You are on page 1of 14

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Masalah pelacuran bukanlah menjadi hal yang baru di Indonesia. Pelacuran itu sendiri merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri (Kartono, 1997). Fenomena tersebut kemudian berlanjut di dalam kurun waktu antara 1942-1945, pada masa penjajahan Jepang banyak wanita Indonesia yang dijadikan sebagai seorang pelacur yang disebut sebagai Jugun Ian Fu. Fenomena pelacuran tersebut berlangsung hingga saat ini. Definisi pelacuran sendiri merupakan suatu bentuk transaksi bisnis yang disepakati oleh pihak yang terlibat sebagai suatu yang bersifat jangka pendek yang memungkinkan satu orang atau lebih mendapatkan kepuasan seks dengan metode yang beraneka ragam (Perkins & Bannet dalam Koentjoro 2004).

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan beberapa pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah utama dari penelitian ini adalah : 1. Apa pengertian dan tipe-tipe pelacur? 2. Apa saja faktor penyebab seseorang menjadi Pelacur? 3. Apa saja akibat yang timbul dari adanya Pelacuran? 4. Bagaimana alternatif kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengatasi masalah Pelacuran?

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengertian, penyebab, dampak serta peran pemerintah dalam mengatasi masalah pelacuran.

D. Manfaat Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu psikologis, khususnya dibidang Psikologi Klinis dalam rangka perluasan teori, dan dapat digunakan sebagai bahan penunjang penelitian lebih lanjut.

E. Sistematika Penulisan Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan, serta metode penelitian. BAB II : LANDASAN TEORI

Bagian ini berisikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. BAB III BAB IV : PEMBAHASAN : HASIL PENELITIAN

Berisi uraian singkat hasil penelitian BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dari hasil yang diperoleh, dan saran yang berhubungan dengan hasil penelitian.

F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah metode pengumpulan data, responden dan lokasi penelitian, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian serta analisis data. Selain itu juga memuat teknik pengambilan subjek/ responden yang akan digunakan dalam penelitian.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Prof. W.A Bonger mengatakan prostitusi adalah gejala kemasyarakatan diaman wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Menurut P.J DE Bruine Van Amstel menyatakan bahwa prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran. Menurut peraturan pemerintah daerah DKI Jakarta Raya tahun 1967 mengenai penanggulanagn masalahh pelacuran, menyatakan sebagai berikut. Wanita tuna susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin diluar perkawinan baik dengan imbalan jasa ataupun tidak. Sedangkan peraturan pemerintah daerah tingkat 1 Jawa Barat untuk melakukan pembatasan dan penerbitan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut. Pelacur adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah. Kedua peraturan tersebut menekankan masalah hubungan kelamin diluar pernikahan, baik dengan mendapatkan imbalan pembayaran maupun tidak. Sedangkan pasal 29 KUHP mengenai preostitusi tersebut menyatakan: barang siapa yang pekerjaanya dan kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya. Pengertian ini sama dengan definisi yang dinyatakan oleh T.S.G Mulya dengan teman-teman dalam ensiklopedia Indonesia. Jelasnya, pelacuran itu bisa dilakukan baik oleh kaum wanita dan peria. Jadi, ada persamaan predikat pelacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan perbuatan hubungan kelamin diluar perkawinan. Dalam hal ini, perbuatan cabul tidak hanya berupa hubungan kelamin diluar nikah saja, akan tetapi termasuk pula peristiwa homoseksual dan permainan seksual lainnya.

BAB 3 PEMBAHASAN

A. Pengertian Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah pelacur berasal dari kata lacur yang berarti malang, celaka, gagal, sial, atau tidak jadi. Kata lacur bahkan juga memiliki arti buruk, pelacur melacur di tempat-tempat pelacuran. Sedangkan menurut Tjahyono dan Ashadi Siregar yang dimaksudkan pelacuran adalah perbuatan atau praktek seorang perempuan yang jalang, liar, nakal, pelanggar norma susila yang menginginkan lelaki melakukan hubungan seksual dengannya dengan memberinya bayaran. Sementara itu menurut Commenge mengatakan prostitusi atau pelacuran adalah suatu perbuatan seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya, yang dilakukan untuk memperoleh bayaran dari laki-laki yang datang, dan wanita tersebut tidak ada pencarian nafkah lainnya kecuali yang diperolehnya dari perhubungan sebentar-sebentar dengan orang banyak. Reekless mengemukakan pula 4 jenis tipe pelacur, ialah sebagai berikut : a. Brothel Prostitute, operasi mereka dilakukan disuatu tempat dalam rumah, yang diorganisir dan menantikan langganan pria berkunjung ke tempat itu. b. Call-Girl prostitute, tempat operasi mereka ialah di hotel-hotel atau apartement kediaman langganan. Ia dipanggil melalui telepon atau melalui perantara-perantara. c. Street or public prostitute, type ini beroperasi dijalan-jalan atau tempat-tempat umum dan membawa langganannya ke tempat-tempat tertentu. d. Unorganized Professional prostitute, tempat operasi mereka ialah apartemet atau flat yang didiaminya sendiri. Type ini dapat digolongkan sebagai tingkat atas dan biaasanya mengadakan operasi seorang diri. Penghubung-penghubung yang digunakan misalnya sopir-sopir taxi atau orang-orang yang terpilih yang tahu seluk beluk untuk memperoleh langganan.

B. Faktor-Faktor Penyebab Seorang Menjadi Pelacur Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain :

a. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan medapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran. b. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, histeris dan hyperseks sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria. c. Adanya tekanan ekonomi d. Aspirasi material yang tinggi, sehingga ingin hidup bermewah-mewahan namun malas bekerja e. Banyak stimulasi seksual dalam bentuk : Film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul dll. f. Pekerjaan seorang pelacur tidak memerlukan keterampilan, tidak meerlukan intelegensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudaan dan keberanian. g. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau melakukan hubungan seks sebelum perkawinan untuk sekedar iseng atau untuk menikmati masa indah dikala muda. h. Disorganisasi dan Disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home. Sehingga anak gadis mereka sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam dunia pelacuran. i. Oleh pengalaman-pengalaman traumatis dan shock mental, misalnya dimadu dalam perkawinan, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini. j. Oleh bujuk rayu para calo yang menjanjikan pekerjaan-pekerjaaan terhormat dan gaji tinggi. Namun, pada akhirnya wanita tersebut jatuh pada dunia malam atau rumah-rumah pelacuran.

C. Akibat yang Ditimbulkan dari Adanya Pelacuran Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran adalah sebagai berikut: a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling banyak terdapat adalah kencing nanah. b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya meluapkan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan.
5

c. Memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolesensi. d. Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika, ganja, morfin, heroin dll. e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum, dan agama. Terutama menggoyahkan norma perkawainan. f. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. pada umumnya wanita-wanita pelacur itu hanya menerima upah sebagaian kecil saja dari pendapatan yang diterimanya, karena sebagaian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centeng-centeng, pelindung, dll. Dengan kata laian, ada sekelompok manausia yang memeras keringat para pelacur. g. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya impotensi,anorgasme, ejakolasi premature.

D. Alternatif Kebijakan yang Diambil Pemerintah untuk Mengatasi Masalah Pelacuran Terkait tentang kebijakan pemerintah terkait pelacuran untuk kota bandung pada khususnya, saat ini peraturan yang berlaku terkait dengan permasalahan susila tersebut diatur dalam Perda kota Bandung tentang K3 Bagian 6 dalam pasal 15 tentang tertib tuna sosial dan Anak Jalan disebutkan, Pemerintah Daerah melakukan penertiban terhadap dan dalam poin Dnya disebutkan, Tuna susila yang berkeliaran di taman kota, fasilitas umum, fasilitas sosial dan tempat-tempat yang digunakan perbuatan asusila. Lebih lanjut dalam pasal 18 disebutkan Pemerintah Daerah atau Pejabat yang ditunjuk melakukan tindak pencegahan terhadap berkembangnya perbuatan asusila, melalui penertiban : a. peredaran pornografi dan porno aksi dalam segala bentuknya; b. tempat-tempat hiburan dan tempat-tempat lainnya yang mengarah pada terjadinya perbuatan asusila. Sehingga sebetulnya kalaulah kita mengacu pada perda tersebut maka pemerintah dengan tegas melarang praktek asusila di dalam masyarakat. Dalam prakteknya Perda ini
6

ditindaklanjuti oleh pihak Satpol PP. Dari hasil wawancara kami pada tanggal 31 Oktober 2011 dengan Kepala Penyidikan Satuan Polisi Pamong Praja, Bapak Drs. Tedi beliau mengatakan bahwa mereka hanya bertugas untuk menindaklanjuti Perda K3 kota Bandung, sedangkan proses pembinaannya diserahkan kepada pihak Dinas Sosial Jawa Barat. Seperti yang diungkapkan oleh beliau, sesuai dengan anggaran Pemda biasanya Satpol PP melakukan razia sebanyak 2 kali dalam satu bulan, menurut beliau hal tersebut mereka lakukan secara rutin sebagai bentuk penegakan Perda tersebut. Ternyata dari hasil wawancara tersebut kami mengetahui bahwa ternyata razia yang mereka lakukan tidak dilakukan dengan sembarangan. Mereka biasanya beberapa hari sebelum melakukan razia, menurunkan terlebih dahulu personel yang mereka sebut sebagai intel, untuk memastikan target operasi dari razia tersebut, sehingga sangat jarang ditemui kasus salah tangkap. Akan tetapi sampai saat ini penindakan yang mereka lakukan hanya sebatas dilakukan kepada PSK wanita dan Waria. Akan tetapi mereka hingga saat ini karena keterbatasan indera belum pernah menangkap Pria PSK. Biasanya hasil dari razia PSK tersebut diserahkan ke dinas sosial, yang untuk saat ini dinas sosial untuk lingkup Jawa Barat baru terdapat dua tempat panti sosial, yang pertama yaitu di Sukabumi dan Palimanan. Disinilah titik dari kebijakan pemerintah dalam penanggulangan pelacuran, pemerintah tidka angkat tangan ketika mereka menangkap PSk akan tettapi di panti sosial tersebut para PSK yang terjaring razia diberikan keterampilan, seperti memasak, menjahit dan dsb. Akan tetapi ternyata masih banyak yang kembali ke dunia malam. Ketika disinggung tentang Saritem, beliau mengelak bahwa saritem disebut sebagai Lokalisasi, karena memang saritem belum pernah secara resmi dipusatkan sebagai lokalisasi oleh Pemda. Beda halnya dengan Lokalisasi di Semarang ataupun di Solo yang memang secara khusus diatur oleh Pemda. Menurut keterangan Bapak Tedi, Saritem bisa seperti sekarang karena memang telah tumbuh dan berkembang hampir 2 abad. Sehingga memang sangat sulit terlebih wilayah saritem yang digunakan sebagai lokalisasi saat ini yaitu RW 07 dan RW 09 telah banyak membantu warga setempat secara Ekonomi, bahkan yang membuat kami terkejut adalah menurut keterangan Pak

Tedi, karena kegiatan tersebut maka sampai ada warga setempat yang bisa menyekolahkan anaknya hingga menjadi dokter dan ABRI karena ada aktivitas tersebut. Diakhir pembicaraan beliau mengungkapkan bahwa, ada dua faktor yang menjadi penghambat terkai penaggulanagan praktek pelacuran di Kota Bandung, beliau mengatkan bahwa sampai kapanpun praktek pelacuran akan tetap ada dan sangat sulit bahkan hampir tidak mungkin dimusnahkan hal tersebut dikarenakan yang pertama adalah hilangnya moral serta rendahnya tingkat kesadaran baik secara hukum maupun pemahaman agama yang dipengaruhi oleh faktor lemahnya ekonomi yang memaksa mereka menjual diri ataupun karena lemahnya tingkat pengontrolan diri yang diakibatkan oleh kelaianan seperti halnya Hypersex. Yang kedua dalam penanganan saat ini, Satpol PP secara internal mengalami kesulitan diantaranya adalah sulitnya mencari personel, luranganya sarana dan prasarana yang bisa memaksimalkan penegakan Perda K3 tersebut.

BAB 4 Hasil Penelitian

A. Praktek Langsung Hasil penelitian yang kami lakukan pada hari Rabu tanggal 19 Oktober 2011, pukul 22.00-03.00 WIB di Stasiun Hall, berhasil mewawancarai salah seorang PSK Ani (disamarkan). Adapun hasil wawancara yang kami dapat adalah sebagai berikut : Ani berumur 30 tahun, ia asli Bandung (Cimahi), ani telah menikah 15 tahun yang lalu,dan mempunyai seorang putri dari seorang suami, tetapi Ani dan suaminya bercerai dan hak asuh anak jatuh pada tangan ayahnya. Dari semenjak anaknya dilahirkan Ani mengaku tidak pernah mengurus anaknya. Walaupun demikian ia dan saudarasaudaranya tetap member sumbangsih kepada anaknya untuk keperluan sekolah dan keperluan lainnya. Saat ini anaknya masih bersekolah di salah satu SMA di Bandung. kata Ani pendidikan anaknya sangat penting, dengan pekerjaannya ia berusaha membiayai anaknya agar tetap bersekolah dan memperoleh pendidikan yang tinggi. Selain untuk membiaya sekolah anaknya, Ani pun berhasil membiayai sekolah adikadiknya hingga lulus SMA. Adapun tarif yang dia patok kepada setiap pelanggannya yaitu Rp 250.000 Rp 350.000. Terkadang selama dia menjajakan dirinya dari jam 19.00 05.00 tidak sepeser pun uang yang dapat ia sakui. Sehingga dia pulang dengan rasa kecewa dan merasa dirinya sudah tidak diminati lagi oleh para lelaki hidung belang. Dia juga pernah melayani pelanggan yang mabuk berat, dan melayaninya selama 2 jam lalu ditinggalkan begitu saja tanpa dibayar. Ani tidak berani melawan karena jika melawan sama saja dia bunuh diri. Dan jika sedang banyak pelanggan dan keadaan aman, dia bisa melayani 3-17 orang dalam waktu semalaman. Biasanya dia melayani pelanggannya di sebuah hotel dengan kamar sewa 60-70 ribu/ jam atau di sebuah penginapan dengan tarif 20-25 ribu/ jam. Menurut keterangan Ani, PSK di kota Bandung kebanyakan adalah pendatang dari luar kota Bandung. seperti dari Garut, Majalaya, Tasik, Cimahi, Padalarang, Ciwidey, Cianjur, Sukabumi, Indramayu. Razia gabungan di kota Bandung dilaksanakan 2 kali dalam setahun. Dan selama

menjadi PSK, Ani pernah tertangkap razia sebanyak tiga kali di daerah yang berbeda9

beda yaitu, Cirebon, Lembang, Sukabumi. Selama di tempat rehabilitasi yang berbentuk asrama, banyak kegiatan yang dilakukan yaitu diantaranya, membuat kue, olahraga, paduan suara dan salon. Selain itu, di asrama juga diberikan siraman rohani kepada para PSK seperti shalat berjamaah, pengajian dan ceramah. HIV, penyakit kelamin dan aborsi pun banyak terjadi dikalangan PSK khususnya di Kota Bandung ini. Mereka yang mengalami berbagai penyakit kelamin mendapatkan pelayanan langsung dari dokter dengan cuma-cuma. Mereka mendapatkan pelayanan seperti tes darah, sosialisasi dari dokter tentang perlunya penggunaan kondom. Dia mengakui, bahwa dia sudah capek menjalani pekerjaan seperti ini.capek mendengar dan melihat perilaku para tetangga yang sentiment kepada dirinya. Dia mempunyai harapan jika dia mempunyai modal yang cukup besar, dia ingin mendirikan usaha sendiri. Ani juga mempunyai harapan lain, dia ingin menikah dengan seorang laki-laki yang dapat membiayai dirinya, sehingga dia meninggalkan pekerjaan tersebut. Banyak teman satu profesi yang sudah mempunyai suami, namun suaminya tidak bisa menafkahinya, sehingga suaminya menyuruh dia untuk menjajakan dirinya. Semua itu terjadi karena faktor ekonomi.

B. Praktek By Phone And Internet Sebut saja Chika perempuan berumur 20 tahun yang frustasi karena telah ditinggalkan pacarnya dengan keadaan hamil, dia nekad untuk mengaborsi anakanya, sehingga ia memutuskan terjun ke dunia pelacuran, namun pelacuran yang dia lakukan semata-mata hanya ingin memenuhi kebutuhan biologisnya saja, akan tetapi dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, dia juga memasang tarif kepada para pelangannya. Chika mencari pelangannya melalui facebook dalam forum-forum atau komunitas grup tertentu. Setelah dia mendapatkan pelanggan yang cocok, dia langsung melakukan transaksi. Sebelum melayani pelanggannya, si pelanggan harus mentransfer terlebih dahulu uang yang telah di sepakati bersama. Setelah itu si pelanggan menelpon Chika dan pada saat itulah praktek dilakukan masing-masing. Praktek ini pun disebut dengan Phone Sex. Selain phone sex, Chika juga melayani pelanggan via webcam.

10

BAB V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan 1. Pelacuran adalah perbuatan atau praktek seorang perempuan yang jalang, liar, nakal, pelanggar norma susila yang menginginkan lelaki melakukan hubungan seksual dengannya dengan memberinya bayaran (Tjahyono dan Ashadi Siregar). Tipe Pelacur ada 4 macam (Reekless): a. Brothel Prostitute, operasi mereka dilakukan disuatu tempat dalam rumah, yang diorganisir dan menantikan langganan pria berkunjung ke tempat itu. b. Call-Girl prostitute, tempat operasi mereka ialah di hotel-hotel atau apartement kediaman langganan. Ia dipanggil melalui telepon atau melalui perantara-perantara. c. Street or public prostitute, type ini beroperasi dijalan-jalan atau tempat-tempat umum dan membawa langganannya ke tempat-tempat tertentu. d. Unorganized Professional prostitute, tempat operasi mereka ialah apartemet atau flat yang didiaminya sendiri. Type ini dapat digolongkan sebagai tingkat atas dan biaasanya mengadakan operasi seorang diri. Penghubung-penghubung yang digunakan misalnya sopir-sopir taxi atau orang-orang yang terpilih yang tahu seluk beluk untuk memperoleh langganan. 2. Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain : a. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan medapatkan kesenangan melalui jalan pendek. b. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, histeris dan hyperseks sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria. c. Adanya tekanan ekonomi d. Aspirasi material yang tinggi, sehingga ingin hidup bermewah-mewahan namun malas bekerja e. Banyak stimulasi seksual dalam bentuk : Film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul dll. f. Pekerjaan seorang pelacur tidak memerlukan keterampilan, tidak meerlukan intelegensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudaan dan keberanian.
11

g. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau melakukan hubungan seks sebelum perkawinan untuk sekedar iseng atau untuk menikmati masa indah dikala muda. h. Disorganisasi dan Disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home. Sehingga anak gadis mereka sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam dunia pelacuran. i. Oleh pengalaman-pengalaman traumatis dan shock mental, misalnya dimadu dalam perkawinan, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini. j. Oleh bujuk rayu para calo yang menjanjikan pekerjaan-pekerjaaan terhormat dan gaji tinggi. Namun, pada akhirnya wanita tersebut jatuh pada dunia malam atau rumahrumah pelacuran. 3. Akibat yang akan ditimbulkan oleh sebab adanya pelacuran, a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. c. Memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolesensi. d. Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika, ganja, morfin, heroin dll. e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum, dan agama. Terutama menggoyahkan norma perkawainan. f. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain g. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya impotensi,anorgasme, ejakolasi premature. 4. Kebijakan pemerintah dalam hal ini pemerintah Dareah Kota Bandung adalah dengan membuat serta menegakkan Perda K3 no.3 Tahun 2005.

12

B. Saran-Saran Hasil kajian menyeluruh dari makalah kami ni memang tidaklah sempurna, maka darinya kami mengharapkan saran perbaikan yang ada dalam hasil makalah ini sebagai bentuk kajian yang perlu sama-sama kita kaji sebagai suatu solusi permasalahan pelacuran di Kota Bandung pada umumnya.

13

DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini. Patologi Sososial.2009. Jakarta: Rajawali Pers. Perda Kota Bandung tentang K3 no 03 tahun 2005. http://laely-widjajati.blogspot.com/2010_05_30_archive.html. [31 oktober 2011/21.44 wib] Hasil Wawancara: Ani dan Chika (Nama samaran Wanita PSK) Drs. Tedy (Kepala Penyidikan Satuan Polisi {Pamong Praja Kota Bandung)

14

You might also like