You are on page 1of 36

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETERANDALAN DAN KETEPATWAKTUAN PELAPORAN KEUANGAN PADA SKPD PEMERINTAH DAERAH

KOTA KENDARI Santiadji Mustafa (Universitas Haluoleo, Kendari) Sutrisno (Universitas Brawijaya, Malang) Rosidi (Universitas Brawijaya, Malang)

ABSTRAK Jenis penelitian adalah deskriptif verifikatif (causal) yang bertujuan untuk memberi gambaran (deskripsi) dari variabel-variabel yang diteliti dan untuk mengetahui hubungan kausalitas antar variabel melalui suatu pengujian hipotesis. Data penelitian adalah data primer yang dikumpulkan dengan mailed survey method dan direct survey method. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh variabel exogenous (Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pengendalian Intern Akuntansi dan Pemanfaatan Teknologi Informasi) terhadap variabel endogen (Keterandalan laporan keuangan dan Ketepatwaktuan laporan keuangan) melalui sebuah pendekatan Partial Least Square (PLS). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan data akan dilakukan melalui survai kuesioner yang diantar dan diambil sendiri oleh peneliti terhadap bagian akuntansi/penatausahaan keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Kendari. SKPD ini meliputi dinas, badan, kantor, dan RSUD. Hasil analisis menunjukkan bahwa kapasitas SDM tidak berpengaruh terhadap keterandalan, namun pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan. Keterandalan pelaporan keuangan tidak berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan, sementara kapasitas SDM dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Kapasitas SDM berpengaruh terhadap keterandalan bisa disebabkan memang karateristik SDM di Kota Kendari masih memiliki kapasitas yang rendah dan taraf pendidikan yang masih relatif rendah khususnya dalam bidang akuntansi. Keterandalan pelaporan keuangan tidak berpengaruh terhadap ketepatwaktuan bisa disebabkan oleh upaya untuk memenuhi sebuah kriteria penyajian pelaporan keuangan yang andal, diperlukan berbagai upaya baik yang bersifat material maupun non material, yang mengakibatkan waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan sebuah sistem pelaporan keuangan yang andal akan semakin lama.

Kata Kunci:

Kapasitas SDM, Pengendalian Intern Akuntansi, Pemanfaatan IT, Keterandalan dan Ketepatwaktuan.

Abstract Type of this research is descriptive verificative (causality) that aims to give descriptions from variables that researched and to know causality relation was between variable pass by a hypothesis testing. Research data using primary data that collected with mailed survey method and direct survey method. This research aims analyze effect of exogenous variables (Human Resources Capacity, Accountancy Internal Control, and Information Technology Usefulness) on endogenous variables (reliable of financial reporting and timeliness financial reporting) by PLS (partial least square) approach. Type of data uses in this research is primary data. Data collecting by survey of questionaire instrument with mailed survey method and direct survey method on Kendari local government especially on the SKPD (sub department of local government). Result of Hypothesis testing indicates that human resources capacity have not an effect on reliability of financial reporting, meanwhile accountancy internal control and information technology usefulness have an effect on reliability of financial reporting. Reliability of financial reporting have not an effect on timeliness of financial reporting. The next step of analysis indicates human resources capacity and information technology usefulness timeliness of financial reporting. Reliability of financial reporting have not an effect on timeliness of financial reporting caused by effort to fulfill a criterion of financial reporting presentation that reliable, needed various of efforts both for have the character of significant or nonsignificant, that result time required just for prepare a financial reporting system that reliable will longer. Keywords: Human resources capacity, internal control, information technology usefulness, reliable and timeliness of financial reporting

I.

PENDAHULUAN Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006). Akuntabilitas meliputi berbagai dimensi antara lain akuntabilitas

hukum, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial (keuangan). Terkait dengan tugas untuk menegakkan akuntabilitas finansial, khususnya di daerah, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mempublikasikan laporan keuangan kepada pemangku kepentingannya (stakeholder). Governmental Accounting Standards Board (1999) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan

menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Telah diketahui bahwa ada banyak pihak yang akan mengandalkan informasi dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh pemerintah daerah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi tersebut harus bermanfaat bagi para pemakai. Kebermanfaatan (usefulness) merupakan suatu karakteristik yang hanya dapat ditentukan secara kualitatif dalam hubungannya dengan keputusan, pemakai, dan keyakinan pemakai terhadap informasi. Oleh karena itu, kriteria ini secara umum disebut karakteristik kualitatif (qualitative characteristics) atau kualitas (qualities) informasi. Adapun kriteria dan unsur-unsur pembentuk kualitas informasi yang menjadikan informasi dalam laporan keuangan pemerintah mempunyai nilai atau manfaat sebagaimana disebutkan dalam Rerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan terdiri dari (PP No. 24 Tahun 2005): (a) relevan, (b) andal, (c) dapat dibandingkan, dan (d) dapat dipahami. Berdasarkan fakta yang diperoleh dari berbagai tulisan pada artikel atau jurnal yang menulis tentang akuntansi keuangan daerah, ternyata di dalam laporan keuangan pemerintah masih banyak disajikan data-data yang tidak sesuai (BPK, 2006), berdasarkan fenomena tersebut dapat dinyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah masih belum seluruhnya memenuhi kriteria keterandalan dan ketepatwaktuan (timeliness). Mengingat bahwa keterandalan dan ketepatwaktuan merupakan dua unsur nilai informasi yang penting terkait dengan pengambilan keputusan berbagai pihak, peneliti tertarik untuk meneliti hal apa saja yang mungkin mempengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan dalam penyusunan pelaporan keuangan pemerintah.

Dalam Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara pada bagian Standar Pekerjaan Lapangan Pemeriksaan Keuangan mengenai Pengendalian Intern disebutkan bahwa sistem informasi yang relevan dengan tujuan laporan keuangan, salah satunya adalah sistem akuntansi yang terdiri dari metode dan catatan yang digunakan untuk mencatat, mengolah, mengikhtisarkan, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan ekuitas yang bersangkutan (BPK RI, 2006). Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, maka kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan sistem akuntansi sangatlah penting, karena sistem akuntansi sebagai suatu sistem informasi membutuhkan kemampuan manusia untuk menjalankan sistem yang ada. Penelitian mengenai isu ketepatwaktuan pelaporan keuangan dilakukan oleh Heald (2008) pemerintah daerah di Inggris telah menetapkan tools akuntansi pemerintah (whole of government accounts) yang menjadi dasar pelaporan keuangan dalam upaya mencapai ketepatan pelaporan keuangan pemerintah. Pemerintah inggris telah melakukan perubahan sistem dari cash basis menuju accrual basis, yang harus melaporkan pelaporan entisas (sesuatu yang berwujud), secara khusus pada regulasi dari pelaporan keuangan pemerintah. Kemudian penelitian tentang peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan keuangan daerah dilakukan oleh Brignall dan Modell (2000) dan Marschke (2003) menganalisis sebuah evulusi dalam meningkatkan system pengukuran kinerja dalam organisasi pemerintah melalui program job-training. Dalam program ini, dinas-dinas pada

pemerintah daerah di Amerika menetapkan ukuran kinerja dan standar untuk pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah. Pengunaan Sistem Informasi dalam organisasi telah meningkat secara dramatis. Sejak tahun 1980-an, sekitar 50 persen modal baru digunakan untuk pengembangan Sistem Informasi (Westland dan Clark, 2000) dalam Venkatesh et al., (2003). Sistem informasi diadakan untuk menunjang aktifitas usaha di semua tingkatan organisasi. Penggunaan SI mencakup sampai ke tingkat operasional untuk meningkatkan kualitas produk serta produktivitas operasi. Sistem informasi juga berperan dalam bidang akuntansi. Statement of Financial Accounting Concept No. 2, Financial Accounting Standard Board mendefinisikan akuntansi sebagai sistem informasi. Standar akuntansi keuangan tersebut juga menyebutkan bahwa tujuan utama akuntansi adalah untuk menyediakan informasi bagi pengambil keputusan. Penelitian mengenai sumber daya manusia yang ada di instansi pemerintah pernah dilakukan, diantaranya penelitian Dinata (2004) menemukan bukti empiris bahwa secara garis besar sumber daya manusia yang ada di instansi pemerintahan Kota Palembang belum sepenuhnya dinyatakan siap atas berlakunya Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Penelitian Alimbudiono dan Fidelis (2004) memberikan temuan empiris bahwa pegawai berlatar pendidikan akuntansi di subbagian akuntansi Pemerintah XYZ masih minim, job description-nya belum jelas, dan pelatihan-pelatihan untuk menjamin fungsi akuntansi berjalan dengan baik belum dilaksanakan. Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa kapasitas sumber

daya manusia yang ada di instansi pemerintahan masih belum memadai. Kapasitas sumber daya manusia yang masih minim ini cenderung memiliki pengaruh terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah. Hal kedua yang mungkin memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah adalah pemanfaatan teknologi informasi. Seperti kita ketahui bahwa total volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Dari sisi akuntansi hal tersebut menunjukkan bahwa volume transaksi keuangan pemerintah juga menunjukkan kuantitas yang semakin besar dan kualitas yang semakin rumit dan kompleks. Peningkatan volume transaksi yang semakin besar dan semakin kompleks tentu harus diikuti dengan peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan pemerintah (Sugijanto, 2002). Untuk itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan Informasi Keuangan Daerah kepada publik. Kewajiban pemanfaatan teknologi informasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah yang merupakan pengganti dari PP No. 11 Tahun 2001 tentang Informasi Keuangan Daerah. Suatu teknologi informasi terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, manajemen data, dan jaringan (Wilkinson et al. 2000). Walaupun secara umum telah banyak diketahui manfaat yang ditawarkan oleh suatu teknologi informasi antara lain kecepatan pemrosesan transaksi dan penyiapan laporan, keakuratan

perhitungan, penyimpanan data dalam jumlah besar, kos pemrosesan yang lebih rendah, kemampuan multiprocessing, namun pengimplementasian teknologi informasi tidaklah murah. Terlebih jika teknologi informasi yang ada, tidak atau belum mampu dimanfaatkan secara maksimal maka implementasi teknologi menjadi sia-sia dan semakin mahal. Kendala penerapan teknologi informasi antara lain berkaitan dengan kondisi perangkat keras, perangkat lunak yang digunakan, pemutakhiran data, kondisi sumber daya manusia yang ada, dan keterbatasan dana. Kendala ini yang mungkin menjadi faktor pemanfaatan teknologi informasi di instansi pemerintah belum optimal, faktor ini mungkin juga memiliki pengaruh terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah. Hal ketiga yang mungkin mempengaruhi keterandalan pelaporan keuangan pemerintah adalah pengendalian intern akuntansi. Sistem akuntansi sebagai sistem informasi merupakan subjek terjadinya kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja (Riasetiawan, 2010). Oleh karena itu sistem akuntansi memerlukan pengendalian intern atau dengan kata lain sistem akuntansi berkaitan erat dengan pengendalian intern organisasi (Mahmudi, 2007). Pengendalian intern menurut Permendagri No. 60 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundangundangan. Ada tiga fungsi yang terlihat dari definisi tersebut yaitu: (a) keterandalan pelaporan keuangan, (b) efisiensi dan efektivitas operasi, dan (c) kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Fungsi pertama dilakukan untuk mencegah terjadinya inefisiensi dan dinamakan pengendalian intern akuntansi, sedangkan fungsi kedua dan ketiga dilakukan secara khusus untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen dan dinamakan pengendalian intern administratif (Moscove et al., 1990 dalam Triyuwono dan Roekhudin, 2000). Komponen penting dari pengendalian intern organisasi yang terkait dengan sistem akuntansi antara lain (Mahmudi, 2007): (a) sistem dan prosedur akuntansi, (b) otorisasi, (c) formulir, dokumen, dan catatan, dan (d) pemisahan tugas. Berdasarkan penelitian sebelumnya, yang menganalisis pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap keterandalan dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi OLS (ordinary least square) semua variabel tersebut merupakan variabel terukur, begitu pula pengaruh ketiga variabel bebas tersebut terhadap ketepatwaktuan dilakukan dengan pendekatan regresi dengan variabel terukur. Sementara penelitian ini menggunakan persamaan struktur dengan pendekatan PLS (partial least square) dengan variabel tidak terukur yang menggunakan indikator sebagai pengukur variabel-variabel exogen maupun endogen. Kemudian dalam penelitian sebelumnya variabel keterandalan dan ketepatwaktuan dianalisis secara terpisah, sementara dalam penelitian ini variabel keterandalan dan ketepatwaktuan dianalisis secara simultan dalam sebuah persamaan struktural keduanya berfungsi sebagai variabel endogen. Perbedanaan berikutnya, penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitian, penelitain sebelumnya dilakukan pada SKPD di kota Palembang, sementara penelitian

ini dilakukan pada SKPD di Kota Kendari, yang memiliki perbedaan karateristik wilayah dan budaya. Berdasarkan dari latar belakang di atas, dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Menguji pengaruh kapasitas sumber daya manusia terhadap keterandalan pelaporan keuangan. 2) Menguji pengaruh kapasitas sumber daya manusia terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. 3) Menguji pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap keterandalan pelaporan keuangan. 4) Menguji pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. 5) Menguji pengaruh pengendalian intern akuntansi terhadap keterandalan pelaporan keuangan. 6) Menguji pengaruh keterandalan pelaporan keuangan terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA a. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut. Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan (Pemerintah Pusat dan Daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara dan daerah (BUMN dan

BUMD), yayasan, universitas, organisasi politik dan organisasi massa, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial, budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan definisi. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik. American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis, serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggung-jawaban pelaksanaan pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik. Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi untuk pengendalian manajemen dan akuntabilitas. Konsep transparansi dan akuntabilitas publik dibangun paling tidak atas lima komponen, yaitu sistem perencanaan strategik, sistem pengukuran kinerja, sistem pelaporan keuangan, saluran akuntabilitas publik (channel of public accountability), dan auditing sektor publik yang dapat diintegrasikan ke dalam tiga bagian akuntansi sektor publik, yaitu: Akuntansi Manajemen Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Sektor Publik, dan Auditing Sektor Publik. b. Laporan Keuangan Pemerintah Akuntansi keuangan sektor publik terkait dengan tujuan dihasilkannya laporan keuangan

eksternal. Tujuan penyajian laporan keuangan adalah memberikan informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan, bukti pertanggungjawaban dan pengelolaan, dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasional (IFAC, 2000; GASB, 1999). Beberapa teknik akuntansi keuangan yang dapat diadopsi oleh sektor publik adalah akuntansi anggaran, akuntansi komitmen, akuntansi dana, akuntansi kas, dan akuntansi accrual. Pada dasarnya kelima teknik tersebut tidak bersifat mutually exclusive. Artinya, penggunaan salah satu teknik akuntansi tersebut tidak menolak penggunaan teknik yang lain. Dengan demikian, suatu organisasi dapat menggunakan teknik akuntansi yang berbeda-beda, maupun menggunakan kelima teknik tersebut secara bersamasama (Jones and Pendlebury, 2000). Isu yang muncul dan menjadi perdebatan dalam reformasi akuntansi sektor publik di Indonesia adalah perubahan single entry menjadi double entry bookkeeping dan perubahan teknik atau sistem akuntansi berbasis kas menjadi berbasis accrual. Single entry pada awalnya digunakan sebagai dasar pembukuan dengan alasan utama demi kemudahan dan kepraktisan. Seiring dengan semakin tingginya tuntutan pewujudan good public governance, perubahan tersebut dipandang sebagai solusi yang mendesak untuk diterapkan karena pengaplikasian double entry dapat menghasilkan laporan keuangan yang auditable. Cash basis mempunyai kelebihan antara lain mencerminkan informasi yang riil dan obyektif, sedangkan kelemahannya antara lain kurang mencerminkan kinerja yang sesungguhnya. Teknik akuntansi berbasis accrual dinilai dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih komprehensif dan relevan untuk

pengambilan keputusan. Pengaplikasian accrual basis lebih ditujukan pada penentuan biaya layanan dan harga yang dibebankan kepada publik, sehingga memungkinkan pemerintah menyediakan layanan publik yang optimal dan sustainable. Pengaplikasian accrual basis memberikan gambaran kondisi keuangan secara menyeluruh (full picture), yang meliputi manajemen sumber daya (resource management) dan manajemen utang (liability management), dan menyediakan indikasi kekuatan fiskal jangka panjang dalam reformasi manajemen keuangan dan reformasi manajemen lainnya (Mellor, 1996). Penekanan penggunaan accrual basis juga disyaratkan dalam GASB (1999) dan diterapkan bersama-sama dengan asumsi dasar lainnya seperti going concern, consistency of presentation, materiality and aggregation untuk mewujudkan comparative information (IFAC, 2000). Namun demikian, accrual accounting mempunyai beberapa kelemahan antara lain penilaian dan revaluasi aset yang didasarkan atas taksiran dan penggunaan estimasi dalam penghitungan depresiasi (Conn, 1996). Beberapa negara telah mereformasi akuntansi sektor publik mereka, terutama perubahan dari cash basis menjadi accrual basis. New Zealand merupakan contoh sukses dalam menerapkannya. Namun, beberapa kasus menunjukkan bahwa perubahan yang dilakukan tidak seluruhnya menjamin keberhasilan. Kasus di Italia menunjukkan bahwa perubahan tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap transparansi, efisiensi, dan efektivitas organisasi. Oleh karena itu, dalam mereformasi suatu sistem perlu dilakukan analisis mendalam terhadap faktor lingkungan, salah satunya adalah

faktor sosiologi masyarakat (Yamamoto, 1997). Menurut UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya tahun 2008. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Dipertegas dalam PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang menyatakan bahwa laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana. c. Karakteristik Sistem Informasi Akuntansi Sistem informasi akuntansi dikonseptualisasikan di sini sebagai suatu sistem formal yang didesain untuk menyediakan informasi kepada pemakai laporan keuangan. Penelitian ini meneliti empat dimensi SAM: broad scope, dan aggregation. Galbraith (1973) menyatakan salah satu pilihan organisasi jika ada gap (kesenjangan) informasi adalah dengan meningkatkan kapabilitas proses pembuat keputusan melalui pengenalan sistem informasi yang lebih canggih. Sistem informasi akuntansi sebagian besar bisa mengisi gap ini dengan menyediakan informasi yang memungkinkan pemakai untuk memahami hubungan input/output lebih baik dan dengan menurunkan ketidakpastian mengenai kemungkinan tercapainya tujuan yang optimal bagi organisasi. Dimensi scope memiliki tiga sub-dimensi: fokus, kuantifikasi, dan horizon waktu (Chenhall dan Morris, 1986; Gordon dan Miller, 1976; Gordon dan Narayanan, 1984; Gorry dan ScottMorton, 1971; dan Larcker, 1981). Scope dipandang sebagai suatu

continuum dengan narrow scope pada satu sisi dan broad scope di sisi lain. Informasi narrow scope berhubungan dengan sistem akuntansi tradisional yang terbatas menyediakan informasi secara internal, finansial, dan informasi historis. Informasi broad scope , sebaliknya, adalah informasi yang bersifat eksternal, non-finansial, and berorientasi ke masa yang akan datang. Dimensi aggregation menyediakan informasi secara ringkas sesuai area fungsional, periode waktu atau melalui model keputusan (Chenhall dan Morris, 1986). Informasi aggregation pada tingkat fungsional memberikan pemakai informasi tentang hasil keputusan yang dibuat pada departemen, yang mana penggunaan model keputusan memerlukan informasi yang teragregasi. Aggregation dengan periode waktu memungkinkan manajer untuk menilai hasil keputusan mereka sepanjang waktu. Sebagai contoh, dari hasil suatu keputusan untuk memperkenalkan input baru dapat dievaluasi dari sisi pengaruhnya terhadap efisiensi bisnis unit dan kualitas produksi selama suatu periode waktu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, ada empat karateristik sistem informasi akuntansi yang familiar pada penggunaan di organisasi profit maupun non profit. Empat karateristik tersebut dijelaskan lebih rinci sebagai berikut: 1) Informasi yang cakupannya luas (broad scope) adalah informasi yang memperhatikan dimensi fokus, time horizon, dan kuantifikasi. Fokus merupakan informasi yang berasal dari dalam atau luar organisasi (seperti faktor-faktor ekonomi, teknologi dan pasar). Time horizon berkaitan dengan informasi yang menyangkut estimasi kejadian di masa yang akan datang. Sementara itu

kuantifikasi merupakan informasi yang menyangkut aspek-aspek keuangan dan non keuangan. 2) Informasi yang tepat waktu (timeliness) menunjukan pada rentang waktu antara kebutuhan informasi dengan tersedianya informasi yang diinginkan serta frekuensi pelaporan informasi. Jadi informasi yang tepat waktu dalam penelitian ini dikonseptualkan menjadi dua subdimensi yaitu kecepatan membuat laporan dan frekuensi pelaporan. Kecepatan diartikan sebagai tenggang waktu antara kebutuhan akan informasi dengan tersedianya informasi, sedangkan frekuensi diartikan dengan seberapa sering informasi disediakan untuk para pemakai laporan informasi akuntansi. 3) Informasi agregasi (agregation) merupakan ringkasan informasi menurut fungsi, periode waktu dan model keputusan. Informasi menurut fungsi dimaksudkan untuk menyediakan informasi yang berkenaan dengan hasil dari suatu keputusan yang dibuat oleh unit-unit lain. Informasi menurut periode waktu adalah informasi yang memungkinkan pemakai untuk menilai keputusan mereka dari waktu ke waktu. Sedangkan informasi menurut keputusan adalah informasi yang disediakan untuk membuat keputusan dengan menggunakan model analisis seperti analisis what-if, dan analisis cost and benefit. 4) Informasi yang terintegrasi (integration) ditunjukan dari koordinasi antara segmen subunit yang satu dengan yang lainnya. Informasi yang terintegrasi mencakup aspek

seperti ketentuan target atau aktivitas yang dihitung dari proses interaksi antar sub-unit dalam organisasi. Informasi ini juga menunjukan sifat transparansi dari masingmasing manajer mengenai dampak suatu kebijakan terhadap unit yang lain. b. Kapasitas Sumber Daya Manusia Kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan fungsifungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes). Menurut Tjiptoherijanto (2001) dalam Alimbudiono dan Fidelis (2004), untuk menilai kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu fungsi, termasuk akuntansi, dapat dilihat dari level of responsibility dan kompetensi sumberdaya tersebut. Tanggung jawab dapat dilihat dari atau tertuang dalam deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan dasar untuk melaksanakan tugas dengan baik. Tanpa adanya deskripsi jabatan yang jelas, sumberdaya tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan kompetensi dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti, dan dari keterampilan yang dinyatakan dalam pelaksanaan tugas. Kompetensi merupakan suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan (ability) untuk melaksanakan suatu pekerjaan (Hevesi, 2005). Menurut beberapa pakar, kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya.

Pegawai yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup akan bekerja tersendat-sendat dan juga mengakibatkan pemborosan bahan, waktu, dan tenaga. Menurut Dunnetts dalam Indriasari dan Nahartyo, (2008), skill adalah kapasitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu rangkaian tugas yang berkembang dari hasil pelatihan dan pengalaman. Menurut Blanchard dan Thacker (2004) dalam Indriasari dan Nahartyo, (2008) skill seseorang tercermin dari seberapa baik seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan yang spesifik seperti mengoperasikan suatu peralatan, berkomunikasi efektif, atau mengimplementasikan suatu strategi bisnis. c. Pemanfaatan Teknologi Informasi Teknologi informasi meliputi komputer (mainframe, mini, micro), perangkat lunak (software), database, jaringan (internet, intranet), electronic commerce, dan jenis lainnya yang berhubungan dengan teknologi (Wilkinson et al., 2000). Teknologi informasi selain sebagai teknologi komputer (hardware dan software) untuk pemrosesan dan penyimpanan informasi, juga berfungsi sebagai teknologi komunikasi untuk penyebaran informasi. Komputer sebagai salah satu komponen dari teknologi informasi merupakan alat yang bisa melipatgandakan kemampuan yang dimiliki manusia dan komputer juga bisa mengerjakan sesuatu yang manusia mungkin tidak mampu melakukannya. Tingginya biaya tenaga kerja manusia yang diperlukan dalam pemrosesan data membuat pemrosesan secara manual kurang efektif jika ditinjau dari sisi volume dan biaya pemrosesan. Pemrosesan secara manual memiliki biaya yang stabil pada angka yang cukup tinggi. Sementara dengan menggunakan mesin, meski investasi awal lebih besar biayanya,

namun pada perkembangannya akan dapat mengurangi biaya pemrosesan dengan tetap menjaga volume. Sedangkan pengolahan data dengan menggunakan komputer, akan dapat terus mengurangi biaya-biaya pada posisi yang paling rendah dibandingkan dengan metoda pengolahan yang lain. Dalam hubungannya dengan sistem informasi akuntansi, komputer akan meningkatkan kapabilitas sistem. Ketika komputer dan komponenkomponen yang berhubungan dengan teknologi informasi diintegrasikan ke dalam suatu sistem informasi akuntansi, tidak ada aktivitas umum yang ditambah atau dikurangi. Sistem informasi akuntansi masih mengumpulkan, memproses, dan menyimpan data. Sistem masih memasukkan pengendalianpengendalian atas keakurasian data. Sistem juga menghasilkan laporanlaporan dan informasi lainnya. Hanya saja pengkomputerisasian sistem informasi akuntansi seringkali mengubah karakter aktivitas. Data mungkin dikumpulkan dengan peralatan khusus. Catatan akuntansi menggunakan lebih sedikit kertas. Kebanyakan, jika tidak semuanya, tahapan-tahapan pemrosesan dilakukan secara otomatis. Output lebih rapi, dalam bentuk yang lebih bervariasi, dan lebih banyak. Terlebih lagi, output dapat didistribusikan kepada orang lain yang terhubung lewat LAN, yang lebih penting dari semua perubahan ini adalah peningkatan dalam hal (Wilkinson et al., 2000): 1) Pemrosesan transaksi dan data lainnya lebih cepat, 2) Keakurasian dalam perhitungan dan pembandingan lebih besar, 3) Kos pemrosesan masing-masing transaksi lebih rendah, 4) Penyiapan laporan dan output lainnya lebih tepat waktu,

10

5) Tempat penyimpanan data lebih ringkas dengan aksesibilitas lebih tinggi ketika dibutuhkan, 6) Pilihan pemasukan data dan penyediaan output lebih luas/banyak. 7) Produktivitas lebih tinggi bagi karyawan dan manager yang belajar untuk menggunakan komputer secara efektif dalam tanggung jawab rutin dan pembuatan keputusan. Sedangkan kelemahannya, sistem komputer cenderung kurang fleksibel dan tidak dapat cepat beradaptasi jika ada perubahan sistem, perencanaan dan pembuatan sistem terkomputerisasi memakan waktu lebih lama, biaya pemasangan instalasi tinggi, butuh kontrol yang lebih baik, jika ada bagian hardware yang tidak bekerja dapat melumpuhkan sistem, komputer tidak dapat mendeteksi penyebab kesalahan, hilangnya jejak audit, komputer peka terhadap pengaruh lingkungan, data yang disimpan mudah rusak (Pujonggo, 2004). d. Pengendalian Internal Akuntansi Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah bahwa sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporankeuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang dimaksudkan

dalam peraturan ini meliputi pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. Pengawasan Intern merupakan seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Dalam upaya mendukung pengawasan intern pemerintah daerah dilakukan oleh beberapa institusi antara lain, BPKP (badan pengawas keuangan dan pembangunan) yang merupakan aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Selanjutnya Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga. Berikutnya Inspektorat Provinsi adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur. Sementara itu institusi pada tingkat kabupaten/kota adalah inspektorat Kabupaten/Kota yang merupakan aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada bupati/walikota. Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan tersebut dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

11

Berdasarkan PP. 60 tahun 2008 SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Unsurunsur pembentuk SPIP (sistem pengendalian intern pemerintah) antara lain: a) Lingkungan pengendalian; Indikator Lingkungan pengendalian ini memiliki makna bahwa pimpinan dan staf instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui; penegakan integritas dan nilai etika; komitmen terhadap kompetensi; dan kepemimpinan yang kondusif. Penegakan integritas dan nilai etika dilakukan dengan cara: menyusun dan menerapkan aturan perilaku; memberikan keteladanan; dan menegakkan tindakan disiplin. b) Penilaian risiko; Indikator Penilaian risiko ini memiliki makna bahwa pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko, melalui identifikasi risiko dan analisis risiko. Penilaian risiko oleh pimpinan Instansi Pemerintah dengan cara menetapkan: tujuan Instansi dan tujuan pada tingkatan kegiatan c) Kegiatan pengendalian; Indikator kegiatan pengendalian ini memiliki makna bahwa pimpinan beserta staf Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut

masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. d) Informasi dan komunikasi; Indikator Informasi dan komunikasi ini memiliki makna bahwa Pimpinan dan staf instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Pimpinan dan staf instansi Pemerintah wajib menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi. e) Pemantauan pengendalian intern. Indikator pemantauan pengendalian intern ini memiliki makna bahwa Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauanberkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan review lainnya. III. KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN a. Kerangka Konseptual Kerangka konspetual bertujuan agar penelitian ini dapat terarah secara sistimatais dalam suatu alur metode penelitian yang baik, sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang akan dicapai. Kerangka konsep penelitian secara komprehensif perlu dibangun dengan mendasarkan kepada fakta masalah yang ada, keterkaitan variabel secara teoritis, kajian penelitian-penelitian sebelumnya, metodologi, metode analisis dan dengan keselarasan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Kerangka konseptual yang dibangun dalam penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan tentang penelitian yang akan dilakukan penulis secara keseluruhan, yaitu menganalisis pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi infromasi terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan

12

pelaporan keuangan daerah pada SKPD di Kota Kendari provinsi Sulawesi Tenggara. Kerangka konsep dalam penelitian ini mengambarkan paradigma metode penelitian secara komprehensif, yang dapat digambarkan dalam suatu skema kerangka proses berpikir. Secara umum penelitian ini

menganalisis variabel kapasitas SDM, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Pengendalian intern Akuntansi terhadap Keterandalan Laporan Keuangan Pemerintah daerah dan ketepatwaktuan pelaporan Keuangan Pemerintah daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari model hipotesis berikut:

Kapasitas Sumber Daya Manusia (X1)

Pengendalian Intern Akuntansi (X2)

Keterandalan (Y1)

Ketepatwaktuan (Y2)

Pemanfaatan Teknologi Informasi (X3)

Gambar. Model Hipotesis

b.

Pengembangan Hipotesis 1) Pengaruh kapasitas sumber daya manusia terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Pemerintah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri Nomor 13 Tahun 2006 telah membawa perubahan besar dan memberikan pendekatan baru dalam pengelolaan keuangan daerah. Perubahan yang mendasar dalam PP Nomor 105 Tahun 2000 adalah terkait

dengan perubahan dalam sistem penganggaran, baik proses penganggarannya maupun bentuk dan struktur APBD. Perubahan tersebut merupakan suatu perubahan yang bersifat paradigmatik, sementara perubahan yang lebih bersifat pragmatik dan teknis operasional diatur dalam Kepmendagri Nomor 13 Tahun 2006, yaitu terkait dengan penatausahaan keuangan daerah. Perubahan itu sudah sampai pada teknik akuntansinya yang meliputi perubahan dalam pendekatan sistem

13

akuntansi dan prosedur pencatatan, dokumen dan formulir yang digunakan, fungsi-fungsi otorisasi untuk tujuan sistem pengendalian intern, laporan, serta pengawasan (Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik, 2006). Perubahan tersebut membutuhkan dukungan teknologi dan sumber daya manusia yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi yang memadai. Penelitian mengenai kesiapan sumber daya manusia subbagian akuntansi pemerintah daerah dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban keuangan daerah pernah dilakukan oleh Alimbudiono dan Fidelis (2004), Dinata (2004), Imelda (2005) Temuan empiris dari penelitian mereka menunjukkan masih minimnya pegawai berlatar pendidikan akuntansi, belum jelasnya job description, dan kurangnya dilaksanakannya pelatihanpelatihan untuk menjamin fungsi akuntansi berjalan dengan baik pada Pemerintah kota. Palembang. Walaupun sistem akuntansi yang dibangun sudah baik tetapi sumber daya manusianya tidak memiliki kapasitas untuk melaksanakannya, maka akan menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan fungsi akuntansi yang ada dan akhirnya informasi akuntansi sebagai produk dari sistem akuntansi bisa jadi kualitasnya buruk. Informasi yang dihasilkan menjadi informasi yang kurang atau tidak memiliki nilai, salah satunya keterandalan sebagaimana yang masih banyak ditemui dalam pelaporan keuangan pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut penulis menduga terdapat hubungan positif antara kapasitas sumber daya manusia dengan keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah dan hubungan tersebut dihipotesiskan: Hipotesis 1: Kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap

keterandalan keuangan.

pelaporan

Selain itu, rendahnya pemahaman pegawai terhadap tugas dan fungsinya serta hambatan di dalam pengolahan data juga dapat berdampak pada keterlambatan penyelesaian tugas yang harus diselesaikan, salah satunya adalah penyajian laporan keuangan. Keterlambatan penyajian laporan keuangan berarti bahwa laporan keuangan belum/tidak memenuhi nilai informasi yang disyaratkan, yaitu ketepatwaktuan. Berdasarkan uraian tersebut penulis penulis menduga terdapat hubungan positif antara kapasitas sumber daya manusia dengan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah dan hubungan tersebut dihipotesiskan sebagai berikut: Hipotesis 2 : Kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. 2) Pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan Perkembangan teknologi informasi tidak hanya dimanfaatkan pada organisasi bisnis tetapi juga pada organisasi sektor publik, termasuk pemerintahan. Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah disebutkan bahwa untuk menindaklanjuti terselenggaranya proses pembangunan yang sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan

14

Informasi Keuangan Daerah kepada pelayanan publik. Pemerintah perlu mengoptimalisasi pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk membangun jaringan sistem informasi manajemen dan proses kerja yang memungkinkan pemerintahan bekerja secara terpadu dengan menyederhanakan akses antar unit kerja. Penelitian yang berhubungan dengan pemanfaatan sistem informasi dan teknologi informasi pada organisasi sektor publik sudah pernah dilakukan oleh Indriasari dan Nahartyo (2008). Uraian dan temuan empiris mengenai teknologi informasi menunjukkan bahwa pengolahan data dengan memanfaatkan teknologi informasi (komputer dan jaringan) akan memberikan banyak keunggulan baik dari sisi keakuratan/ketepatan hasil operasi maupun predikatnya sebagai mesin multiguna, multiprocessing. Pemanfaatan teknologi informasi juga akan mengurangi kesalahan yang terjadi. Penelitian Donnelly et al. (1994) menemukan bahwa sistem/teknologi informasi yang dimiliki pemerintah daerah di Skotlandia belum begitu baik. Hal ini boleh jadi dialami juga oleh pemerintah daerah di Indonesia sebagaimana dikatakan oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, dalam gala dinner bersama Guru Besar Pemasaran, Philip Kotler di Jakarta. Beliau mengakui bahwa bangsa Indonesia masih belum mampu menggunakan secara maksimal Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), walaupun teknologi tersebut telah tersedia (ANTARA News, 2007). Berdasarkan uraian tersebut diduga terdapat hubungan positif antara pemanfaatan teknologi informasi dengan keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah sehingga penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 3 : Pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh

positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan. Selain keterandalan hasil operasi dan kemampuan untuk mengurangi human error, pemanfaatan teknologi informasi dalam pengolahan data diketahui memiliki keunggulan dari sisi kecepatan. Suatu entitas akuntansi yang bernama pemerintah daerah, sudah pasti akan memiliki transaksi yang kompleks dan besar volumenya. Pemanfaatan teknologi informasi mesti akan sangat membantu mempercepat proses pengolahan data transaksi dan penyajian laporan keuangan pemerintah sehingga laporan keuangan tersebut tidak kehilangan nilai informasi yaitu ketepatwaktuan. Berdasarkan uraian tersebut diduga terdapat hubungan positif antara pemanfaatan teknologi informasi dengan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah sehingga diajukan hipotesis: Hipotesis 4 : Pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. 3) Pengaruh pengendalian intern akuntansi terhadap keterandalan pelaporan keuangan Aktivitas pengendalian yang berhubungan dengan pelaporan keuangan adalah (1) perancangan yang memadai dan penggunaan dokumen-dokumen dan catatan-catatan bernomor; (2) pemisahan tugas; (3) otorisasi yang memadai atas transaksitransaksi; (4) pemeriksaan independen atas kinerja; dan (5) penilaian yang sesuai/tepat atas jumlah yang dicatat. Unsur-unsur pokok yang diperlukan dalam menciptakan pengendalian akuntansi yang efektif antara lain: (a) adanya perlindungan fisik terhadap harta; (b) pemisahan fungsi organisasi yaitu pemisahan

15

fungsi organisasi yang saling berkaitan; (c) adanya jejak audit yang baik; dan (d) sumber daya manusia yang optimal. Penyimpangan dan kebocoran yang masih ditemukan di dalam laporan keuangan menunjukkan bahwa laporan keuangan tersebut belum memenuhi karakteristik/nilai informasi yaitu keterandalan. Bila dikaitkan dengan penjelasan mengenai pengendalian intern akuntansi, maka penyebab ketidakandalan laporan keuangan tersebut merupakan masalah yang berhubungan dengan pengendalian intern akuntansi. Berdasarkan uraian dan temuan empiris tersebut, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut. Hipotesis 5 : Pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan. 4) Pengaruh keterandalan terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan Beberapa kriteria keandalan dalam penelitian ini meliputi; (1) Transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan tergambar dengan jujur dalam laporan keuangan. (2) Andal dalam hal Neraca disajikan. (3) kehandalan Laporan realisasi anggaran atau laporan perhitungan APBD yang disajikan. (3) Catatan atas laporan keuangan disajikan. (4) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji. (5) Rekonsiliasi dilakukan secara periodik antara catatan akuntansi dengan catatan bank atau catatan pihak eksternal yang membutuhkan konfirmasi atau rekonsiliasi. (6) Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu. Ketika bebera[pa kriteria ini terpenuhi maka, ketepatan waktu pelaporan akan semakin baik.

Namun sebaliknya waktu pelaporan akan terbengkalai jika proses penyusunannya mengalami masalah, masih ada ketidakwajaran dalam penyajian, yang menyebabkan proses pemeriksaan ulang harus dilakukan, menyebabkan keterlambatan pelaporan, kemudian tidak dilakukannya pencatatan secara periodik, penyajian bersifat tertutup, dan belum terujinya laporan keuangan, ini merupakan hal-hal yang menghambat penyajian laporan keuangan, sehingga jika keandalan sudah tercapai maka ketepatwaktuan pelaporan keuangan pun akan tercapai secara maksimal. Dalam hal tertentu, mengejar keberpautan dan ketepatwaktuan untuk mencapai kebermanfaatan harus dibarengi dengan mengorbankan kualitas lain yaitu keakuratan/presisi (accuracy/precision) atau keterandalan. Jadi terdapat saling korban (trade-off) antara ketepatwaktuan dan keterandalan/reliabilitas untuk mendapatkan kebermanfaatan. Namun, walaupun berkurangnya reliabilitas berakibat berkurangnya kebermanfaatan, dimungkinkan untuk mempercepat ketersediaan data secara aproksimasi tanpa mempengaruhi reliabilitas secara material. Dengan begitu ketepatwaktuan dengan aproksimasi justru akan meningkatkan kebermanfaatan secara keseluruhan (Suwardjono, 2005). Dari uraian di atas dapat disusun hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 6 : Keterandalan pelaporan keuangan berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan.

16

IV. METODE PENELITIAN a. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian survey yang merupakan penelitian lapangan yang dilakukan terhadap beberapa anggota sampel dari suatu populasi tertentu yang pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan kuesioner (Sekaran, 2003). Jenis penelitian adalah deskriptif verifikatif (causal) yang bertujuan untuk memberi gambaran (deskripsi) dari variabelvariabel yang diteliti dan untuk mengetahui hubungan kausalitas antar variabel melalui suatu pengujian hipotesis. Data penelitian adalah data primer yang dikumpulkan dengan mailed survey method dan direct survey method. b. Unit analisis, populasi dan Sampel Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu, yakni pegawai negeri sipil pada SKPD di kota Kendari. Populasi dalam penelitian ini adalah bagian akuntansi/penatausahaan keuangan pada SKPD di Kota Kendari. Penyampelan atas responden dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling digunakan karena informasi yang akan diambil berasal dari sumber yang sengaja dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan peneliti (Sekaran, 2003). Kriteria responden dalam penelitian ini adalah: a) Para pegawai yang melaksanakan fungsi akuntansi/tata usaha keuangan pada SKPD. b) Responden dalam penelitian ini adalah kepala dan staf subbagian akuntansi/penatausahaan

keuangan, sehingga tiap SKPD ditetapkan secara cluster sampling sebanyak 3 orang yang menjadi responden. c) Responden ditetapkan pada kepala bagian, staf pencatatan keuangan/akuntansi dan staf pemegang kas SKPD. Penentuan kriteria sampel didasarkan pada alasan bahwa kepala bagian dan staf bagian keuangan/akuntansi merupakan pihak yang terlibat langsung secara teknis dalam pencatatan transkasi keuangan SKPD dan penyusunan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Penentuan jumlah responden masingmasing SKPD ditetapkan 3 (tiga) responden, hal ini dikarenakan: a) Maksimal 3 (tiga) responden pada tiap SKPD, supaya unit analisis bersifat heterogen dan persepsi responden dapat menyebar secara merata di semua SKPD. b) Penentuan 3 (tiga) responden pada tiap SKPD karena hanya akan melihat persepsi kepala bagian, bagian pencatatan/akuntansi dan pemegang kas. c) Penentuan 3 (tiga) responden pada tiap SKPD didasarkan pada asumsi bahwa persepsi kepala bagian, bagian pencatatan/akuntansi dan pemegang kas yang mengetahui secara pasti mengenai pelaporan keuangan pada tiap SKPD. Berikut ini distribusi sampel pada tiap SKPD meliputi Kantor Sekrtariat Daerah, secretariat DPRD, Badan, Dinas, Kantoe, Rumah Sakit dan Kecamatan di Kota Kendari.

17

Distribusi Sampel tiap SKPD


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Sekretariat Daerah Sekretariat DPRD Inspektorat Daerah Bappeda dan Penenaman Modal Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Linmas Badan Kepegawaian Daerah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Badan Lingkunag Hidup Badan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Badan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian dan Kehutan Dinas Kesehatan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Tata Kota dan Perumahan Dinas Perhubungan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Kebersihan Kota Kendari Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Perindagkop dan UKM Dinas Pendidikan Nasional Kantor Ketahanan Pangan Kantor Pemadam Kebakaran Kantor Arsip, Perpustakaan, dan Dokumentasi Kantor Polisi Pamong Praja Rumah Sakit Abunawas Kecamatan Kambu Kecamatan Poasia Kecamatan Baruga Kecamatan Wua-Wua Kecamatan Kadia Kecamatan Kendari Barat Kecamatan Kendari Kecamatan Mandonga Kecamatan Abeli Unit Kerja Jumlah Responden 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 114

Sumber : Kota Kendari (Data diolah 2010)

18

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Masing-masing variabel diukur dengan model skala likert lima poin, yaitu (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Netral, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju. Responden diminta untuk menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan sesuai dengan kondisi mereka yang sesungguhnya. Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) variabel exsogen (independent) yang terdiri dari kapasitas SDM (X1), pengendalian dan internal akuntansi (X2) pemanfaatan teknologi informasi (X3) dan 2 (dua) variabel endogen (dependent) yaitu keterandalan (Y1) yang dan ketepatwaktuan (Y2) dijelaskan secara operasional sebagai berikut: 1) Kapasitas Sumber Daya Manusia (X1) adalah kemampuan baik dalam tingkatan individu, organisasi/kelembagaan, maupun sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. (Laporan akhir studi GTZ dan USAID/CLEAN Urban (2001). Konstruk Kapasitas Sumber Daya Manusia diukur dengan indikator: a) Kapasitas Staf; merupakan standarisasi kapasitas staf bagian keuangan, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. b) Tupoksi; merupakan uraian peran dan fungsi yang jelas bagi seorang staf bagian keuangan/akuntansi yang ditunjang dengan sistem dan prosedur yang jelas. c) Pengembangan; merupakan upaya penguasaan dan

c.

pengembangan keahlian staf, baik formal maupun non-formal. 2) Pengendalian Intern Akuntansi (X2) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (PP. No. 60 tahun 2008). Konstruk Pengendalian Intern Akuntansi diukur dengan indikator formatif: a) Lingkungan pengendalian; merupakan upaya untuk meningkatkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya. b) Penilaian risiko; merupakan upaya untuk mengidentifikasi risiko dan menganalisis risiko yang akan terjadi pada organisasi sektor publik. c) Kegiatan pengendalian; merupakan upaya untuk melakukan review atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan termasuk di dalamnya adalah pemisahan tugas. d) Informasi dan komunikasi; merupakan upaya untuk mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat a) Pemantauan pengendalian intern; merupakan upaya pemantauan berkelanjutan,

19

evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. 3) Pemanfaatan Teknologi Informasi (X3) adalah Tingkat integrasi teknologi informasi pada pelaksanaan tugas-tugas akuntansi. (Jurnali dan Supomo (2002)). Konstruk Pemanfaatan teknologi Informasi diukur dengan indikator: a) Perangkat; merupakan indikator untuk menggambarkan kelengkapan yang mendukung terlaksananya penggunaan teknologi informasi, meliputi perangkat lunak, keras dan sistem jaringan. b) Pengelolaan Data Keuangan; merupakan indikator untuk menggambarkan pemanfaatan teknologi informasi untuk pengelolaan data keuangan secara sistematis dan menyeluruh. c) Perawatan; merupakan indikator untuk menggambarkan adanya jadwal pemeliharaan peralatan secara teratur terhadap perangkat teknologi informasi guna mendukung kelancaran pekerjaan. 4) Keterandalan laporan keuangan adalah Kemampuan informasi untuk memberikan keyakinan bahwa informasi tersebut benar atau valid. (PP No. 24 Tahun 2005). Konstruk Nilai Informasi Keterandalan diukur dengan indikator: a) Kewajaran; merupakan indikator untuk menggambarkan bahwa transaksi serta peristiwa lainnya yang disajikan

tergambar dengan jujur dalam laporan keuangan. b) Kelengkapan unsur Laporan Keuangan; merupakan indikator untuk menggambarkan bahwa unsur-unsur laporan keuangan disajikan secara lengkap sesuai dengan peraturan menteri dalam negeri. c) Dapat diuji; merupakan indikator untuk menggambarkan bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji kebenarannya, baikmetodologi maupun bukti-bukti transaksi. d) Generalisasi; merupakan indikator untuk menggambarkan bahwa informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu. 5) Ketepatwaktuan laporan keuangan adalah tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada saat dibutuhkan sebelum informasi tersebut kehilangan kekuatan untuk mempengaruhi keputusan. (PP No. 24 Tahun 2005). Konstruk nilai informasi ketepatwaktuan diukur dengan indikator: a) Timelines; merupakan indikator untuk menggambarkan bahwa Informasi yang dibutuhkan segera tersedia ketika diminta. b) Sistematis waktu; merupakan indikator untuk menggambarkan bahwa laporan-laporan disediakan secara sistematis dan teratur, misal: laporan harian, laporan mingguan, laporan bulanan, laporan

20

semester, dan laporan tahunan. c) Sistematis unsur; merupakan indikator untuk menggambarkan bahwa Laporan-laporan berikut disampaikan secara sistematis dan teratur antara unsur-unsur laporan

keuangan, yang meliputi realisasi anggaran, neraca, arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Secara ringkas penjelasan variabl-variabel di atas mengenai indikator dan skala pengukurannya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Operasionalisasi Variabel Penelitian


Variabel Kapasitas Sumber Daya Manusia(X1) Indikator Indikator Reflektif terdiri dari: Kapasitas staf (X1.1) Tupoksi (X1.2) Pengembangan(X1.3) Indikator Formatif terdiri dari: Lingkungan pengendalian (X2.1) Penilaian risiko (X2.2) Kegiatan pengendalian (X2.3) Informasi dan komunikasi (X2.4) Pemantauan pengendalian intern (X2.5) Indikator Reflektif terdiri dari: Perangkat (X3.1) Pengelolaan Data Keuangan (X3.2) Perawatan (X3.3) Indikator Reflektif terdiri dari: Kewajaran (Y1.1) Unsur Laporan Keuangan (Y1.2) Dapat Diuji (Y1.3) Generalisasi (Y1.4) Indikator Reflektif terdiri dari: Timelines (Y2.1) Sistematis waktu (Y2.2) Sistematis unsur (Y2.3) Skala

Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval Interval

Pengendalian Intern akuntansi (X2)

Pemanfaatan Teknologi Informasi (X3)

Keterandalan (Y1)

Ketepatwaktuan (Y2)

d.

Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan data akan dilakukan melalui survai kuesioner yang diantar dan diambil sendiri oleh peneliti terhadap bagian

akuntansi/penatausahaan keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). SKPD ini meliputi dinas, badan, kantor, dan RSUD. Peneliti juga melakukan tanya jawab (wawancara) kepada responden yang bersedia diwawancarai mengenai

21

kondisi sumber daya manusia, teknologi informasi, dan pengendalian intern yang ada di satuan kerja responden. Data yang dianalisis merupakan data yang dikumpulkan melalui survey kuesioner (data primer), dengan jenis data adalah data interval, sementara data yang diperoleh melalui wawancara tidak dianalisis, tetapi hanya digunakan sebagai bahan pendukung bagi kelengkapan pembahasan. e. Analisis Data Sesuai variabel-variabel bebas dalam penelitian ini, maka model analisa data yang digunakan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah PLS. Analisis dengan model ini merupakan analisis yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh kapasitas SDM, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Pengendalian intern Akuntansi terhadap Keterandalan Laporan Keuangan Pemerintah daerah dan ketepatwaktuan pelaporan Keuangan Pemerintah daerah. Adapun model persamaan struktur yang digunakan berdasarkan pola hubungan variabel bebas dengan variabel tergantungnya yaitu sebagai berikut : Model Persamaan Pengaruh Langsung: Y1 = 1X1 + 2X2 + 3X3 + e1 Y2 = 4X1 + 5X3 + 6Y1 + e2 Di mana : Y1 adalah Keterandalan Y2 adalah Ketepatwaktuan X1 adalah Kapasitas SDM X2 adalah Pengendalian Internal Akuntansi X3 adalah Pemanfaatan Teknologi Informasi 1...6 adalahParameter Persamaan spesifikasi model pengukuran untuk menentukan variabel konstruk dan rangkaian matriks yang menunjukkan korelasi antar konstruk atau variabel adalah sebagai berikut:

a) Kapasitas SDM /SDM (X1) X1.1 = 1 SDM (X1) + e1 X1.2 = 2 SDM (X1) + e2 X1.3 = 3 SDM (X1) + e3 Keterangan: X1.1 X1.3 = Indikator 1,, 3 = Loading Factor e1,, e3 = error term b) Pengendalian Internal Akuntansi /PIA (X2) PIA (X2) = 4X2.1 + 4 PIA (X2) = 5X2.2 + 5 PIA (X2) = 6X2.3 + 6 PIA (X2) = 7X2.4 + 6 PIA (X2) = 8X2.5 + 6 Keterangan: X2.1 X2.5 = Indikator Formatif 4,, 8 = Loading Factor 4,, 8 = error term c) Pemanfaatan Teknologi Informasi /PTI (X3) X3.1 = 9 PTI (X3) + e9 X3.2 = 10PTI (X3) + e10 X3.3 = 11PTI (X3) + e11 Keterangan: X3.1 X3.3 = Indikator 9,, 11 = Loading Factor e9,, e11 = error term d) Keterandalan /AND (Y1) Y1.1 = 12 AND (Y1) + e12 Y1.2 = 13 AND (Y1) + e13 Y1.3 = 14 AND (Y1) + e14 Y1.4 = 15 AND (Y1) + e15 Keterangan: Y1.1 Y1.4 = Indikator 12,..., 15 = Loading Factor e12, e15 = error term e) Ketapatwaktuan/KTP (Y2) Y2.1 = 16 KTP (Y2) + e16 Y2.2 = 17 KTP (Y2) + e17 Y2.3 = 18 KTP (Y2) + e18

22

Keterangan: Y2.1 Y2.4 = Indikator 16,, 18 = Loading Factor e16,, e18 = error term V. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Tingkat Pengembalian Kuesioner Untuk mengetahui gambaran mengenai pengiriman dan tingkat pengembalian kuesioner (respon rate) dari responden, dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Pengiriman dan Tingkat Pengembalian Kuesioner No Keterangan Kuesioner 1. Kuesioner yang didistribusikan 114 2. Kuesioner yang tidak dikembalikan 28 3. Kuesioner yang kembali 86 4. Kuesioner yang rusak/tidak lengkap 9 5. Kuesioner yang diolah 77 Response Rate 6. 67,54% Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2010 Jumlah kuesioner yang didistribusikan disesuaikan dengan jumlah sampel yang ditentukan yaitu sebanyak 114 orang, tetapi jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 77 sesuai dengan perhitungan metode sampel yang digunakan. Sebanyak 28 buah kuesioner tidak dikembalikan karena yang bersangkutan ada tugas di luar daerah dan berbagai alasan lainnya, sementara itu sebanyak 9 kuesioner tidak dapat digunakan karena tidak lengkap dan rusak. b. Hasil Analisis Dalam analisis dengan PLS ada 2 hal yang dilakukan, pertama, menilai outer model atau measurement model adalah penilaian terhadap reliabilitas dan validitas variabel penelitian. Ada beberapa kriteria untuk menilai outer model yaitu: convergent validity, discriminant validity dan composite reliability. Kedua, menilai inner model atau structural model, Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Penelitian ini menguji pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan dimediasi oleh keterandalan pelaporan keuangan daerah pada SKPD di Kota Kendari. Hasil pengujian pertama dengan PLS ini menghasilkan outer loading sebagai berikut:

23

Gambar. Hasil Outer Model tahap Pertama Berdasarkan hasil outer loading di atas beberapa indikator reflektif akan dikeluarkan dari model karena memiliki loading kurang dari 0,40 (OL<0,4). Selanjutnya model akan di-reestimasi kembali dengan membuang indikator yang memiliki loading kurang dari 0,40 (Chenhall dan Morris, 1986). Namun demikian tidak dengan indikator formatif, walaupun nilai loading faktornya kurang dari 0,4 tidak akan dihilangkan. Berikut ini beberapa indikator yang memiliki loading kurang dari 0,40:

Indikator yang yang memiliki loading kurang dari 0,40 Indikator Outer Keterangan Loading Pemanfaatan Teknologi Informasi - X3.2 0,310 <0,4 Keterandalan - Y1,4 -0,017 <0,4 Sumber: Ouput SmartPLS

24

Setelah dilakukan eliminasi terhadap indikator yang yang memiliki loading kurang dari 0,40 (OL<0,4),

maka langkah berikutnya adalah melakukan reestimasi, terhadap data yang baru.

Gambar. Hasil Outer Model tahap kedua setelah eliminasi beberapa indikator Berdasarkan hasil estimasi terakhir yang digambarkan pada model PLS di atas, maka dapat dibuat hasil persamaan moderasi sebagai berikut: reliabilitas dan validitas variabel penelitian. Ada beberapa kriteria untuk menilai outer model yaitu: Discriminant validity dan composite reliability. Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian reliabilitas dan validitas untuk masingmasing variabel, Discriminant validity dari pengukuran model dengan indikator refleksif dapat dilihat dari korelasi antar skor indikator dengan skor konstruknya.

Y1 = 0,031X1 + 0,215X2 + 0,266X3 + e1 Y2 = 0,268X1 + 0,169X3 + 0,126Y1 + e2


c. Pengujian Outer Model (Measurement Model) Outer Model atau Measurement Model adalah penilaian terhadap

Variabel

Hasil Pengujian Reliabilitas dan Validitas AVE Nilai Komposit Reliabelitas Ketepatwaktuan (Y1) 0,515 0,764 Keterandalan (Y2) 0,528 0,748 Kapasitas SDM (X1) 0,630 0,835 Pengendalian Intern (X2) Pemanfaatan IT (X3) 0,541 0,671

R Square 0,592 0,651

25

Variabel akan dianggap relaible apabila nilai korelasinya di atas 0,60 (Ghozali, 2006), Hasil pengujian outer loadings untuk composite reliability pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa semua loading factor di atas 0,60 dan dapat dinyatakan bahwa semua variabel penelitian reliabel dan memenuhi kaidah validitas karena seluruh outer loadings untuk AVE berada di atas 0,30 (Ghozali, 2006).

d. Pengujian Inner Model (Model Struktural) Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian, Berikut ini digambarkan nilai koefisien jalur hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. .

Nilai R-square, regresion weight hubungan antara konstruk, dan nilai signifikansi statistik (t_statsitic) Koefisien Deviasi Statistik T Hubungan R Square Jalur Standar Kauslitas Variabel (R2) X1 Y1 0,592 0,031 0,153 0,2026 X2 Y1 0,592 0,215*) 0,102 2,1078 X3 Y1 0,592 0,266*) 0,113 2,3540 X1 Y2 0,651 0,268*) 0,114 2,3509 X3 Y2 0,651 0,169*) 0,051 3,3137 Y1 Y2 0,651 0,126 0,172 0,7326 Sumber: Output SmartPLS Ket: *) Singinifikan pada 5% Berdasarkan hasil analisis di atas diperoleh nilai R-square (R2) untuk variabel endogen keterandalan sebesar 0,592. Berdasarkan nilai R-square sebesar 0,592 dapat diinterpretasikan bahwa kapasitas SDM, Pengendalian Intern Akuntansi dan Pemanfaatan Teknologi Informasi dapat menjelaskan varian dari perubahan keterandalan pelaporan keuangan sebesar 59,2 persen, sedangkan sisanya sebesar (100%-59,2%) 40,8 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam model penelitian ini. Nilai R-square (R2) untuk variabel endogen ketepatwaktuan sebesar 0,651. Berdasarkan nilai Rsquare sebesar 0,651 dapat diinterpretasikan bahwa kapasitas SDM, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan keterandalan dapat menjelaskan varian dari perubahan keteapwaktuan pelaporan keuangan sebesar 65,1 persen, sedangkan sisanya sebesar (100% 65,1%) 34,9 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam model penelitian ini. Sementara itu untuk menguji kelayakan model digunakan Koefisien Q-square determinasi total (Q2), mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya (Ghozali, 2006:26). Nilai , Q-square lebih besar dari pada nol (0) menunjukkan bahwa model mempunyai nilai memiliki predictive relevance, sedangkan Q-square kurang dari nol (0) menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance. Untuk menentukan nilai Q-square digunakan formula sebagai berikut:

Q 2 = 1 ( 1 R1 ) * ( 1 R2 )

26

Perhitungan Q-square dengan mengunakan data R-square yang ada pada dua model di atas dapat dilakukan sebagai berikut:

Q 2 = 1 ( 1 0,592 ) * ( 1 0,651)
Q 2 = 1 (0,638) * (0,591) Q 2 = 0,623
Berdasarkan perhitungan Qsquare (Q2) diperoleh nilai Q-square sebesar 0,623. Angka tersebut dapat diinterpretasikan bahwa model penelitian dapat menjelaskan 62,3 persen informasi yang terkandung dalam data atau kontribusi pengaruh

variabel-variabel exogen (termasuk keterandalan sebagai intervening) terhadap variabel endogen (ketepatwaktuan) sebesar 62,3 persen, model yang telah dibangun mempunyai nilai memiliki predictive relevance atau tingkat prediksi yang cukup akurat. e. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Pengujian hipotesis dalam PLS didasarkan pada perbandingan antara nilai t-statistik dengan nilai 1,960. Hasil analisis PLS dengan dua variabel endogen keterandalan dan ketepatwaktuan dijeaslkan dalam tabel berikut:

Nilai koefisien jalur hubungan antara konstruk, nilai signifikansi statistik (t_statsitic) dan Penjelasan hasil uji hipotesis Hubungan Koefisien Statistik T Keterangan Kauslitas Variabel Jalur X1 Y1 Hipotesis tidak didukung 0,031 0,2026 X2 Y1 0,215*) 2,1078 Hipotesis didukung X3 Y1 Hipotesis didukung 0,266*) 2,3540 X1 Y2 0,268*) 2,3509 Hipotesis didukung X3 Y2 Hipotesis didukung 0,169*) 3,3137 Y1 Y2 0,126 0,7326 Hipotesis tidak didukung Sumber: Output SmartPLS Berdasarkan hasil analisis di atas, dari enam hipotesis dua diantaranya tidak berpengaruh, sementara sisanya berpengaruh. Berikut ini dijelaskan hasil pengujian hipotesis semua hubungan kausalitas. 1) Pengaruh Kapasitas SDM terhadap Keterandalan Hipotesis pertama menyatakan bahwa Kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan. Hasil analisis PLS menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,031 dengan nilai t-statistik sebesar 0,202. Temuan ini mengindikasikan tidak ada pengaruh antara kapasitas sumber daya manusia terhadap keterandalan pelaporan keuangan, yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih kecil dari 1,960. Temuan ini tidak mendukung hipotesis 1 (H1). Temuan ini sejalan dengan penelitian Alimbudiono dan Fidelis (2004), Dinata (2004), Imelda (2005). Temuan empiris dari penelitian mereka menunjukkan masih minimnya pegawai berlatar pendidikan akuntansi, belum jelasnya job description, dan kurang dilaksanakannya pelatihan-pelatihan untuk menjamin fungsi akuntansi berjalan dengan baik pada Pemerintah Kota Palembang. Walaupun sistem akuntansi yang dibangun sudah baik tetapi sumber daya manusianya tidak memiliki kapasitas untuk melaksanakannya, maka akan menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan fungsi akuntansi yang ada dan akhirnya informasi akuntansi

27

sebagai produk dari sistem akuntansi bisa jadi kualitasnya buruk. Informasi yang dihasilkan menjadi informasi yang kurang atau tidak memiliki nilai, salah satunya keterandalan sebagaimana yang masih banyak ditemui dalam pelaporan keuangan pemerintah. Ketidaksignifikanan ini mungkin disebabkan kondisi kapasitas sumber daya manusia di subbagian akuntansi/tata usaha keuangan yang belum mendukung. Dari hasil observasi pada saat pengambilan kuesioner diperoleh informasi bahwa sumber daya manusia di subbagian akuntansi/tata usaha keuangan yang ada di Kota Kendari diakui masih sangat kurang dari sisi jumlah maupun kualifikasinya. Dari sisi jumlah, beberapa satuan kerja yang ada hanya memiliki satu pegawai akuntansi, yaitu the one and only kepala subbagian akuntansi/tata usaha keuangan. Dari sisi kualifikasi, sebagian besar pegawai subbagian akuntansi/tata usaha keuangan tidak memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan hal ini terlihat dari data demografi responden. Uraian tugas dan fungsi subbagian akuntansi/tata usaha keuangan yang ada juga masih terlalu umum (belum terspesifikasi dengan jelas). Padahal fungsi dan proses akuntansi hanya dapat dilaksanakan oleh pegawai yang memiliki pengetahuan di bidang ilmu akuntansi. Namun secara praktik di lapangan kondisinya berbeda. Karena masih sangat sedikit jumlah akuntan atau pegawai yang berpendidikan tinggi akuntansi, sementara peraturan perundang-undangan telah mewajibkan setiap satuan kerja untuk menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan, maka pegawai yang ada yang diberdayakan. Kelemahan yang ada diimbangi dengan mengikutsertakan pegawai dalam pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan akuntansi dan pengelolaan keuangan daerah.

2) Pengaruh Kapasitas SDM terhadap Ketepatwaktuan Hipotesis kedua menyatakan bahwa Kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Hasil analisis PLS menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,268 dengan nilai t-statistik sebesar 2,351. Temuan ini mengindikasikan ada pengaruh antara kapasitas sumber daya manusia dengan ketepatwaktuan pelaporan keuangan yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih besar dari 1,960. Penelitian ini mendukung hipotesis 2 (H2). Temuan ini sejalan dengan penelitian Marschke (2003) yang menyatakan bahwa rendahnya pemahaman pegawai terhadap tugas dan fungsinya serta hambatan di dalam pengolahan data juga dapat berdampak pada keterlambatan penyelesaian, pada sisi lain tinggi pemahaman dan keahlian SDM berdampak terhadap ketepatwaktuan penyelesaian tugas. Logika dari temuan ini adalah ketika seseorang memiliki kapasitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang menjadi tanggung jawabnya maka ia akan menyelesaikan pekerjaan/tugasnya dengan baik dan lebih cepat. Namun satu hal yang perlu dipertanyakan dari temuan ini adalah mengenai perbedaan signifikansi antara pengaruh variabel kapasitas sumber daya manusia terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan. Boleh jadi temuan ini memberikan dukungan mengenai saling korban (trade-off) antara ketepatwaktuan dan keterandalan untuk mendapatkan kebermanfaatan sebagaimana dijelaskan dalam bab II. Dengan kata lain, ketepatwaktuan dengan aproksimasi/taksiran justru akan meningkatkan kebermanfaatan secara keseluruhan (Suwardjono, 2005). 3) Pengaruh pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Keterandalan

28

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan. Hasil analisis PLS menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,266 dengan nilai t-statistik sebesar 2,354. Temuan ini mengindikasikan ada pengaruh antara pemanfaatan teknologi informasi dengan keterandalan pelaporan keuangan yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih besar dari 1,960. Temuan ini mendukung hipotesis 3 (H3). Temuan ini sejalan dengan penelitian Donnelly et al. (1994) yang menyatakan bahwa pemanfaatkan teknologi informasi (komputer dan jaringan) akan memberikan banyak keunggulan baik dari sisi keakuratan/ketepatan hasil operasi. Pemanfaatan teknologi informasi juga akan mengurangi kesalahan yang terjadi. Penelitian Donnelly et al. (1994) menemukan bahwa sistem/teknologi informasi yang dimiliki pemerintah daerah di Skotlandia belum begitu baik, yang berakibat terhadap kurang baiknya kualitas hasil pekerjaan. Temuan ini mendukung literaturliteratur yang berkaitan dengan manfaat dari suatu teknologi informasi dalam suatu organisasi, termasuk pemerintah daerah yang harus mengelola APBD dimana volume transaksinya dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan dan semakin kompleks. Pemanfaatan teknologi informasi yang meliputi teknologi komputer dan teknologi komunikasi dalam pengelolaan keuangan daerah akan meningkatkan pemrosesan transaksi dan data lainnya, keakurasian dalam perhitungan, serta penyiapan laporan dan output lainnya lebih tepat waktu. 4) Pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap ketepatwaktuan Hipotesis keempat menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan.

Hasil analisis PLS menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,169 dengan nilai t-statistik sebesar 3,317. Temuan ini mengindikasikan ada pengaruh antara pemanfaatan teknologi informasi dengan ketepatwaktuan pelaporan keuangan yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih besar dari 1,960. Temuan ini mendukung hipotesis 4 (H4). Temuan ini sejalan dengan Jones dan Pendlebury (1996) yang memberikan rekomendasi agar pengelolaan pencatatan dan pelaporan keuangan pemerintah sudah seharusnya menggunakan sistem komputer yang terintegrasi, agar terpenuhinya ketepatwaktuan penyampaian pelaporan keuangan. Hal ini menggambarkan betapa sangat membantunya tekhnologi informasi dalam kecepatan pencapaian tujuan. Pemanfaatan teknologi informasi dalam pengolahan data diketahui memiliki keunggulan dari sisi kecepatan. Suatu entitas akuntansi yang bernama pemerintah daerah, sudah pasti akan memiliki transaksi yang kompleks dan besar volumenya. Pemanfaatan teknologi informasi mesti akan sangat membantu mempercepat proses pengolahan data transaksi dan penyajian laporan keuangan pemerintah sehingga laporan keuangan tersebut tidak kehilangan nilai informasi yaitu ketepatwaktuan. 5) Pengaruh pengendalian intern akuntansi terhadap keterandalan Hipotesis kelima menyatakan bahwa pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan. Hasil analisis PLS menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,215 dengan nilai t-statistik sebesar 2,1078. Temuan ini mengindikasikan ada pengaruh antara pengendalian intern akuntansi dengan keterandalan pelaporan keuangan yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih besar dari 1,960. Temuan ini mendukung hipotesis 5 (H5).

29

Temuan ini sejalan dengan penelitian Indriasari dan Nahartyo (2008) yang menyatakan bahwa pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah di Kota Palembang dan Kabupaten Ogan Ilir. Temuan ini juga mendukung berbagai literatur yang menjelaskan tentang tujuan dari pengendalian intern akuntansi yaitu memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari keterandalan laporan keuangan. Peraturan pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah bahwa sistem Pengendalian Intern merupakan proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Kegiatan pengendalian ini tentunya menjamin semua pencatatan akuntansi dan keuangan pemerintah telah sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku, sehingga tujuan keterandalan suatu laporan keuangan akan tercapai. Penyimpangan dan kebocoran yang masih ditemukan di dalam laporan keuangan menunjukkan bahwa laporan keuangan tersebut belum memenuhi karakteristik/nilai informasi yaitu keterandalan. Bila dikaitkan dengan penjelasan mengenai pengendalian intern akuntansi, maka penyebab ketidakandalan laporan keuangan tersebut merupakan masalah yang berhubungan dengan pengendalian intern akuntansi (Suwarjono, 2005) 6) Pengaruh Keterandalan terhadap ketepatwaktuan

Hipotesis keenam menyatakan bahwa keterandalan pelaporan keuangan berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Hasil analisis PLS menghasilkan koefisien jalur sebesar 0,126 dengan nilai t-statistik sebesar 0,7326. Temuan ini mengindikasikan tidak ada pengaruh antara keterandalan pelaporan keuangan ketepatwaktuan pelaporan keuangan, yang ditandai dengan nilai tstatistik lebih kecil dari 1,960. Temuan ini tidak mendukung hipotesis 6 (H6). Secara statistik hasil ini tidak berpengaruh. Hal ini berarti bahwa ketika beberapa kriteria keterandalan terpenuhi maka, ketepatan waktu pelaporan akan semakin baik. Namun sebaliknya waktu pelaporan akan terbengkalai jika proses penyusunannya mengalami masalah, masih ada ketidakwajaran dalam penyajian, yang menyebabkan proses pemeriksaan ulang harus dilakukan, menyebabkan keterlambatan pelaporan, kemudian tidak dilakukannya pencatatan secara periodik, penyajian bersifat tertutup, dan belum terujinya laporan keuangan, ini merupakan hal-hal yang menghambat penyajian laporan keuangan, sehingga jika keandalan sudah tercapai maka ketepatwaktuan pelaporan keuangan pun akan tercapai secara maksimal. Hasil tidak signifikan tersebut dapat disebabkan beberapa hal antara lain sebagai berikut: a) Dalam hal tertentu, mengejar keberpautan dan ketepatwaktuan untuk mencapai kebermanfaatan harus dibarengi dengan mengorbankan kualitas lain yaitu keakuratan/presisi (accuracy/precision) atau keterandalan. Jadi terdapat saling korban (trade-off) antara ketepatwaktuan dan keterandalan/reliabilitas untuk mendapatkan kebermanfaatan.

30

b) Untuk memenuhi sebuah kriteria penyajian pelaporan keuangan yang andal, diperlukan berbagai upaya baik yang bersifat material maupun non material, yang mengakibatkan waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan sebuah sistem pelaporan keuangan akan semakin lama, sehingga upaya untuk mencapai keterandalan malah akan memperlama waktu pelaporan keuangan. c) Berkurangnya reliabilitas berakibat berkurangnya

kebermanfaatan, dimungkinkan untuk mempersulit ketersediaan data secara aproksimasi yang mempengaruhi waktu pelaporan keuangan. Dengan begitu ketepatwaktuan dengan aproksimasi justru semakin lama. Berikut ini ringkasan hasil pengujian hipotesis dari hipotesis 1 sampai hipotesis 6, termasuk didalamnya koefisien jalur, nilai statistik, arah hasil temuan dan keterangan pendukungan atau tidak terhadap hasil penelitian.

Hipotesis H1 H2 H3 H4 H5 H6

Ikhtisar Hasil Pengujian Hipotesis Hubungan Koefisien Statistik T Arah X1 Y1 0,031 0,203 Positif X1 Y2 0,268 2,351 Positif X3 Y1 0,266 2,354 Positif X3 Y2 0,169 3,318 Positif X2 Y1 0,215 2,108 Positif Y1 Y2 0,126 0,733 Positif

Keterangan Tidak didukung Didukung Didukung Didukung Didukung Tidak didukung

VI. PENUTUP a. Simpulan Dari hasil analisis dan pengujian hipotesis dengan menggunakan partial least square disimpulkan bahwa: 1) Hasil analisis menunjukkan bahwa kapasitas SDM tidak berpengaruh terhadap keterandalan, namun pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan. 2) Keterandalan pelaporan keuangan tidak berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan, sementara kapasitas SDM dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan.

3) Kapasitas SDM berpengaruh


terhadap keterandalan bisa disebabkan memang karateristik SDM di Kota Kendari masih memiliki kapasitas yang rendah dan taraf pendidikan yang masih relatif rendah khususnya dalam bidang akuntansi. 4) Keterandalan pelaporan keuangan tidak berpengaruh terhadap ketepatwaktuan bisa disebabkan oleh upaya untuk memenuhi sebuah kriteria penyajian pelaporan keuangan yang andal, diperlukan berbagai upaya baik yang bersifat material maupun non material, yang mengakibatkan waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan sebuah sistem pelaporan keuangan

31

yang andal akan semakin lama. b. Implikasi Penelitian Kontribusi praktis, hasil penelitian ini memberikan bukti baru bahwa keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah dipengaruhi oleh pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi. Sedangkan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah dipengaruhi oleh kapasitas sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi. Hasil ini diharapkan bisa dijadikan dasar atau acuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah. Dengan memperhatikan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang dimiliki baik pada tingkatan sistem, kelembagaan, maupun individu, didukung dengan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin, dan adanya rancangan pengendalian intern akuntansi yang memadai diharapkan pihak pengelola keuangan daerah khususnya bagian akuntansi mampu melaksanakan tugas dan fungsi akuntansi dengan baik yang akhirnya bermuara pada dihasilkannya laporan keuangan pemerintah daerah yang andal dan tepat waktu. Kontribusi teoritis adalah bahwa temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya, misalnya dua nilai informasi lain yang belum diteliti yaitu dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Kemudian kemungkinan untuk bias menambah variabel predictor maupun variabel intervening. c. Keterbatasan Berdasarkan verifikasi sampel dan hasil pengujian terhadap hipotesis, maka beberapa keterbatasan atau faktor-faktor yang tidak dapat diantisipasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Penelitian ini dilakukan hanya di wilayah Propinsi Sulawesi

Tenggara, yaitu Kota Kendari sehingga hasil penelitian belum dapat digeneralisir ke semua objek. Dengan kata lain validitas eksternal dari hasil penelitian ini masih rendah. 2) Instrumen dan daftar pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar dikembangkan sendiri oleh peneliti, selebihnya mengadopsi dari peraturan pemerintah dan undang-undang yang mengatur tentang keterandalan, ketepatwaktuan dan pengendalian intern akunatnsi. Peneliti berusaha menyesuaikan dengan kondisi yang ada dan telah melakukan beberapa kali perbaikan. 3) Kurangnya pemahaman dari responden terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner serta sikap kepedulian dan keseriusan dalam menjawab semua pertanyaanpertanyaan yang ada. Masalah subjektivitas dari responden dapat mengakibatkan hasil penelitian ini rentan terhadap biasnya jawaban responden. d. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian yang telah diuarikan di atas, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1) Kapasitas SDM merupakan salah satu unsur yang lemah pada pengelola keuangan di SKPD pemerintah Kota Kendari, disarankan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan jumlah pegawai pengelola keuangan yang memiliki latar belakang akuntansi maupun pendidikan teknologi informasi. 2) Keterandalan tidak berpengaruh, artinya walaupun suatu pelaporan keuangan andal, namun belum mampu

32

mencapai ketepatwaktuan pelaporan, untuk itu disarankan kepada pemerintah dearah untuk membangun sistem pencatatan pelaporan keuangan yang terintegrasi dengan teknologi informasi, sehingga proses penyusunan pelaporan keuangan tidak lagi mamakan waktu yang lama. 3) Kepada peneliti berikutnya agar memperbaiki terlebih dahulu kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini atau menggunakan kuesioner yang tingkat validitas dan reliabilitasnya lebih tinggi. DAFTAR PUSTAKA Algifari, 2000, Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi, BPFE, Yogyakarta. Alimbudiono, Ria Sandra dan Fidelis Arastyo Andono. 2004. Kesiapan Sumber Daya Manusia Sub Bagian Akuntansi Pemerintah Daerah XYZ dan Kaitannya Dengan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kepada Masyarakat: Renungan Bagi Akuntan Pendidik. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik. Vol. 05 No. 02. Hal. 18-30. Auditor-Controller County of Yoo Department. Februari, 2005. Internal Control Questionnaire. Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2006. Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Publikasi BPK, Jakarta Brignall, Stan dan Sven Modell. 2000. An institutional perspective on performance measurement and management in the new public sector, Management Accounting Research, 2000, 11, 281306.

Chenhall, RH. dan Morris, D. 1986. The Impact of Structure, Environment, and Interdependence on Perceived Usefulness of Management Accounting Systems. The Accounting Review, Vol.61, pp.16-35. Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler. 2003. Business Research Method. Eight Edition. Mc Graw Hill Dinata, Anton Mulhar. 2004. Tinjauan Atas Kesiapan SDM pada Instansi Pemerintah Kota Palembang dalam Penerapan Akuntansi Daerah Menuju Terciptanya Good Governance di Era Otonomi Daerah. Skripsi, Universitas Sriwijaya, Indralaya. Donnelly, Mike, John F. Dalrymple, dan Ivan P. Hollingsworth. 1994. The Use and Development of Information Systems and Technology in Scottish Local Government. International Journal of Public Sector Management. Vol. 7 No. 3. Hal.4-15. Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik. 2006. Standar Akuntansi Pemerintahan: Telaah Kritis PP Nomor 24 Tahun 2004. BPFE, Yogyakarta. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Governmental Accounting Standards Boards (GASB). 1999. Concepts Statement No. 1: Objectives of Financial Reporting in Governmental Accounting Standards Boards Series Statement No. 34: Basic Financial Statement and Management Discussion and Analysis for State and Local Government. Norwalk.

33

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. McGraw-Hill, Inc. New York. Hair, J.F., Black, William C. Babin, Barry J. Anderson, Rolph E. Tatham, dan Ronald L. 2006. Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. Upper Saddle River, Prentice Hall International, Inc. Hartono, J dan Abdillah, W. 2009. Konsep dan Aplikasi PLS untuk penelitian Empiris, BPFE, Yogyakarta. Heald, David, 2008. Whole of Government Accounts Developments in the United Kingdom: Conceptual, Technical and Timetable Issues, Working Paper, presented at the Siena Whole of Government Accounting conference, 31 August to 2 September 2008. Henley, D., A. Likierman, J. Perrin, M. Evans, I. Lapsley, dan J. Whiteoak. 1992. Public Sector Accounting and Financial Control. Fourth Edition. Chapman dan Hall. Hevesi, G. Alan. 2005. Standards for Internal Control in New York State Government. www.osc.state.ny.us. Akses tanggal 26 Desember 2009. Imelda. 2005. Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Daerah (SIAKD) Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Skripsi, Universitas Sriwijaya, Indralaya. Indriasari, Desi dan Ertambang Nahartyo, 2008, Pengaruh Kapasitas Sumberdaya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, Dan Pengendalian Intern Akuntansi Terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Pada Pemerintah Kota Palembang

dan Kabupaten Ogan Ilir), Disampaikan pada SNA Pontianak, tahun 2008 Indosiar. 2007. Temuan BPK: Laporan Keuangan Pemda Tidak Layak. www.indosiar.com Akses tanggal 26 Desember 2009 Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan RI. 2005. Kelemahan Desain dan Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal. www.itjen.depkeu.go.id Akses tanggal 23 November 2009 -------------------, 2006. Peran Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan terkait dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). www.itjen.depkeu.go.id. Akses tanggal 17 November 2009 Jones, Rowan dan Maurice Pendlebury. 1996. Public Sector Accounting. Fifth Edition. London: Pitman. Jurnali, Teddy dan Bambang Supomo. 2002. Pengaruh Faktor Kesesuaian Tugas-Teknologi dan Pemanfaatan TI terhadap Kinerja Akuntan Publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 5 No. 2 Hal. 214-228. Koran SINDO. Kamis, 25 Januari 2007. Pusat Tahan DAU Daerah. Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Daerah: Panduan Bagi Eksekutif, DPRD, dan Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan Ekonomi, Sosial, dan Politik. UPP STIM YKPN. Mardiasmo. 2006. Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance. Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol. 2 No. 1, Hal. 117. Marschke, Gerald, 2003 Making Government Accountable: Lessons from a Federal Job Training Program, working paper, Pascal Courty University

34

at Albany, State University of New York. Media Indonesia. 9 Desember 2006. Sistem Akuntansi Pemerintah Lemah. Nunnally, J.C. 1978. Psychometric Theory. New York, Mc GrawHill. Pikiran Rakyat. Selasa, 27 April 2007. DPRD Kemungkinan Panggil Gubernur: Dipertanyakan Ketidaksesuaian LPJ. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. -------------------, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. -------------------, Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. -------------------, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. -------------------, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Riasetiawan, Mardhani. 2010 Tinjauan Teoritis Sistem Informasi Akuntansi. www.google.com. Akses 12 Januari 2010 Sekaran, Uma. 2003. Research Methods For Business: A SkillBuilding Approach. John Wiley and Sons Inc, New York. Suara Karya. Sabtu, 17 Desember 2005. BPK Baru Audit 80 Persen APBD. Sugijanto. 2002. Peranan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat Dalam Meningkatkan Akuntabilitas Keuangan dan Implikasi UU No. 22/25 Tahun 1999. Lintasan Ekonomi. Volume XIX Nomor 1.Hal. 5066.

Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. BPFE, Yogyakarta. Tim GTZ-USAID/CLEAN Urban. Januari 2001. Pengembangan Kapasitas bagi Pemerintahan Daerah-Suatu Kerangka Kerja bagi Pemerintah dan Dukungan Donor. Laporan Akhir: Studi Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas bagi Pemerintah Daerah dan DPRD. www.gtzsfdm.or.id. Akses pada tanggal 17 Oktober 2009. Tim GTZ-Support for Decentralization Measures/P4D. Mei, 2005. Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. Jilid II: Sumber Daya Manusia Aparatur dan Kelembagaan Pemerintah. Triyuwono, Iwan dan Roekhudin. 2000. Konsistensi Praktik Sistem Pengendalian Intern dan Akuntabilitas pada Lazis (Studi Kasus di Lazis X Jakarta). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 3 No. 2 Hal. 151-167. Venkatesh, V., and Davis, F.D., 2000, A Theoretical Extension of the Technology Acceptance Model: Four Longitudinal Field Studies, Management Science, Vol.46, No.2, Pebruari, pp.186-204. __________, Moris, M.G., Davis, G.B., and Davis F.D., 2003, User Acceptance of Information Technology: Toward a Unified View, MIS Querterly, Vol.27, No.3, September, pp.425-475. Wahana Komputer. 2003. Panduan Aplikatif Sistem Akuntansi Online Berbasis Komputer. Penerbit ANDI, Yogyakarta. Wilkinson, W. Joseph, Michael J. Cerullo, Vasant Raval, dan Bernard Wong-On-Wing. 2000. Accounting Information

35

Systems: Essential Concepts and Applications. Fourth Edition. John Wiley and Sons. Inc.

World Bank. Maret, 2007. Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh: Mengukur Kinerja Pemerintah Daerah di Aceh.

36

You might also like