keberhasilannya dalam kebijakan ekonomi makro sehingga tercipta stabilitas moneter yang diharapkan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun demikian, kebijakan ekonomi makro tersebut dirasakan belum betulbetul berhasil membangkitkan ekonomi di sektor riil. Kemiskinan dan pengangguran belum menunjukkan tanda-tanda teratasi, dan kerawanan sosial masih terus berlangsung. Pertumbuhan ekonomi saat ini utamanya masih bergaris linear dengan peningkatan konsumsi ketimbang tumbuhya investasi baru. Oleh karena itu kebijakan ekonomi makro, terutama kebijaksanaan fiskal perlu dikaitkan dengan upaya mengatasi kemiskinan dan pengangguran, kesenjangan antar daerah dan memacu pertumbuhan ekonomi bukan hanya pada tingkat Nasional tetapi juga Regional. Dalam situasi dan kondisi yang sedemikian itulah, peran pemerintah daerah dituntut untuk berkreasi dan berinovasi guna mengatasi berbagai tuntutan dan harapan masyarakat. Inovasi menjadi suatu keharusan yang mesti dilakukan oleh pemerintah agar keberadaan pemerintah menjadi lebih bermakna di mata rakyatnya. Selain kegiatan pembangunan yang secara penuh dilaksanakan oleh pemerintah, perlu lebih dikembangkan peran serta masyarakat untuk membangun kesejahteraannya. Keberhasilan pemerintah membangun daerah harus diukur dan ditunjukkan dengan indikator keberdayaan masyarakat untuk membangun dirinya secara mandiri. Kerangka regulasi dan kerangka investasi pemerintah dan layanan publik harus dikembangkan secara berimbang untuk membangun masyarakat yang kuat. Provinsi Sumatera Selatan yang terdiri dari 11 Kabupaten dan 4 kota dengan kemajemukan masyarakat yang ada telah dikenal sebagai Provinsi yang memiliki kekayaan dan keanekaragamam budaya. Keindahan Alam flora dan Faunanya telah menjadikan Sumatera Selatan sebagai salah satu Destinasi Wisata Unggulan di Indonesia. Panorama Alam di Kawasan Gunung Dempo, Gua Putri di Desa Padang Bindu, Air Terjun Kambas dan sumber Air Panas Gemuhak di Kabupaten OKU, Danau Ranau di OKU Selatan, Bukit Serelo di Lahat, Taman Sembilang di Banyuasin, Danau Teluk Gelam di OKI, serta kawasan sungai Musi di Palembanmg merupakan contoh tujuan wisata alam di Sumatera Selatan yang potensial. Di samping itu Tempat-tempat wisata yang mencerminkan keragaman sejarah dan Budaya

masyarakat Sumatera Selatan, masih banyak tersebar di beberapa Kabupaten/ Kota, dan ini menjadikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan minat khusus untuk datang ke Sumatera Selatan. Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), terjadi perubahan pola hubungan antara Pusat-Daerah dari sentralisasi ke desentralisasi. UU Pemda yang mengintrodusir pilkada, diharapkan memperkuat posisi dan kewenangan kepala daerah untuk mengatur dan mengelola pembangunan daerah. Muaranya adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat daerah (Hidayat 2009). Namun demikian, salah satu pertanyaan mendasar adalah mengapa implementasi otonomi daerah belum mampu meningkatkan perbaikan dalam perencanaan pembangunan untuk mendorong akselerasi pembangunan ekonomi daerah? Dari hasil penelitian yang dilakukan Pusat Kajian dan Kebijakan Hukum Setjen DPD RI (2011) yang dilakukan di beberapa daerah, pemda belum optimal dalam menciptakan perencanaan ekonomi yang mampu mendorong akselerasi pembangunan daerah. Salah satu penyebab belum optimalnya perencanaan karena perencanaan ekonomi lebih berorientasi kepada pendekatan sektoral dibanding pendekatan regional. (G.K.R.Hemas.2010 ) Sedikitnya terdapat empat hal yang menjadi permasalahan penyebab perencanaan regional kurang mendapat sentuhan pemda, yaitu minimnya informasi potensi ekonomi pada tingkat desa atau kecamatan; yang mungkin diakibatkan minimnya infrastruktur; budaya lokal yang belum terbuka dan sulit menerima kehadiran pendatang/investor; potensi sektoral lebih banyak menghasilkan ketimbang potensi regional. Bila potensi regional dalam hal ini diartikan sebagai Pariwisata daerah, sebagaimana telah dikemukakan di atas, mungkin masih terdapat beberapa masalah lagi yang perlu diinventarisir secara seksama sesuai budaya dan historis setempat. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemda dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada melalui pola kemitraan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan menjadi stimulus bagi kegiatan ekonomi daerah. Dalam konteks inilah, pemda hendaknya membuka diri dan lebih berperan sebagai usahawan, koordinator, fasilitator dan stimulator terhadap kegiatan ekonomi. Tak dapat dipungkiri, berdasarkan data tahun 2010 saja, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 7 juta lebih atau tumbuh sebesar 10,74% dibandingkan tahun sebelumnya, dan menyumbangkan devisa bagi negara sebesar 7.603,45 juta dolar Amerika Serikat. Angka pertumbuhan tersebut bersumber pada potensi regional yang sudah eksis selama ini, dan tentunya akan semakin besar kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional bila pemda membenahi perencanaan ekonomi dengan mainstream potensi regional.

Sementara itu, beragamnya budaya di berbagai daerah dapat berakibat tidak seragamnya pelaksanaan otonomi daerah, hal ini ditandai dengan adanya perbedaan potensi dan transformasi budaya perencanaan di setiap daerah. Hal ini dapat menyebabkan daerah terjebak dalam egoisme lokal karena masing-masing daerah hanya memikirkan ruang lingkup daerahnya sendiri. h dalam bingkai NKRI. Dalam rangka menarik investor masuk ke daerah, berbagai upaya pemerintah Sumatera Selatan telah lakukan, seperti halnya keberanian Sumsel untuk menjadi Tuan Rumah Sea Games 2011 merupakan sebuah komitmen dan momentum yang sangat penting dalam meningkatkan investasi. Didasari dengan melihat potensi yang sangat besar yang dimiliki Sumatera Selatan namun masih kurangnya promosi yang dilakukan serta masih banyaknya kesulitan yang dihadapi para investor untuk berinvestasi di Sumatera Selatan, maka sangatlah diperlukan upayaupaya kongkrit melakukan reposisi yang bertujuan untuk memperlancar arus investasi, yang diantaranya menyangkut dikeluarkannya Undang-Undang dan peraturan di bidang otonomi daerah, perpajakan, pertanahan, tenaga kerja dan sebagainya. Dan untuk mewujudkan semua itu sangatlah diperlukan melibatkan masyarakat daerah dan investor selaku stake holders agar dapat bertemu secara langsung untuk membuat kerjasama dalam bidang investasi regional. Hadirnya investor yang menanamkan modalnya di Sumaterra Selatan diharapkan dapat membantu menggiatkan pembangunan di daerah, memberi nilai tambah kepada masyarakat setempat, serta memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya. Bertitik tolak dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa : Konsep Pembangunan Pariwisata Daerah Untuk Mendukung Pariwisata Nasional dan Peningkatan Ekonomi Daerah diharapkan dapat mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi percepatan pembangunan Kepariwisataan Nasional umumnya dan di Sumatera Selatan khususnya. Kebijakan pariwisata
Pada periode selanjutnya, yaitu memasuki Repelita V, pemerintah merasakan perlunya untuk menyusun kebijaksanaan pendukung pengembangan kepariwisataan. Dengan bantuan UNDP, lengkap dengan para pakar dari luar negeri, disusunlah suatu studi Tourism Sector Programming and Polici Development. Para pakar luar negeri ini didampingi oleh tim nasional dalam angka transfer of knowledge. Dalam perjalanannya terjadi perbedaan yang mendasar antara tim mancanegara yang sangat hanya memikirkan pengembangan pariwisata internasional (seperti yang dilakukan di negara-negara berkembang kecil lain, di mana mereka mendapat pengalaman, dan tim nasional yang mengangkat periwisata domestik yang merupakan pasar besar bagi negara sebesar Indonesia. Sayangnya, data-data tentang wisatawan domestik ini memang tidak sebanyak data-data tentang wisatawan mancanegara yang sudah lama secara khusus dan reguler dikumpulkan. Karena dengan berbagai alasan lain, pemerintah akhirnya menghentikan kontrak dengan tim konsultan asing, suatu keputusan yang didukung oleh Tim Nasional yang berpendirian bahwa strategi pengembangan pariwisata Indonesia harus ditentukan oleh bangsa Indonesia sendiri (dengan memperhatikan masukan dari para pakar asing yang lebih berpengalaman). Pada Repelita V, lahirlah apa yang dinamakan Sapta Kebijaksanaan yang terdiri atas Kebijaksanaan (1)

intensifikasi promosi, (2) peningkatan akses, (3) peningkatan kualitas produk dan pelayanan, (4) pengembangan kawasan-kawasan wisata, (5) pengembangan wisata bahari (6) pengembangan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia kepariwisataan dan (7) peningkatan kesadaran wisata melalui sapta pesona (keamanan, ketertiban, kebersihan, kenyamanan, keindahan, keramahtamahan dan kenangan). Pariwisata sebagai sektor andalah seringkali dipandang sebagai industri yang bermula dari industri perhotelan dan perjalanan. Penanganan sektor ini oleh pemerintah selain upaya-upaya promosi dilakukan dari dua sisi, yaitu: 1. Penyediaan suatu Rencana Induk di tingkat nasional dan provinsi, sebagai pedoman pengembangan bagi Pemerintah Daerah, 2. Penyederhanaan ijin-ijin usaha bagi swasta, untuk memacu investasi. Sebenarnya kedua hal tersebut disertai dengan dukungan politis yang kuat akan cukup memacu perkembangan pariwisata yang terarah. Namun pada kenyataannya, perkembangan pariwisata Indonesia sangat dipengaruhi oleh pasar dan selera pengembang/investor yang mungkin saja lebih mengenal pasar atau sanggup menciptakan pasar. Dari segi perencanaan, hal ini menimbulkan suatu permasalahan menarik yaitu mengapa rencana-rencana tersebut tidak diikuti oleh para pengembang ? Ada beberapa kemungkinan penyebab, yang teridentifikasi/teramati yaitu 1. Perencanaan oleh sektor publik tidak didasarkan pada suatu survei pasar yang memadai dan sangat berorientasi hanya pada penyediaan (supply), dan pengembangan di kawasan-kawasan yang belum berkembang, sementara pengembang cenderung memilih lokasi dengan pasar yang lebih konkrit. 2. Promosi investasi yang dilakukan dengan menyederhanakan berbagai prosedur dan persyaratan telah dimanfaatkan oleh pengembang dan seterusnya. 3. Pengembang sebagian tidak berorientasi pada pengembangan pariwisata, tetapi pada bisnis properti dan harapan untuk mendapat nilai tambah dari aset. 4. Adanya kesenjangan dalam program pembangunan yang lebih terfokus pada penyediaan sarana dan kurang kepada pengembangan daya tarik, dengan konsentrasi di daerah-daerah yang relatif telah mapan. 5. Keterlibatan para perencana kota dan wilayah dalam penyusunan rencana-rencana tersebut belum maksimal dalam arti tidak semua rencana didukung oleh perencana kota dan wilayah, dan dari perencanaan, pada dasarnya tidak cukup memiliki wawasan kepariwisataan. Situasi dan hasil pengamatan tersebut menggugah penulis untuk mempertanyakan (1) Perlunya pendidikan kepariwisataan bagi para perencana atau program perencanaan kepariwisataan yang lebih spesifik dan (2) perlunya pengembangan metode-metode perencanaan untuk dapat mengakomodasikan sektor andalan yang bersifat sangat dinamik ini. (Myra P. Gunawan)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010 - 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Nasional Tahun 2010 - 2025; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025. BAB I . . . www.djpp.kemenkumham.go.id- 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. 2. Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik yang di dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi dan

pengendalian, dalam rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang dikehendaki. 3. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional yang selanjutnya disebut dengan RIPPARNAS adalah dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan nasional untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2025. 4. Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya Kepariwisataan. 5. Destinasi . . . www.djpp.kemenkumham.go.id- 3 5. Destinasi Pariwisata Nasional yang selanjutnya disingkat DPN adalah Destinasi Pariwisata yang berskala nasional. 6. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang selanjutnya disingkat KSPN adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya

dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. 7. Perwilayahan Pembangunan DPN adalah hasil perwilayahan Pembangunan Kepariwisataan yang diwujudkan dalam bentuk DPN, dan KSPN. 8. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 9. Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata. 10. Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana semestinya. 11. Fasilitas . . . www.djpp.kemenkumham.go.id- 4 11. Fasilitas Umum adalah sarana pelayanan dasar fisik suatu lingkungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dalam melakukan aktifitas kehidupan keseharian. 12. Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang

secara khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata. 13. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas, akses, dan peran masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memajukan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan melalui kegiatan Kepariwisataan. 14. Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya. 15. Industri Pariwisata adalah kumpulan Usaha Pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. 16. Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang secara berkesinambungan guna menghasilkan

perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan. 17. Organisasi . . . www.djpp.kemenkumham.go.id- 5 17. Organisasi Kepariwisataan adalah institusi baik di lingkungan Pemerintah maupun swasta yang berhubungan dengan penyelenggaraan kegiatan Kepariwisataan. 18. Sumber Daya Manusia Pariwisata yang selanjutnya disingkat SDM Pariwisata adalah tenaga kerja yang pekerjaannya terkait secara langsung dan tidak langsung dengan kegiatan Kepariwisataan. 19. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. 20. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan dan pengelolaan Kepariwisataan. 21. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kepariwisataan. 23. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau

Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. BAB II . . . www.djpp.kemenkumh PARIWISATA DI INDONESIA Makna Penting Industri/Sektor Pariwisata bagi Indonesia Pariwisata, sebagai sektor utama dalam perekonomian dunia, telah menjadi arus utama ekonomi bagi negara-negara maju maupun pariwisata berkembang, termasuk Indonesia. Pada masa lalu, peran

di Indonesia terutama hanya diukur melalui devisa yang didapatkan dari pembelajaan oleh wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Belakangan ini, Indonesia memberikan perhatian lebih besar pada pariwisata domestik, yang terbukti menjadi sumber utama pendapatan dari pembelajaan wisatawan. Meskipun belanja rata-rata per wisatawan nusantara cukup rendah, tetapi secara total, belanja wisatawan nusantara di Indonesia terbukti lebih besar dari nilai total belanja wisatawan internasional/ mancanegara, yang memang lazim untuk negara-negara besar. Bila pariwisata domestik digabungkan dengan angka-angka kedatangan internasional, maka Indonesia masuk dalam daftar teratas sepuluh negara yang paling banyak dikunjungi di dunia (Eijgelaar, 2010). Total pembelanjaan wisatawan internasional mencapai Rp 80,46 triliun (kurang lebih USD 8,59 milyar) dan menduduki tempat keempat 12 dalam pendapatan devisa sesudah migas, minyak kelapa dan karet olahan. Sebagai perbandingan, pembelanjaan wisatawan nusantara mencapai Rp 119,17 triliun (USD 12,72 milyar). Meskipun demikian, pariwisata bukanlah suatu tujuan, melainkan lebih sebagai sarana untuk mencapai berbagai tujuan pembangunan nasional serta untuk masyarakat secara luas. Pendapatan dari belanja

wisatawan nusantara dan pemasukan devisa bukanlah satu-satunya indikator yang digunakan untuk mengukur arti penting pariwisata di Indonesia. Di samping dimensi ekonomi, pariwisata di Indonesia juga diharapkan untuk memainkan peran sosial budaya dan politik. Seiring waktu, mulai dari masa awal setelah kemerdekaan hingga saat ini, makna penting pariwisata telah bergeser secara dinamis. Pariwisata, yang mulanya memainkan peran politik, semakin menjadi penting bagi perekonomian dan belakangan ini, memainkan peran sosial budaya yang makin meningkat, menempatkan masyarakat, sebagai subyek pembangunan. Di masa mendatang, peran ekonomi pariwisata akan menjadi lebih strategis ketika cadangan sektor primer menurun; pariwisata diharapkan akan memainkan peran lebih besar dalam penghasilan devisa non migas. Pariwisata di Indonesia Bab 1 12 Peringkat ke-6 di tahun 2006 dan ke-5 di tahun 2007. 22 Mengukur Lapangan Kerja dalam Industri Kepariwisataan lebih dari Neraca Satelit Pariwisata: Studi Kasus Indonesia Pariwisata dan pembangunan wilayah Karena pariwisata dapat dan mungkin dikembangkan di wilayah-wilayah tanpa sumber daya alam untuk industri primer atau industri pengolahan, tetapi memiliki keindahan alam dan keunikan sosialbudaya (kemungkinan di daerah pelosok), maka pariwisata juga diharapkan untuk memainkan peran dalam pengembangan wilayah dan untuk mengurangi ketidakseimbangan antar wilayah. Pariwisata dapat berfungsi sebagai mesin pertumbuhan bagi berbagai wilayah yang kurang berkembang tetapi dikaruniai daya tarik

alam dan/atau budaya (sumber daya untuk pembangunan pariwisata), apabila disediakan prasarana dan akses pasar. Pariwisata untuk Kesadaran Nasional dan Budaya Pariwisata domestik Indonesia terus meningkat dengan mantap seiring dengan meningkatnya pendapatan yang dapat dibelanjakan kelas menengah Indonesia dan pembangunan infrastruktur. Pemerintah memprioritaskan pariwisata untuk mendorong pemahaman antara berbagai kelompok penduduk yang tinggal di berbagai daerah/wilayah, mendorong persatuan dan cinta tanah air. Hal ini penting bagi suatu negara dengan penduduk yang beraneka ragam dan berbagai kelompok etnis dengananekaragam tradisi dan budaya yang memiliki potensi memicu kon ik, bila diletakkan dalam sudut pandang pariwisata keragaman alam dan sosial budaya, justru akan membuat suatu wilayah menarik bagi orang-orang dari wilayah lain. Sementara dimensi ekonomi pariwisata dapat diukur, peran sosial-budaya dan politiknya lebih sulit untuk diukur. Pariwisata dapat juga menjadi sarana untk meningkatkan pemahaman di antara warga negara Indonesia tentang negrinya sendiri. Pariwisata sebagai Cara untuk Mengurangi Urbanisasi Dalam konteks pembangunan pariwisata, sesuai dengan kebijakankebijakan umum/makro yang propertumbuhan, pro-kesempatan kerja, pro-masyarakat dan pro-lingkungan, pemerintah telah mengadopsi konsep pariwisata berbasis masyarakat. Konsep ini, menyatakan bahwa masyarakat yang tinggal di atau di dekat tujuan wisata diharapkan untuk dapat memainkan peran aktif dalam industri kepariwisataan dan mendapatkan manfaat sepantasnya dari pariwisata di daerah mereka, menjadi makin penting. Wisata pedesaan diharapkan bukan saja menciptakan lapangan dan

kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, tetapi juga memainkan peran tak langsung dalam mengurangi kecenderungan urbanisasi. Pariwisata juga dapat meningkatkan nilai tambah pada sektor-sektor lain, seperti misalnya dalam wisata-agro. Pariwisata sebagai Sarana Pelestarian Pariwisata dapat terjadi di mana saja mulai dari daerah metropolitan yang besar dengan akses internasional hingga ke daerah-daerah paling pelosok dengan akses terbatas, termasuk daerah cagar alam dan cagar budaya. Pengembangan wisata alam di kawasan ini dan di situs pusaka budaya memiliki nilai pendidikan yang signi kan, yaitu membantu masyarakat memahami pentingnya melindungi berbagai pusaka alam maupun budaya. Meskipun manfaat /keuntungan seperti ini belum sangat efektif, dalam beberapa kasus sudah ada pelajaran dalam bentuk praktik-praktik baik dan terbaik yang dapat direplikasikan di tempat lain. Kawasan yang dilindungi yang terletak di wilayah berpenduduk padat memiliki peluang pasar paling besar, sementara yang teletak di daerah pelosok/terpencil masih harus menghadapi ancaman eksploitasi ilegal Tak ada pengetahuan akan suatu negri seperti yang didapat dengan menjelajahinya, melihat luasnya dengan mata kepala sendiri, kekayaannya yang berlimpah dan beraneka ragam, dan lebih dari semua itu, orang-orangnya

yang penuh gairah hidup. (Samuel Bowles, Across the Continent, 1865)23 terhadap sumber daya pariwisata mereka akibat kurangnya supervisi dan kebutuhan akan sumber daya. Pendapatan pemerintah dari peluang pasar dapat membantu melestarikan kawasan yang menyediakan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakatnya, tetapi pada saat yang sama meningkatnya permintaan akan wisata alam (eco-pariwisata) juga memberikan tekanan pada daya dukung lingkungan. Pariwisata, Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Pekerjaan Tingkat pembangunan pariwisata di daerah/provinsi seluruh Indonesia sering kali digambarkankan menurut skala dan jumlah investasi; jumlah usaha formal, termasuk pembangunan tempat seperti resor, hotel dan akomodasi lain; restoran dan kafe; tempat hiburan dan pusat rekreasi; taman bermain dan berbagai usaha formal lainnya. Pemerintah terdahulu dan sekarang membuka peluang kepada usaha-usaha kecil dan dan mikro penyedia barang dan jasa kepada wisatawan untuk berkembang. Laporan-laporan tentang jumlah usaha informal tidak ada karena mereka dapat buka dan tutup setiap saat semau mereka. Meskipun usaha kecil dan mikro, yang umumnya informal ini, tidak menciptakan pendapatan bagi pemerintah, kehadiran mereka sangat berarti bagi wisatawan beranggaran rendah dan juga untuk menyerap pasokan tenaga kerja serta menciptakan pendapatan bagi kelompok masyarakat tertentu, sehingga menurunkan kemiskinan dan mengurangi beban kerja pemerintah, yang mengemban tugas menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk yang membutuhkan. Jumlah upah dan gaji keseluruhan dalam industri kepariwisataan mencapai Rp 70,42

triliun (USD 7.37 milyar), yaitu 4,64% dari jumlah total nasional (2008). Paradoks dalam memposisikan pariwisata di negeri ini adalah bahwa, di satu pihak, Indonesia harus bersaing secara internasional dengan tujuan objek wisata baru maupun yang sudah matang untuk mendapatkan porsi pasar internasional yang memadai/besar, dimana untuk itu diperlukan praktek profesional dengan standar pelayanan berkualitas. Di lain pihak, negeri ini menghadapi masalah kemiskinan dan perlu mencari/ menciptakan pekerjaan bagi penduduk yang paling lemah, yang sering kali memiliki pendidikan rendah dan, dalam banyak kasus tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengisi peluang yang terbuka. Pada tahun 2008, pariwisata menyumbang 6,98% pada jumlah kesempatan kerja nasional secara keseluruhan. Fakta bahwa permintaan akan pariwisata di Indonesia bervariasi mulai dari pasar pariwisata highend hingga low-end, dari satu atau lain segi, dapat dianggap sebagai suatu berkat. Pariwisata high-end dengan tingkat pembelanjaan yang tinggi memiliki efek pelipatgandan (multiplier effect) besar yang mencakup seluruh kegiatan di klaster yang lebih terbatas, menyediakan pekerjaan terutama bagi orang-orang berpendidikan atau terlatih baik, sedangkan pasar low-end secara geogra s lebih tersebar. Meskipun efek pelipatgandaannya lebih rendah, pariwisata ini mencakup wilayah yang lebih luas dan menyertakan sektor informal dalam perekonomian lokal, menciptakan pekerjaan bagi mereka yang kurang berpendidikan atau yang kurang (atau bahkan tidak) terlatih. Oleh karena itu, kegiatan pariwisata bukan saja menciptakan pekerjaan bagi mereka yang terdidik/terlatih baik, tetapi juga bagi mereka yang berpendidikan minimum, yang akan kesulitan memasuki pasar tenaga kerja formal.

Besar dan cakupan pariwisata domestik di negeri ini telah membuka peluang bagi masyarakat setempat untuk menciptakan pekerjaan sendiri, memproduksi berbagai macam barang dan jasa bagi wisatawan. Bahkan, beberapa dari wirausahawan ini, yang mulai dengan bisnis dengan skala sangat kecil, telah tumbuh menjadi pemain internasional. Beberapa contoh pertumbuhan ini dapat dilsaksikan dalam usaha makanan ringan kemasan, kerajinan tangan dan bahkan pertunjukan budaya tradisional yang menarik minat wisatawan internasional. Banyak kegiatan produksi makanan dan kerajinan tangan melibatkan pekerja informal, yang menyertakan pekerja perempuan dalam jumlah signi kan atau bahkan dominan, yang bekerja secara di luar tugas rumah tangga dan tanggung jawab keluarga. Meskipun dalam banyak kasus pendapatan yang dihasilkan dari kerja informal tidaklah besar, bagi keluarga miskin hingga yang sangat miskin, pendapatan kecil seperti ini merupakan kontribusi sangat berarti, apakah 24 Mengukur Lapangan Kerja dalam Industri Kepariwisataan lebih dari Neraca Satelit Pariwisata: Studi Kasus Indonesia untuk menyekolahkan anak atau untuk mendapatkan peluang yang tanpa itu tak mungkin mereka bayar (pelatihan pemandu wisata, program pemberdayaan masyarakat, dll). Dari dimensi ekonomi, pariwisata memiliki efek terhadap produksi barang dan jasa, sebesar 4,81% dari total angka nasional, dan berdampak pada nilai tambah sektor, sebesar 4,49 % dari PDB Indonesia. Pariwisata juga menyumbang 4,25% pendapatan nasional dari pajak (BPS, 2008).

Peranan Pemerintah Dalam Pariwisata 1. Peranan Pemerintah dalam Ekonomi Pariwisata Dalam dasawarsa terakhir ini banyak negara berkembang menaruh perhatian yang khusus terhadap industri pariwisata. Hal ini jelas kelihatan dengan banyaknya program

pengembangan kepariwisataan di negara tersebut. Negara yang satu seolah-olah hendak melebihi negara yang lain untuk menarik kedatangan lebih banyak wisatawan, lebih banyak tinggal dan lebih banyak menghamburkan uangnya. Sayang bahwa banyak program kurang masak dipertimbangkan, khususnya mengenai keuntungan yang akan diperoleh apakah lebih besar daripada perusakan yang ditimbulkannya. Dalam hal mencari tempat-tempat rekreasi ada kecendrungan untuk menjadikan cahaya matahari dan laut untuk menjadi daya tarik wisata. Dengan cara demikian potensi yang dimiliki dapat dikembangkan sebagai aktivitas perekonomian dalam membangun kepariwisataan menjadi sesuatu yang mudah untuk dapat menghasilkan devisa yang sifatnya quick yielding. Disamping itu kita mengetahui, bahwa bahan baku industri pariwisata tidak akan pernah habis-habis, sedangkan bahan baku industri lain terbatas. Untuk menggalakkan pembangunan perekonomian dengan suatu pertumbuhan yang berimbang kepariwisataan dapat diharapkan memegang peranan yang menentukan dan dapat dijadikan sebagai katalisator untuk mengembangkan pembangunan sektor-sektor lain secara bertahap. Seperti terjadi pada sektor lain, kebijakan pemerintah pada sektor pariwisata ada yang memberikan dampak langsung dan ada pula yang memberikan dampak tidak langsung. Selain dari hal diatas ada kemungkinan suatu kebijakan ekonomi pemerintah memberikan dampak langsung pada sektor lain tetapi dapat memberikan dampak tidak langsung bagi sektor pariwisata. Tujuan pokok dari kebijakan ekonomi pemerintah terhadap pariwisata adalah untuk memaksimalkan kontribusi pariwisata terhadap ekonomi nasional. Tujuan kontribusi ini termasuk : (a) Optimalisasi kontribusi dalam neraca pembayaran (b) Menyiapkan perkembangan ekonomi regional dan neraca pembayaran regional. (c) Menyiapkan tenaga kerja (d) Peningkatan dan pendistribusian pendapatan. (e) Kontribusi terhadap kesejahteraan sosial (f) Memaksimalkan peluang pendapatan fiscal Di dalam pengembangan pariwisata harus merupakan pengembangan yang berencana secara menyeluruh , sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial dan cultural. Perencanaan tersebut harus mengintegrasikan pengembangan pariwisata kedalam suatu program pembangunan ekonomi, fisik, dan sosial dari suatu negara. Di samping itu, rencana tersebut harus mampu memberikan kerangka kerja kebijakan pemerintah, untuk mendorong dan mengendalikan pengembangan pariwisata. Peranan pemerintah dalam mengembangkan pariwisata dalam garis besarnya adalah menyediakan infrastuktur (tidak hanya dalam bentuk fisik), memperluas berbagai bentuk fasilitas, kegiatan koordinasi antara aparatur pemerintah dengan pihak swasta, pengaturan dan promosi umum ke luar negeri. Tidak dapat dipungkiri bahwa hampir diseluruh daerah Indonesia terdapat potensi pariwisata, maka yang perlu diperhatikan adalah sarana transportasi, keadaan

infrasruktur dan sarana-sarana pariwisata. Pemerintah dalam pariwisata digambarkan sebagai berikut : REGULASI Lisensi, perencana, klasifikasi system, pengupahan PENERIMAAN Pajak, Retribusi PENGELUARAN Infrastruktur, Investasi, bantuan, pinjaman REDISTRIBUSI Pajak, kesejahteraan, pelatihan EKONOMI Pemasok Konsumen 2. Pajak dalam Pariwisata Banyak pemerintah memanfaatkan pariwisata sebagai : - Sumber pendapatan - Sumber biaya bagi sektor lain. Tetapi di beberapa negara pariwisata masih tidak menonjol aktivitas kegiatan sehingga peranan dalam perolehan pendapatan tidak terperhatikan. Sebaliknya dalam rangka otonomi daerah , pariwisata banyak diandalkan sebagai unsure utama dalam PAD. Pajak dalam pariwisata bisa dalam bentuk : - Pajak atas produk pariwisata biasa dalam bentuk - Pajak dibebankan kepada konsumen yang bertindak sebagai wisatawan - Pajak dibebankan kepada pemakai jasa pariwisata. Beberapa negara mengatur pajak atas lalu lintas perjalanan terutama untuk perjalanan keluar. - Indonesia menerapkan pembayaran fiskal (hakekatnya sama dengan pajak/bagi warga negaranya yang bepergian keluar)

- Paraguay dann Venezuela memberlakukan pajak kedatangan (arrival tour) bagi semua wisatawan. - Hampir semua negara memberlakukan pajak keberangkatan (departure tax) dalam bentuk airport tax / harbour tax. 3. Pengeluaran Pemerintah dalam Pariwisata Dari satu sisi pemerintah memperoleh pendapatan dari pariwisata, tetapi disisi lain pemerintah banyak mengeluarkan untuk pariwisata. Tiga pengeluaran besar pemerintah bagi pariwisata adalah : - Investasi dan pemeliharaan infrastruktur - Fasilitas pengembangan pariwisata - Pemasaran pariwisata Investasi infrastruktur pada umumnya disiapkan pemerintah bagi kepentingan ekonomi seluruh sektor tidak hanya sektor pariwisata saja. Hanya bagian kecil dalam aktivitas pariwisata infrastrukturnya dibangun oleh sektor pariwisata. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mendukung sepenuhnya pengembangan pariwisata, karena melihat akan tumbuhnya pendapatan dari kegiatan pariwisata yang terwujud dari adanya pengembangan tersebut. Untuk ini pemerintah akan memberi bantuan pengeluaran bagi pengembangan pariwisata tersebut. Pengeluaran pemerintah dalam pengembangan pariwisata : a. Pengeluaran langsung : - Subsidi / bantuan - Partisipasi pemerintah dalam menyeimbangkan pembangunan - Bunga Bank - Bantuan bagi penelitian - Bantuan bagi pendidikan dan pelatihan b. Reduksi dari reabilitas - Reduksi pajak - Bebas pajak bagi barang / jasa tertentu c. Jaminan / Garansi - Jaminan atas pinjaman komesrsial

- Jaminan ijin atas pekerja asing Pengeluaran bagi pemasaran pariwisata yang dikerjakan pemerintah, antara lain untuk : - Riset dan kegiatan pemasaran (NTO) - Public Relation - Iklan dan promosi lainnya - Komunikasi dan distribusinya - Pengembangan produk 4. Pengawasan Ekonomi Dalam Pariwisata Pemerintah turut campur dalam sektor pariwisata untuk tujuan perlindungan terhadap konsumen dengan membuat peraturan (memperbaiki peraturan lama / melakukan deregulasi) menyangkut : a. Peraturan perlindungan terhadap konsumen b. Peraturan tentang keteraturan pemasaran Peraturan tersebut diatas mengemukakan jaminan atas : - Pemasok barang / jasa - Kuantitas barang / jas serta uang yang diperdagangkan - Harga yang diciptakan - Kondisi barang / jasa yang diperdagangkan - Pembayaran (perlindungan atas pembayaran dimuka) - Lisensi usaha berfungsi sebagai perlindungan konsumen - Klasifikasi fasilitas akomodasi - Pengaturan harga atas pasokan produk Deregulasi dalam pariwisata (perjalanan) ini memberikan dampak yang bermanfaat bagi konsumen dalam hal : - Penurunan tarif transportasi (udara) dengan penurunan biaya promosi, membuat konsumen lebih bergairah mengadakan perjalanan.

- Integrasi antar perusahaan perjalanan atau integrasi antar perusahaan perjalanan dengan perusahaan komponen paket wisata lainnya akan menimbulkan suatu produk yang bersaing dengan produk paket wisata biasa. - Peraturan subsidi silang antar rute penerbangan dengan rute penerbangan yang tidak menguntungkan akan menyebabkan keberlangsungan operasi penerbangan bagi kedua rute tersebut. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari pemaparan paper di atas dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Meskipun tidak terdapat hubungan langsung antara perubahan ekonomi nasional dengan pengembangan pariwisata , setidaknya perubahan ekonomi yang terjadi mengkondisikan perubahan kegiatan usaha pariwisata. 2. Peranan-peranan Pemerintah dalam pariwisata, adalah sebagai berikut : a. Peranan Pemerintah dalam ekonomi pasar b. Pajak dalam pariwisata c. Pengeluaran Pemerintah dalam pariwisata d. Pengawasan Pemerintah dalam pariwisata. 3. Pariwisata dapat dipandang sebagai industri dalam lingkupan kepariwisataan yang menunjang perekonomian dalam pembangunan. 3.2 Saran-Saran Dengan telah diketahuinya peranan pemerintah dalam kepariwisataan, maka diharapkan segenap pelaku-pelaku pariwisata, khususnya di Indonesia agar menaati dan memperhatikan kebijakan-kebijan pemerintah dalam hubungannya dengan pariwisata sebagai salah satu industri di Indonesia.

Artikel Pariwisata: Peran Masyarakat dalam Pariwisata


Oleh I Nengah Subadra

Masyarakat merupakan sekelompok orang yang berada di suatu wilayah geografi yang sama dan memanfaatkan sumber daya alam lokal yang ada di sekitarnya. Di negaranegara maju dan berkembang pada umumnya pariwisata dikelola oleh kalangan swasta yang memiliki modal usaha yang besar yang berasal dari luar daerah dan bahkan luar negeri. Sehingga masyarakat lokal yang berada di suatu daerah destinasi pariwisata tidak dapat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata. Ketidakterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata sering kali menimbulkan opini bahwa masyarakat lokal bukan termasuk stakeholders dari pariwisata dan merupakan kelompok yang termarjinalisasi dari kesempatan bisnis dalam bidang pariwisata. Pada dasarnya masyarakat lokal memiliki pengetahuan tentang fenomena alam dan budaya yang ada di sekitarnya. Namun mereka tidak memiliki kemampuan secara finansial dan keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan budaya. Sejak beberapa tahun terakhir ini, potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal tersebut dimanfaatkan oleh para pengelola wilayah yang dilindungi (protected area) dan pengusaha pariwisata untuk diikutsertakan dalam menjaga kelestarian alam dan biodiversitas yang ada di daerahnya. Masyarakat lokal harus terlibat secara aktif dalam pengembangan pariwisata. Lebih jauh, pariwisata juga diharapkan memberikan peluang dan akses kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan usaha pendukung pariwisata seperti; toko kerajinan, toko cindramata (souvenir), warung makan dan lain-lain agar masyarakat lokalnya memperoleh manfaat ekonomi yang lebih banyak dan secara langsung dari wisatawan yang digunakan untuk meningkatkan kesejastraan dan taraf hidupnya. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam pariwisata sangat berbeda dan ini tergantung dari jenis potensi, pengalaman, pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh individu atau masyarakat lokal tersebut. Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata dapat dilakukan dengan cara: a. menyewakan tanahnya kepada operator pariwisata untuk dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik pariwisata serta turut serta memantau dampak-dampak yang ditimbulkan sehubungan dengan pengembangan pariwisata tersebut; b. bekerja sebagai karyawan tetap atau paruh waktu di perusahaan operator pariwisata tersebut; c. menyediakan pelayanan jasa kepada operator pariwisata seperti; pelayanan makanan, transportasi, akomodasi dan panduan berwisata (guiding); d. membentuk usaha patungan (joint venture) dengan pihak swasta, yang mana masyarakat lokal menyediakan lokasi dan pelayanan jasanya sedangkan pihak swasta menangani masalah pemasaran produk dan manajemen perusahaan; e. mengembangakan pariwisata secara mandiri dengan mengutamakan pengembangan pariwisata berbasiskan kemasyarakatan (community-based tourism). Sumber: Subadra, I Nengah. 2006. Ekowisata Hutan Mangrove dalam Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan: Studi Kasus di Mangrove Information Center, Desa Pemogan,

Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. (tesis) S2 Kajian Pariwisata: Universitas Udayana.

You might also like