You are on page 1of 18

BAB 1V TEORI EKONOMI BIAYA TRANSAKSI

Salah satu alat analisis yang populer dalam ilmu ekonomi keIembagaan adalah ekonomi biaya transaksi (transaction cost economics). Alat analisis ini sering digunakan untuk mengukur efisien tidaknya desain kelembagaan. Semakin tinggi biaya transaksi yang terjadi dalam kegiatan ekonomi (transaksi), berarti kian tidak efisien kelembagaan yang didesain, demikian sebaliknya. Meskipun begitu alat analisis ini dalam operasionalisasi masih mengalami beberapa hambatan. Hambatan tersebut dapat dipilah dalam tiga level. Pertama, secara teoretis masih belum terungkap secara tepat definisi dan biaya transaksi itu sendiri. Dengan belum adanya makna yang definitif berarti masih timbul cara pandang yang berlainan antarahli ekonomi kelembagaan. Kedua, setiap kegiatan (transaksi) ekonomi selalu bersifat spesifik sehingga variabel dan biaya transaksi juga berlaku secara khusus. Tanpa ada definisi yang jelas tentang biaya transaksi menyebabkan kesulitan untuk merumuskan variabel-variabelnya. Ketiga, meskipun definisi dan vaniabel sudah dapat dirumuskan dengan baik dan jelas, masalah yang muncul adalah bagaimana mengukurnya. Pengukuran ini merupakan isu yang sangat strategis karena akan menuntun kepada akurasi sebuah analisis kelembagaan, terutama untuk melihat efisiensinya.

Defenisi dan Makna Biaya Transaksi


Jika ditelusuri jauh ke belakang, sebetulnya teori ekonomi kelembagaan merupakan pemekaran dan teori biava transaksi (transaction costs) yang muncul akibat kegagalan pasar (Yeager, 1999:29-30). Seperti diketahui, pandangan neoklasik menganggap pasar berjalan secara sempurna tanpa biaya apa pun (costless) karena pembeli (consumers) memiliki informasi yang sempurna dan penjual (producers) saling berkompetisi sehingga menghasilkan harga yang rendah (Stone, et al., 1996:97). Akan tetapi, pada kenyataannya, faktanya adalah sebaliknya, dimana informasi, kompetisi, sistem kontrak, dan proses jual-beli dapat sangat asimetris. Inilah yang menimbulkan biaya transaksi, yang sekaligus dapat didefinisikan sebagai biaya-biaya untuk melakukan proses negosiasi, pengukuran, dan pemaksaan pertukaran. Singkatnya, teori biaya transaksi menggunakan transaksi sebagai basis unit analisis, sedangkan teori neoklasik memakai produk sebagai dasar unit analisis (GreIf 1998:3).

Berikutnya, teori ekonomi kelembagaan juga diformulasikan oleh teori Coase (Coase Theorem) yang mengklarifikasi tentang biaya transaksi dalam teori ekonoini neoklasik. Coase mendemonstrasikan bahwa inefisiensi dalam ekonomi neoklasik dapat terjadi tidak hanya diakibatkan adanya strukrur pasar yang tidak sempurna atau penjelasan standar lainnya, melainkan karena adanya kehadiran secara impIisit biaya transaksi (North, 1992:13- 14). Dalam kasus monopoli misalnya, inefisiensi tidak hanya terjadi akibat struktur pasar yang terkonsentrasi, namun juga oleh sebab kesulitan pihak monopolis menentukan jumlah pembeli dan harus menegosiasikan diantara mereka. Sedangkan pada kasus eksternalitas, inefisiensi terjadi jika biaya sosial produksi melebihi biaya privat produksi (eksternalitas negatif) sehingga perusahaan tidak mampu memberikan kompensasi bagi tambahan biava tersebut. Sebenarnya untuk mendefinisikan biaya transaksi sangatlah pelik sehingga untuk membedakan antara biaya transaksi dan biaya produksi dengan sendirinya juga sulit. Meskipun demikian, sebagai upaya untuk mengerjakan investigasi, konsep tentang biaya transaksi sangatlah berguna untuk mengenali bentuk dan struktur sebuah pertukaran/ transaksi (Furuborn danRichter, 1991:8). Sebelum melangkah kepada pengertian biaya transaksi, lebih baik bila dimulai dan mengenali tentang biaya produksi. Terdapat beberapa cara untuk memahami (biaya) produksi. Definisi yang paling umum adalah bahwa aktivitas ini menciptakan manfaat pada masa sekarang dan mendatang (faktor-fakror produksi) ke dalam output. Di antara input-input untuk proses produksi, ahli ekonomi memasukkan faktor produksi tanah, tenaga-kerja, modal, dan (kategori yang lebih sulit dipahami yang disebut) kewiraswastaan (Frank, 1999:282-283). Sedangkan transaksi sebagai unit analisis juga memiliki beberapa defenisi. Menurut Williamson (198 la: 552; 198 lb:1544 ; McCann dan Easter, 2002:5; Furubotn dan Richter, 2000:41), transaksi terjadi bila barang dan jasa ditransfer melalui teknologi yang terpisah. Satu tahap aktivitas berhenti dan tahap yang lain dimulai (Bagan 4.1). Selanjutnya, Coase (1988:35) menunjukkan bahwa jika pekerja pindah dan departemen (divisi) Y ke departemen (divisi) X, dia tidak pindah karena perubahan harga relatif, tetapi dia pindah karena diminta untuk melakukannya. Akhirnya, Commons (1932:4) menyatakan bahwa unit terakhir dan sebuah aktivitas harus mengandung ketiga prinsip, yaitu konflik (conflict), saling menguntungkan (mutually), dan ketertiban (order). Unit itu tidak lain adalah transaksi (Beckman, 2000:10).

BAGAN 4.1 PROSES KOORDINASI TRANSAKSI Transfer barang dan jasa

ai
Divisi yang terpisah secara teknologi

ai+1

Literatur ekonomi memberikan definisi yang beragam tentang biaya transaksi, sebagian besar penulis menggantungkan pada definisi-definisi yang sesuai dengan konseptualisasi teoretis. dan/atau yang relevan dengan kasus empirisnya. Oleh karena itu, apa yang pada awalnya diidentifikasi oleh Coase sebagai biaya mengorganisasi transaksi, telah diuji dan dikonsep ulang untuk merefleksikan ongkos yang terjadi dalam situasi yang spesifik. Misalnya, Coase menggunakan biaya transksi untuk mengonseptualisasikan kembali masalah eksternalitas dan juga termasuk aspek koordinasi interaksi manusia (coordinating human interaction). Di luar persoalan keragaman, beberapa definisi yang diberikan juga sangat umum sehingga menyulitkan untuk mengaplikasikan dalam kasus-kasus empiris. Contohnya adalah definisi-definisi seperti yani ditunjukkan oleh Williamson, bahwa biaya transaksi adalah biaya untuk menjalankan sistem ekonomi (the costs of runing the economic system) dan biaya untuk menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan (costs to a change incircumstances) (Dorfman, 1981; Challen, 2000; seperti dikutip oleh Mburu, 2002:41). Selanjutnya, North (1991 b: 20) mendefinisikan biaya transaksi sebagai ongkos untuk menspesifikasi dan memaksakan (enforcing) kontrak yang mendasari pertukaran, sehingga dengan sendirinya mencakup semua biaya organisasi politik dan ekonomi yang memungkinkan kegiatan ekonomi mengutip laba dan perdagangan (pertukaran). Ringkasnya, biaya transaksi adalah biaya untuk melakukan negosiasi, mengukur dan memaksakan pertukaran (exchange). Sedangkan menurut Mburu (2002:42), biaya transaksi dapat juga diartikan untuk memasukkan tiga kategori yang Iebih luas, yaitu: (1) biaya pencarian dan informasi; (2) biaya negosiasi (bargaining) dan keputusan atau mengeksekusi kontrak; dan (3) biaya pengawasan (monitoring), pemaksaan, dan pemenuhan/pelaksanaan (compliance). Secara lebih detall, proses negosiasi sendiri dapat sangat panjang dan memakan banyak biaya. Seluruh pelaku pertukaran harus melakukan tawar-menawar antara satu

dengan lainnya. Serikat kerja dan pihak manajemen perusahaan, misalnya, setiap saat harus melakukan proses negosiasi baru secara periodik. Kemudian pengukuran (measurement) juga dapat sangat mahal, karena menyangkut keinginan unruk mengetahui secara mendalam terhadap suatu barang dan jasa yang hendak diperjualbelikan. Pembeli mobil misalnya, Ia bukan sekadar ingin mengetahui mengenai harga, melainkan juga informasi lain tentang kondisi mesin, keiritan bahan bakar, kenyamanan mobil, kelengkapan interior, dan sebagainya. Akibat kekurangan informasi inilah yang menimbulkan tambahan biaya transaksi. Terakhir, penegakan pertukaran juga memunculkan biaya transaksi. Jika dalam sekali proses pertukaran seluruh kesepakatan dapat dilakukan dengan baik, maka biaya transaksi berikutnya dapat ditekan. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, dibutuhkan mekanisme pemaksaan yang menjamin proses pertukaran dapat berlangsung, yang tentu saja ini menimbulkan biaya transaksi. Furubotn dan Richter (seperti dikutip oleh Benham dan Benham, 2000:368) menunjukkan bahwa biaya transaksi adalah ongkos untuk menggunakan pasar (market transaction costs ) dan biaya melakukan hak untuk memberikan pesanan (orders) di dalam perusahaan (managerial transaction costs). Di samping itu, ada juga rangkaian biaya yang diasosiasikan menggerakkan dan menyesuaikan dengan kerangka politik kelembagaan (political transaction costs). Untuk masing-masing tiga jenis biaya transaksi tersebut dapat dibedakan menurut dua tipe: (1) biaya transaksi tetap (fixed transaction costs), yaitu investasi spesifik yang dibuat di dalam menyusun kesepakatan kelembagaan (institutional arrangements); dan (2) biaya transaksi variabel (variable transaction costs), yakni biaya yang tergantung pada jumlah dan volume transaksi. Pada poin ini, sifat dan biaya transaksi sama dengan ongkos produksi. Pada keduanya mengenal konsep biaya tetap dan biaya variabel. Akan tetapi, dalam identifikasi yang mendalam, tentu membedakan antara biaya tetap dan variabel dalam biaya transaksi tidak semudah apabila membandingkannya dalam biaya produksi. Secara spesifik, biaya transaksi pasar (market transaction costs) dapat dikelompokkan secara lebih rinci sebagai berikut: Biaya untuk menyiapkan kontrak (secara sempit dapat diartikan sebagai biaya untuk pencarian/ searching dan informasi). Biaya untuk mengeksekusi kontrak/concluding contracts (biaya negosiasi dan pengambilan kepurusan). Biaya pengawasan (monitoring) dan pemaksaan kewajiban yang tertuang dalam kontrak (enforcing the contractual obligations).

Biaya transaksi manajerial (managerial transaction costs) meliputi: (1) biaya penysunan (setting up), pemeliharaan, atau perubahan desain organisasi. Ongkos ini juga berhubungan dengan biaya operasional yang lebih luas, yang biasanya secara tipikal masuk dalam fixed transaction costs; dan (2) biaya menjalankan organisasi, yang kemudian dapat dipilah dalam dua subkategori: (a) biaya informasi dan (b) biaya yang diasosiasikan dengan transfer fisik barang dan jasa yang divisinya terpisah (across a separable interface). Terakhir biaya transaksi politik (political transaction costs) berhubungan dengan penyediaan organiasi dan barang publik yang diasosiasikan dengan aspek politik. Secara umum, biaya transaksi politik ini tidak lain adalah biaya penawaran barang publik yang dilakukan melalui tindakan kolektif (collective action), dan dapat dianggap sebagai analogi dan biaya transaksi manajerial. Secara khusus, biaya ini meliputi: (1) biaya penyusunan, pemeliharaan, dan perubahan organisasi politik formal dan informal (2) biaya untuk menjalankan politik (the costs of running polity). Biaya ini adalah pengeluaran masa sekarang untuk hal-hal yang berkaitan dengan tugas kekuasaan (duties of sovereign) [Furobotn, dan Richter, 2000: 44-47]. Berikutnya, Williamson (1991) dan North dan WaIlis (1994) menyampaikan perbedaan yang mendasar antara biava proses produksi (juga biasa disebut biaya transformasi/transformation costs) dan biaya transaksi. Dalam kerangka relasi antara perubahan teknis dan kelembagaan, North dan Wallis (1994) memandang biaya transaksi sebagai ongkos untuk lahan, tenaga kerja, kapital, dan keterampilan kewirausahaan (entrepreneurship) yang diperlukan untuk mentranser hak-hak kepemilikan (property rights) dan satu atau kelompok orang ke pihak yang lain. Dengan kata lain, biaya transaksi muncul karena adanya transfer kepemilikan atau, lebih umun, hak-hak kepemilikan. Jika diperluas dengan memasukkan biaya perlindungan terhadap hak-hak kepemilikan (protection of property rights), maka Mburu dan Birner menganggap biaya transaksi sebagai ongkos yang muncul dan penciptaan dan implementasi kesepakatan kelembagaan (institutional arrangements). Oleh karena itu, yang dimaksud biaya transaksi adalah biaya atas lahan, tenaga kerja, kapital, dan keterampilan kewirausahaan yang diperlukan untuk memindahkan (transfer) secara fisik input menjadi output (Mburu, 2002:42). Literatur ekonomi biaya transaksi mengidentifikasi tiga biaya yahg sangat penting dalam proses pertukaran (Dietrich,1994:21). Pertama, biaya yang muncul atas seluruh perbedaan yang terjadi belakangan setelah hubungan kontrak diputuskan dan biaya perencanaan untuk menyelesaikan bagaimana persoalan perbedaan tersebut harus diselesaikan. Kedua, biaya

negosiasi dengan pihak lain berkenaan dengan rencana yang dibuat. Ketiga, biaya pembuatan rencana yang dalam iniplementasinya dapat ditegakkan oleh pihak ketiga (seperti pengadilan/hakim) apabila terjadi perselisihan (Hart, 1995:680). Dan sudut pandang yang lain, biaya transaksi tersebut dapat pula dipisahkan meiijadi biaya transaksi sebelum kontrak (ex-ante) dan setelah kontrak (ex-post). Biaya transaksi ex_ante adalah biaya membuat draf, negosiasi, dan mengamankan kesepakatan. Sedangkan biaya transaksi ex-post meliputi biayabiaya sebagal berikut: 1) Biaya kegagalan adaptasi (maladaption) ketika transaksi menyimpang dan kesepakatan yang telah dipersyaratkan. 2) Biava negosiasi/tawar-menawar (haggling costs) yang terjadi jika upaya bilateral dilakukan untuk mengoreksi penyimpangan setelah kontrak (ex-post). 3) Biaya untuk merancang dan menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan struktur tata kelola pemerintahan (tidak selalu pengadilan) apabila terjadi sengketa. 4) Biaya pengikatan agar komitmen yang telah dilakukan dapat dijamin.

Rasionalitas Terbatas dan Perilaku Oportunistis


Dua asumsi perilaku ketika analisis biaya transaksi beroperasi (dan tanpa asumsi ini studi tentang organisasi ekonomi bakal tidak terarah) adalah rasionalitas terbatas (bounded rationality) dan perilaku oportunis (opportunistic) [WIlliamson, 1981b:1545], yang secara umum termanifestasikan dalam wujud menghindari kerugian (adverse selection), penyimpangan moral (moral hazard), penipuan, melalaikan kewajiban, dan bentuk-bentuk perilaku straregis lain; untuk menjelaskan pilihan sistem kontrak dan struktur kepemilikan perusahaan. Bounded Rationality sendiri merujuk kepada tingkat dan batas kesanggupan individu untuk menerima, menyimpan, mencari kembali, dan memproses informasi tanpan kesalahan (Williamson, 1973:3 17). Konsep bounded rationality ini didasarkan pada dua prinsip: (i) individu atau kelompok yang terdiri atas beberapa individu, memiiki batas-batas kemampuan untuk menproses dan menggunakan informasi yang tersedia. Kapasitas komputasi (penghitungan) yang terbatas ini eksis karena kesulitan dalam memahami dan memanipulasi data yang terlibat dalam suatu situasi biasa (trivial). Ringkasnya, informasi yang tersedia sangart kompleks untuk dikelola (informational complexity); dan (ii) tidak mungkin menyatakan bahwa semua negara di dunia dan semua hubungan sebab akibat yang relevan dapat diidentifikasi (sehingga kemungkinan dapat dikalkulasi) dengan bersandarkan kepada

kejadian sebelumnya. Implikasinya setiap pelaku ekonomi akan selalu menghadapi informasi yang tidak lengkap (incomplete information) atau dengan kata lain terjadi ketidakpastian informasi (informational uncertainty [DietriCh, 1994:1 9j.
BAGAN 4.2 PASAR VS PARADIGMA HIERARKI PASAR HIERARKI I1 I1 I2 I3 I1 Aliran barang Aliran uang I2 I3

batas-batas perusahaan

Sedangkan perilaku oportunistis adalah upaya mendapatkan keuntungan melalui praktik yang tidak jujur dalam kegiatan transaksi. Namun, laba yang didapat dari keuntungan yang bersifat keunggulan produktif (misalnya, lokasi yang unik atau keterampilan yang berbeda) tidak dianggap sebagai sikap oportunistis (Williamson, 1973:317). Menurut Williamson (dalam Kherallah dan Kirsten, 2001:12-13), selalu akan terjadi trade-off antara biaya koordinasi dan hierarki di dalam organisasi, antara biaya ransaksi dan pembuatan kontrak di pasar (Bagan 4.2). Trade-off tersebut tergantung kepada besarnya biaya transaksi (magnitude of transaction costs). Untuk memudahkan atau menyulitkan pembuatan kontrak tersebut, bentuk-bentuk kontrak biasanya ditentukan oleh tingkat dan sifat biaya transaksi yang eksistensinya dipengaruhi oleh keberadaan informasi yang tidak sempurna (yang implisit selalu ada dalam proses transaksi). Dengan cara pandang ini, inti dari ekonomi biaya transaksi tidak lain adalah biaya-biaya yang muncul berkenaan dengan informasi. Dalam posisi ini, ekonomi biaya transaksi berusaha untuk memahami permainan (interplay) antara faktorfaktor kelembagaan dengan pertukaran pasar dan nonpasar di bawah asumsi adanya biaya transaksi (positive transaction costs). Jadi, desain kelembagaan pertukaran tersebut pada akhirnya akan menentukan seberapa besar ringkas biaya transaksi yang ditimbulkan.

Lebih dalam lagi, North (1990b:27) menolak asumsi adanya informasi sempurna dan pertukaran tanpa biaya (costless exchange) yang dibuat oleh model pasar persaingan sempurna. Sebaliknya, dia melihat adanya biaya transaksi dalam pertukaran akibat adanya informasi yang tidak sempurna. North menyatakan bahwa biaya mencari informasi merupakan kunci dan biaya transaksi, yang terdiri atas biaya untuk mengerjakan pengukuran kelengkapan-kelengkapan (attributes) yang dipertukarkan dan ongkos untuk melindungi hak-hak kepemilikan (property rights) dan menegakkan kesepakatan (enforcing agreements). Oleh karena itu, agar pertukaran atau perdagangan dapat terjadi dengan biaya transaksi yang murah, masing-masing pelaku ekonomi harus mengeluarkan sumber daya dalam tiga wilayah yang tergolong kegiatan kontrak (Poulton, et al., 1998:12): Mengukur atribut yang dapat diniai sehingga proses pertukaran/transaksi terjadi. Dalam hal ini cukup penting (dalam perspektif ekonomi kelembagaan baru) untuk mengetahui bahwa barang dan jasa tersebut tidak homogen, tetapi memiliki artribut yang bervariasi. Dalam kasus pemasaran sektor pertanian misalnya, atribut yang paling penting berhubungan dengan kualitas produk yang dipertukarkan. Sering kali, kegiatan pertukaran gagal dieksekusi karena masing-masing pihak (pelaku ekonomi) tidak memiliki informasi yang lengkap tentang atribut barang dan jasa tersebut. Melindungi hak-hak terhadap barang dan jasa yang telah dipertukarkan. Meregulasi dan menegakkan kesepakatan. Dengan begitu, faktor paling penting yang mempengaruhi besaran biaya transaksi adalah sifat hak-hak kepemilikan di dalam masyarakat. Ahli-ahli kelembagaan baru (new institutionalists) percaya bahwa perubahan kesepakatan kelembagaan mengenai hak-hak kepemilikan akan memiliki dampak nerhadap pencapaian (outcome) ekonomi; Aichian dan Demsetz menggunakan undang-undang enclosure di Inggris sebagai salah satu contoh (Hira dan Hira, 2000:270). Bagi aliran kelembagaan baru, begitu pula teori-teori tindakan kolektif (collective action), pemapanan dan penegakan hak-hak kepemilikan swasta (private property rights) adalah sangat vital dalam pembentukan biaya transaksi dan untuk menjamin keamanan yang dibutuhkan bagi investasi jangka panjang. Tidak adanya jaminan hak-hak kepemilikan atau kemampuan untuk menegakkan hak kepemilikan dengan biaya rendah dapat menjadi penyebab utama dan keterbelakangan suatu negara. Oleh karena itu, bagaimana biaya transaksi dapat ditangani oleh masyarakat akan memainkan peran yang penting dalam menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan pemaham ini, menjadi sangat wajar apabila mazhab ekonomi kelembagaan baru memberikan apresiasi yang tinggi terhadap masalah hak kepemilikan (property rights).

Biaya Transaksi dan Efisiensi Ekonomi


North berargumentasi bahwa dalam komunitas pedesaan di negara sedang berkembang biaya transaksi biasanya rendah (Bardhan, 1995:1). Hal ini dapat terjadi karena kedekatan hubungan di dalam komunitas (keluarga, tetangga) sehingga informasi tentang aktivitas-aktivitas dalam komunitas individu tersedia secara luas dan bebas. Sementara itu, struktur sosial (orang tua dan figur kepemimpinan lain yang dihormati) memberikan mekanisme yang sangat penting bagi penegakan kesepakatan dan memberikan resolusi apabila ada konflik di antara anggota komunitas. Tetapi, agar kegiatan ekonomi terus berlanjut dan dalam jangkauan yang lebih luas, masyarakat harus berdagang/bertransaksi dengan orang lain di luar komunitas desanya, pada jarak yang semakin panjang. Semakin kompleks dan impersonal jaringan perdagangan, kian tinggi biaya transaksi yang muncul. Selanjutnya, jika biaya transaksi terlalu tinggi, maka perdagangan tidak akan terjadi dan ekonomi menjadi stagnan. Oleh karena itu, tantangan pembangunan ekonomi adalah untuk mengurangi biaya transaksi pada saat melakukan perdagangan yang semakin kompleks. Ini akan tercapai bila desain pembangunan kelembagaan yang dibuat memang mendukung kegiatan perdagangan, yakni melalui penyediaan informasi, melindungi hak kepemilikan, dan menyiapkan mekanisme yang efektif unruk menegakkan kesepakatan (Poulton et al., 1998:12-13). Isu inilah yang harus ditangani oleh semua negara yang pembangunan ekonominya sudah maju atau setidaknya negara yang sedang menuju kepada kegiatan ekonomi yang kompleks. Di samping itu, besaran biaya transaksi juga dapat terjadi karena adanya penyimpangan dalam wujud: (i) penyimpangan atas lemahnya jaminan hak kepemilikan; (ii) penyimpangan pengukuran atas tugas yang kompleks (multiple-task) dan prinsip yang beragam (multiple-principal); (iii) penyimpangan intertemporal, yang dapat berbentuk kontrak yang timpang, responsivitas waktu nyata (real-time), ketersembunyian informasi yang panjang (long latency), penyalahgunaan strategis; (iv) penyimpangan yang muncul karena kelemahan dalam kebijakan kelembagaan (institutional environment), yang berhubungan dengan pembangunan dan reformasi ekonomi; dan (v) kelemahan integritas (probity), yang dirujuk oleh James Wilson (1989) sebagai sovereign transactions(Williamson, 1998: 76). Jadi sekali lagi, akar di seluruh masalah ini adalah informasi yang kurang sempurna. Kontraktor berusaha untuk membuat keputusan rasional, yang keputusan berdasarkan informasi (informed decisions), tetapi dibatasi oleh adanya kesenjangan informasi yang

tersedia sehingga membatasi kemampuan mereka untuk memproses kompleks tersebut. Oleh karena itu, biaya kontrak yang telah diidentifikasi oleh North ditambahkan oleh Williamson dengan biaya adaptasi. Biaya adaptasi itu meliputi: (i) biaya yang ditimbulkan ketika kontrak yang sudah terjadi mengalami perpindahan ke situasi suboptimal di bawah kondisi yang diharapkan; (ii) biaya negosiasi untuk mendapatkan skema kontrak yang lebih baik dan pihak lain; dan (iii) biaya arbitrasi atau pergi ke pengadilan apabila terjadi sengketa/perselisihan (Poulton et al., 1998:14).
Bagan 4.3 Skema Lapisan Biaya Transaksi

Perubahan Parameter

Lingkungan kelembagaan

strategi

Atribut Perilaku

preferensi endogen

Individu

Tiga level skema di mana ekonomj biaya transaksi dapat bekerja dapat dilihat pada Bagan 4.3. Seperti yang ditunjukkan, kelembagaan tata kelola/institution of governance (kontrak intraperusahaan korporasi, birokrasi, nonprofit, dan sebagainya) dibatasi oleh lingkungan kelembagaan (dan Sisi atas) dan individu (dan bawah). Efek primer dan skema ini ditunjukkan melalui tanda panah tebal, sedangkan efek sekunder ditunjukkan lewat panah garis. Efek pentama ini terdapat pada lingkungan kelembagaan (institutional environment) dalam lingkungan kelembagaan (atau, jika membuat perbandingan internasional, perbedaan antara lingkungan kelembagaan) diperlakukan sebagai parameter perubahan yakni perubahan (atau perbedaan) yang menggeser biaya penbandingan pasar (market), hybrids, dan hierarki (hierarchies). Implikasi kedua terjadi dan asumsi perilaku (behavioral assumptions).

Asumsi perilaku dan ekonomi biaya transaksi tersebut tidak lain adalah rasionalitas terbatas (bounded rationality), yakni perilaku rasional tetapi terbatas, dan perilaku oportunis (opportunism), yaitu perilaku mementingkan diri sendiri yang diperoleh dengan cara licik. Berpijak dari asumsi itu, dampak yang berpotensi merugikan dan upaya untuk mementingkan sendiri tersebut dapat dihilangkan dengan jalan mengeliminasi biaya lewat proses pembuatan kesepakatan formal yang bertanggung jawab (dengan cara memaksimalkan keuntungan bersama). Tipu muslihar tidak akan terjadi bila pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi mentaati kesepakatan. Perjanjian tersebut perlu ditegakkan melalui komitmen yang dapat dipegang/kredibel (credible commitments) [Williamson, 1997:7-8]. Relatif pentingnya perbedaan biaya yang diasosiasikan dengan transaksi tergantung kepada sifat transaksi tersebut (Williamson (198 lb:1548) mengompilasi tiga sifat utama dan transaksi, yaitu frekuensi (frequency), ketidakpastian (uncertainty), dan spesifisitas aset (asset specificity). Poulton et. al. (1998:14-15) selanjutnya menjelaskan sifat-sifat itu dalam penjelasan berikut. Derajat ketidakpastian inklusif dalam setiap transaksi. Misalnya, produksi pertanian berisiko karena variabilitas iklim, masalah-masalah penyakit, dan hama. Pemasaran hasil tanaman menghadapi ketidakpastian karena fluktuasi harga yang disebabkan oleh perubahan penawaran (supply) dan perrnintaan (demand), baik untuk tanaman pengganti dan tanaman pelengkap. Frekuensi transaksi. Transaksi pertanian cenderung bersifat musiman. Jumlah penjualan produksi yang dilakukan oleh pemilik lahan kecil dalam suatu musim akan tergantung kepada kapasitas penyimpanan dalam pertanian. Pedagang yang bersepakat dengan hasil tanaman yang sejenis di daerah yang sama akan banyak melakukan pembelian pada musim yang sama. Tentu saja, hal ini berpotensi memudahkan untuk menanggung biaya arbitrase apabila terdapat kasus perselisihan ketika terjadi transaksi dalam jumlah besar dan tidak sering (infrequent) sehingga di antara pihak-pihak yang bertransaksj juga akan berupaya membangun informasi untuk kepentingan semua pihak. Sejauh mana aspek ini melibatkan satu atau kedua pihak yang melakukan kontrak dalam investasi asset-aset spesifik (asset specificity). Misalnya, mesin yang digunakan oleh pabrik pengolahan adalah spesifik; mesin ini tidak dapat digunakan untuk tujuan lain jika perdagangan dalam komoditas khusus yang sedang dikerjakan mengalami gagal. Oleh karena itu, mesin itu merupakan investasi spesifik (specific investment).

Investasi ini akan hilang jika aktivitas pengolahan berhenti. Dengan kata lain, aset spesifik adalah aset manusia dan fisik investasi tidak dapat digunakan selain seperti yang direncanakan sejak awal. Sementara itu, menurut Bickenbach, et al. (1999:2-3), dua kondisi penting dalam transaksi yang dapat menyebabkan kontrak berisiko adalah kurangnya/terjepitnya informasi (information impactedness) dan spesifisitas aset (asset specificity). Pertama, terjepitnya informasi mengacu kepada situasi ketika kedua inforrnasi tersebut didistribusikan secara tidak simetris antara pihak-pihak yang bertransaksi dan hanya dapat dibuat simetris dengan biaya yang besar atau biayanya mahal untuk memperoleh keakuratan informasi melalui perselisihan di antara pihak-pihak yang melakukan kontrak (dengan pengetahuan). Ringkasnya, terjepitnya informasi adalah suatu kondisi informasi tidak simetris (information asymmetry): salah satu pelaku (agen) yang melakukan kontrak mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dari pada pelaku yang lain. Dalam hal ini faktor ketidakpastian, perilaku oportunis, dan rasionalitas terbatas termasuk di dalamnya (Williamson, 1975:31). Dalam situasi tertentu, pelaku yang oportunis dapat menutup informasi dengan cara menyeleksi dan mendistorsi informasi. Jika salah satu pihak memegang informasi secara pribadi (private information) pada waktu negosiasi kontrak, maka pihak ini dapat tergoda untuk menyimpangkan informasi demi mendapatkan kontrak yang lebih menguntungkan (adverse selection). Setelah kesepakatan tercapai, tidak lantas persetujuan ditaati. Hal ini terjadi karena ada insentif besar yang bakal diperoleh bila melanggar persetujuan (moral hazards). Kedua, spesifisitas aset pada umumnya mengacu kepada investasi yang memiliki waktu panjang untuk mendukung aksi spesifik. Apabila nilai investasi tersebut lebih rendah daripada alternatif yang terbaik maka seharusnya transaksi yang pertama dihentikan sebelum kontrak selesai (prematurely.) Realisasi dan biaya-biaya ekonomi sering kali memerlukan investasi aset spesifik yang mengisolasi pelaku transaksi dan alternatif pasar dan Perlindungan yang dapat diberikan. Sekali investasi spesiflk dibuat, yaitu biaya yang diasosiasikan dengan investasi yang dilakukan, maka hal ini akan mengunci secara efektif pembeli dan penjual dalam sebuah hubungan perdagangan bilateral, sekalipun kedua sisi pasar bersaing dalam invesasi. Jadi, spesifisitas aset memiliki dua fungsi: membatasi area kegiatan transaksi dan mengurangi pelaku transaksi untuk berbuat curang. Istilah kurangnya/terjepitnya informasi dikenalkan oleh Williamson untuk menangkap semua aspek informasj yang terbatas dan asimetris. Istilah ini paralel dan dekat dengan karya Stiglitz dan yang lain dalam pendekatan ekonomi informasi. Pada tataran ini konsep yang

berhubungan dipecah ke dalam tiga aspek yang berbeda: (1) keuntungan informasi prakontrak hanya kepada salah satu pihak (seleksi yang merugikan mendorong kepada munculnya biaya signaling dan Penyaringan); (2) nonobservability tindakan agen (moral hazards, mendorong kepada munculnya biaya pengawasan arau skema insentif; dan (3) nonveriability informasi ke orang luar (mendorong kepada munculnya biaya auditing atau biaya karena misinterpretasi ketika audit terlalu mahal. [Dixit, 1996:54.55]. Selebihnya Williamson (1995:55; dalam (Bickenbach et at., 1999:3) membedakan empat jenis spesifisitas yang berbeda: site specificity, Physical asset specificity, human asset specificity dan dedicated assets. Ditambahkan temporal specificity mendeskripsikan situasi di mana kesulitan menemukan kinerja pengganti (karena waktu), atau di mana waktu kinerja (setidaknya satu pihak) adalah sangat penting. Argumentasinya bentuk spesifisitas ini sangat penting untuk membuat beberapa jaringan indusrri.

Determinan dan Variabel Biaya Transaksi


Isu utama dalam biaya transaksi adalah pengukuran. Meskipun berbagai studi empiris telah dilakukan, beberapa kerancuan definisi masih ada dan hasil yang diperoleh tidak selalu memuaskan semua pihak. Beberapa studi tersebut, misalnya, dikerjakan oleh Wallis dan North yang benusaha unruk memisahkan biaya transaksi, yang dipahami sebagai biaya sektortransaksi (transaction sector dalam perekonomian di Amerika, di mana biaya transaksi itu tidak tergambarkan secara langsung dalam transaksi nasional. Demzets juga melakukan pengukuran langsung dan mempekirakan biaya transaksi dengan menggunakan pasar keuangan yang terorganisasi dengan mempertimbangkan perbedaan antara tingkat penjualan dan pembelian apabila dengan menambahkan biaya untuk broker (broker fee). Sebaliknya, Williamson menggunakan metode pengukuran secara tidak langsung. Dia memfokuskan pada hubungan khusus antara investasi spesifik (misalnya dalam bentuk kontrak yang telah disepakati) sebagai pengukuran biaya transaksi. Ide utamanya adalahsifat struktur keIembagaan (dan hak-hak kepemilikan) sangat mempengaruhi level biaya transaksi. Joskow, mengikuti pendekatan yang hampir sama, menggambarkan pentingnya kesepakatan kelembagaan (institutional arrangements) dalam penciptaan biaya transaksi, yang bersumber dan makalahnya berdasarkan pengalaman pabrik pembangkit listrik (seperti yang dilkutip oleh Furuborn dan Richter, 1991:10-li). Dan studi-studi tersebut, deskripsi yang dapat dirasakan adalah bahwa pengukuran biaya transaksi merupakan masaIah pelik sehingga diperlukan pemahaman yang sama mengenai definisi, determinan, dan variabel yang seragam dan biaya transaksi.

Pada titik inilah, mengidentifikasi faktor-fakror yang menentukan besarnya biaya transaksi menjadi penting untuk diketahui. Seperti diungkapkan oleh Zhang (2O0: 288), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya transaksi pada umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga hal berikut: i. What: the identity 0f bundle of rights. Hak-hak (atau komoditas) memiliki banyak atribut yang nilai, pengukuran, kebijakan, dan pemaksaannya beragam dari satu jenis dengan tipe yang lain. Kesulitan mendapatkan informasi yang lengkap unuk mengidentifikasi variabilitas ini secara langsung juga mendeskripsikan bagaimana sulitnya menggambarkan hak-hak ini (Barzel, 1997), dan tentu saja hal ini mempengaruhi biaya di dalam pertukaran. ii. Who: to identity of agents involved in the exchanges. ini erat dengan faktor-faktor manusia yang muncul dalam asumsinya Williamson (1975), yakni rasionalitas terbatas /terikat (yang mewartakan keterbatasan fisik tentang kemampuan manusia untuk menerima, menyimpan, mencari, memproses informasi, dan batas-batas bahasa dalam penyampaian iii. pengetahuan kepada orang lain), oportunisme, dan terjepitnya/kurangrya informasi (information impactedness) How: the institutions, technical and social, governing the exchange and how to organize the exchanges. Dalam hal ini, pasar diandaikan sebagai kelembagaan untuk memfaslitasi proses pertukaran yang keberadaannya dibutuhkan untuk mengurangi biaya pertukaran sedangkan perusahaan/firms (atau keluarga/families) juga dapat dianggap sebagai kelembagaan yang memfasilitasi pertukaran yang saling menguntungkan (mutual exchange). Dalam preposisi ini, jika biaya transaksi melalui pasar dianggap tidak ada (zero), maka sebetulnya tidak ada yang namanya pasar; demikian halnya bila biaya koordinasi di dalam perusahaan adalah nol, maka sesungguhnya tidak ada yang namanya perusahaan.

Bagan 4.4 Determinan Biaya Transaksi Atribut perilaku dari pelaku Rasionalitas terbatas Oportunisme

Struktur tata kelola Pasar,hybrid,hierarki Pengadilan,regulasi, Birolrasi

kelembagaan lingkungan

Biaya Transaksi

hak milik & kontrak budaya

Atribut transaksi Spesifikasi aset Ketdakpastian Spesifitas aset

Atribut transaksi Spesifikasi aset Ketidakpastian Sumber: Diolah sendiri (berdasarkan konseptuatisme Beckmann, 2004) Spesifitas aset

Dengan ilustrasi dan penjelasan tersebut, sebetulnya determinan dan biaya transaksi sudah dapat diformulasikan. Berdasarkan penjelasan tentang definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi besaran biaya transaksi tersebut, setidaknya terdapat empat determinan penting dan biaya transaksi sebagai unit analisis (Bekcman,2OOO:1 6; lihat juga Bagan 4.4) sebagai berikut: 1. Apa yang disebut sebagai atribut perilaku yang melekat pada setiap pelaku ekonomi (behavioral attributes of actors), yaitu rasionalitas terbatas/terikat (bounded rationality) dan oportunisme (opportunism). 2. Sifat yang berkenaan dengan atribut dan transaksi (attributes of the transaction), yaitu spesifisitas aset (asset specificity), ketidakpastian (uncertainty), dan frekuensi (frequency). 3. Hal-hal yang berkaitan dengan struktur tata kelola kegiatan ekonomi (governance structures), yaitu pasar (market), hybrid, hierarki (hierarchy); dan pengadilan (courts), regulasi (regulations), birokrasi publik (public bureaucracy).

4. Faktor yang berdekatan dengan aspek lingkungan kelembagaan (institutional environnzent), yaitu hukum kepemilikan, kontrak, dan budava. Dalam praktiknya, keempat determinan tersebut dapat diturunkan menjadi variabelvariabel yang dapat menuntun setiap peneliti untuk melakukan pengukuran (measurement). Sayangnya, tetap saja tidak mudah untuk melakukan pengukuran tersebut, meskipun variabel-variabelnya telah jelas. Namun, seperti yang dinyatakan Williamson (198 Ib:1544), meskipun dibutuhkan deskrip yang lebih rinci ketimbang yang dilakukan oleh pendekatan neoklasik, penilaian/pengukuran yang relatiff kasar (crude assessment) saja sudah cukup. Terakhir, untuk menginvestigasi aplikasi ekonomi biaya transaksi adalah bermanfaat apabila dapat dibedakan berdasarkan tingkatan-tingkatan analisis yang berlainan. Menurut Eggertsson, level analisis dapat dikelompokkan berbasis variabel eksogen arau endogen (Fahlbeck, 1996:2-3). Pada level pertama, hak kepemilikan dan organisasi dimodelkan secara eksplisit (berbeda dengan ekonomi neoklasik ortodoks), tetapi diperlakukan secara eksogen. Implikasi dan hak kepemilikan dan organisasi tersebut terhadap sistem ekonomi menjadi perhatian utama. Dalam hal ini, fungsi objektif agen dapat diragamkan (varied) dan sistem aturan yang berbeda dibandingkan, tetapi hak-hak kepemilikan maupun pelaku diperlakukan tidak sebagai endogen. Pada level kedua, strukur organisasi adalah endogen, retapi hak-hak kepemilikan atau kelembagaan (dipahami sebagai aturan main/ rules of the game) diperlakukan secara ksogen. Pertukaran di dalam perusahaan dan di pasar dianalisis dengan memakai instrumen kontrak yang dapat menekan agen. Pada level ketiga, dilakukan upaya-upaya untuk mengendogenkan, baik aturan politik (political rules) sosial maupun struktur kelembagaan politik (structure of political institutions) dengan jalan memperkenalkan konsep biaya transaksi. Meskipun proses ini rumit, tetapi bermanfaat untuk menunjukkan pada level mana analisis biaya transaksi yang sedang dikerjakan. Bagaimanakah konsep biaya transaksi yang sedemikian kompleks tersebut dapat diderivasi dalam bentuk vaniabel-variabel yang mudah untk diukur? Collins dan Fabozzi (1991:28) menjelaskan jawaban atas pertanyaan tersebut melalui formulasi biaya transaksi sebagai berikut: Biaya transaksi = biaya tetap + biaya variable Biaya tetap = komisi + transfer fees pajak Biaya variabel = biaya eksekusi + biaya oportunitas Biaya eksekusi = price impact + market timing costs

Biaya oportunitas = hasil yang diinginkan pendapatan aktual biaya eksekusi biaya tetap Yang dimaksud dengan biaya oportunitas adalah perbedaan antara kinerja investasi aktual (actual investment) dan kinerja investasi yang diharapkan (desired investment), disesuaikan (adjusted) dengan biaya tetap dan biaya eksekusi. Sedangkan biaya eksekusi sendiri adalah ongkos yan gmuncul akibat permintaan eksekusi yang cepat (immediate execution), yang sebetulnya hal ini merefleksikan dua hal penting: kebutuhan adanya likuiditas dan kegiatan perdagangan. Sementara itu, dampak harga (price impact) adalah biaya untuk menangkap pergerakan harga aset (price of an asset) yang merupakan hasil dari perdagangan ditambah selisih harga pasar (market-makers spread). Terakhir, biaya waktu pasar (market timing costs) merujuk kepada pergerakan harga aset (price of an asset) pada saat dilakukan transaksi yang selanjutnya dapat dilekatkan kepada pelaku pasar yang lain (other market participants) [Wang, 2003:3). Dalam operasionalisasinya, tidak seluruh variabel dalam formulasi tersebut dapat dipakai, tergantung kepada kompleksitas dan jenis pertukaran/transaksi yang dilakukan dalam kegiatan ekonomi. Namun, sebagai sebuah formula umum, rumus di atas dapat digunakan sebagai titik pijak untuk menguliti variabel-variabel inti biaya transaksi (core variables of transaction costs). Sedangkan dalam bentuk yang lain, UNDP (2000.15) mengidentifikasi biaya transaksi dalam tiga komponen. Pertama, biaya administrasi (administrative costs). Biaya ini muncul dari input sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan transaksi, antara lain baiaya kegiatan administratif (administrative overheads) dan staf. Kedua, biaya tidak langsung (indirect costs, yakni biaya yang muncul sebagai dampak dari mekanisme pemesanan(delivery mechanism) bagi pencapaian tujuan kegiatan. Ketiga, biaya oportunitas (opportunity costs), yaitu keuntungan yang hilang(benefit forgone)dari aplikasi-aplikasi alternatif sumber daya yang dikonsumsi dalam proses transaksi. Komponen biaya yang disusun seperti ini lebih fleksibel untuk diterapkan untuk menilai atau mengukur besaran makro dalam perekonomian, misalnya Pertumbuhan ekonomi, utang luar negeri dan sebagaiya. Naimun apabila hendak dilakukan pada level perusahaan (firm level), tentu saja diperlukan perincian komponen biaya transaksi yang lebih detail. Dalam konteks variabel biaya transaksi pada level Perusahaan kategorisasi yang dilakukan oleh Strrassmann(2002;78) cukup membantu sebagai bahan Studi.Dia mengklasifikasikan biaya transaksi dalam variabel-variabel berikut Organisasi tenaga kerja dan pengguna(organization of employees and Users)

Mengolah informasi (information Processing) Koordinasj pemasok, biaya-bjaya akuisisi (coordination of suppliers, costs of acquisition) Memotivasi pelanggan (motivation customers) Mengelola distributor (managing distributors) Memuaskan pemegang saham dan peminjam (satisfying shareholders and lenders) Mengj distnibu tor (managing distributors) Fee, komisi, cukai, dan pajak (fees, commissions, tolls, and taxes) Penelitian dan pengembangan (research and development) Biaya-biaya penjualan, umum, dan administratrif (sales, general and administrative costs Pemasaran (marketing) Penjual (sales people) Manajemen (management) Iklan (advertising) Pelatihan (training) Biaya-biaya teknologi informasi (information technology costs) Laporan neraca keuangan yang telah diaudit (reported in audited financial statements)

Dari deskripsi tersebut dapat dibayangkan betapa luasnya ruang lingkup dan biaya transaksi, khususnya pada level perusahaan. Namun, dalam analisis ekonomi konvensional (neoklasik) seluruh variabel tersebut digolongkan sebagai biaya produksi, yang dengan sendirinya tidak terkait dengan model kelembagaan yang didesain (kelembagaan dianggap given). Pandangan ini tentu saja mengaburkan cara penanganan perusahaan untuk mencapai efisiensi. Sekedar contoh, bila biaya pemasaran dimasukkan sebagai bagian dari vaniabel biaya produksi, maka orientasi perusahaan berusaha untuk menekan ongkos tersebut dengan jalan mengurangi intensitas promosi, misalnya. Akan tetapi, apabila variabel pemasaran dimasukkan sebagai biaya transaksi, maka alternatif untuk mengefisiensikan biaya pemasaran ditempuh dengan memilih desain kelembagaan pemasaran yang paling efisien, tanpa berpretensi mengurangi intensitas promosi. Misalnya, jika pemasaran lebih efisien dilakukan oleh internal perusahaan, maka lebih baik hal itu dikerjakan sendiri. Sebaliknya, bila pemasaran lebih efektif dilakukan lewat kerjasama dengan pihak eksternal, maka baiknya hal itu memang dilakukan oleh pihak lain tersebut. Metode ini merupakan bagan kecil dari konsentrasi ekonomi biaya transaksi sebagai unit analisis untuk mengetahui efisiensi kegiatan ekonomi.

You might also like