You are on page 1of 15

Jawablah dengan benar! 1. Apa yang Anda ketahui mengenai Pejabat Lelang? Uraikan! 2.

Jelaskan organisasi, standar profesi, dan kode etik yang berlaku untuk Pejabat Lelang sesuai yang Anda ketahui! 3. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi dan perbedaan Pejabat Lelang yang ada di Indonesia! 4. Apakah tugas dan fungsi yang dimiliki oleh Pejabat Lelang? Jelaskan! 5. Apakah kewenangan yang dimiliki oleh Pejabat Lelang dalam suatu pelaksanaan lelang? Jelaskan! 6. Sebutkan hak dan kewajiban yang dimiliki Pejabat Lelang? Uraikan! 7. Larangan apa sajakah yang tidak boleh dilakukan oleh seorang Pejabat Lelang? 8. Bagaimanakah seseorang dapat diangkat sebagai Pejabat Lelang? Jelaskan! 9. Dalam kondisi tertentu seorang Pejabat Lelang dapat saja dibebastugaskan dari tugasnya. Bagaimanakah pembebastugasan itu dapat dilakukan dan bagaimana pula prosedurnya? 10. Bagaimana seorang Pejabat Lelang dapat diberhentikan dari tugasnya sebagai pemimpin pelaksanaan Lelang? Jelaskan!

JAWABAN BAB IV 1. Pejabat Lelang sering juga disebut Vendumeester atau Auctioneer atau Juru Lelang. Vendumeester menurut Prof Dr. Rochmat P Soemitro, SH dan ENGELBRECHT diartikan sebagai Juru Lelang, dan istilah juru lelang jarang dipakai oleh para Vendumeester. Hal ini dapat dimengerti, mengingat para Vendumeester Kelas II umumnya dijabat oleh Notaris, Bupati/Walikota, Sewilda. Apalagi untuk Notaris yang merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, dia disebut sebagai Pejabat. Padahal fungsi PPAT dan Vendumeester adalah sama. Sejak tahun 1983, seluruh Vendumeester kelas II dijabat oleh para kepala seksi dari Ditjen Pajak, lebih-lebih sekarang persyaratam Vendumeester minimal berijazah sarjana, sehingga saat ini istilah Vendumeester diterjemahkan menjadi Pejabat Lelang. Hal ini terbukti, saat ini para Vendumeester mencantumkan jabatannya sebagai Pejabat Lelang dalam Risalah Lelang yang dibuatnya. Berdasarkan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No.305/KMK/KMK.01/2002 tanggal 13 Juni 2002 yang dimaksud Pejabat Lelang adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 2. Organisasi, standar profesi, dan kode etik yang berlaku untuk Pejabat Lelang
Organisasi Pejabat Lelang Indonesia mempunyai perangkat yang terdiri dari: Musyawarah Nasional/Musyawarah Daerah. Dewan kehormatan. Pengurus tingkat pusat. Pengurus tingkat daerah. Sedangkan keanggotaan organisasi ini dirumuskan dalam Bab VII Pasal 15 rumusan Kode Etik Pejabat Lelang yang menyebutkan: Keanggotaan Ikatan Pejabat Lelang Indonesia (IPLI) terdiri dari perorangan. Anggota Ikatan Pejabat Lelang Indonesia (IPLI) terdiri dari: o Anggota biasa o Anggota kehormatan o Anggota luar biasa. Sedangkan persyaratan untuk menjadi anggota organisasi ini menurut Pasal 16 adalah: o Anggota biasa adalah orang yang masih berstatus sebagai Pejabat Lelang dan terdaftar pada organisasi. o Anggota kehormatan adalah orang yang berjasa terhadap organisasi berdasarkan keputusan Musyawarah Nasional. o Anggota luar biasa adalah Pejabat Lelang warga negara asing yang berada dan bekerja di Indonesia. Pejabat Lelang yang tergabung dalam organisasi Ikatan Pejabat Lelang Indonesia (IPLI) melalui Munas di bulan April 2001 telah menempatkan berbagai ketentuan yang menuntut para Pejabat Lelang di Indonesia untuk dapat dipatuhi oleh profesi Pejabat Lelang diantaranya : Standar Profesi Pejabat Lelang, Dalam standar Profesi Pejabat Lelang telah dirumuskan pokokpokok pikiran yang terdiri dari:

Tanggung Jawab Profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukan. Pelayanan Masyarakat, Setiap anggota berkewajiban untuk senantias bertindak dalam kerangka pelayanan kepada masyarakat, menghormati kepercayaan masyarakat dan menunjukkan komitmen atas profesionalismenya. Integritas, Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Objektivitas dan Kemandirian, Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Inovatif dan Kehati-hatian Profesional, Setiap anggota harus melaksanakan profesinya dengan kehati-hatian, kompetensi, ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan kemampuan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan pengguna jasa memperoleh manfaat dari jasa profesional Pejabat Lelang. Perilaku Profesional, Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang menurunkan martabat profesi. Standar Teknis, Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Kekeluargaan dan Kebersamaan, Setiap anggota harus saling menghormati dan mau berbagi pengalaman kepada sesama anggota, serta mengusahakan penyelesaian permasalahan anggota secara kekeluargaan/musyawarah. Transparansi Informasi, Setiap anggota dalam melaksanakan profesinya harus secara transparan menginformasikan fakta dan data yang benar mengenai pelaksanaan suatu lelang kepada pengguna jasa, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional untuk merahasiakannya.

Kode Etik Pejabat Lelang Kode etik Pejabat Lelang Indonesia berdasarkan hasil rumusan Musyawarah Nasional bulan April 2001 menghasilkan rumusan antara lain: Bab I : Ketentuan Umum Bab II : Ruang Lingkup berlakunya kode etik Bab III : Kewajiban dan larangan Bab IV : Sanksi Bab V : Tata cara penegakan kode etik Bab VI : Kewajiban Pengawas Bab VII : Ketentuan Penutup Ketentuan yang mengatur para profesi Pejabat Lelang ada dalam bab III mengenai Kewajiban dan Larangan yang antara lain: Senantiasa menjunjung tinggi dasar negara dan hukum yang berlaku. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan negara dan masyarakat. Menjunjung tinggi kehormatan profesi Pejabat Lelang dan menjaga nama baik organisasi sesuai dengan makna sumpah jabatan dan kode etik. Memiliki perilaku profesional dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak. Memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat yang memerlukan jasanya. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan maksud agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan anggota masyarakat, Bersikap saling menghormati, menghargai serta mempercayai dalam suasana kekeluargaan dengan sesama anggota organisasi.

Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan, tidak terbatas pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam: o Ketentuan-ketentuan pada undang-undang. o Isi sumpah jabatan. o Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Standar Profesi ataupun keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi.

Ruang Lingkup Berlakunya Kode Etik Ruang lingkup dan berlakunya Kode Etik terdapat dalam Bab II Pasal 2 dimana Kode Etik ini berlaku bagi seluruh anggota baik dalam lingkup melaksanakan tugasjabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari. 3. Klasifikasi dan perbedaan Pejabat Lelang di Indonesia Berdasarkan Pasal 7 Vendu Instructie, Pejabat Lelang diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu: Pejabat Lelang Kelas I (PL I) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat khusus sebagai Pejabat Lelang. Penerima Uang Kas Negara yang ditugaskan sebagai Pejabat Lelang (telah dihapus tahun 1930). Pejabat Lelang Kelas II (PL II) Pegawai Negeri selain Pejabat Lelang Kelas I yang diberi tugas tambahan sebagai Pejabat Lelang. Orang-orang yang khusus/bukan PNS diangkat sebagai Pejabat Lelang Saat ini, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 119/PMK.07/2005 tanggal 30 November 2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II, Pejabat Lelang Kelas I (PL I) Pegawai Negeri Sipil (PNS) Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang. Pejabat Lelang Kelas II (PL II) Orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang atas permohonan Balai Lelang. selaku kuasa dari Pemilik Barang yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II, yang terdiri dari : Lulusan Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang yang diselengggarakan oleh BPPK, Notaris, atau Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) DJPLN diutamakan yang pernah menjadi Pejabat Lelang Kelas I. PERBEDAAN PEJABAT LELANG KELAS I DAN PEJABAT LELANG KELAS II Pejabat Lelang diangkat oleh Menteri Keuangan. Sebelum memangku jabatannya, seorang Pejabat Lelang harus lebih dulu mengangkat sumpah/janji Pejabat Lelang dihadapan superintenden. Ada dua macam Pejabat Lelang: Pejabat Lelang Kelas I (PL I) adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang. Dengan demikian pegawai tersebut mendapatkan

gaji dari keuangan negara dan mempunyai kantor-kantor tersendiri. Biaya operasional KP2LN dibiayai APBN. Pejabat Lelang Kelas II (PL II) ialah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang atas permohonan Balai Lelang selaku kuasa dari Pemilik barang yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II. Mereka berhak mendapat honorarium dan uang perurugi dari lelang yang dilaksanakan. Berdasarkan Pasal 20 PMK Nomor 119/PMK.07/2005 tanggal 30 November2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II, besaran honorarium Pejabat Lelang Kelas II adalah kesepakatan perdata antara Pejabat Lelang Kelas II dengan Balai Lelang dan menjadi menjadi beban Balai Lelang, dengan ketentuan sebagai berikut : o Sampai dengan Rp100.000.000 (seratus juta rupiah), honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen) dari harga lelang; o diatas Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), honorarium yang diterima paling besar adalah 1,5% (satu koma lima persen) dari harga lelang; o diatas Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), honorarium yang diterima paling besar adalah 1% (satu persen) dari harga lelang.

Uang perurugi ini disebut juga uang persepsi yang diatur dalam Pasal 45 ayat (3) VR. Juga diatur dalam Pasal 39 VI yang menetapkan besarnya perurugi 60% atau 3/5 dari Bea Lelang yang diterima. Perurugi tersebut setelah dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dibagi untuk Pejabat Lelang Kelas II yang melakukan pelelangan sebesar 60 % (enam puluh persen) dan Superintenden sebesar 40 % (empat puluh persen) yang disetorkan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan lelang. Bagian Superintenden sebagaimana dimaksud tersebut dirinci sebagai berikut : Kantor Pusat sebesar 20 %; Kantor Wilayah sebesar 20 %; Berdasarkan Pasal 21 PMK Nomor :119/PMK.07/200 tentang Pejabat Lelang Kelas II, disebutkan atas Bea Lelang dari setiap pelaksanaan lelang, Balai Lelang memungut Perurugi sebesar 60% (enam puluh persen) untuk diserahkan kepada Pejabat Lelang Kelas II setelah dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dibagi sebagai berikut: sebesar 60% (enam puluh persen) untuk Pejabat Lelang Kelas II yang melakukan pelelangan; sebesar 40% (empat puluh persen) untuk Superintenden. Bagian Superintenden tersebut disetorkan oleh Pejabat Lelang Kelas II paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan lelang dengan rincian sebagai berikut: Direktur Jenderal sebesar 20% (dua puluh persen); Kepala Kantor Wilayah sebesar 20% (dua puluh persen).

4. Tugas dan fungsi Pejabat Lelang

Pejabat Lelan (vendumeester) adalah jabatan fungsional selaku pejabat umum yang melayani masyarakat untuk melaksanakan lelang. Dalam setiap pelelangan, Pejabat Lelang berfungsi sebagai : Peneliti dokumen persyaratan lelang; Pemberi informasi lelang; Pemimpin Lelang;

Hakim; Pejabat Umum; dan Bendaharawan. Dengan demikian Pejabat Lelang tidak hanya menyaksikan lelang tetapi justru menyelenggarakan penjualan itu sendiri dan juga membuat akta otentik. Risalah Lelang yang merupakan produk hukum Pejabat Lelang statusnya sama dengan akta otentik karena memenuhi syarat-syarat sebagai suatu akta otentik seperti yang diatur dalam Pasal 1868 BW (Kitab Undang-Undang hukum Perdata) yaitu: Dibuat oleh Pejabat Umum yang diangkat oleh Pemerintah. Pejabat Lelang adalah Pejabat Umum yang diangkat oleh Menteri Keuangan. Bentuk aktanya telah ditentukan dalam undang-undang. Risalah Lelang bentuknya telah ditentukan dalam Vendu Reglement (Undang- Undang Lelang) yaitu dalam Pasal 37, 38, 39. Risalah Lelang itu dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang. Setiap Pejabat Lelang mempunyai wilayah kerja tertentu. Pejabat Lelang mempunyai wilayah kerja tertentu sesuai wilayah kerja KP2LN dimana Pejabat Lelang berkedudukan sesuai dengan Surat Keputusan pengangkatannya. Tugas dan fungsi Pejabat Lelang telah ditentukan dalam peraturan mengenai Pejabat Lelang, yaitu dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 305/KMK.01/2002, di mana disebutkan bahwa tugas Pejabat Lelang ialah melakukan persiapan lelang, pelaksanaan lelang dan membuat laporan pelaksanaan lelang. Tugas Pejabat Lelang Pejabat Lelang melaksanakan tugas setelah ada penunjukan dari Kepala Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara/Pimpinan Kantor Lelang, meliputi persiapan lelang, pelaksanaan lelang dan kegiatan setelah lelang. Dalam persiapan lelang, Pejabat Lelang: o Meminta dan menerima dokumen persyaratan lelang yang berkaitan dengan objek lelang. o Meneliti kelengkapan dan kebenaran formal dokumen persyaratan lelang. o Memberikan informasi lelang kepada pengguna jasa lelang antara lain tata cara penawaran lelang, Uang Jaminan, pelunasan Uang Hasil Lelang, Bea Lelang dan pungutan-pungutan lain sesuai peraturan perundangan, objek lelang dan atau pengumuman lelang. o Membuat bagian Kepala Risalah Lelang. o Mempersiapkan bagian Badan dan bagian Kaki Risalah Lelang Dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang: o Membacakan bagian Kepala Risalah Lelang dengan suara yang keras dan jelas (Pasal 37 VR). o Memberikan kesempatan kepada Peserta Lelang untuk mengajukan pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan lelang yang sedang diadakan tersebut. Setelah penjelasan/pembacaan Risalah Lelang, para Peserta Lelang dianggap tunduk dan terikat dengan ketentuan yang tercantum dalam Risalah Lelang (Pasal 1233 jo 1347 BW). o Memimpin pelaksanaan lelang agar berjalan tertib, aman dan lancar. Apabila diperlukan Pejabat Lelang dapat meminta bantuan Polisi setempat. o Mengatur ketepatan waktu.

o Bersikap tegas, komunikatif dan berwibawa. o Menyelesaikan persengketaan secara adil dan bijaksana. o Menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu apabila terjadi ketidaktertiban atau ketidakamanan dalam pelaksanaan lelang. o Mengesahkan Pembeli Lelang. o Membuat bagian Badan Risalah Lelang. Dalam kegiatan setelah lelang, Pejabat Lelang: o Membuat bagian Kaki Risalah Lelang. o Menandatangani tiap lembar Risalah Lelang kecuali lembar terakhir sebagai pembenaran. o Menandatangani Risalah Lelang bersama pemohon lelang, serta Pembeli Lelang dalam hal lelang barang tak bergerak. o Menutup dan menandatangani Risalah Lelang. o Pejabat Lelang Kelas I menyetorkan Uang Hasil Lelang yang diterima dari Pembeli ke Bendaharawan Penerima/Rekening Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. o Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II menyetorkan Bea Lelang, Uang Miskin, dan PPh (apabila ada) ke Kas Negara serta Hasil Bersih Lelang ke Kas Negara/penjual. o Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Balai Lelang menyetorkan Biaya Administrasi dan PPh (apabila ada) ke Kas Negara serta Hasil Bersih Lelang ke pemilik barang. o Mengirimkan ekstrak/kutipan Risalah Lelang kepada Superintenden. o Menyimpan surat-surat resmi yang berkaitan dengan tata usaha lelang. o Menyimpan Minuta Risalah Lelang dengan baik.

Fungsi Pejabat Lelang Fungsi Pejabat Lelang disebutkan antara lain: Peneliti dokumen objek lelang, dalam pelaksanaan lelang Pejabat Lelang meneliti kebenaran formal dokumen lelang. Pemberi informasi lelang, untuk mengoptimalkan pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang memberikan informasi kepada pengguna jasa lelang. Pemimpin Lelang, untuk menjamin ketertiban, keamanan dan kelancaran serta mewujudkan pelaksanaan lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pejabat Lelang dalam memimpin lelang harus komunikatif, tegas dan berwibawa. Juri, Pejabat Lelang sebagai juri harus bertindak adil dan bijaksana untuk menyelesaikan persengketaan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan lelang. Pejabat umum, Pejabat Lelang sebagai pejabat yang membuat akta otentik berdasarkan undang-undang di wilayah kerjanya. Bendaharawan, dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang menerima, menyetorkan dan mempertanggungjawabkan uang hasil lelang. Dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang bertanggung jawab atas ketidakcermata dan ketidakakuratan penelitian mengenai kebenaran formal dokumen lelang, subjek dari barang yang akan dilelang dan kebenaran materiil objek lelang yang diberikan, serta bertanggung jawab atas ketidaktertiban dan ketidaklancaran pelaksanaan lelang,

ketidaktertiban administrasi dan legalitas Risalah Lelang yang dibuatnya dan uang hasil lelang yang diterima. Pejabat Lelang dalam pelaksanaan lelang dengan penawaran secara lisan dapat dibantu Pemandu Lelang. Pemandu Lelang diusulkan secara tertulis oleh penjual pada saat Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara/Pemimpin Balai Lelang menetapkan Pemandu Lelang dengan Surat Tugas. Setelah menerima usulan sebagaimana dimaksud di atas, Kepala Kantor Pelayanan Piutang Lelang Negara/Balai Lelang dapat meminta bantuan Pemandu lelang dari tempat lain Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara/Balai Lelang dapat meminta bantuan Pemandu Lelang dari tempat lain. Pemandu Lelang adalah orang yang membantu Pejabat Lelang untuk menawarkan barang dalam suatu pelaksanaan Lelang. Pemandu Lelang bertugas menawarkan barang dalam pelaksanaan lelang sampai dengan diperoleh penawaran tertinggi. Pemandu Lelang bertanggung jawab kepada Pejabat Lelang.
5. Kewenangan Pejabat Lelang memiliki wewenang sebagai berikut:

Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan untuk semua jenis lelang, kecuali lelang atas permohonan Balai Lelang. Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang terbatas pada lelang non eksekusi sukarela, lelang aset BUMN/D berbentuk Persero dan lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Dalam hal di suatu wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II belum terdapat Pejabat Lelang Kelas II atau semua Pejabat Lelang Kelas II yang ada di wilayah tersebut dibebastugaskan, cuti atau berhalangan tetap, pelayanan lelang atas permohonan Balai Lelang dilakukan oleh Pejabat Lelang Kelas I sesuai dengan KP2LN tempat kedudukannya.

6. Hak dan kewajiban Pejabat Lelang

Hak Pejabat Lelang, Pejabat Lelang mempunyai hak sebagai berikut: Melakukan analisis yuridis terhadap dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang; Menegur dan/atau mengeluarkan peserta dan atau pengunjung lelang apabila melanggar tata tertib pelaksanaan lelang; Menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu apabila diperlukan Dalam rangka menjaga ketertiban pelaksanaan lelang; Menolak melaksanakan lelang apabila tidak yakin akan kebenaran formal berkas persyaratan lelang; Melihat barang yang akan dilelang; Meminta bantuan aparat keamanan apabila diperlukan; Mengesahkan Pembeli Lelang; dan/atau

Membatalkan Pembeli Lelang yang wanprestasi. Kewajiban Pejabat Lelang, Kewajiban Pejabat Lelang dibedakan untuk Pejabat Lelang Kelas I dan Kelas II. Pejabat Lelang Kelas I mempunyai kewajiban sebagai berikut: o bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait; o Meneliti dokumen persyaratan lelang; o Membuat bagian Kepala Risalah Lelang sebelum Lelang dimulai; o Membacakan bagian Kepala Risalah Lelang dihadapan peserta lelang sebelum lelang dimulai, kecuali dalam lelang yang dilakukan melalui media elektronik; o Memimpin pelaksanaan lelang; o Membuat Minuta Risalah Lelang dan menyimpannya; o Membuat Salinan dan Kutipan Risalah Lelang menyerahkan kepada yang berhak; o Meminta dari Pembeli bukti Pelunasan Harga Lelang, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan pungutan-pungutan lain yang diatur sesuai peraturan perundang-undangan dan meneliti keabsahannya; o Membuat administrasi pelaksanaan lelang; o Memberikan pelayanan jasa lelang sesuai dengan peraturan perundang- undangan lelang; dan o Mematuhi peraturan perundang-undangan lelang. Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang Kelas II mempunyai kewajiban sebagai berikut: o Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait; o Mengadakan perikatan perdata dengan Balai Lelang mengenai pelaksanaan lelang dan honorarium; o Meneliti dokumen persyaratan lelang; o Membuat bagian kepala Risalah Lelang sebelum lelang dimulai; o Membacakan bagian kepala Risalah Lelang dihadapan peserta lelang sebelum lelang dimulai, kecuali dalam lelang yang dilakukan melalui media elektronik; o Memimpin pelaksanaan lelang; o Membuat Minuta Risalah Lelang dan menyimpannya; o Membuat Salinan dan Kutipan Risalah Lelang dan menyerahkan kepada balai Lelang; o Menyetorkan bagian perurugi kepada superintenden; o Meminta dari Balai Lelang bukti pelunasan Harga Lelang, Bea Lelang, Pajak Penghasilan final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan pungutan-pungutan lain yang diatur sesuai peraturan perundang-undangan dan meneliti keabsahannya; o Membuat adminitrasi perkantoran dan pelaporan pelaksanaan lelang; o Memberikan pelayanan jasa lelang sesuai dengan peraturan perundang- undangan lelang yang berlaku, dan o Mematuhi peraturan perundang-undangan lelang.

7. Larangan yang tidak boleh dialakukan Pejabat Lelang, Pejabat Lelang dilarang untuk:

Melayani permohonan lelang di luar kewenangannya Dengan sengaja tidak hadir dalam pelaksanaan lelang yang telah dijadwalkan Membeli barang yang dilelang dihadapannya secara langsung maupun tidak langsung Menerima uang jaminan lelang dan harga lelang dari pembeli Melakukan pungutan lain diluar yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku Merangkap jabatan atau profesi sebagai Pejabat Negara, Kurator, Penilai, Pengacara/Advokat atau jabatan lain yang oleh peraturan perundang-undangan dilarang dirangkap dengan jabatan Pejabat Lelang Menolak permohonan lelang dalam wilayah kerjanya sepanjang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Baik langsung maupun tidak langsung mengadakan usaha-usaha/melakukan perbuatan yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dan merugikan sesama Pejabat Lelang baik moral maupun material. Menunjuk atau menetapkan salah satu Peserta Lelang sebagai pemenang lelang di luar prosedur dan tata cara lelang. Membujuk dan atau memaksa pengguna jasa dengan cara atau dalam bentuk apapun untuk membuat agar pelaksanaan lelang dilakukan olehnya. Membentuk kelompok di dalam tubuh organisasi dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga secara khusus/eksklusif, apalagi menutup kemungkinan bagi Pejabat Lelang lain berpartisipasi. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran, tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap : o Ketentuan-ketentuan dalam peraturan Pejabat Lelang; o Isi sumpah jabatan; o Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Standar Profesi ataupun keputusankeputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi.

8. Seseorang bisa diangkat menjadi Pejabat Lelang dengan cara Pejabat Lelang diangkat oleh

Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan berdasarkan usul Kepala Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. Usul pengangkatan Pejabat Lelang diajukan kepada Kepala Kanwil setempat dengan alasan: Kekurangan Pejabat Lelang; Terjadi mutasi pegawai yang menjadi Pejabat Lelang pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara; dan Apabila dipandang perlu. Setelah usul diterima, Kepala Kanwil meneruskan usulan pengangkatan Pejabat Lelang tersebut kepada Direktur Jenderal apabila dokumen telah lengkap dan memenuhi persyaratan. Dokumen persyaratan pengangkatan Pejabat Lelang Kelas I terdiri dari: Fotokopi ijazah sarjana yang telah dilegalisir; Fotokopi Surat Keputusan kepangkatan terakhir;

Fotokopi sertifikat kelulusan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Pejabat Lelang dan Penilai, atau lulus Diklat Pejabat Lelang, Diklat Lelang III (khusus), Diklat Lelang II, Diklat Lelang III dan DPT III PPL; Surat keterangan dokter pemerintah yang menyatakan sehat jasmani dan rohani; Surat rekomendasi dari atasan setingkat eselon III dalam unit kerja yang bersangkutan; Surat keterangan tidak pernah terkena sanksi administrasi dan memiliki integritas yang tinggi dari atasan setingkat eselon III dalam unit kerja yang bersangkutan.

Usul pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II diajukan kepada Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara setelah memperhatikan formasi jabatan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan pertimbangan : jumlah Balai Lelang; frekuensi pelaksanaan lelang; dan/atau jumlah penduduk. Dokumen persyaratan pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II yang berasal dari Lulusan Pendidikan dan Pelatihan BPPK dan Notaris : Fotokopi identitas diri; Surat Keterangan Berkelakukan Baik dari Kepolisian; Fotokopi ijazah sarjana yang telah dilegalisir; Fotokopi ijazah kenotariatan yang telah dilegalisir Pejabat yang berwenang terakhir; Surat rekomendasi dari Direksi Balai Lelang dan Kepala KP2LN atau Direksi Balai Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II, yang menyatakan calon Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan telah melakukan praktek kerja (magang): Fotokopi sertifikat kelulusan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Pejabat Lelang yang diselenggarakan BPPK; Surat keterangan dokter pemerintah yang menyatakan sehat jasmani dan rohani; Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); Fotokopi sertifikat atau surat tanda bukti kepemilikan atau surat perjanjian sewa dengan jangka waktu sewa minimal 2 (dua) tahun dan foto sebagai data pendukung tersedianya fasilitas kantor dengan luas sekurang-kurangnya 48 m2. Dokumen persyaratan pengangkatan Pejabat Lelang Kelas II yang berasal dari Pensiunan PNS DJPLN yang pernah menjabat menjadi Pejabat Lelang: fotokopi identitas diri; fotokopi Surat Keputusan Pensiun PNS DJPLN dengan pangkat/golongan terakhir paling rendah Penata Muda (III a); fotokopi ijazah Sarjana (S1) yang telah dilegalisasi Pejabat yang berwenang; surat rekomendasi dari Direktur Jenderal c.q. Sekretaris DJPLN yang menyatakan tidak pernah terkena sanksi administrasi dan memiliki integritas tinggi; fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); Surat Keterangan dokter Pemerintah yang menyatakan sehat jasmani dan rohani;

fotokopi Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang; Surat Keterangan Catatan Kepolisian; dan sertifikat atau surat tanda bukti kepemilikan atau surat perjanjian sewa dengan jangka waktu sewa minimal 2 (dua) tahun dan foto sebagai data pendukung tersedianya fasilitas kantor dengan luas sekurang-kurangnya 48 M2.

Kepala kanwil mengambil sumpah/janji yang diucapkan oleh Pejabat Lelang menurut agama atau kepercayaannya dengan didampingi oleh seorang rohaniwan dan disaksikan sekurangkurangnya 2 (dua) orang saksi.

9. Pembebas tugasan Pejabat Lelang yaitu

Pejabat Lelang dapat diusulkan untuk dibebastugaskan berupa larangan melaksanakan jabatannya selama 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun apabila, diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Pembebastugasan tersebut digunakan untuk memperlancar proses pemeriksaan atas indikasi pelanggaran yang telah dilakukan oleh Pejabat n Lelang yang bersangkutan. Superintenden mengusulkan pembebastugasan Pejabat Lelang secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Direktur Lelang Negara antara lain dilampiri: Bukti dan Surat keterangan Superintenden yang menyatakan bahwa Pejabat Lelang yang bersangkutan : o tidak mengindahkan Surat Peringatan; o tidak menyetorkan uang hasil lelang; o melakukan pungutan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; o menyalahgunakan uang jaminan lelang; atau o melakukan tindakan di luar kepatutan sebagai seorang Pejabat Lelang; dan atau Surat Keterangan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan bahwa Pejabat Lelang yang bersangkutan telah berstatus sebagai terdakwa. Setelah menerima usul pembebastugasan dari Superintenden, Direktorat Lelang Negara memberikan rekomendasi dan mengajukan usul pembebastugasan secara tertulis kepada Direktur Jenderal selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah usul pembebastugasa diterima. Keputusan Direktur Jenderal tentang Pembebastugasan Pejabat Lelang diterbitkan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah usul pembebastugasan dari Superintenden diterima. Sedangkan Keputusan pembebastugasan yang dimaksud berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan. Jangka waktu pembebastugasan Pejabat Lelang dapat diperpanjang apabila pemrosesan pemeriksaan atas indikasi pelanggaran belum selesai. Perpanjangan jangka waktu pembebastugasan Pejabat Lelang dilakukan sebagai berikut: Superintenden mengajukan usul perpanjangan waktu pembebastugasan Pejabat Lelang secara tertulis kepada Direktorat Jenderal melalui Direktur Lelang Negara; Setelah menerima usul perpanjangan waktu pembebastugasan dari Superintenden, Direktur Lelang Negara memberikan rekomendasi dan mengajukan usul perpanjangan

waktu pembebastugasan secara tertulis kepada Direktur Jenderal selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah usul perpanjangan waktu pembebastugasan diterima; Surat Direktur Jenderal perihal Perpanjangan Waktu Pembebastugasan Pejabat Lelang diterbitkan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah usul perpanjangan waktu pembebastugasan dari Direktur Lelang Negara diterima.

Keputusan perpanjangan jangka waktu pembebastugasan Pejabat Lelang dapat diberikan 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan. Terhadap Pejabat Lelang yang telah dibebastugaskan sebanyak 2 (dua) kali dengan indikasi pelanggaran yang sama/pelanggaran lainnya, dibebastugaskan selama 1 (satu) tahun. Sedangkan terhadap Pejabat Lelang yang telah dibebastugaskan sebanyak 3 (tiga) kali dengan indikasi pelanggaran yang sama/pelanggaran lainnya, dapat diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pejabat Lelang .
10. Pemberhentian Pejabat Lelang dari tugasnya dengan cara

Kepala Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara mengajukan Pemberhentian Pejabat Lelang secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Direktur Lelang Negara dengan dilampiri dokumen antara lain: Surat Keputusan meninggal dunia; atau Fotokopi SK pensiun; atau Surat Keputusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap; atau Surat Keterangan dari atasan langsung dari Pejabat Lelang Kelas I dan atau surat keterangan dari instansi/lembaga yang berwenang untuk Pejabat Lelang yang bersangkutan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang masih belum lulus Sarjana (S1); atau Surat Keterangan Kepala Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara yang menyatakan bahwa Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan sudah tidak lagi berkedudukan di wilayah kerjanya. Pemberhentian Pejabat Lelang Kelas II diusulkan oleh Kepala Kanwil setempat secara tertulis kepada Direktur Jenderal. Direktur Jenderal menerbitkan Surat Keputusan tentang pemberhentian Pejabat Lelang Kelas II selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah usulan pemberhentian dari Direktur Lelang Negara diterima. Pejabat Lelang diusulkan untuk dibebastugaskan dalam hal terdapat indikasi melakukan pelanggaran berupa: Membeli barang yang dilelang dihadapannya; Menerima kuasa dari pembeli; Tidak menyetorkan hasil lelang; Melakukan pungutan lain di luar yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku; Menyalahgunakan uang Jaminan Lelang yang diterimanya; Melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kepatutan sebagai Pejabat Lelang; dan atau Melakukan tindak pidana lainnya dan telah berstatus sebagai terdakwa.

Usulan pembebastugasan Pejabat Lelang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah kepada Direktur Lelang Negara untuk diteruskan kepada Direktur Jenderal. Sedangkan pembebastugasannya dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. Pembebastugasan sebagaimana dimaksud diatas berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan yang dapat diperpanjang apabila pemrosesan atas pelanggaran sebagaimana yang telah disebutkan di atas belum selesai. Apabila indikasi pelanggaran tidak terbukti, maka pembebasan Pejabat Lelang yang bersangkutan segera dicabut. Pejabat Lelang diusulkan untuk diberhentikan dengan hormat dalam hal: Meninggal dunia. Pensiun. Indikasi pelanggaran terbukti kebenarannya. Dijatuhi hukuman administrasi/disiplin berdasarkan ketentuan kepegawaian yang berlaku dan kode etik instansi/lembaga yang berwenang. Pejabat Lelang Kelas I yang belum lulus Sarjana (S1) dan belum berpangkat Penata Muda (Golongan III/a) dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002. Pejabat Lelang Kelas II yang tidak lagi berkedudukan di wilayah kerjanya. Telah mencapai usia 65 tahun bagi Pejabat Lelang Kelas II dari pensiunan PNS DJPLN, Notaris dan Penilai. Usulan pemberhentian Pejabat Lelang diajukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara kepada Kepala Kantor Wilayah DJPLN untuk diteruskan kepada Direktur Jenderal. Kemudian yang akan memberhentikan Pejabat Lelang adalah Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. Pembebastugasan dan Pemberhentian sebagaimana dimaksud di atas tidak mengurangi kemungkinan gugatan perdata dan atau tuntutan pidana sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.

MATERI NAMA NRP

: TUGAS LELANG BAB IV : DIAH AYU RAHAJENG : 91130921

Magister Kenotariatan UNIVERSITAS SURABAYA

You might also like