You are on page 1of 8

Bank Syariah A. Pengertian dan Sejarah Berdirinya Bank Syariah 1.

Pengertian Bank Syariah Kata bank berasal dari kata banque dalam bahasa Perancis, dan dari kata banco dalam bahasa Italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau bangku menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti emas, berlian, uang, dan lain sebagainya. Dalam Al-Quran, istilah bank tidak disebutkan secara eksplisit. Tetapi, jika yang dimaksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban, maka semua itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, shodaqoh, ghonimah (harta rampasan perang), bai (jual-beli), maal (harta) dan lain sebagainya yang memiliki fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu dalam kegiatan ekonomi. Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 2. Sejarah Berdirinya Bank Syariah a. Berdirinya Bank Syariah di Dunia Pemikir-pemikir Muslim yang menulis tentang gagasan bank yang

menggunakan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama, misalnya Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). Begitu juga dengan Mawdudi (1961) dan Muhammad Hamidullah (1962). Mereka bisa dikategorikan sebagai gagasan pendahulu perbankan Islam. Sejarah perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yaitu upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non-konvensional. Rintisan bank syariah lainnya adalah adalah Mit Ghamr Lokal Saving Bank di Mesir pada tahun 1963 yang didirikan oleh Dr. Ahmad el-Najar. Permodalan bank ini dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.

Untuk lebih mempermudah berkembangnya bank syariah di negara-negara Muslim, perlu ada usaha bersama di antara negara Muslim. Maka pada bulan Desember 1970, pada Sidang Menteri Luar Negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi-Pakistan, delegasi Mesir mengajukan proposal untuk mendirikan bank syariah. Dan pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI yang selanjutnya yang bertempat di Benghazi-Libya pada bulan Maret 1973 diputuskan agar OKI memiliki bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan. Pada bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili negara-negara Islam penghasil minyak bertemu di Jeddah-Arab Saudi untuk membicarakan pendirian bank syariah. Akhirnya, pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Jeddah tahun 1974 disetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 miliar dinar.

b. Berdirinya Bank Syariah di Indonesia

Gagasan untuk mendiirkan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Dan gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi pada tahun 1988, di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industry perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di CIsarua-Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dan dibentuklah suatu kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.

Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja tim perbankan MUI. Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991 dan mulai beroperasi pada 1 Mei 1992. Dalam menjalankan perannya , bank syariah berlandaskan pada UU Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil yang kemudian dijabarkan dalam S.E. BI No. 25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993. B. Fungsi Bank Syariah Fungsi bank syariah diantaranya tercantum dalam pembukuan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), sebagai berikut : 1. Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah. 2. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan padanya. 3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya. 4. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola zakat serta dana-dana sosial lainnya. C. Tujuan Bank Syariah Bank syariah mempunyai beberapa tujuan, diantaranya sebagai berikut :
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi untuk ber-muamalah secara Islam, khususnya muamalah

yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek riba atau jenis usaha/perdagangan yang mengandung unsure ghoror (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.

2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana. 3. Untuk meningkatlan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar, terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya usaha yang mandiri.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program

utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti pembinaan pengusaha, pembinaan pedagang perantara, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama. 5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan. 6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah. D. Ciri-ciri Bank Syariah Bank syariah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam

bentuk nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-manawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak. 2. Penggunaan presentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena preentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.
3. Di dalam kontra-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan

berdasarkan keuntungan yang pasti ditetapkan di muka, karena pada hakikatnya yang

mengetahui tentang untung-ruginya suatu proyek yang dibiayai oleh bank hanyalah Allah SWT semata.
4. Pengarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan dianggap

sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanahkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah sehingga pada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti.
5.

sudut syariahnya. Selain itu, manajer dan pimpinan bank Islam harus menguasai dasardasar muamalah Islam.

6. Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak pemilik modal dengan

pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi khusus yaitu, fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.
E. Produk Jasa yang Ditawarkan Bank Syariah

1) Al-sharf Arti harfiah dari sharf adalah penambahan, penukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli. Sharf adalah penjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis, misalnya rupiah dengan rupiah maupun yang tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya yang harus dilakukan pada waktu yang sama. Landasan hukum

Al- hadits : Jual-beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, anggur dengan anggur, apabila satu jenis harus sama kualitas dan kuantitasnya dan

dilakukan secara tunai. Apabila jenis berbeda, maka jual lah dengan kehendakmu dengan syarat secara tunai (HR. Jamaah)
-

Ketentuan Umum 1) Nilai tukatr yang di jual-belikan harus dikuasai, baik oleh pembekli maupun oleh penjual, sebelum keduanya berpisah. Penguasaan itu dapat berbentuk penguasaan secara material maupun hukum. Penguasaan secara material, misalnya pembeli langsunhg menerima dolar AS yang dibeli dari penjual langsung menerima uang rupiah. Adapun penguasaan hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek. 2) Apabila mata uang atau valuta yang diperjual-belikan itu dari jenis yang sama, maka jual-beli mata uang itu harus dilakukan dalam mata uang sejenis yang kualitas dan kuantitasnya sama sekalipun model dari mata uang itu berbeda.
3) Dalam sharf tidak boleh dipersyaratkan dalam akadnya adanya hak khiar syarat

(khiar) bagi pembeli. Khiar syarat adalah hak pilih bagi pembeli untuk dapat melanjutkan jual-beli mata uang tersebut setelah selesai berlangsungnya jual-beli yang terdahulu atau tidak melanjutkannya jual-beli itu, yang syarat itu diperjualbelikan ketika berlangsungnya transaksi terdahulu tersebut. 4) Tidak ada tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang dipertukarkan, karena bagi sahnya sharf penegasan objek akad harus dilakukan secara tunai dan perbuatan saling menyerahkan itu harus berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual-beli valuta berpisah. 2) Al-Ijarah Jenis kegiatan antara lain menyewakan kontan simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa-jasa tersebut. F. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Dari tahun 1990 peserta lokakarya MUI sepakat untuk segera mendirikan Bank Syariah, kemudian tahun 1992 pengenalan dual Banking system yaitu bank muamalat berdiri sebagai hasil pertemuan tahunan MUI pada bulan Agustus 1990. Pada tahun 1998 diizinkan bank beroperasi secara dual system sesuai dengan UU no. 10/1998 bank Indonesia mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional. Kemudian tahun 1999, kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan UU no.23/1999 yaitu : BI bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan perbankan termasuk bank syariah.
-

BI dapat menetapkan kebijakan moneter dengan menggunakan prinsip syariah. Dibuka kantor cabang bank syariah pertama kali. Kemudian tahun 2000, keluarnya reg.operasional dan kelembagaan seperti : BI membuat dan menetapkan peraturan kelembagaan perbankan syariah, pengembangan PUAS dan SWBI. Setelah itu tahun 2001 pendirian BPS di BI.

BAIQ INTAN ANJASTARIA NINGSIH ( A1B010006) ABDUL RAHMAN SIDIK A1B010110 SUHIRMAN A1B010044 ABDURRAHMAN A1B010038 ZAENAL AFOANDI A1B010012 AHMAD NISPU A1B010 AZWAR HADI A1B010068

You might also like