You are on page 1of 34

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit gastroenteritris atau diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi angka insidensi diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris, 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini dikarenakan foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan oleh bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC). Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika, anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya yang mengalami serangan diare hingga 3 kali setiap tahun. Di Indonesia, khususnya di beberapa provinsi yakni Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makassar dan Batam, penyebab terbanyak dari 2.812 pasien diare yang disebabkan oleh bakteri yang datang ke rumah sakit di provinsi-provinsi tersebut adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A. Hal tersebut berdasarkan hasil analisa yang dilakukan di wilayah tersebut dari tahun 1995 hingga 2001. Berdasarkan uraian di atas tersebut, penulis mengangkat tema

Gastroenteritris Akut sebagai makalah yang digunakan untuk memenuhi tugas patofisiologi yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah patofisiologi.

1.2 TUJUAN

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini, yakni: 1. untuk mengetahui tentang definisi Gastroenteritris Akut, 2. untuk mengetahui tentang faktor-faktor penyebab dari timbulnya Gastroenteritris Akut, 3. untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit Gastroenteritris Akut khususnya di wilayah Indonesia, 4. untuk mengetahui patogenesis ataupun patofisiologi dari Gastroenteritris Akut, 5. untuk mengetahui manifestasi klinis yang ditimbulkan dari

Gastroenteritris Akut, 6. untuk mengetahui komplikasi yang dapat ditimbulkan setelah Gastroenteritris Akut, 7. untuk mengetahui tentang pencegahan primer, sekunder, maupun tersier dari Gastroenteritris Akut, dan 8. untuk mengetahui penatalaksanaan maupun prognosis dari

Gastroenteritris Akut.

1.3 MANFAAT

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini yakni:


1.

dapat mengetahui tentang definisi Gastroenteritris Akut,

2. dapat mengetahui tentang faktor-faktor penyebab dari timbulnya Gastroenteritris Akut, 3. dapat mengetahui epidemiologi dari penyakit Gastroenteritris Akut khususnya di wilayah Indonesia, 4. dapat mengetahui patogenesis ataupun patofisiologi dari

Gastroenteritris Akut, 5. dapat mengetahui manifestasi klinis yang ditimbulkan dari Gastroenteritris Akut, 6. dapat mengetahui komplikasi yang dapat ditimbulkan setelah Gastroenteritris Akut,
7. dapat mengetahui tentang pencegahan primer, sekunder, maupun

tersier dari Gastroenteritris Akut, dan 8. dapat mengetahui penatalaksanaan maupun prognosis dari

Gastroenteritris Akut.

BAB 2 KONSEP PENYAKIT

2.1 DEFINISI Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996). Gastroenteritis juga dapat diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI, 1965). Selain itu, gastroenteritis diartikan pula sebagai inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wongs, 1995). Gastroenteritis juga dapat merupakan kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi, alergi atau keracunan zat makanan (Marlenan Mayers, 1995). Menurut WHO (1980), gastroenteritis adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari dimana buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. Dari berbagai pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen. Sehingga Gastroenteritis Akut sendiri merupakan diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Berbeda halnya dengan diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari. 2.2 ETIOLOGI

Penyebab dari gastroenteritis akut terdiri dari berbagai macam. Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebabsebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.

Gastroenteritis akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh: 1. Bakteri Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C,

Salmonella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens, Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis. 2. Parasit Golongan protozoa, yakni : Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. saginata, T. sollium. 3. Virus terdiri dari Rotavirus, Adenovirus, dan Norwalk virus. Pola mikroorganisme penyebab gastroenteritis akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat dan waktu. Di negara maju penyebab paling sering dikarenakan infeksi dari Norwalk virus, Helicobacter jejuni, Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di negara berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rota virus dan V. cholerae. 2.3 EPIDEMIOLOGI Pada tahun 1995, gastroenteritis akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut di negara berkembang terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal didaerah atau lingkungan yang buruk,

kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan. Di Amerika Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena infeksi berkurang. Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersinia berkurang berkisar 20-30%. Hal ini tentunya dikarenakan perhatian yang besar atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan diare akut akibat infeksi masih menduduki peringkat pertama. Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien gastroenteritis akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk gastroenteritis akut akibat infeksi. 2.4 PATOGENESIS PATOFISIOLOGI Cairan sebanyak kurang lebih 9-10 liter memasuki saluran pencernaan setiap harinya. Cairan tersebut berasal dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan direabsorbsi kembali di usus halus. Sementara itu sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan direabsorbsi, sehingga tersisa cairan dengan jumlah 150-250 ml yang akan ikut dalam pembentukan tinja. Faktor-faktor faali yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain, misalnya saja, cairan intraluminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus dan meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu penghentian makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain menjadi terganggu.

Hal umum yang perlu diperhatikan pada keadaan gastroenteritis akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan. Penurunan keasaman lambung pada infeksi Shigella terbukti dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus akan memperlambat waktu diare dan gejala penyakit, serta mengurangi absorbsi elektrolit. Selain itu juga akan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan IgA. Demikian pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi. Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare. Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan menjadi:
a. Infeksi Non-Invasif

Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasif misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01 atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus, Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang berlebihan

Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3,5-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium. Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pimpa Na tidak terganggu, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+ dan K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3-, dan Cl-). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-. Inilah dasar terapi oralit per oral pada kolera. Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik voluminial (watery diarrhea). ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin ialah labile toxin (LT) dan stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae. Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat. b. Infeksi Invasif Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile, Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan lendir dan

darah. Walau demikian infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare sekretorik. Pada pemeriksaan tinja biasanya akan didapatkan sel-sel eritrosit dan leukosit. 2.5 MANIFESTASI KLINIS (TANDA DAN GEJALA) Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus, atau melalui aktivitas seksual kontak oralgenital atau oral-anal. Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala antara lain: mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman yang terkontaminasi. Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Kehilangan cairan akan menyebabkan individu atau penderita akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan karena deplesi air yang isotonik. Sementara itu, kehilangan bikarbonat akan menyebabkan perbandingan bikarbonat dan asam karbonat berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa (pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonat agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/menit, tekanan darah menurun

sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul adanya aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun drastic dan akan menyebabkan timbulnya anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali. Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demam yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai darah dan lendir. Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan anamnesis/observasi bentuk diare. Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis akut. Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti Reiters syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom. 2.6 KOMPLIKASI Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.

10

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi. Sementara itu, Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp. 2.7 PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, maka hal ini harus diberikan perhatian khusus. Air minum, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang

11

tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak. Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya. 2.8 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan gastroenteritis akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: 1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu: Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi rehidrasi dengan berbagai akibatnya. Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan.

12

Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara: BJ Plasma dengan memakai rumus:

Kebutuhan cairan: BJ Plasma 1.025 x BB (Kg) x 4 ml Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis: - Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB - Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB - Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan

penilaian/skor sebagai berikut: Pemeriksaan Skor: Rasa haus/muntah Suara serak Kesadaran apatis Kesadaran somnolen, sopor atau koma Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg Tekanan darah sistolik < 60 mmHg Frekwensi Nadi > 120 x/menit Frekwensi nafas > 30 x/menit Turgor kulit menurun Facies cholerica/wajah keriput 2
13

1 2 1 2 1 2 1 1 1

Ekstremitas dingin Washers womans hand Sianosis Umur 50-60 tahun Umur > 60 tahun

1 1 2 -1 -2

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter

Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial. Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3. 2. Memberikan terapi simptomatik

14

Obat anti diare dapat diklasifikasikan yakni: a. Kelompok antisekresi selektif Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.
b. Kelompok opiate

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan. c. Kelompok absorbent Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit. d. Zat Hidrofilik

15

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet. Probiotik Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi atau menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
3. Memberikan terapi definitive

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi: V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau golongan Fluoroquinolon. ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari. S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr

16

Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu atau Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.

Salmonella

non

Typhi:

Trimetoprim-Sulfametoksazole

atau

ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 7 hari. Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari. Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg, anak: 30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama 5-7 hari. Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3 hari. Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100 mg/hr selama 5 hari. Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari Virus: simptomatik dan suportif.

2.9 PROGNOSIS Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis gastroenteritis akut hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare akut karena infeksi < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.

17

BAB 3 PATHWAY

3.1 PATOFISIOLOGI GAMBARAN PENYAKIT SECARA MENYELURUH

18

BAB 4` IMPLIKASI DALAM BIDANG KEPERAWATAN

4.1 IMPLIKASI PATOFISIOLOGI PENYAKIT DALAM BIDANG KEPERAWATAN Implikasi dalam bidang keperawatan mencakup proses keperawatan itu sendiri. Proses keperawatan tersebut terdiri dari lima hal, yakni pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Kelima proses keperawatan yang terkait dengan Gastroenteritris Akut sendiri dijelaskan di bawah ini, yaitu:
1. Pengkajian

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan perumusan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, dan psikal assessment. Pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 terdiri dari beberapa cakupan yakni: 1. Identitas klien. 2. Riwayat keperawatan. Riwayat keperawatan ini terkait dengan gejala awal dari serangan dan keluhan utama klien. Gejala awal serangan yang terjadi dapat berupa gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul diare. Sementara itu, keluhan utama yakni berupa faeces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi tinja encer. 3. Riwayat kesehatan masa lalu. Riwayat penyakit yang diderita dan riwayat pemberian imunisasi.

19

4. Riwayat psikososial keluarga. Perawatan akan menjadi stressor bagi klien maupun bagi keluarga. Kecemasan akan meningkat jika keluarga tidak mengetahui prosedur dan pengobatan pada anggota keluarga mereka yang terkena diare. Setelah menyadari penyakit yang diderita oleh anggota keluarga mereka, mereka cenderung akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. 5. Kebutuhan dasar. Pada klien yang menderita Gastroenteritris Akut tentunya terjadi perubahan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.
a) Pola eliminasi pada klien akan mengalami perubahan yaitu BAB

lebih dari 4 kali sehari, sedangkan BAK sedikit bahkan jarang.


b) Pola nutrisi pada klien akan mengalami perubahan pula. Hal ini

diawali

dengan

mual,

muntah,

anoreksia

yang

dapat

menyebabkan penurunan berat badan pasien. c) Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d) Pola hygiene terkait dengan kebiasaan mandi klien setiap

harinya.
e) Aktivitas klien tentunya akan terganggu karena kondisi tubuh

yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen. 6. Pemeriksaan fisik. a) Pemeriksaan psikologis terdiri dari keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, serta pernapasan yang cukup cepat. b) Pemeriksaan sistematik, mencakup: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

20

1. Inspeksi Mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, serta anus yang kemerahan. 2. Perkusi, ditandai adanya distensi abdomen. 3. Palpasi, didapatkan data bahwa turgor kulit kurang elastik. 4. Auskultasi, didapatkan terdengarnya bising usus. c) Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang. Pada klien yang diare tentunya akan mengalami gangguan fisiologis seperti dehidrasi sehingga terjadi penurunan berat badan. d) Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tinja, pemeriksaan darah lengkap dan duodenum intubation dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab secara kuantitatif dan kualitatif. 2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada klien yang mengalami Gastroenteritris Akut antara lain:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan haluaran urine yang

berlebihan. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah dan gangguan pencernaan akibat inflamasi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi dan frekuensi BAB

yang berlebihan.

21

4. Gangguan kenyamanan nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. 6. Ansietas berhubungan dengan prosedur penanganan yang menakutkan.

22

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan haluaran urine yang berlebihan. Tujuan : Kekurangan volume cairan teratasi.

Kriteria hasil : Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, cairan seimbang. Intervensi :

1. Kaji tanda-tanda vital 2. Kaji tanda-tanda dehidrasi

3. Beri cairan kesukaan dalam batasan diet 4. Pantau asupan: pastikan sedikitnya 1500ml cairan per oral setiap 24 jam
5. Pantau haluaran: pastikan sedikitnya 1000-1500 ml/24 jam. Pantau adanya

penurunan berat jenis urine


6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan serta pemeriksaan

laboratorium dari elektrolit klien


7. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium

8. Ajarkan bahwa kopi, teh, jus buah anggur menyebabkan dieresis dan dapat memperberat kehilangan cairan Diagnosa 2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah dan gangguan pencernaan akibat inflamasi. Tujuan : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi

23

Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, serta mual maupun muntah tidak ada.

24

Intervensi

1. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi 2. Timbang berat badan klien setiap hari, pantau hasil pemeriksaan

laboratorium 3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat. Negosiasikan dengan klien tujuan asupan untuk setiap kali makan dan makan makanan kecil
4. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi 5. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi)
6. Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering

7. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien. Diagnosa 3 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi dan frekuensi BAB yang berlebihan. Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi

Kriteria hasil : Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada Intervensi :

1. Identifikasikan derajat dekubitus yang dialami klien 2. Kaji status dekubitus 3. Pertahankan kelembaban kulit klien 4. Cuci area yang kemerahan dengan lembut menggunakan sabun ringan. Bilas seluruh area dengan bersih untuk menghilangkan sabun dan keringkan

25

5. Masase dengan lembut kulit sehat di sekitar area yang sakit untuk merangsang sirkulasi. Jangan lakukan masase area jika tampak kemerahan
6. Lindungi permukaan kulit yang sehat. Oleskan lapisan tipis cairan

capolymer skin sealant 7. Tingkatkan asupan protein dan karbohidrat untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif. Timbang BB setiap hari dan tentukan kadar albumin serum setiap minggu untuk memantau status.
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antifungi sesuai indikasi.

Diagnosa 4. Gangguan kenyamanan nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. Tujuan : Nyeri dapat teratasi

Kriteria hasil : Nyeri dapat berkurang atau hilang, ekspresi wajah tenang Intervensi :

1. Kaji tanda-tanda vital 2. Kaji tingkat rasa nyeri pada klien 3. Atur posisi yang nyaman bagi klien 4. Beri kompres hangat pada daerah abdomen

5. Bicarakan dengan klien dan keluarga mengenai penggunaan terapi distraksi serta metode pereda nyeri lain
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi.

7. Ajarkan tindakan pereda nyeri noninvasif pada klien Diagnosa 5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat

26

Kriteria hasil : Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.

27

Intervensi

1. Kaji tingkat pendidikan keluarga klien 2. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien 3. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan 4. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertanya bila terdapat hal-hal yang

belum di mengerti 5. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Diagnosa 6. Ansietas berhubungan dengan prosedur penanganan yang menakutkan. Tujuan : Ansietas pada klien teratasi

Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, frekuensi jantung, tekanan darah dan frekuensi pernapasan klien normal Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasan klien ; ringan, sedang, berat atau panic

2. Kaji factor pencetus cemas 3. Beri kenyamanan dan ketentraman hati 4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan. Batasi kontak dengan orang lain yang juga mengalami cemas
5. Buat jadwal kontak dengan klien

6. Kaji hal yang disukai klien


7. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan 8. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien

9. Ajarkan penghentian ansietas untuk digunakan bila situasi yang menimbulkan stress tidak dapat dihindari

28

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan oleh perawat dalam menangani klien yang menderita Gastroenteritris Akut tentunya sesuai dengan intervensi atau rencana tindakan yang telah dibahas sebelumnya. Namun dalam pendokumentasian implementasi keperawatan, digunakan kata kerja bukan kata perintah seperti pada intervensi keperawatan.

5. Evaluasi Evaluasi dari keseluruhan proses keperawatan dengan klien yang menderita Gastroenteritris Akut tentunya untuk mencapai hal-hal di bawah ini yang sesuai dengan respon yang diberikan klien atas timbulnya penyakit tersebut, yakni: a. Volume cairan normal sesuai kebutuhan.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.

c. Integritas kulit kembali normal. d. Rasa nyaman terpenuhi.


e. Pengetahuan keluarga meningkat. f. Ansietas pada klien teratasi

4.2 PERANAN KEPERAWATAN


1. Pelaksana keperawatan (care giver)

Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dengan masalah Gastroenteritris Akut, seperti dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, serta pelaksanaan manajemen nyeri pada klien. 2. Pendidik

29

Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga agar klien dan keluarganya dapat memahami cara mengatasi masalah penyakit, tindakan pencegahan maupun penanganan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. 3. Pengawas Kesehatan Perawat harus melakukan home visit atau kunjungan ke rumah klien secara teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang proses rehabilitasi klien dari Gastroenteritris Akut yang klien derita sebelumnya. 4. Konsultan Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kenyamanan maupun keamanan. Keluarga dapat meminta nasehat pada perawat sehingga terjalin hubungan antara perawat dan keluarga yang baik. Perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya. 5. Kolaborasi Perawat juga harus bekerja sama dengan lintas program maupun secara lintas sektoral dalam pemenuhan kebutuhan dasar serta penyembuhan penyakit yang dialami klien.

30

BAB 5 PENUTUP

5.1 KESIMPULAN Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,vvirus dan parasit yang patogen. Sehingga Gastroenteritis Akut sendiri merupakan diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Penyebab dari gastroenteritis akut terdiri dari berbagai macam. Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebabsebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan diare akut akibat infeksi masih menduduki peringkat pertama. Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien gastroenteritis akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk gastroenteritis akut akibat infeksi. Hal umum yang perlu diperhatikan pada keadaan gastroenteritis akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan. Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare. Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala antara lain: mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai

31

atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman yang terkontaminasi. Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Sementara itu, penatalaksanaan gastroenteritis akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan memberikan terapi definitive. Sedangkan dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis gastroenteritis akut hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. 5.2 SARAN
1. Diharapkan pembaca dapat mengaplikasikan tindakan pencegahan untuk

menghindari penyakit Gastroenteritris Akut ini.


2. Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai panduan bagi semua pihak

yang terkait, sehingga dapat menunjang dalam pengendalian penyakit Gastroenteritris Akut.
3. Kita sebagai perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien

yang menderita Gastroenteritris Akut secara tepat.

32

DAFTAR PUSTAKA

Ahlquist David A, Camilleri M. 2001. Harrisons Principles of Internal Medicine. 15th edition. Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC Hendarwanto. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit Universitas Indonesia. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1 Ed. 6. Jakarta: EGC.

33

LAMPIRAN

34

You might also like