You are on page 1of 32

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan,

baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu, segala

kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan laporan kerja praktek ini lebih

lanjut, akan penulis terima dengan senang hati. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.

Akhirnya, tiada gading yang tak retak, meskipun dalam penyusunan makalah ini

penulis telah mencurahkan semua kemampuan, namun penulis sangat menyadari bahwa

hasil penyusunan makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan data dan

referensi maupun kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan

saran serta kritik yang membangun dari berbagai pihak

Kuningan, 2008

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................... i

Daftar Isi ...................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1

BAB II ISI .................................................................................. 2

BAB III KESIMPULAN ......................................................... 7

MAKALAH

“AGAMA DAN MODERISASI”

(Pendidikan Agama Islam – S.I.)

- Disusun Oleh -

Nama : Agus Wahyudi

Nim : 055610039

Jur : Sistem Informasi

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

AKAKOM

YOGYAKARTA

ii
2006-2007

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT dengan berkat dan rahmat-

Nya sehingga makalah tentang “Agama dan Moderisasi” dapat diselesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer

AKAKOM Yogyakarta.

Makalah ini berisi tentang arti Islam dan moderisasi, ajaran-ajarannya di dalam surat-

surat Al-Quran, dan juga praktek moderisasi dalam kehidupan sehari-sehari.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai

pihak yang telah memberikan keterangan, data-data, waktu, tenaga dan pemikiran demi

terselesaikannya makalah ini.

Akhirnya, tiada gading yang tak retak, meskipun dalam penyusunan makalah ini penulis

telah mencurahkan semua kemampuan, namun penulis sangat menyadari bahwa hasil

penyusunan makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan data dan referensi

maupun kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran serta

kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Yogyakarta, Mei 2007

PENDAHULUAN

Agama dan moderisasi adalah suatu perkembangan sebuah agama dan zaman dimana

suatu agama berkemnag seiring berkembangnya zaman dimana suatua agama harus bias

bias berfikir sesuai perkembangan zaman tanpa mengubah azas-azas yang sudah ada

sejak dulu kala.dimana agama tersebut harus bias mengkondisikan suatu perubahan yang

terjadi setiap saat,suatu agama tidak akan berkembang bila saja tidak pernah merubah

iii
pola pikir pada waktu ke waktu.

Ada satu benang merah yang bisa ditarik dari para intelektual muslim yakni perasaan dan

semangat untuk membebaskan (liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan

dan kejumudan sejak –paling tidak—lima abad terakhir. Belenggu inilah yang dianggap

sebagai sebab utama ketakberdayaan bangsa-bangsa muslim di depan bangsa asing

(kolonialisme). Hanya dengan membangun kembali (rekonstruksi) cara pandang dan

sikap keberagamaan mereka, kondisi menyedihkan itu dapat diperbaiki tanpa merubah

asas yang sudah ada.

ISLAM DALAM DUNIA MODERN

Bagi seorang peninjau, pada akhir abad kedelapan belas merupakan akhir perkembangan

sejarah Islam. Berdasarkan ajaran keesaan Tuhan yang sederhana, cermat, dan keras,

yang diberikan oleh Muhammad saw. pada masyarakat Arab yang kecil, Islam telah

meluas hingga suatu kompleks dari mazhab dan aliran ilmu ketuhanan yang ditaruh atas

bermacam-macam himpunan dengan upacaranya sendiri, cita-cita dan ibadat agama yang

berbeda-beda. Apabila pendapat si peninjau tadi dicat dengan filsafat Eropa Barat pada

waktu itu, boleh juga ia menganggap susunan keseluruhan tadi dijalin dengan takhayul

dan ditakdirkan untuk dimusnahkan dalam waktu yang dekat oleh kekuatan, kemajuan,

dan penerangan.

Tidak seorang pun peninjau di luar dapat menaksir kekuatan benang-benang yang tidak

tampak, yang pada saat tantangan dapat mengumpulkan anggota berjenis-jenis kelompok

iv
menjadi satu masyarakat dengan satu tujuan, satu kemauan, ataupun daya hidup suatu

cita yang besar --yang ditutupi dengan endapan beberapa abad-- apabila cita-cita tadi

dihadapkan kepada tugas baru dan banyak bahaya. Sejarah Islam dan usaha untuk

menyesuaikan diri dibawah dua dorongan yaitu tantangan dari dalam dan tekanan bahaya

dari luar. Mula-mula secara perlahan-lahan dan tanpa kemunduran, dengan kepesatan

yang bertambah, masyarakat Islam berkumpul menjadi satu dan mulai meninjau

pertahanannya. Masyarakat Islam bangkit kembali dan waspada mencari rencana untuk

bersatu maju ke hari depan masih tidak diketahui dan tidak diramalkan.

Pandangan sebagian besar muslimin dan hampir semua bangsa Barat bahwa tekanan-

tekanan luar yang timbul dari perluasan politik dan ekonomi Eropa Barat terlihat sayup-

sayup lebih besar daripada tantangan dari dalam. Tetapi yang akhir ini datang dahulu dan

berasal dari pusat masyarakat Islam. Akibatnya lebih mendalam daripada akibat yang

timbul dari hubungan dengan Barat.

Pangkal mulanya ialah Arabia Tengah. Lebih kurang dalam tahun 1744 seorang bernama

Muhammad ibn Abd al-Wahab dengan sokongan keluarga kerajaan Su'ud, Emir setempat

dari Dar'ijah mulai suatu pergerakan pembaharuan berdasarkan mazhab Hambali yang

sederhana dan pelajaran anti Sufi dari ibn Taimijah dan penganutnya dalam abad

keempat belas. Pergerakan Wahabi ini (sebagaimana pergerakan ini seterusnya terkenal)

pertama-tama ditujukan menghadapi kemunduran tata sila dan kemerosotan agama

dalam pedesaan dan pada suku-suku, mengutuk pemujaan orang suci dan bid'ah-bid'ah

lain dari kaum Sufi sebagai penyelewengan dan kekufuran, dan akhirnya juga menyerang

mazhab-mazhab lain karena komprominya dengan bid'ah-bid'ah yang dibenci itu. Dalam

semangatnya untuk mengembalikan kesucian kesederhanaan iman, pangeran-pangeran

Su'udi memerangi tetangganya, dan setelah menundukkan Arabia Tengah dan Arabia

Timur, menyerang propinsi-propinsi Dinasti Osman di bagian utara dan syarif-syarif

turun temurun dari Mekkah di Hijaz. Karbela di Irak telah dirampas habis-habisan dalam

tahun 1082, Mekkah akhirnya ditundukkan, diduduki, dan "dibersihkan" dalam tahun

1806. Dengan kedua tantangan tadi terhadap kekuasaan Dinasti Osman dan terhadap adat

istiadat Katholik dalam Islam orang-orang Wahhabi yang hingga kini merupakan aliran

v
yang samar, telah menarik perhatian seluruh dunia Islam. Tantangan tersebut telah

diterima atas nama sultan oleh Gubernur Mesir Muhammad Ali; pada tahun 1818

kekuasaan Wahhabi telah dipatahkan. Dar'ijah ditundukkan dan dibumihanguskan dan

keluarga Su'udi yang pegang pemerintahan dikirimkan ke Istambul untuk dihukum mati.

Lenyapnya kekuasaan politik Wahabi di Arabia itu tidak berarti berakhirnya pergerakan

Wahhabi. Bahkan di bidang politik kesan-kesannya telah berlaku cukup lama hingga

tidak mudah dibinasakan. Di Nejd masih ketinggalan pemerintahan seorang Emir Su'udi.

Meskipun ia untuk sementara waktu kurang berkuasa daripada keluarga Rasjidi di Hail,

yang dulu pernah di bawah pengawasannya, pemerintah Emir Su'udi tersebut dapat

membaharui kekuatannya dan menguasai kerajaan Arab dalam abad ini di bawah

pimpinan Abd al-Aziz, pembina kerajaan baru Arabia Sa'udiya.

Lebih dalam pengaruhnya sebagai kekuatan agama dalam masyarakat Islam. Sifat tidak

luwes dan ekses-ekses penganutnya yang terdahulu di Arabia dan penganutnya di India

dan Afrika Barat pada permulaan abad kesembilan belas patut dikutuk oleh seluruh umat

Islam. Pecahnya pergerakan Wahhabi hanya merupakan pernyataan yang ekstrim dari

kecenderungan yang dapat dijumpai di beberapa bagian dunia Islam dalam abad

kedelapan belas. Dengan lampaunya tahapan tidak luwes yang aktif, patokan-patokannya

menguatkan pergerakan untuk kembali kepada paham eka Tuhan dari umat Islam yang

mula-mula. Pergerakan tadi digabungkan dengan perlawanan terhadap perembesan Sufi

bertambah besar dalam abad kesembilan belas, dan telah menyusun dalam bentuk

berlainan sebagai salah satu sifat utama Islam modern.

Menarik perhatian ialah pemberontakan dimulai dalam propinsi yang paling asli Arab.

Dalam garis besar kekuatan-kekuatan agama yang telah membentuk Sufi setelah al-

Ghazali bukanlah orang Arab, melainkan orang Berber, Persia, Turki; walaupun dapat

dikatakan tidak masuk akal untuk menghubungkan hal tersebut dengan penaklukan

politik tanah-tanah Arab. Pemasukan mereka menyebabkan melemahnya keunggulan

"cita-cita Arab" dalam Islam dan pengaruh alim ulama Arab yang dahulu sampai dengan

al-Ghazali. Kebanyakan orang Persia dan Turki Mathnawi dari Jalal ad-Din ar-Rumi

telah menggantikan Hadis Nabawi sebagai penjelasan dan tafsir ajaran agama dan

vi
kesusilaan Quran. Bahkan para alim ulama yang terkemuka dari abad kedelapan belas --

sebagaimana telah kita maklumi-- telah menghubungkan warisan ajaran yang lebih tua

dengan doktrin kebatinan Sufi yang datang kemudian.

Penghidupan kembali aliran Wahhabi adalah pernyataan baru yang pertama dari cita-cita

Arab, dan kemudian disusul oleh pernyataan lain yang bebas asalnya. Pada akhir abad

yang sama, seorang sarjana Yaman, Muhammad al-Murtada (m. 1790), telah diterbitkan

pengesahan baru yang besar dari al-Ghazali. Percetakan Arab yang mulai dikerjakan di

Mesir dalam tahun 1828 menghasilkan perbanyakan dan penyebaran buku-buku

pelajaran baku tentang ilmu ketuhanan dari abad pertengahan dan menghidupkan

kembali gengsi sarjana-sarjana Mesir dalam ilmu pengetahuan Arab. Sarjana-sarjana

Eropa yang membahas ilmu pengetahuan ketimuran yang menerbitkan naskah-naskah

tua dengan penyelidikannya membantu langsung dan menimbulkan pertentangan

meneropongkan perhatian kepada abad-abad terdahulu. Usaha-usaha itu semuanya

digabungkan untuk menekankan perbedaan antara Islam zaman dahulu dan hari

kemudian, serta memburukkan kalangan cerdik pandai dan kaum sastrawan keturunan

Persia dan Turki. Mereka menyiapkan jalan bagi kembalinya daya karsa dan pengaruh

Arab dalam dunia Islam, yang muncul maju dengan pergerakan pembaharuan Mesir yang

dipimpin oleh Muhammad Abduh pada awal abad ini.

Masih jauh jalan yang harus ditempuh sebelum titik ini tercapai. Dorongan Sufi dari

abad kedelapan belas belum habis kekuatannya. Khusus di Afrika Barat Laut, Sufi

mendapat kejayaan yang segar, waktu seorang murid Berber dari tarekat Khalwatiyah,

Ahmad al-Tijani mendirikan tarekat Tijaniyah dalam tahun 1781. Tarekat baru itu dengan

pesat meluas ke jurusan Barat dan ke tanah Negro, dimana ia bertalian dengan

pergerakan memperoleh penganut dengan cara fanatik dan berdarah, terutama atas

kerugian tarekat Qadariyah yang suka damai. Di India, Asia Tengah, dan di kebanyakan

negara Islam yang jauh letaknya timbullah penghidupan baru Sufi dalam abad

kesembilan belas. Hanya di pusat tanah Arabia dan kota-kota, pergerakan Sufi terus

menerus mundur.

Diantara para Sufi kebangkitan baru kaum ortodoks seakan-akan memberikan pengaruh

vii
yang bertambah. Kecuali tarekat-tarekat yang lebih ekstrim dan tarekat yang tidak

teratur, upacara dan latihan-latihan yang berlebih-lebihan lambat laun ditinggalkan, serta

sebagian besar dari ketuhanan kebatinan dan kecenderungan panteis. Alim ulama

ortodoks langsung tetap memberikan tekanan dalam jurusan itu. Dengan mengundurkan

diri dari hubungannya yang dahulu rapat dengan tarekat-tarekat mereka umumnya

mengambil tempat di tengah-tengah: menolak serba asasi kaum Wahhabi dengan

alirannya yang bersifat fanatik dan tidak luwes dan menolak tuntutan murid-murid Sufi.

Dengan berpegang teguh pada doktrin Katholik tentang ijmak, mereka menyatakan (dan

sebagian besar tetap menyatakan) bahwa walaupun pemujaan wali-wali bertentangan

dengan Islam, menghormati orang suci dan doa dengan perantaraan mereka

diperbolehkan hukum.

Sikap lunak dan sikap konservatif alim ulama tadi bukanlah sesuai dengan perasaan para

pejuang pembaharuan; dan dalam tiap-tiap generasi membentuk lembaga-lembaga baru

untuk mempropagandakan prinsip-prinsip mereka. Dalam bagian pertama abad

kesembilan belas,

viii
KESIMPULAN

Dalam hal ini dapat didimpulkan bahwa sebuah agama dapat berkembang tidak lain dan

tidak bukan karna pemikiran pemeluk agama tersebut.berfikir positif membuat agama

lebih damai dan berkembang tanpa menimbulkan masalah ,dimana suatu agama dituntut

untuk terus bias mengikuti perkembangan zaman sampai kapanpun.

ix
DAFTAR PUSTAKA

Http://www.Freemuslims.org

Http://www.islamlib.com

http://aman.web.id

BARU

cREATED : Drs. Abd. Rohim


School : PAsca STAIN Cirebon
Editor : anakciremai.blogspot.com

AKIDAH SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN AKHLAK

Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah akidah yang benar terhadap alam
dan kehidupan, karena akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran dirinya. Oleh karena
itu, jika seseorang berakidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan
lurus. Begitu pula sebaliknya, jika akidah salah dan melenceng maka akhlaknya pun akan
tidak benar.
Akidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya terhadap
Allah juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui Sang Penciptanya dengan
benar, niscaya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah.
Sehingga ia tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang
telah ditetapkan-Nya.
Adapun yang dapat menyempurnakan akidah yang benar terhadap Allah adalah
berakidah dengan benar terhadap malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya yang
diturunkan kepada para Rasul dan percaya kepada Rasul-rasul utusan-Nya yang
mempunyai sifat jujur dan amanah dalam menyampaikan risalah Tuhan Mereka.
Keyakinan terhadap Allah, Malaikat, Kitab, dan para Rasul-rasul-Nya berserta syariat
yang mereka bawa tidak akan dapat mencapai kesempurnaan kecuali jika disertai dengan
keyakinan akan adanya hari Ahkir dan kejadian-kejadian yang menggiringnya seperti
hari kebangkitan, pengmpulan, perhitungan amal dan pembalasan bagi yang taat serta
yang durhak dengan masuk surga atau masuk neraka.
Di samping itu, akidah yang benar kepada Allah harus diikuti pula dengan akidah atau
kepercayaan yang benar terhadap kekuatan jahat dan setan. Merekalah yang mendorong
manusia untuk durhaka kepada Tuhannya. Mereka menghiasi manusia dengan kebatilan
dan syahwat. Merekalah yang merusak hubungan baik yang telah terjalin di antara
sesamanya. Demikianlah tugas –tugas setan sesuai dengan yang telah digariskan Allah

x
dalam penciptaannya, agar dia dapat memberikan pahala kepada orang-orang yang tidak
mengikuti setan dan menyiksa orang yang menaatinya. Dan semua ini berlaku setelah
Allah memerpingatkan

umat manusia dan mengancam siapa saja yang mematuhinya setan tersebut.
Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku
yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikannya dalam kehidupan
mereka, karena hanya inilah yang akan mengantarkan mereka mendapatkan ridha Allah
dan akan membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah.
Ketidakberesan dan adanya keresahan yang selalu menghiasi kehidupan manusia timbul
sebagai akibat dari penyelewengan terhadap akhlak –akhlak yang telah diperintahkan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Penyelewengan ini tidak akan mungkin terjadi jika tidak ada
kesalahan dalam berakidah, baik kepada Allah. Malikat, rasul, kitab-kitab-Nya maupun
hari Akhir.
Untuk menjaga kebenaran pendidikan akhlak dan agar seseorang selalu dijalan Allah
yang lurus, yaitu jalan yang sesuai dengan apa yang telah digariskan-Nya, maka akidah
harus dijadikan dasar pendidikan akhlak manusia.

DEFINISI AKHLAK

1.Menurut Imam Abu Hamid Al-Gazali


Kata al-khalq ‘Fisik’ dan al-khuluq ‘akhlak’ adalah dua kata yang sering dipakai
bersaman. Seperti redaksi bahasa arab ini, fulaan husnu al-khalq wa al-khuluq yang
artinya “si fulan baik lahirnya juga batinnya”. Sehingga yang dimaksud dengan kata “al-
khalaq” adalah bentuk lahirnya. Sedangkan al-khuluq adalah bentuk batinnya.
Hal ini karena manusia tersusun dari fisik yang dapat dilihat dengan mata kepala, dan
dari ruh yang dapat ditangkap dengan batin. Masing-masing dari keduanya memiliki
bentuk dan gambaran, ada yang buruk ada pula yang baik. Dan ruh yang ditangkap oleh
mata batin itu lebih tinggi nilainya dari fisik yang ditangkap dengan penglihatan mata.
Yang dimaksud dengan ruh dan jiwa di sini adalah sama.
Kata al-khuluq merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir
perubahan-perubahan dengan mudah tanbpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu.
Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut
rasio dan syariat, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang
terlahir adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak
yang buruk.
Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana halnya
keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak dapat terwujud hanya dengan
keindahan dua mata, dengan tanpa hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur tadi
harus indah sehingga terwujudlah keindahan lahir manusia itu. Demikian juga, dalam
batin manusia ada empat rukun yang harus terpenuhi seluruhnya sehingga terwujudlah
keindahan khuluq “akhlak”. Jika keempat rukun itu terpenuhi, indah dan saling
bersesuaian, maka terwujudlah keindahan akhlak itu. Keempat rukun itu antara lain:
1)Kekuatan ilmu
2)Kekuatan marah
3)Kekuatan syahwat
4)Kekuatan mewujudkan keadilan di antara tiga kekuatan tadi

1)Kekuatan Ilmu
Keindahan dan kebaikannya adalah dengan membentuknya hingga menjadi mudah
mengetahui perbedaan antara juur dan dusta dalam ucapan, antara kebenaran dan
kebatilan dalam beraqidah, dan antara keindahan dan keburukan dalam perbuatan.
Jika kekuatan ini telah baik, maka lahirlah buak hikmah, dan hikmah itu sendiri adalah
puncak akhlak yang baik. Seperti difirmankan Allah SWT.,
“…..Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia
yang banyak ….” (Al-Baqarah: 269).
2)Kekuatan marah

xi
Keindahannya adalah jika mengeluarkan marah itu dan penahannya sesuai tuntutan
hikmah.
3)Kekuatan syahwat
Keindahan dan kebaikannya adalah jika ia berada di bawah perintah hikmah. Maksudnya
perintah akal dan syariat.

4)Kekuatan mewujudkan keadilan di antara tiga kekuatan tadi


Adalah kekuatan dalam mengendalikan syahwat dan kemarahan di bawah perintah akal
dan syariat.
Perumpamaan akal adalah seperti seorang pemberi nasihat dan pemberi petunjuk
Kekuatan keadilan adalah kemampuan, dan perumpamaannya adalah seperti pihak yang
menjadi pelaksana dan pelaku bagi perintah akal.
Dan kemarahan adalah tempat yang padanya dilaksanakan perintah tadi itu.
Perumpamaannya adalah seperti anjing pemburu, yang perlu dilatih, sehingga gerak-
geriknya sesuai dengan perintah, bukan sesuai dengan dorongan syahwat dirinya.
Sementara perumpamaan syahwat adalah seperti kuda yang ditunggangi untuk mencari
hewan buruan, yang terkadang jinak dan menuruti perintah, dan terkadang pula binal.
Siapa yang dapat mewujudkan kesimbangan unsur-unsur tadi, ia pun menjadi sosok yang
berakhlak baiks secara mutlak. Sementara orang yang hanya dapat mewujudkan
keseimbangan sebagian unsur itu saja, maka ia menjadi orang yang berakhlak baik jika
dilihat pada segi yang baik itu saja, seperti orang yang sebagian wajahnya indah,
sementara sebagian lainnya buruk.
Keindahan kekuatan kemarahan dan keseimbangannya digambarkan dengan keberanian
Keindahan kekuatan syahwat dan keseimbangannya digambarkan dengan sifat iffah
menjaga kesucian diri
Jika kekuatan marah seseorang cenderung ke arah bertambah maka ia dinamakan dengan
tahwwur ‘sembrono’. Sedangkan, jika cenderung melemah dan berkurang maka
dinamakan pengecut. Jika kekuatan syahwat cenderung bertambah maka ia dinamakan
serakah, sedangkan jika cenderung melemah dan berkurang dinamakan statis.
Yang terpuji adalah sikap seimbang yang merupakan keutamaan, sedangkan dua sikap
yang cenderung bertambah dan melemah adalah dua hal yang tercela. Sedangkan
keadilan, jika ia terluput maka ia tak mempunyai dua sisi ekstrem, berlebihan atau
kurang, tapi ia mempunyai satu lawan dan antonimnya, yaitu kezaliman.
Sementara hikmah, tindakan menguranginya ketika menggunakannya dalam perkara-
perkara yang tidak baik dinamakan kebusukan dan kerendahan. Sementara tindakan
berlebihan padanya dinamakan kedunguan. Maka sikap pertengahannyalah yang
dinamakan dengan hikmah. Dengan demikian, pokok-pokok utama akhlak ada empat,
yaitu: Hikmah, keberanian, iffah, menjaga kesucian diri, dan keadilan.
Hikmah adalah kondisi kekuatan kemarahan yang tunduk kepada akal, dalam maju dan
mundurnya.
Kesucian diri adalah melatih kekuatan syahwat dengan kendali akal dan syariat.
Keadilan adalah kondisi jiwa dan kekuatannya memimpin kemarahan dan syahwat, dan
membimbingnya untuk berjalan sesuai dengan tuntutan hikmah, juga memegang
kendalinya dalam melepas dan menahannya, sesuai dengan tuntutan kebaikan. Dari
keseimbangan pokok-pokok tersebut, terwujudlah seluruh akhlak yang mulia.

2.Menurut Muhammad bin Ali Asy-Syariif al-Jurjani


Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Ta’rifat sebagai berikut:
“Khlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya
terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan
merennung. Jika sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan
syariat, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan
jika darinya terlahir pebuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak
yang buruk”
kemudian Al-Jurjani kembali berkata “Kami katakan akhlak itu sebagai suatu sifat yang
tertanam kuat dalam diri, karena orang yang mengeluarkan derma jarang-jarang dan
kadang-kadang saja, maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan,

xii
selama sifat tersebut tak tertanam kuat dalam dirinya.
Demikian juga orang yang berusaha diam ketika marah, dengan sulit orang yang
akhlaknya dermawan, tapi ia tidak mengeluarkan derma. Dan hal itu terjadi
kemungkinan karena ia tidak punya uang atau karena ada halangan.
Sementara bisa saja ada orang yang akhlaknya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma,
karena ada suatu motif tertentu yang mendorongnya atau karena ingin pamer
Dari pemaparan tadi tampak bahwa ketika mendefinisikan akhlak, al-Jurjani tidak
berbeda dengan definisi Al-Ghazali. Hal itu menunjukan bahwa kedua orang ini
mengambil ilmu dari sumber yang sama, dan keduanya juga tidak melupakan Hadits
yang menyifati akhlak yang baik atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai oleh
akal dan syariat.

3.Menurut Ahmad bin Musthafa (Thasy Kubra Zaadah)


Ia seorang ulama ensiklopedia – mendefinisikan akhlah sebgai berikut; “Akhlak adalah
ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah
terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu; kekuatan berfikir, kekuatan
marah, kekuatan syahwat.
Dan masing-masing kekuatan itu mempunyai posisi pertengahan di antara dua
keburukan, yakni sebagai berikut:
Hikmah, merupakan kesempurnaan kekuatan berfikir, dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu: kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya
Hikmah, dan yang kedua adalah berlebihan.
Keberanian. Adalah kesempurnaan kekuatan amarah dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya
keberanian dan yang kedua adalah berlebihan keberanian.
Iffah adalah kesempurnaan kekuatan sahwat dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu kestatisan dan berbuat hina. Yang pertama, adalah kurangnya sifat
tersebut, sedangkan yang kedua adalah berlebihnya sifat tersebut.
Ketiga sifat ini, yaitu Hikmah, keberanian dan iffah, masing-masing mempunyai cabang,
dan masing-masing cabang tersebut merupakan tersebut merupakan posisi pertengahan
anatara dua keburukan. Sedangkan sebaik perkara adalah pertengahnnya. Dan dalam
ilmu akhlak disebutkan penjelasan detail tentang hal-hal ini.
Kemudian cara pengobatannya adalah dengan menjaga diri untuk tidak keluar posisi dari
posisi pertengahan, dan terus berada di posisi pertengahan itu
Topik ilmu ini adalah insting – insting diri, yang membuatnya berada di posisi
petengahan antara sikap mengurangi dan berlebihan
Para ahli Hikmah berkata kepada Iskandar, “Tuan raja, hendaknya anda bersikap
pertengahan dalam segala perkara. Karena berlebihan adalah keburukan sedangkan
mengurangi adalah kelemahan”
Manfaat ilmu ini adalah agar manusia sedapat mungkin menjadi sosok yang sempurna
dalam perbuatan-perbuatannya, sehingga di dunia ia berbahagia dan di akherat menjadi
sosok yang terpuji

4.Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi


Ia berkata, “Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri
Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan
kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawalai berfikir
panjang, merenung dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tak tertanam kuat
dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka ia bukan akhlak.
Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatan-perbuatan kejiwaan dengan
sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil. Ia berusaha menjadi dermawan ketika
ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak.
Segala tindakan mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu seperti Qudrat
‘kemampuan’ berbeda dengan dudrat, yaitu ia tidak wajib ada bersama makhluk ketika ia
mengerjakan sesuatu seperti wajibnya hal itu menurut para ulama Asy’ari dalam masalah
Qudrat
Kemudian at-Tahanawi berkata,

xiii
“Akhlah terbagi atas hal sebagai berikut
Keutamaan, yang merupakan dasar bagi apa yang sempurna
Kehinaan, yang merupakan dasar bagi apa yang kurang
Dan selain keduanya yang menjadi dasar bagi selain kedua hal itu”
Penjelasannya adalah bahwa jiwa yang mampu berbicara, ketika berkaitan enggan fisik
dan Pengendalian atas fisik, serta memerlukan tiga kekuatan
Pertama, kekuatan yang mampu memikirkan apa yang dibutuhkan dalam membuat
perencanaan dan aturan. Yang dinamakan dengan kekuatan akal, kekuatan berbicara,
insting, dan jiwa yang tenang dan dikatakan pula sebagai kekuatan yang menjadi dasar
untuk memahami hakikat-hakikat, keinginan untuk memperhatikan akibat-akibat setiap
perbuatan, dan membedakan antara yang mendatangkan manfaat dan mengasilkan
kerusakan.
Kedua, kekuatan yang mendorong seseorang untuk mendapatkan apa yang memberi
manfaat bagi fisiknya dan cocok dengannya, seprti makanan, minuman dan lainnya, dan
hal itu dinamakan dengan kekuatan syahwat, unsur hewani dan nafsu amarah
Ketiga, kekuatan yang dapat menghindari seseorang dari sesuatu yang dapat merusak dan
membuat pedih tubuhnya, dan hal itu dikatakan pula sebagai dasar untuk maju dalam
keadaan sulit, dan pendorong untuk berkuasa dan meningkatkan derajat diri. Kekuatan
ini dinamakan dengan kekuatan amarah dan ganas, serta nafsu lawwanah.
Kemudian ia berkata bahwa dari keseimbangan kondisi kekuatan instingtif lahirlah
Hikmah, Hikmah itu adalah suatu keadaan kekuatan akal praktis yang berada pada posisi
pertengahan antara berfikir terlalu mengkhayal kondisi berlebih dari kekuatan ini, yaitu
ketika seseorang menggunakan kekuatan pemikiran untuk memikirkan apa yang tak
seharusnya dipikirkan, seperti perkara-perkara yang mustasyaabihat ‘samat’ dan bentuk
yang tak seharusnya sperti menyalahi syariat. Dan antara kebodohan dan kedunguan
yang merupakan kondisi kekurangan Hikmah, yaitu ketika seseorang mematikan
kekuatan berfikirnya secara sengaja. Dan berhenti dari mendapatkan ilmu-ilmu yang
bermanfaat.
Keseimbangan kekuatan syahwat melahirkan sifat iffah menjaga kesucian diri iffah itu
sendiri adalah kekuatan syahwat yang moderat antara bertindak berlebihan dan
melanggar etika sifat kurangnya berarti jatuh dalam terus mengikuti dorongan merasakan
kelezatan apa yang ia senangi, dengan kesatisan sifat lebihnya iffah yang merupakan
kondisi vakum dari usaha mendapatkan kelezatan sesuai dengan kadara yang
diperbolehkan akal dan syariat. Dalam sifat iffah tersebut nafsu syahwat tunduk terhadap
kekuatan Pikiran
Kesimbangan kekuatan marah melahirkan keberanian. Keberanian itu adalah suatu
kondisi kekuatan marah, yang bersifat moderat antara tindakan sembrono yang
merupakan kondisi berani yang berlebihan yaitu maju untuk melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan dengan sifat pengecut, sikap khawatir atas apa yang tak seharusnya
dikhawatirkan, dan ia adalah kondisi kurang berani.
Dalam kekuatan keberanian ini, sifat buas menjadi tunduk kepada kekuatan berfikir,
sehingga maju dan mundurnya kekuatan ini sesuai dengan pertimbangan pemikiran,
tanpa mengalami kebingungan ketika menghadapi masalah-masalah besar, dan karena itu
perbuatannya menjadi indah dan kesabarannya menjadi terpuji.
Jika keutamaan yang tiga itu bercampur, maka terjadilah dari percampuran itu kondisi
yang sama, yaitu keadilan. Karena hal ini, maka keadilan digambarakan sebagai sikap
tengah atau moderat, dan itulah yang dimaksud dengan Sabda Rasulullah sawa ini
“Paling baik perkara adalah yang pertengahan”
Kemudian at-Tahanawi meneruskan perkataannya, dan ia pun berbicara tentang akhlah
yang agung, ia berkata bahwa akhlak agung bagi para shalihin adalah berpaling daru dua
semesta, dan menghadap hanya kepada Allah semata secara total.
Al-Wasithi berkata bahwa akhlak yang agung adalah tidak memusuhi dan tidak dimusuhi
Athaa berkata bahwa akhlak yang agung adalah melepaskan pilihan dan penolakannya
atas segala kesulitan dan cobaan yang diturunkan Allah SWT.
Akhlak yang agung bagi Nabi SAW adalah yang disinyalir dalam firman Allah SWT
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar-benar berbudi pekerti yang agung” (al-Qalam:4)
dans sesuai yang dikatakan oleh Aisyah r.a bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah Al-

xiv
Qur’an, yang bertindak sesuai dengan Al-Qur’an dan telah tertanam kuat dalam diri,
sehingga beliau menjalaninya tanpa kesulitan.

5.Kesimpulan
Para ulama Islam yang menulis tentang akhlak itu menjelaskan bahkan menkankan pa
yang diperhatikan oleh para penulis barat, yaitu bahwa akhlak yang baik adalah apa yang
dinilai baik oleh akal dan syariat. Sedangkan akal saja tak cukup untuk menilai baik dan
buruknya suatu perbuatan. Oleh karena itu, Allah mengutus para Rasul dan menurunkan
pertimbangan (Kitab Suci) bersama mereka yang memperlakukan manusia dengan penuh
keadilan
Demikianlah, ukuran akhlak yang baik jika sesuai dengan syariat Allah. Berhak
mendapatkan ridha-Nya dan dalam memegang akhlak yang baik ini sambil
memperhatikan pribadi, keluarga, dan masyarakat, sehingga di dalamnya terdapat
kebaikan dunia dan akherat
Sub judul ini berbicara tentang segi etimologi pendidikan akhlak, maka kami masih perlu
penjelasan dimensi-dimensi maknawi bagi pendidikan bagi pendidikan akhlak ini.

PENDAHULUAN

Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M,

menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat

manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam

pertumbuhan dan perkembangannya.

Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan

sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah

perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru.

Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat

baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M.

(A.Mustofa,Abdullah,1999: 23). Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah

menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah

Aceh.(Taufik Abdullah:1983)

Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur

perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan

pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang

di Indonesia.

Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan

berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa

xv
perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam

dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian

dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).

Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas

dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat

pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem

pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem

pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat

pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di

daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan

berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar

Islam di Aceh.

PEMBAHASAN

Pendidikan Islam

Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan

kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.(Zakiyah Drajat,

1996: 25)

Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup

tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat

yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota

masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

(Hasbullah,2001: 4)

Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak

untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. (Ngalim

Purwanto, 1995:11). HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung

pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan

rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar

manusia.(HM.Arifin, 2003: 22)

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat

xvi
1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003)

Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan

suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin

menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai

terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi,

masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak

ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik

bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis. (Zakiah

Drajat,1996: 25)

Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap

perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi

muslim yang baik (Insan Kamil).

Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh

a. Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh

Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di

masuki Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan

seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada tanggal

17 – 20 Maret 1963, yaitu:

- Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan

langsung dari Arab.

- Daerah yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun

kerajaan Islam yang pertama adalah di Pasai.

- Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif

mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.

- Keterangan Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban

xvii
yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)

Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari

Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:

a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran

b. Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang,

para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.

c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak

bangsawan Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim

dan masyarakat muslim.

d. Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan

penyebaran Islam.

e. Kesenian. Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa

adalah seni.

Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum

masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India,

dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan

Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh sangat

besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India,

juga dari Negeri sendiri.

Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di

Aceh, yaitu:

1. Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan

Tiongkok.

2. Pengaruh Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar

kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup

jauh.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 53)

Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-

faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia (Hasbullah,

2001: 19-20), antara lain:

xviii
a. Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah

ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup

dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.

b. Sedikit tugas dan kewajiban Islam

c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.

d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana.

e. Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat

dimengerti oleh golongan bawah dan golongan atas.

Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi

karena beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:

1. Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.

2. Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan

berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang

yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan

peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.

3. Kejayaan militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.

4. Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah

Asia Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan.

5. Mengajarkan penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut

baru, khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.

6. Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam

berhubungan dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan.

Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh

seorang Syaikh dari Pasai.

7. Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan

jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.

Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh

Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama utama dan mayoritas negeri

ini.

xix
Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh.

1. Zaman Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan

pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua

bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun

1444 M/ abad ke-15 H). (Mustofa Abdullah, 1999: 54)

Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada

zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan

bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih

berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al, 2000:

135)

Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di

zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:

a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i

b. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh

c. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama

d. Biaya pendidikan bersumber dari negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136)

Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka

pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires,

yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga

kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.(M.Ibrahim, et.al, 1991: 61)

Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi

Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam.

Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada

para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid

menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim

pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan.

Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem

halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-

xx
tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.

2. Kerajaan Perlak

Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama

Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja

sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak

merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari

pengaruh Hindu.(Hasbullah, 2001: 29)

Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah

disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid,

tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq,

ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya

adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M.

Inilah pusat pendidikan pertama.

Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang

memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif

bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi

Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim.

Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot

pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.(A.Mustofa,

Abdullah, 1999: 54)

Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan

cukup baik.

3. Kerajaan Aceh Darussalam

Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di

belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin

Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-

1522 M).

xxi
Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah

Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-

gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama

pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut

mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim,

et.al., 1991: 75)

Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan

terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di

setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:

- Sebagai tempat belajar Al-Qur’an

- Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca

huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.

Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:

- Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.

- Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.

- Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.

- Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa

- Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.

- Tempat bermusyawarah dalam segala urusan

- Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat

mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. (M.

Ibrahim, 1991: 76)

Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi

yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab,

meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid,

meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah

yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu

tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh

sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di

xxii
dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku

karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan

madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi,

sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim.

(Hasbullah, 2001: 32)

Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada

saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan

ilmu pengetahuan yaitu:

1. Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya

para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu

pengetahuan.

2. Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus

masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.

3. Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan

sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu

pendidikannya.

Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya

yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh

untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota

Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.

Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam

terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan

pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan

pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu

pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya

pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang

kuat di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan

Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair

Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam

xxiii
bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika.

(M.Ibrahim,et.al., 1991: 88)

Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah

Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran

tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar

Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia

menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.

Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan

Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham

wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.

Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin

Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama

Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu

dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab

Bustanul Salatin.

Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh

Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu

masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan

Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).

Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya

Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat

studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J.

Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89)

KESIMPULAN

Pendidikan merupakan suatu proses belajar engajar yang membiasakan kepada warga

masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai

yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi

kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan

xxiv
Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya

pribadi muslim yang baik (insan kamil)

Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas

dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar

maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-

Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar

sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. Ed. Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983

Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003

Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996

Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2001, cet. 4

Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV.

Tumaritis, 1991, cet 2

Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas

Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999

Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992

Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa

xxv
Mandiri, 2006

Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, 2005

Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka,

1986

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 1993

Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6

BARU

prince_darkness:
A. PENDAHULUAN

Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M,
menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat
manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam
pertumbuhan dan perkembangannya.
Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan
sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah
perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru.
Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat
baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M.
(A.Mustofa,Abdullah,1999: 23). Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah
menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah
Aceh.(Taufik Abdullah:1983)
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur
perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan
pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang
di Indonesia.
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa
perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam
dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian
dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas
dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat
pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem
pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem
pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat
pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di
daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan
berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar
Islam di Aceh.

xxvi
prince_darkness:
B. PEMBAHASAN
Pendidikan Islam
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan
kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.(Zakiyah Drajat,
1996: 25)
Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
(Hasbullah,2001: 4)
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak
untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. (Ngalim
Purwanto, 1995:11). HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung
pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan
rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar
manusia.(HM.Arifin, 2003: 22)
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat
1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003)
Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan
suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin
menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai
terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak
ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik
bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis. (Zakiah
Drajat,1996: 25)
Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap
perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi
muslim yang baik (Insan Kamil).

prince_darkness:
Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
a. Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di
masuki Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan
seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada tanggal
17 – 20 Maret 1963, yaitu:
- Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan
langsung dari Arab.
- Daerah yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun
kerajaan Islam yang pertama adalah di Pasai.
- Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif
mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
- Keterangan Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban
yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)
Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari
Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:
a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran
b. Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang,
para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak
bangsawan Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim

xxvii
dan masyarakat muslim.
d. Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan
penyebaran Islam.
e. Kesenian. Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa
adalah seni.
Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum
masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India,
dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan
Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh sangat
besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India,
juga dari Negeri sendiri.
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di
Aceh, yaitu:
1. Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan
Tiongkok.
2. Pengaruh Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar
kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup
jauh.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 53)
Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-
faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia (Hasbullah,
2001: 19-20), antara lain:
a. Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah
ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup
dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.
b. Sedikit tugas dan kewajiban Islam
c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
e. Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat
dimengerti oleh golongan bawah dan golongan atas.
Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi
karena beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:
1. Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.
2. Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan
berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang
yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan
peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
3. Kejayaan militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
4. Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah
Asia Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
5. Mengajarkan penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut
baru, khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
6. Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam
berhubungan dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan.
Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh
seorang Syaikh dari Pasai.
7. Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan
jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh
Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama utama dan mayoritas negeri
ini.

prince_darkness:
b. Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh.
1. Zaman Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan
pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua
bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun

xxviii
1444 M/ abad ke-15 H). (Mustofa Abdullah, 1999: 54)
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada
zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan
bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih
berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al, 2000:
135)
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di
zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
b. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
c. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
d. Biaya pendidikan bersumber dari negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136)
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka
pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires,
yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga
kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.(M.Ibrahim, et.al, 1991: 61)
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi
Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam.
Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada
para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid
menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim
pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan.
Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem
halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-
tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.

2. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama
Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja
sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak
merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari
pengaruh Hindu.(Hasbullah, 2001: 29)
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah
disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid,
tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq,
ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya
adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M.
Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang
memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif
bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi
Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim.
Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot
pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.(A.Mustofa,
Abdullah, 1999: 54)
Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan
cukup baik.

3. Kerajaan Aceh Darussalam


Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di
belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin
Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-
1522 M).
Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah
Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-
gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama
pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut

xxix
mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim,
et.al., 1991: 75)
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan
terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di
setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
- Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
- Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca
huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
- Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
- Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
- Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
- Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
- Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
- Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
- Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat
mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. (M.
Ibrahim, 1991: 76)
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi
yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab,
meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid,
meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah
yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu
tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh
sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di
dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku
karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan
madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi,
sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim.
(Hasbullah, 2001: 32)
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada
saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan
ilmu pengetahuan yaitu:
1. Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya
para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
2. Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus
masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
3. Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan
sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu
pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya
yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh
untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota
Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam
terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan
pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan
pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu
pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya
pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang
kuat di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan
Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair
Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam
bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika.
(M.Ibrahim,et.al., 1991: 88)
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah

xxx
Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran
tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar
Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia
menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan
Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham
wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin
Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama
Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu
dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab
Bustanul Salatin.
Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh
Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu
masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan
Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya
Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat
studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J.
Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89)

prince_darkness:
C. KESIMPULAN
Pendidikan merupakan suatu proses belajar engajar yang membiasakan kepada warga
masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai
yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi
kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan
Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya
pribadi muslim yang baik (insan kamil)
Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas
dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar
maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-
Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar
sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. Ed. Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983
Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2001, cet. 4
Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV.
Tumaritis, 1991, cet 2
Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas
Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992

Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa

xxxi
Mandiri, 2006

Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2005
Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka,
1986
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1993
Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6

xxxii

You might also like