You are on page 1of 4

Efektivitas Hukum dalam Masyarakat Bila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum

itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Sudah sejauh mana hukum itu diterapkan, apakah sanksi yang diberikan oleh aparat penegak hukum sudah mempuanyai efek jera kepada para pelaku kejahatan narkoba? Berapa tahun sanksi yang diberikan kepada orang yang terlibat dalam kasus narkoba baik itu pemakai maupun pengedar, tapi masih saja marak peredaran narkoba tersebut. Ini membuktikan bahwa hukum belum berjalan efektif karena banyaknya sanksi yang dijatuhkan tidak semuanya tegas, malah kadang selesai sebelum sampai diperiksa di pengadilan. Berbicara mengenai efektivitas hukum yang ditentukan oleh taraf kepatuhan warga masyarakat terhadap hukum termasuk para penegaknya, Soerjono Soekanto berpendapat bahwa .taraf kepatuhan hukum yang tinggi merupakan suatu indicator berfungsinya suatu sistem hukum. Dan berfungsinya hukum merupakan pertanda bahwa hukum tersebut telah mencapat tujuan hukum yaitu berusaha untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup. Hukum sebagai pengatur kehidupan masyarakat, setidaknya memiliki kepastian hukum, memberikan jaminan keadilan bagi masyarakat dan berlaku secara umum. Penerapan hukum menjadi efektif apabila kaidah hukum itu sendiri sejalan dengan hati nurani masyarakat. Sebaliknya hukum seringkali tidak dipatuhi oleh masyarakat, ketika kaidah hukum itu sendiri tidak sejalan dengan keinginan atau harapan masyarakat. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika Soekanto, Soerjono, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial, Cet. Ke-2, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1989.

Perbankan Diuntungkan oleh Uang Narkoba Sektor perbankan tidak saja diuntungkan dari uang ilegal hasil penjualan narkoba. Mereka bahkan bisa selamat dari krisis finansial, demikian gurubesar Argentina Juan Gabriel Tokatlian. Ia ingin agar kegiatan ekonomi ilegal itu mendapat perhatian lebih serius. Pekan lalu di Wina, Komisi Untuk Narkotika PBB menggelar pertemuan soal perang terhadap kejahatan narkoba. Pemutihan uang Menurut laporan kementrian luar negeri Amerika yang keluar tahun lalu, setiap tahunnya dana sebesar 2.1 hingga 3.6 trilyun dolar dicuci dalam praktek ilegal. Itu sama juga dengan 3 hingga 5 persen produk nasional bruto dunia. Menurut senator dari Partai Demokrat, Carl Levin, ada dokumen dan pernyataan saksi selama dengar pendapat dengan Senat Amerika bahwa separuh uang itu beredar di Amerika. Angka yang lebih terperinci lagi tertera dalam laporan Strategi Nasional Pencucian uang tahun 2008. Agen Pemberantasan Narkoba Amerika DEA menyita 396 juta dolar setahun sebelumnya. Laporan itu juga mengatakan kalangan kriminal kerah putihlah yang paling banyak melakukan pencucian uang.

Praktek cuci uang seperti itu juga terlihat dalam jumlah kecil pada kalangan kejahatan teroganisir dan perdagangan narkoba. FBI membenarkannya. Walau begitu, jumlah uang yang dihasilkan tidak juga berkurang. Pada 2007, di Amerika, seorang warga Mesiko keturunan Tionghoa, ditahan dengan 80 juta dolar di tangan. Kendati pengawasan terhadap pemutihan uang dari perdagangan narkoba dan praktek ilegal lainnya diperluas secara internasional dan semakin intensif, namun kenyataannya hasilnya tetap tidak seperti yang diharapkan. Itu juga terlihat di Karibia dan Amerika Latin. Memang negara-negara Kepulauan Karibia ditekan Eropa dan Amerika supaya memperketat kebijakannya. Selain itu berbagai negara Amerika Latin juga menerapkan kebijakan ketat untuk memerangi pemutihan uang. Hasilnya tetap tidak membawa harapan. Berdasarkan evaluasi laporan yang diserahkan pada organisasi antar pemerintah melawan pencucian uang di Amerika Latin, GAFISUD, terlihat bahwa penyitaan uang, penahanan dan vonis, sangat rendah, kecuali Kolombia. Bos Mafia Perang melawan perdagangan narkoba bukan berati tidak ada perundingan dengan bos-bos penting mafia. Tiga tahun lalu, kejaksaan Amerika berkesepakat dengan keluarga pemimpin kartel narkoba. Sekitar akhir 2006, 29 anggota keluarga itu menandatangani kesepakatan dengan Kementrian Kehakiman Amerika. Mereka mengaku bersalah, dan divonis maksimal 30 tahun penjara serta membayar lebih dari dua milyar dolar. Sebagai balasannya, Washington berjanji tidak menganggu-gugat keluarga mereka lagi. Menariknya, Amerika dan negara-negara lain tetap bersikukuh melarang narkoba. Kebijakan itu jelas gagal, para pengguna narkoba malah makin dirangsang, negara-negara lemah makin didestabilisasi dan sebaliknya mafia internasional dan nasional semakin kuat. Selain itu hal itu turut menyumbang kelangsungan ekonomi ilegal yang hanya menguntungkan penguasa dan orang orang tak bermoral. Bukan itu saja. Berbagai bursa keuangan di Amerika seperti Wall Street, dan Eropa Barat, pun kabarnya mendapat keuntungan dari meningkatnya perdagangan Narkotika dan Opium di Afghanistan. Karena sebagian besar opium dikonsumsi oleh warga masyarakat Eropa Barat negara-negara Balkan. Bahkan berbagai sumber yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Institute, sebelum serangan ke WTC, sempat masuk uang dalam jumlah 250-300 miliar dolar AS per tahunnya ke Wall Street. Dan uang transferan ke Wall Street dan sejumlah Bank AS tersebut diduga keras merupakan hasil pemasukan dari obat-obatan terlarang. Dari gambaran tersebut, selain bisnis Narkotika di Afghanistan tersebut sulit diberantas mengingat keterlibatan berbagai pelaku bisnis di Amerika sendiri, pada saat yang sama beberapa agen CIA maupun beberapa perwira militer Amerika di Afghanistan, ternyata juga ikut memfasilitasi perdagangan Narkotika tersebut, sebagai sarana melindungi akses mata uang kertas di negara tersebut. Di sinilah misteri di balik kebijakan pemberantasan Narkotika Amerika di Afghanistan. Ketika kebijakan tersebut diterapkan di Kolombia bisa berhasil dan dinilai efektif, ternyata di Afghanistan praktis pemberantasan perdagangan Narkotika di Afghanistan menjadi tidak

efektif sama sekali. Karena itu sangatlah tidak akurat dan tidak valid data yang mengatakan bahwa sejak masa pendudukan militer Amerika di Afghan istan perdagangan Narkotika telah menurun setiap tahunnya. Lebih aneh lagi ketika ada data yang mengatakan bahwa perdagangan Narkotika di Amerika sejak 2008 telah berkurang 22%. Bahkan yang lebih gilanya lagi, ketika dikatakan bahwa penurunan perdagangan Narkoba tersebut berkat hasil kerja keras pasukan militer Amerika yang bertugas di Afghanistan. Dengan merujuk pada data-data di atas pada awal tulisan ini, pada hakekatnya kegiatan perdagangan Narkotika dan Opium justru semakin meningkat, bahkan para pejabat Afghanistan dan beberapa pemain kunci militer dan CIA AS ikut terlibat dalam bisnis kejahatan ini.

Misteri Pemberantasan Perdagangan Narkotika Amerika di Afghanistan. 2009. Hendrajit (Direktur Eksekutif Global Future Institute /GFI). http://opiniindonesiaonline.wordpress.com/2009/10/23/misteri-pemberantasanperdagangan-narkotika-amerika-di-afghanistan

Motivasi Indonesia Berpotensi bagi Penyalahgunaan Narkoba Semaraknya perkembangan tindak pidana Narkoba di Indonesia sangat didukung oelh beberapa faktor, yaitu: 1. sebagai dampak kemajuan komunikasi dan transportasi mengglobal sehingga adanya perubahan sikap budaya dari kalangan remaja untuk meniru kehidupan gaya barat yang tidak lepas dari penggunaan narkoba 2. kejahatan narkoba suatu kegiatan bisnis yang menggiurkan karena keuntungannya yang sangat besar dan dapat diperoleh dalam waktu yang sangat singkat 3. penggunaan narkoba dianggap dapat dijadikan sebagai pelarian atau jalan pintas dalam melepaskan permasalahan hidup yang dihadapi seseorang 4. Indonesia yang mengalami tekanan ekonomi sangat buruk dan berkepanjangan banyak menimbulkan PHK serta bertambahnya jumlah pengangguran, putus sekolah, sehingga bisnis narkoba menjadi bisnis yang menjanjikan keuntungan besar, oleh karena itu tidak menutup kemungkinan untuk memenuhi kebutuhannya terlibat dalam bisnis narkoba 5. akibat ketidakstabilan politik dan ekonomi sampai saat ini membuat para elit politik berkonsentrasi pada masalah politik, sehingga dijadikan peluang bagi para pelaku kejahatan narkoba yang setelah melihat dampaknya meluas baru mengejutkan Satgas Luhpen Narkoba Mabes Polri. Penanggulangan Penyalahgunaan Bahaya Narkoba. 2000. Dit Bimmas Polri

6. pemberantasan tindak pidana narkoba memerlukan dana yang sangat besar, sebagaimana yang dilaksanakan negara maju, namun sangat bermasalah bagi

pemerintah Indonesia karena belum mampu menyiapkan dana yang cukup memadai.

You might also like