You are on page 1of 16

EFEK ANALGESIK FRAKSI ETANOL DARI EKSTRAK ETANOL DAUN MINDI (Melia azedarach L.

) PADA MENCIT JANTAN


Indah Purwantini, Purwantiningsih, dan Oktavia Eka Puspita Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada E-mail: iinhs@yahoo.com ABSTRACT
Indonesia has a lot of traditional medicines, which people used long time ago, one of these is mindi (Melia azedarach L.). It have been known that ethanolic extract of mindi leaves has analgesic effect greater than paracetamol at dose 6.44 mg/kgBW and 12.89 mg/kgBW. This research conducted to find out the effectiveness ethanolic fraction of ethanolic extract as an analgesic. The research was carried out in completely random one way design, used 35 mice which have been fasted for 24 hours. The mice were divided into 7 groups i.e. negative control, positive control and 5 testing groups (in different doses). Fifteen minutes after injected with the fractions of mindi, the mice were given acetic acid 0.5% intraperitoneally injection. The cumulative writhe reflects were calculated in every 5 minutes for one hour and were counted the protection percentage. Results showed that the ethanol fractions doses 12,88-103,04 mg/kgBW of mindi leaves have the analgesic effect in mice and gave protection percentage 30.93-71.61%. The chromatograms of TLC indicated that the fraction contain flavonoids and phenolic compounds. Keywords: ethanol fraction of mindi, analgesic effect, TLC profile

PENDAHULUAN Salah satu obat tradisional yang telah digunakan secara luas adalah daun mindi. Hampir semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat. Mindi kerap kali ditanam di sisi jalan sebagai pohon pelindung, kadang tumbuh liar di daerah-daerah dekat pantai. Pohon yang tumbuhnya cepat dan berasal dari Cina ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1.100 m dpl (Dalimartha, 2001). Kulit akar dan kulit kayu mindi kecil rasanya pahit, sedikit beracun (toksik) dan berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), pencahar (laksatif),

perangsang muntah, dan peluruh cacing usus (anthelmintik). Buah mindi kecil rasanya pahit, sedikit toksik, serta berkhasiat sebagai peluruh cacing usus (anthelmintik), mengaktifkan energi vital guna meredakan nyeri, dan sebagai obat luar berkhasiat anti jamur. Daun berkhasiat peluruh kencing (diuretik) dan peluruh cacing. Seluruh tanaman berkhasiat pembunuh serangga (Dalimartha, 2001). Masyarakat secara empiris menggunakan tanaman mindi untuk obat nyeri

88

perut, obat kencing manis, dan menambah nafsu makan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Khasiat lain adalah untuk obat diuretik, peluruh cacing, serta daun segarnya bisa menghilangkan sakit kepala (Dalimartha, 2001; Anonim, 2007a). Senyawa kimia yang terdapat dalam tanaman mindi adalah limonoid (triterpen), azadirahtin (senyawa mirip hormon ekdison), deasetilazadirahtinol, melantriol, salanin, 3-deasetilsalanin, salanol (Sridharan, 2007). Buah dan kayu mindi mengandung senyawa yang berpotensi sebagai obat, yaitu limonoid dan triterpenoid (Lee et al., 1999; Alche et al., 2003). Batang mindi mengandung melianin B, sendanolakton, ohchinin acetat, dan surianol (Suhag, 2000; Anonim, 2007b). Daun mindi mengandung 1-cinnamoyl-3,11-dihydroxymeliacarpin (Cseco limonoid) yang terbukti memiliki aktivitas anti-virus (Alche et al., 2003). Selain itu daun juga mengandung alkaloid paraisin, flavonoid rutin dan kaemferol, zat pahit, tanin, triterpenoid/steroid, kumarin, dan lignan (Anonim, 2007a; Khalil et al., 1979; Russo, 2008). Tanaman mindi juga mengandung azadirahtin, deasetilazadirahtinol, salanin, salanol, dan meliantriol (Sridharan, 2007; Anonim, 2007c). Kulit akar kurang toksik dibanding kulit kayu. Biji mengandung resin yang sangat berracun, 60% minyak lemak terdiri dari asam stearat, palmitat, oleat, linoleat, laurat, valerianat, butirat, dan sejumlah kecil minyak esensial sulfur. Buah mengandung sterol, katekol, asam vanilat, dan asam bakayanat. Daun mengandung alkaloid paraisina, flavonoid rutin, zat pahit, saponin, tanin, steroida, dan kaemferol (Anonim, 2007b). Penelitian mengenai aktivitas mindi sudah banyak dilakukan, salah satunya yang telah dilakukan oleh Hayuningtyas (2006). Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun mindi mempunyai khasiat sebagai analgetik terhadap mencit jantan. Ekstrak tersebut terbukti mempunyai efek analgesik yang lebih kuat dibanding parasetamol pada dosis 6,44 mg/kgBB dan l2,89 mg/kgBB. Dengan melihat potensi tersebut, maka daun mindi perlu dikembangkan sebagai salah satu alternatif obat analgetik. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas analgetik dan persentase proteksi fraksi etanol daun mindi serta mengetahui secara kualitatif kandungan kimia yang terdapat di dalamnya.

89

METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun mindi yang diperoleh dari Desa Purwomartani, Sleman. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah etanol teknis 70 % (Brataco Chemika), parasetamol 1 % (teknis), asam asetat 0,5 % (p.a), akuades steril (Brataco Chemika), dan CMC Na 1 % (E. Merck). Hewan uji yang digunakan yaitu mencit jantan galur Swiss dengan berat badan antara 20-30 gram, sehat, dan berumur 2-3 bulan. Alat yang digunakan, antara lain alat Soxhlet, jarum suntik peroral, jarum intraperitoneal (Terumo Syringe), stopwatch, timbangan mencit (Precisia), batang pengaduk, flakon, dan alat-alat gelas (Pyrex). Cara kerja penelitian dimulai dengan pembuatan fraksi etanol dari ekstrak etanol. Pembuatan ekstrak etanol dilakukan dengan cara Soxhletasi. Ekstrak kental yang diperoleh difraksinasi menggunakan etilasetat dan etanol sehingga diperoleh fraksi etilasetat dan fraksi etanol. Pembuatan suspensi sediaan uji dilakukan dengan menimbang fraksi etanol sejumlah tertentu (disesuaikan dengan konsentrasi dan dosis yang diinginkan), kemudian disuspensikan dalam larutan CMC Na 1 %.Pada uji aktivitas menggunakan stimulasi kimia, sebanyak 35 mencit yang telah dipuasakan selama 24 jam dikelompokkan secara acak menjadi 7 kelompok (tiap kelompok 5 ekor) yaitu kelompok I (kontrol negatif), kelompok II (kontrol positif parasetamol), dan 5 (lima) peringkat dosis perlakuan dengan sediaan uji. Setelah hewan uji diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya, 15 menit kemudian hewan uji diberi larutan asam asetat 0,5 % secara intraperitonial. Dihitung jumlah geliat kumulatif mencit tiap 5 menit

selama 1 jam. Data yang diperoleh kemudian dihitung persen proteksinya. Pada uji kualitatif kandungan kimia, sejumlah ekstrak dilarutkan dalam pelarut yang dapat melarutkan ekstrak secara sempurna, kemudian dilakukan KLT menggunakan fase gerak yang sesuai. Identifikasi senyawa digunakan sinar UV maupun pereaksi semprot seperti pereaksi dragendorff, pereaksi mayer, pereaksi besi(III) klorida, pereaksi aluminium klorida, dan anisaldehid-asam sulfat. Jumlah geliat kumulatif mencit yang diperoleh selanjutnya dihitung persentase proteksinya dengan rumus (Turner, 1965): % Proteksi = {100 ( P/K x 100)}% P = Jumlah geliat kumulatif kelompok percobaan tiap individu K = Jumlah geliat kumulatif kelompok kontrol rata-rata

90

Data persentase proteksi yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik parametrik ANAVA satu jalan untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok-kelompok perlakuan, dilanjutkan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95 %. Pada identifikasi kandungan kimia, hasil yang diperoleh berupa hRf dan warna bercak dibandingkan dengan literatur yang ada untuk menentukan jenis senyawa yang terdapat dalam ekstrak.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan fraksi etanol yang diperoleh dari ekstrak etanol daun mindi. Berdasarkan penelitian Hayuningtyas (2006) ekstrak etanol daun mindi terbukti memiliki efek analgetik pada mencit jantan. Etanol merupakan pelarut semipolar yang bisa melarutkan baik senyawa polar maupun non polar. Oleh karena itu dilakukan fraksinasi dengan etil asetat dan etanol untuk memisahkan senyawa yang relatif non polar dan polar serta untuk diuji efek masing masing fraksi. Dalam penelitian ini digunakan fraksi etanol. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol 70 %, yang diekstraksi menggunakan alat Soxhlet. Dari tiga kali ekstraksi diperoleh rendemen ekstrak rata-rata 29,62 %. Fraksinasi dilakukan menggunakan etilasetat dan dilanjutkan dengan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang berbeda polaritasnya. etanol Hasil

fraksinasi tertera pada Tabel I, dari tiga kali fraksinasi yang dilakukan terlihat bahwa fraksi etanol mempunyai rata-rata rendemen yang lebih besar sehingga dapat diketahui bahwa senyawa-senyawa yang relatif polar dalam ekstrak daun mindi lebih banyak daripada senyawa-senyawa non polar. Tabel I. Hasil Fraksinasi Ekstrak Etanol Replikasi 1 2 3 Bobot Fraksi Etil asetat Etanol 11,90 17,32 11,63 15,90 6,76 7,76 Rata-rata Rendemen Etil asetat Etanol 28,75 % 43,30 % 29,07 % 39,75% 26,00 % 29,85% 27,94 % 37,63 %

Pada penelitian ini digunakan empat peringkat dosis sediaan uji yaitu 12,88; 25,76; 51,52 dan 103,04 mg/kgBB berdasarkan hasil uji orientasi. Kelompok kontrol negatif diberikan CMC-Na 1% sebagai bahan pembawa sediaan uji, sedangkan kontrol positif diberikan parasetamol dosis 91 mg/kgBB.

91

Fraksi etanol daun mindi dikatakan memiliki aktivitas analgesik jika dapat menurunkan jumlah geliat nyeri pada mencit sebesar 50% dari kelompok kontrol (Anonim, 1991). Tabel II. Jumlah geliat kumulatif mencit jantan pada tiap kelompok perlakuan selama 60 menit yang diinduksi asam asetat 0,5% secara i.p No Kelompok perlakuan Jumlah geliat kumulatif tiap 5 menit selama 60 menit pada mencit ke1 2 3 4 5 6 7 50 31 59 8 39 34 50 10 35 15 38 7 26 14 Rata-rata SD

1 2

CMC-Na 1% (kontrol negatif) Parasetamol 65 mg/kg BB (kontrol positif) Fraksi etanol daun mindi dosis 12,88 mg/kg BB Fraksi etanol daun mindi dosis 25,76 mg/kg BB Fraksi etanol daun mindi dosis 51,52 mg/kg BB Fraksi etanol daun mindi dosis 103,04 mg/kg BB

42 11,1 17 11,0

33

15

26

24

38

26

19

25 7,8

12

28

31

14

19

17 8,9

12

20

13

18

18

10

10

14 4,1

20

20

14

15

24

13

16 5,3

Hasil pengujian tersebut menujukkan bahwa jumlah geliat kumulatif mencit pada semua kelompok yang mendapatkan perlakuan fraksi etanol daun mindi dan parasetamol mengalami penurunan dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi etanol daun mindi mampu mengurangi timbulnya geliat mencit sebagai respon nyeri yang ditimbulkan oleh pemberian asam asetat 0,5% (v/v) dosis 131,25 mg/kg BB sebagai perangsang nyeri. Gambaran yang menunjukkan hubungan antara dosis dan rata-rata jumlah geliat kumulatif mencit dapat dilihat pada Gambar 1. Pada histogram tersebut tampak bahwa rata-rata geliat kumulatif dari masing-masing kelompok perlakuan fraksi etanol menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol negatifnya. Geliat kumulatif semakin menurun mulai dari dosis I hingga dosis III, dan pada dosis IV kembali terjadi peningkatan geliat kumulatif.

92

45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 K K + Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV Kelompok Perlakuan

Gambar 1. Histogram geliat kumulatif rata-rata kelompok perlakuan kontrol negatif (CMC-Na 1%), kontrol positif (parasetamol), dan fraksi etanol daun mindi pada mencit jantan yang diinduksi asam asetat 0,5% secara i.p Akan tetapi peningkatan geliat kumulatif pada dosis IV tersebut tidak sampai melebihi kontrol negatif. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa geliat kumulatif rata-rata terkecil dihasilkan oleh dosis III (51,52 mg/kg BB), bahkan lebih kecil daripada kelompok perlakuan parasetamol. Dosis III geliat kumulatif rata-ratanya 14 4,1, sedangkan kelompok parasetamol geliat kumulatif rata-ratanya 17 11,0. Berdasarkan Tabel II diketahui bahwa masing-masing kelompok

perlakuan menghasilkan rata-rata geliat kumulatif yang berbeda-beda. Untuk mengetahui apakah rata-rata itu berbeda signifikan atau tidak maka dilakukan analisis statistik dengan uji ANAVA satu jalan dengan taraf kepercayaan 95% dengan hasil bahwa geliat kumulatif rata-rata pada semua kelompok perlakuan adalah berbeda signifikan. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa memang terjadi penurunan jumlah geliat pada kelompok yang diberi fraksi etanol daun mindi. Untuk mengetahui apakah penurunan jumlah geliat itu menunjukkan aktivitas analgesik atau tidak maka dihitung persen penurunannya terhadap jumlah geliat pada kelompok kontrol. Suatu obat dikatakan mempunyai aktivitas sebagai analgesik bila mampu menurunkan jumlah geliat mencit 50% dari jumlah geliat pada perlakuan kontrol negatif (Anonim, 1991). Nilai persen dari perhitungan tersebut disebut sebagai daya analgetik (%) fraksi etanol daun mindi terhadap nyeri yang ditimbulkan oleh stimulasi asam asetat pada mencit. Daya analgetik (%) fraksi

G eliat K m latif u u

93

etanol daun mindi pada berbagai tingkat dosis terhadap refleks geliat yang diinduksi larutan asam asetat 0,5% secara i.p ditunjukkan pada Tabel III. Tabel III. Daya analgetik parasetamol (kontrol positif) dan fraksi etanol daun mindi pada mencit jantan yang diinduksi asam asetat 0,5% secara i.p
Kelompok perlakuan Parasetamol 65 mg/kg BB (kontrol positif) Fraksi etanol daun mindi dosis 12,88 mg/kg BB Fraksi etanol daun mindi dosis 25,76 mg/kg BB Fraksi etanol daun mindi dosis 51,52 mg/kg BB Fraksi etanol daun mindi dosis 103,04 mg/kg BB Daya analgetik (%) 1 26,1 2 80,9 3 19,0 4 76,1 5 64,2 6 83,3 7 66,6 Rata-rata SD (%) 59,4 26,2

No

21,4

64,2

38,0

42,8

9,5

38,0

54,7

38,3 18,6

71,4

78,5

78,5

33,3

26,1

66,6

54,7

58,5 21,3

71,4

52,3

69,0

57,1

57,1

76,1

76,1

65,6 9,8

80,9

52,3

52,3

66,6

64,2

42,8

69,0

61,2 12,8

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa dosis I memiliki daya analgetik sebesar 38,3%, dengan kata lain dosis tersebut tidak dapat menurunkan jumlah geliat nyeri pada mencit sebesar 50% terhadap kelompok kontrol negatif. Oleh karena itu dosis 12,88 mg/kg BB tidak memiliki efek analgesik. Dosis yang dapat menurunkan jumlah geliat nyeri sebesar 50% terhadap kelompok kontrol negatif dimulai dari dosis II hingga dosis IV, dengan kata lain dosis tersebut memiliki efek analgesik. Gambaran yang menunjukkan hubungan antara dosis dan daya analgetik fraksi etanol daun mindi dapat dilihat pada Gambar 3. Pada histogram tersebut tampak bahwa daya analgetik kelompok perlakuan fraksi etanol daun mindi dosis III (51,52 mg/kg BB) lebih besar daripada daya analgetik parasetamol 65 mg/kg BB, yaitu secara berurutan 65,6 9,8% dan 59,4 26,2%. Daya analgetik (%) semakin meningkat mulai dari dosis I hingga dosis III, dan pada dosis IV terjadi penurunan daya analgetik (%) sebesar 1,07 kali dari daya analgetik dosis III sebesar 65,6 9,8%. Hasil pengujian ini juga menunjukkan bahwa daya analgetik (%) terbesar di antara kelompok lain yang mendapatkan perlakuan fraksi etanol daun mindi dihasilkan oleh dosis III (51,52 mg/kg BB).

94

70

60

50
Daya Analgetik (%)

40

30

20

10

0 K+ Dosis I Dosis II Kelompok Perlakuan Dosis III Dosis IV

Gambar 3. Histogram daya analgetik (%) rata-rata kelompok perlakuan parasetamol dan fraksi etanol daun mindi pada mencit jantan yang diinduksi asam asetat 0,5% secara i.p Hasil pengujian efek analgesik pada penelitian ini menunjukkan daya analgetik rata-rata pada setiap kelompok perlakuan adalah berbeda-beda. Untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak maka dilakukan uji statistik ANAVA satu jalan dengan taraf kepercayaan 95%, dilanjutkan uji multiple comparison yaitu uji Tukey untuk mengetahui pasangan kelompok mana saja yang berbeda. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa daya analgetik rata-rata antar kelompok tidak berbeda signifikan atau dengan kata lain daya analgetik rata-rata pada semua kelompok perlakuan adalah identik. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fraksi etanol daun mindi dosis 25,76, 51,52, dan 103,04 mg/kg BB memiliki efek analgesik, sedangkan dosis 12,88 mg/kg BB tidak memiliki efek analgesik karena penurunan jumlah geliatnya kurang dari 50% dari kontrol negatif. Daya analgetik terbesar fraksi etanol daun mindi pada penelitian ini adalah pada dosis 51,52 mg/kg BB (dosis III) yaitu sebesar 65,6 9,8%. Daya analgetik fraksi etanol daun mindi dosis 51,52 mg/kg BB jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Hayuningtyas (2006) yang menguji daun mindi dalam bentuk ekstrak etanol menunjukkan bahwa pada dosis 6,44 mg/kg BB memiliki daya analgetik lebih besar yaitu 76,51 5,34 %. Hal ini mungkin dikarenakan dalam ekstrak etanol daun mindi terdapat berbagai macam kandungan senyawa kimia tanaman yang lebih kompleks yang saling bersinergi

95

dalam memberikan efek analgesik sehingga daya analgetiknya lebih besar. Ketika ekstrak etanol difraksinasi jumlah macam senyawa dalam fraksi lebih sedikit sehingga jumlah macam senyawa yang saling menguatkan dalam memberikan proteksi terhadap nyeri pada mencit berkurang. Kemungkinan lain yang menjadi faktor penyebab lebih kecilnya daya analgetik fraksi etanol daun mindi dibandingkan dengan daya analgetik ekstrak etanol yang diteliti oleh Hayuningtyas (2006) adalah perbedaan lokasi tempat tumbuh tanaman mindi yang digunakan dalam penelitian ini. Perbedaan tempat tumbuh tanaman akan dapat berpengaruh terhadap jumlah metabolit sekunder tanaman yang mungkin berperan dalam memberikan efek analgesik. Untuk mengetahui senyawa apa yang kira-kira memberikan efek analgesik tersebut maka dilakukan identifikasi kandungan kimia fraksi etanol daun mindi secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis. Hasil pengujian efek analgesik menunjukkan bahwa fraksi etanol daun mindi memiliki aktifitas analgesik, untuk mengetahui senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek tersebut maka dilakukan pemeriksaan secara kualitatif kandungan golongan senyawa kimianya. Berdasarkan literatur dilaporkan bahwa daun mindi mengandung alkaloid paraisin, flavonoid rutin dan kaemferol, zat pahit, triterpenoid/steroid, tanin, kumarin, dan lignan (Anonim, 2007a; Khalil et al., 1979; Russo, 2008). Hasil pengamatan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam fraksi etanol daun mindi terdapat golongan senyawa flavonoid dan senyawa fenolik. Gambar 4 dan Tabel IV berikut adalah profil kromatogram fraksi etanol daun mindi pada UV 254 nm dan 366 nm sebelum diberi pereaksi semprot yang sesuai. Pengamatan yang dilakukan pada UV 254 nm dan 366 nm belum memberikan informasi yang lengkap, terutama untuk mengetahui keberadaan senyawa yang tidak dapat berpendar. Oleh karena itu untuk memperoleh informasi keberadaan senyawa yang tidak dapat berpendar, pengamatan dilakukan dengan memberikan pereaksi semprot pada lempeng KLT tersebut. Pereaksi semprot yang digunakan dalam penelitian ini adalah AlCl3 untuk identifikasi senyawa golongan flavonoid, FeCl3 untuk identifikasi golongan senyawa fenolik, Dragendorff untuk identifikasi golongan alkaloid, vanilin-sulfat

96

untuk identifikasi golongan terpenoid, dan Liebermann-Burchard untuk identifikasi saponin.

Identifikasi Gologan Senyawa Fraksi Etanol Daun Mindi sebelum disemprot sebelum disemprot UV 254 UV 366 hRf hRf
100
100

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

90

80 70

2 3 4

60 50 40 30 20

2 6 3 4

10 0

Gambar 4. Kromatogram fraksi etanol daun mindi dideteksi dengan UV 254 nm dan 366 nm (Keterangan: OH = Fraksi etanol. Sistem KLT = fase diam : silika gel 60 F254, fase gerak : n-butanol-asam asetat-air (4 : 1 : 5) lapisan atas, dan pengembangan ascendens 8 cm) Tabel IV. Data hRf kromatogram fraksi etanol daun mindi No. Sebelum disemprot hRf Bercak UV 254 UV 366 1 83 peredaman jingga 2 68 peredaman bercak gelap 3 54 peredaman bercak gelap 4 45 peredaman bercak gelap 5 15 peredaman bercak gelap 6 56 pendar biru Profil kromatogram identifikasi golongan senyawa flavonoid terdapat pada Gambar 5. Pada kromatogram tampak bahwa flavonoid ditunjukkan oleh adanya bercak berwarna kuning setelah disemprot dengan pereaksi semprot AlCl3 yaitu pada bercak dengan hRf 68 dan 45.

97

Identifikasi Golongan Flavonoid setelah disemprot AlCl3 Visibel hRf


100

90 80 70 60

2
R

50 40 30 20 10 0

OH

Gambar 5. Kromatogram identifikasi flavonoid fraksi etanol daun mindi dideteksi dengan pereaksi semprot AlCl3 (Keterangan: OH = Fraksi etanol, R = rutin (pembanding). Sistem KLT = fase diam: silika gel 60 F254, fase gerak: nbutanol-asam asetat-air (4 : 1 : 5) lapisan atas, dan pengembangan ascendens 8 cm) Tabel V. Perbandingan hRf kromatogram fraksi etanol daun mindi identifikasi golongan flavonoid No. bercak 1 2 3 4 5 6 Sebelum disemprot hRf 83 68 54 45 15 56 UV 254 peredaman peredaman peredaman peredaman peredaman UV 366 jingga (lemah) bercak gelap bercak gelap bercak gelap pendar biru Setelah disemprot AlCl3 Tampak kuning lemah kuning coklat kekuningan -

Flavonoid termasuk ke dalam golongan senyawa fenol yang memiliki beragam gugus fenolik dan tersebar luas pada jaringan tanaman dalam buahbuahan, sayuran, biji-bijian, kulit kayu, akar, daun, dan bunga. Flavonoid telah lama dikenal memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan. Efek yang paling penting dari flavonoid adalah sebagai antioksidan. Selain itu flavonoid menunjukkan efek antiinflamasi, antialergi, antivirus, dan antikarsinogenik.

98

Terkait dengan efek antiinflamasi, flavonoid dapat berinteraksi dengan sistem enzim. Interaksi flavonoid tersebut sifatnya adalah inhibisi sistem enzim terkait sehingga flavonoid dapat menghambat metabolisme asam arakhidonat.

Pelepasan asam arakhidonat merupakan titik permulaan pada terjadinya respon inflamasi secara umum. Hal ini mengindikasikan bahwa flavonoid bersifat antiinflamasi (Nijveldt et al., 2001). Dengan demikian jika pelepasan asam arakhidonat dihambat maka pembentukan prostaglandin (sebagai mediator nyeri) tidak terjadi sehingga perangsangan reseptor nyeri oleh prostaglandin dapat dihambat. Selain itu flavonoid sebagai antioksidan merupakan agen antiinflamasi yang bekerja melalui penangkapan radikal oksigen yang dilepaskan oleh peroksida. Radikal oksigen ini memegang peranan dalam timbulnya nyeri (Tjay dan Rahardja, 2003). Mekanisme radikal oksigen dalam menyebabkan nyeri adalah dengan cara menyebabkan kerusakan membran sel. Dengan demikian radikal oksigen membantu reaksi peradangan (Mutschler, 1991). Selain identifikasi adanya senyawa dari golongan flavonoid juga dilakukan identifikasi adanya senyawa fenolik. Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih substitusi hidroksil. Senyawa fenol meliputi golongan senyawa kimia seperti fenilpropanoid, flavonoid, antosianin, flavonol dan flavon, dan tanin (Harborne, 1987). Identifikasi adanya senyawa fenol ditunjukkan dengan menggunakan pereaksi semprot FeCl3. Hasil pengamatan kromatogram pada cahaya tampak setelah disemprot menggunakan FeCl3 menunjukkan adanya bercak berwarna hitam dan biru kehitaman pada hRf 68, 54, 45, dan 15. Hal ini menandakan adanya senyawa fenolik. Pada saat identifikasi bercak keberadaan senyawa flavonoid

menggunakan pereaksi semprot AlCl3 bercak pada hRf 68 dan 45 tersebut berwarna kuning. FeCl3 dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid yang ditunjukkan dengan adanya pewarnaan jingga hingga merah, terutama untuk keberadaan gugus 5-hidroksi pada kromon (chromone) atau kroman (chromanone) (Geissman, 1962). Senyawa fenolik merupakan penangkap radikal yang poten. Senyawa ini dapat menyumbang hidrogen kepada radikal bebas dan dapat menghambat tahap inisiasi awal pada reaksi oksidasi lipid (Gulcin et al., 2004). Senyawa golongan fenolik merupakan antioksidan (Rice-Evans, 1997). Antioksidan

99

merupakan agen antiinflamasi yang bekerja melalui penangkapan radikal bebas oksigen yang dilepaskan oleh peroksida. Radikal oksigen memegang peranan dalam timbulnya nyeri (Tjay dan Rahardja, 2003). Senyawa fenolik sebagai antioksidan atau penangkap radikal bebas, kemungkinan mekanismenya pada penghambatan terbentuknya nyeri yaitu dengan cara menangkap senyawa antara yang terbentuk saat perombakan asam arakhidonat menjadi

prostaglandin. Senyawa antara tersebut yaitu prostaglandin endoperoksida PGG2 dan PGH2. Kedua sikoloendoperoksida tersebut merupakan senyawa yang bersifat reaktif tinggi (Mutschler, 1991). Dengan demikian jika kedua senyawa reaktif tersebut berinteraksi dengan senyawa fenolik maka tidak akan terbentuk prostaglandin. Oleh karena itu sebagai antioksidan senyawa fenolik berperan dalam penghambatan perangsangan reseptor nyeri dengan cara menghambat pembentukan mediator nyeri.

Identifikasi Gologan Senyawa Fenolik setelah disemprot FeCl3 hRf


100

9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 0

2 3 4

Gambar 6. Kromatogram identifikasi senyawa fenolik fraksi etanol daun mindi dideteksi dengan pereaksi semprot FeCl3 (Sistem KLT = fase diam : silika gel 60 F254, fase gerak : butanol-asam asetat-air (4 : 1 : 5), dan pengembangan : ascendens 8 cm)

100

Tabel VI. Perbandingan hRf kromatogram fraksi etanol daun mindi identifikasi golongan fenolik sebelum dan setelah diberi pereaksi semprot FeCl3 pada fase diam silika gel 60 F254, fase gerak etil n-butanol-asam asetat-air (4 : 1 : 5) lapisan atas Sebelum disemprot No. Bercak 1 2 3 4 5 6 hRf 83 68 54 45 15 56 UV 254 peredaman peredaman peredaman peredaman peredaman UV 366 jingga bercak gelap bercak gelap bercak gelap bercak gelap pendar biru Setelah disemprot FeCl3 Tampak hitam lemah hitam lemah biru kehitaman hitam -

Hasil pengujian terhadap keberadaan golongan senyawa alkaloid dan terpenoid tidak menunjukkan hasil yang positif. Dengan demikian dalam fraksi etanol daun mindi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat senyawa alkaloid dan terpenoid. Golongan senyawa yang terdeteksi dalam penelitian ini adalah flavonoid dan fenolik.

KESIMPULAN Penelitian ini menunjukkan fraksi etanol yang diperoleh dari ekstrak etanol daun mindi memiliki efek analgesik terhadap mencit jantan. Daya analgetik (%) terbesar fraksi etanol daun mindi terhadap nyeri pada mencit dihasilkan oleh dosis 51,52 mg/kg BB yaitu sebesar 65,6 9,8 %. Daya analgetik ini lebih besar daripada kelompok parasetamol dosis 65 mg/kg BB yaitu, 59,4 26,2 %. Diketahui dari fraksi etanol daun mindi memiliki kandungan senyawa flavonoid dan fenolik.

DAFTAR PUSTAKA Alche, L.E., Ferek, G.A., Meo, M., et al., 2003, An Antiviral Meliacarpin from Leaves of Melia azedarach L., Verlag der Zeitschrift fr Naturforschung, Tbingen, available at http://www.znaturforsch.com (diakses 23 Maret 2006) Anonim, 1991, Pyto Medika: Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 3-6, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam, Jakarta

101

Anonim, 2007a, Info Dunia Kesehatan Obat Tradisional: Mindi, diperoleh dari http://www.idionline. org/ _05_infodk_obattrad11.htm (diakses 23 Februari 2007) Anonim, 2007b, Tanaman Obat Indonesia : Mindi Kecil, http://www.iptek.net.id Februari 2007) Anonim, 2007c, Brosur Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan: Mindi, diperoleh dari http://www.indonesianforest.com (diakses 6 Oktober 2007) Dalimartha, 2001, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid III, Trubus Agriwidya, Jakarta Geissman, T.A., 1962, The Chemistry of Flavonoid Compounds, Chorley & /ind/pd_tanobat/view.php?id=241 diperoleh dari (diakses 23

Pickersgill LTD Leeds, Great Britain, pp 75 Gulcin, I., Uguz, M.T., Oktay, M., et al., 2004, Evaluation of the antioxidant and antimicrobial activities of Clary sage (Salvia sclarea, L.), Turk I. Agric. For., 28, pp 25 33 Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Edisi II, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro, ITB, Bandung, pp 47 109 Hayuningtyas, R., 2006, Efek analgetik Ekstrak Etanol Daun Mindi Hasil Soxhletasi pada Mencit Putih Jantan, Skripsi, Universitas Muhamadiyah Surakarta, Solo Nijveldt, R.J., Van Nood, E., Van Hoorn, D.E.C., et al., 2001, Flavonoids: a review of probable mechanisms of action and potential applications, American Journal of Clinical Nutrition, 74/4, pp 418-425 Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Widianto, M. B., dan Ranti, A. S., Edisi V, Penerbit ITB, Bandung, pp 177-195 Rice-Evans, C., Miller, Nicholas, and Paganga, G., 1997, Trends in Plant Science: Antioxidant properties of phenolic compounds, available at http://www.sciencedirect.com/science/journal (diakses tanggal 15 April 2008), pp 152-159 Russo, E.B., 2008, Headache Treatments By Native Peoples of the Ecuadorian Amazon: A Preliminary Cross-Disciplinary Assessment, Deparment of Neurology, Western Montana Clinic, available at

http://manu.montana.com (diakses tanggal 15 Mei 2008)

102

Sridharan ,L., 2007, Neem Tree: Melia azedarach and Azadirachta indica, available at http: //www.ncnhdistrict. org/aom/neem.html (diakses 23 Februari 2007) Suhag P, Rani M, Kumar R, et al., 2000, Chemical components of Melia azedarach stems, Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 62/4, pp 306-307 Syamsuhidayat, R., dan Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 368, Departemem Kesehatan Republik Indonesia, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta. Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2003, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi IV, Cetakan kedua, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp 295-297, 335 Turner, R.A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, Academic Press, New York. pp 113-116

103

You might also like