You are on page 1of 5

anti Inflamasi

Diposkan oleh ella elly di 10:14

DASAR TEORI Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang

merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan disertai gangguan fungsi. Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan jaringan, dimana nyeri merupakan salah satu gejalanya. Karena dipandang merugikan maka inflamasi memerlukan obat untuk mengendalikannya. (Jeanne Esvandiary, Maria Firmina Sekar Utami, Yosef Wijoyo, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta) Obat obat anti radang dibagi menjadi dua golongan utama, golongan kortikostreroid dan nonsteroid. Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika dan anti inflamasi. OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan pada pengobatan musculoskeletal seperti arthritis rheumatoid, ostoeartritis dan spondilitis ankilosa. OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan peradangan di dalam dan di sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoarthritis, arthritis rheumatoid dan gout arthritis. Di samping itu, OAINS juga banyak pada penyakit - penyakit non rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, thrombosis serebri, infark miokardium dan dismenorea. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal. ( Godman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeitic, 10 th ed. 2001)

Aktivitas antiinflamasi OAINS mempunyai mekanisme kerja melalui penghambatan biosintesis prostaglandin. Efek terapi dan efek samping OAINS berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) dan cyclooxygenase-2 (COX-2) yang dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin. Prostaglandin sendiri merupakan sediaan pro-inflamasi, tetapi juga merupakan sediaan gastroprotektor. Oleh karena AINS dengan selektivitas menghambat COX-2, maka sediaan ini diduga bebas dari efek samping yang menakutkan pada saluran cerna. Pada kenyataannya, tidak satupun AINS dengan selektivitas penghambat COX-2 bebas dari efek samping pada saluran cerna dan berbagai efek samping lainnya diluar saluran cerna, misalnya pada sistem kardiovaskuler. (Drs. Tan Hoan Tjay, Drs. Kirana Rahardja, 2007)

Pertimbangan farmakologi dalam pemilihan AINS sebagai antinyeri rematik secara rasional adalah 1) AINS terdistribusi ke sinovium, 2) mula kerja AINS segera (dini), 3) masa kerja AINS lama (panjang), 4) bahan aktif AINS bukan rasemik, 5) bahan aktif AINS bukan prodrug, 6) efek samping AINS minimal, 7) memberikan interaksi yang minimal dan 8) dengan mekanisme kerja multifactor. (Aznan Lelo, D. S. Hidayat, Fakultas Kedokteran Bagian Farmakologi dan Terapeutik, Universitas Sumatera Utara)

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormone adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis atau atas angiotensin II. Hormone ini berperan pada banyak system fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stress, tanggapan system kekebalan tubuh dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Dengan efek yang sama, bahkan berlipat ganda, maka kortikosteroid sanggup mereduksi sistem imun (kekebalan tubuh) dan inflamasi. (doctorology.net

PEMBAHASAN Pada percobaan kali ini dilakukan uji anti inflamasi. Percobaan ini dilakukan dengan

tujuan untuk mempelajari daya anti inflamasi obat pada binatang dengan radang buatan. Tidak seperti praktikum sebelumnya, pada percobaan kali ini digunakan hewan uji tikus.

Digunakan tikus karena, pada kaki tikus lebih besar dan mudah disuntik secara subplantar, sedangkan jika digunakan mencit, kaki mencit harus dipotong tiap kali uji. Sebelumnya kaki tikus sebelah kanan harus ditandai sebatas mata kaki untuk menyamakan persepsi pembacaan saat dicelupkan pada alat pletismograf. Pastikan sebelum kaki tikus dimasukkan pada alat plestimograf cairan pada pengukur berada pada titik nol. Pada alat plestimograf digunakan air raksa karena memiliki daya kohesi yang tinggi sehingga tidak membasahi kaki tikus. Digunakan air raksa dan air berwarna merah karena air raksa yang memiliki daya kohesi lebih besar daripada daya adhesi tidak dapat bercampur dengan air berwarna sehingga dapat mendorong cairan berwarna untuk lebih mudah dibaca skalanya. Penggunaan cairan bisa diganti dengan cairan lain dengan penambahan warna lain namun harus memiliki prinsip cairan tidak bercampur satu sama lain. Sebagai anti inflamasi, digunakan Deksametason, dan sebagai radang buatan digunakan karagenin 1%. Digunakan karagenin karena karagenin bersifat sebagai pengembang, tidak diabsorbsi, tidak merusak sel, jika karagenin habis maka sel akan kembali ke bentuk semula. Pada kelompok kami digunakan Deksametason dengan dosis 0.126 mg/ kgBB yang diberikan secara per oral. Setelah jeda setengah jam diberikan karagenin 1% sebanyak 0,1 ml secara subplantar. Pemberian Deksametason terlebih dahulu bertujuan agar obat tersebut memberikan efek anti inflamasi baru diberikan karagenin yang menyebabkan bengkak, kerja dari karagenin selama 6 jam jadi meskipun diberi obat antiinflamasi tidak akan reda secara keseluruhan dan masih saja ada bengkak pada hewan uji. jika tidak ada karagenin dapat diganti dengan albumin. Mekanisme radang diawali dari terjadi kerusakan membrane sel akibat rangsangan mekanis, kimia dan fisika kemudian menuju fosfolipida (membrane sel) terdapat enzim fosfolipase yang akan mengeluarkan asam arakidonat. Dengan adanya enzim

siklooksigensae maka asam arakidonat akan dirubah menjadi prostaglandin. Siklooksigenase mensintesa siklik endoperoksida yang akan dibagi menjadi dua produk COX 1 dan COX 2. COX 1 berisi tromboksan ,protasiklik (yang dapat menghambat produksi asam lambung yang berfungsi untuk melindugi mukosa lambung). COX 2 (asam meloksikam) berisi prostaglandin (penyebab peradangan). Sedangkan lipooksigenase akan mengubah asam hidroperoksida yang merupakan precursor leukotrien LTA (senyawa yang dijumpai pada keadaan antifilaksis) kemudian memproduksi LBT 4 (penyebab peradangan) dan LTC4,LTD4 dan LTE4. Ciri- ciri terjadinya radang adanya rubor (rasa nyeri), kalor (panas), dolor (kemerahan), tumor (bengkak) dan adanya keterbatasan gerak yang akan menjadi semakin parah apabila

tidak segera diobati. Obat antiradang dibagi menjadi steroid dan nonsteroid. Pengunaaan obat nonsteroid lebih dianjurkan untuk radang ringan baru setelah tidak ada penurunan digunakan obat steroid. Efek samping dari obat nonsteroid adalah dapat meningkatkan asam lambung oleh karena itu diberikan setelah makan. Efek samping dari obat steroid lebih berbahaya dari nonsteroid karena menyebabkan cushing (tensi cairan yang berlebih), osteoporosis, menghambat pertumbuhan, immunosukresif dan moonface pada wajah,terjadi lisis karbohidrat dan trigliserida yang menyebabkan hiperglikemia sehingga kadar insulin meningkat. Menurut literature penggunaan obat berdasarkan dari urutan yang paling baik dexametason lebih baik dari metal predisolon dalam antiradang.Meskipun dalam satu golongan, tetapi Deksametason mempunyai efek lebih kuat dibanding metil prednisolon. Hal ini dikarenakan Deksametason mempunyai gugus metil (CH3) pada rantai samping yang tidak dimiliki oleh Metil Prednisolon dan glukokortikoid lainnya, akibatnya Deksametason mempunyai lipofilitas lebih besar sehingga potensi yang dihasilkan lebih kuat. Sedangkan pada Na.Diklofenac lebih baik daripada Ibuprofen dalam antipiretik dan analgetik. Pada uji anava satu jalan didapatkan hasil bahwa F hitung lebih besar daripada F table sehingga menyebabkan perbedaan antar kelompok. Tetapi setelah diuji pasca anava dapat terlihat perbedaan yang signifikan antara ibuprofen dengan semua obat. Sedangkan untuk Metil Prednisolon vs Na.Diklofenak, Metil Prednisolon vs Deksametason,dan Na.Diklofenak vs Deksametason tidak ada perbedaan yang signifikan.Hal ini disebabkan karena daya anti inflamasi Ibuprofen lebih rendah dibandingkan dengan obat-obat yang lain.

KESIMPULAN

1.

Inflamasi terjadi karena adanya rangsangan mekanis, fisika dan kimia yang akan menyebabkan kerusakan membran sel sehingga terjadi rasa nyeri, panas, bengkak dan keterbatasan gerak.

2. Deksametason digunakan sebagai obat antiinflamasi, sedangkan karagenin sebagai penyebab peradangan. 3. Obat antiinflamasi dibagi menjadi nonsteroid dan steroid.

4. Terjadinya peradangan karena adanya COX 2 dari siklooksigenase dan LBT4 dari leukotrien yang ada pada lipooksigenase. 5. Dari hasil percobaan obat yang memiliki daya inflamasi paling besar adalah Metil Prednisolon dan yang paling rendah adalah Ibuprofen. 6. Pada uji anava satu jalan didapatkan hasil bahwa F hitung lebih besar daripada F tabel, menyebabkan perbedaan antar kelompok. Tetapi setelah diuji pasca anava dapat terlihat perbedaan yang signifikan antara ibuprofen dengan semua obat.

DAFTAR PUSTAKA

Aznan Lelo, D. S. Hidayat, Fakultas Kedokteran Bagian Farmakologi dan Terapeutik, Universitas Sumatera Utara Godman & Gilmans, 2001, The Pharmacological Basis of Therapeitic, 10 th ed. Hoan Tjay, Kirana Rahardja, 2007, Obat Obat Penting, Jakarta, Elex Media Komputindo Jeanne Farmasi Esvandiary, Maria Firmina Sekar Utami, Yosef Wijoyo, Fakultas

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

http://marermurer.blogspot.com/2011/04/anti-inflamasi.html

You might also like